BAB ILAPORAN KASUS
Identitas PasienNama: Nn. MFUmur: 19 tahunJenis Kelamin:
Perempuan Pendidikan: SMAAgama: IslamAlamat: Sidodadi,
PekalonganStatus pernikahan: Belum menikah
Anamnesis Anamnesis dilakukan secara auto-anamnesis dan
allo-anamnesis dengan keluarga pasien pada tanggal 11 Maret 2015,
pukul 13.00 WIB.
Keluhan UtamaOs datang dengan keluhan nyeri dada seperti rasa
terbakar yang dirasa sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit SekarangOs mengeluh nyeri dada seperti rasa
terbakar sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, selain itu
terdapat nyeri tenggorok sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Os
mengatakan bahwa setiap habis makan terasa asam pada lidah dan ada
makanan yang keluar dari mulut sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Os juga mengeluh suaranya serak sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Os mengatakan bahwa ada rasa mual dan nyeri ulu
hati.Nafsu makan menurun.
Riwayat Penyakit DahuluOs tidak pernah menderita penyakit
seperti ini sebelumnya. Os memiliki riwayat penyakit maag sejak 2
tahun yang lalu. Riwayat sakit jantung disangkal.
Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama.
Pemeriksaan FisikKeadaan umum: Tampak sakit sedangKesadaran:
compos mentisTekanan darah: 110/80 mmHgNadi: 88 x/menitNafas: 24
x/menitSuhu: 36.4 CKesan gizi: gizi baik
Status GeneralisKepala: simetrisRambut: hitam lebat, tersebar
merata dan tidak mudah dicabutMata: konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)Telinga: sekret tidak ada, nyeri tekan dan
ketok mastoid tidak adaHidung: tidak ditemukan kelainan Tenggorok:
faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemisGigi dan Mulut:
mukosa dan bibir basah. Caries gigi tidak ada.Leher: KGB tidak
ditemukan pembesaranThoraks: I = normochest, iktus tidak terlihatPa
= fremitus sama Ki=Ka, iktus teraba di 1 jari medial LMCS ICS V Pe
= Sonor. Batas jantung dalam batas normalAu = Suara nafas vesikular
+/+, ronkhi -/-, wheezing -/-. BJ I BJ II reguler Murmur (-),
Gallop (-)Abdomen: I = datar, distensi tidak adaPa = supel,
organomegali (-). Nyeri tekan epigastrium (+)Pe = TimpaniAu =
bising usus (+) normalGenital/anus: tidak ditemukan
kelainanEkstremitas: akral hangat, perfusi baik. Refleks fisiologis
+/+, refleks patologis -/-. Tidak terdapat edema pada kedua
ekstremitas bawah pasien
Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Laboratorium Dilakukan pada
tanggal 11 Maret 2015PemeriksaanHasilNilai Normal
Hematologi
Hemoglobin13 gr/dl13 18 gr/dl
Leukosit9710 / l3.800 10.600 / l
Hematokrit37 %40 52 %
Trombosit320.000 / l150.000 440.000 / l
Kimia
Glukosa Darah Sewaktu1085mm tanpa saling berhubungan
CLesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh
lumen
DLesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial(mengelilingi
seluruh lumen esofagus)
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)Penyakit
refluks gastroesofageal (Gastroesofageal refluks disease / GERD )
adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan
lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul
akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran
nafas.Refluks gastroesofageal adalah fenomena biasa yang dapat
timbul pada setiap orang sewaktu-waktu, pada orang normal refluks
ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan, karena sikap
posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer,
isi lambung yang mengalir ke esofagus segera kembali ke lambung,
refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak
menimbulkan keluhan. Keadaan ini dikatakan patologis bila refluks
terjadi berulang-ulang dan dalam waktu yang lama.GERD terdiri dari
dua tipe, yakni : NERD ( Non-erosive Reflux disease ) dan ERD (
Erosive Reflux Disease ).
B. EPIDEMIOLOGIInsidensi terjadinya GERD tinggi pada
negara-negara barat dan saat ini makin banyak yang menaruh
perhatian tentang GERD. Dilaporkan sebanyak 13,4% -16,3 % pasien
menderita GERD di Taiwan, Malaysia, dan Jepang. Di FKUI, RSUPN
Cipto Mangunkusumo Syam AF et al melaporkan bahwa terjadi
peningkatan prevalensi GERD dari 5,7 % pada tahun 1997 menjadi
25,18 % pada tahun 2002.
C. ETIOLOGIRefluks gastroesofageal terjadi sebagai konsekuensi
berbagai kelainan fisiologi dan anatomi yang berperan dalam
mekanisme antirefluks di lambung dan esofagus. Mekanisme
patofisiologis meliputi relaksasi transien dan tonus Lower
Esophageal Sphincter (LES) yang menurun, gangguan clearance
esofagus, resistensi mukosa yang menurun dan jenis reluksat dari
lambung dan duodenum, baik asam lambung maupun bahan-bahan agresif
lain seperti pepsin, tripsin, dan cairan empedu serta faktor-faktor
pengosongan lambung. Asam lambung merupakan salah satu faktor utama
etiologi penyakit refluks esofageal, kontak asam lambung yang lama
dapat mengakibatkan kematian sel, nekrosis, dan kerusakan mukosa
pada pasien GERD. Ada 4 faktor penting yang memegang peran untuk
terjadinya GERD :1. Rintangan Anti-refluks (Anti Refluks
Barrier)Kontraksi tonus Lower Esofageal Sphincter (LES) memegang
peranan penting untuk mencegah terjadinya GERD, tekanan LES < 6
mmHg hampir selalu disertai GERD yang cukup berarti, namun refluks
bisa saja terjadi pada tekanan LES yang normal, ini dinamakan
inappropriate atau transient sphincter relaxation, yaitu
pengendoran sfingter yang terjadi di luar proses menelan.
Akhir-akhir ini dikemukakan bahwa radang kardia oleh infeksi kuman
Helicobacter pylori mempengaruhi faal LES denagn akibat memperberat
keadaan.Faktor hormonal, makanan berlemak, juga menyebabkan
turunnya tonus LES.2. Mekanisme pembersihan esofagusPada keadaan
normal bersih diri esofagus terdiri dari 4 macam mekanisme, yaitu
gaya gravitasi, peristaltik, salivasi dan pembentukan bikarbonat
intrinsik oleh esofagus. Proses membersihkan esofagus dari asam
(esophageal acid clearance) ini sesungguhnya berlangsung dalam 2
tahap. Mula-mula peristaltik esofagus primer yang timbul pada waktu
menelan dengan cepat mengosongkan isi esofagus, kemudian air liur
yang alkalis dan dibentuk sebanyak 0,5 mL/menit serta bikarbonat
yang dibentuk oleh mukosa esofagus sendiri, menetralisasi asam yang
masih tersisa. Sebagian besar asam yang masuk esofagus akan turun
kembali ke lambung oleh karena gaya gravitasi dan peristaltik.
Refluks yang terjadi pada malam hari waktu tidur paling merugikan
oleh karena dalam posisi tidur gaya gravitasi tidak membantu,
salivasi dan proses menelan boleh dikatakan terhenti dan oleh
karena itu peristaltik primer dan saliva tidak berfungsi untuk
proses pembersihan asam di esofagus. Selanjutnya kehadiran hernia
hiatal juga menggangu proses pembersihan tersebut.3. Daya perusak
bahan refluksAsam pepsin dan mungkin juga empedu yang ada dalam
cairan refluks mempunyai daya perusak terhadap mukosa esofagus.
Beberapa jenis makanan tertentu seperti air jeruk nipis, tomat dan
kopi menambah keluhan pada pasien GERD.4. Isi lambung dan
pengosongannyaReluks gastroesofagus lebih sering terjadi sewaktu
habis makan dari pada keadaan puasa, oleh karena isi lambung
merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi
lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan
lambung yang lamban akan menambah kemungkinan refluks tadi.
Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial.
Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks
gastroesofageal apabila:1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup
lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus2. Terjadi
penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu
kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak lama.
D. PATOGENESISEsofagus dan Gaster dipisahkan oleh suatu zona
tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi
Lower esophageal sphincter. Pada individu normal, pemisah ini akan
dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang
terjadi pada saat menelan, atau aliran retrogard yang terjadi pada
saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus
melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat
rendah ( 5 mm tanpa saling berhubungan
CLesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh
lumen
DLesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial
(mengelilingi seluruh lumen esofagus)
Pemeriksaan radiologiPada pemeriksaan ini diberikan kontras
barium, diamati secara fluoroskopi jalannya barium dalam esofagus,
peristaltik terutama bagian distal, bila ditemukan refluks barium
dari lambung kembali ke esofagus maka hal itu dinyatakan sebagai
GERD. Sering tidak menunjukkan kelainan pada kasus esofagitis
ringan. Namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai
lebih dari endoskopi, yaitu pada :1. Stenosis esofagus derajat
ringan akibat esofagitis peptik dengan gejala disfagia2. Hiatus
hernia
Pemantauan PH 24 jam Pengukuran PH pada esofagus bagian distal
dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. PH dibawah 4
pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks
gastroesofageal.
Tes Provokatif- Tes Bernstein Tes ini mengukur sensitivitas
mukosa dengan memasang selang transanal dan melakukan perfusi
bagian distal esofagus dengan HCL 0,1 M dalam waktu kurang dari 1
jam. Bila larutan ini menimbulkan nyeri dada seperti yang biasa
dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa
nyeri, maka test ini dianggap positif.- Tes farmakologik/edrofonium
Menggunakan obat edrophorium yang disuntikkan IV untuk menentukan
adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak
peristaltik esofagus secara manometri untuk memastikan nyeri dada
berasal dari esofagus.
Manometri esofagusTes ini akan memberi manfaat yang berarti jika
pada pasien-pasien dengan gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi
yang nyata.
Sintigrafi GastroesofagealTes ini menggunakan cairan atau
campuran makanan cair dan padat yang di label dengan radio isitop
yang tidak diabsorbsi, biasanya technetium . Sensitivitas dan
spesifitas tes ini masih diragukan.
G. PENATALAKSANAANPada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri
dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah
serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.Tujuan
terapi GERD adalah menghilangkan gejala, menyembuhkan esofagitis
(jika terjadi) dan untuk mencegah terjadinya komplikasi.Sasaran
terapinya adalah asam lambung, lapisan mukosa lambung. Strategi
terapinya dengan menurunkan sekresi asam di lambung, mengurangi
keasaman pada lambung, melapisi mukosa lambung, menaikkan pH dan
mengurangi terjadinya reflux, mempercepat pengosongan lambung,
memperkuat LES, faktor barier antirefluks terpenting.Terapi untuk
GERD dapat dibedakan menjadi terapi tanpa nonfarmakologi atau
modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis atau medikamentosa,
terapi bedah, terapi endoskopik.
Berikut ini merupakan terapi non farmakologi : Modifikasi Gaya
Hidup Mengurangi berat badan pada pasien yang kegemukan menghindari
pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen.
Meninggikan posisi kepala saat tidur menghindari makan sebelum
tidur, dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur
serta mencegah refluks asam dari lambung ke esofagus. Berhenti
merokok dan konsumsi alkohol, karena keduanya dapat menurunkan
tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel.
Mengurangi konsumsi lemak dan mengurangi jumlah makanan yang di
makan, karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung.
Menghindari makanan seperti coklat, pepermint, teh, kopi, dan
minuman bersoda, karena dapat menstimulasi sekresi asam.
Menghindari konsumsi obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES
seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis
kalsium, agonis beta adrenergik, progesteron.
Tabel : rekomendasi diet dan gaya hidup dalam pengobatan
GERD
Rekomendasi makanan dan gaya hidup pada pengobatan penyakit
Refluks Esofageal
Makanan yang harus dihindari :1. Jeruk nipis2. Tomat3. Bawang4.
Makanan pedasMakanan yang dapat menyeabkan refluks :1. Makanan yang
berlemak2. Kopi, teh, coklat, permenGaya hidup1. Berhenti merokok2.
Hindari kegemukan3. Tidak mengkonsumsi alkohol4. Hindari makan 3
jam sebelum tidur5. Meninggikan bantal6. Mengkonsumsi sedikit
tetapi lebih sering makanan7. Hindari tidur setelah makan8. Hindari
pakaian yang ketat
Berikut ini merupakan terapi medikamentosa :Dengan 2 pendekatan
yaitu step up dan step down, 1. Metode step up menggunakan obat
yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis
reseptor H2 ) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan
golongan obat penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan terapi
lebih lama (penghambat pompa proton/ PPI ).2. Metode step down
pengobatan dimulai dengan PPI dan apabila berhasil dapat
dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis
yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau
bahkan antasid.
Gambar 3. Strategi pengobatan GERDBerikut ini adalah obat-obatan
yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa : Antasid Golongan
obat ini cukup efektif dan aman, dapat memperkuat tekanan sfingter
esofagus bagian bawah tapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis
Antagonis reseptor H2 Sebagai penekan sekresi asam, golongan ini
efektif dalam pengobatan GERD jika diberikan dosis 2 kali lebih
tinggi dan dosis untuk terapi ulkus, golongan ini hanya efektif
pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa
komplikasi. (1) Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg (2)
Ranitidin : 4 x 150 mg (3) Famotidin : 2 x 20 mg (4) Nizatidin : 2
x 150 mg Obat-obat prokinetik : (1) Metoklopramid : 3 x 10 mg (2)
Domperidon : 3 x 10-20 mg (3) Cisapride : 3 x 10 mg Sukralfat (
aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat )Obat ini tidak punya
efek langsung terhadap asam lambung, obat ini bekerja dengan cara
meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap
HCl di esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu, cukup
aman diberikan karena bekerja secara topikal Dosis 4x1 gram.
Penghambat pompa proton / PPI Golongan ini merupakan drug of choice
dalam pengobatan GERD, obat ini bekerja langsung pada pompa proton
sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap
sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung. - Omeprazole :
2 x 20 mg. - Lansoprazole : 2 x 30 mg. - Pantoprazole : 2 x 40 mg.
- Rabeprazole : 2 x 10 mg. - Esomeprazole : 2 x 40 mg.
Table 2 : Efektifitas terapi obat-obatanGolongan obatMengurangi
gejalaPenyembuhan lesi esofafitisMencegah komplikasiMencegah
kekambuhan
Antasid+1000
Prokinetik+2+10+1
Antagonis reseptor H2+2+2+1+1
Antagois reseptor H2 + prokinetik+3+3+1+1
Antagonis reseptor H2 dosis tinggi+3+3+2+2
Penghambat pompa proton+4+4+3+4
Pembedahan+4+4+3+4
Berikut ini merupakan terapi bedah: Pembedahan antirefluks,
yaitu fundus lambung dibungkus mengelilingi esofagus ( fundoplikasi
), meningkatkan tekanan sfingter bagian bawah dan sebaiknya
dipertimbangkan pada kasus resisten dan kasus refluks esofagitis
dengan komplikasi yang tidak secara penuh responsif terhadap terapi
medis atau pada pasien dengan terapi medis jangka panjang yang
tidak menguntungkan dan gagal. Juga diindikasikan apabila terjadi
striktur yang berulang.
Berikut ini merupakan terapi endoskopi : Penggunaan energi
radiofrekwensi Plikasi gastrik endoluminal Implantasi endoskopik,
yaitu dengan menyuntikkan zat implan di bawah mukosa esofagus
bagian distal, sehingga lumen esofagus bagian menjadi lebih kecil
Indikasi terapi endoskopi pada GERDPenderita GERD yang tidak
mmerlukan terapi pembedahan yang mengalami keadaan : Peristaltik
yang buruk dengan refluks yang banyak Pasien muda yang gagal dengan
terapi medikamentosa Volume refluxate
H. PROGNOSISPrognosis GERD sangat baik, sekitar 80-90% yang
terkena dapat sembuh dengan bantuan antasid. Beberapa lainnya butuh
pengobatan lain, teapi tidak terlalu jelas berapa lama untuk
sembuh.
BAB IVDAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata M,
Setiati S, editor, Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid I, ed. IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Indonesia. h. 1803;20072. Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. h. 417.3. Fisichella, Piero. 2009. Gastro-esophageal reflux
disease. Chicago, Loyola University Medical Center4. Konsensus
Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal/ GERD di
Indonesia 2004.5. Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan
Gastroeshopageal Reflux Disease (GERD). CDK 188, Vol. 38, No. 7
12