1
COR PULMONALA. Review Anatomi Fisiologi Jantung Sistem
kardiovaskuler dimulai pada jantung dimana dalam jantung terdapat
lapisan jantung, ruang-ruang jantung dan katub jantung. Jantung
dalam prosesnya terbagi atas siklus jantung, bunyi jantung, curah
jantung, persyarafan jantung, aliran darah dalam tubuh, dan yang
terakhir pembuluh darah jantung. Jantung merupakan sebuah organ
yang terdiri dari otot yang terletak di tengah toraks, menempati
rongga antara paru dan diafragma. Bentuk jantung menyerupaijantung
pisang dengan bagian atas tumpul (pangkal jantung) yang biasa
disebut basis kordis. Di bagian bawah agak runcing yang disebut
apeks kordis. Berat dan ukurannya dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, berat badan, kebiasaan fisik dan penyakit jantung. Fungsi
jantung ialah memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen daqn zat
nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil
metabolisme.
Gambar 1: Ruang-ruang Jantung Pada lapisan jantung terdiri dari
pericardium, miokardium, dan endokardium. Sedangkan pada ruang
jantung terdiri dari atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri,
dan ventrikel kiri. Di dalam jantung terdapat dua katup
artrioventrikularis dan katup semilunaris. Masingmasing katup ini
memisahkan ruang-ruang jantung yang dilewati darah dalam dua
siklus. Jantung dalam siklusnya dimulai dari diastole baru kemudian
ke systole yang mana pada diastole katup atrio ventrikularis
terbuka dan darah yang kembali dari vena mengalir ke atrium dan
kemudian ke ventrikuler, kontraksi otot atrium meningkat dan
tekanan di dalam atrium dan mendorong sejumlah darah ke ventrikel.
Sedangkan pada systole, tekanan darah di ventrikel dengan cepat
meningkat dan mendorong katup atrio ventrikularis untuk menutup,
dengan konsekuensinya tidak ada pengisian ventrikel dan atrium.
Drah dari ventrikel tidak dapat mengalir balik keatrium.
Peningkatan tekanan secara cepat di dalam ventrikel akan mendorong
katup pulmonalis dan aorta terbuka dan darah kemudian masuk ke
arteri pulmonalis dan ke aorta. Volume darah yang dipompakan
jantung ke seluruh tubuh disebut curah jantung.
2
Curah jantung merupakan jantung darah yang dipompakan keluar
jantung selama satu menit, curah jantung dapat berubah-rubah
tergantung kebutuhan jaringan perifer akan oksigen dan nutrisi.
Curah jantung orang dewasa normal sekitar 5 L/ menit. Pada curah
jantung sekuncup ialah volume darah yang keluar oleh ventrikel
perdetik sekitar dua pertiga dari volume darah dalam ventrikel pada
akhir diastole dikeluarkan. Volume darah yang tersisa di dalam
ventrikel pada akhir sistolik disebut volume akhir sistolik.
Perubahan dan stabilisasi curah jantung tergantung dari mekanisme
yang mengatur kecepatan denyut (persyarafan jantung). Jantung
dipersyarafi oleh sistem syaraf otonom. Persyarafan ganda terhadap
jantung di koordinasi oleh pusat jantung di medulla oblongata otak,
yang terdiri dari: syaraf simpatis yang mempercepat frekuensi
jantung serta memperkuat kontraksi jantung serta menyababkan
penurunan kekuatan kontraksi melalui hantaran impuls ke nodus sinus
atrial. Setiap kerja jantung tersebut akan mengalirkan darah dalam
tubuh. Aliran terdiri dari 4 aliran yaitu: 1. Aliran darah koroner
ialah aliran darah yang menyuplai darah keseluruh jantung dengan
darah teroksigenasi, berasal dari aorta tepat di atas daun katup
alka menempel. 2. Aliran darah portal atau disebut aliran darah
balik adalah darah vena yang berasal dari usus halus, usus besar,
lambung-limpa dan hati. 3. Aliran darah pulmonal yang berasal dari
ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis dan bercabang ke paru-paru
kiri dan kanan dan bercabang kembali ke alveoli. 4. Aliran darah
sistemik berasal dari ventrikel kiri aorta masuk ke seluruh tubuh
dan pembuluh darah arteri bercabang menjadi arteriol kemudian
menjadi kapiler dan masuk ke dalam jantung/ sel kemudian keluar
menjadi kapiler vena. Aliran darah diatas hanya melewati dua
pembuluh darah yakni: a. Pembuluh Darah Vena Pembuluh darah vena
merupakan pembawa dari alat-alat tubuh masuk ke jantung, vena yang
masuk ke jantung yaitu vena cava superior; menerima darah dari
bagian atas leher dan kepala, vena cava inferior; menerima darah
dari alat-alat tubuh bagian bawah dan vena pulmonalis membawa darah
teroksigenasi dan masuk ke atrium sinistra. b. Pembuluh Darah
Arteri Merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang
membawa darah ke seluruh tubuh dan alat tubuh. Arteri mendapat
darah dari pembuluh darah halus yang berfungsi member nutrisi pada
pembuluh yang bersangkutan. Lapisan pembuluh darah arteri terdiri
dari: Tunika intima: lapisan yang paling dalam, yang mengandung
selapis sel endothelial dan menciptakan sebuah permukaan yang licin
di mana daerah dapat mengalir tanpa membeku. Tunika tengah atau
tunika media, yang terutama mengandung otot polos serta serabut
elastis dan sejumlah serabut kolagen serta mempunyai sedikit
jaringan fibrosa dan Tunika luar/eksterna: lapisan paling luar,
terdiri dari jaringan ikat gembur untuk memperkuat dinding arteri
dan jaringan fibrotic yang elastis.
3
Jantung berfungsi sebagai pompa ganda. Darah yang kembali dari
sirkulasi sistemik (dari seluruh tubuh) masuk ke atrium kanan
melalui vena besar yang dikenal sebagai vena kava. Darah yang masuk
ke atrium kanan berasal dari jaringan tubuh, telah diambil O2-nya
dan ditambahi dengan CO2. Darah yang miskin akan oksigen tersebut
mengalir dari atrium kanan melalui katup ke ventrikel kanan, yang
memompanya keluar melalui arteri pulmonalis ke paru. Dengan
demikian, sisi kanan jantung memompa darah yang miskin oksigen ke
sirkulasi paru. Di dalam paru, darah akan kehilangan CO2-nya dan
menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena
pulmonalis.
B. Konsep Dasar Cor Pulmonal 1. Defenisi Cor pulmonale adalah
keadaan patologis dengan hipertrofi ventrikel kanan yang d i s e b
a b k a n o l e h k e l a i n a n f u n g s i o n a l d a n s t r u
k t u r p a r u . Tidak termasuk kelainan karena pen yakit jantung
primer pada j a n t u n g k i r i d a n p e n y a k i t jantung
konginetal (bawaan ) (WHO, 1963). Cor pulmonale adalah hipertensi
arteri pulmonalis akibat penyakityang mengenai struktur dan atau
fungsi paru dan pada perjalanannya dapat menyebabkan hipertropi dan
atau dilatasi ventrikel kanan serta gagal jantung kanan
(Weitzenblum, 2003). C or pulmonale adalah keadaan patologis akibat
hipertrofi dan atau dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh
hipertensi pulmonal (Budev et al., 2003). Cor Pulmonal (CP) adalah
suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi atau dilatasi dari
ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal
yang disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru,
didinding toraks maupun vaskuler paru. Cor Pulmonal dapat bersifat
akut akibat adanya emboli paru yang pasif, dan dapat juga bersifat
kronis. (Yogiarto,M dan Baktiyasa,B: 2003). Cor Pulmonal adalah
penyakit jantung karena tekanan darah dalam pembuluhpembuluh nadi
paru. Penyakit jantung Pulmonal terkadang timbul sekunder dengan
penyakit paru-paru seperti emfisema, silicosis atau fibrosis
pulmonal, yaitu darah dialirkan lewat paru-paru dengan sulit (F.
Knight,Jhon: 1995). Pulmonary heart disease dapat terjadi akut
maupun kronik. Penyebab pulmonary heart disease akut tersering
adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik
sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada
pulmonary heart disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel
kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi
ventrikel kanan. Penulis menyimpulkan Cor pulmonal merupakan suatu
keadaan dimana timbul hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tanpa
atau dengan gagal jantung kanan, timbul akibat penyakit yang
menyerang struktur atau fungsi paru-paru atau pembuluh
darahnya.
4
Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease,
karena banyak usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan
kadar oksigen darah arteri mendekati normal sehingga dapat mencegah
terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin berat gangguan
keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan
analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya
Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang
hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi
pertukaran gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang
menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart
disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas
akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru
sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease.
Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome tidak
jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart
disease Kronik.
Fungsi Normal dari Sirkulasi Paru-Paru Sirkulasi paru-paru
terletak diantara ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan pertukaran
gas. Dalam keadaan normal, aliran darah dalam anyaman vaskuler
paru-paru tidak hanya tergantung dari ventrikel kanan tetapi juga
dari kerja pompa pada pergerakan pernafasan. Karena sirkulasi
paru-paru normal merupakan sirkulasi yang bertekanan dan resistensi
rendah, maka curah jantung dapat meningkat sampai beberapa kali
(seperti yang terjadi pada waktu latihan fisik) tanpa peningkatan
bermakna dari tekanan arteria besarnya kapasitas anyaman vaskuler
paru-paru, dimana perfusi normal hanya 25% dalam keadaan istirahat,
serat kemampuan untuk menggunakan lebih banyak pembuluh sewaktu
latihan fisik.
5
2. Etiologi Penyakit-penyakit yang menyebabkan cor pulmonal
adalah penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah
paru-paru, seperit emboli paru-paru berulang, dan penyakit yang
menganggu aliran darah paru-paru akibat penyakit pernafasan
obstruktif dan restriktif. PPOM terutama jenis bronkitis, merupakan
penyebab tersering dari cor pulmonal. Penyakit-penyakit pernafasan
restriktif yang menyebabkan cor pulmonal dapat berupa
penyakit-penyakit intrinsik seperti fibrosis paru-paru difus, dan
kelainan ekstrinsik seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis
atau gangguan neuromuskuler berat yang melibatkan otot-otot
pernafasan. Akhirnya penyakit vaskuler paru-paru yang mengakibatkan
obstruksi terdapat aliran darah dan cor pulmonal cukup jarang
terjadi dan biasanya merupakan akibat dari emboli paru-paru
berulang. Secara garis besar penyebab Cor Pulmonal dapat dibagi
menjadi sebagai berikut: a. Penyakit Parenkim Paru, Penyakit Paru
Obstruktif Menahun (merupakan penyebab tersering CP kronis), Bronki
Ektasis, Sistik Fibrosis, pneumoconiosis. b. Kelainan dinding
thoraks dan otot pernapasan, Kiposkoliosis, Miastenia Gravis c.
Penyakit Vaskuler Paru, emboli paru berulang atau emboli paru
pasif. Emboli paru yang masih pasif merupakan penyebab tersering
dari Cor Pulmonal Akut sedangkan emboli paru berulang dapat
menyebabkan Cor Pulmonal Kronis, Hipertensi Pulmonal Primer, Anemia
sel sabit, scleroderma. d. Penyakit pembuluh darah paru-paru.
Terutama trombosis dan embolus paru-paru, fibrosis akibat
penyinaran menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah
paruparu. e. Hipoventilasi alveolar menahun Merupakan semua
penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, misalnya: a)
Penebalan pleura bilateral b) Kelainan neuromuskuler, seperti:
poliomyelitis dan distrofi otot c) Kiposkoliosis yang mengakibatkan
penurunan kapasitas rongga toraks sehingga pergerakan toraks
berkurang.
3. Epidemiologi Insidens diperkirakan 6-7% dari semua penyakit
jantung pada orang dewasa disebabkan oleh PPOK. Umumnya pada daerah
dengan polusi udara yang tinggi dan kebiasaan merokok yang tinggi
dengan prevalensi bronchitis kronik dan emfisema didapatkan
peningkatan kekerapan cor pulmonale. Lebih banyak disebabkan
exposure dari pada predisposisi dan pria lebih sering terkena dari
pada wanita.
6
Data kematian yang dikumpulkan sejak tahun 1991 dari bagian Ilmu
Kedokteran Respirasi FK UI Unit paru RSU Persahabatan penyebab
kematian akibat cor pulmonal sebanyak 7 kasus dari 175 jumlah total
kematian pasien penderita penyakit paru atau sebesar 4,10%. Cor
pulmonal menduduki ranking kelima setalah TB paru, tumor paru,
pneumonia, dan bronkhiektasis. 4. Pathogenesis Apapun penyebab
penyakit awalnya, sebelum timbul cor pulmonale biasanya terjadi
peningkatan resistensi vaskular paru-paru dan hipertensi pulmonar.
Hipertensi pulmonar pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari
ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian
gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya
terletak pada peningkatan resistensi vaskular paru-paru para
arteria dan arteriola kecil.Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan
peningkatan resistensi vaskular paru-paru adalah (1) vasokontriksi
hipoksik dari pembuluh darah paru-paru dan (2) obstruksi dan atau
obliterasi anyaman vaskuler paru-paru. Mekanisme yang pertama
paling penting dalam patogenesis cor pulamale. Hipoksemia,
hipercapnea, asidosis merupakan ciri khas PPOM bronchitis lanjut
adalah contoh yang paling baik. Hipoksia alveolar (jaringan)
memberikan rangsangan yang elbih kuat untuk menimbulkan
vasokonstriksi pulmonar daripada hipoksemia. Hipoksia alveolar
kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola
paru-paru sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia
akut. Asidosis, hipercapnea dan hipoksemia bekerja secara
sinergistrik dalam menimbulkan vasokontriksi. Viskositas
(kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan
peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan
hipercapnea juga ikut meningkatkan tekanan arteria paruparu.
Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskular dan
tekanan arteria paru-paru adalah bentuk anatomisnya. Hilangnya
pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman
vaskuler. Selain itu pada penyakit obstruktif, pembuluh darah
paru-paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik dari volume
paru-paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi
anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting
vasokontriksi hipoksik dalam patogenesa cor pulmonale. Kira-kira
dua pertiga sampai tiga perempat dari anyaman vaskuler harus
mengalami obstruksi atau rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan
arteria paru-paru yang bermakna. Asidosis respiratorik kronik
terjadi pada beberapa penyakit pernafasan dan penyakit obstruktif
sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan
perfusi ventilasi. Jadi setiap penyakit paru-paru yang mempengaruhi
pertukaran gas, mekanisme ventilasi atau anyaman vaskuler paru-paru
dapat mengakibatkan cor pulmonale.
7
Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale
dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu : a. Obstruksi Terjadi
karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic
Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu
penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 0.5
% pasien dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, system
fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga
hemodinamik paru dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil
pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik sehingga
terbentuk emboli yang terorganisasi disertai pembentukkan
rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau penyempitan
pembuluh darah paru. b. Obliterasi Penyakit intertisial paru yang
sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah lupus eritematosus
sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan pneumonitis
radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan
infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain menyebabkan penebalan
atau perubahan jaringan interstisium, penggantian matriks
mukopolisakarida normal dengan jaringan ikat, juga menyebabkan
terjadinya obliterasi pembuluh paru. c. Vasokontriksi Vasokontriksi
pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis terjadinya
hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor
yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan
penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom
hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom
hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini.
Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor pembuluh darah
paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara
tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak
langsung dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek
asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik
dapat meningkatkan vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan arteri pumonalis. d. Idiopatik Kelainan idiopatik ini di
dapatkan pada sien hipertensi pulmonale primer yang di tandai
dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa di
dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada
jantung. Secara histopatologis di dapatkan adanya
hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta
pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan
etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan adanya
penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya
serta infeksi HIV.
8
Pathway Akut Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi akut
yang luas pada pembuluh darah paru, akibatnya adalah: Tahanan
vaskuler paru meningkat, kemudian terjadi hipoksia akibat
pertukaran gas di tengah kapiler alveolar yang terganggu hipoksia
tersebut akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteri paru.
Tahanan paru yang meningkat dan vasokontriksi menyebabkan tekanan
pembuluh darah arteri paru meningkat (hipertensi pulmonal). Kronik
Pada penyakit paru kronis maka akan terjadi penurunan vaskuler
paru, hipoksia, dan hiperkapnia/asidosis respiratorik. Hipoksia
dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri paru. Disamping
itu hipoksia dapat menyebabkan polisitemia sehingga viskositas
darah akan meningkat dan dapat menyebabkan pembuluh darah arteri
terjadi peningkatan. Adanya penurunan vaskuler, hipoksia dan
hiperkapnia akan meningkatkan tekanan darah (arteri pulmonal), hal
ini disebut hipertensi pulmonal. Adanya hipertensi pulmonal
menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kanan melakukan mekanisme
kompensasi berupa hipertropi dan dilatasi. Jika kompensasi ini
gagal terjadilah gagal jantung kanan.
Etiologi
Akut ( emboli paru pasif )
kronik (PPOM)
Tekanan vaskuler paru Hipoksia
vaskuler paru, hipoksia dan hiperkapnia tekanan darah (arteri
pulmonal)
Vasokontriksi pembuluh darah arteri paru
beban tekanan ventrikel kanan
Hipertensi pulmonal
hipertropi dan dilatasi Gagal jantung kanan
9
5. Manifestasi Klinis a. Umum Batuk-batuk dengan dahak, sesak
nafas, bengek, pembesaran jantung, dan gagal jantung. b. Klinis a)
CP akibat emboli paru: sesak tiba-tiba pada saat istirahat,
batuk-batuk dan hemoptisis. b) CP dengan PPOM: sesak nafas disertai
batuk yang produktif. c) CP dengan hipertensi Pulmonal Primer:
sesak nafas dan sering pingsan jika beraktifitas ( exertional
syncope). d) CP dengan kelainan jantung kiri: sesak nafas ortopnea,
dyspnea. e) CP dengan kelaina jantung kanan: bengkak pada perut dan
kaki serta cepat lelah. f) Gejala predominan cor pulmonal yang
terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya yaitu batuk
produktif kronik, dyspnea karena olahraga, wheezing respirasi,
kelelahan dan kelemahan, nyeri kuadran kanan atas. c. Tambahan
Sianosis, vena leher distensi, ventrikel kana menonjol, clubbing
fingers. Gejala predominan pulmonary heart disease yang
terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk
produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi,
kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal
jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat. Edema dependen dan
nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul. 6. Pohon Masalah
10
7. Laboratorium Dan Penunjang Lainya a. Gambaran radiologis Pada
tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar, tetapi
hilus dan arteri pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah
perifer menjadi kecil/tidak nyata. Pada tingkat pulmonary heart
disease jantung terlihat membesar karena adanya dilatasi dan
hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit dinyatakan
pada foto dada karena adanya hiperinflasi paru (misalnya pada
emfisema). Selain itu didapatkan juga diafragma yang rendah dan
datar serta ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga
hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tidak membuat jantung
menjadi lebih besar dari ukuran normal. b. Gambaran
elektrokardiogram Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya
menunjukkan gambaran sinus takikardia saja. Pada tingkat hipertensi
pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai berikut, yaitu: 1.
Gelombang P mukai tinggi pada lead II 2. Depresi segmen S-T di II,
III, Avf 3. Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-3 4.
Kadang-kadang teadapat RBBB incomplete atau complete Pada tingkat
pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG
menunjukkan: 1. Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih dari 90 2.
Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di II, III,Avf 3. Rotasi kea
rah jarum jam (clockwise rotation) 4. Rasio R/S di V1 lebih dari 1
5. Rasio R/S di V6 lebih dari 1 6. Gelombang S ang dalam di V5 dan
V6 (S persissten di prekordial kiri) 7. RBBB incomplete atau
incomplete Pada cor-pulmonal akut (emboli paru masif),EKG
menunjukkan adanya Right Ventrikular Strain yaitu adanya depresai
segmen S-T dan gelombang T yang terbalik pada sandapan perikordial
kanan. Kadang-kadang kriteria hipertrofi ventrikel kanan yang
klasik sulit didapat. Padmavati dalam penelitiannya menyatakan
kriteria yang lain untuk cor pulmonal dalam kombinasi EKG sebagai
berikut: 1. rS di V5 dan V6 2. Aksis bergeser ke kanan 3. qR di AVR
4. P pulmonal
11
Contoh gambar EKG Cor Pulmonal c. Laboratorium Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht > 50%), tekanan
oksigen (PaO2) darah arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida
(PaCO2) >50 mmHg. 8. Penatalaksanaan Terapi medis untuk
pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada penatalaksanaan
untuk penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta peningkatan
fungsi ventrikel kanan dengan menaikkan kontraktilitas dari
ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh darah
di paru. Pada pulmonary heart disease akut akan dilakukan
pendekatan yang berbeda yaitu di fokuskan pada kestabilan klien.
Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary
heart disease harus diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan
yang meliputi masalah pengisian cairan di ventrikel dan pemberian
vasokonstriktor (epinephrine) untuk memelihara tekanan darah yang
adekuat. Tetapi pada dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik jika
di fokuskan pada masalah utama, misalnya pada emboli paru harus
dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulan, agen trombilisis atau
tindakan pembedaham embolektomi. Khususnya jika sirkulasi terhambat
akan dipertimbangkan pula pemberian broncodilator dan
penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan PPOK; pemberian steroid
dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru. Terapi oksigen,
pemberian diuretic, vasodilator, digitalis, theophyline, dan terapi
antikoagulan di gunakan untuk terapi jangka panjang pada cor
pulmonal kronis. a. Terapi Oksigen Terapi oksigen sangat penting
diberikan pada klien. Klien dengan pulmonary heart disease memiliki
tekanan oksigen (PO2) di bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat
ketika beraktivitas atau tidur. Terapi oksigen dapat menurunkan
vasokonstriksi hipoksemia pulmonar, kemudian dapat menaikkan
cardiac output, mengurangi vasokonstriksi, meringankan hipoksemia
jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi
oksigen di berikan jika PaO2 kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2
kurang dari 88%.
12
Manfaat dari terapi oksigen adalah untuk menurunkan tingkat
gejala dan meningkatkan status fungsional. Oleh karena itu, terapi
oksigen penting di berikan untuk managemen jangka panjang khususnya
untuk klien dengan hipoksia atau penyakit paru obstruktif (PPOK).
b. Diuretik Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart
disease kronis, terutama ketika pengisian ventrikel kiri terlihat
meninggi dan pada edema perifer. Diuretic berperan dalam
peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri. Diuretik
memproduksi efek hemodinamik yang berlawanan jika tidak di
perhatikan penggunaannya. Volume pengosongan yang berlebihan dapat
menimbulkan penuruna cardiac output. Komplikasi lain dari diuretic
adalah produksi hypokalemic metabolic alkalosis, yang akan
mengurangi efektivitas stimulasi karbondioksida pada pusat
pernafasan dan menurunkan ventilasi. Produksi elektrolit dan asam
yang merugikan sebagai akibat dari penggunaaan diuretic juga dapat
menimbulkan aritmia, yang berakibat menurunnya cardiac output. Oleh
karena itu diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary
heart disease kronis, dengan memperhatikan pemakaian.
9. Komplikasi Komplikasi dari pulmonary heart disease
diantaranya: a. Sinkope b. Gagal jantung kanan c. Edema perifer d.
Kematian
10. Prognosis Belum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan
untuk mengetahui prognosis pulmonary heart disease kronik.
Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi
gagal jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik,
harapan hidupnya menjadi kurang dari 4 tahun. Walaupun demikian,
kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang
berkaitan dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan
dalam 5 tahun terakhir. Prognosis pulmonary heart disease berkaitan
dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pasien yang mengalami
pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh darh arteri
kecil yang terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit
intrinsiknya (misal emboli), atau akibat fibrosis intertisial
harapan juntuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan
anatomi yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh
lebih baik bila analisis gas darahnya dapat dipertahankan mendekati
normal.
13
C. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Anamnesa,meliputi: a.
Identitas pasien Cor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan
pada anak-anak. Untuk orang dewasa, kasus yang paling sering
ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan
kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada
epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal,
karena hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa penyakit
yang menyerang paru-paru.Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor
pulmonal akibat obstruksi saluran napas atas seperti hipertrofi
tonsil dan adenoid. Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko
terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja yang sering terpapar
polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi. Lingkungan tempat
tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah
lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang
kurang memenuhi persyaratan runmah yang sehat. Contohnya ventilasi
rumah yang kurang baik,hal ini akan semakin memicu terjadinya
penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya cor pulmonal. 2.
Riwayat sakit dan Kesehatan a. Keluhan utama Pasien dengan kor
pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada b. Riwayat penyakit saat
ini Pada pasien cor pulmonal, biasanya akan diawali dengan
tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang tidak
produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut. Penyebab kelemahan fisik
setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat. Seperti apa
kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai
sesak nafas. Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan
system otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam
melakukan pergerakan. Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari. Kapan timbulnya keluhan kelemahan
beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan beraktifitas, apakah
setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas 3. Riwayat
penyakit dahulu Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat
penyakit seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), fibrosis
paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan
riwayat hipertensi pulmonal. 4. Pemeriksaan fisik : Review Of
System (ROS) a. B1 (BREATH) Pola napas : irama tidak teratur
14
-
Jenis: Dispnoe Suara napas: wheezing Sesak napas (+)
b. B2 (BLOOD) Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-) Nyeri
dada (+) Bunyi jantung: murmur CRT : tidak terkaji Akral : dingin
basah
c. B3 (BRAIN) Penglihatan(mata) Pupil : tidak terkaji
Selera/konjungtiva : tidak terkaji Gangguan pendengaran/telinga:
tidak terkaji Penciuman (hidung) : tidak terkaji Pusing Gangguan
kesadaran
d. B4 (BLADDER) Urin: Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam,
warna : kuning pekat, bau : khas Oliguria
e. B5 (BOWEL) Nafsu makan : menurun Mulut dan tenggorokan :
tidak terkaji Abdomen : asites Peristaltic : tidak terkaji
f. B6 (BONE) Kemampuan pergerakan sendi: terbatas Kekuatan otot
: lemah Turgor : jelek Oedema
5. Psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya,
bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien
terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan
terhadap penyakit. 6. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan pertukaran
gas b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan
kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler
paru. b. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung,stroke
volume, pre load dan after load , kontraktilitas jantung. c.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya mucus
15
d. Ketidakefektifan pola napas b.d. Hipoksia e. Perfusi jaringan
kardiopulmonal tidak efektif b/d hipoventilasi f. Kelebihan volum
cairan b/d akumulasi cairan g. Intoleransi aktivitas b/d
ketidakseimbangan antara suplai dan demand oksigen 7. Perencanaan
Keperawatan a. Gangguan pertukaran gas b.d. Hipoksemia secara
reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial
pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru. Ditandai Dengan
: Dyspnoe Penurunan CO2 Takikardi Hiperkapnia Iritabilitas Hypoksia
Kebingungan Sianosis Warna kulit abnormal Hipoksemia Hiperkabia AGD
abnormal PH arteri abnormal Frekuensi dan kedalaman nafas
abnormal
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Respiratori status : gas
exchange Keseimbangan asam basa elektrolit Respiratori status
ventilationilasi dan oksigenisasi yang adekuat Vital sign status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan
pertukaran gas diatasi dengan kriteria hasil : Mendemontrasikan
peningkatan ventilasi dan oksigenisasi yang adekuat Memelihara
kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distres pernapasan
Tanda-tanda vital dalam rentang normal AGD dalam batas normal
Status neurologis dalam batas normal
Intervensi (NIC) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Pasang mayo bila perlu Catat suara napas, catat adanya suara
tambahan Atur intake untuk mengoptimalkan keseimbangan monitor
respirasi dan status oksigen
16
-
Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot Supraventrikular dan intercosta
-
Monitor TTV, AGD, elektrolit, dan status mental Aulkutasi bunyi
jantung, jumlah, irama dan denyut jantung Observasi sianosis
khususnya membran mukosa Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan
b. Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung,stroke
volume, pre load dan after load , kontraktilitas jantung Ditandai
Dengan Aritmia, taakikardia, bradikardi Palpitasi, oedem Kelelahan
Peningkatan/penurunan JVR Distensi vena jugularis Kulit dingin dan
lembab Penurunan denyut nadi perifer Napas pendek/sesak napas
Batuk,bunyi jantung S3/S4 Kecemasan
Tujuan Kriteria hasil (NOC) : - Cardiac pump effectifeness -
Circulation status - vital sign status - Tissue perfusion : perifer
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam penurunan cardiac
output klien teratasi dengan kriteria hasil: Tanda vital dalam
rentang normal Dapat mentoleransi aktivitas tidak kelelahan Tidak
ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites Tidak ada penurunan
kesadaranAGD dalam batas normal Tidak ada distensi vena leher Warna
kulit normal
Intervensi (NIC) - Evaluasi adanya nyeri dada - Catat adanya
disritmia jantung - Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
output - Monitor status pernapasan yang menandakan gagal jantung -
Monitor balance cairan - Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan
17
- Atur periode latihan dan istirahat dan intirahat untuk
menghindari kelelahan - Monitor toleransi aktivitas pasien -
Monitor adanya dyspnue, fatigue, tekipneu, dan ortopneu - Anjurkan
untuk menurunkan stres - Monitor TTV - Aukultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan - Monitor TD, Nadi, RR, sebelum , selama, dan
setelah aktivitas - Monitor jumlah, bunyi, irama jantung monitor
frekuensi dan irama pernapasan - Monitor pola pernapasan abnormal -
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit - Monitor sianosis
perifer - Monitor adanya cusing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik) - Identivikasi penyebab dari
perubahan vital sign - Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian
oksigen - Sediakan informasi untuk mengurangi stress - Kelola untuk
pemberian obat aritmia, inotropik,nitrogliserin dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas jantung - Kelola pemberian
antikoagulan untuk mencegah trombus perifer - Minimal stres
lingkungan c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya
mukus Ditandai Dengan Dispnue Othopnueu Cyanosis Kelainan suara
napas Kesulitan berbicara batuk tidak efektif Produksi sputum
Gelisah perubahan frekuensi dan irama nafas
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Respiratory status : ventilator
Respiratory status : Airway patecy Aspiration control Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam pasien menunjukan
keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil : -
Mendemontrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak
adanya sianosis - dan dyspnea - Mnunjukan jalan napas yang
paten
18
- Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor faktor penyebab
- Saturasi oksigen dalam batas normal - Foto thorak dalam batas
normal Intervensi (NIC) Pastikan kebutuhan oral/ tracheal
suctioning - Berikan O2 sesuai kebutuhan - Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi - Keluarkan secret dengan batuk atau suction - Auskultasi
suara napas, catat adanya suara tambahan - Atur inteke untuk
caiaran mengoptimalkan keseimbnangan - Monitor respirasi dan status
oksigen - Pertahankan hidrasi yang adekuat unntuk mengencerkan
sekret - Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan
peralatan : O2, suction, inhalasi d. Ketidakefektifan pola napas
b.d. Hipoksia Ditandai Dengan Dypnea Napas pendek Penutunan tekanan
inspirasi dan ekspirasi Penurunan pertukaran udara per menit
Menggunakan otot pernapasan tambahan Orthopnea Penurunan kapasitas
vital
Tujuan dan karakteristik hasil (NOC) Respiratori status :
ventilation Respiratory status : Airway patency Vital sign status
Setelah dilakukan tindakan keperrawatan 3X24 jam pasien menunjukan
keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil :
Demontrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih tidak ada
sianosis dan dyspnue (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas
dengan mudah, tidak ada pursedlid) Menunjukan jalan napas yang
paten (klien tidak merasa tercekik, irama napas, frekuensi
pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napfas abnormal)
Tanta tanda vital dalam rentang normal
Intervensi (NIC) Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
19
-
Pasang mayo bila perlukeluarkan sekret sengan batuk atau suction
Auskultasi suara napas catat adanya suara tambahan Atur intake
untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
-
Monitor respirasi dan status oksigen Bersihkan mulut,hidung dan
trakea Pertahankan jalan napas yang peten Observasi adanya
tanda-tanda hipoventilasi Monitor adanya kecemasanpasien terhadap
oksigenisasi Monitor vital sign Informasikan pasien dan keluarga
tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola napas Ajarkan
bagaimana batuk efektif Monitor pola napas
e. Perfusi jaringan kardiopulmonal tidak efektif b/d
hipoventilasi Ditandai Dengan Nyeri dada Sesak mnapas AGD abnormal
Aritmia Bronkospasme Kapilare refil >3 detik Retraksi dada
Penggunaan otot-otot tambahan
Tujuan dan kriteria Hasil (NOC) Cardiac pump effectiveness
Circulation status Tissue prefution Cardiac, peripheral Vital sign
situasi
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
ketidakefektifan perfusi jaringn kardiopulmunal teratasi dengan
kriteria hasil : - Tekanan sistole dan diastole dalam batas normal
- CVP dalam batas normal - Nadi perifek kuat dan simetris - Tidak
ada oedem perifer dan asites - Denyut jantung,AGD, ejeksi fraksi
dalam batas normal - Bunyi jantung abnormal tidak ada nyeri dada
tidak ada kelelahan yang ekstrim tidak ada
20
- Tidak ada ortostatikhipertensi Intervensi (NIC) Monitor nyeri
dada (durasi intensitas dan faktor-faktor predisipitasi) Obsevasi
perubahan ECG Auskultasi suaran jantung dan paru
-
Monitor irama dan jumlah denyut jantung Monitor angka PT, PTT,
dan AT Montitor elektrolit (potasium dan magnesium) Monitor status
cairan Evaluasi oedem perifer dan denyut nadi Monitor peningkatan
kelelahan dan kecemasan Intruksikan pada pasien tidak mengejan
selama BAB Jelaskan pembatasan intake kafein, sodium, kolestrol dan
lemak. Kelola pemberian obat-obatan : analgesik, antikoagulan,
nitrogliserinn, vasodilator, dan diuretic
-
Tingkatkan istirahat istirahat (batasi pengunjung, kontrol
stimulasi lingkungan)
f. Kelebihan volum cairan b/d akumulasi cairan Ditandai Dengan -
Distensi vena jugularis - Berat badan meningkat dalam waktu singkat
- Oliguria, azotemia, perubahan status mental, gelisah, kecemasan -
Perubahan pola napas, dypsnoe/sesak napas abnormal (rales atau
cracels), pleura effusion - Asupan berlebihan dibanding output
Tujuan dan kriteria hasil (NOC) - Electrolit and acid base balance
- Fluid balance - Hydraction Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 6x24 jam kelebihan volum cairan teratasi dengan kriteria
hasil : - Terbebas dari edema - Bunyi napas bersih , tidak ada
dypneu - Terbebas dari distensi vena jugularis - Terbebas dari
kelelaha, kecemasan atau bingung Intervensi - Pertahankan cairan
intake dan output yang adekuat - Pasang urin cateter jika
diperlukan - Monitor hasil lab
21
- Monitor vital sign - Monitor indikasi retensi/kelebihan cairan
(crekels / edema, distensi vena leher, asites) - Kaji lokasi dan
luas edema - Monitor masukan makanan cairan - Berikan deuretik
sesuai intruksi - Monitor berat badan
- Monitor elektrolit - Monitor tanda dan gejala dari edema g.
Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan
demand oksigen Ditandai Dengan - Melaporkan secara verbal adanya
kelelahan atau kelemahan - Adanya dyspnue atau ketidaknyamanan saat
- Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktivitas -
Perubahan EKG : aritmia, iskemia. Tujuan dan kriteria hasil (NOC) -
Self care : ADLs - Toleransi aktivitas - Konvervasi energi Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien toleransi
terhadap aktivitas dengan kriteria hasil : - Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan
RR - Mampu melakukan aktivitas sehasi hari (ADLs) secara mandiri. -
Kesembangan aktivitas dan istirahat. Intervensi (NIC) - Observassi
adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas - Kaji adanya
faktor yang menyebabkan kelelahan - Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat - Monitor respon kardiovaskuler terhadap
aktivitas (takikardi, disritmia, sesak napas, diaporesis, pucat,
perubahan hemodinamik) - Monitor pola tidur dan lamanya tidur dan /
istirahat pasien - Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik
dalam merencanakan program terapi yang tepat. - Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan - Bantu untuk
memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi, dan sosial
22
- Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek. - Bantu untuk mengidentifikasi aktifitas yang di sukai
- Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
KASUS PEMICU
DATA: Tn. Ek 55 tahun, mengalami dispnea, kelemahan saat
aktifitas, pada auskultasi terdengar suara jantung dua yang
mengeras, murmur trikuspidalis, ada pelebaran vena jugularis,
hepatomegali dan edema ekstremitas bawah. Klien di diagnosa : Cor
Pulmonal 1. Gejala yang tampak dan gejala lainnya: Klien mengalami
batuk kronik yang produktif dengan sekret berwarna kuning, sesak
nafas waktu beraktifitas, nafas yang berbunyi (ronki+/+), mudah
fatig kelemahan, edema eks bawah dan nyeri perut kanan atas, klien
menggunakan otot-otot tambahan saat bernafas. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan sianosis, jari tabuh, peningkatan tekanan vena
jugularis, pulsasi menonjol di sternum bagian bawah atau
epigastrium, pembesaran hepar dan nyeri tekan, ascites, Pitting
udem ke 2 tungkai. Tek. Darah : 110/80 mmHg, Nadi : 92 x/mnt,
Respirasi : 40 x/mnt, Suhu : 36,5C, CRT> 3 detik , kulit dingin
dan lembab 2. Pemeriksaan diagnostik dan penunjang lainnya Thorax :
Cardiomegali dengan bendungan paru EKG, Kesan : Irama sinus, HR
88x/mnt, PR < 0,2, QRS < 0,4, QT < 0,12, Axis = deviasi ke
kanan, Hipertrofi pada ventrikel kanan, Q patologi (-), ST elevasi
& depresi (-), T inverted (-) Darah rutin WBC : 7700/L Hb :
10,9 g/dL Ht : 36,6 % Tr : 211.000/ L, GDS : 127 mg%
Kimia darah Ureum : 15,6 mg% Kreatinin : 0,6 mg%
AGD: PaCO2 meningkat, PaO2 menurun 3. Patogenesis /
patofisiologi
23
Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi
vaskular paru-paru adalah (1) vasokontriksi hipoksik dari pembuluh
darah paru-paru dan (2) obstruksi dan atau obliterasi anyaman
vaskuler paru-paru. Mekanisme yang pertama paling penting dalam
patogenesis cor pulamale. Hipoksemia, hipercapnea, asidosis
merupakan ciri khas PPOM bronchitis lanjut adalah contoh yang
paling baik. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan
yang lebih kuat untuk menimbulkan vasokonstriksi pulmonar dari pada
hipoksemia. Hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya
hipertrofi otot polos arteriola paru-paru sehingga timbul respon
yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis, hipercapnea dan
hipoksemia bekerja secara sinergistrik dalam menimbulkan
vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat
akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang
oleh hipoksia kronik dan hipercapnea juga ikut meningkatkan tekanan
arteria paru-paru. Mekanisme kedua yang turut meningkatkan
resistensi vaskular dan tekanan arteria paruparu adalah bentuk
anatomisnya. Hilangnya pembuluh darah secara permanen menyebabkan
berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu pada penyakit obstruktif,
pembuluh darah paru-paru juga tertekan dari luar karena efek
mekanik dari volume paruparu yang besar. Tetapi, peranan obstruksi
dan obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan
tidak sepenting vasokontriksi hipoksik dalam patogenesa cor
pulmonale. Kira-kira dua pertiga sampai tiga perempat dari anyaman
vaskuler harus mengalami obstruksi atau rusak sebelum terjadi
peningkatan tekanan arteria paru-paru yang bermakna. Asidosis
respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernafasan dan
penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau
akibat kelainan perfusi ventilasi. Jadi setiap penyakit paru-paru
yang mempengaruhi pertukaran gas, mekanisme ventilasi atau anyaman
vaskuler paru-paru dapat mengakibatkan cor pulmonale.
24
4. Penyebab
5. Manajemen Asuhan Keperawatan Diagnosa keperawatan 1:
Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume,
pre load dan after
load, kontraktilitas jantung. Ditandai dengan: Aritmia dan
takikardia (N: 94 bpm) Oedem ektremitas bawah (+/+) Kelelahan
Distensi vena jugularis Kulit dingin dan lembab Sesak napas, RR: 40
kali permenit Bunyi jantung S2 mengeras, murmur trikuspid
Diagnosa Keperawatan 2: Perfusi jaringan kardiopulmonal tidak
efektif b/d hipoventilasi Ditandai dengan : Nyeri dada Sesak nafas,
RR: 40 kali permenit Aritmia, PaCO2 meningkat Kapilari reffil >3
detik Penggunaan otot-otot tambahan
Diagnosa Keperawatan 3: Gangguan pertukaran gas b/d
ketidakseimbangan perfusi ventrikel
25
Ditandai dengan : Dyspnea, RR: 40 kali per menit Peningkatan
PaCO2 Takikardi, N: 94 bpm Hiperkapnia Hypoksia, CRT>3 detik
Sianosis, wajah kebiruan, jari tabuh Warna kulit abnormal, kebiruan
Hipoksemia, PaO2 menurun Frekuensi dan kedalaman nafas abnormal
DAFTAR PUSTAKA
A. Price Sylvia, M. Wilson Lorraine, Patofisiologi, Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 2, EGC, Jakarta, 1995.
Boughman, Diane C & Hackley, Joann C.2000.Buku Saku Keperawatan
Medical Bedah.Jakarta:EGC Wilkinson, Judith. M.2002.Buku Saku
Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
NOC.EGC:Jakarta 1997.Mastering Medical-Surgical
Nursing.USA:Springhouse Corporation. 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta:Balai Penerbit FK UI Buttler J. Braunwald E. Cor
Pulmonale. In:Harrisons Principles of Internal Medicine. 13 rd
edition. Eds. Isselbacher, Braunwald, Wilson et al. McGraw Hill.New
York St.Louis San Fransisco.1994.p 1085-1088.