Page 1
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
xii
xiv
xv
xvi
xvii
1.1 1
1.2 9
1.3 9
1.4
1.4.1 10
1.4.2 10
2.1 11
2.1.1 22
2.1.2 23
2.1.3 23
2.2 24
2.3 30
2.3.1 31
2.3.2 39
40
41
42
43
2.3.3 43
2.4 45
2.5 53
3.1 50
3.2 54
3.3 58
4.1 59Penelitian Pengembangan…………………………………………
BAB IV METODE PENELITIAN
Kerangka Berpikir………………………......………...…………….
Konsep Penelitian……………………………..…………………….
Hipotesis Penelitian……………………………..…………………..
BAB III KERANGKA BERPIKIR, DAN KONSEP PENELITIAN
Pangan berbahan lokal………………………………………..
Fusion Food ………………………………………………..
Food Skills Remaja ……………………….…………..
Food Skills dalam Pembelajaran Pengolahan Kuliner Bali……………..
2.3.2.1. Makanan Pokok …………………………………….
2.3.2.2. Lauk-pauk…………………………………………..
2.3.2.4. Makanan Pelengkap..………………………………
2.3.2.3. Urab dan Jukut………………………………………
Perangkat Pembelajaran sesuai Kurikulum 2013 SMK ……………..
Pembelajaran Pengolahan Pangan …...………………………………
Pangan berbasis sumber daya lokal………….……………………….
Kuliner Tradisional Bali……………………..…..…………….
Kurikulum Pembelajaran SMK Pariwisata….……..…..……..
Pedoman Pembelajaran Buku Siswa …………………………
Suplemen Pembelajaran Buku Ajar …………………………..
Tujuan Pengembangan ………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
Manfaat Penelitian
Manfaat Akademis …………………..…..…………………..
Manfaat Praktis ………………..…..………………………..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM……………………………………….…………………….
ABSTRAK ………………………………………...………………………….
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………….…………
PENETAPAN PANITIA PENGUJI …………………………………………..
UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………………..
PRASYARAT GELAR……………………..…………………………………..
Halaman
ABSTRACT ………………………………………...…………………………
RINGKASAN ………………………………………...………………………
DAFTAR GAMBAR………………………..………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN……………………..…………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………..…………….
DAFTAR TABEL……………………...……………………………………….
DAFTAR SINGKATAN……………..………………………………….
Latar Belakang…………………………………………….………..
Rumusan Masalah………………………………..………………….
Page 2
4.2
4.2.1 66
4.2.2
68
68
4.2.3
69
71
4.2.4 74
4.2.5 75
4.2.6 76
4.2.7 85
4.2.8 86
5.1
5.1.1 88
92
97
103
5.1.2
106
107
109
5.2
5.2.1 112
5.2.2 115
5.3 118
6.1 119
6.2 121
123
Analisis Data …………………...……………………………
5.1.2.2 Hasil Pengujian Hipotesis Afektif ………….………….
Variabel Penelitian ……………...……………………………
Bahan Penelitian ………………..……………………………
Instrumen Penelitian …………………………………………
Prosedur Penelitian ……………..……………………………
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.2.3 Hasil Analisis Kompetensi Pengolahan Kuliner Bali ..….
Perangkat Pembelajaran ……………………………………………….
Penelitian Deskriptif Kuantitatif
4.2.2.2 Waktu Penelitian …………………………………….
Penentuan Sumber Data Penelitian
4.2.3.1 Populasi Penelitian …………………………………….
Rancangan Penelitian …………………..…..………………..
Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.2.1 Lokasi Penelitian .………………………………….
Saran-saran...………………………………….……………………
Perangkat Pembelajaran…………………..…..….
Hasil Penelitian Deskriptif Kualitatif
5.1.1.1 Kurikulum Pengolahan Kuliner Bali ………………….
5.1.1.2. Buku Siswa Pengolahan Kuliner Bali ……..………….
5.1.1.3. Buku Ajar: Mengenal Kuliner Bali …..……………….
5.1.2.1 Hasil Pengujian Hipotesis Kognitif ...………………….
Implementasi Pembelajaran Pengolahan Kuliner Bali …….……….
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA…………...………................…………………………..
Hasil Penelitian
Pembahasan Penelitian…………………………………….………………
Temuan Baru
Simpulan ……………………………………………………………
4.2.3.2 Sampel Penelitian ………………………………….
Page 3
ABSTRAK
PEMBELAJARAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL UNTUK
MENINGKATKAN FOOD SKILLS REMAJA DI BALI
Meningkatnya kebutuhan pangan berbasis sumber daya lokal di Bali untuk
mendukung wisata kuliner, memerlukan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Pariwisata dengan kompetensi pengolahan kuliner Bali. Tetapi belum ada
pembelajarannya, ini dapat menyebabkan hilangnya identitas budaya sebagai bagian
penting pariwisata. Tujuan penelitian, (1) pengembangan perangkat pembelajaran
pengolahan kuliner Bali. (2) implementasi food skills berbasis sumber daya lokal
pada remaja, setelah pembelajaran pengolahan kuliner Bali.
Disain penelitian (1) penelitian pengembangan ini menggunakan modifikasi model
Borg & Gall (1989) dan Sugiyono (2015). Pengumpulan data dilakukan melalui studi
pustaka, wawancara, observasi, dan Focus Group Discussion (FGD) I, serta uji ahli
untuk perangkat pembelajaran. Alat ukur yang digunakan adalah Pedoman FGD dan
lembar penilaian buku sekolah dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
tahun 2015. Setelah uji coba lapangan, dilanjutkan revisi final melalui FGD II. (2)
sampel penelitian adalah siswa Tata Boga SMK Pariwisata di Bali. Pengumpulan data
pengetahuan dan minat menggunakan instrumen dengan pengukuran skala Liekert,
sedangkan penilaian kinerja dengan modifikasi lembar observasi dari BSNP tahun
2015 yang dilakukan oleh assesor boga. Pengujian instrumen menggunakan rumus
koefisien korelasi product moment dan Alpha Croncbach. Teknik analisis
menggunakan Wilcoxon’s sign rank test, dilanjutkan analisis deskriptif-kuantitatif.
Hasil penelitian: (1) perangkat pembelajaran sesuai kurikulum 2013: (a) kurikulum
Pengolahan Kuliner Bali. (b) buku siswa Pengolahan Kuliner Bali sebagai lembar
kerja siswa. (c) buku ajar Mengenal Kuliner Bali sebagai suplemen pembelajaran. (2)
implementasi food skills remaja di Bali: (a) terdapat peningkatan aspek kognitif pada
pengetahuan remaja tentang pangan berbasis sumber daya lokal. (b) terdapat
peningkatan aspek afektif pada minat remaja tentang pangan berbasis sumber daya
lokal. (c) siswa memperoleh kompetensi pengolahan kuliner Bali melalui karya
fusion food dengan baik.
Penelitian ini dapat digunakan oleh SMK Pariwisata di Bali untuk pembelajaran
pangan berbasis sumber daya lokal agar siswa Tata Boga memiliki kompetensi
pengolahan kuliner Bali atau Balinese food skills.
Kata Kunci: pengolahan, kuliner Bali, food skills, fusion food.
Page 4
ii
ABSTRACT
FOOD LEARNING BASED ON LOCAL RESOURCES FOR ENHANCING
ADOLESCENT FOOD SKILLS IN BALI
Increasing the need for locally based food resources in Bali to support culinary
tourism, requires graduates of Vocational High School (SMK) Tourism with the
competence of Bali culinary processing. But there is yet no learning of such field, this
can lead to the loss of cultural identity as an important part of tourism. The purpose
of the study, (1) development of learning tools balinese culinary processing. (2)
implementation of food skills based on local resources on teenagers, after learning
balinese culinary processing.
Research design (1) this development research using modification of Borg & Gall
(1989) and Sugiyono (2015) model. Data collection is done through literature study,
interview, observation, and Focus Group Discussion (FGD) I, and expert test. The
measuring instrument used is the FGD Guideline and the schoolbook score sheets of
the National Education Standards Agency (BSNP) in 2015. After field trials,
continued the final revision through FGD II. (2) the sample of the study is students of
SMK of Tourism in Bali. The collection of knowledge and interest data using
instruments with Liekert scale measurement, while the performance assessment with
the modification of observation sheet from BSNP 2015 conducted by food and
beverage assessors. Instrument test using product moment correlation coefficient
formula and Alpha Croncbach. The analysis technique uses Wilcoxon's sign rank test,
followed by descriptive-quantitative analysis. Ordinal data collection using
instruments with Liekert scale measurement. Instrument test using product moment
correlation coefficient formula and Alpha Croncbach. The analysis technique uses
Wilcoxon's sign rank test, followed by descriptive analysis.
Result of research: (1) Learning device according to curriculum 2013: (a) Balinese
Culinary Processing curriculum. (b) student book of Balinese Culinary Processing as
student worksheet. (c) textbooks to Know Culinary Bali as a learning supplement. (2)
implementation of youth food skills in Bali: (a) there is an improvement in cognitive
aspects of adolescent knowledge about food based on local resources. (b) there is an
increasing affective aspect of the interest of adolescents on local resource-based food.
(c) obtain the achievement of the competence of Balinese culinary processing through
the work of fusion food.
The results of this study can be used by SMK Tourism in Bali for local food-based
learning resources for food and baverage students to have the competence of Balinese
food processing or Balinese food skills.
Keywords: processing, culinary Bali, food skills, fusion food.
Page 5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan individu yang mendasar, strategis
dan mempengaruhi kehidupan masyarakat, sehingga kebutuhan pangan
seharusnya mengutamakan pangan yang memanfaatkan sumber daya lokal secara
optimal. Dinamika kehidupan masyarakat menyebabkan berbagai permasalahan
dan tantangan untuk mencapai kemandirian pangan yang dipengaruhi globalisasi.
Adanya kesepakatan negara-negara ASEAN, melalui AFTA (Asean Free Trade
Area), menyebabkan semakin ketat persaingan produk pangan lokal. Fenomena
ini, cukup baik untuk pengembangan kuliner tradisional sebagai sarana promosi
produk pangan lokal agar semakin dikenal, namun kenyataannya terjadi
peningkatan konsumsi terigu, karena banyaknya produk pangan berbahan baku
gandum. Data pada Gambar 1.1 Grafik impor pangan tahun 2012-2015,
menjelaskan gandum merupakan bahan pangan impor terbesar di Indonesia.
Menurut Welirang (Aptindo, 2016) konsumsi terigu pada tahun 2015 mencapai
7.62 juta ton, turun jika dibandingkan tahun 2014. Tetapi pertumbuhan berlanjut
dengan dibangunnya tiga unit pabrik terigu di Jakarta, Cilegon dan Medan,
sehingga tahun 2016 pertumbuhan mencapai 7%. Selama lima tahun terakhir,
rata-rata pertumbuhan konsumsi tepung terigu berkisar 5%, artinya sudah terjadi
pergeseran konsumsi pangan dari ketergantungan beras, mengarah pada gandum
dan olahan terigu. Peningkatan konsumsi terigu sesuai Gambar 1.1 (Pusat Data
dan Informasi Kementerian Pertanian RI, 2016) sebagai berikut:
Page 6
2
Pergeseran pola konsumsi dari pangan non beras ke beras, kemudian
bergeser pada produk gandum dan produk makanan berbahan terigu, seperti mi,
pasta, roti, cake, biscuit, cookies. Sedangkan secara sosial, pangan berbasis
sumber daya lokal dipandang sebagai bahan pangan yang tidak praktis, kurang
berharga dan memiliki masa simpan yang singkat (cepat rusak). Penelitian
tentang kemampuan menyediakan makanan lokal pada remaja di Bali,
menjelaskan bahwa remaja belum memiliki kemampuan menyediakan pangan
bagi dirinya sendiri, seperti memilih konsumsi pangan yang sehat, mengolah
makanan sehat untuk dirinya, menyajikan makanan dan mengemas/menyimpan
makanan yang benar, bahkan sulit membedakan pangan lokal dan pangan impor
(Margi et al, 2013). Kemampuan pengolahan pangan lokal ini merupakan
kompetensi yang seharusnya dimiliki remaja melalui pembelajaran di sekolah.
Gambar 1.1
Grafik Impor Pangan Tahun 2012 - 2015
Gambar 1.1 Grafik impor pangan tahun 2012 - 2015
Page 7
3
Ketiga ranah pembelajaran pengetahuan (kognitif), minat (afektif) dan kinerja
(psikomotorik) memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan
(Bloom, 1956), karena individu terlebih dulu akan mengalami peningkatan
kognitif dengan melibatkan afektif, kemudian nampak melalui kinerja (Baumrind,
1975). Pada tahap pembelajaran, individu terlebih dulu perlu memiliki respon
untuk mengerti materi yang diberikan. Setelah anak melalui tahap kognitif dan
afektif, maka ia akan siap untuk melanjutkan kepada tahap psikomotorik
berdasarkan pengalaman sebelumnya (Sears et al, 1992). Sehingga pencapaian
pembelajaran pangan dipengaruhi oleh pengetahuan (kognitif), dan keinginan atau
minat (afektif), kemudian nampak dalam kinerja (psikomotorik) dalam mengelola
pangan berbasis sumber daya lokal.
Kompetensi remaja dalam mengelola pangan dapat dicapai melalui kinerja
berdasarkan pengalaman dilingkungan keluarga dan masyarakat, termasuk
pengalaman belajar di sekolah. Adanya perhatian atau ketertarikan remaja akan
meningkatkan daya ingat, sehingga pengalamannya akan mempengaruhi masa
depan remaja (Hurlock, 1997). Karenanya pengalaman tersebut mempengaruhi
remaja dalam mengubah pola konsumsi yang berorientasi pada pangan lokal,
dengan memanfaatkannya secara efisien dan berkelanjutan, sehingga mampu
meningkatkan kompetensi remaja dalam mengelola pangan lokal, ini yang
dimaksud dengan food skills (Oliver, 2010).
Kebutuhan pangan, semata-mata bukan hanya untuk menghilangkan rasa
lapar saja, tetapi merupakan kebutuhan psikogenik (timbul karena faktor
psikologis) melalui pemilihan makanan yang dianggap mewah, padat kalori
Page 8
4
protein dan harga mahal, meskipun sesungguhnya tidak diperlukan untuk
kebutuhan hidup sehat. Globalisasi saat ini memiliki dampak yang besar terhadap
keberadaan pangan lokal, banyaknya promosi kuliner asing bermodal besar dan
berbagai fasilitas, sebagai penyebab tersingkirnya pangan lokal. Penelitian terkait
proses "McDonaldization" dan berbagai makanan cepat saji di berbagai negara,
mengakibatkan pergeseran pola makan pada generasi muda yang sangat
mempengaruhi budaya konsumtif, kesehatan, dan kesejahteraan (Bugge, 2011;
Zaman, 2013; Best, 2014). Saat ini sudah terjadi pergeseran konsumsi pangan
yang mengarah pada ketergantungan produk impor dan makanan cepat saji,
mengakibatkan rendahnya kemampuan remaja mengelola pangan lokal, hal ini
tidak akan terjadi bila remaja memiliki pengalaman belajar sejak dini.
Konsep pangan lokal dalam konteks pariwisata terkait dengan keberadaan
masyarakat sebagai penyedia pangan ataupun pelaku usaha, merupakan bagian
integral dari masyarakat Bali. Masyarakat di Bali berperan mengonstruksi wisata
kuliner daerah Bali yang dapat dikembangkan menjadi fusion food. Lebih lanjut
Yuliartha menjelaskan bahwa, 33 % wisatawan yang datang ke Indonesia ingin
menikmati kuliner, sehingga kuliner Bali menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari nilai jual pariwisata. Penelitian Kim dan Eves (2016) menunjukkan
wisatawan (British and Korean) memiliki keinginan yang sama untuk
mengkonsumsi makanan lokal, sehingga keberadaan wisata kuliner merupakan
prioritas untuk mendukung perkembangan pariwisata. Ketertarikan wisatawan ini,
memunculkan bentuk wisata yang erat berhubungan dengan makanan, yaitu
wisata kuliner. Wisata kuliner menempatkan makanan sebagai subjek dan media,
Page 9
5
untuk pengembangan pariwisata (Trisna et al, 2013). Kuliner sebagai komponen
budaya yang dapat menjadi daya tarik wisatawan, karena itu kuliner patut
dilestarikan guna memberikan manfaat ekonomi, sosial dan kelestarian budaya
bagi masyarakat lokal (Widiastini, 2014). Wisata kuliner lebih dari sekedar
mencicipi ataupun mengenyangkan perut saja, menikmatinya memerlukan
pengerahan semua panca indera meliputi rasa, aroma, sentuhan, dan penglihatan
(tampilan). Keterpaduan kepekaan panca indera tersebut memberikan pengalaman
sensasional yang hanya dapat dirasakan oleh penikmat, sehingga dapat menjadi
sebuah potensi atraksi wisata yang menarik (Agung, 2010; Bessière, 2013).
Berdasarkan survey (Desember 2016) pada 12 hotel berbintang empat di
kawasan wisata Kuta, Sanur dan Jimbaran, hanya sedikit tersedia menu kuliner
Bali (2-4 hidangan saja), sebagian hidangan membeli diluar hotel termasuk
jajanan Bali. Alasannya tidak ada chef (ahli memasak) dan tidak ada resep
standart, karena chef tidak memiliki pengalaman mengolah kuliner Bali. Peluang
lainnya berdasarkan data kursus-kursus memasak di Bali, seperti Bumbu Bali
Pioneering Cooking Classes di Tanjung Benoa, Paon Bali Cooking Class di
Ubud, Payuk Bali Cooking Class di Ubud, Casa Luna A Lifelong Passion di
Ubud, Anika Balinese Cooking Class di Tuban, Bali Asli Bali's Exotic East di
Karangasem, dan masih banyak lagi. Paling tidak, lebih dari 50 kursus memasak,
dimulai dari ketertarikan wisatawan untuk mempelajari kuliner lokal, ini menjadi
tantangan dalam menyiapkan tenaga kerja bidang pangan.
Tantangan utama dalam pembelajaran di SMK Pariwisata adalah
pengalaman belajar pengolahan kuliner Bali tidak diperoleh semua siswa. Karena
Page 10
6
hanya beberapa siswa yang terpilih atau mewakili sekolahnya memperoleh
pengalaman belajar melalui kegiatan ekstra kurikuler dan lomba kuliner. Pada
Buleleng festival tahun 2015 terdapat lomba kuliner tradisional Bali, dengan
peserta dari SMA/SMK se-Kabupaten Buleleng.
Lomba ini meliputi kegiatan persiapan bahan dan alat, mengolah dan menyajikan
pangan tradisional dengan kekhasan tradisional Bali. Melalui kegiatan tersebut
diperkenalkan kembali pangan tradisional Bali seperti nasi moran, sate lembat,
lawar besiap, tum besiap, palem don dagdag, jukut garang asem yang
ditampilkan menjadi fusion food. Istilah fusion food menggambarkan kreatifitas
dan inovasi pangan yang memadukan lebih dari satu budaya yang berbeda,
sedangkan fusion food dalam kuliner Bali berarti menggabungkan pangan berbasis
sumberdaya lokal (Bali) dengan penyajian secara bergilir (Continental). Gambar
Gambar 1.2
Suasana lomba kuliner Bali di Buleleng Festival tahun 2015
Page 11
7
1.3 Perbedaan penyajian ayam betutu memadukan lebih dari satu unsur budaya
nampak pada bahan, pengolahan dan penyajian main course pada gambar diatas,
ayam betutu, nasi moran jagung, dan tum besiap. Selain mengganti atau
menyesuaikan bahan utama dan pengolahannya, fusion food nampak pada
penyajiannya main course dengan mempertahankan budaya lokal.
Observasi awal pada guru-guru di beberapa Sekolah Menengah Atas dan
Sekolah Menengah Kejuruan di Bali (SMKN 3 Sanur, SMKN 5 Denpasar, SMKN
2 Singaraja, SMKN 1 Seririt, SMAN 1 dan SMAN 4 Singaraja, serta SMK
Mapindo), memperoleh informasi berikut:
1. Pada kurikulum terbaru tahun 2013, tidak ada pembelajaran pangan berbasis
sumber daya lokal atau pembelajaran kuliner tradisional Bali.
2. Kemampuan food skills belum terukur pada siswa sebagai remaja, untuk
mampu mengolah pangan lokal sehari-hari, dan mau mengkonsumsi pangan
berbasis sumber daya lokal.
Gambar 1.3 Perbedaan penyajian ayam betutu
Page 12
8
3. Pembelajaran pangan tradisional Bali tidak ada di sekolah, ini sangat perlu,
agar kuliner Bali dapat menjadi bagian budaya yang dilestarikan secara turun
temurun.
4. Sangat perlu siswa SMK Pariwisata bidang keahlian tata boga memiliki
kemampuan food skills berbasis sumber daya lokal, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan wisata kuliner di Bali.
5. Secara khusus SMK Pariwisata bidang keahlian Tata Boga sebagai penyedia
tenaga kerja pada wisata kuliner, sehingga perlu memiliki kemampuan
pengolahan kuliner Bali yang dikembangkan sebagai fusion food.
Berdasarkan kurikulum 2013 (Permendikbud no. 70, 2013), kompetensi
lulusan SMK Pariwisata program studi Tata Boga (Food and Baverage), adalah
pengolahan makanan (jasa boga) dengan program keahlian dasar pada mapel boga
dasar; pengetahuan bahan makanan; dan ilmu gizi. Sedangkan keahlian boga
meliputi mapel tata hidang; pengolahan dan penyajian makanan kontinental;
pengolahan dan penyajian makanan Indonesia; hidangan kesempatan khusus dan
fusion food; dan pengelolaan usaha boga, tetapi kompetensi pengolahan pangan
lokal belum ada. Pada pembelajaran bidang keahlian Tata Boga, materi Kuliner
Bali memungkinkan menjadi suplemen dengan waktu terbatas, pada beberapa
mata pelajaran antara lain (a) Pengolahan dan Penyajian Makanan Indonesia, (b)
Hidangan Kesempatan Khusus dan Fusion Food, (c) Pengelolaan Usaha Boga,
dan (d) Prakarya dan Kewirausahaan.
Selain mempelajari berbagai produk pangan impor, dan produk pangan
Indonesia, seharusnya pembelajaran pangan lokal merupakan kompetensi keahlian
Page 13
9
siswa. Sehingga melalui penelitian ini, memungkinkan kolaborasi pada mata
pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan, agar memiliki pengetahuan dan
kemampuan tentang pengolahan kuliner Bali. Hal ini menjadi penting, karena
lulusannya merupakan ujung tombak wisata kuliner untuk mempromosikan
kuliner lokal sebagai identitas masyarakat daerahnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perangkat pembelajaran tentang pengolahan kuliner Bali
sebagai pangan berbasis sumber daya lokal yang sesuai kurikulum tahun 2013
pada SMK Pariwisata di Bali?
2. Bagaimanakah implementasi kemampuan food skills berbasis sumberdaya
lokal pada siswa SMK Pariwisata di Bali, setelah mengikuti pembelajaran
Pengolahan Kuliner Bali?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk memperoleh pembelajaran pangan berbasis
sumber daya lokal, sebagai berikut;
1. Pengembangan perangkat pembelajaran kuliner Bali, terdiri dari Kurikulum
Pengolahan Kuliner Bali, Buku Siswa Pengolahan Kuliner Bali, dan Buku
Ajar Mengenal Kuliner Bali.
2. Mengimplementasikan kemampuan food skills berbasis sumberdaya lokal,
setelah mengikuti pembelajaran Pengolahan Kuliner Bali dengan tujuan
penelitian khusus sebagai berikut:
Page 14
10
2.1. Memperoleh peningkatan pengetahuan dan minat remaja tentang pangan
berbasis sumber daya lokal, setelah mengikuti pembelajaran pengolahan
kuliner Bali.
2.2. Setelah mengikuti pembelajaran pangan berbasis sumber daya lokal,
siswa tata Boga SMK Pariwisata di Bali diharapkan dapat mencapai
kompetensi pengolahan kuliner Bali melalui karya fusion food.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademis
1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai model pembelajaran pengolahan
kuliner Bali sebagai informasi untuk menentukan kebijakan sekolah.
2. Bagi para peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pemikiran
untuk menjadikan pembelajaran pangan berbasis sumber daya lokal sebagai
salah satu usaha peningkatan kemampuan food skills remaja di Bali.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi pengajar Tata Boga untuk
menggunakan materi pengolahan kuliner Bali pada mata pelajaran Prakarya
dan Kewirausahaan menggantikan materi Pengolahan Pangan Daerah.
2. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memotivasi remaja agar meningkatkan
kemampuan food skills yang menguatkan karakter cinta tanah air.
3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai suatu alternatif cara pengembangan
pangan berbasis sumber daya lokal melalui minat remaja.
4. Mengembangkan potensi pangan tradisional berbasis sumber daya lokal
menjadi fusion food agar dapat mendukung wisata kuliner.