Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai gangguan atau penyakit endokrin dapat mempersulit atau menghambat kehamilan dan sebaliknya, kehamilan dapat mempengaruhi penyakit endokrin. 1,2 Penyakit endokrin yang pada kehamilan paling umum dijumpai adalah diabetes melitus dan tiroid. 2 Kehamilan akan menyebabkan perubahan struktur dan fungsi kelenjar tiroid ibu. 2 Penyakit tiroid sering terjadi pada usia reproduktif termasuk saat kehamilan. Gangguan tiroid pada umumnya terdapat pada perempuan muda. Insiden hipertiroid, hipotiroid dan tiroiditis diperkirakan sekitar 1 %. 2 Kadar hormon tiroid abnormal, baik kurang maupun berlebih, dapat berdampak buruk bagi ibu hamil dan juga janinnya. 3 Dasar patogenesis terjadinya gangguan endokrin sebagian besar adalah akibat proses autoimun. Sejumlah otoantigen, otoantibodi, dan elemen-elemen imunitas seluler, diduga akan menghancurkan atau meransang kelenjar tiroid, pankreas, atau jaringan kelenjar adrenal. Ada tiga jenis hormon yang dihasilkan oleh kelenjar ini, yakni T3 (triiodotironin), T4 (tiroksin) dan kalsitonin. 2 Hanya bentuk bebasnya yang aktif (fT4 dan fT3). Hormon yang lebih penting adalah fT3 karena lebih mempengaruhi metabolisme. 3 1
38

Css Hipertiroid

Jul 17, 2016

Download

Documents

Ditto Rezkiawan

hipertiroid
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Css Hipertiroid

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai gangguan atau penyakit endokrin dapat mempersulit atau menghambat

kehamilan dan sebaliknya, kehamilan dapat mempengaruhi penyakit endokrin.1,2 Penyakit

endokrin yang pada kehamilan paling umum dijumpai adalah diabetes melitus dan tiroid.2

Kehamilan akan menyebabkan perubahan struktur dan fungsi kelenjar tiroid ibu.2

Penyakit tiroid sering terjadi pada usia reproduktif termasuk saat kehamilan. Gangguan tiroid

pada umumnya terdapat pada perempuan muda. Insiden hipertiroid, hipotiroid dan tiroiditis

diperkirakan sekitar 1 %.2 Kadar hormon tiroid abnormal, baik kurang maupun berlebih,

dapat berdampak buruk bagi ibu hamil dan juga janinnya.3

Dasar patogenesis terjadinya gangguan endokrin sebagian besar adalah akibat proses

autoimun. Sejumlah otoantigen, otoantibodi, dan elemen-elemen imunitas seluler, diduga

akan menghancurkan atau meransang kelenjar tiroid, pankreas, atau jaringan kelenjar

adrenal. Ada tiga jenis hormon yang dihasilkan oleh kelenjar ini, yakni T3 (triiodotironin),

T4 (tiroksin) dan kalsitonin.2 Hanya bentuk bebasnya yang aktif (fT4 dan fT3). Hormon yang

lebih penting adalah fT3 karena lebih mempengaruhi metabolisme.3

Insidensi kehamilan dengan gejala klinik tirotoksikosis atau hipertiroid adalah 1 : 2000

kehamilan.1 Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1% (0,4% klinis

dan 0,6% subklinis) menurut survei NHANES.4 Penyebab tersering adalah penyakit Grave,

yang 5-10 kali lebih sering dialami wanita dengan puncaknya pada usia reproduktif.

Prevalensi hipertiroid dalam kehamilan 0,1-0,4%, 85% dalam bentuk penyakit Grave. Sama

halnya seperti penyakit autoimun lain, tingkat aktivitas penyakit Grave dapat berfluktuasi

saat trimester pertama dan membaik perlahan setelahnya; dapat mengalami eksaserbasi tidak

lama setelah melahirkan. Walaupun jarang, persalinan, seksio sesarea, dan infeksi dapat

memicu hipertiroid atau bahkan badai tiroid (thyroid storm).3,4

1

Page 2: Css Hipertiroid

Pasien dengan tirotoksikosis gestasional muncul pada pertengahan hingga akhir trimester

pertama, sering dengan hiperemesis. Biasanya gejala hipertiroid klasik tidak ada atau minim,

kecuali penurunan berat badan, yang mungkin akibat muntah dan gizi buruk. Penyakit graves

harus dibedakan dari kehamilan tirotoksikosis sehingga keputusan tentang terapi ATD dapat

dicapai.4

Terdapat hubungan yang erat antara fungsi kelenjar tiroid dan janin yang dikandungnya.

Janin bergantung pada hormon tiroksin ibu. Obat-obat yang diminum ibu akan

memperngaruhi kelenjar tiroid ibu dan kelenjar tiroid janin.1 Hipertiroid dalam kehamilan

dapat memberikan komplikasi serius, mulai dari penyulit obstetrik seperti preeklamsia,

komplikasi gagal jantung pada ibu, hingga kelahiran prematur dan kematian janin.

Hipertiroid dalam kehamilan sering memberikan gejala tidak khas, pengobatannya harus

mempertimbangkan efek obat yang mungkin teratogenik.3

2

Page 3: Css Hipertiroid

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

2.1.1 Anatomi

Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm.5 Kelenjar tiroid terbentuk pada janin

berukuran 3,4 - 4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari

lekukan faring antara brachial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul

divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh kearah bawah mengalami migrasi kebawah

yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai duktus

tiroglosus, yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan

menghilang pada usia dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap sehingga dapat

terbentuk kelenjar di sepanjang jalan tersebut, yaitu antara kartilago tiroid dengan basis lidah.

Dengan demikian, kegagalan menutupnya duktus akan mengakibatkan terbentuknya kelenjar

tiroid yang letaknya abnormal yang disebut persistensi duktus tiroglosus. Persistensi duktus

tiroglosus dapat berupa kista duktus tiroglosus, tiroid lingual atau tiroid servikal.6

Pada perkembangan selanjutnya, kelenjar tiroid bergerak turun di depan tulang hyoid dan

tulang rawan laring. Tiroid mencapai kedudukan tepatnya di depan trakea pada minggu ke 7.

Pada saat itu, glandula thyroidea sudah berupa sebuah isthmus kecil di tengah dan dua lobus

lateral.7 Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada

setiap gerekan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah cranial,

yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat ini lah yang digunakan di klinik untuk

menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak.

Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan

tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid diperngaruhi oleh berat badan dan masukan yodium.

Pada orang dewasa beratnya berkisar antara 10-20 gram. Vaskularisasi kelenjar tiroid

termasuk amat baik. A. tiroidea superior berasal dari a. karotis komunis atau a. karotis

eksterna, a. tiroidea inferior dari a. subklvia dan a. tiroid ima berasal dari a. brakiosefalik

salah satu cabang arkus aorta. Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram

3

Page 4: Css Hipertiroid

kelenjar/menit; dalam keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan

stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas diujung bawah kelenjar.6

Kelenjar tiroid mulai berfungsi kurang lebih pada akhir bulan ke 3, pada saat ini mulai

tampak folikel-folikel pertama yang mengandung koloid. Sel-sel folikuler menghasilkan

koloid yang menjadi sumber tiroksin dan triiodotironin. Sel parafolikuler C atau sel C

berasal dari corpus ultimobranciale yang menjadi sumber kalsitonin.7

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid

2.1.2 Efek Metabolik dan Fisiologi Hormon Tiroid

Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh

termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hipotiroid atau hipertiroid berpengaruh

atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara lain seperti tersebut dibawah ini.6

a. Termoregulasi dan kalorigenik.

b. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologi kerjanya bersifat anabolik tetapi dalam dosis

besar bersifat katabolik.

c. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal meningkat,

cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis dan degradasi

insulin meningkat.

d. Metabolisme lipid. Meski T4 mempercepat sintesis kolesterol tetapi proses degradasi

kolesterol dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada

4

Page 5: Css Hipertiroid

hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknyapada hipotiroidisme kolesterol total,

kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

e. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid.

Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia, kulit kekuningan.

f. Lain-lain; gangguan metabolism keratin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus

gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga sering terjadi diare; gangguan faal

hati, anemia defisiensi besi dan hipertiroidisme.

Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Efek genomnya

menghasilkan panas dan konsumsi O2 meningkat, pertumbuhan maturasi otak dan susunan

saraf yang melibatkan Na+, K+, ATPase sebagian lagi karena reseptor beta adrenergic yang

bertambah. Ada juga efek non genomik, misalnya meningkatnya transport asam amino dan

glukosa, menurunnya enzim tipe-2 5-deyodinase di hipofisis.6

a. Pertumbuhan fetus

Sebelum minggu 11 tiroid belum bekerja, juga TSHnya. Dalam keadaan ini karena DIII

tinggi di plasenta, hormon tiroid bebas yang masuk fetus amat sedikit, karena diinaktivasi

di plasenta. Tidak adanya hormon yang cukup menyebabkan lahirnya bayi kretin

(retardasi mental dan cebol).

b. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas

Dirangsang oleh T3 lewat Na+, K+, ATPase disemua jaringan kecuali otak, testis dan

limpa. Metabolism basal meningkat. Hormone tiroid menurunkan kadar superoksida

dismutase hingga radikal bebas anion superoksida meningkat.

c. Efek kardiovaskuler

T3 menstimulasi :

Transkripsi miosin hc-b dan menghambat miosin hc-b, akibatnya kontraksi otot

miokard menguat.

Transkripsi Ca2+ ATPase di reticulum sarkoplasma meningkat tonus diastolic.

Mengubah konsentrasi protein G, reseptor adrenergik, sehingga berefek ionotropik

positif yang dalam klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardi.

5

Page 6: Css Hipertiroid

d. Efek simpatik

Karena bertambahnya reseptor adrenergik beta miokard, otot skelet, lemak dan limfosit,

efek pasca reseptor dan menurunnya reseptor adrenergik alfa miokard, maka sensitivitas

terhadap katekolamin amat tinggi pada hipertiroidisme dan sebaliknya pada

hipotiroidisme.

e. Efek hematopoetik

Kebutuhan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan eritropoesis dan kebutuhan eritropoetin

meningkat. Volum darah tetap, namun red cell turn over meningkat.

f. Efek gastrointestinal

Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat, hingga kadang diare. Pada hipotiroidisme

terjadi obstipasi dan transit lambung melambat, yang menyebabkan menurunnya berat

badan.

g. Efek pada skelet

Turn over tulang meningkat, resorbsi tulang lebih terpengaruh dari pada

pembentukannya. Hipertiroidisme dapat menyebabkan osteopenia. Dalam keadaan berat

dapat terjadi hiperkalsemia, hiperkalsuria, dan penanda hidroksiprolin dan cross-link

piridium.

h. Efek neuromuskuler

Turn over yang menigkat juga menyebabkan miopati dan miolisis. Dapat terjadi

kreatinuria spontan, kontraksi serta relaksasi otot meningkat (hiperrefleksia).

i. Efek endokrin

Hormon tiroid meningkat metabolik turn over sebagai berbagai hormon serta bahan

farmakologi. Maka dari itu hipertiroid dapat menutupi (masking) atau mempermudah

(unmasking) kelainan adrenal.

2.2 Definisi

Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme. Tirotoksikosis

ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi.

Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.

Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan

reseptor T3-inti yang makin penuh.6

6

Page 7: Css Hipertiroid

Hipertiroidisme dapat juga di definisikan sebagai respons jaringan-jaringan tubuh

terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul

spontan atau akibat asupan hormon tiroid secara berlebihan. Terdapat dua tipe

hipertiroidisme spontan yang paling sering dijumpai yaitu; (1). penyakit graves dan (2).

goiter nodular toksik.8

2.3 Insiden

Insiden kehamilan dengan gejala klinik tirotoksikosis atau hipertiroidisme adalah 1:2000

kehamilan.1 Tirotoksikosis atau hipertiroidisme simptomatik merupakan penyulit pada 1 dari

1000 sampai 2000 kehamilan.9 Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan

sebesar 1%. Penyebab tersering tirotoksikosis pada kehamilan sebagian besar adalah

penyakit graves, yang 5-10 kali lebih sering dialami wanita dengan puncaknya pada usia

reproduktif.3 Insidensi penyakit graves dalam kehamilan di atas 20 minggu adalah 2%.9

Prevalensi hipertiroid dalam kehamilan 0,1-0,4%, 85% dalam bentuk penyakit Grave.3

Penyebab terbanyak lainnya adalah struma multinodosa, tetapi kelainan ini hanya terjadi

pada golongan usia di atas 40 tahun.9 Sama halnya seperti penyakit autoimun lain, tingkat

aktivitas penyakit Grave dapat berfluktuasi saat trimester pertama dan membaik perlahan

setelahnya; dapat mengalami eksaserbasi tidak lama setelah melahirkan. Walaupun jarang,

persalinan, seksio sesarea, dan infeksi dapat memicu hipertiroid atau bahkan badai tiroid

(thyroid storm).3 Suatu proses autoimun spesifik organ yang biasanya berkaitan dengan

thyroid stimulating antibodies.1

Penyakit graves biasanya terjadi pada usia sekitar tiga puluh dan empat puluh dan lebih

sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki. Terdapat predisposisi familial terhadap

penyakit ini dan sering berkaitan dengan bentuk-bentuk endrokinopati autoimun lainnya.

Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan

ekstratiroidal, yang keduanya mungkin tidak tampak.8 Tirotoksikosis ringan mungkin sulit

didiagnosis karena kehamilan normal merangsang beberapa temuan klinis yang mirip dengan

kelebihan tiroksin (T4).1,2

7

Page 8: Css Hipertiroid

2.4 Etiologi

Penggolongan sebab tirotoksikosis dengan atau tanpa hipertiroidisme amat penting, di

samping pembagian berdasarkan etiologi, primer ataupun sekunder. Penyebab yang paling

umum terjadinya tirotoksikosis dalam kehamilan adalah penyakit graves. Kira-kira 70%,

sisanya karena gondok multinoduler toksik dan adenoma toksik.6 Proses autoimun pada

organ spesifik ini biasanya berhubungan dengan antibodi yang merangsang kelenjar tiroid.

Antibodi yang meransang kelenjar tiroid ini (thyroid stimulating antibody) selama kehamilan

akan menurun dan pada sebagian besar perempuan menyebabkan terjadinya remisi klinis.1,10

Antara 1 dan 4 bulan paskapartum, wanita dengan penyakit graves dapat mengalami

kekambuhan antibodi antitiroid dan perburukan tirotoksikosis.10

Tabel 1 penyebab tirotoksiksosis

Hipertiroidisme primer Tirotoksikosis tanpa

hipertiroidisme

Hipertiroidisme sekunder

Penyakit graves, gondok

multinodula toksik, adenoma

toksik, obat;yodium lebih,

litium, karsinoma tiroid yang

berfungsi, struma ovarii

(ektopik), mutasi TSH-r

Hormon tiroid berlebih

(tirotoksikosis faktisia),

tiroiditis subakut (viral atau

De Quervain), silent

thyroiditis, destruksi

kelenjar: amiodaron, 1-131,

radiasi, adenoma, infark

TSH-secreting tumor chGH

secreting tumor,

tirotoksikosis gestasi

(trimester pertama) resistensi

hormone tiroid

2.5 Patofisiologi

Proses hiperplasia glandular dan bertambahnya volume kelenjar tiroid akan menyebabkan

kelenjar tiroid membesar sedang, sehingga penggunaan iodide (iodide uptake) oleh kelenjar

tiroid ibu juga akan meningkat. Akibatnya, sekresi harian hormon tiroksin juga akan

meningkat. Pada awal kehamilan hormon tiroksin ibu akan berpindah ke janin sehingga akan

terjadi hipotiroidisme janin. Proses ini terjadi selama kehamilan.2

8

Page 9: Css Hipertiroid

Hormon tiroid diperlukan untuk perkembangan otak dan fungsi mental normal. Selain

kadar hormon total ataupun terikat, konsenterasi thyroid-binding globulin (TBG) dalam

serum darah ibu juga akan meningkat secara bermakna. Akibat rangsangan tiroid, karena

adanya aktivitas silang dari hormon chorionic gonadotrpin yang lemah, maka pada awal

kehamilan aktivitas hormon tiroropin akan menurun, sehingga tidak dapat melalui sawar

plasenta.2

Pada kehamilan 12 minggu pertama kadar hormon chorionic gonadotropin akan

mencapai puncaknya dan kadar tiroksin bebas akan meningkat dan akan menekan kadar

tirotropin, sehingga thyrotropin realizing hormone (TRH) tidak dapat terdeteksi dalam serum

darah ibu. Berbeda dengan trimester pertama, pada pertengahan kehamilan, walaupun serum

TRH janin tidak meningkat. Tetap dapat terdeteksi. Hal ini karena ada transfer plasenta yang

minimal.2 Tiroksin ibu penting bagi pembentukan otak janin, khususnya sebelum kelenjar

tiroid janin berfungsi. Meskipun kelenjar janin mulai memekatkan iodium dan membentuk

hormon tiroid setelah 12 minggu, kontribusi tiroksin ibu sekitar 30% tetap penting. Pada

kenyataannya, tiroksin ibu membentuk sekitar 30% dari tiroksin dalam serum janin aterm.1

Tiroid janin mulai mengkonsentrasikan iodine pada 10-12 minggu usia kehamilan dan

berada di bawah kendali TSH hipofisis janin sekitar 20 minggu kehamilan. Kadar serum

TSH, TBG, T4 bebas, dan kenaikan T bebas janin selama kehamilan, mencapai tingkat

tertinggi rata-rata pada sekitar 36 minggu. TSH tidak melewati plasenta. Hormon melintasi

plasenta untuk mencegah stigmata hipotiroidisme saat lahir dan untuk mempertahankan

kadar hormon tiroid tali pusat mendekati 50% dari normal. Selain itu, TSH-releasing

hormone (TRH), yodium, TSH reseptor (TSH-R) antibodi, dan obat antitiroid (ATDs) mudah

melewati plasenta. Risiko janin dan bayi dari penyakit hipertiroid ibu terkait dengan penyakit

itu sendiri dan / atau perawatan medis dari penyakit.4

Tirotoksikosis ibu yang tidak diobati dihubungkan dengan peningkatan risiko kelahiran

prematur, pertumbuhan intrauterine yang terhambat, dan berat lahir rendah, preeklamsia,

gagal jantung kongestif, dan kematian intrauterin. Selain itu, selama pengobatan ibu dengan

tioamid dapat mengakibatkan hipotiroidisme janin iatrogenik.4

9

Page 10: Css Hipertiroid

Gambar 2 Peranan hipothalamus

2.6 Efek Hipertiroid pada Ibu

Ibu dengan penyakit Graves dapat memiliki campuran antibodi stimulasi dan

inhibisi/blocking terhadap reseptor TSH (TRAb-stimulasi dan TSH receptor-blocking

antibodies atau kita sebut TRAb-inhibisi). Jenis antibodi yang sampai kepada bayi melalui

plasenta akan mempengaruhi kelenjar tiroid bayi, bayi yang dilahirkan dapat hipertiroid,

eutiroid, atau hipotiroid, tergantung antibodi yang lebih dominan. Potensi masing-masing

dari kedua jenis antibodi, beratnya penyakit ibu, lama paparan terhadap kondisi hipertiroid di

dalam kandungan, serta obat-obatan anti-tiroid dari ibu merupakan faktor-faktor yang dapat

berpengaruh pada status tiroid bayi.11

Temuan-temuan yang sugestif adalah takikardia yang melebihi yang biasanya dijumpai

pada kehamilan normal, tiromegali, eksoftalmos dan kegagalan penambahan berat meskipun

asupan makanan memadai,1 nadi rata-rata waktu tidur meningkat.2 Selain itu, wanita dengan

tirotoksikosis mempunyai gejala penyakit yang sama dengan wanita tidak hamil (mengeluh

panas dan berkeringat yang berlebihan, palpitasi, tremor, sesak nafas, mual dan lemah.9

Pada pemeriksaan didapatkan suhu tubuh yang hangat dan berkeringat, eksoftamul,

palpebra sulit digerakkan, edema orbita dan gangguan akomodasi bola mata. Nodul tiroid

tidak selalu terlihat (hanya dikenali melalui palpasi). Pengukuran tekanan darah

menunjukkan hipertensi sistolik. Dari auskultasi jantung didapatkan takhikardia dan bising

murmur. Sering pula dijumpai edema pretibial, limfadenopati, splenomegali dan

pembengkakan pada ujung jari tangan (clubbing finger atau thyroid acropachy). Peningkatan

kadar tiroid bebas atau indeks T4.9

10

Page 11: Css Hipertiroid

2.7 Efek Hipertiroid pada Janin

Sebagian besar janin bisa dalam keadaan eutiroid dan sebagian kecil lainnya hiper atau

hipotiroid2 dengan atau tanpa gondok.1 Kedua kondisi ini dapat terjadi seiring dengan ada

tidaknya goiter.2 Hipertiroidisme klinis terjadi pada sekitar 1 persen neonatus yang lahir dari

wanita dengan penyakit graves.1 Penyakit graves pada neonatus (Neonatal Graves) hanya

terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu berpenyakit Graves dengan prevalensi 1

dibanding 70 kelahiran. Penyakit Graves pada bayi atau neonates selalu transient atau

bersifat sementara.11

Neonatal Graves hanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita

penyakit Graves dengan aktifitas antibodi stimulasi terhadap reseptor TSH (TSH receptor

stimulating antibodies, di sini kita gunakan sebagai TRAb-stimulasi) yang kuat. Hal ini

dikarenakan adanya TRAb-stimulasi dari ibu yang mencapai bayi melalui plasenta. TRAb

stimulasi bisa terdapat dalam sirkulasi ibu hamil yang tidak dalam keadaan hipertiroid, oleh

karena itu adanya riwayat penyakit Graves pada ibu harus menjadi pertimbangan risiko

terjadinya penyakit Graves pada bayinya.11 Jika dicurigai terjadi penyakit tiroid pada janin

maka tersedia sonogram untuk mengukur volume tiroid secara sonogravis.1

11

Page 12: Css Hipertiroid

Half life dari TRAb adalah sekitar 1-2 minggu. Lama gejala klinis neonatal Graves

tergantung dari potensi dan kecepatan klirens antibodi, biasanya berlangsung 2-3 bulan, dan

bahkan bisa lebih. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal jantung, gagal tumbuh,

penutupan sutura tulang tengkorak yang terlalu dini dengan konsekwensi adanya gangguan

perkembangan motorik maupun mental.11

Gambaran klinik yang mungkin dapat ditemukan pada bayi baru lahir dari ibu yang

terpapar tiroksin secara berlebihan adalah sebagai berikut:1,2

Janin atau neonates mungkin memperlihatkan gambaran goiter tirotoksikosis pada janin

atau bayi lahir akibat adanya transfer thyroid-stimulating immunoglobulin melalui

plasenta. Janin bisa dalam keadaan nonimmune hydrops1,2 atau bahkan meninggal. Dalam

suatu penelitian terhadap 72 wanita dengan penyakit graves, Lutton dkk (2005)

melaporkan bahwa tidak ada satupun janin dari 31 ibu berisiko rendah yang mengalami

gondok, dan semuanya eutiroid saat dilahirkan. Risiko rendah didefiniskan sebagai tidak

diberikannya obat antitiroid pada trimester ketiga atau tidak adanya antibodi antitiroid.

Sebaliknya, pada suatu kelompok yang terdiri dari 41 wanita yang mendapat obat

antitiroid saat persalinan atau memiliki antibody terhadap reseptor tiroid, 11 janin-27%

memperlihatkan bukti sonografik gondok pada 32 minggu. Tujuh dari 11 janin ini

dipastikan hipotiroid, dan sisanya hipertiroid. Jika janin tirotoksik, terapinya adalah

dengan menyesuaikan obat tionamid ibu. Kadang tirotoksikosis neonates memerlukan

terapi obat anti-tiroid jangka pendek.1

Dapat terjadi goiter hipotiroid pada janin dari ibu yang mendapat pengobatan golongan

thiomide. Keadaan hipotiroid ini dapat diterapi dengan pemberian tiroksin secara intra-

amniotik.2 Meskipun secara hipotiroidisme janin dapat berdampak pada perkembangan

12

Page 13: Css Hipertiroid

saraf, namun laporan-laporan tentang efek merugikan pada janin tampaknya terlalu

berlebihan. Data yang ada menunjukkan bahwa tionamid menimbulkan risiko yang

sangat kecil untuk menyebabkan hipotiroidisme janin.1

Pada janin juga dapat terjadi hipotiroidisme tanpa adanya goiter sebagai akibat masuknya

thyrotropin-receptor blocking antibodi ibu melalui plasenta.1,2

Bahkan setelah ablasi kelenjar tiroid ibu, biasanya dengan iodium radioaktif 131 I, tetap

dapat terjadi tirotoksikosis janin akibat penyaluran antibodi perangsang tiroid melalui

plasenta.1

2.8 Efek pada Hasil Akhir Kehamilan

Keadaan bayi perintal dari perempuan tirotoksikosis sangat bergantung pada tercapai

tidaknya pengontrolan metabolik.1,2 Sebagai contoh tiroksin yang berlebihan dapat

menyebabkan keguguran. Pada perempuan yang tidak mendapat pengobatan, atau pada

mereka yang tetap hipertiroid meskipun telah diberikan, akan meningkatkan risiko terjadinya

preeclampsia, kegagalan jantung, dan keadaan perinatal yang buruk.2 Angka kematian

perinatal bervariasi dari 6 sampai 12 persen pada beberapa penelitian.1

Tabel 2 Hasil akhir kehamilan pada 239 wanita dengan tirotoksikosis yang nyata

Faktor Diterapi Eutiroid (n=149) Tirotoksikosis tidak terkontrol

Hasil akhir ibu;

Preeklampsia

Gagal jantung

Kematian

Hasil akhir perinatal;

Persalinan kurang bulan

Hambatan pertumbuhan

Lahir mati

Tirotoksikosis

Hipotiroidisme

Gondok

17 (11%)

1

-

12 (8%)

11 (7%)

0/59

1

4

2

15 (17%)

7 (8%)

1

29 (32%)

15 (17%)

6/33 (18%)

2

0

0

13

Page 14: Css Hipertiroid

2.9 Laboratorium

Konfirmasi laboratorium ditandai oleh penurunan nyata kadar tirotropin (TSH) disertai

peningkatan kadar T4 bebas (Ft4) serum.1 Kadar tirotropin bisa terdeteksi sampai kadar

kurang dari 0,1 mU/l, sehingga akan menyebabkan ditemukannya keadaan hipertiroid

subklinis (sekitar 1%). Keadaan subklinis ini dapat ditemukan dan terdeteksi dengan

pemeriksaan tirotropin. Efek jangka panjang keadaan tirotoksikosis subklinikal yang

persisten ini tidak banyak diketahui. Walaupun begitu pasien dengan keadaan subklinis ini

perlu diawasi secara berkala karena dapat menyebabkan terjadinya aritmia jantung, hipertrofi

ventrikel jantung, dan osteopenia.2 Meskipun jarang, hipertiroidisme dapat disebabkan oleh

kadar triiodotironin (T3) serum yang berlebihan disebut juga toksikosis T3.1

2.10 Diagnosis Ibu

Gejala hipertiroidisme nonspesifik seperti takikardia, kulit hangat lembab, tremor, dan

murmur sistolik yang dapat menyerupai dengan kehamilan normal, adanyaophthalmopathy

tiroid klasik, gondok signifikan, atau pretibial myxedema (jarang) dapat menunjukkan

diagnosis yang benar penyakit graves.4

Pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan pada semua pasien. Pasien yang diduga

menderita hipertiroidisme memerlukan pengukuran TSH serum, T4, kadar T, dan antibodi

tiroid reseptor antibodi. Namun, interpretasi tes fungsi tiroid harus dilakukan dalam

hubungannya dengan penurunan hCG dimediasi kadar TSH serum dan peningkatan

konsentrasi TBG yang terjadi selama kehamilan. Pada wanita hamil yang normal, kadar TSH

biasanya jatuh di pertengahan hingga akhir trimester pertama bertepatan dengan

meningkatnya kadar hCG. Median kadar TSH serum pada semester pertama kehamilan

adalah sekitar 0,8 μU / ml, dengan interval kepercayaan 95% batas bawah 0,03 μU / ml (13).

Oleh karena itu, di bawah normal kadar serum TSH pada semester pertama kehamilan tidak

harus ditafsirkan sebagai diagnostik hipertiroidisme.4

Pengukuran TRAb juga dapat membantu untuk membedakan penyakit graves dari

tirotoksikosis gestasional pada trimester pertama sebagai TRAb negatif pada hipertiroidisme

kehamilan. Karena penyakit graves cenderung menjalani remisi imunologi setelah akhir

trimester kedua, deteksi TRAb mungkin tergantung pada usia kehamilan pada pengukuran.4

14

Page 15: Css Hipertiroid

2.11 Diagnosis Janin

Penilaian yang dilakukan pada janin masih kontroversial.1,2 Meskipun pemeriksaan

sonografik tiroid janin pernah dilaporkan pada wanita yang mendapat obat tionamid atau

mereka yang memilki antibodi perangsang tiroid, namun kebanyakan peneliti saat ini tidak

menganjurkan evaluasi rutin. Sebagai contoh, kilpatrick mengajurkan pemeriksaan antibodi

janin hanya jika ibunya pernah mengalami ablasi.1 Bila didapatkan thyroid stimulating

antibodies ibu yang abnormal, pertumbuhan janin terhambat, kegagalan jantung, atau goiter,

dengan atau tanpa takikardia, maka sebaliknya dilakukan pemeriksaan darah janin (fetal

blood sampling). Akan tetapi, kejadian hiper atau hipotiroid pada janin dapat menimbulkan

hidrops, pertumbuhan janin terhambat, goiter, ataupun takikardia, maka tindakan fetal blood

sampling hanya cocok pada kehamilan yang diperberat oleh penyakit graves.2

2.12 Penatalaksanaan

Wanita dengan hipertiroid, harus dirawat inapkan untuk mengontrol kadar hormon tiroid

yang berlebihan. Tirah baring dianjurkan untuk mengurangi aktifitas yang berlebihan dan

ketidakstabilan emosi. Lakukan diet yang proporsional untuk mengembalikan defisit kalori

akibat metabolism yang berlebihan dan keperluan pertumbuhan buah kehamilan.9

A. Manajemen ibu hipertiroidisme: aspek ibu4

Jika konsenterasi TSH serum terdeteksi subnormal selama kehamilan, hipertiroidisme

harus dibedakan dari kedua fisiologi; kehamilan normal dan hiperemesis gravidarum

karena efek merugikan dari hipertiroidisme jelas pada ibu dan janin. Diferensiasi penyakit

graves 'dari tirotoksikosis gestasional didukung oleh adanya bukti klinis autoimunitas,

gondok yang khas, dan adanya TRAb.

Untuk hipertiroidisme karena penyakit graves atau nodul tiroid, terapi ATD harus segera

dimulai (bagi mereka yang baru didiagnosis) atau disesuaikan (bagi mereka dengan

riwayat) guna mempertahankan kadar hormon tiroid ibu khususnya T4 bebas.

15

Page 16: Css Hipertiroid

B. Manajemen hipertiroidisme ibu: aspek janin4

Karena reseptor antibodi tiroid (thyroid stimulating reseptor, mengikat, atau antibodi

penghambat) bebas melewati plasenta dan dapat merangsang tiroid janin, antibodi ini

harus diukur pada akhir trimester kedua pada ibu dengan penyakit graves atau dengan

riwayat 'penyakit dan pengobatan dengan 131-I atau tiroidektomi sebelum kehamilan, atau

dengan penyakit neonates grave’s sebelumnya. Wanita yang memiliki TRAb negatif dan

tidak memerlukan ATD memiliki risiko yang sangat rendah dari disfungsi tiroid janin bayi

baru lahir.

A. Obat Anti Tiroid

ATDs adalah pengobatan utama untuk penyakit graves selama kehamilan.

Propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI, Tapazole) dan Carbimazole telah digunakan

selama kehamilan. Obat ini menghambat sintesis hormon tiroid melalui pengurangan

yodium organification dan kopling iodotyrosine.4

Terapi ATD ibu: efek pada tiroid janin. Pengobatan ATD pada ibu hamil ditujukan untuk

mengembalikan fungsi tiroid ibu yang normal sambil memastikan bahwa fungsi tiroid janin

minimal terpengaruh. Ada tujuh penelitian yang diterbitkan meneliti hubungan respon dosis

antara dosis ATD ibu dan fungsi tiroid neonatal. Tiga telah melaporkan korelasi langsung,

dan empat telah melaporkan tidak ada korelasi. Bahkan, satu studi melaporkan bahwa bahkan

dosis rendah ATD harian (PTU 100 mg atau kurang, MMI 10 mg atau kurang) pada jangka

panjang mungkin mempengaruhi fungsi tiroid janin. Kurangnya korelasi antara dosis ibu dan

fungsi tiroid janin juga mungkin mencerminkan faktor ibu juga, karena ada variabilitas

individu dalam kadar PTU serum setelah dosis oral standar serta dalam bagian transplasenta

dari TRAbs ibu yang merangsang tiroid janin.4

Beberapa dokter cenderung menggunakan propiltiourasil (PTU) karena obat ini secara

parsial menghambat perubahan T4 menjadi T3 dan kurang melewati plasenta dibandingkan

dengan metamizol. Meskipun belum dibuktikan secara pasti, namun pemakaian metamizol

pada awal kehamilan dilaporkan berkaitan dengan embriopati metimazol yang jarang yang

ditandai oleh atresia esofagus atau koana serta aplasia kulit9, yaitu suatu defek kulit

kongenital. Meskipun malformasi ini jarang pada wanita yang diterapi metimazol, dan

16

Page 17: Css Hipertiroid

meskipun tidak ada suatu studi epidemiologis yang menyatakan PTU lebih aman, namun

PTU masih merupakan tionamid yang lebih sering digunakan di Amerika Serikat.1

Leukopenia transien dapat ditemukan pada hampir 10 persen wanita yang mendapat obat

antitiroid tetapi hal ini tidak mengharuskan penghentian pengobatan. Pada 0,3-0,4 persen,

terjadi agranulositosis akut yang mengharuskan dihentikannya obat ini. Efek ini tidak terkait

dosis, dan karena awitannya yang mendadak maka pemeriksaan leukosit serial selama

kehamilan tidak membantu. Oleh karena itu, jika timbul demam atau nyeri tenggorokan,

wanita yang bersangkutan diinstruksikan untuk menghentikan obat secepatnya dan menjalani

pemeriksaan hitung darah lengkap.1 Hepatotoksitas juga dapat merupakan efek samping

serius yang terjadi pada 0,1 sampai 0,2 persen. Sekitar 20 persen pasien yang diterapi dengan

PTU membentuk antibodi antisitoplasma neutrofil (ANCA), tetapi hanya sebagian kecil dari

mereka yang berlanjut untuk mengalami vaskulitis serius. Meskipun tionamid berpotensi

menyebabkan penyulit pada janin namun kejadian ini jarang dijumpai. Pada sebagian kasus,

tionamid bahkan antibodi reseptor tirotropin dapat melewati plasenta dan merangsang

kelenjar tiroid janin untuk menimbulkan tiroksikosis dan gondok.1

Pada wanita hamil, American College of Obstetricians and Gynecologist (1993)

menganjurkan dosis awal PTU 300 sampai 450 mg perhari.10 Menurut pengalaman kami,

tirotoksikosis yang nyata pada wanita hamil memerlukan dosis yang lebih tinggi daripada

yang dianjurkan oleh sebagian penulis (Davis dkk, 1989).1 Waktu rerata untuk normalisasi

tiroksin bebas selama kehamilan dilaporkan sekitar 7 sampai 8 minggu. Dengan dosis PTU

yang rerata 600 mg perhari, hanya separuh dari wanita mengalami remisi. Pada mereka yang

mengalami remisi, dosis diturunkan kurang dari 300 mg perhari dalam 8 minggu. Namun,

pada sepertiga diperlukan peningkatan dosis T4 bebas dalam serum dianggap merupakan

indikator status tiroid yang lebih baik daripada TSH selama 2 sampai 3 bulan pertama

pengobatan untuk hipertiroidisme (National Academy of Clinical Biochemtry Guidelines

2002).1

Dosis terapeutik untuk penyakit tiroid pada ibu juga dapat menyebabkan kerusakan

kelenjar tiroid janin. Oleh karena itu, jika diberikan secara tidak sengaja, sebagian besar

dokter mengajurkan abortus. Semua bayi yang terpajan perlu dievaluasi secara cermat untuk

hipotiroidisme. Insiden hipotiroidisme janin bergntung pada usia gestasi dan dosis iodium

17

Page 18: Css Hipertiroid

radioaktif. Tidak terbukti bahwa iodium radioaktif terapeutik yang diberikan selama

kehamilan menyebabkan anomali janin jika telah telah cukup waktu berselang untuk

memungkinkan efek radiasi mereda dan wanita yang bersangkutan menjadi eutiroid.

International Commision on Radiological Protection merekomendasikan bahwa wanita

menghindari kehamilan selama 6 bulan setelah terapi radioablatif.1

Dosis propiltiourasil awal bersifat empiris. Untuk pasien tidak hamil American Thyroid

Association menganjurkan dosis harian awal 100 sampai 600 mg untuk PTU dan 10 sampai

40 mg untuk metimazol.1

Karena bukti yang ada menunjukkan bahwa MMI mungkin berhubungan dengan anomali

kongenital, PTU harus digunakan sebagai obat lini pertama, jika tersedia, terutama selama

trimester pertama organogenesis. MMI dapat menjadi pilihan jika PTU tidak tersedia, atau

jika pasien tidak dapat mentolerir atau memiliki respon negatif terhadap PTU.4

B. Iodin atau Yodium

Preparat iodine (misalnya larutan Lugol) dapat menekan pelepasan tiroid dalam kelenjar

dan mengurangi vaskularisasi dan memadatkan kelenjar tiroid. Preparat ini, dapat melalui

sawar uri dan memperngaruhi kelenjar tiroid janin. Larutan Lugol diberikan sebanyak 3 tetes

dalam segelas air putih dan diminumkan sekali sehari selama 1-2 minggu.9

Yodium radioaktif (RAI); merupakan tes diagnostik dan terapi kontraindikasi selama

kehamilan, dan semua wanita yang berpotensi hamil harus melakukan tes kehamilan sebelum

131-I dilakukan. Janin yang terkena radiasi dari 131-I yang beredar dalam darah ibu, yang

kira-kira 0,5-1,0 rad (5-10 mGy) per mCi diberikan. Karena penyerapan tiroid janin RAI

dimulai setelah 12 minggu, paparan ibu 131-I sebelum 12 minggu kehamilan tidak terkait

dengan disfungsi tiroid janin. Namun, pengobatan setelah 12 minggu menyebabkan radiasi

yang signifikan terhadap tiroid janin. Beberapa contoh paparan telah dilaporkan

menyebabkan kerusakan tiroid janin dan kasus hipotiroidisme serta di mana kerusakan saraf

mungkin terjadi karena janin tidak diobati. Hal ini menjadi pertanyaan rutin bagi wanita

subur tentang kemungkinan kehamilan sebelum pemberian radioisotop apapun, dan diambil

sampel darah secara rutin untuk penentuan-hCG. Selain itu, 131-I merupakan kontraindikasi

pada ibu menyusui, dan menyusui harus dihentikan jika paparan tidak dapat dihindari.4

18

Page 19: Css Hipertiroid

Paparan janin untuk radiasi dosis tinggi sebelum organogenesis (sebelum 4-6 minggu

usia kehamilan) dapat menyebabkan keguguran atau tidak berpengaruh. Paparan radiasi

kemudian dalam kehamilan dapat dikaitkan dengan malformasi, pertumbuhan terhambat,

keterlambatan perkembangan dan pemicu keganasan. Namun, kemungkinan efek ini tidak

pasti. Dalam salah satu penelitian terhadap pengobatan disengaja dengan 131-I pada trimester

pertama, hanya 3% dari janin terkena hipotiroid, 2% mengembangkan defisiensi mental

(diduga ada kaitannya dengan hipotiroidisme), dan 1% dari perempuan mengalami aborsi

spontan. Paparan setelah 12 minggu dapat menyebabkan ablasi tiroid, membutuhkan

penggantian hormon tiroid intrauterin dan terapi seumur hidup untuk hipotiroidisme.4

C. Iodida

Penggunaan iodide kronis selama kehamilan telah dikaitkan dengan hipotiroidisme dan

gondok pada neonatus, kadang-kadang menyebabkan sesak napas karena obstruksi trakea.

Namun, laporan terbaru dosis rendah dari kalium iodida (6-40 mg /hari) diberikan kepada

wanita hamil hipertiroid yang dipilih, dengan pemeliharaan kadar T bebas ibu di bagian atas

dari kisaran normal, tidak menyebabkan gondok, meskipun 6% bayi yang baru lahir memiliki

kadar TSH serum. Karena pengalaman dengan iodida lebih terbatas, iodida tidak boleh

digunakan sebagai terapi lini pertama untuk wanita dengan penyakit graves, tetapi dapat

digunakan secara sementara jika diperlukan dalam persiapan untuk tiroidektomi.4

D. Penghambat ß adrenergic (beta blocker)

Propranolol dapat digunakan untuk mengobati gejala penyakit hipertiroid akut dan untuk

prearasi pra operasi, dan tidak ada efek teratogenik signifikan propranolol dilaporkan pada

manusia atau hewan. Penggunaan propranolol pada akhir kehamilan telah dikaitkan dengan

hipoglikemia neonatal ringan dan sementara, apnea, dan bradikardi. Jika neonatus

mengalami salah satu dari efek ini, mereka umumnya meninggal dalam waktu 48 jam.

Akhirnya, ada laporan kasus yang menunjukkan hubungan antara penggunaan propanolol

dan pembatasan pertumbuhan intrauterin, tapi ini masih kontroversial. Jika pasien

membutuhkan pengobatan propranolol jangka panjang, dianjurkan untuk pemantauan yang

cermat dari pertumbuhan janin.4

19

Page 20: Css Hipertiroid

The American Academy of Pediatrics menyetujui propranolol untuk wanita menyusui.

Perlu dicatat bahwa semua beta blocker terdaftar oleh FDA sebagai kategori B atau C baik

untuk kehamilan.4

Obat ini digunakan untuk mengurangi manifestasi simpatetik (tremor, palpitasi, dan

takikardia) sebelum dikontrol PTU. Gunakan propranolol dengan dosis 40-80 mg perhari,

yang dibagi dalam 3-4 dosis. Tidak dapat digunakan pada kehamilan dengan hipertiroid yang

disertai dengan penyakit paru obstruktif, blockade jantung, dekompensasio kordis dan

diabetes melitus tipe insulin dependend.9

E. Tiroidektomi

Bila terapi dengan obat-obatan tidak berhasil, atau bila terjadi efek toksis dari obat-

obatan tersebut, maka dilakukan tindakan tiroidektomi.2 Di samping penanganan gawat

darurat lain, gunakan PTU 400 mg untuk setiap 8 jam. Berikan pula Natrium Iodida melalui

infuse sejumlah 1 g per hari dan propranol (jika diindikasikan) 40 mg dosis awal, dilanjutkan

dengan dosis penyesuaian setiap 8 jam.9 Tiroidektomi dapat dilakukan setelah tirotoksikosis

terkontrol secara medis. Akan tetapi, karena meningkatnya vaskularisasi kelenjar tiroid

selama kehamilan, pembedahan ini dapat lebih sulit dibandingkan dengan keadaan tidak

hamil.10 Tiroidektomi subtotal dapat dilakukan secara medis teratasi. Hal ini jarang

dikerjakan selama kehamilan tetapi dapat dilakukan untuk beberapa wanita yang tidak

mematuhi terapi medis,1 diperlukan ATD dosis tinggi4 atau pada mereka yang terapi obatnya

terbukti toksik.1 Namun, tidak ada data yang mendukung ATD dosis tinggi mutlak untuk

harus dilakukan tiroidektomi. Jika seorang wanita telah mengalami efek samping yang parah

terkait ATD terkait seperti agranulositosis, ia harus menerima terapi sementara dengan

larutan kalium iodida (50-100 mg/hari) selama 10-14 hari sebelum operasi. Terapi ini

dianjurkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar tiroid dan diyakini aman selama periode

paparan. Propranolol juga bisa diberikan sebelum operasi.4

Waktu yang optimal operasi adalah pada trimester kedua, ketika organogenesis selesai,

dengan demikian janin berada pada risiko minimal untuk efek teratogenik obat, dan rahim

relatif tahan terhadap peristiwa contraction stimulating. Selain itu, setelah 12 minggu

kemungkinan bahwa setiap pasien akan mengalami keguguran spontan berkurang.

20

Page 21: Css Hipertiroid

Pertimbangan umum yang penting untuk pasien bedah hamil meliputi posisi miring di kiri

lateral untuk memaksimalkan aliran darah rahim. 4Ablasi terapeutik dengan iodium radioaktif

dikontraindikasikan selama kehamilan.1

2.13 Terapi ATD Ibu Pada Masa Laktasi

Secara historis, banyak teks telah menyarankan untuk menyusui pada wanita yang diobati

dengan ATDs karena anggapan bahwa ATD yang hadir dalam ASI dalam konsentrasi yang

cukup untuk mempengaruhi tiroid bayi. Namun, empat studi terbaru melaporkan tidak ada

perubahan dalam fungsi tiroid dalam 159 bayi yang diberi ASI oleh ibu yang diobati dengan

dosis harian PTU (50-300 mg), MMI (5-20 mg), atau Carbimazole (5-15 mg ) untuk periode

mulai dari 3 minggu sampai 8 bulan. Bahkan pada wanita yang pengobatannya berlebihan

kadar TSH serum, tes fungsi tiroid bayi tetap normal.4

Oleh karena itu, terapi ATD (PTU <300 mg/hari, MMI <20 mg/hari) dapat

dipertimbangkan selama menyusui, meskipun jumlah bayi yang dilaporkan kecil. Obat ini

harus dikonsumsi oleh ibu setelah menyusui. Sampai penelitian lebih tersedia, pemantauan

fungsi tiroid bayi dapat dipertimbangkan. Selain itu, kemungkinan teoritis untuk efek

samping ATD bayi melalui konsumsi ATD melalui laktasi belum dilaporkan.4

2.14 Komplikasi

A. Thyroid storm dan Gagal Jantung

Thyroid storm adalah suatu keadaan hipermetabolik akut yang mengancam nyawa

dan jarang terjadi pada kehamilan. Sebaliknya hipertensi paru dan gagal jantung akibat

kardiomiopati yang disebabkan oleh efek berlebihan tiroksin pada miokardium sering

dijumpai pada wanita hamil. Gagal jantung terjadi pada 8 persen dari 90 wanita dengan

tirotoksikosis yang tak terkontrol. Pada wanita tersebut, kardiomiopati ditandai oleh

status high output, yang dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi. Wanita hamil dengan

tirotoksikosis memiliki cadangan jantung yang minimal, dan dekompensasi biasanya

dipicu oleh preeklampsia, anemia, sepsis, atau kombinasi hal-hal tersebut. Untungnya,

kardiomiopati dan hipertensi paru akibat tiroksin umumnya reversibel.1

21

Page 22: Css Hipertiroid

Penatalaksanaan

Terapi untuk thyroid storm atau gagal jantung serupa dan perlu dilaksanakan di unit

perawatan intensif. Terapi spesifik berupa 1000 mg PTU yang diberikan per oral atau

dihaluskan dan dimasukkan melalui selang nasogastrik. PTU dilanjutkan dengan dosis

200 mg setiap 6 jam. Satu jam setelah pemberian PTU awal, pasien diberi iodida untuk

menghambat pembebasan T3 dan T4 tiroid. Obat diberikan secara intravena sebagai 500

sampai 1000 mg natrium iodida setiap 8 jam; peroral sebagai 5 tetes larutan jenuh kalium

iodida (SSKI) setiap 8 jam; atau sebagai larutan Lugol, 10 tetes pe roral setiap 8 jam. Jika

terdapat riwayat anafilaksis yang dipicu iodium, yang diberikan adalah litium karbonat,

300 mg setiap 6 jam. Sebagian besar otoritas mengajurkan deksametason, 2 mg intravena

setiap 6 jam sebanyak 4 dosis, untuk semakin menghambat prubahan T4 menjadi T3 di

perifer. Jika diberikan obat penghambat ß untuk mngatasi takikardia, efeknya pada gagal

jantung harus dpertimbangkan. Propranolol, labetalol, dan esmolol pernah berhasil

digunakan selama intrapartum. Preeklampsia berat, infeksi, atau anemia yang menyertai

harus ditangani secara agresif.1

B. Hiperemesis Gravidarum dan Tirotoksikosis Gestasional

Banyak wanita dengan hiperemis gravidarum memperlihatkan peningkatan kadar

abnormal kadar tiroksin serum dan penurunan kadar tirotropin. Hal ini terjadi karena

stimulasi reseptor tirotopin oleh kadar HCG yang tinggi (tetapi masih normal) pada

kehamilan. Keadaan transien ini juga disebut tirotoksikosis gestasional. Bahkan jika

berkaitan dengan hiperemis gravidarum, obat antitiroid tidak dianjurkan (American College

of Obstetricians and Gynecologist, 2002). Kadar tiroksin dan tirotropin serum menjadi leih

normal menjelang pertengahan kehamilan.1

C. Penyakit Trofoblastik Gestasional

Kadar tiroksin pada wanita dengan kehamilan mola biasanya cukup meningkat. Kadar

HCG yang abnormal berlebihan, menyebabkan rangsangan berlebihan pada reseptor TSH.

Kini, hipertiroidisme klinis semakin jarang dijumpai karena tumor-tumor tersebut didiagnosis

lebih dini. Kadar T4 bebas serum biasanya mnjadi normal sejajar dengan penurunan

konsentrasi HCG dengan terapi definitif.1

22

Page 23: Css Hipertiroid

D. Hipertiroidisme Subklinis

Kini gangguan tiroid subklinis dapat diidentifikasi dengan diperkenalkannya pemeriksaan

tirotropin generasi ketiga yang memiliki sensitivitas analitik 0,002 mU/mL ke dalam praktis

klinis. Kadar-kadar yang ekstrem secara biokimiawi, biasanya mencerminkan variasi biologis

normal tetapi mungkin juga menandai tahap terdini disfungsi tiroid. Hipertiroidisme

subklinis ditandai oleh konsentrasi tirotropin serum yang rendah abnormal dengan kadar

hormon tiroksin dalam kisaran normal. Prevalensi keseluruhan adalah sekitar 4 persen, dan

sekitar separuh dari pasien telah mendapat terapi pengganti tiroksin secara berlebihan yang

menekan TSH. Pada separuh pasien lainnya, perjalanan tirotoksikosis subklinis bervariasi,

tetapi banyak pasien tidak berkembang menjadi tirotoksikosis yang nyata. Jika tidak terdapat

sebab yang jelas dari penekanan persisten TSH pada wanita muda sehat asimptomatik,

tampaknya logis jika pada saat ini dilakukan pemantauan berkala untuk mendeteksi

munculnya penyakit.9

Efek jangka panjang tiroksikosis subklinis persisten ini antara lain adalah osteoporosis,

morbiditas kardiovaskular, dan perkembangan menjadi tirotoksikosis nyata atau gagal tiroid.

Casey dan Leveno mengidentifikasi hipertiroidisme subklinis pada 1,7 persen wanita hamil.

Terutam para peneliti memperlihatkan bahwa hipertiroidisme subklinis tidak berkaitan

dengan ganggual hasil akir kehamilan.1

Penatalaksanaan

Saat ini belum ada bukti yang meyakinkan bahwa hipertiroid subklinis pada wanita tak

hamil tidak perlu diterapi. Oleha karena itu, terapi tersebut jelas tidak dianjurkan pada

kehamilan karena obat antitiroid dapat mencapai janin. Wanita yang diketahui mengalami

hipertiroidisme subklinis mungkin perlu menjalani surveilans berkala, dan sekitar seperuh

akhirnya memperlihatkan konsentrasi tirotropin yang normal.1

DAFTAR PUSTAKA

23

Page 24: Css Hipertiroid

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ et al. Obstetri Williams. Edisi 23. Volume 2.

Jakarta: EGC; 2013. hal: 1714-7.

2. Prawirohardjo, S. Sp.OG. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Jakarta. 2010. Hal : 846-57

3. Garry D. Penyakit Tiroid dalam Kehamilan. Rumah Sakit Umum Daerah Manggala,

Lampung, Indonesia. CDK 206, volume 40 nomor 7. Lampung. 2013.

4. American Association of Clinical Endocrinologist. The Endocrine Society Clinical

Guildekines. Management of Thyroid Dysfunction During Pregnancy and Post Partum :

An Endocrine Society Clinical Practice Guildeline. 2007

5. Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem Endokrin. EGC. Jakarta. 2005. Hal : 683-95

6. Djokomoeljanto, R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Kelenjar Tiroid, Hipotiroid, dan

Hipertiroid. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI. Juli 2006. Hal 1933-43

7. Sadler T.W. Embriologi Kedokteran Langman. Cetakan I. Jakarta: EGC; 2000. Hal 329-

331

8. Schteingart, David E. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Gangguan

Kelenjar Tiroid.Edisi ke-6.Volume 2. EGC. Jakarta. 2006. Hal 1225-36

9. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.. PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2006. Hal : 285-87

10. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ et al. Obstetri Williams Panduan Ringkas. Edisi

21. Volume 2. Jakarta: EGC; 2009. Hal 679-81

11. Faizi Muhammad , E Netty. Divisi Endokrinologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair

RSU Dr. Soetomo Surabaya. Penatalaksanaaan Hipertiroid Pada Anak. Naskah Lengkap

Kongres PERKENI 2006

24