AYU NUR ROHMAWATI3613100015 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN “PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)
AYU NUR ROHMAWATI3613100015
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
“PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM
PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI
(STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)
PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM
PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI
(STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)
Rudi S. Suyono
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sejak jaman dahulu kala sungai telah menjadi sarana
trasnportasi utama bagi manusia, sungai tidak hanya menjadi sarana
transportasi melainkan juga menjadi sumber kehidupan bagi manusia.
Maka dari itu tidak heran jika banyak kota-kota yang awalnya
berkembang dari daerah di sekitar sungai seperti Kota Pontianak.
Sejak kota Pontianak berdiri, transportasi utama yang
digunakan oleh masyarakat adalah sistem transportasi sungai. Namun
seiring dengan berjalannya waktu, transportasi sungai ini mulai
ditinggalkan karena masyarakat lebih memilih transportasi jalan
darat. Akan tetapi, kondisi daerah yang luas dengan permukiman
terpencar-pencar yang banyak dipisahkan oleh sungai-sungai akan
sangat ideal jika sistem transportasi sungainya dikembangkan dan
dioptimalkan lagi menjadi sarana trasnportasi yang utama dan terpadu
di Kalimantan Barat.
Sebelum diadakan pembangunan sarana transportasi terpadu
tersebut, diperlukan sebuah analisa pemilihan lokasi terlebih dahulu
agar didapatkan lokasi dermaga yang optimal, sehingga tujuan dari
pembangunan tersebut dapat tercapai. Untuk mendapatkan lokasi yang
optimal tersebut dilakukan analisis lokasi dengan menggunakan metode
proses hierarki analitik yang merupakan salah satu metode analisis
pemilihan lokasi yang nantinya akan diajarkan pada mata kuliah
analisis lokasi dan keruangan. Sehingga jurnal ini bisa menjadi
Page | 1
salah satu sarana pembelajaran mengenai teori lokasi dan metode
analisis pemilihan lokasi.
I.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan critical review ini adalah untuk
memahami implikasi teori-teori lokasi terhadap penentuan lokasi
dermaga bongkar muat angkutan sungai di kota Pontianak) serta
melakukan kajian secara kritis terhadap jurnal ini.
1.3 Sistematika penulisan
Bab I : Merupakan bab pendahuluan dan awal dari makalah ini. Bab ini
berisikan latar belakang, tujuan pembuatan tugas, serta sistematika
penulisan dari critical review jurnal “Penggunaan metode proses
hirarki analitik dalam penentuan lokasi dermaga bongkar muat
angkutan sungai (studi kasus: Kota Pontianak)”
Bab II : Berisi tentang tinjauan pustaka mengenai teori lokasi
Christaller serta konsep proses hirarki analitik
Bab III : Berisi mengenai alasan pemilihan lokasi, faktor-faktor
lokasi, implikasi teori terhadap Lokasi yang dipilih untuk menjadi
dermaga bongkar muat angkutan sungai di Kota Pontianak
Bab IV : Berisi mengenai kritik terhadap jurnal “Penggunaan
metode proses hirarki analitik dalam penentuan lokasi dermaga
bongkar muat angkutan sungai (studi kasus: Kota Pontianak)”
Bab V : Merupakan bab akhir dari makalah ini yang berisi penutup.
Meliputi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan makalah dan lesson
learned.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Konsep dasar teori Central Place Christaller
Walter Christaller adalah seorang geographer yang pertama kali
memperkenalkan teori central place pada tahun 1933. Teori ini
Page | 2
menjelaskan distribusi spasial kota dalam suatu ruang. Christaller
berpendapat bahwa tujuan utama sebuah pusat permukiman atau pasar
adalah menyediakan barang dan jasa untuk populasi di lingkungan
sekitarnya.
Teori Central place menggunakan konsep dasar threshold dan
range. Threshold adalah area pasar minimum atas suatu barang maupun
jasa untuk dapat ditawarkan secara ekonomis. Sedangkan range adalah
jarak maksimum dimana konsumen mampu melakukan perjalanan untuk
menjangkau suatu komoditi atau jasa tersebut. Teori Christaller
mengasumsikan kondisi ideal dimana sebuah dataran homogen yang sama
dengan kepadatan populasi dan daya beli yang sama. Dalam hal ini,
teori central place mirip dengan teor lokasi Weber dan Von Thunen,
dimana lokasi diasumsikan euclidean, dataran isotropic dengan
kemampuan daya beli konsumen yang sama besar ke segala arah.
Christaller berpendapat bahwa barang dan jasa dapat
dikategorikan menjadi rangkaian tingkatan dari kekhususan rendah
atau orde dasar (seperti produk pangan) sampai orde tinggi atau
memiliki kekhususan tinggi (seperti sebuah tingkatan layanan
kesehatan atau tingkatan alat-alat rumah tangga maupun
kendaraan).Pengelompokan produk berdasarkan intensitas kebutuhannya
yaitu sebagai berikut:
Kelompok 1: diperlukan sehari-hari: produk pangan.
Kelompok 2: diperlukan setiap 3 bulan sekali: sandang, peralatan
rumah tangga, dll.
Kelompok 3: diperlukan setahun sekali: furniture.
Kelompok 4: barang mewah, kendaraan.
Semakin tinggi kelompok barang, range dan thresholdnya
semakin luas. Dalam konsep ruang, makin luas wilayah pemasaran suatu
barang, ordenya semakin tinggi. Pada contoh diatas, barang kelompok
4 termasuk pada orde I, barang kelompok 3 sebagai orde II, dst.
Masing-masing item atau jasa memiliki optimal market areanya masing-
Page | 3
masing dan dapat digambarkan sebagai sebuah radius lingkaran. Untuk
memastikan bahwa seluruh bagian dataran terlayani, maka seluruh
lingkaran market area (range) harus tumpang tindih.
Range yang tumpang tindih dibagi antara dua pusat yang
berdekatan sehingga terbentuk areal heksagonal yang menutupi seluruh
wilayah yang tidak tumpang tindih. Tiap komoditi berdasarkan
tingkatan memiliki heksagonal sendiri-sendiri. Dengan menggunakan k
= 3, barang orde I lebar heksagonalnya 3 kali heksagonal barang orde
II, dst. Tiap heksagonal memiliki pusat yang besar-kecilnya sesuai
dengan besarnya heksagonal tersebut. Heksagonal yang sama besarnya
tidak saling tumpang tindih, tetapi antara heksagonal yang tidak
sama besarnya akan terjadi tumpang tindih. Terdapat komoditi yang
range nya luas, sedang, atau kecil. Hirarki yang sama memiliki
daerah pemasaran yang tidak tumpang tindih, tetapi hirarki yang
berbeda memiliki daerah pemasaran yang tumpang tindih. Berbagai
jenis barang pada orde yang sama cenderung bergabung pada pusat dari
wilayahnya sehingga pusat itu menjadi lokasi konsentrasi
(kota)/central place. Pusat dari hirarki yang lebih rendah berada
pada sudut dari hirarki yang lebih tinggi sehingga pusat yang lebih
rendah berada pada pengaruh tiga hirarki yang lebih tinggi. Pusat
dari beberapa wilayah yang lebih rendah berada di dalam heksagonal
dari pusat yang lebih tinggi.
Walaupun heksagonal hanya menggambarkan wilayah pemasaran
dari barang dengan orde yang berbeda, tetapi christaller mengaitkan
teorinya dengan susunan orde perkotaan. Ada kota yang menjual barang
orde IV, III, dst. Kota yang menjual barang orde tertinggi sampai
terendah dinyatakan sebagai kota orde I. Makin rendah orde barang
yang bisa disediakan oleh suatu kota, orde kotanya juga makin
rendah.
Page | 4
Gambar 1. Konsep Heksagon Christraller yang Mendasari Teori
Orde kota
Kondisi ini menimbulkan beberapa kota memiliki orde yang lebih
tinggi daripada desa yang memiliki orde yang lebih rendah. Akhirnya,
muncullah konsep hirarki kota. Teori Christaller ini tidak hanya
terbatas bisa diterapkan pada barang dan jasa saja melainkan juga
pada fasilitas umum termasuk dermaga, karena dalam penyediaan
fasilitas umum telah terdapat ketentuan-ketentuan tertentu antara
lain jumlah fasilitas umum tertentu pada suatu wilayah dan luas
jangkauan seperti model Christaller.
II.2 Proses Hirarki Analitik
Proses Hirarki Analitik (PHA) adalah model yang memberikan
kesempatan untuk membangun gagasan dan mendefinisikan persoalan
dengan membuat asumsi dan memperoleh pemecahan yang diinginkan
darinya. Sedangkan dalam proses perbandingan berpasangan, penilaian
dilakukan dengan membandingkan komponen berdasarkan skala penilaian.
Sedangkan dalam proses perbandingan berpasangan, penilaian dilakukan
dengan membandingkan komponen berdasarkan skala penilaian.
Tabel 1. Nilai perbandingan berpasangan antarvariabel
Tingkat
kepenting
an
Definisi Variabel Penjelasan
1 Kedua elemen sama
pentingnya
Kedua elemen memberikan
pengaruh yang sama pentingnya3 Elemen yang satu sedikit
lebih penting dibaning
Pengalaman dan pertimbangan
Page | 5
elemen lainnya sedikit memihak elemen satu5 Elemen yang lebih
esensial dibanding
elemen lainnya
Pengalam dan penilaian dengan
kuat memihak elemen satu
7 Elemen yang lebih jelas
penting dibanding elemen
lainnya
Elemen yang satu dengan kuat
disukai dan didominasinya
tampak nyata dalam praktek9 Satu elemen mutlak lebih
penting dibandingkan
elemen lainnya
Bukti yang memihak elemen salah
satu elemen pada tingkat yang
lebih tinggi dari elemen
lainnya 2, 4, 6,
8
Nilai-nilai tengah
antara dua penilaian
yang berdekatan
Diperlukan kompromi antara dua
pertimbangan
Kebalikan
dari
nilai
diatas
Jika aktivitas I mendapat satu angka bila dibandingkan
dengan aktivitas j maka j mempunyai nilai kebalikannya
bila dibandingkan dengan i
Saaty mengajukan perhitungan indeks
konsistensi untuk mengukur konsistensi
pengambil keputusan dalam membandingkan
elemen pada matriks penilaian.
Selanjutnya indeks konsisten ditransfer
sesuai dengan orde atau ukuran matriks
menjadi suatu rasio konsistensi, rasio konsistensi harus ≤ 10%.
Misalkan matriks seperti berikut ini:
Dari rumus ini berarti harus diperoleh ʎmaks ≥ n untuk
matriks banding berpa-sangan. Selanjutnya CI dibandingkan dengan
indeks konsistensi random (Random Index, RI). Perbandingan antara CI
dan RI didefinisikan sebagai Rasio Konsistensi (CR). Menurut Saaty
penilaian yang diterima adalah matriks yang mempunyai CR ≤ 0.10.
Page | 6
Pada pengujian konsistensi hirarki, total CI diperoleh dengan
melakukan pembobotan tiap CI dengan prioritas elemen yang
berkaitan dengan faktor yang dibandingkan, kemudian menjumlahkan
seluruh hasilnya. Dasar untuk menguji konsistensi adalah mengetahui
hasil konsistensi indeks dan vektor eigen dari matriks
III. Pembahasan
Jurnal ini meneliti mengenai penggunaan metode proses hirarki
analitik dalam penentuan lokasi dermaga bongkar muat angkutan sungai
di Kota Pontianak,yang bertujuan untuk menganalisis dan memilih
dermaga bongkar muat untuk angkutan sungai di Kota Pontianak dengan
menggunakan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA).
III.1 Alasan pemilihan lokasi
Kota Pontianak merupakan salah satu kota yang masih
memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi, Maka dari kota ini
memiliki 28 fasilitas dermaga kapal pedalaman yang dengan dermaga
utama:
a. Dermaga Kapuas Indah, dengan luas 420 m2, kecepatan arus 0,6 m/s,
kedalaman 8m dan trayek adalah Pontianak-Putusibau, Pontianak-
Bantil, Pontianak-Kubu Padi, Pontianak-Tayan, Pontianak-
Sukalanting.
b. Dermaga Seng-Hei, dengan luas 82 m2, kecepatan arus 0,6 m/s,
kedalaman 8m dan trayek Pontianak-Sukalanting, Pontianak-Radak,
Pontianak-Terentang, Pontianak- Tanjung Manggis, Pontianak- Kubu,
Pontianak-Padang Tikar.
c. Dermaga Terminal Induk Sungai Raya, dengan luas 500 m2,
kecepatan arus 0,9 m/s dan kedalaman 11 m.
Pemilihan lokasi dermaga yang optimal harus memenuhi
persyaratan kriteria teknis dan kriteria operasional. Kriteria
teknis terdiri dari kedalaman dermaga, luas dermaga, kecepatan arus
pada dermaga, dan letak dermaga. Sedangkan persyaratan kriteria
Page | 7
operasionalnya meliputi biaya, waktu, jarak dan volume barang.
Ketiga dermaga besar yang telah dijelaskan di atas dipilih menjadi
dermaga-dermaga yang akan dianalisis untuk menjadi dermaga bongkar
muat angkutan sungai karena dermaga-dermaga tersebut memiliki luas
yang paling besar diantara dermaga-dermaga yang lain sesuai dengan
syarat teknis pemilihan lokasi dermaga yang optimal.
Proses pemilihan lokasi dermaga dengan metode proses hirarki
analitik ini meliputi proses hirarki analitik pada level II dan
proses hirarki analitik level III. Proses hirarki analitik level II
ini bertujuan untuk memperoleh seperangkat prioritas menyeluruh bagi
suatu persoalan pengambilan keputusan, dengan cara melakukan
penyatuan yang dibuat dalam perbandingan berpasangan dengan
melakukan pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan satu
bilangan tunggal seperti disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Matriks perbandingan kriteria
Kriteria Teknis Operasion
al Teknis 1 1/3Operasion
al
3 1
Jumlah 4 1,33Tabel 3. Hasil analisis pertimbangan kriteria
kriteria Teknis Operasional Jumlah baris Rata-rataTeknis 0,25 0,25 0,5 0,25
Operasional 0,75 0,75 1,5 0,75Dari matriks ini dapat disimpulkan bahwa pada level criteria,
faktor operasional lebih penting (dengan prosentase 75%) dari faktor
teknis (prosentase 25%).
Proses hirarki analitik pada level III ini memiliki tujuan
yang sama dengan level II namun matriks perbandingannya berbeda,
yaitu matrik perbandingan dan hasil analisis pertimbangan sub
Page | 8
kriteria teknis (tabel 4 dan 5) dan matriks pertimbangan dan hasil
analisis pertimbangan sub kritaria operasional (tabel 6 dan 7)
Tabel 4. Matriks perbandingan kriteria teknis
Teknis Kedalaman
dermaga
Luas dermaga Kecepatan
arus
Letak
dermagaKedalaman
dermaga
1 1/3 3 1/5
Luas dermaga 3 1 3 1/5Kecepatan
arus
1/3 1/3 1 1/5
Letak
dermaga
5 3 5 1
Jumlah 9,33 4,67 12 1,73Tabel 5. Hasil sintesis pertimbangan kriteria teknis
Teknis Kedalama
n
dermaga
Luas
dermaga
Kecepata
n arus
Letak
dermaga
Jumla
h
baris
Rata-rata
jumlah
barisKedalaman
dermaga
0,11 0,07 0,25 0,12 0,54 0,14
Luas dermaga 0,32 0,21 0,25 0,19 0,98 0,24Kecepatan
arus
0,04 0,07 0,08 0,12 0,31 0,08
Letak
dermaga
0,54 0,64 0,64 0,58 2,17 0,54
Tabel 6. Matriks perbandingan criteria operasional
Operasional Biaya Waktu Jarak Volume
barangBiaya 1 3 3 3Waktu 1/3 1 1 3Jarak 1/3 1 1 3Volume 1/3 1/3 1/3 1
Page | 9
barangJumlah 2 5,33 5,33 10
Tabel 7. Hasil sistesis pertimbangan criteria operasional
Operasional Biaya Waktu Jarak Volum
e
baran
g
Jumla
h
baris
Rata-rata jumlah
baris
Biaya 1 3 3 3 1,93 0,48Waktu 1/3 1 1 3 0,84 0,21Jarak 1/3 1 1 3 0,84 0,21Volume
barang
1/3 1/3 1/3 1 0,39 0,10
Dari matrik ini (Tabel 5) dapat disimpulkan untuk
subkriteria teknis, letak dermaga dinilai sebagai faktor yang paling
penting dengan prosentase sebesar 54%, kemudian luas dermaga dengan
prosentase sebesar 24%, kedalaman dermaga dengan prosentase sebesar
14%. Sedangkan untuk subkriteria operasional, dapat dilihat pada
tabel 7 biaya dinilai sebagai faktor yang paling penting dengan
prosentase sebesar 48%, kemudian waktu dan jarak sama-sama memiliki
prosentase sebesar 21%, dan terakhir volume barang dengan prosentase
paling kecil yaitu 10%,
Untuk mendapatkan lokasi dermaga yang paling optimal dari
ketiga dermaga yang ada maka perlu dicari prosentase rata-rata dari
ketiga dermaga tersebut untuk setiap criteria
Tabel 10. Hasil analisis proses hirarki untuk masing-maisng dermaga
berdasarkan criteria teknis dan operasional
Kriteria Dermaga
Kapuas Indah
Dermaga
Seng Hei
Dermaga
Induk Sungai
RayaKriteria teknis :
- Kedalaman dermaga 20% 20% 60%
Page | 10
- Luas dermaga
- Kecepatan arus
- Letak dermaga
26%
43%
45%
11%
43%
45%
63%
14%
10%Jumlah criteria
teknis
134% 119% 147%
Rata-rata jumlah* 33,5% 29,75 36,75%Rata-rata x 25%* 0,08 0,07 0.09Kriteria Operasional:
- Biaya
- Waktu
- Jarak
- Volume barang
43%
43%
43%
63%
43%
43%
43%
11%
14%
14%
14%
26%Jumlah criteria
operasional
192% 140% 68%
Rata-rata jumlah* 48% 35% 17%Rata-rata x 75%* 0,36 0,26 0,13Hasil akhir* 0,44 0,33 0,21
(*) = Ditambahkan sendiri oleh pe-review
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dermaga bongkar muat
angkutan sungai yang paling optimal adalah Dermaga Kapuas Indah
karena memiliki prosentase tertinggi dilihat dari penggabungan nilai
rata-rata criteria teknik dan criteria operasional yaitu 44%,
kemudian Dermaga Seng Hei dengan prosentase 33% dan Dermaga Induk
Sungai Raya dengan prosentase 21%.
III.2 Faktor-faktor penentu lokasi dermaga
Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa pemilihan lokasi
dermaga yang optimal harus memenuhi persyaratan kriteria teknis yang
terdiri dari kedalaman dermaga, luas dermaga, kecepatan arus pada
dermaga, serta letak dermaga dan kriteria operasional.yang terdiri
dari biaya, waktu, jarak dan volume barang. Sub-sub kriteria
Page | 11
tersebut juga manjadi faktor-faktor yang menentukan dermaga yang
mana yang paling optimal untuk digunakan sebagai dermaga bongkar
muat angkutan sungai di Kota Pontianak. Sehingga faktor-faktor
penentu lokasi dermaga yang paling optimal adalah:
1. Faktor alam yaitu kecepatan arus dan kedalaman dermaga, Kecepatan
arus sungai merupakan hal yang terjadi secara alamiah dan tidak
direkayasa oleh manusia. Kedalam dermaga sebenarnya adalah faktor
alam, akan tetapi kedalaman dermaga ini masih dapat dirubah oleh
manusia dengan menggunakan bantuan faktor teknologi
2. Faktor ekonomi meliputi faktor biaya operasional, semakin kecil
biaya yang harus dikeluarkan untuk memanfaatkan dermaga (daya
beli) tersebut maka dermaga tersebut akan semakin diminati
3. Faktor geografis meliputi letak dermaga, karena jika dermaga
tersebut terletak pada daerah dengan mobilitas penduduk yang
tinggi akan manjadikan pemanfaatan dermaga menjadi lebih optimal.
4. Faktor kebijakan, kebijakan yang dimaksud disini adalah kebijakan
yang dibuat oleh pengelola masing-masing dermaga yang meliputi
waktu operasional, jarak tempuh operasional, volume barang yang
dapat ditampung oleh dermaga dan luas dermaga. Luas dermaga bisa
saja berubah sesuai dengan kebutuhan yang diatur didalam
kebijakan.
III.3 Implementasi teori Christaller pada pemilihan lokasi dermaga
Christaller berpendapat bahwa sebuah kota harus mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat kota itu sendiri, seperti pemenuhan akan pasar
dan fasilitas umum lainnya termasuk saran transportasi darat, laut,
dan udara jika memang dibutuhkan. Dermaga bongkar muat juga
merupakan salah satu fasilitas umum yang memang dibutuhkan di kota
ini untuk menunjang kegiatan perekonomian khususnya dalam hal
distribusi barang. Pendistribusian barang melalui jalur sungai
dinilai lebih ekonomis dibandingkan melalui jalan darat, ditambah
Page | 12
lagi kondisi geografis kota Pontianak yang wilayahnya banyak
dipisahkan oleh sungai-sungai besar.
Seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa
tingkatan layanan fasilitas umum masuk kedalam kelompok dengan
tingkat kekhususan tinggi sehingga memiliki orde tinggi. Orde tinggi
tersebut mengindikasikan bahwa fasilitas umum memiliki tingkat
jangkauan yang tinggi sehingga seharusnya berada di pusat kota
melainkan berlokasi di pinggiran kota. Konsep ini diimplimentasikan
didalam pemilihan lokasi dermaga bongkat muat ini. Dermaga yang
diteliti didalam jurnal ini merupakan dermaga yang memang lokasinya
tidak berdekatan dengan pusat kota.
Disamping itu penempatan dermaga yang berdekatan dengan pangsa
pasar pengguna jasa dermaga itu sendiri sesuai dengan teori
Christaller yang menyatakan bahwa usaha perdagangan dan jasa lebih
baik berlokasi di dekat pasar agar mendapatkan banyak konsumen,
karena perilaku konsumsi konsumen juga memperhitungnya biaya
transportasi untuk mencapai lokasi yang dituju. Sehingga konsumen
cenderung memilih tempat yang paling dekat dengan lokasinya. Dengan
menerapkan teori lokasi Christaller, ketiga dermaga tersebut dapat
berkembang dengan baik,
IV. KRITIK TERHADAP JURNAL
Jurnal ini merupakan jurnal yang membahas mengenai penentuan
lokasi, akan tetapi jurnal ini tidak memuat teori lokasi apa yang
digunakan untuk menentukan lokasi dermaga bongkar muat, sehingga
pembaca harus mencari dan menganalisa sendiri mengenai teori apa
yang digunakan. Selain itu tabel-tabel yang ada pada jurnal ini juga
tidak mencantumkan sumber tabel, padahal sumber tabel itu penting
untuk mengetahui apakah data-data yang ada pada tabel merupakan
data-data yang benar dan berasal dari sumber yang bisa dipercaya
atau tidak.
Page | 13
Disamping itu penjelasan mengenai criteria teknik dan
operasional juga kurang jelas,sehingga berpotensi mengakibatkan
multitafsir dari pembaca jurnal ini. Hasil akhir dari analisa
penentuan lokasi dermaga bongkat muat ini juga hanya sebatas
pemilihan lokasi berdasarkan salah satu criteria saja. Seharusnya
pemilihan lokasi yang optimal memperhitungkan kedua criteria dengan
prosentase yang telah diketahui dari hasil analisis peneliti.
Sehingga hasil akhir dari penelitian ini benar-benar tercapai yakni
memilih lokasi dermaga bongkar muat yang optimal di Kota Pontianak.
V. PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Teori lokasi yang bisa digunakan sebagai pendekatan pada
jurnal analisa lokasi ini teroi lokasi christaller, karena berkaitan
dengan jangkauan pelayanan fasilitas umum. Dengan menggunakan metode
proses hirarki analisis dapat diketahui lokasi yang paling optimal
bagi dermaga bongkar muat di kota pontianak. berdasarkan hasil
perhitungan diketahui bahwa dermaga yang paling optimal untuk
dijadikan dermaga bongkar muat sungai adalah dermaga kapuas indah
karena dermaga ini memiliki nilai prosentase tertinggi dibandingkan
dua dermaga lainnya.
Terdapat beberapa hal yang bisa dikritisi dari jurnal ini
antara lain, tidak adanya pendekatan teori dalam penentuan lokasi
dermaga, sumber tabel tidak ditulis, tidak dibahas mengenai hasil
akhir lokasi terpilih yang memiliki nilai prosentase tertinggi.
5.2 Lesson learned
Teori Christaller tidak hanya bisa dipergunakan untuk menentukan
lokasi perdagangan dan jasa melainkan juga untuk menganalisis lokasi
fasilitas umum karena teori Christaller juga membahasa mengani luas
jangkauan. dimana untuk menentukan lokasi infrastruktur juga perlu
memperhatikan pula standar dan wilayah jangkaun dari infrastrutktur
Page | 14
tersebut . Teori lokasi Christaller jika diimplementasikan dengan
benar akan memberikan keuntungan bagi pelaku dunia usaha, karena
teori ini melakukan pendekatan kepada pasar. Dengan melakukan
pendekatan terhadap pasar, maka kemungkinan mendapatkan konsumen
semakin besarSelain itu untuk menentukan lokasi dermaga agar
pemanfaatan dermaga tersebut menjadi optimum perlu memperhatikan 2
kriteria utama yaitu kriteria teknis dan kriteria operasional,
dimana kriteria operasional memiliki peranan yang dominan.
Melalui tugas ini saya juga menjadi tau bagaimana cara menentukan
atau memilih lokasi dengan beberapa kriteria sekaligus dengan
menggunankan metode proses hirarki analisis, disamping itu kemampun
analisa juga diasah melalui proses identifikasi teori lokasi yang
digunakan pada jurnal ini.
Daftar Pustaka
Santoso, Eko Budi , 2012. Diklat Analisis Lokasi Keruangan, Surabaya
Page | 15