KARAKTERISASI SENYAWA BIOAKTIF ISOFLAVON DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK TEMPE BERBAHAN BAKU BUNCIS (Phaseolus vulgaris) DAN KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus) TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Magister Sains Program Studi Biosains oleh SRI WAHYUNI S 900208023 PROGRAM PASCA SARJANA BIOSAINS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
92
Embed
DAFTAR ISI TESIS JADI - digilib.uns.ac.id... · isoflavon aglikon dan membandingkan aktivitas antioksidan pada buncis, kecipir, kedelai kuning dengan antioksidan alami maupun antioksidan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KARAKTERISASI SENYAWA BIOAKTIF ISOFLAVON DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK
TEMPE BERBAHAN BAKU BUNCIS (Phaseolus vulgaris) DAN KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus)
TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Magister Sains Program Studi Biosains
oleh
SRI WAHYUNI
S 900208023
PROGRAM PASCA SARJANA BIOSAINS UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
ii
KARAKTERISASI SENYAWA BIOAKTIF ISOFLAVON DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK TEMPE
BERBAHAN BAKU BUNCIS (Phaseolus vulgaris) DAN KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus)
Disusun oleh
Nama : Sri Wahyuni
Nim : S 900208023
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dosen Pembimbing Nama Tanda tangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Ir. Sri Handajani, M.S.,Ph.D .......................... ........ 2010 NIP: 19470729 197612 2 001
Pembimbing II Dr. Artini Pangastuti, M.Si .......................... ......... 2010 NIP: 19750531 200003 2 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Biosains
Dr. Sugiyarto, M.Si NIP. 19670430 199203 1.002
iii
KARAKTERISASI SENYAWA BIOAKTIF ISOFLAVON DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK TEMPE
BERBAHAN BAKU BUNCIS (Phaseolus vulgaris ) DAN KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus)
TESIS
Oleh Sri Wahyuni
S 900208023 Telah dipertahankan di depan penguji
Dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal, 25 Januari 2010
Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal
Ketua Dr. Sugiyarto, M.Si ..................... .......... 2010 NIP. 19670430 199203 1 002 Sekretaris Dr. Edwi Mahajoeno, M.Si ..................... .......... 2010 NIP. 19601025 199702 1 001
Anggota Prof. Ir. Sri Handajani, M.S.,Ph.D ..……………. ...…… 2010 Penguji NIP. 19470729 197612 2 001 Dr. Artini Pangastuti, M.Si ……………… ……… 2010 NIP.19750531 200003 2 001
Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Biosains
1. Tesis dengan judul : “Karakterisasi senyawa bioaktif isoflavon dan uji
aktivitas antioksidan dari ekstrak tempe berbahan baku Buncis
(Phaseolus vulgaris) dan Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus)” ini
merupakan sebagian karya penelitian dari Prof. Ir. Sri Handayani, M.S. dan Sri
Retno Dwi Ariani, M.Si dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan
oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber
kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah tesis ini dapat
dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, maka saya bersedia Tesis beserta
gelar MAGISTER saya dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2
dan pasal 70).
Surakarta, Januari 2010
Mahasiswa
Sri Wahyuni S 900208023
v
KARAKTERISASI SENYAWA BIOAKTIF ISOFLAVON DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK TEMPE BERBAHAN BAKU BUNCIS (Phaseolus vulgaris) DAN KECIPIR (Psopocarpus tetragonolobus )
Sri Wahyuni, Sri Handajani, Artini Pangastuti
Program Studi Magister Biosains, PPS-UNS Surakarta
ABSTRAK
Biji buncis dan kecipir yang tergolong leguminoceae berpotensi sebagai sumber antioksidan alami. Penelitian ini bertujuan mengetahui kandungan isoflavon aglikon dan membandingkan aktivitas antioksidan pada buncis, kecipir, kedelai kuning dengan antioksidan alami maupun antioksidan BHT (Butyl Hidroksi Toluena).
Metode untuk ekstraksi isoflavon dengan maserasi, identifikasi isoflavon dengan HPLC, uji aktivitas antioksidan dengan DPPH. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan fermentasi dan penghitungan aktivitas antioksidan dianalisis dengan General Linear model-Univariete, untuk membandingkan tingkat aktivitas antioksidannya dianalisis dengan Compare Means-One Way Annova, menggunakan program SPSS version 15.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji kedelai kuning, buncis dan kecipir mentah memiliki total isoflavon masing-masing sebanyak (0,18%), (0,15%), dan (0,21%). Pada kedelai kuning mentah tidak ditemukan isoflavon factor-2, tetapi buncis dan kecipir mentah ditemukan sebanyak (0,006%) dan (0,001%). Pada hasil fermentasi buncis, kecipir, kedelai kuning ditemukan jenis isoflavon factor-2, daidzein, glisitein, genistein. Hasil uji aktivitas antioksidan, berurutan dari tinggi ke rendah adalah tempe kecipir 0-hr (85,19%), tempe kedelai 3-hr (81,43%), BHT (81,15%), α-tokoferol (76,41%), vitamin C (75,62%), tempe buncis 0-hr (52,95%) dan β-karoten (43,25%). Aktivitas antioksidan pada tempe kecipir 0-hr signifikan lebih besar dari kedelai kuning fermentasi 3-hr maupun BHT, berarti kecipir berpotensi sebagai sumber antioksidan yang prospektif untuk digunakan sebagai pengganti kedelai kuning dan BHT. Aktifitas antioksidan pada buncis signifikan lebih rendah dari antioksidan BHT, α-tokoferol, vitamin C tetapi masih lebih tinggi dari antioksidan β-karoten.
Kata kunci : Buncis, Kecipir, Fermentasi, Isoflavon, Aktivitas antioksidan
vi
THE CHARACTERIZATION OF THE BIOACTIVE COMPOUNDS OF ISOFLAVONE AND THE TEST OF ANTIOXIDANT ACTIVITY OF EXTRACT
THE OF TEMPEH MADE OF POLE BEAN (Phaseolus vulgaris) AND WINGED BEAN (Psopocarpus tetragonolobus)
Sri Wahyuni, Sri Handajani, Artini Pangastuti Program Study of Biosains, Post Graduate Program, Sebelas Maret
University Surakarta
ABSTRACT
Pole bean and Winged bean belong to leguminoceae which have a potential as natural antioksidan resource. The aims of the research at finding out the content of the isoflavone aglikon compounds and comparing the antioxidant activity of the pole bean, winged bean, and yellow soybean with both the natural antioxidant and BHT antioxidant.
The methods used to extract the isoflavone compounds were maceration, identification of isoflavone by using HPLC, and test of antioxidant activity was done with DPPH. To know the difference between fermentation treatment and the measurement of antioksidan activity which was analized by General Linear Model-Univariete, to compare the level of antioxidant activity which was analized by Compare Means-One Way Annova using the program of SPSS version 15. The results of the research show that the whole soybean, pole bean, and winged bean seed had the total contents of the isoflavone compounds of 0.18%, 0.15%, and 0.21% respectively. The isoflavone of factor-2 was not found in the yellow soybean, but it was found in the pole bean (0.006%) and in the winged bean (0.001%). In the fermentation result of pole bean, winged bean and yellow soybean was I found kind of the isoflavone compounds of factor-2, daidzein, glisitein and genistein. The results of the antioxidant activity test show that the antioxidant activity from the highest to the lowest was owned by winged bean tempeh in the 0-day fermentation (85.19%), soybean tempeh in the 3-day fermentation (81.43%), BHT (81.15%), α-tocoferol (76.41%), vitamin C (75.62%), pole bean tempeh in the 0-day fermentation (52.95%), and ß-carotene (43.25%). Antioxidant activity in the winged bean tempeh in the 0-day fermentation was higher than and really different from the yellow soybean in the 3-day fermentation and BHT, meaning that the winged bean had the potential to be the antioxidant resource which was prospective to be used as a substitute for the soybean and BHT. The antioxidant activity of the pole bean was lower than that of BHT, α-tocoferol, and vitamin C, but was higher than that of ß-carotene. Keywords: Pole bean, winged bean, fermentation, isoflavone, antioxidant activity
vii
PERSEMBAHAN
Karya ilmiah ini kupersembahkan kepada Keluarga besarku, Suamiku, dan anakku yang tercinta
“Harta yang paling menguntungkan ialah sabar
Teman yang paling setia adalah amal
Pengawal pribadi yang paling waspada adalah diam
Bahasa yang paling manis adalah senyum
dan ibadah yang paling indah tentunya khusyuk”
(Harun Yahya)
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, tiada daya dan upaya kecuali
kekuatan dari Allah SWT. Berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir berupa tesis dengan judul “Karakterisasi
Senyawa Bioaktif Isoflavon dan Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol
Tempe Berbahan Baku Buncis (Phaseolus vulgaris) dan Kecipir (Psopocarpus
tetragonolobus)”, merupakan bagian dari penelitian yang dilaksanakan oleh
Prof. Dr. Ir. Sri Handajani, MS. dan Dra. Retno Dwi Ariani, M.Si.
Di dalam tulisan ini, disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi
ekstraksi isoflavon dari biji buncis dan kecipir beserta produk fermentasinya,
identifikasi isoflavon aglikon (faktor-2, daidzein, glisitein, genistein) dan uji
aktivitas antioksidan.
Nilai penting penelitian ini adalah mengetahui kandungan isoflavon dan
aktivitas antioksidan pada buncis dan kecipir dengan variasi lama waktu
fermentasi (0, 1, 2, 3, 4 hari) serta mengetahui tingkat aktivitas antioksidatifnya
bila dibandingkan dengan ekstrak etanol dari kedelai dan produk fermentasinya
serta beberapa antioksidan alami (α-tokoferol, β-karoten, vitamin C) maupun
antioksidan sintetis BHT. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kecipir memiliki
tingkat aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dan signifikan bila dibanding
dengan antioksidan sintetis BHT, sehingga kecipir dapat digunakan sebagai
sumber antioksidan alami yang bagus dan aman.
Pengembangan penelitian ini ke arah pembuatan senyawa antioksidan
untuk pengawet alami dari bahan yang murah dan melimpah serta dapat
dimanfaatkan sebagai food suplemen yang memiliki banyak khasiat pendukung
kesehatan.
ix
Penulis menyadari dengan sepenuh hati adanya kekurangan dan
keterbatasan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Surakarta, 30 Desember 2009
Penulis
x
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, tiada daya dan upaya kecuali
kekuatan dari Allah SWT, atas berkah dan inayah-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Karakterisasi Senyawa Bioaktif Isoflavon
dan Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Tempe Berbahan Baku Buncis
(Phaseolus vulgaris) dan Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus)”.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak
Prof. Suranto, MSc.,Ph.D sebagai Pembimbing Akademik yang telah
memberikan semua fasilitas dan dorongan semangat selama penulis
mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana, Prodi Biosains UNS
Surakarta.
2. Prof. Ir. Sri Handajani, M.S.,Ph.D selaku Pembimbing I yang senantiasa
memberikan dorongan moril dan fasilitas serta pengarahan dan bimbingan
selama menyelesaikan tesis ini.
3. Dr. Artini Pangastuti, M.Si selaku Pembimbing II yang selalu memotivasi
dan memberi arahan serta bimbingan pada saat menulis dan menyelesaikan
tesis.
4. Dra. Retno Dwi Ariani, M.Si atas semua bimbingan dan pengarahannya
dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis.
5. Dr. Sugiyarto, M.Si, selaku dosen penguji yang dengan kesabarannya
memberikan bimbingan dan dorongan moril sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan dan ujian tesis dengan lancar.
xi
6. Dr. Edwi Mahajoeno, M.Si atas semua masukan dan bimbingan serta
arahannya selama ujian komprehensif sehingga penulisan tesis ini menjadi
lebih berkualitas.
7. Ketua Laboratorium Pusat MIPA UNS beserta jajarannya, terima kasih atas
dukungan dan kerjasamanya sehingga penulis dapat melaksanakan
penelitian dengan lancar.
8. Ketua Laboratorium Kimia, FKIP UNS beserta jajarannya yang telah member
kan fasilitas sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
9. Bapak Poyo, Laboran di Laboratorium Kimia organik Fakultas MIPA UGM
yang telah membantu, memberi fasilitas dan mendukung pelaksanaan
penelitian ini, semoga dibalas oleh Alloh SWT.
10. Saudari Wiji Hastuti, Yani, Yuli di FKIP UNS yang telah sangat membantu
terlaksananya penelitian ini.
11. Saudari Rini, Heni, Yurina yang merupakan teman seperjuangan dalam
suka dan duka, terima kasih atas kerjasama dan dukungannya selama tesis
ini diawali dan diakhiri sampai dinyatakan lulus.
12. Sadara M. Rosyid beserta seluruh jajaran staf administrasi Program
Pascasarjana UNS Surakarta yang dengan tulus telah membantu
memperlancar sarana administrasi penulis selama belajar di Program S2
Biosains.
13. Mbah Wagiyem, perajin dan pembuat tempe yang telah membimbing dan
membantu kami dalam proses pembuatan tempe sampai didapatkan tempe
yang memenuhi syarat untuk penelitian.
14. Anakku Tia dan Ida yang telah membantu kelancaran penulisa tesis ini.
xii
15. Suamiku, cinta dan kasih sayang serta motivasimu telah menyemangati aku
dalam menyelesaikan studi di Prodi Biosains, UNS Surakarta.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah
memberikan bantuan baik moril maupun materiil sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi S2.
Penulis tidak dapat membalas semua kebaikan dan segala bantuan yang
telah diberikan, semoga Alloh SWT mencatat amal kebaikan saudara/i dan
membalas semua dengan kasih sayang-Nya yang lebih besar lagi.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi wa barakatuh.
Surakarta, Desember 2009
Penulis
Sri Wahyuni
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING...................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. iii
PERNYATAAN ORISINILITAS TESIS............................................................. iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................... vii
KATA PENGANTAR........................................................................................ viii
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... x
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..xiii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………..xvi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xix
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 7
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 7
(EDTA). Sementara itu penggunaan zat antioksidan sintetik tertentu misalnya
BHT dapat menimbulkan akibat buruk terhadap kesehatan konsumen seperti
gangguan fungsi hati, paru, mukosa usus dan keracunan. Salah satu usaha
untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengganti zat antioksidan sintetik
dengan zat antioksidan alami. Zat antioksidan alami dapat diperoleh dari ekstrak
bagian-bagian tanaman tertentu terutama yang banyak mengandung senyawa-
senyawa flavonoid yang tersusun dari gugus-gugus fenol (Suryo dan Tohari,
1995).
Perkembangan pengetahuan menunjukkan adanya hubungan antara
kimiawi radikal dengan keterlibatannya pada proses biologi normal ataupun pada
beberapa penyakit yang dihubungkan dengan ketuaan. Antioksidan merupakan
senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain. Tubuh tidak
mempunyai sistem pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi
paparan radikal bebas yang berlebihan, tubuh membutuhkan antioksidan
eksogen. Kekhawatiran terhadap efek samping penggunaan antioksidan sintetik,
maka antioksidan alami menjadi alternatip yang terpilih. Antioksidan alami
mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan oleh oksigen
li
reaktif, menghambat penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksidasi
lipid pada makanan. Beberapa tahun terkhir terjadi peningkatan minat untuk
mendapatkan antioksidan alami.
Jenis penggolongan antioksidan yang lain adalah berdasarkan sumber
diperolehnya senyawa tersebut. Penggolongan ini ada dua yaitu antioksidan
sintetik dan antioksidan alami.
4.2. Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik efektif dalam mencegah ketengikan pada minyak dan
bahan pangan berlemak (Purwoko 2001 dalam Meyri, 2003). Contoh antioksidan
sintetik adalah BHA, BHT, propil galat dan EDTA. Menurut Chang et al. (1977),
penggunaan BHT pada tikus percobaan dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh seperti paru-paru dan organ pencernaan. oleh karena itu penggunaan food
additive (bahan tambahan pada makanan) lebih baik dibatasi.
Penggunaan antioksidan tidak boleh berlebihan karena aktivitas
antioksidan akan hilang pada konsentrasi yang tinggi dan mungkin akan menjadi
prooksidan. Penggunaan antioksidan berlebihan akan menyebabkan senyawa
lebih bersifat sebagai akselerator daripada inhibitor dalam oksidasi lemak.
Dalam keadaan berlebih, antioksidan akan meningkatkan dekomposisi oksidasi
lemak dan pembentukan produk radikal.
4.3. Antioksidan Alami
Merupakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan
ditambahkan ke bahan makanan. Kebanyakan senyawa antioksidan yang
diisolasi dari sumber alami adalah berasal dari tumbuhan. Isolasi antioksidan
alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari
bagian yang dapat dimakan.
lii
4.3.a. Antioksidan Pada Kedelai
Salah satu senyawa dari tumbuhan yang memiliki kemampuan
bioaktivitas sebagai antioksidan adalah isoflavon. Isoflavon sebagai hasil
metabolit sekunder, banyak disintesa oleh tanaman angiospermae dan banyak
terdapat pada kelompok leguminoceae, khususnya pada tanaman kedelai. Pada
tanaman kedelai, kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada biji kedelai
bagian hipokotil dan kotiledon (Anderson, 1997). Pawiroharsono (1995)
melaporkan bahwa kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2-4 mg/g.
Senyawa isoflavon pada kedelai, umumnya berupa senyawa kompleks
atau konjugasi dengan senyawa gula melalui ikatan glikosida. Jenis senyawa
tersebut diantaranya adalah genistin, daidzin, dan glisitin. Bentuk senyawa
demikiaan ini mempunyai aktivitas fisiologis kecil, apabila melalui proses
pengolahan (baik melalui proses fermentasi maupun non fermentasi), senyawa
isoflavon dapat mengalami transformasi terutama melalui proses
hidrolisis,sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut
aglikon yang lebih tinggi aktivitas fisiologisnya.
Selain isoflavon, asam fitat yang terkandung pada kelompok tanaman
leguminoceae, juga memiliki efek antioksidan. Asam fitat merupakan bentuk
penyimpanan fosfor terbesar pada tanaman sereal dan leguminosa.
Menurut Nuraida dan Yasni (1998) dinyatakan bahwa produk olahan
kedelai tanpa fermentasi, masih mengandung asam fitat tetapi fermentasi
Rhizopus pada kedelai dapat menghilangkan asam fitat, sehingga tempe tidak
mengandung asam fitat.
liii
4.3.b. Antioksidan Pada Tempe Kedelai
Dalam tempe kedelai terdapat empat jenis isoflavon yang mempunyai
khasiat antioksidan, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein serta faktor-2. Selain
itu, isoflavon juga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai obat. Pada tabel
berikut, disajikan beberapa potensi pemanfaatan isoflavon yang diperoleh dari
hasil penelitian.
Tabel 3. Potensi Pemanfaatan Senyawa Isoflavonoid
No Isoflavon Bioaktivitas Referensi 1 Daidzein,Genistein Antioksidan, Antikanker Gyorgy et al.(1964) Glisitein, Faktor-2 Antioksidan, Anrikanker Kramer, et al (1984)
Kandungan glisitein dan genistein pada kedelai dan kecipir jauh lebih
tinggi bila dibandingkan dengan buncis, tetapi jumlah terbanyaknya memiliki pola
yang sama yaitu pada hasil fermentasi 2 hari. Pada buncis mentah ternyata
mengandung glisitein yang lebih tinggi daripada hasil fermentasinya, tetapi
isoflavon genistein pada buncis mentah tidak ditemukan (Gambar 19 dan 20),
diduga senyawa yang ada pada biji mentah masih dalam bentuk glikosida yaitu
glisitin. Dari hasil perbandingan ke-empat gambar diatas dapat disimpulkan
bahwa kadar isoflavon aglikon (faktor-2, daidzein, genistein dan glisitein) pada
buncis dan kecipir lebih rendah bila dibandingkan dengan kedelai kuning,
walaupun ketiganya termasuk dalam famili yang sama. Karena berbeda spesies,
sehingga masing-masing bijinya memiliki karakter dan kandungan senyawa
isoflavon yang tidak sama (Harbone,1996). Selain berbeda spesies, perendaman
yang lebih lama pada biji buncis dan kecipir diduga mengakibatkan hilangnya
senyawa hasil hidrolisis terutama disaat penggantian air rendaman.
Isoflavon faktor-2 pada kedelai kuning tanpa fermentasi tidak ditemukan,
hal itu sesuai dengan hasil penelitian Gyorgy et al., 1964; Trilaksani, 2003; Ariani
dan Hastuti, 2009), tetapi dari hasil penelitian penulis didapatkan isoflavon
faktor-2 dari biji buncis dan kecipir tanpa fermentasi, walaupun kadarnya sangat
sedikit (kecipir : 0,001g dan buncis : 0,006 g) dari100 gram sampel. Hal tersebut
dapat terjadi diduga ada proses pembentukan isoflavon faktor-2 disaat biji
dorman dalam penyimpanan. Bila penyimpanan biji dalam tempat yang tertutup
atau berada dalam plastik, maka akan muncul kelembaban dan memungkinkan
tumbuhnya mikroorganisme yang akan mendorong terjadnyai proses hidrolisisi,
dengan menghasilkan enzim β-glikosidase untuk memecah glikosida dalam biji
menjadi senyawa aglikon.
lxxix
D. Hasil Uji aktivitas Antioksidan
Uji aktivitas antioksidatif dilakukan dengan metode DPPH melalui
pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Uji aktivitas
antioksidan dari penelitian ini terdiri dari biji mentah kedelai kuning beserta
produk tempenya, biji buncis mentah beserta produk tempenya serta biji kecipir
mentah dan produk tempenya.
Metode yang dipilih untuk pengujian aktivitas antioksidan adalah
metode DPPH karena sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya
memerlukan sedikit sampel. Metode aktivitas antiradikal bebas DPPH (2,2 difenil
1 picril hidrazil) merupakan metode terpilih untuk menapis aktivitas antioksidan
bahan alam (Molyneux, 2004; Luo et al., 2002; Santosa et al., 1998 dalam Amrun
dan Umayah, 2007). Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH
melalui mekanisme donasi atom hidrogen dan menyebabkan terjadinya
peluruhan warna DPPH dari ungu ke warna kuning. Perhitungan persentase (%)
peredaman DPPH oleh massa hasil ekstraksi biji kedelai kuning, buncis, dan
kecipir beserta produk fermentasinya ditampilkan pada lampiran 9.
Hasil identifikasi isoflavon dan uji aktivitas antioksidan dari sampel biji kedelai,
buncis dan kecipir beserta hasil fermentasi 0, 1, 2, 3 dan 4 hari terangkum dalam
tabel dibawah ini.
lxxx
Tabel 5. Kandungan Isoflavon Total ( g ) dan Aktivitas Antioksidan ( % ) pada Kedelai Kuning, Buncis, Kecipir, dengan Variasi Lama Fermentasi ( hari )
Lama Fermentasi
Sampel
Kadar Isoflavon dan aktivitas Antioksidan
Biji Mentah 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari
Isoflavon total ( g ) 0,179 0,195 1,287 1,812 1,183 1,677
Kedelai Kuning Aktivitas
Antioksidan ( % )
67,453e 75,683ef 76,310f 76,056ef 81,430g 77,140f
Isoflavon total ( g ) 0,148 0,084 0,044 0,045 0,022 0,012
Buncis Aktivitas Antioksidan ( % )
52,813b 52,956b 39,536a 41,366a 51,893b 51,186b
Isoflavon total ( g ) 0,212 0,194 0,215 0,367 0,062 0,128
Kecipir Aktivitas Antioksidan ( % )
70,826d 85,196h 76,923f 84,926h 76,973f 73,893e
Keterangan: angka yang diikuti oleh superskrip yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% (α =0,05)
Pada kedelai kuning dan kecipir, isoflavon total terbanyak ditunjukkan
oleh hasil fermentasi 2-hari, tetapi aktivitas antioksidan tertinggi pada kedelai
kuning dan kecipir masing-masing ditemukan pada hasil fermentasi 3-hari dan
0-hari. Isoflavon total tertinggi pada buncis ditunjukkan oleh biji mentah dan
aktivitas antioksidan tertinggi ditemukan pada hasil fermentasi 0-hari. Dari data
tersebut, bila dihubungkan antara aktivitas antioksidan dengan kandungan
isoflavon totalnya dapat disimpulkan bahwa aktivitas antioksidan yang tinggi tidak
selalu dikarenakan oleh adanya kandungan isoflavon yang banyak. Pada buncis
dan kecipir ditemukan aktivitas antioksidan yang tertinggi pada hasil fermentasi
0-hari, tetapi tidak lazim orang mengkonsumsi tempe yang belum jadi (belum
muncul miselium) sehingga walaupun aktivitas antioksidannya paling tinggi
namun tidak layak dikonsumsi untuk sumber antioksidan. Pada hasil fermentasi
lxxxi
kecipir 2-hari diketahui aktivitas antioksidannya juga tinggi (84,926%), sehingga
tempe hasil fermentasi 2-hari dapat dikonsumsi oleh manusia sebagai sumber
antioksidan.
Dari analisis statistik Program SPSS, dapatlah disimpulkan bahwa
aktivitas antioksidatif pada kedelai dan kecipir hasil fermentasi, ternyata lebih
tinggi dari kedelai dan kecipir tanpa fermentasi (mentah). Dari tabel diatas dapat
diketahui juga bahwa, besarnya aktivitas antioksidan pada kedelai hasil
fermentasi 1-hari tidak berbeda nyata dengan fermentasi 4-hari, hasil fermentasi
0-hari tidak berbeda nyata dengan fermentasi 2-hari, tetapi berbeda nyata
dengan hasil fermentasi 3-hari. Besarnya aktivitas antioksidan pada buncis, hasil
fermentasi 0-hari, 3-hari, 4-hari tidak berbeda nyata dengan buncis tanpa
fermentasi. Pada kecipir tanpa fermentasi berbeda nyata dengan hasil
fermentasinya, tetapi hasil fermentasi 0-hari dan 2-hari serta fermentasi 1-hari
dan 3-hari tidak signifikan. Aktivitas antioksidatif pada tempe buncis yang paling
tinggi adalah hasil fermentasi 0-hari (±52,96%), kemudian 3-hari (±51,89%),
4-hari (±51,19%), 2-hari (±41,37%) dan yang terendah adalah hasil fermentasi
1-hari yaitu sebesar (±39,54%) ; sedangkan aktivitas antioksidatif untuk tempe
kecipir yang paling tinggi adalah hasil fermentasi 0-hari yaitu (±85,20); kemudian
2-hari (±84,93%); 3-hari (±76,97%); 1-hari (±76,92%) dan yang paling rendah
adalah hasil fermentasi 4-hari (±73,89%).
Dari hasil penelitian yang di uraikan diatas, dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa tingkat aktivitas antioksidatif dari biji kecipir mentah dan hasil
fermentasinya ternyata tergolong tinggi, yaitu berkisar antara ±73,89 % sampai
dengan ±85,20%. Untuk kedelai kuning, tingkat aktivitas antioksidatifnya berkisar
antara ±68,64% sampai dengan ± 81,43 %, berarti lebih rendah dari kecipir dan
lxxxii
produk fermentasinya. Tingkat aktivitas antioksidatif dari biji buncis dan produk
fermentasinya ternyata lebih rendah (±39,54% s/d ±52,96% ) bila dibanding
dengan kedelai kuning. Pada kecipir mentah maupun hasil fermentasinya
memiliki kandungan isoflavon yang relatif rendah bila dibandingkan dengan
kedelai kuning, tetapi aktivitas antioksidannya tinggi. Ini dapat diartikan bahwa,
walaupun senyawa isoflavon pada kecipir mempunyai kemampuan sebagai
antioksidan, tetapi senyawa antioksidan itu tidak hanya isoflavon, dimungkinkan
di dalam kecipir terdapat senyawa-senyawa flavonoid dan alkaloid lain (selain
isoflavon) tetapi juga memiliki kemampuan sebagai antioksidan, bahkan telah
lama diyakini oleh sebagian masyarakat kita bahwa kecipir (baik biji maupun
buahnya) memiliki khasiat obat. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa,
aktivitas antioksidan yang tinggi tidak selalu dikarenakan oleh kadar isoflavon
yang tinggi, dan total isoflavon terbanyak tidak secara otomatis memiliki aktivitas
antioksidan yang tinggi.
Proses yang terjadi selama pengolahan biji legume menjadi tempe
adalah adanya reaksi hidrolisis yang berlangsung disaat perendaman biji bahan
baku, proses fermentasi Rhizopus disaat inokulum bekerja pada substrat, proses
pembusukan oleh bakteri yang terjadi pada tempe over fermented, hasil
fermentasi 4 hari.
Pada tempe buncis dan kecipir, aktivitas antioksidan yang maksimum
diperoleh dari hasil fermentasi 0-hari, dimungkinkan karena perendaman pada
biji buncis dan kecipir dilakukan selama 3 x 24 jam sehingga pada perendaman
yang lama tersebut akan terjadi proses hidrolisis yang lebih besar bila dibanding
dengan kedelai kuning (lama perendaman hanya 24 jam). Enzim β-glikosidase
yang dihasilkan oleh mikroorganisme disaat proses perendaman, akan
lxxxiii
melakukan pemecahan senyawa glikosida dalam biji menjadi aglikon dan
glukosa dan dapat berlangsung lebih dominan.
Kecipir hasil fermentasi 0hari diperoleh kadar isoflavon sebanyak
±0,194g/100g sampel dan kadar isoflavon tertinggi diperoleh setelah berlangsung
proses fermentasi 2 hari ±0,367 g/100 g sampel, ini berarti selama Rhizopus
bekerja pada substrat akan dihasilkan enzim β-glikosidase yang akan memecah
glikosida menjadi aglikonnya sehingga akan menambah jumlah senyawa
isoflavon aglikon. Pada hasil fermentasi 4-hari sudah mulai terjadi pembusukan
pada tempe yang ditandai dengan munculnya aroma busuk dan amonia yang
menyengat, dikarenakan adanya aktivitas mikroorganisme.
Aktivitas antioksidatif dari biji kedelai kuning, buncis, dan kecipir bila
dibandingkan dengan aktivitas antioksidan α-tokoferol, ß-karoten, vitamin C,
maupun BHT (Butyl Hidroksitoluena) yang merupakan antioksidan sintetis, dapat
dicermati pada gambar grafik berikut ini :
Gambar 21. Perbandingan aktivitas antioksidan alami, sintetis dan legume
lxxxiv
Bila dibandingkan dengan antioksidan alami (α-tokoferol, ß-karoten dan
vitamin C) ternyata aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh kecipir dan produk
tempenya jauh lebih tinggi. Aktivitas antioksidatif β-karoten sebesar ± 43,25%;
vitamin C (± 75,62%), α-tokoferol (76,41 %), BHT (81,15%) dan kedelai
(81,43%), sedangkan kecipir fermentasi 0 hari tingkat antioksidatifnya mencapai
(± 85,19%). Selain itu, aktivitas antioksidatif pada kecipir hasil fermentasi 2 hari
(± 84,93%), juga lebih tinggi dari pengawet sintetis BHT. Dengan demikian,
kecipir dan hasil fermentasinya dapat digunakan sebagai sumber antioksidan
alami yang prospektif, karena keberadaannya melimpah di Indonesia. Aktivitas
antioksidatif pada buncis fermentasi 0 hari sebesar ± 52,95%, berarti masih lebih
tinggi dari β-karoten tetapi lebih rendah dari antioksidan BHT, vitamin C dan
α-tokoferol. Dengan demikian, buncis dan produk tempenya tidak dapat
digunakan sebagai pengganti BHT. Untuk mengetahui perbandingan aktivitas
antioksidan pada buncis, kecipir, dan kedelai dengan antioksidan alami yang
sudah ada (α-tokoferol, vitamin C dan β-karoten) serta antioksidan sintetis dapat
disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 6. Perbandingan Aktivitas Antioksidan Alami, Sintetis dan Legum (%)
Sampel Aktivitas Antioksidan
Betakaroten 43,2533 a
Tempe buncis (0 hari) 52,9567 b
Vitamin C 75,6200 c
Alfatokoferol 76,4100 c
BHT 81,1567 d
Tempe kedelai kuning (3 hari) 81,4300 d
Tempe kecipir (0 hari) 85,1967 e
Keterangan: Angka yang diikuti oleh superskrip yang sama, tidak menunjukkan beda nyata pada taraf kepercayaan 95% (α : 0,05)
lxxxv
Aktivitas antioksidan dari kecipir bila dibandingkan dengan antioksidan
alami (vitamin C, ß-karoten, α-tokoferol), dan BHT ternyata menunjukkan
perbedaan yang signifikan dan lebih besar, sedangkan aktivitas antioksidatif
pada buncis walaupun lebih rendah secara nyata dengan BHT tetapi lebih tinggi
bila dibanding dengan β-karoten, sehingga legum Kecipir dapat digunakan
sebagai pengganti BHT tetapi legum Buncis tidak dapat digunakan sebagai
pengganti BHT.
Penggunaan pengawet sintetis BHT dalam skala luas dimasyarakat dapat
menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan, seperti gangguan fungsi hati, paru-
paru, mukosa usus bahkan bersifat meracuni (Suryo dan Tohari, 1995), oleh
karena itulah maka legume kecipir sangatlah potensial untuk dimanfaatkan
sebagai sumber antioksidan alami yang dapat digunakan untuk pengawet alami.
Kedelai digunakan sebagai pembanding, dengan pertimbangan bahwa
kedelai dan produk tempenya secara paten dan positif telah diketahui memiliki
manfaat sebagai antioksidan alami dan sumber isoflavon yang sudah tidak
diragukan, yang diperoleh dari beberapa hasil penelitian (Astuti, 1995 dan
Pawiroharsono, 1995). Buncis sebagai jenis legume , walaupun kemampuan
antioksidannya rendah tetapi masih dapat dimanfaatkan sebagai sumber
isoflavon yang berkhasiat, sekaligus sebagai bahan pangan sumber protein dan
mineral yang potensial bagi pemenuhan gizi masyarakat. Hasil pengukuran dan
perhitungan besarnya aktivitas antioksidan dari kedelai, buncis, kecipir dan
antioksidan alami (α-tokoferol, β-karoten, vitamin C) serta antioksidan sintetik
BHT dapat dilihat pada lampiran 6.
lxxxvi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disusun kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kecipir, Buncis dan produk fermentasinya memiliki potensi sebagai sumber
antioksidan alami yang prospektif dan mengandung senyawa isoflavon
faktor-2, daidzein, glisitein dan genistein. Total isoflavon terbanyak pada
kedelai dan kecipir ditemukan pada hasil fermentasi 2-hari, sedangkan
pada buncis ditemukan pada hasil fermentasi 0-hari
2. Lama waktu fermentasi yang optimum untuk menghasilkan ekstrak yang
mengandung isoflavon dengan aktivitas antioksidan maksimum pada
tempe kedelai kuning ditemukan pada hasil fermentasi 3-hari (sebesar
81,43 %) dan tempe koro buncis serta koro kecipir ditemukan pada hasil
fermentasi 0-hari, masing-masing 52,95 % dan 85,19 %.
3. Aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh kecipir dapat digunakan sebagai
pengganti BHT, kedelai kuning, α-tokoferol, β-karoten maupun vitamin C,
sedangkan aktivitas antioksidan pada buncis hanya dapat menggantikan
β-karoten .
lxxxvii
B.Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh, penulis memberikan saran sebagai
berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian secara in vivo mengenai manfaat senyawa
bioaktif yang terdapat dalam kecipir, maupun penelitian lanjutan untuk
mengetahui senyawa-senyawa lain (selain isoflavon) yang terkandung
dalam kecipir dan berpotensi sebagai antioksidan.
2. Senyawa bioaktif isoflavon dari buncis dan kecipir dapat dimanfaatkan
sebagai food suplement dan sebagai pengawet alami.
3. Biji kecipir dan produk fermentasinya dengan Rhizopus sp. dapat
disosialisasikan kepada masyarakat untuk dimanfaatkan sebagai sumber
antioksidan alami.
lxxxviii
DAFTAR PUSTAKA
Aldercreutz H. 1998. Epidemiology of phytoestrogens. Baillieres Clin. Endocrinol. Metab. 12: 605-623
Amrun,H; Umiyah dan Umayah E.U. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Beberapa Varian Buah Kenitu (Chrysopylum cainito L) dari Daerah Jember.. Jurusan Biologi Universitas Jember.
Anderson JJB, Carner SC. 1997. The effect of phytoestrogens on bone. Nutr.Res. 17: 1617-1623.
Ariani,S.R.D. dan Hastuti W. 2009. Analisis Isoflavon dan Uji Aktivitas Antioksidan pada Tempe dengan Variasi Lama Waktu Fermentasi dan Metode Ekstraksi. FKIP UNS Surakarta.
Astawan M. 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Tiga Serangkai.
Solo
Astuti, Mary. 1995. Tempe dan Antioksidan Prospek Pencegahan Penyakit Degeneratif. Yayasan Tempe Indonesia.
Atikoh dan Supriyanti.1997. Perlakuan Perendaman, Pengukusan, Prebusan serta Kombinasinya terhadap Kandungan asam Fitat dan anti Kemotripsin pada Kacang Tholo dan Gude. Skripsi S1. UGM. Yogyakarta.
Aussenac T, Lacombe S, Dayde J. 1998. Quantification of isoflavones by capillary zone electrophoresis in soybean seeds : effects of variety and environment. Am. J. Clin. Nutr. (68):1480-1485.
Barz, W. and Papendorf. 1991. Metabolism of isoflavones and formation of factor-2 by tempeh producing microorganism.Tempeh Workshop, Cologne. 20 May 1991.
Barz, W., Heskamp, Klus,K.,Rehms, H and Steinkamp,R. Recent Aspect of Protein, Phytate and Isoflavone Metabolism by Microorganisms Isolated from Tempe Fermentation. Tempe Workshop. Jakarta. 15 February 1993.
Chang, S.S., Bostric-Matijasevic, O.A.L. Hsieh and C.L. Huang, 1977. Natural Antioxidants from Rosemary and Sage. J.Food Sci.42:574
Coward L, Barnes NC, Setchell KDR, Barnes S. 1993. Genistein, daidzein, and their ß-glycoside conjugates: antitumor isoflavones in soybean food from American and Asian diets. J. Agric. Food Chem. 41: 1967.
lxxxix
Dian Sri Pramita. 2008. Pengaruh Teknik Pemanasan Terhadap Kadar Asam Fitat dan Aktivitas Antioksidan Koro Benguk (Mucuna pruriens), Koro Glinding (Phaseolus lunatus), dan Koro Pedang (Canavalia ensiformis ). Skripsi. Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.
Fujimaki. 1968. Fundamental Investigation of Proteolytic Enzim Aplication to Soybean Protein Inrelation Flavour. Tokyo University. Tokyo.
Goldberg I. 1996. Functional Foods : Designer foods, pharmafoods, nutraceuticals. London : Chapman & Halll, Inc.
Gyorgy P, Murata K, Ikehata H. 1964. Antioxidant isolated from fermented soybeans (tempeh). Nature, 203 (4947), 870-871.
Handajani S dan Bukle. 1991. Characteristic of Winged Bean (Psopocarpus tetragonolobus) seed. PhD Thesis, Universitas of New South Wales, Kensington, Australia.
Handajani S dan Windi Atmaka. 1993. Analisa Sifat Phisis-khemis Beberapa Biji Kacang-kacangan, Kekerasan, Kualitas Tanak, Protein, dan Kandungan Mineralnya. Lembaga Penelitian UNS. Surakarta.
Handajani S, Supriyono, Triharjanto, Marwanti S, Astuti D, Pujiasmanto B. 1996. Pengembangan Budidaya dan Pengolahan Hasil Kacang-kacangan Sebagai Usaha Produktif Wanita Di Lahan Kering Daerah Tangkapan Hujan Waduk Kedung Ombo. Lembaga Penelitian UNS. Surakarta.
Harborne JB. 1996. The Flavonoid : Advances in research since 1986. London : Chapman & Hall, Inc.
Hesseltine, C.W. 1985. Genus Rhizopus and Tempeh Microorganisms. Asian Symposium Non-Salted Soybean Fermentation. Tsukuba, Japan.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia (Jilid 3). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan, Jakarta : Yayasan Sarana Wana Jaya. Terjemahan dari : De Nuttige Planten Van Indonesie.
Hidayati WB. 2003. Peran Isoflavon Untuk Kesehatan Reproduksi Wanita. Cermin Dunia Kedokteran 139 : 49-50.
Hodgson, E and P.E.Levi. 2000. A Textbook of Modern Toxicology. Elsevier, New York.
Iswandari R. 2006. Studi Kandungan Isoflavon Pada Kacang Hijau. IPB. Bogor.
xc
Judoamidjojo M, Darwis AA, Gumbira. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta : Rajawali Press.
Kanetro B, Hastuti S. 2006. Ragam Produk Olahan Kacang-Kacangan. Universitas Wangsa Manggala Press. Yogyakarta.
Kasmidjo, R.B. 1990. Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia, Pengolahan Serta Pemanfaatannya. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM Yogyakarta.
Koswara, S. 2006. Isoflavon, Senyawa Multi Manfaat Dalam Kedelai. Ebookpangan.com, Bogor.
Kudou.S, Y.Fleury, D.Welti, D.Magnolato, K.Kitamura and K.Okubo. 1991. Malonyl Isoflavone Glycosides in Soybeans Seed (Glycine max Merril). Agric. Biol. Chem. 55: 2227-2233.
Lindajati, T. 1985. Large Scale Tempe Inoculum Production. Asian Symposium on Non salted Soybeans Fermentation, Tsukuba, Japan, July 14-16, 1985.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung : Penerbit ITB.
Mazur WM, Duke JA, Wahala K, Rasku S, Adlercreutz H. 1998. Isoflavonoids and lignans in legumes : nutritional and health aspects in humans. J Nutr Biochem 9: 193-200.
Messina MJ. 1991. The role of soy products in reducing risk of cancer. Journal NCL. 83(3) : 541-546.
Meydani, S.N, D. Wu, Santos, Hayek. 1995. Antioxidants and Immune Response in Aged Persons. Clinical Nutrition. 62 (6):1462-1476.
Meyri Sulasmi. 2003. Aktifitas Antioksidatif Ekstrak Tempe Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae Terhadap Oksidasi Minyak Kedelai. Skripsi. FMIPA. UNS Surakarta.
Nuraida, L. dan S. Yasni. 1998. Kajian Gizi Produk Olahan Kedelai. Prosiding Seminar Pengembangan Pengolahan dan Penggunaan Kedelai selain Tempe. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi-IPB dengan American Soybean Association. Bogor.
Pawiroharsono S. 1995. Metabolisme Isoflavon dan Faktor 2 (6,7,4’ trihidroksi isoflavon) pada Proses Pembuatan Tempe. Makalah Simposium Nasional Pengembangan Tempe dalam Industri Pangan Modern, Yogyakarta, 15-16 April.
xci
Pawiroharsono, S.1998. Benarkah Tempe Sebagai Anti Kanker. Jurnal Kedokteran dan Farmasi MEDIKA. 12: 815-817
Purwoko, T; S.Pawiroharsono dan I.Ginandjar. 2001. Biotransformasi Isoflavon oleh Rhizopus oryzae UICC 524. BioSMART, 3(2), 36-39.
Restuhadi, F. 2001. Studi Pendahuluan Biokonversi Isoflavon Pada Proses Fermentasi Kedelai Menggunakan Rhizopus sp. Tesis. Bandung. Magister Kimia ITB.
Rubatzky V.E, Yamaguchi M.1998. Sayuran Dunia : Prinsip, Produksi dan Gizi Jilid II. (diterjemahkan oleh Catur Herison). ITB Bandung.
Salunkhe D. K., and Kadam S.S. 1990. Handbook of world food legumes : Nutritional chemistry, processing tecknology, and utilization. Vol.1. CRC Press, Boca Raton, FL.
Schultze, J.E. 1984. R. Hansel and V.E. Tayler. Rational Phytotherapy A Physician’s Guide to Herbal Medicine. Springer Verlag, Heidelberg.
Setchell KDR, Aedin C. 1999. Dietary Isoflavones : biological effects and relevance to human health. J. Nutr. 129: 767-785
Setchell KDR. 2001. Bioavailability of pure isoflavones in healthy humans and analysis of commercial soy isoflavone supplements. J.of Nutrition. 131: 362-1375.
Shahidi,F. and Naczk. 1995. Food Phenolic. Technomic pub.Co. Inc. Lancester-
Bas.
Soeatmaji, D.W.1998. Peran Stress Oksidatif dalam Patogenesis Angiopati Mikro dan Makro DM. Medica.5 (24) : 318-325
Somaatmojo et al., 1985. Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Sri Kumalaningsih, 2006. Sumber, Manfaat, dan Penyajian Antioksidan Alami. Trubus Agrisarana. Jakarta.
Suryo dan Imam Tohari. 1995. Aktivitas Antioksidan Buah Jambu Mete dan Penerapannya pada Abon. Biosains. 1(7): 50-61
xcii
Susanto T, B Zubaidah, S.B.Wijanarko.. 1998. Studi Tentang Aktivitas Antioksidan pada Tempe Terhadap Lama Fermentasi, Jenis Pelarut dan Ketahanan Terhadap Proses Pemanasan. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Suwahyono,U. 1989. Ringkasan Makalah Kongres Nasional V. Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. Yogyakarta. 4-6 Desember. 107-267.
Suwaryono,O dan Ismeini,Y.1988. Fermentasi Bahan Makanan Tradisional. PAU Pangan Gizi..22-25.
Taher A. 2003. Peran fitoestrogen kedelai sebagai antioksidan dalam penanggulangan aterosklerosis (tesis). Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Trilaksani, W. 2003. Antioksidan : Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran terhadap Kesehatan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Tsukamoto C, Shimada S, Igita K, Kudou S, Kokubun M, Okubo K, Kitamura K. 1995. Factors affecting isoflavones content in soybean seeds : changes in isoflavones, saponins, and compotition of fatty acids at different temperatures during seed development. J. Agric. Food Chem. 43:1184-1192.
Wang H, Murphy PA. 1994. Isoflavon compotition of American and Japanese soybeans in lowa : effects of variety, crop year, and location. J. Agric. Food Chem. 42 : 1674-1677.
Ziliken, F.I. 1987. Production of Novel Isoflavons. Material Meeting. BMBF, Bonn, Germany.
Zuheid, Noor.1989. Senyawa Antigizi (skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.