Top Banner
AYU NUR ROHMAWATI3613100015 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN “PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)
16

CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

Mar 25, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

AYU NUR ROHMAWATI3613100015

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

“PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM

PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI

(STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

Page 2: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM

PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI

(STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

Rudi S. Suyono

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sejak jaman dahulu kala sungai telah menjadi sarana

trasnportasi utama bagi manusia, sungai tidak hanya menjadi sarana

transportasi melainkan juga menjadi sumber kehidupan bagi manusia.

Maka dari itu tidak heran jika banyak kota-kota yang awalnya

berkembang dari daerah di sekitar sungai seperti Kota Pontianak.

Sejak kota Pontianak berdiri, transportasi utama yang

digunakan oleh masyarakat adalah sistem transportasi sungai. Namun

seiring dengan berjalannya waktu, transportasi sungai ini mulai

ditinggalkan karena masyarakat lebih memilih transportasi jalan

darat. Akan tetapi, kondisi daerah yang luas dengan permukiman

terpencar-pencar yang banyak dipisahkan oleh sungai-sungai akan

sangat ideal jika sistem transportasi sungainya dikembangkan dan

dioptimalkan lagi menjadi sarana trasnportasi yang utama dan terpadu

di Kalimantan Barat.

Sebelum diadakan pembangunan sarana transportasi terpadu

tersebut, diperlukan sebuah analisa pemilihan lokasi terlebih dahulu

agar didapatkan lokasi dermaga yang optimal, sehingga tujuan dari

pembangunan tersebut dapat tercapai. Untuk mendapatkan lokasi yang

optimal tersebut dilakukan analisis lokasi dengan menggunakan metode

proses hierarki analitik yang merupakan salah satu metode analisis

pemilihan lokasi yang nantinya akan diajarkan pada mata kuliah

analisis lokasi dan keruangan. Sehingga jurnal ini bisa menjadi

Page | 1

Page 3: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

salah satu sarana pembelajaran mengenai teori lokasi dan metode

analisis pemilihan lokasi.

I.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan critical review ini adalah untuk

memahami implikasi teori-teori lokasi terhadap penentuan lokasi

dermaga bongkar muat angkutan sungai di kota Pontianak) serta

melakukan kajian secara kritis terhadap jurnal ini.

1.3 Sistematika penulisan

Bab I : Merupakan bab pendahuluan dan awal dari makalah ini. Bab ini

berisikan latar belakang, tujuan pembuatan tugas, serta sistematika

penulisan dari critical review jurnal “Penggunaan metode proses

hirarki analitik dalam penentuan lokasi dermaga bongkar muat

angkutan sungai (studi kasus: Kota Pontianak)”

Bab II : Berisi tentang tinjauan pustaka mengenai teori lokasi

Christaller serta konsep proses hirarki analitik

Bab III : Berisi mengenai alasan pemilihan lokasi, faktor-faktor

lokasi, implikasi teori terhadap Lokasi yang dipilih untuk menjadi

dermaga bongkar muat angkutan sungai di Kota Pontianak

Bab IV : Berisi mengenai kritik terhadap jurnal “Penggunaan

metode proses hirarki analitik dalam penentuan lokasi dermaga

bongkar muat angkutan sungai (studi kasus: Kota Pontianak)”

Bab V : Merupakan bab akhir dari makalah ini yang berisi penutup.

Meliputi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan makalah dan lesson

learned.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Konsep dasar teori Central Place Christaller

Walter Christaller adalah seorang geographer yang pertama kali

memperkenalkan teori central place pada tahun 1933. Teori ini

Page | 2

Page 4: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

menjelaskan distribusi spasial kota dalam suatu ruang. Christaller

berpendapat bahwa tujuan utama sebuah pusat permukiman atau pasar

adalah menyediakan barang dan jasa untuk populasi di lingkungan

sekitarnya.

Teori Central place menggunakan konsep dasar threshold dan

range. Threshold adalah area pasar minimum atas suatu barang maupun

jasa untuk dapat ditawarkan secara ekonomis. Sedangkan range adalah

jarak maksimum dimana konsumen mampu melakukan perjalanan untuk

menjangkau suatu komoditi atau jasa tersebut. Teori Christaller

mengasumsikan kondisi ideal dimana sebuah dataran homogen yang sama

dengan kepadatan populasi dan daya beli yang sama. Dalam hal ini,

teori central place mirip dengan teor lokasi Weber dan Von Thunen,

dimana lokasi diasumsikan euclidean, dataran isotropic dengan

kemampuan daya beli konsumen yang sama besar ke segala arah.

Christaller berpendapat bahwa barang dan jasa dapat

dikategorikan menjadi rangkaian tingkatan dari kekhususan rendah

atau orde dasar (seperti produk pangan) sampai orde tinggi atau

memiliki kekhususan tinggi (seperti sebuah tingkatan layanan

kesehatan atau tingkatan alat-alat rumah tangga maupun

kendaraan).Pengelompokan produk berdasarkan intensitas kebutuhannya

yaitu sebagai berikut:

Kelompok 1: diperlukan sehari-hari: produk pangan.

Kelompok 2: diperlukan setiap 3 bulan sekali: sandang, peralatan

rumah tangga, dll.

Kelompok 3: diperlukan setahun sekali: furniture.

Kelompok 4: barang mewah, kendaraan.

Semakin tinggi kelompok barang, range dan thresholdnya

semakin luas. Dalam konsep ruang, makin luas wilayah pemasaran suatu

barang, ordenya semakin tinggi. Pada contoh diatas, barang kelompok

4 termasuk pada orde I, barang kelompok 3 sebagai orde II, dst.

Masing-masing item atau jasa memiliki optimal market areanya masing-

Page | 3

Page 5: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

masing dan dapat digambarkan sebagai sebuah radius lingkaran. Untuk

memastikan bahwa seluruh bagian dataran terlayani, maka seluruh

lingkaran market area (range) harus tumpang tindih.

Range yang tumpang tindih dibagi antara dua pusat yang

berdekatan sehingga terbentuk areal heksagonal yang menutupi seluruh

wilayah yang tidak tumpang tindih. Tiap komoditi berdasarkan

tingkatan memiliki heksagonal sendiri-sendiri. Dengan menggunakan k

= 3, barang orde I lebar heksagonalnya 3 kali heksagonal barang orde

II, dst. Tiap heksagonal memiliki pusat yang besar-kecilnya sesuai

dengan besarnya heksagonal tersebut. Heksagonal yang sama besarnya

tidak saling tumpang tindih, tetapi antara heksagonal yang tidak

sama besarnya akan terjadi tumpang tindih. Terdapat komoditi yang

range nya luas, sedang, atau kecil. Hirarki yang sama memiliki

daerah pemasaran yang tidak tumpang tindih, tetapi hirarki yang

berbeda memiliki daerah pemasaran yang tumpang tindih. Berbagai

jenis barang pada orde yang sama cenderung bergabung pada pusat dari

wilayahnya sehingga pusat itu menjadi lokasi konsentrasi

(kota)/central place. Pusat dari hirarki yang lebih rendah berada

pada sudut dari hirarki yang lebih tinggi sehingga pusat yang lebih

rendah berada pada pengaruh tiga hirarki yang lebih tinggi. Pusat

dari beberapa wilayah yang lebih rendah berada di dalam heksagonal

dari pusat yang lebih tinggi.

Walaupun heksagonal hanya menggambarkan wilayah pemasaran

dari barang dengan orde yang berbeda, tetapi christaller mengaitkan

teorinya dengan susunan orde perkotaan. Ada kota yang menjual barang

orde IV, III, dst. Kota yang menjual barang orde tertinggi sampai

terendah dinyatakan sebagai kota orde I. Makin rendah orde barang

yang bisa disediakan oleh suatu kota, orde kotanya juga makin

rendah.

Page | 4

Page 6: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

Gambar 1. Konsep Heksagon Christraller yang Mendasari Teori

Orde kota

Kondisi ini menimbulkan beberapa kota memiliki orde yang lebih

tinggi daripada desa yang memiliki orde yang lebih rendah. Akhirnya,

muncullah konsep hirarki kota. Teori Christaller ini tidak hanya

terbatas bisa diterapkan pada barang dan jasa saja melainkan juga

pada fasilitas umum termasuk dermaga, karena dalam penyediaan

fasilitas umum telah terdapat ketentuan-ketentuan tertentu antara

lain jumlah fasilitas umum tertentu pada suatu wilayah dan luas

jangkauan seperti model Christaller.

II.2 Proses Hirarki Analitik

Proses Hirarki Analitik (PHA) adalah model yang memberikan

kesempatan untuk membangun gagasan dan mendefinisikan persoalan

dengan membuat asumsi dan memperoleh pemecahan yang diinginkan

darinya. Sedangkan dalam proses perbandingan berpasangan, penilaian

dilakukan dengan membandingkan komponen berdasarkan skala penilaian.

Sedangkan dalam proses perbandingan berpasangan, penilaian dilakukan

dengan membandingkan komponen berdasarkan skala penilaian.

Tabel 1. Nilai perbandingan berpasangan antarvariabel

Tingkat

kepenting

an

Definisi Variabel Penjelasan

1 Kedua elemen sama

pentingnya

Kedua elemen memberikan

pengaruh yang sama pentingnya3 Elemen yang satu sedikit

lebih penting dibaning

Pengalaman dan pertimbangan

Page | 5

Page 7: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

elemen lainnya sedikit memihak elemen satu5 Elemen yang lebih

esensial dibanding

elemen lainnya

Pengalam dan penilaian dengan

kuat memihak elemen satu

7 Elemen yang lebih jelas

penting dibanding elemen

lainnya

Elemen yang satu dengan kuat

disukai dan didominasinya

tampak nyata dalam praktek9 Satu elemen mutlak lebih

penting dibandingkan

elemen lainnya

Bukti yang memihak elemen salah

satu elemen pada tingkat yang

lebih tinggi dari elemen

lainnya 2, 4, 6,

8

Nilai-nilai tengah

antara dua penilaian

yang berdekatan

Diperlukan kompromi antara dua

pertimbangan

Kebalikan

dari

nilai

diatas

Jika aktivitas I mendapat satu angka bila dibandingkan

dengan aktivitas j maka j mempunyai nilai kebalikannya

bila dibandingkan dengan i

Saaty mengajukan perhitungan indeks

konsistensi untuk mengukur konsistensi

pengambil keputusan dalam membandingkan

elemen pada matriks penilaian.

Selanjutnya indeks konsisten ditransfer

sesuai dengan orde atau ukuran matriks

menjadi suatu rasio konsistensi, rasio konsistensi harus ≤ 10%.

Misalkan matriks seperti berikut ini:

Dari rumus ini berarti harus diperoleh ʎmaks ≥ n untuk

matriks banding berpa-sangan. Selanjutnya CI dibandingkan dengan

indeks konsistensi random (Random Index, RI). Perbandingan antara CI

dan RI didefinisikan sebagai Rasio Konsistensi (CR). Menurut Saaty

penilaian yang diterima adalah matriks yang mempunyai CR ≤ 0.10.

Page | 6

Page 8: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

Pada pengujian konsistensi hirarki, total CI diperoleh dengan

melakukan pembobotan tiap CI dengan prioritas elemen yang

berkaitan dengan faktor yang dibandingkan, kemudian menjumlahkan

seluruh hasilnya. Dasar untuk menguji konsistensi adalah mengetahui

hasil konsistensi indeks dan vektor eigen dari matriks

III. Pembahasan

Jurnal ini meneliti mengenai penggunaan metode proses hirarki

analitik dalam penentuan lokasi dermaga bongkar muat angkutan sungai

di Kota Pontianak,yang bertujuan untuk menganalisis dan memilih

dermaga bongkar muat untuk angkutan sungai di Kota Pontianak dengan

menggunakan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA).

III.1 Alasan pemilihan lokasi

Kota Pontianak merupakan salah satu kota yang masih

memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi, Maka dari kota ini

memiliki 28 fasilitas dermaga kapal pedalaman yang dengan dermaga

utama:

a. Dermaga Kapuas Indah, dengan luas 420 m2, kecepatan arus 0,6 m/s,

kedalaman 8m dan trayek adalah Pontianak-Putusibau, Pontianak-

Bantil, Pontianak-Kubu Padi, Pontianak-Tayan, Pontianak-

Sukalanting.

b. Dermaga Seng-Hei, dengan luas 82 m2, kecepatan arus 0,6 m/s,

kedalaman 8m dan trayek Pontianak-Sukalanting, Pontianak-Radak,

Pontianak-Terentang, Pontianak- Tanjung Manggis, Pontianak- Kubu,

Pontianak-Padang Tikar.

c. Dermaga Terminal Induk Sungai Raya, dengan luas 500 m2,

kecepatan arus 0,9 m/s dan kedalaman 11 m.

Pemilihan lokasi dermaga yang optimal harus memenuhi

persyaratan kriteria teknis dan kriteria operasional. Kriteria

teknis terdiri dari kedalaman dermaga, luas dermaga, kecepatan arus

pada dermaga, dan letak dermaga. Sedangkan persyaratan kriteria

Page | 7

Page 9: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

operasionalnya meliputi biaya, waktu, jarak dan volume barang.

Ketiga dermaga besar yang telah dijelaskan di atas dipilih menjadi

dermaga-dermaga yang akan dianalisis untuk menjadi dermaga bongkar

muat angkutan sungai karena dermaga-dermaga tersebut memiliki luas

yang paling besar diantara dermaga-dermaga yang lain sesuai dengan

syarat teknis pemilihan lokasi dermaga yang optimal.

Proses pemilihan lokasi dermaga dengan metode proses hirarki

analitik ini meliputi proses hirarki analitik pada level II dan

proses hirarki analitik level III. Proses hirarki analitik level II

ini bertujuan untuk memperoleh seperangkat prioritas menyeluruh bagi

suatu persoalan pengambilan keputusan, dengan cara melakukan

penyatuan yang dibuat dalam perbandingan berpasangan dengan

melakukan pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan satu

bilangan tunggal seperti disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Matriks perbandingan kriteria

Kriteria Teknis Operasion

al Teknis 1 1/3Operasion

al

3 1

Jumlah 4 1,33Tabel 3. Hasil analisis pertimbangan kriteria

kriteria Teknis Operasional Jumlah baris Rata-rataTeknis 0,25 0,25 0,5 0,25

Operasional 0,75 0,75 1,5 0,75Dari matriks ini dapat disimpulkan bahwa pada level criteria,

faktor operasional lebih penting (dengan prosentase 75%) dari faktor

teknis (prosentase 25%).

Proses hirarki analitik pada level III ini memiliki tujuan

yang sama dengan level II namun matriks perbandingannya berbeda,

yaitu matrik perbandingan dan hasil analisis pertimbangan sub

Page | 8

Page 10: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

kriteria teknis (tabel 4 dan 5) dan matriks pertimbangan dan hasil

analisis pertimbangan sub kritaria operasional (tabel 6 dan 7)

Tabel 4. Matriks perbandingan kriteria teknis

Teknis Kedalaman

dermaga

Luas dermaga Kecepatan

arus

Letak

dermagaKedalaman

dermaga

1 1/3 3 1/5

Luas dermaga 3 1 3 1/5Kecepatan

arus

1/3 1/3 1 1/5

Letak

dermaga

5 3 5 1

Jumlah 9,33 4,67 12 1,73Tabel 5. Hasil sintesis pertimbangan kriteria teknis

Teknis Kedalama

n

dermaga

Luas

dermaga

Kecepata

n arus

Letak

dermaga

Jumla

h

baris

Rata-rata

jumlah

barisKedalaman

dermaga

0,11 0,07 0,25 0,12 0,54 0,14

Luas dermaga 0,32 0,21 0,25 0,19 0,98 0,24Kecepatan

arus

0,04 0,07 0,08 0,12 0,31 0,08

Letak

dermaga

0,54 0,64 0,64 0,58 2,17 0,54

Tabel 6. Matriks perbandingan criteria operasional

Operasional Biaya Waktu Jarak Volume

barangBiaya 1 3 3 3Waktu 1/3 1 1 3Jarak 1/3 1 1 3Volume 1/3 1/3 1/3 1

Page | 9

Page 11: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

barangJumlah 2 5,33 5,33 10

Tabel 7. Hasil sistesis pertimbangan criteria operasional

Operasional Biaya Waktu Jarak Volum

e

baran

g

Jumla

h

baris

Rata-rata jumlah

baris

Biaya 1 3 3 3 1,93 0,48Waktu 1/3 1 1 3 0,84 0,21Jarak 1/3 1 1 3 0,84 0,21Volume

barang

1/3 1/3 1/3 1 0,39 0,10

Dari matrik ini (Tabel 5) dapat disimpulkan untuk

subkriteria teknis, letak dermaga dinilai sebagai faktor yang paling

penting dengan prosentase sebesar 54%, kemudian luas dermaga dengan

prosentase sebesar 24%, kedalaman dermaga dengan prosentase sebesar

14%. Sedangkan untuk subkriteria operasional, dapat dilihat pada

tabel 7 biaya dinilai sebagai faktor yang paling penting dengan

prosentase sebesar 48%, kemudian waktu dan jarak sama-sama memiliki

prosentase sebesar 21%, dan terakhir volume barang dengan prosentase

paling kecil yaitu 10%,

Untuk mendapatkan lokasi dermaga yang paling optimal dari

ketiga dermaga yang ada maka perlu dicari prosentase rata-rata dari

ketiga dermaga tersebut untuk setiap criteria

Tabel 10. Hasil analisis proses hirarki untuk masing-maisng dermaga

berdasarkan criteria teknis dan operasional

Kriteria Dermaga

Kapuas Indah

Dermaga

Seng Hei

Dermaga

Induk Sungai

RayaKriteria teknis :

- Kedalaman dermaga 20% 20% 60%

Page | 10

Page 12: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

- Luas dermaga

- Kecepatan arus

- Letak dermaga

26%

43%

45%

11%

43%

45%

63%

14%

10%Jumlah criteria

teknis

134% 119% 147%

Rata-rata jumlah* 33,5% 29,75 36,75%Rata-rata x 25%* 0,08 0,07 0.09Kriteria Operasional:

- Biaya

- Waktu

- Jarak

- Volume barang

43%

43%

43%

63%

43%

43%

43%

11%

14%

14%

14%

26%Jumlah criteria

operasional

192% 140% 68%

Rata-rata jumlah* 48% 35% 17%Rata-rata x 75%* 0,36 0,26 0,13Hasil akhir* 0,44 0,33 0,21

(*) = Ditambahkan sendiri oleh pe-review

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dermaga bongkar muat

angkutan sungai yang paling optimal adalah Dermaga Kapuas Indah

karena memiliki prosentase tertinggi dilihat dari penggabungan nilai

rata-rata criteria teknik dan criteria operasional yaitu 44%,

kemudian Dermaga Seng Hei dengan prosentase 33% dan Dermaga Induk

Sungai Raya dengan prosentase 21%.

III.2 Faktor-faktor penentu lokasi dermaga

Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa pemilihan lokasi

dermaga yang optimal harus memenuhi persyaratan kriteria teknis yang

terdiri dari kedalaman dermaga, luas dermaga, kecepatan arus pada

dermaga, serta letak dermaga dan kriteria operasional.yang terdiri

dari biaya, waktu, jarak dan volume barang. Sub-sub kriteria

Page | 11

Page 13: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

tersebut juga manjadi faktor-faktor yang menentukan dermaga yang

mana yang paling optimal untuk digunakan sebagai dermaga bongkar

muat angkutan sungai di Kota Pontianak. Sehingga faktor-faktor

penentu lokasi dermaga yang paling optimal adalah:

1. Faktor alam yaitu kecepatan arus dan kedalaman dermaga, Kecepatan

arus sungai merupakan hal yang terjadi secara alamiah dan tidak

direkayasa oleh manusia. Kedalam dermaga sebenarnya adalah faktor

alam, akan tetapi kedalaman dermaga ini masih dapat dirubah oleh

manusia dengan menggunakan bantuan faktor teknologi

2. Faktor ekonomi meliputi faktor biaya operasional, semakin kecil

biaya yang harus dikeluarkan untuk memanfaatkan dermaga (daya

beli) tersebut maka dermaga tersebut akan semakin diminati

3. Faktor geografis meliputi letak dermaga, karena jika dermaga

tersebut terletak pada daerah dengan mobilitas penduduk yang

tinggi akan manjadikan pemanfaatan dermaga menjadi lebih optimal.

4. Faktor kebijakan, kebijakan yang dimaksud disini adalah kebijakan

yang dibuat oleh pengelola masing-masing dermaga yang meliputi

waktu operasional, jarak tempuh operasional, volume barang yang

dapat ditampung oleh dermaga dan luas dermaga. Luas dermaga bisa

saja berubah sesuai dengan kebutuhan yang diatur didalam

kebijakan.

III.3 Implementasi teori Christaller pada pemilihan lokasi dermaga

Christaller berpendapat bahwa sebuah kota harus mampu memenuhi

kebutuhan masyarakat kota itu sendiri, seperti pemenuhan akan pasar

dan fasilitas umum lainnya termasuk saran transportasi darat, laut,

dan udara jika memang dibutuhkan. Dermaga bongkar muat juga

merupakan salah satu fasilitas umum yang memang dibutuhkan di kota

ini untuk menunjang kegiatan perekonomian khususnya dalam hal

distribusi barang. Pendistribusian barang melalui jalur sungai

dinilai lebih ekonomis dibandingkan melalui jalan darat, ditambah

Page | 12

Page 14: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

lagi kondisi geografis kota Pontianak yang wilayahnya banyak

dipisahkan oleh sungai-sungai besar.

Seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa

tingkatan layanan fasilitas umum masuk kedalam kelompok dengan

tingkat kekhususan tinggi sehingga memiliki orde tinggi. Orde tinggi

tersebut mengindikasikan bahwa fasilitas umum memiliki tingkat

jangkauan yang tinggi sehingga seharusnya berada di pusat kota

melainkan berlokasi di pinggiran kota. Konsep ini diimplimentasikan

didalam pemilihan lokasi dermaga bongkat muat ini. Dermaga yang

diteliti didalam jurnal ini merupakan dermaga yang memang lokasinya

tidak berdekatan dengan pusat kota.

Disamping itu penempatan dermaga yang berdekatan dengan pangsa

pasar pengguna jasa dermaga itu sendiri sesuai dengan teori

Christaller yang menyatakan bahwa usaha perdagangan dan jasa lebih

baik berlokasi di dekat pasar agar mendapatkan banyak konsumen,

karena perilaku konsumsi konsumen juga memperhitungnya biaya

transportasi untuk mencapai lokasi yang dituju. Sehingga konsumen

cenderung memilih tempat yang paling dekat dengan lokasinya. Dengan

menerapkan teori lokasi Christaller, ketiga dermaga tersebut dapat

berkembang dengan baik,

IV. KRITIK TERHADAP JURNAL

Jurnal ini merupakan jurnal yang membahas mengenai penentuan

lokasi, akan tetapi jurnal ini tidak memuat teori lokasi apa yang

digunakan untuk menentukan lokasi dermaga bongkar muat, sehingga

pembaca harus mencari dan menganalisa sendiri mengenai teori apa

yang digunakan. Selain itu tabel-tabel yang ada pada jurnal ini juga

tidak mencantumkan sumber tabel, padahal sumber tabel itu penting

untuk mengetahui apakah data-data yang ada pada tabel merupakan

data-data yang benar dan berasal dari sumber yang bisa dipercaya

atau tidak.

Page | 13

Page 15: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

Disamping itu penjelasan mengenai criteria teknik dan

operasional juga kurang jelas,sehingga berpotensi mengakibatkan

multitafsir dari pembaca jurnal ini. Hasil akhir dari analisa

penentuan lokasi dermaga bongkat muat ini juga hanya sebatas

pemilihan lokasi berdasarkan salah satu criteria saja. Seharusnya

pemilihan lokasi yang optimal memperhitungkan kedua criteria dengan

prosentase yang telah diketahui dari hasil analisis peneliti.

Sehingga hasil akhir dari penelitian ini benar-benar tercapai yakni

memilih lokasi dermaga bongkar muat yang optimal di Kota Pontianak.

V. PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Teori lokasi yang bisa digunakan sebagai pendekatan pada

jurnal analisa lokasi ini teroi lokasi christaller, karena berkaitan

dengan jangkauan pelayanan fasilitas umum. Dengan menggunakan metode

proses hirarki analisis dapat diketahui lokasi yang paling optimal

bagi dermaga bongkar muat di kota pontianak. berdasarkan hasil

perhitungan diketahui bahwa dermaga yang paling optimal untuk

dijadikan dermaga bongkar muat sungai adalah dermaga kapuas indah

karena dermaga ini memiliki nilai prosentase tertinggi dibandingkan

dua dermaga lainnya.

Terdapat beberapa hal yang bisa dikritisi dari jurnal ini

antara lain, tidak adanya pendekatan teori dalam penentuan lokasi

dermaga, sumber tabel tidak ditulis, tidak dibahas mengenai hasil

akhir lokasi terpilih yang memiliki nilai prosentase tertinggi.

5.2 Lesson learned

Teori Christaller tidak hanya bisa dipergunakan untuk menentukan

lokasi perdagangan dan jasa melainkan juga untuk menganalisis lokasi

fasilitas umum karena teori Christaller juga membahasa mengani luas

jangkauan. dimana untuk menentukan lokasi infrastruktur juga perlu

memperhatikan pula standar dan wilayah jangkaun dari infrastrutktur

Page | 14

Page 16: CRITICAL REVIEW JURNAL PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM  PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI  (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

tersebut . Teori lokasi Christaller jika diimplementasikan dengan

benar akan memberikan keuntungan bagi pelaku dunia usaha, karena

teori ini melakukan pendekatan kepada pasar. Dengan melakukan

pendekatan terhadap pasar, maka kemungkinan mendapatkan konsumen

semakin besarSelain itu untuk menentukan lokasi dermaga agar

pemanfaatan dermaga tersebut menjadi optimum perlu memperhatikan 2

kriteria utama yaitu kriteria teknis dan kriteria operasional,

dimana kriteria operasional memiliki peranan yang dominan.

Melalui tugas ini saya juga menjadi tau bagaimana cara menentukan

atau memilih lokasi dengan beberapa kriteria sekaligus dengan

menggunankan metode proses hirarki analisis, disamping itu kemampun

analisa juga diasah melalui proses identifikasi teori lokasi yang

digunakan pada jurnal ini.

Daftar Pustaka

Santoso, Eko Budi , 2012. Diklat Analisis Lokasi Keruangan, Surabaya

Page | 15