xii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DALAM ................................................................... i HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN TESIS .............................................................. iii HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ................................ iv HALAMAN SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................ v HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................... vi ABSTRAK .................................................................................................... ix ABSTRACT .................................................................................................. x RINGKASAN ................................................................................................ xi DAFTAR ISI ................................................................................................. xxi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 22 1.3 Ruang Lingkup Masalah.................................................................. 23 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 23 1.4.1 Tujuan Umum...................................................................... 23 1.4.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 24 1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................... 24 1.5.1 Manfaat Teoritis .................................................................. 24 1.5.2 Manfaat Praktis .................................................................... 24 1.6 Orisinalitas Penelitian ..................................................................... 25
57
Embed
DAFTAR ISI - sinta.unud.ac.id · xii daftar isi halaman sampul dalam ..... i halaman prasyarat gelar magister.....
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DALAM ................................................................... i
HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN TESIS .............................................................. iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ................................ iv
HALAMAN SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................ v
HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................... ix
ABSTRACT .................................................................................................. x
RINGKASAN ................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ................................................................................................. xxi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 22
1.3 Ruang Lingkup Masalah.................................................................. 23
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................ 23
1.4.1 Tujuan Umum ...................................................................... 23
1.4.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 24
memiliki UKL-UPL. Pada ayat (2) gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis
usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2012 Tentang Izin Lingkungan (yang selanjutnya disebut PP No. 27 Tahun
2012) Pasal 3 ayat (1) setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Pada ayat (2) setiap usaha
dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL.
Asas keterbukaan dan peran serta masyarakat merupakan hal yang penting
dalam pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan, terutama dalam proses
administratif perizinan lingkungan dan Amdal sebagai instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.14
Negara berkembang seperti Indonesia mutlak melakukan pembangunan
untuk memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya, dalam hal ini negara mempunyai
tujuan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Pembangunan memiliki hakekat
yaitu akan ada perubahan-perubahan atau perubahan-perubahan yang dialami oleh
manusia dalam kehidupannya adalah ciri khas dari suatu pembangunan, dan
pembangunan tersebut memiliki dampak terhadap lingkungan hidup.15
Perlindungan dan pengelolaan ligkungan hidup dalam perkembangan
pembangunan adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.16
Industri merupakan salah satu indikasi penyebab terjadinya pencemaran
lingkungan hidup. Industri yang semakin berkembang, yang menempatkan tenaga
mesin sebagai pekerja pokoknya. Intensitas kegiatan perusahaan industri nasional
yang semakin meningkat, berimplikasi pula pada timbulnya resiko pencemaran
lingkungan hidup.
Pembangunan industri diarahkan untuk menuju kemandirian perekonomian
nasional, untuk meningkatkan kemampuan bersaing, dan menaikkan pasar dalam
14. Muhamad Erwin, 2008, Hukum Lingkungan Hidup Dalam Sistem Kebijakan Pembangunan
Lingkungan Hidup, Reflika Aditama, Bandung, h. 58. 15. Andi Hamzah, 2005, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, h.6. 16. Helmi, 2013, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Cet ke II, Sinar Grafika, Jakarta, h. 4.
negeri dan pasar luar negeri dengan selalu memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup, dalam rangka melaksanakan pembangunan yang berasaskan
pembangunan yang berkelanjutan.
Pembangunan industri telah memberikan pengaruh secara langsung dan
tidak langsung, serta pengaruh positif dan negatif. Pengaruh langsung adalah
berkurangnya lahan pertanian, sedangkan pengaruh tidak langsung adalah
bergesernya mata pencaharian penduduk setempat ke bidang industri dan
jasa/perdagangan. Pengaruh positif bidang industri adalah menciptakan
keanekaragaman kehidupan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru yang
dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, sedangkan pengaruh negatifnya adalah
munculnya kecemburuan sosial dari masyarakat setempat karena adanya
persaingan dalam mendapatkan pekerjaan bila pemerintah setempat kurang
korporatif dengan pertumbuhan kemampuan sumber daya manusianya.
Pengaruh negatif juga terjadi pada lahan pertanian yang menjadi berkurang
sehingga menyebabkan petani yang hanya memiliki sedikit lahan dan tidak
memiliki keterampilan serta tingkat pendidikan yang rendah menjadi tersingkir.
Serta dampak dari pembangunan industri yaitu terjadinya pencemaran lingkungan
seperti polusi air, polusi udara, polusi tanah dan yang membahayakan kelangsungan
hidup semua makhluk hidup.17
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian pada
Pasal 1 angka 1 merumuskan perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang
bertalian dengan kegiatan industri. Pasal 1 angka 2 merumuskan industri adalah
17. Achmad Faishal, op.cit, h.190.
seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau
memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang
mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.
Mengenai izin usaha industri dijelaskan pada Pasal 101 ayat (1)
merumuskan setiap kegiatan usaha industri wajib memiliki izin usaha industri.
Pasal 101 ayat (3) merumuskan izin usaha industri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan oleh menteri. Pada ayat (4) dirumuskan menteri dapat
melimpahkan sebagian kewenangan pemberian izin usaha industri kepada gubernur
dan bupati/walikota. Pasal 101 ayat (5) izin usaha industri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Izin Usaha Industri Kecil.
b. Izin Usaha Industri Menengah.
c. Izin Usaha Industri Besar.
Mengenai parameter industri yang terbagi menjadi 3 skala industri yaitu
industri kecil, industri menengah, dan industri besar yaitu berdasarkan jumlah
tenaga kerja dan nilai investasi. Mengenai parameter ini dirumuskan dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian Pasal 102
merumuskan :
(1) Industri kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) huruf a
ditetapkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan nilai investasi tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
(2) Industri menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) huruf
b ditetapkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan/atau nilai investasi.
(3) Industri besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) huruf c
ditetapkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan/atau nilai investasi.
(4) Besaran jumlah tenaga kerja dan nilai investasi untuk Industri kecil,
Industri menengah, dan Industri besar ditetapkan oleh Menteri.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1995
tentang Izin Usaha Industri Pasal 1 angka 1 merumuskan industri, kelompok
industri, jenis industri, bidang usaha industri dan perusahaan industri adalah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984.
Dalam Pasal 2 ayat (1) merumuskan setiap pendirian perusahaan industri wajib
memperoleh izin usaha industri. Pasal 2 ayat (2) merumuskan perusahaan industri
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berbentuk perorangan, perusahaan
persekutuan atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1995
tentang Izin Usaha Industri Pasal 3 ayat (1) merumuskan jenis industri tertentu
dalam kelompok industri kecil, dikecualikan dari kewajiban untuk memperoleh izin
usaha industri. Pada ayat (2) merumuskan jenis industri tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan. Pada ayat (3) merumuskan terhadap
jenis industri tertentu sebagaimana dimaksud ayat (2) diberikan tanda daftar
industri dan dapat diberlakukan sebagai izin. Pada ayat (4) dirumuskan jenis
industri tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh menteri
setelah berkonsultasi dengan menteri terkait.
Dalam pertumbuhan ekonomi, ternyata telah terjadi pula akibat negatif yaitu
perusahaan industri (pabrik-pabrik) masih saja melakukan pencemaran lingkungan,
diantaranya dengan cara membuang limbah caimya ke daerah aliran air (sungai)
yang melampaui baku mutu limbah cair. Diduga bahwa hal itu disebabkan karena
pengaturan hukum tentang izin pembuangan limbah cair ke daerah aliran air dan
kegiatan industri kurang memadai. Adapun data dan fakta dilapangan terkait usaha
sablon yang melakukan pencemaran di Kota Denpasar sebagai berikut :
1. Astrea sablon : limbah sablon langsung dibuang ke sungai.
2. Sablon selamet utomo : tidak memiliki IPAL, limbah dibuang ke sungai.
3. Sablon bapak tarmidi : IPAL tidak dipergunakan dengan semestinya,
limbah dibuang langsung ke sungai.
4. Sablon bapak wahid efendi : IPAL tidak dipergunakan dengan
semestinya, limbah dibuang langsung ke sungai.
5. Sablon heri suharno : limbah sablon dibuang ke sungai.
6. Sablon suparno : limbah sablon dibuang ke sungai.
7. PT. Karya Kreasi Indonesia : limbah cucian secren dibuang ke got,
belum memiliki IPAL.
8. Cakra batik : lahan yang sudah habis kontrak dan IPALnya dibongkar
yang menyebabkan limbahnya dibuang ke sungai.18
Dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang
Pengendalian Pencemaran Dan Perusakan Lingkungan Hidup (yang selanjutnya
disebut Perda Provinsi Bali No. 4 Tahun 2005) pada Pasal 1 angka 8 merumuskan
pencegahan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup adalah upaya untuk
mempertahankan fungsi lingkungan hidup mencakup daya dukung dan daya
tampung melalui cara-cara yang tidak memberi peluang berlangsungnya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pencegahan tersebut dilakukan
guna menanggulangi pencemaran lingkungan.
18. Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar.
Industri sablon adalah salah satu industri yang menyebabkan indikasi
pencemaran lingkungan dan saat ini industri sablon telah berkembang pesat. Di
Denpasar industri sablon telah berkembang pesat. Industri sablon di Denpasar
banyak dalam katagori industri rumahan. Karena industri sablonnya dijalankan
secara individu dan menggunakan tempat kosong yang ada di rumah pengusaha
tersebut.
Di Denpasar sebagai kota urban, pencemaran lingkungan di Denpasar sudah
terjadi di mana-mana. Sungai yang ada sudah tidak ada air yang mengalir dari hulu,
kecuali aliran air itu hanya limbah yang dihasilkan dari rumah tangga maupun
industri sablon. Akibatnya, kualitas air di Denpasar semakin mengkhawatirkan.
Seperti di tukad badung dan tukad ayung juga mengalami pencemaran.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Denpasar, A.A Bagus
Sudharsana, mengakui kualitas air di Denpasar cukup mengkhawatirkan. Karena
beberapa air sungai sudah tercemar limbah. Sumber-sumber pencemaran diduga
berasal dari banyaknya usaha sablon yang tidak memiliki pengolahan limbah
dengan baik. Para pelaku usaha pencelupan ini, diduga banyak membuang
limbahnya ke sungai, sehingga berdampak pada kualitas air sungai. Pencemaran ini
terjadi akibat tidak baiknya pola pengelolaan limbah, yang dimiliki masing-masing
usaha yang menghasilkan limbah. Seharusnya, usaha pencelupan ini harus memiliki
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang memadai, sehingga tidak membuang
langsung limbahnya ke sungai atau saluaran drainase. Beberapa sungai, seperti
Tukad Kerupuk, Tukad Mati, Kelurahan Padangsambian airnya tercemar limbah
sablon. karena banyak usaha sablon di pinggir sungai tidak membuat IPAL.19
Dalam bisnis sablon aturan lebih menitik beratkan dalam hal pengolahan
limbah-limbah sablon yang dihasilkan dalam proses penyablonan yang dibuang
secara langsung ke sungai, karena limbah-limbah yang tanpa diolah dan langsung
dibuang ke sungai akan menyebabkan air sungai tersebut tercemar. Limbah sablon
mengandung zat kimia yang dapat merusak ekosistem yang ada dalam sungai dan
sekitarnya.
Perizinan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam hal
pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup. Segala usaha dan/atau kegiatan
yang beresiko terhadap terjadinya indikasi pencemaran lingkungan harus memiliki
izin usaha dan izin lingkungan.
Mengenai perizinan diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup pada
Pasal 36 ayat (1) setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau
UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. Pada ayat (2) izin lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-
UPL. Pada ayat (3) izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan
hidup atau rekomendasi UKL-UPL. Pada ayat (4) izin lingkungan diterbitkan oleh
menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
19. Denpost, 29 November 2013 “Air Di Denpasar Tercemar Limbah Sablon”, tersedia di
Perizinan dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup pada Pasal 40 ayat (1)
izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan. Pada ayat (2) dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau
kegiatan dibatalkan. Pada ayat (3) dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami
perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin
lingkungan.
Dalam PP No. 27 Tahun 2012 Pasal 48 ayat (2) merumuskan dalam hal
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pemrakarsa wajib memiliki izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Izin lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal
53 ayat (1) merumuskan pemegang izin lingkungan berkewajiban:
a. Menaati persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam izin lingkungan dan
izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
b. Membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan terhadap persyaratan dan
kewajiban dalam izin lingkungan kepada menteri, gubernur, atau
bupati/walikota.
c. Menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan pada Pasal 53 ayat (2) merumuskan bahwa laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2013 tentang
Tata Laksana Penilaian Dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup Serta
Penerbitan Izin Lingkungan Pasal 17 ayat (1) merumuskan izin lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
a. Dasar diterbitkannya izin lingkungan, berupa surat keputusan kelayakan
lingkungan.
b. Identitas pemegang izin lingkungan sesuai dengan akta notaris, meliputi:
1. Nama usaha dan/atau kegiatan.
2. Jenis usaha dan/atau kegiatan.
3. Nama penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dan jabatan.
4. Alamat kantor.
5. Lokasi kegiatan.
c. Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan.
d. Persyaratan pemegang izin lingkungan, antara lain:
1. Persyaratan sebagaimana tercantum dalam RKLRPL.
2. Memperoleh Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
diperlukan.
3. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan kepentingan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
e. Kewajiban pemegang izin lingkungan, antara lain:
1. Memenuhi persyaratan, standar, dan baku mutu lingkungan dan/atau
kriteria baku kerusakan lingkungan sesuai dengan RKL-RPL dan
peraturan perundang-undangan.
2. Menyampaikan laporan pelaksanaan persyaratan dan kewajiban yang
dimuat dalam izin lingkungan selama 6 (enam) bulan sekali.
3. Mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan apabila
direncanakan untuk melakukan perubahan terhadap deskripsi rencana
usaha dan/atau kegiatannya.
4. Kewajiban lain yang ditetapkan oleh menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan kepentingan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam Perda Provinsi Bali No. 4 Tahun 2005 Pasal 10 ayat (1) merumuskan
setiap penangung jawab usaha yang kegiatannya mengandung potensi limbah wajib
melengkapi izin kegiatannya dengan dokumen pengelolaan lingkungan. Pasal 10
ayat (2) merumuskan setiap penanggung jawab usaha wajib melakukan pengelolaan
limbah hasil usaha dan/atau kegiatannya sebelum dibuang ke media lingkungan
hidup. Pada ayat (3) merumuskan pembuangan limbah hasil usaha ke media
lingkungan hidup wajib memenuhi syarat kualitas fisik, kimia dan biologi
sebagaimana diatur dalam baku mutu lingkungan hidup dan kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
Bahwa kemudian berkembang konsep menyeimbangkan antara
pembangunan dan lingkungan yang selama ini merupakan sesuatu yang
bertentangan. Maka lahirlah konsep pembangunan berkelanjutan, dalam Undang-
Undang Lingkungan Hidup pada Pasal 1 angka 3 merumuskan pembangunan
berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek
lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk
menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Keberlanjutan ekonomi berarti bahwa tidak ada ekploitasi ekonomi dari
pelaku ekonomi yang kuat terhadap yang lemah, sedangkan keberlanjutan sosial
adalah pembangunan tidak melawan, merusak dan atau menggantikan sistem dan
nilai sosial yang telah teruji sekian lama dan telah dipraktikkan oleh masyarakat.
Keberlanjutan secara ekologi adalah adanya toleransi manusia terhadap kehadiran
makhluk lain selain manusia.20
Pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang senantiasa
mengancam kelestarian lingkungan hidup perlu dicegah dan ditanggulangi,
sehingga perlu ada usaha untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya
pencemaran dan perusakan yang senantiasa mengancam lingkungan hidup.21
Dengan mencermati uraian sebagaimana yang disampaikan di atas, penulis
terdorong untuk menjadikannya satu penelitian sebagai bahan penulisan tesis
dengan judul “Efektifitas Izin Lingkungan Terhadap Pencegahan Pencemaran
Lingkungan Hidup Di Kota Denpasar”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dikemukakan dua
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana efektifitas izin lingkungan terhadap pencegahan pencemaran
lingkungan hidup di Kota Denpasar ?
2. Bagaimana penerapan sanksi terhadap industri sablon yang melakukan
pelangaran izin lingkungan di Kota Denpasar ?
20. Samsul Wahidin, 2014, Dimensi Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 23. 21. Sodikin, 2007, Penegakan Hukum Lingkungan Tinjauan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997, Djambatan, Jakarta, h.106.
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam melakukan penelitian empiris, tentu banyak masalah atau persoalan
yang bisa ditemukan. Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian,
untuk membatasi area penelitian. Berkaitan dengan pembatasan terhadap masalah
untuk memperjelas batas kajian.22
Dalam penulisan tesis ini untuk menghindari pembahasan yang tidak terlalu
jauh menyimpang dari pokok permasalahan, maka pokok permasalahan yang akan
dibahas perlu dibatasi ruang lingkupnya. Adapun ruang lingkupnya yaitu mengenai
efektifitas izin lingkungan dalam pencegahan pencemaran lingkungan hidup
terhadap industri sablon di Kota Denpasar.
Dengan pembahasan ini, diharapkan dapat menjadi pedoman dalam
pembahasan selanjutnya. Hal ini penting untuk menjaga pembahasannya agar tetap
pada kerangka permasalahan dan untuk menjamin keutuhan pikiran dalam
membahas masalah yang sudah ditetapkan.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui karya tulis ini adalah sebagai
berikut :
1.4.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengawasi efektifitas izin lingkungan terhadap pencegahan
pencemaran lingkungan hidup di Kota Denpasar.
22. Amiruddin, dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metoda Penelitian Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h.14.
2. Untuk efektivitas penerapan sanksi yang diberikan terhadap industri sablon
dalam pelangaran izin lingkungan di Kota Denpasar.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk memahami efektifitas izin lingkungan terhadap pencegahan
pencemaran lingkungan hidup di Kota Denpasar.
2. Untuk menjelaskan sanksi yang diberikan terhadap industri sablon dalam
pelangaran izin lingkungan di Kota Denpasar.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan,
meningkatkan wawasan, dan meningkatkan semangat belajar tentang
izin lingkungan dalam industri sablon.
2. Dapat memberikan bahan masukan bagi peneliti yang akan melanjutkan
penelitian mengenai izin lingkungan.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai alternatif
didalam pembelajaran khusus mengenai perlindungan ekosistem,
masalah limbah sablon dan pencemaran yang di akibatkan, serta izin
lingkungan.
2. Memberikan informasi secara umum kepada semua pihak tentang izin
lingkungan industri sablon.
1.6 Orisinalitas Penelitian
Permasalahan mengenai pencegahan kerusakan lingkungan hidup menjadi
isu dan sudah sering dibahas dalam berbagai penelitian, baik dalam bentuk paper,
makalah, skripsi, tesis, maupun disertasi. Namun dari penelusuran kepustakaan,
belum ditemukan penelitian dalam bentuk tesis yang secara spesifik meneliti
tentang efektifitas izin lingkungan terhadap industri sablon dalam pencegahan
kerusakan lingkungan hidup di Kota Denpasar.
Penelitian yang paling dekat dengan materi izin lingkungan terhadap
industri sablon adalah yang dilakukan oleh Febriya Sandi T.A.H, mahasiswa
Universitas Brawijaya yang pada tahun 2013 menyusun penelitian berjudul
“Implementasi Penerbitan Izin Lingkungan Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan”. Dalam penelitian tersebut,
peneliti menekankan pembahasan pada aspek penerapan Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Penelitian yang berkaitan juga dengan izin lingkungan adalah penelitian
yang dilakukan oleh Dahlia Kusuma Dewi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang pada tahun 2013 menyusun
penelitian berjudul “Izin Lingkungan Dalam Kaitannya dengan Penegakan
Sanksi Administrasi Lingkungan dan Sanksi Pidana Lingkungan
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH)”. Dalam penelitian normatif tersebut, peneliti
menekankan pembahasan yang menyandingkan sanksi administrasi lingkungan dan
sanksi pidana lingkungan yang dikaji berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Penelitian lainnya yang berkaitan dengan izin lingkungan adalah penelitian
Fajar Khaifi Rizky dari Universitas Sumatra Utara, Medan, yang pada tahun 2013
melakukan penelitian untuk tesis yang berjudul “Kajian Hukum Administrasi
Lingkungan Tentang Bidang Perizinan Atas Pengelolaan Limbah Pada Pabrik
Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit”. Pembahasan dalam penelitian tersebut
lebih ditekankan pada keterkaitan antara perizinan pabrik kelapa sawit dengan
pengelolaan limbah dalam upaya mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup.
Dengan mencermati dua penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan,
penelitian yang penulis lakukan mengenai “Efektifitas Izin Lingkungan
Terhadap Pencegahan Pencemaran Lingkungan Hidup Di Kota Denpasar”
memiliki perbedaan, meskipun memiliki kemiriban dalam objek dan fokus
penelitian, yakni izin lingkungan dan pencegahan kerusakan lingkungan hidup,
yang kemudian dikaitkan dengan efisiensi dari pelaksanaannya dalam mewujudkan
pencegahan kerusakan lingkungan hidup. Selain itu ruang lingkup dan lokasi
penelitian juga berbeda, karena penulis meneliti khususnya di Kota Denpasar.
Karena itu penelitian ini dapat kiranya dinyatakan sebagai penelitian yang orisinal.
1.7 Landasan Teoretis
Pembaharuan hukum lingkungan pada dasarnya dapat menerapkan
pemikiran setiap elemen masyarakat dalam menentukan suatu kebijakan dalam
menentukan arah pembangunan lingkungan hidup. Dalam mengkaji suatu konsep
sosial, kebijakan bahan hukum, tidak bisa dilepaskan dari tatanan sosial yang
melatar belakanginya.
Pergeseran sistem penyelenggaraan kepemerintahan dari model sentralistik
menuju desentralisasi sekarang ini merupakan bagian dari perubahan tatanan sosial
yang juga turut mempengaruhi implementasi konsep pembangunan yang
berkelanjutan di Indonesia.23
Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak sederhana,
bukan saja karena kompleksitas sistem hukum itu sendiri, tetapi juga jalinan
hubungan antara sistem hukum dengan sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya
masyarakat. Sebagai suatu proses, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan
variabel yang mempunyai korelasi dan in-terdependensi dengan faktor-faktor
lain.24
Dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup pada Pasal 1 angka 1
merumuskan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
Ketentuan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Lingkungan Hidup,
menetapkan bahwa pembangunan berkelanjutan sebagai upaya sadar dan terencana
yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
23. Arief Hidayat dan FX. Adji Sumekto, 2007, Kajian Kritis Penegakan Hukum Lingkungan
di Era Otonomi Daerah, BP Undip, Semarang, h. 8. 24. Kartono, 2009, Penegakan Hukum Lingkungan Administratif Dalam Undang-Undang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 9. No. 3,
Fakultas Hukum Universitas Soedirman, Purwokerto.
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan.
Industri merupakan salah satu indikasi penyebab terjadinya pencemaran
lingkungan hidup. Intensitas kegiatan perusahaan industri nasional yang semakin
meningkat, cepat atau lambat berimplikasi pula pada timbulnya resiko pencemaran
lingkungan hidup. Kegiatan perusahaan industri mempunyai dampak terhadap
lingkungan hidup, upaya penerapan prinsip pelestarian fungsi lingkungan hidup ini
diatur pula dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian merumuskan industri hijau adalah industri yang dalam proses
produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber
daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan Industri
dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat.
Prinsip hukum pelestarian fungsi lingkungan hidup, secara teoritis-idealistis
adalah sebuah prinsip yang menghendaki upaya-upaya konkret dilapangan untuk
mewujudkan eksistensi kelestarian fungsi lingkungan hidup secara terus-menerus
dari ancaman pencemaran akibat kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Idealisme yang melandasi prinsip ini pada intinya adalah proses atau cara yang tepat
untuk melakuan beragam upaya untuk mempertahankan kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Peranan pemerintah dalam upaya pencegahan kerusakan lingkungan hidup
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Peranan pemerintah dapat berupa kebijakan-
kebijakan yang mendukung tetap terjaganya kelestarian lingkungan hidup. Dalam
hal pertumbuhan pembangunan yang terus-menurus akan terus berkembang,
pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai izin lingkungan yang harus dipenuhi
dalam setiap melakukan usaha dan/atau kegiatan yang terindikasi dalam
penggunaan lingkungan/ indikasi pencemaran lingkungan.
Kebijakan lingkungan hidup merupakan perwujudan dari pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan
berkeadilan seiring dengan peningkatan kesejateraan masyarakat dalam lingkungan
yang lebih baik dan sehat, artinya dalam penyediaan, penggunaan, peningkatan
kemampuan sumber daya alam dan peningkatan taraf ekonomi, perlu menyadari
pentingnya pelestarian fungsi lingkungan hidup, kesadaran antara hak dan
kewajiban masyarakat sangat diperlukan dalam pencegahan pembangunan yang
merusak serta tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan. Masyarakat
berkewajiban untuk berturut serta dalam melaksanakan pembangunan
berkelanjutan.
Penegakan hukum lingkungan sangat diperlukan dalam pencegahan
pencemar lingkungan dan mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan. Oleh
karena itu, meningkatnya kepatuhan pelaku pembangunan untuk menjaga kualitas
fungsi lingkungan menjadi sasaran prioritas di bidang penaatan lingkungan.
Program-program di bidang penaatan lingkungan ini mencakup pengendalian
pencemaran dan perusakan lingkungan dan pengembangan kapasitas pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup
perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen
pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif,
konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
yang sudah terjadi. Sehingga perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna
menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan
sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain.
Fungsi preventif atau pencegahan, yang dituangkan dalam bentuk
pengaturan pencegahan yang pada dasarnya merupakan desain dari setiap tindakan
yang hendak dilakukan masyarakat, yang meliputi seluruh aspek tindakan manusia,
termasuk risiko dan pengaturan prediktif terhadap bentuk penanggulangan risiko
itu. Sedangkan fungsi represif atau penanggulangan, yang dituangkan dalam bentuk
penyelesaian sengketa atau pemulihan terhadap kerusakan keadaan yang
disebabkan oleh risiko tindakan yang terlebih dahulu telah ditetapkan dalam
perencanaan tindakan itu.
Penaatan hukum di bidang lingkungan hidup oleh para pelaku kegiatan di
bidang lingkungan hidup mutlak diperlukan untuk mencegah dampak negatif dari
kegiatan yang dilakukan. Menurut struktur ketatanegaraan di era otonomi daerah,
koordinasi pengelolaan lingkungan termasuk penaatan hukum berada di tingkat
Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam hal penguatan kapasitas
kelembagaan di bidang penegakan hukum.
Pengelolaan lingkungan hidup memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial,
dan budaya serta perlu dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi
lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan
lokal dan kearifan lingkungan, sehingga lingkungan hidup Indonesia harus
dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas
keberlanjutan, dan asas keadilan.
1.7.1 Teori Negara Hukum
Istilah rechtstaat (negara hukum) merupakan istilah baru, baik jika
dibandingkan dengan istilah demokrasi, konstitusi, maupun kedaulatan rakyat.Para
ahli telah memberikan pengertian tentang negara hukum. R. Supomo misalnya
memberikan pengertian terhadap negara hukum sebagai negara yang tunduk pada
hukum, peraturan-peraturan hukum berlaku pula bagi segala badan dan alat-alat
perlengkapan negara. Negara hukum juga akan menjamin tertib hukum dalam
masyarakat yang artinya memberikan perlindungan hukum, antara hukum dan
kekuasaan ada hubungan timbal balik.25
Konsep negara hukum merupakan gagasan yang muncul untuk menentang
absolutisme yang telah melahirkan negara kekuasaan. Pada pokoknya kekuasaan
penguasa harus dibatasi agar jangan memperlakukan rakyat dengan sewenang-
wenang. Pembatasan itu dilakukan dengan jalan adanya supremasi hukum, yaitu
bahwa segala tindakan penguasa tidak boleh sekehendak hatinya, tetapi harus
berdasar pada ketentuan hukum dan Undang-undang yang berlaku dan untuk itu
25. A. Mukthi Fadjar, 2004, Tipe Negara Hukum, Malang, Bayu Media dan In-Trans, h. 7.
juga harus ada pembagian kekuasaan negara khususnya kekuasaan yudikatif yang
dipisahkan dari penguasa.
Menurut M. Tahir Azhary, lima konsep negara hukum, yakni:
1) Negara Hukum Nomokrasi Islam yang diterapkan di negara-negara islam;
2) Negara Hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan
rechtstaat.
3) Negara Hukum Rule of Law yang diterapkan di negara Anglo Saxon.
4) Negara Hukum Socialist yang diterapkan di negara komunis.
5) Negara Hukum Pancasila.26
Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah
‘rechtsstaat’ itu mencangkup empat elemen penting yaitu :
1) Perlindungan hak asasi manusia.
2) Pembagian kekuasaan.
3) Pemerintahan berdasarkan undang-undang.
4) Peradilan tata usaha negara.27
Meskipun antara konsep rechtstaat (dari jerman yang kemudian diikuti pula
oleh Belanda) dengan konsep rule of law (dari inggris) dalam banyak hal berjalan
seiring, tetapi karena berbeda historis kelahirannya maka ada perbedaan di sana sini
antara kedua konsep tersebut. Tapi semuanya bermuara pada perlindungan hak-hak
fundamental masyarakat.28
26. Muhammad TahirAzhary, 2004, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya
dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini,
Prenada Media, Jakarta, h. 34. 27. I Gede Pasek Pramana, 2013, “Konsekuensi Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi No.
46/PUU-VIII/2010 Terhadap Kedudukan Anank Astra Dalam Hukum Adat Bali”, (Tesis) Program
Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar. 28. Munir Fuady, 2011, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), PT Refika Aditama,
Bandung, h. 4.
Van Apeldoorn menyatakan, hukum merupakan suatu gejala sosial yang
mana tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum, hukum itu menjadi suatu
aspek dari kebudayaan seperti agama, kesusilaan, adat istiadat dan kebiasaan.29
Menurut Philipus M. Hadjon, dengan merujuk bahwa asas utama Hukum
Konstitusi atau Hukum Tata Negara Indonesia adalah asas negara hukum dan asas
demokrasi serta dasar negara Pancasila, oleh karena itu dari sudut pandang
yuridisme Pancasila maka secara ideal bahwa Negara Hukum Indonesia adalah
“Negara Hukum Pancasila.”30
Penegasan Indonesia adalah negara hukum yang selama ini diatur dalam
penjelasan UUD NRI Tahun 1945, dalam Perubahan UUD NRI Tahun 1945 telah
diangkat ke dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang merumuskan
“Negara Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensi ketentuan ini adalah bahwa
setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan
sesuai dengan hukum, hal ini berarti negara termasuk pemerintahan dan lembaga-
lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh
peraturan hukum atau harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
Prinsip negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-
prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu, perlu
ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang diberlakukan
menurut Undang-Undang Dasar (constitutional democracy) yang diimbangi
29. Ishaq, 2008, Dasar – Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 3. 30. I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusi Indonesia
Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, h. 157.
dengan penegasan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum yang
berkedaulatan rakyat (democratische rechtsstaat).31
Indonesia sebagai negara demokrasi yang mengakui kedaulatan rakyat
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 merumuskan
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar.
1.7.2 Teori Perundang-Undangan
Menghindari adanya kekuasaan yang tidak terbatas maka dalam negara
diperlukan pranata hukum yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang
disebut dengan undang-undang dasar atau konstitusi.
Menurut Sri Soemantri, tidak ada satupun negara di dunia sekarang ini,
yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar. Sementara menurut
A. Hamid S. Attamimi, bahwa dalam abad ini tidak suatu negara pun yang
menganggap sebagai negara modern tanpa menyebutkan dirinya negara berdasar
hukum.32
Fockema Andrea mengemukakan secara teoritis istilah perundang-
undangan atau legislation mempunyai dua pengertian yaitu:33
1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan /proses membentuk
peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
31. Jimly Asshiddiqie, 2004, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Universitas
Indonesia, Jakarta, h. 56. 32 Yuliandri, 2011, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik,
RadjaGrafindo Perkasa, Jakarta, h. 26. 33Maria Farida Indrati, 2007, Ilmu Perundang-Undangan (Jenis, Fungsi dan Materi Muatan),
Kanisius, Yogyakarta, h.10.
2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan hasil
pembentukan peraturan-peraturan baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah.
Menurut Bagir Manan, agar pembentukan undang-undang menghasilkan
suatu undang-undang yang tangguh dan berkualitas, dapat digunakan tiga landasan
dalam penyusunannya, yaitu landasan yuridis, landasan sosiologis dan landasan
filosofis.34
Dalam lampiran IV UU No. 12 Tahun 2011, mengatur tentang landasan
dalam pembentukan undang-undang sebagai berikut:
a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan
pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana
kebatinan serta falsafah Bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila
dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
b. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis
sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan
masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.
c. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang
akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
34. Yuliandri, Op.Cit, h. 29.
Secara operasional landasan yuridis, sosiologis, dan filosofis dalam
merancang peraturan perundang-undangan yang baik, dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan ROCCIPI, yang merupakan metodologi pemecahan
masalah dalam merancang peraturan perundang-undangan yang baik.35
Ann Seidman dan Robert Seidman, mengemukakan bahwa ROCCIPI
merupakan materi pemecahan dalam rangka Legislative Drafting antara lain
menempatkan hukum (peraturan) sebagai unsur strategis yang menentukan
keberlakuan hukum secara baik.
Adapun pendekatan ROCCIPI dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Rule (peraturan), bahwa dari perspektif normatif apabila pengaturan
mengenai implementing agency lembaga pemerintah tidak jelas mengenai:
1) wewenang; 2) hak dan kewajiban; 3) Prosedur; 4) pengawasan dan
koordinasi yang tidak jelas dan; 5) sanksi yang tidak jelas. Kelima hal
tersebut di atas mengakibatkan munculnya tindakan penyalahgunaan
wewenang, kesewenang-wenangan dan KKN (korupsi, kolusi dan
nepotisme).
2. Opportunity (kesempatan), bahwa pengaturan yang tidak jelas mengenai
wewenang, birokrasi , pengawasan, sanksi, dsb, memberi kesempatan
penyalahgunaan wewenang (abuse of power) maupun pelanggaran hukum
(perdata) dan administrasi oleh pejabat pemerintahan, sebagai akibat tidak
jelasnya norma hukum dalam suatu peraturan perundang-undangan.
3. Capacity (kemampuan), bahwa timbulnya perilaku bermasalah dalam
bentuk KKN dari oknum pejabat pemerintahan, disebabkan memiliki
kemampuan/wewenang yang terlalu luas, disertai adanya birokrasi yang
berbelit-belit.
4. Interest (kepentingan), bahwa kelemahan pengaturan mengenai sanksi,
dsb, memungkinkan terjadinya penyalahgunaan wewenang, karena hal
tersebut sebagai pendorong untuk memenuhi keinginan dalam bentuk dana
maupun materi lainnya.
35. Yohanes Usfunan, 2004, Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik
Menciptakan Pemerintahan Yang Bersih Dan Demokratis, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
Tetap Dalam Bidang Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 25.
5. Process (proses), bahwa pemberian wewenang terlampau luas maupun
tidak jelas, berpotensi menimbulkan pengambilan keputusan secara
sepihak (sewenang-wenang) oleh oknum pejabat pemerintahan.
6. Ideology (perilaku), bahwa perilaku menyimpang dari oknum pejabat
pemerintahan selalu muncul, manakala peraturan tidak jelas.36
Kemudian untuk menghasilkan undang-undang yang berkualitas harus
sesuai dengan asas-asas pembentukan undang-undang yang baik dan materi muatan
tidak boleh bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 sehingga dapat berlaku
berkelanjutan.
1.7.3 Teori Efektivitas Hukum
Mochtar Kusumaatmaja berpendapat, bahwa hukum merupakan alat untuk
memelihara ketertiban dalam masyarakat. Sifat hukum pada dasarnya konservatif,
yakni memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi hukum
demikian diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang
membangun. Dalam masyarakat demikian, hukum tidak hanya memelihara
ketertiban, namun juga membantu proses perubahan masyarakat tersebut.37
Efektifnya hukum dalam suatu negara berkaitan dengan seberapa penting
dan diperlukannya hukum tersebut di Negara tersebut serta menyangkut tentang
substansi yang terkandung didalamnya. Menurut Hans Kelsen, membahas tentang
berlakunya hukum membahas juga tentang validitas hukum. Validitas hukum
36. Ibid, h. 27. 37. Mochtar Kusumaatmaja, 2006, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Kumpulan
Karya Tulis, Alumni, Bandung, h. 11.
berarti norma hukum tersebut mengikat, bahwa setiap orang harus berbuat sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Menurut Lawrence M. Friedman, efektif suatu hukum dipengaruhi oleh tiga
faktor yaitu :
1. Faktor substansi.
2. Faktor struktur.
3. Faktor kultur. 38
Teori efektivitas hukum menurut Soejono Soekanto adalah bahwa efektif
atau tidaknya suatu hukum dipengaruhi oleh lima faktor yaitu :
1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam hal ini terletak pada undang-undang.
2. Faktor penegak hukum, pihak-pihak yang membentuk dan menerapkan
hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan
diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. 39
Menurut Soerjono Soekanto efektif adalah taraf sejauh mana suatu
kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat
dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai sasarannya dalam
membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga menjadi perilaku
hukum.40
38.Lawrence M. Friedman, 2013, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, Nusa Media, Bandung,
h. 90-91. 39. Soejono Soekanto, 2013, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali
Pers, Jakarta, h. 8 40. RayPratama Siadari, 2016, Teori Efektivitas Hukum, (Cited 2016 Maret 30), tersedia