BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa perubahan pada model perencanaan pembangunan di Indonesia. Model perencanaan pembangunan menurut kedua undang-undang ini berbeda dengan model perencanaan pembangunan sebelumnya, yang menggunakan pendekatan konvensional, teknis dan analitis. Kini perencanaan pembangunan menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif yaitu dengan menggunakan pendekatan politis, teknokratik, partisipatif, top down dan buttom-up. Perencanaan pembangunan dengan pendekatan baru ini difokuskan untuk menjaga agar keluaran dari semua kegiatan pembangunan mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang yang telah disepakati sebelumnya oleh keseluruhan stakeholder. Penyempurnaan mendasar lainnya meliputi penyempurnaan sistem perencanaan pembangunan dan penganggaran nasional baik proses, mekanisme, maupun tahapan pelaksanaan musyawarah perencanaan 1
Contoh Naskah Akademik Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025. Tugas mata kuliah Proses Politik dan Teknik Perundang-Undangan.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa perubahan
pada model perencanaan pembangunan di Indonesia. Model
perencanaan pembangunan menurut kedua undang-undang ini
berbeda dengan model perencanaan pembangunan sebelumnya,
yang menggunakan pendekatan konvensional, teknis dan analitis.
Kini perencanaan pembangunan menggunakan pendekatan yang
lebih komprehensif yaitu dengan menggunakan pendekatan politis,
teknokratik, partisipatif, top down dan buttom-up.
Perencanaan pembangunan dengan pendekatan baru ini
difokuskan untuk menjaga agar keluaran dari semua kegiatan
pembangunan mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan
baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang yang
telah disepakati sebelumnya oleh keseluruhan stakeholder.
Penyempurnaan mendasar lainnya meliputi penyempurnaan
sistem perencanaan pembangunan dan penganggaran nasional baik
proses, mekanisme, maupun tahapan pelaksanaan musyawarah
perencanaan di tingkat pusat dan daerah. Dengan penyempurnaan
2 (dua) fungsi vital dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut
diharapkan dapat memaksimalkan potensi daerah demi terwujudnya
kemakmuran masyarakat.
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan
konsekuensi terhadap kewenangan pemerintah daerah
Kabupaten/Kota khususnya dibidang perencanaan pembangunan
1
menjadi lebih leluasa untuk mengatur dan mengurus sendiri
pembuatan program-program pembangunannya.
Kedudukan rumusan perencanaan pembangunan bagi
Pemerintah Kabupaten/Kota sangat penting dan strategis, karena
perencanaan pembangunan berfungsi sebagai pedoman dan arah
serta sebagai tolok ukur untuk menilai suatu keberhasilan
pelaksanaan pembangunan.
Aktualisasi perencanaan pembangunan selama ini, sering
dihadapkan pada persoalan bahwa program-program yang
dirancang masih menggunakan pendekatan sektoral, parsial dan
kurang sinergi antara satu program dengan program lainnya, serta
kurang berkesinambungan, sehingga tingkat kinerja keberhasilan
pembangunan kurang maksimal. Persoalan semacam ini perlu
pemecahan untuk menjembatani ketimpangan-ketimpangan baik
pada tingkat perencanaannya maupun pada tataran operasionalnya.
Salah satu upaya memecahkan persoalan tersebut diatas,
dibutuhkan suatu model rancangan perencanaan pembangunan
yang tersusun secara sistematis, konsisten, terarah serta terkendali
dengan berpedoman pada prinsip terintegrasi, terpadu dan
partisipatif dari berbagai sektor pembangunan.
Supaya penyusunan perencanaan pembangunan secara
ilmiah dapat dipertanggung jawabkan, dan dari sisi praktis dapat
diimplementasikan dengan baik, maka diperlukan beberapa metode
dalam menyusunnya. Penyusunan perencanaan pembangunan
menggunakan tiga pendekatan dasar yaitu:
1. Pendekatan pembangunan partisipatif (Particiaptory Approach),
artinya proses penyusunan perencanaan pembangunan melaui
proses keterlibatan seluruh stakeholders, kedudukan dan peran
pemerintah (eksekutif) berperan sebagai fasilitator dalam
perumusan program dan pengambilan keputusan bersama-sama
masyarakat. Pendekatan ini diharapkan secara langsung dan
2
tidak langsung menciptakan proses pembelajaran demokrasi dan
pemberdayaan terhadap seluruh potensi dan kekuatan yang ada
dalam masyarakat.
2. Pendekatan tata pemerintahan yang baik (Good Governance
Approach), artinya pembangunan daerah yang akan dilaksanakan
harus mampu mendorong terselenggaranya prinsip-prinsip
kepemerintahan yang baik dan praktek pengelolaan daerah yang
efektif. Sehingga dalam pendekatan ini menuntut
dilaksanakannya sistem yang transparan, kinerja yang efisien dan
efektif, memiliki visi yang strategis, penegakan aturan,
akuntabiltas dan profesional.
3. Pendekatan pembangunan yang berkelanjutan ( Sustainable
Development Approach), artinya program-program pembangunan
yang dipilih dan diputuskan harus mempertimbangkan dan
menjadi stimulan untuk dapat mengarahkan proses
pembangunan daerah menuju tujuan-tujuan pembangunan yang
berkelanjutan dan juga diharapkan nantinya mampu untuk
dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat. Sehingga peran
dan fungsi pememerintah sebagai agent of development dapat
terlaksana dengan baik.
Kota Mojokerto sebagai kota orde 2 yang memiliki lingkup
kewilayahan terbatas dan interaksi yang tinggi antar stakeholdernya
memiliki peluang yang kondusif dan integratif untuk merancang sejak
awal dalam menentukan langkah jangka panjang pembangunannya
untuk mewujudkan pembangunan yang memihak dan
menyejahterakan masyarakat.
Perwujudan dari berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, sebagai langkah awal dan penting yang dilakukan adalah
menyusun dokumen perencanaan pembangunan dalam skala makro
3
yang disebut dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP) Kota Mojokerto yang memiliki proyeksi perencanaan selama
20 tahun.
Amanat pada Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
menyatakan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Daerah merupakan perumusan visi, misi dan program pembangunan
jangka panjang yang akan menjadi pedoman dan referensi bagi
penyusunan perencanaan pembangunan lainnya dalam skala yang
lebih mikro. RPJP ini menjadi acuan bagi penyusunan RPJM yang
merupakan penjabaran dari visi, misi dan kebijakan Walikota,
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang disusun sebagai
landasan penyusunan APBD per tahun dan berbagai perencanaan
pembangunan lainnya di Kota Mojokerto selama 20 tahun ke depan.
Penyusunan RPJP Kota Mojokerto berpedoman pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional dan RPJP
Provinsi Jawa Timur yang memuat deskripsi tentang kondisi umum
Kota Mojokerto, potensi pembangunan dan faktor strategis yang
dapat dikembangkan, penyusunan visi dan misi pembangunan 2005-
2025 Kota Mojokerto serta arah pembangunan jangka panjang Kota
Mojokerto.
RPJP Kota Mojokerto disusun secara sistematis dan
komprehensif berawal dari penyerapan aspirasi masyarakat dan
memperhatikan kondisi eksistensi masyarakat sebagai perwujudan
dari pola bottom up planning dan mengacu kepada kebijakan makro
nasional (RPJPN) maupun regional Jawa Timur (RPJP Provinsi Jawa
Timur) sebagai perwujudan top-down planning.
Tersusunnya RPJP Tahun 2005-2025 ini berkonsekuensi
pada pelaksanaan pembangunan 20 (dua puluh) tahun ke depan
harus dilakukan secara terpadu dan sinergis demi kesejahteraan dan
kemakmuran seluruh lapisan masyarakat Kota Mojokerto.
4
Dalam kaitannya dengan penyusunan RPJP Kota Mojokerto
tahun Tahun 2005-2025 perlu disusun suatu naskah akademik yang
meneliti secara akademik pokok-pokok materi yang seharusnya ada
dalam sebuah rancangan peraturan daerah. Penyusunan naskah
akademik ini sebagaimana terkait dengan materi yang dikaji yakni
penyusunan RPJPD Kota Mojokerto tahun 2005-2025 mendasarkan
pada peraturan perundang-undangan yang sebagai berikut :
1. Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia
Masa Depan.
2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
3. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara.
4. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional.
5. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
6. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
7. Undang Undang No. 17 Tahun 2007 Tentang RPJP Nasional.
8. Peraturan Pemerintah nomer 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan,
Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah.
1.2 Maksud dan Tujuan
Tujuan penyusunan naskah akademik ini adalah untuk
mengkaji dan meneliti secara akademik pokok-pokok materi yang
ada dan harus ada dalam rancangan Peraturan Daerah Kota
Mojokerto Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) tahun 2005-2025, sehingga jelas kedudukan dan ketentuan
yang diaturnya.
5
1.3 Sasaran Pelaksanaan
Sasaran yang dicapai dalam penyusunan naskah akademik
ini adalah mengkaji pokok-pokok materi yang ada dan harus ada
dalam rancangan Peraturan Daerah Kota Mojokerto Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah(RPJPD) tahun
2005-2025, khususnya berkaitan dengan target sasaran sebagai
berikut:
1. Mendeskripsikan kondisi eksistensi hasil-hasil pembangunan
yang telah dicapai dan proyeksi terhadap berbagai
kecenderungan (trend) tentang tuntutan dan kebutuhan
masyarakat terhadap pemerintahan dan pembangunan melalui
penetapan tujuan dan target pembangunan untuk jangka panjang
2. Mensinkronkan berbagai kepentingan, kebutuhan dan harapan
dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam pembangunan
(stakeholders) ke dalam suatu visi dan misi Kota Mojokerto
dalam proyeksi perencanaan 20 tahun ke depan.
3. Memberikan arahan yang lebih fokus dan sistematis melalui
berbagai strategi pembangunan dan penetapan arah kebijakan
pemerintahan dalam pembangunan 20 tahun ke depan.
1.4 Metode Penyusunan Naskah Akademik
Metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik
ini adalah metode sosiolegal, dengan metode ini maka kaidah-
kaidah hukum baik yang berbentuk peraturan perundang-undangan,
maupun kebiasaan dalam penyusunan organisasi pemerintahan
dicari dan digali, untuk kemudian dirumuskan menjadi runmusan
pasal-pasal yang dituangkan ke dalam rancangan peraturan
perundang-undangan (Raperda). Metode ini dilandasi oleh bahwa
peraturan yang baik, dibentuk berlandaskan perturan perundang-
undangan , asas-asas hukum maupun kenyataan yang ada dalam
6
masyarakat, bukan semata-mata merupakan kehendak penguasa
saja.
Secara garis besar proses penyusunan peraturan daerah ini
meliputi tiga tahap yaitu:
1. Tahap Konseptualisasi
Tahap ini merupakan tahap awal dari kegiatan Technical
Assistance yang dilakukan oleh tim penyusun. Pada tahap ini
penyusun melakukan konseptualisasi naskah akademik dan
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto
tahun 2005-2025.
2. Tahap Sosialisasi dan Konsultasi publik
Pada tahap ini, tim penyusun melakukan soisalisasi dan
konsultasi public mengenai Peraturan Daerah tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto
tahun 2005-2025 melalui seminar yang menghadirkan
masyarakat, pengusaha, Lembaga Swadaya Masyarakat , dan
Pemerintah.target output kegiatan sosialisasi ini tersosialisasinya
rencana pembentukan rancangan Peraturan Daerah tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota
Mojokerto tahun 2005-2025, dan memperoleh masukan dari
peserta guna perbaikan dan penyempurnaan rancangan
peraturan daerah.
3. Tahap Proses Politik dan Penetapan
Proses Politik dan Penetapan merupakan tahap akhir dari
kegiatan Technical Assistance. Proses politik merupakan
pembahasan Raperda tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto tahun 2005-2025
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota
Mojokerto tahun 2005-2025 oleh DPRD bersama pemerintah Kota
Mojokerto. Tahap penetapan adalah tahap ketika Raperda sudah
7
disetujui oleh DPRD Kota Mojokerto untuk disahkan menjadi
Peraturan Daerah.
8
BAB 2KAJIAN AKADEMIK
2.1Kajian Filosofis
Landasan filosofis suatu peraturan perundang-undangan,
pada prinsipnya terdapat dua pandangan. Pandangan pertama
menyatakan bahwa landasan filosofis adalah landasan yang
berkaitan dengan dasar atau ideologi Negara, yaitu nilai-nilai (cita
hukum)yang terkandung dalam Pancasila. Sedangkan pandangan
yang kedua menyatakan bahwa landasan filosofis adlah pandangan
atau ide pokok yang melandasi seluruh isi perundang-undangan.
Berdasarkan Pembukaan UUD 1945 alinea lV , Negara
Indonesia dibentuk bertujuan : Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk dapat lebih mencapai
tujuan tersebut penyelenggaraan pemerintahan Indonesia dilakukan
pemencaran kekuasaan secara vertikal dengan mendasarkan prinsip
desentralisasi.
Desentralisasi kekuasaan (kewenangan) tersebut
sebagaimana dinyatakan dalam pasal 19 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten
dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang. Sesuai
dengan ketentuan pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945,
lebih lanjut Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
menyatakan bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten
dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
9
Pemberian otonomi tersebut dimaksudkan untuk
mempercepat proses terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan perencanaan
pembangunan yang efektif, efisien dan proyektif.
Mengingat bahwa Pemerintah Kota Mojokerto merupakan
daerah otonom yang memperoleh kewenangan penyelenggaraan
pemerintahan berdasarkan penyerahan kewenangan dari pemerintah
pusat kepada daerah. Penyerahan kewenangan tersebut baik
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Th.2004 Tentang
Pemerintahan Daerah, maupun berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi Dan Pemerintah
Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Mengingat bahwa kewenangan pemerintah kabupaten dan
kota selain kewenangan wajib, juga terdapat kewenangan pilihan,
untuk itu perencanaan pembangunan Kota Mojokerto pada prinsip
harus mewujudkan prinsip efektif dan efisien dalam rangka mencapai
tujuan Negara tersebut diatas,.
Dengan demikian landasan penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto
tahun 2005-2025 harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Materi muatan peraturan daerah tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto
tahun 2005-2025 didasarkan pada fungsi pemerintahan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
b. Meningkatkan profesionalisme kinerja pemerintah
melalui perencanaan pembangunan yang baik dan benar.
10
2.2Kajian Yuridis
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Th. 2004 Tentang
Pemerintah Daerah, pembagian kekuasaan tidak lagi didasarkan
pada pendekatan kewilayahan, namun yang dibagi adalah Negara.
Konsep Negara secara hukum merupakan organisasi kekuasaan.
Bila merujuk pada pembagian kekuasaan menurut Montesqieu, maka
kekuasaan Negara dibagi kedalam tiga kekuasaan yaitu kekuasaan
legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Pembagian
kekuasaan secara vertikal tersebut hanya meliputi kekuasaan
eksekutif saja tidak meliputi kekuasaan legislatif maupun kekuasaan
yudikatif.
Hal tersebut nampak jelas pada ketentuan Pasal 19 UU No.32
Th.2004 yaitu:
1. Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh 1
(satu) orang wakil Presiden dan oleh Menteri Negara.
2. Penyelenggara pemerintah daerah adalah pemerintah daerah dan
DPRD.
Beranjak dari uraian diatas,nampak bahwa persoalan
pembagian kekuasaan merupakan bagian yang sangat penting
dalam perencanaan pembangunan di daerah. Pembagian kekuasaan
secara vertikal yang didasarkan pada desentralisasi akan melahirkan
daerah-daerah otonom yang mempunyai kewenangan untuk
mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam konsep Negara kesatuan
pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian
kewenangan pemerintahan, antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Pembagian wewenang pemerintahan tersebut
berpengaruh besar pada siapa memiliki wewenang apa dan
bagaimana menggunakannya.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 didasarkan pada prinsip-prinsip:
11
a. Digunakannya asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan.
b. Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang
dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
c. Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di daerah
Propinsi, Daerah Kabupaten, Daerah Kota dan Desa.
Desentralisasi di sini diartikan penyerahan atau pengakuan
hak atas kewenangan untuk mengurus rumah tangga daerah sendiri,
dalam hal ini daerah diberi kesempatan untuk melakukan suatu
kebijakan sendiri. Pengakuan tersebut merupakan suatu bentuk
partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan yang merupakan ciri
dari Negara demokrasi.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
dasar 1945, dikaitkan dengan pasal 198 Undang-Undang Dasar
1945, Indonesia merupakan Negara kesatuan yang tidak sentralistik,
melainkan kekuasaan dibagi secara vertikal melalui desentralisasi
kekuasaan. Dalam Undang-Undang Dasar1945 telah merinci
pelaksanaan desentralisasi dan system otonom sebagaimana
dinyatakan dalam pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945
yang menyatakan bahwa pemerintahan daerah menjalankan
otonomi daerah seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Dalam desentralisasi kekuasaan tersebut melahirkan daerah-
daefrah otonom, sehingga undang-undang yang mengatur
desentralisasi kekuasaan juga sering disebut undang-undang
otonomi daerah. Pengertian desentralisasi dan otonomi daerah
sebenarnya mempunyai tempat masing-masing. Istilah otonomi lebih
cenderung pada aspek political aspect(aspek politik kekuasaan
Negara), sedangkan desentralisasi lebih cenderung pada
administrative aspect (aspek administrasi Negara). Namun jika dilihat
dari konteks pembagian kekuasaan dalam prakteknya, kedua istilah
12
tersebut mempunyai keterkaitan yang erat, dan tidak dapat
dipisahkan. Artinya jika berbicara mengenai otonomi daerah, tentu
akan menyangkut pertanyaan seberapa wewenang untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang telah diberikan
sebagai wewenang rumah tangga daerah, demikian sebaliknya.
Dalam konteks perencanaan pembangunan, otonomi daerah
memberikan kewenangan dalam lingkup daerah otonom untuk
merencanakan pembangunannya yang lebih sesuai dengan aspirasi
dan kebutuhan masyarakatnya.
2.3Kajian Politik
Menurut Mustopadidjaja (2001), Desentralisasi merupakan
wujud nyata pelaksanaan otonomi daerah dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Perbedaan perkembangan antar daerah
mempunyai implikasi yang berbeda pada macam dan intensitas
peranan pemerintah, namun pada umumnya masyarakat dan dunia
usaha memerlukan (a) desentralisasi dalam pemberian perizinan,
dan efisiensi pelayanan birokrasi bagi kegiatan-kegiatan dunia
usaha di bidang sosial ekonomi, (b) penyesuaian kebijakan pajak
dan perkreditan yang lebih nyata bagi pembangunan di kawasan-
kawasan tertinggal, dan sistem perimbangan keuangan pusat dan
daerah yang sesuai dengan kontribusi dan potensi pembangunan
daerah, serta (c) ketersediaan dan kemudahan mendapatkan
informasi mengenai potensi dan peluang bisnis di daerah dan di
wilayah lainnya kepada daerah di dalam upaya peningkatan
pembangunan daerah.
Selain itu masyarakat dalam era otonomi daerah sangat
menuntut adanya penegakan dan kepastian hukum. Tegaknya
hukum yang berkeadilan merupakan jasa pemerintahan yang terasa
teramat sulit diwujudkan, namun mutlak diperlukan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, justru di tengah
13
kemajemukan, berbagai ketidak pastian perkembangan lingkungan,
dan ketatnya persaingan. Peningkatan dan efisiensi pemerintahan
membutuhkan penyesuaian kebijakan dan perangkat perundang-
undangan, namun tidak berarti harus mengabaikan kepastian hukum.
Adanya kepastian hukum merupakan indikator profesionalisme dan
syarat bagi kredibilitas pemerintahan, sebab bersifat vital dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam
pengembangan hubungan internasional. Tegaknya kepastian hukum
juga mensyaratkan kecermatan dalam penyusunan berbagai
kebijaksanaan pembangunan.
Dalam era otonomi daerah dan juga bergulirnya globalisasi,
dimana ekonomi yang makin terbuka, maka efisiensi perekonomian
diarahkan kepada ekonomi pasar, namun intervensi pemerintah
harus menjamin bahwa persaingan berjalan dengan berimbang, dan
pemerataan terpelihara. Yang terutama harus dicegah terjadinya
proses kesenjangan yang makin melebar, karena kesempatan yang
muncul dari ekonomi yang terbuka hanya dapat dimanfaatkan oleh
wilayah, sektor, atau golongan ekonomi yang lebih maju. Peranan
pemerintah makin dituntut untuk lebih dicurahkan pada upaya
pemerataan dan pemberdayaan. Penyelenggara pemerintahan
negara harus mempunyai komitmen yang kuat kepada kepentingan
sistematika, dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya. Interprestasi yang beragam timbul dari
pemahaman atas peraturan yang sama sedapat mungkin
dihindari karena akan berakibat kekacauan sehingga tujuan
dibuatnya peraturan tersebut tidak akan tercapai sehingga
dibutuhkan rumusan yang tidak ambigu dan sedapat mungkin
monointerpretasi.
Kejelasan rumusan juga menuntut adanya kejelasan norma
hukum baik berupa kewajiban. larangan, ijin dan dispensasi.
Rumusan yang terlalu sempit akan sangat kaku dan biasanya
tidak akan bertahan lama, sedangkan rumusan yang terlalu umum
akan menimbulkan bias dalam pelaksanaannya meskipun akan
bertahap relative lebih lama.
g. Keterbukaan
Yang dimaksud “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari
perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembentukan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan
perundang-undangan.
Hal ini akan mempermudah pemahaman masyarakat terhadap
suatu peraturan meskipun sosialisasi peraturan belum dilakukan
dan akan memperkecil potensi penolakan masyarakat terhadap
keberlakuan suatu peraturan. Penting bahwa peraturan yang
37
dibuat untuk suatu masyarakat akan berdaya guna dan berhasil
guna apabila terdapat aspirasi dan partisipasi aktif masyarakat
sejak saat perancanangannya.
Sedangkan dalam penyusunan Materi Muatan dalam
peraturan daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah(RPJPD) Kota Mojokerto Tahun 2005-2025 meliputi asas :
a. Pengayoman
Yang dimaksud dengan “pengayoman” adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi
memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan
kepentingan masyarakat. Asas ini pengejawantahan fungsi dasar
adanya suatu peraturan yakni sebagai sarana mewadahi dan
menjembatani setiap kepentingan yang beragam yang
berkembang dalam masyarakat. Peraturan juga dapat dianggap
sebagai sebuah “kesepakatan bersama” antar para anggota
masyarakat untuk mencapai tujuan dari masyarakat itu sendiri.
b. Kemanusiaan
Yang dimaksud dengan “kemanusiaan” adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi
manusia serta harkat dan martabat setiap warga Negara dan
penduduk Indonesia secara proporsional. Penting bahwa obyek
dan sasaran dari pengaturan adalah manusia yang tidak berfungsi
mekanistis sebagaimana layaknya sebuah robot sehingga aspek
humanisme penting ditonjolkan. Yang hendak dirubah bukan
manusianya namun perilaku dari manusia itu sendiri. Selain itu
hukum tidak saja mengutamakan adanya kepastian hukum secara
kaku namun juga memperhatikan rasa keadilan yang berkembang
dalam masyarakat.
38
c. Kebangsaan
Yang dimaksud dengan “Kebangsaan” adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang puralistik
(kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara kesatuan
Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan setiap bangsa tidak dapat
disamakan. Sesuatu yang dianggap baik oleh suatu bangsa
belum tentu demikian oleh bangsa yang lain. Kedaulatan suatu
bangsa juga tercermin dalam suatu peraturan yang dibuatnya dan
karenanya intervensi bangsa asing yang memasukkan
kepentingannya dalam materi muatan peraturan bangsa lain
merupakan bentuk lain dari penjajahan.
d. Kekeluargaan
Yang dimaksud “Kekeluargaan” adalah bahwa setiap materi
muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan
keputusan. Sedapat mungkin dihindari proses penangambilan
keputusan berdasarkan kuantitas suara (voting) karena hal itu
akan memperuncing dan memperlebar jumlah perbedaan yang
telah ada. Tidak tampak didalam proses voting suatu bentuk
penghargaan terhadap harkat dan martabat pihak lain namun
hanyalah dominasi berdasarkan prinsip “siapa yang mayoritas
dialah yang menang” sehingga terkesan mirip hukum rimba.
Padahal keputusan pihak mayoritas belum tentu benar bila
dibandingkan dengan keputusan pihak minoritas. Selain itu asas
kekeluargaan merupakan nilai-nilai luhur bangsa yang nyata-
nyata sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia. Dalam
suatu perkara di dunia peradilan pun hakim akan lebih dulu
mengutamakan dan mengupayakan proses perdamaian
berdasarkan kekeluargaan.
39
e. Kenusantaraan
Yang dimaksud dengan “Kenusantaraan” adalah bahwa setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan harus senantiasa
memperhatikan kapentingan seluruh wilayah Indonesia dan
materi muatan perundang-undangan yang dibuat di daerah
merupakan bagian dari system hukum Nasional yang
berdasarkan Pancasila. Nilai-nilai pancasila terwujud dalam UUD
1945 sebagai konstitusi dasar Republik Indonesia sehingga setiap
hukum yang diterbitkan dan berlaku dalam suatu daerah tidak
boleh bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak boleh merugikan
kepentingan daerah lain dalam lingkungan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
f. Bhineka Tunggal Ika
Yang dimaksud dengan “Bhineka Tunggal Ika” adalah bahwa
setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan
golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang
menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan
Yang dimaksud “keadilan” adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi setiap warga Negara tanpa kecuali.
Rasa keadilan bagi masyarakat lebih diutamakan daripada
kepastian hukum itu sendiri.
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Yang dimaksud dengan “Kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat
membedakan berdasarkan latar belakang antara lain : agama,
suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
40
i. Ketertiban dan Kepastian Hukum
Yang dimaksud dengan “Ketertiban dan Kepastian Hukum”
adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat
melalui jaminan adanya kepastian hukum.
j. Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan
Yang dimaksud dengan “Keseimbangan, Keserasian, dan
Keselarasan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian dan keselarasan antara kepentingan Bangsa dan
Negara dengan kepentingan individu sebagai anggota
masyarakat suatu Negara dengan hak-hak asasi manusia yang
dimilikinya.
41
BAB 4
PENUTUP
1. Simpulan
Penyusunan Materi Peraturan daerah, sebagaimana dalam Raperda
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota
Mojokerto Tahun 2005-2025 ini memang sangat strategis dan penting
bagi keberlangsungan pembangunan di Kota Mojokerto. Proses
penyusunan yang partisipatif, memilki keuntungan dalam hal dukungan
legitimasi masyarakat, sehingga produk-produk hukum akan lebih
ditaati dan dipatuhi dalam jangka panjangnya.
.
2. Saran
Agar pelaksanaan penyusunan Peraturan Daerah tentang unan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mojokerto Tahun 2005-2025
ini dapat dilaksanakan secara baik, maka diperlukan mekanisme dan
prosedur yang transparan serta dukungan pembiayaan yang cukup.
Untuk itu harus dilakukan berdasarkan jadwal yang jelas dengan
kegiatan yang rinci untuk setiap tahapannya.
42
REFERENSI PUSTAKA
Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Alfa Beta. Bandung.
Anderson. J. E. 1984. Public Policy Making, Second Edition, University of Houston, Holt, Rinehart and Winston. New York.
Booth, David (ed). 1995. Rethinking Social Development : Theory, Research and Practice, Centre of Developing Area Studies, University of Hull.
Bryant, Carolie & White, L.G. 1982. Managing Development in The Third World, Westview Press. Boulder, Colorado.
Danziger, Marie. 1995. Analisis Kebijakan yang Di Post-Modernisasikan : beberapa Pencabangan Politik dan Paedagogis.
Dwiyanto, Agus ( 2005), Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Mustopadidjaja AR (2001), Reformasi birokrasi, perwujudan good governance, dan pembangunan masyarakat madani, makalah disajikan pada Silaknas ICMI 2001, Bertema ”Mobilitas Sumber Daya Untuk Pemberdayaan Masyarakat Madani Dan Percepatan Perwujudan Good Governance”;
Pohan, Max H. (2000), Mewujudkan Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Local Good Governance) dalam Era Otonomi Daerah, Makalah Disampaikan pada Musyawarah Besar Pembangunan Musi Banyuasin ketiga, Sekayu, 29 September - 1 Oktober 2000
Sachs, Wolfgang. 1995. Kritik Atas Pembangunanisme : Telaah Pengetahuan Sebagai Alat Penguasaan, CPSM. Jakarta.
Rasul, Syahrudin dkk (2000), Manajemen Pemerintahan Baru, modul dalam rangka sosialisasi dan asistensi implementasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, BPKP, Jakarta.
43
REFERENSI LAPORAN PENELITIAN
Bhatnagar, Deepti & Ankita Dewan and Magui Moreno Torres & Prameeta Kanungo. 2000. Water Supply and Sanitation for Low Income Communities : Indonesia, The World Bank. 1-9.
Ferradas, Carmen. 2000. Report of Social Impacts of Dams : Distributional and Equity Issues-Latin American Region, State University of New York at Binghamton. USA. P. 10-15.
Ndraha, Taliziduhu. 1985. Peranan Administrasi Pemerintahan Desa dalam Pembangunan Desa, Disertasi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
44
REFERENSI JURNAL ILMIAH
Ammons, David N., Charles Coe, Michael Lombardo. 2001. Performance-Comparison Project in Local Government : Participants’ Perspective. Public Administration Review, January/February. 2001. vol. 61. No 1. p. 100-110, Wilson Social Sciences Abstracts.
Carruters, David. 2001. From Opposition to Ortodoxy : The Remaking of Sustainable Development. Journal of Third World Studies, Fall 2001. 18. 2. p. 93-112. Wilson Social Sciences Abstracts.
Daneke, Gregory A. 2001. Sustainable Development as Systemic Choices, Policy Studies, 29. 3. p. 514-532. Wilson Social Sciences Abstracts.
Dube, S.C. 1964. Bureaucracy and Nation Building in Transitional Society. dalam, International Social Science Journal, XVI. 2. 1964. p. 6-7.