LAPORAN TUTORIAL D BLOK 25 Disusun oleh: KELOMPOK L2 Anggota Kelompok: Maulia Wisda Era C 04111001010 Rizki Permata Sari 04111001013 Melinda Rahmadianti 04111001014 Tiara Eka M 04111001035 Mary Gisca T 04111001036 Johannes Lie 04111001038 Nuraidah 04111001039 Fitri Maya Anggraini 04111001040 Agien Tri Wijaya 04111001041 Maghfiroh Rahayu N 04111001050 M. Hadley Aulia 04111001052 Dodi Maulana 04111001096 Muchtar Luthfi 04111001142 Sobarullah 04091001052 Tutor: dr. Msy. Rulan 0
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN
TUTORIAL D BLOK 25
Disusun oleh:
KELOMPOK L2
Anggota Kelompok:
Maulia Wisda Era C 04111001010
Rizki Permata Sari 04111001013
Melinda Rahmadianti 04111001014
Tiara Eka M 04111001035
Mary Gisca T 04111001036
Johannes Lie 04111001038
Nuraidah 04111001039
Fitri Maya Anggraini 04111001040
Agien Tri Wijaya 04111001041
Maghfiroh Rahayu N 04111001050
M. Hadley Aulia 04111001052
Dodi Maulana 04111001096
Muchtar Luthfi 04111001142
Sobarullah 04091001052
Tutor: dr. Msy. Rulan
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2014
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya, laporan tutorial
Skenario D Blok 25 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan
laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat
bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2
I. SKENARIO......................................................................................................... 3
II. KLARIFIKASI ISTILAH.................................................................................... 4
III. IDENTIFIKASI MASALAH.............................................................................. 4
IV. ANALISIS MASALAH...................................................................................... 5
V. SINTESIS............................................................................................................ 39
VI. KESIMPULAN.................................................................................................... 61
VII. DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 62
2
I. Skenario D Blok 25
Di Puskesmas Maju dengan penduduk 30.000 jiwa, dr. Bagus bersama timnya tidak
melakukan surveilan epidemiologi secara rutin, sehingga mereka tidak memahami riwayat
alamiah penyakit dan tahap perjalan penyakit yang berpotensi KLB. Pada bulan Januari s/d
Maret tahun 2013, terjadi peningkatan kasus DBD yang baru disadari setelah terjadi peningkatan
jumlah pasien yang dikirim ke RSU Daerah, karena perawatan darurat yang disiapkan di
puskesmas tidak bisa lagi menampung pasien yang indikasi dirawat. Puskesmas Maju
sebenarnya belum memiliki fasilitas untuk pasien rawat inap. Setelah mengalami peristiwa
tersebut dr. Bagus melakukan evaluasi dan menyadari bahwa stafnya belum memiliki
pemahaman dan keterampilan mengenai surveilans. Dr. Bagus mulai menyusun perencanaan
supaya kegiatan surveilans bisa dilakukan secara rutin, dan melatih tenaga perawat dan bidannya
memahami keterampilan penyelidikan wabah, studi epidemiologi, dan kegiatan statistika yang
terkait dengan surveilans dan penyelidikan wabah.
Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan pentingnya surveilans dan pendekatan epidemiologi
2. Menjelaskan investigasi/penyelidikan KLB/wabah
3. Menjelaskan desain epidemiologi
4. Menjelaskan tekhnik pencegahan dan penannggulangan KLB
3
II. Klarifikasi Istilah
1. Surveilans epidemiologi : pengumpulan dan analisa data epidemiologi yang akan
digunakan sebagai dasar dalam kegiatan-kegiatan dalam bidang pencegahan dan
penanggulangan penyakit
2. KLB : timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna
secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
3. Wabah : kejadian terjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu, serta dapat menimbulkan malapetaka.
4. Studi epidemiologi : ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan frekuwnsi
penyakit serta status kesehatan pada populasi manusia.
5. Kegiatan statistika : kegiatan tentang pengumpulan, pengolahan, penyajian serta
analisa data yang dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan serta pembuatan
keputusan yang beralasan berdasarkan hasill analisa yang dilakukan.
III. Identifikasi Masalah
1. Dr. Bagus bersama timnya tidak melakukan surveilans epidemiologi secara rutin,
sehingga mereka tidak memahami riwayat alamiah penyakit dan tahap perjalanan
penyakit yang berpotensi KLB di Puskesmas Maju dengan penduduk 30.000 jiwa.
2. Pada bulan Januari s/d Maret tahun 2013, terjadi peningkatan kasus DBD yang baru
disadari setelah terjadi peningkatan jumlah pasien yang dikirim ke RSU Daerah, karena
perawatan darurat yang disiapkan di puskesmas tidak bisa lagi menampung pasien yang
indikasi dirawat.
3. Puskesmas Maju sebenarnya belum memiliki fasilitas untuk pasien rawat inap.
4. Setelah mengalami peristiwa tersebut dr. Bagus melakukan evaluasi dan menyadari
bahwa stafnya belum memiliki pemahaman dan keterampilan mengenai surveilans.
5. Dr. Bagus mulai menyusun perencanaan supaya kegiatan surveilans bisa dilakukan secara
rutin, dan melatih tenaga perawat dan bidannya memahami keterampilan penyelidikan
wabah, studi epidemiologi, dan kegiatan statistika yang terkait dengan surveilans dan
penyelidikan wabah.
4
IV. Analisis Masalah
1. Bagaimana pentingnya surveilans epidemiologi ? Dan siapa yang mengaturnya ?
Jawab :
Proses pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek
penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat
tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan. Dalam sistem ini yang
dimaksud dengan surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah
kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan
efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan, analisis, interpreasi yang
sistematis dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan.
Informasi yang dihasilkan berguna untuk perencanaan pelaksanaan dan penilaian
program atau upaya kesehatan masyarakat. Data surveilan dapat dipakai untuk menentukan
kebutuhan akan upaya kesehatan masyarakat atau menilai efektifitas dari
suatu program kesehatan masyarakat. Surveilans dipergunakan untuk mengetahui informasi
yang up to date mengenai penyakit di masyarakat, informasinya berguna untuk:
1. Memonitor program yang sedang berjalan
2. Mengevaluasi hasil program
3. Sistim kewaspadaan dini (dengan form mingguan)
Dalam pengertian diatas maka surveillans adalah pengumpulan data atau
informasi untuk menentukan tindakan.
Tujuan surveilans epidemiologi tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai
dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan
kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat secara
menyeluruh
Manfaat surveilans epidemiologi (a)Deteksi Perubahan akut dari penyakit yang terjadi
dan distribusinya (b).Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit (c).Identifikasi
kelompok risiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat (d).Identifikasi faktor risiko dan
5
penyebab lainnya (e).Deteksi perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi (f).Dapat
memonitoring kecenderungan penyakit endemis (g).Mempelajari riwayat alamiah penyakit
dan epidemiologinya (h).Memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan
pelayanan kesehatan dimasa datang (i).Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas
dan prioritas sasaran program pada tahap perencanaan. Inti kegiatan surveilans pada
akhirnya adalah bagaimana data yang sudah dikumpul, dianalisis, dan dilaporkan ke
stakeholder atau pemegang kebijakan untuk ditindaklanjuti dalam pembuatan program
intervensi yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia
Contoh kerangka berfikir dalam surveilance :
2. Bagaimana cara melakukan surveilans epidemiologi berdasarkan :
6
a. Cara pengmbilan
Jawab :
Pengumpulan data merupakan awal dari rangkaian kegiatan untuk memproses data selanj
utnya. Data yang dikumpulkan memuat informasi epidemiologi yang dilaksanakan secara
teratur dan terus menerus dan dikumpulkan tepat waktu. Pengumpulan data dapat bersifat
pasif yang bersumber dari Rumah sakit, Puskesmas dan lain-lain, maupun aktif yang
diperoleh dari kegiatan survei (Budioro, 1997). Surveilans aktif dilakukan dengan cara
kunjungan ke unit sumber data di puskesmas, rumah sakit, laboratorium serta langsung di
masyarakat atau sumber data lainnya seperti pusat riset dan penelitian yang berkaitan
secara sistematik dan terus-menerus. Menurut WHO, sumber data surveilans antara lain:
1) Pencatatan angka kematian
2) Laporan penyakit
3) Laporan hasil pemeriksaan laboratorium
4) Penyelidikan atau laporan penyakit yang dilakukan secara perorangan
5) Survei
6) Penyelidikan distribusi vektor dan reservoir penyakit pada hewan
7) Data kependudukan dan lingkungan
8) Laporan wabah atau kejadian luar biasa (KLB)
9) Penggunaan obat-obatan dan bahan-bahan
7
10) Data lain serta catatan medik RS, absensi anak sekolah/ pekerja, survei rumah tangga
danlain-lain.
Sedangkan format laporan untuk pengumpulan data dari semua UPK, antara lain:
1) SP2TP :
- LB1 (laporan bulanan penyakit)
- LB2 (laporan kematian bulanan)
- LB3 (laporan cakupan program triwulan)
- LB4 (laporan obat dan logistik triwulan)
2) SP2RS :
- RL2a (laporan bulanan jenis penyakit rawat jalan)
- RL2b (laporan bulanan jenis penyakit rawat inap)
- RL2c (laporan bulanan PD3I yang dirawat)
3) W1 : laporan wabah atau KLB
4) W2 : laporan mingguan monitor penyakit KLB
5) SST : laporan bulanan dari surveilan sentinel penyakit tertentu
6) Laporan kegiatan sektor terkait
7) Laporan dari masyarakat
Dalam surveilans epidemiologi, data yang di dapat biasanya berupa masalah kesehat
an seperti kesakitan, sindrome, gangguan lingkungan sekitar atau masalah kesehatan lain
nya. Setelah itu data dapat dikumpulkan dengan dukungan berbagai sumber seperti lapor
an puskesmas, laporanrumah sakit, survey, laporan laboratorium. Pengumpulan data ini h
arus memperhatikan beberapa indikator, diantaranya jumlah atau rate ,angka kesakitan &
angka kematian, variabel yang diperlukan dan numerator serta denumerator yang dipakai.
Setelah dikumpulkan, data akan dilaporkan ke Pemerintah bidang kesehatan masyarakat.
Pelaporan data bisa dalam bentuk laporan harian, mingguan dan bulanan.Pengumpula
n data dilakukan dengan mengadakan pencatatan insidensi terhadap orang-orang yang
dianggap penderita malaria atau population at risk melalui kunjungan rumah (active
surveillance) atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan sarana pelayanan kesehatan
yaitu dari laporan rutin poli umum setiap hari, laporan bulanan Puskesmas desa dan
Puskesmas pembantu, laporan petugas surveilans di lapangan, laporan harian dari
laboratorium dan laporan dari masyarakat serta petugas kesehatan lain (pasive
surveillance). Atau dengan kata lain, data dikumpulkan dari unit kesehatan sendiri dan
8
dari unit kesehatan yang paling rendah, misalnya laporan dari Pustu, Posyandu, Barkesra,
Poskesdes (Arias, 2010).
Proses pengumpulan data diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Secara
umum pencatatan di Puskesmas adalah hasil kegiatan kunjungan pasien dan kegiatan luar
gedung. Sedangkan pelaporan dibuat dengan merekapitulasi data hasil pencatatan dengan
menggunakan formulir tertentu, misalnya form W1 Kejadian Luar Biasa (KLB) , form
W2 (laporan mingguan) dan lain-lain (Noor, 2000).
b. Cara pengolahan
Jawab :
Apabila datanya sederhana dan jumlah masing-masing variabel tidak terlalu banyak,
biasanya hanya dimanfaatkan tabel saja, sedangkan apabila datanya kompleks, maka
grafik dan peta dapat mempermudah memahami kecenderungan, variasi dan
perbandingan-perbandingan.
Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel,
grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan
komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data diantaranya
dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS, lotus, exceldan lain-
lain. Dalam melakukan pengolahan data surveillance terdapat empat kriteria pengolahan
data yang baik :
Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian. Oleh karena
itu, harus dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan dalam proses pengolahan data
adalah :
1. Memeriksa data (editing)
Editing ialah memeriksa data yang telah dikumpulkan dengan baikberupa daftar
pertanyaan, kartu atau buku register.
Yang dilakukan pada kegiatan memeriksa data ialah :
a. Menjumlah. Menjumlah ialah menghitung banyaknya lembaran daftar pertanyaan yang
telah diisi untuk mengetahui apakah sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
9
b. Koreksi. Yang termasuk dalam proses koreksi ialah proses membenarkan atau
menyelesaikan hal-hal yang salah atau kurang.
2. Memeriksa kode (coding)
Untuk mempermudaah pengolahan, sebaiknya semua variaberl diberi kode terutama
data klasifikasi, misalnya jenis kelamin diberi kode 1dan wanita diberi kode 2.
Meskipun pemberian kode dapat mempermudah pengolahan, tetapi pekerjaan ini
harus dilakukan dengan seteliti mungkin karena mudah menimbulkan kesalahan dalam
pemberian kode atau dalam memasukkan data.
Pemberian kode dapat dilakukan sebelum atau sesudah pengumpulan data
dilaksanakan. Dalam pengolahan selanjutnya kode-kode tersebut dikembalikan lagi
pada variabel aslinya.
3. Menyusun data (tabulating)/data entry.
Penyusunan data merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan
mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.
c. Perencanaan
Jawab :
Tahap perencanaan adalah tahap awal dalam melakukan surveilan epidemiologi. Tahap
ini dimulai dengan penetapan tujuan, penentuan definisi kasus, perencanaan perolehan
data, teknik pengumpulan data, teknik analisis dan mekanisme penyebarluasan informasi.
d. Sumber dan evaluasi
Jawab :
Sumber data Surveilans epidemiologi meliputi :
1) Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
2) Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan dari
kantor pemerintah dan masyarakat.
10
3) Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat.
4) Data geografi yang dapat diperoleh dari Unit meteorologi dan Geofisika
5) Data laboratiorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat
6) Data Kondisi lingkungan
7) Laporan wabah
8) Laporan Penyelidikan wabah/KLB
9) Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
10) Studi epidemiologi dan haisl penelitian lainnya
11) Data hewan dan vektor sumber penularan penyakit yang dapat diperoleh dari unit
pelayanan kesehatan dan masyarakat.
12) Laporan kondisi pangan
13) Data dan informasi penting lainnya.
Evaluasi Surveilans Epidemiologi :
1. Menjamin bahwa permasalahan kesehatan dipantau secara efektif dan efisien
2. Mengetahui kualitas informasi yang dihasilkan oleh sistem surveilans
3. Mengetahui peran dan dampak surveilans dalam menunjang tujuan program kesehatan
dan pembuatan kebijakan
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem surveilans yang sedang berjalan
5. Mengetahui manfaat surveilans bagi stakeholder.
e. Analisis data
Jawab :
Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan
dipergunakan untuk perencanaan, monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan
penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi seperti
rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui situasi, estimasi dan prediksi
penyakit. Data yang sudah diolah selanjutnya dianalisis dengan membandingkan data
bulanan atau tahun-tahun sebelumnya, sehingga diketahui ada peningkatan atau
11
penurunan, dan mencari hubungan penyebab penyakit DBD dengan faktor resiko yang
berhubungan dengan kejadian DBD.
Data yang terkumpul dari kegiatan surveilans epidemiologi diolah dan disajikan
dalam bentuk tabel situasi demam berdarah tiap puskesmas, RS maupun daerah. serta
tabel endemisitas dan grafik kasus DBD per minggu/bulan/tahun. Analisis dilakukan
dengan melihat pola maksimal-minimal kasus DBD, dimana jumlah penderita tiap
tahun ditampilkan dalam bentuk grafik sehingga tampak tahun dimana terjadi terdapat
jumlah kasus tertinggi (maksimal) dan tahun dengan jumlah kasus terendah (minimal).
Kasus tertinggi biasanya akan berulang setiap kurun waktu 3–5 tahun, sehingga
kapan akan terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat diperkirakan. Analisis juga
dilakukan dengan membuat rata–rata jumlah penderita tiap bulan selama 5 tahun, dimana
bulan dengan rata–rata jumlah kasus terendah merupakan bulan yang tepat untuk
intervensi karena bulanberikutnya merupakan awal musim penularan.
Analisis merupakan langkah penting dalam surveilans epidemiologi karena akan
dipergunakan untuk perencanaan,monitoring dan evaluasi serta tindakan pencegahan dan
penanggulangan penyakit. Kegiatan ini menghasilkan ukuran-ukuran epidemiologi seperti
rate, proporsi, rasio dan lain-lain untuk mengetahui situasi, estimasi dan prediksi
penyakit.
Dalam program pemberantasan DBD dikenal beberapa indikator yang diperoleh dari
hasil analisis data yaitu:
1. Angka kesakitan / CFR (Case Fatality Rate) merupakan jumlah kasus DBD
disuatu wilayah tertentu selama 1 tahun tiap 100ribu penduduk.
2. Angka kematian / IR (Insidence Rate) adalah banyaknya penderita DBD yang
meninggal dari seluruh penderita DBD di suatu wilayah.
3. ABJ (Angka Bebas Jentik)/ Case fatality rate didefinisikan sebagai prosentase
rumah yang bebas dari jentik dari seluruh rumah yang diperiksa.
Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas
kesehatan Propinsi dan Ditjen PPM&PL Depkes berperan dalam penyelenggaraan
Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data Puskesmas (STP Puskesmas), Rumah Sakit
(STP Rumah Sakit) dan Laboratorium (STP Laboratorium).
- Unit surveilans Puskesmas
- Unit surveilans Rumah Sakit
- Unit surveilans Laboratorium
- Unit surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 12
- Unit surveilans Dinas Kesehatan Propinsi
- Unit surveilans Ditjen PPM&PL Depkes
Interpretasi
Disamping menghasilkan informasi untuk pihak puskesmas dan DKK, informasi juga
harus disebarluaskan kepada stakeholder yang lain seperti Camat dan lurah,lembaga swadaya
masyarakat, Pokja/Pokjanal DBD dan lain-lain. Penyabarluasan informasi dapat berbentuk
laporan rutin mingguan wabah dan laporan insidentil bila terjadi KLB.
Implementasi
Data surveilans DBD didapatkan dari Ditjen PP & PL Depkes RI tahun 2009 yang
disajikan dalam bentuk tabel, grafik yang menjelaskan penyebaran penyakit DBD di
Indonesia. Penyebaran kasus DBD dilihat dari tahun 1968 – 2009 di seluruh provinsi di
Indonesia yang disajikan dalam bentuk tabel. Dari data surveilans tersebut juga dapat dilihat
Angka Insiden ( AI ) / Insident Rate ( IR ) berdasarkan 100.000 penduduk dari tahun 1968 –
2009. JIka terjadi peningkatan kasus DBD tiap tahunnya maka harus dilakukan program
pengendalian DBD dan menjadi perhatian utama pada tingkat Kota/Kabupaten maupun
Puskesmas.
Selain itu, dengan menggunakan data surveilans, Angka Insiden pada tahun 2009 di
setiap Provinsi dapat diketahui. Hasil analisi ini dapat disajikan menggunakan grafik sehingga
dapat diketahui Provinsi mana saja yang mengalami kasus DBD tertinggi maupun terendah.
Selain Analisis data surveilans DBD menurut tempat dan waktu, analisis juga dilakukan
menurut orang dengan menghitung Angka Insiden berdasarkan kelompok umur dan Jenis
Kelamin. Dari data yang ada, dapat dihitung pula Angka Kematian / Case Fatality Rate
( CFR ) berdasarkan provinsi di Indonesia.
Jika data surveilans didapatkan dari laporan kasus rawat inap dan kasus rawat jalan
pasien DBD di RS dari tahun 2004-2008 dan tidak diketahui jumlah rumah sakit yang
melaporkan dari tahun ke tahun, sehingga sulit menganalisis atau menginterpretasi data
tersebut. Dari data ini tampak cukup banyak pasien DBD yang di rawat jalan, sehingga perlu
dilakukan validasi data apakah pasien rawat jalan adalah pasien kontrol pasca rawat inap saja
atau pasien lama diitambah dengan pasien baru.
Selain laporan dari Puskesmas, RS, Dinkes dll. Analisis juga dapat menggunakan
faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian DBD seperti perubahan iklim dapat
memperpanjang masa penularan penyakit yang ditularkan melalui vektor dan mengubah luas
geografinya, dengan kemungkinan menyebar ke daerah yang kekebalan populasinya rendah
13
atau dengan infrastruktur kesehatan masyarakat yang kurang. Selain perubahan iklim faktor
risiko yang mungkin mempengaruhi penularan DBD adalah faktor lingkungan, urbanisasi,
mobilitas penduduk, kepadatan penduduk dan transportasi.
Selain itu, laporan KLB yang didapatkan dari Puskesmas, RS, Dinkes dll dapat
digunakan untuk analisis hubungannya dengan IR maupun CFR pada setiap provinsi. Yang
kemudian hasil analisis ini dapat digunakan sebagai landasan atau acuan Puskesmas, RS,
Dinkes dll. Untuk membuat upaya program pencegahan DBD.
f. Penyebaran info dan penyimpanan
Jawab :
Penyebarluasan informasi dapat dilakukan ketingkat atas maupun ke bawah. Dalam
rangka kerja sama lintas sektoral instansi-instansi lain yang terkait dan masyarakat juga
menjadi sasaran kegiatan ini. Untuk diperlukan informasi yang informatif agar mudah
dipahami terutama bagi instansi diluar bidang kesehatan (Budioro, 1997).
Penyebarluasan informasi yang baik harus dapat memberikan informasi yang
mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya
pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan. Cara penyebarluasan informasi
yang dilakukan yaitu membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada
atasan, membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan, membuat suatu tulisan di
14
majalah rutin, memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat di akses dengan
mudah.
3. Siapa yang berhak melakukan surveilans epidemiologi ?
Jawab :
Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan wajib dan berhak dilakukan
oleh setiap instansi kesehatan Pemerintah, instansi Kesehatan Propinsi, instansi kesehatan
kabupaten/kota dan lembaga masyarakat dan swasta baik secara fungsional atau
struktural. Surveilans idealnya dilakukan oleh seorang dokter atau epidemiologist yang
dibantu oleh staf kesehatan.
Pada kasus DBD yang bertangungjawab melakukan surveilans adalah petugas
kesehatan, juru pemantau jentik dan tim pemberantasan nyamuk di sekolah dan
masyarakat.
4. Apa saja faktor yang menghambat surveilans epidemiologi ?
Jawab :
1).Kerjasama lintas sektoral
Surveillens epidemiologi harus bekerjasama dengan berbagai sektor yang berkaitan
dengan kesehatan, kerjasama tersebut membutuhkan partisipasi yang penuh untuk
tercapainya pemecahan masalah kesehatan, kadang kala sektor yang lain mempunyai
pertisipasi yang rendah dalam kerjasama lintas sektoral tersebut.
2).Partisipasi masyarakat rendah
Surveillens epidemiologi yang memang menangani masalah kesehatan masyrakat
eharusnya benar-benar menggali informasi dari masyarakat dan penanganannyapun
hasrus dengan masyarakat, sering dijumpai partsipasi masyarakat dalam pengambilan
informasi dari petugas kesehatan berbelitbelit dan cenderung enutup-nutupi.
3).Sumber daya
- Jumlah tenaga yang kurang untuk mengcover kegiatan PE
- Banyaknya tugas rangkap.
4).Ilmu pengetahuan dan teknologi
15
Surveillans epidemiologi membutuhkan teknologi teknologi untuk mempercepat deteksi
din, analisis penanggulangan dan penanggulangan masalah kesehaatan, kondisi di
lapangan seringkali tenologi di laboratorium sering lambat sehingga mengganggu tahap
deteksi dini dan penanganan kasus akan terlambat.
5).Kebijakan
Seringkali kebijakan dari pemerintah dirasa masih menghambat dalam pelaksanaan
surveilans. Contohnya saja baru ditangani apabila memang sudah menjadi KLB.
Birokrasi pemerintahan yang rumit sering menjadi kendala dalam melakukan surveilans.
Kebijakan yang belum dipahami petugas juga menjadi kendala dalam pelaksanaan
surveilans.
6).Dana
Kegiatan surveilans ini tidak membutuhkan dana yang sedikit juga. Sering kali
permasalahan dana menjadi penghambat dalam melakukan surveilans.
7).Jarak dan Transportasi
Lokasi yang jauh dari perkotaan dan minimnya transportasi membuat kegiatan surveilans
terhambat. Sering kali jarak membuat kegiatan surveilans berlangsung berhari-hari
karena transportasi yang minim dan jarak yang jauh. Kondisi jalan juga mempengaruhi.
8). Laporan yang tidak lengkap.
Laporan kasus rawat inap dan kasus rawat jalan pasien DBD di RS dari tahun 2004-2008
tidak diketahui. jumlah rumah sakit yang melaporkan dari tahun ke tahun, sehingga sulit
menganalisis atau menginterpretasi data tersebut. Dari data ini tampak cukup banyak
pasien DBD yang di rawat jalan, sehingga perlu dilakukan validasi data apakah pasien
rawat jalan adalah pasien kontrol pasca rawat inap saja atau pasien lama diitambah
dengan pasien baru.
9). Sistem laporan yang belum terintegrasi.
Berdasarkan laporan yang bersumber dari Ditjen.PP&PL dan laporan yang bersumber
dari Ditjen.Yanmed tampak perbedaan jumlah kasus DBD yang dilaporkan. Hal ini
16
kemungkinan karena sistem laporan DBD belum terintegrasi dan belum ada mekanisme
tukar menukar (sinkronisasi) antara data Puskesmas dan data RS di Kab/Kota. Sistem
pelaporan kasus DBD perlu diperkuat agar bisa mendapatkan data yang valid, dengan
membangun sistem tukarmenukarndata antara data Puskesmas dan data RS.
Permasalahan yang dapat menghambat surveilans:
- Data tidak dianalisis
- Feedback pada sumber data sangat jarang
- Banyak beban pada sumber data
- Pengiriman data yang kurang cepat dan tepat
5. Apa saja faktor yang mendukung surveilans epidemiologi ?
Jawab :
Pendukung surveilans yaitu pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, penyediaan
sumber daya manusia dan laboratoriumnya cukup,komunikasi yang baik, dan manajemen
sumber daya,kegiatan surveilans disupervisi.
6. Apa saja syarat puskesmas untuk memiliki ruang Rawat Inap ?
Jawab :
Beberapa kriteria Puskesmas Rawat Inap, sebagai sebuah Pusat Rujukan Antara bagi
penderita gawat darurat sebelum dibawa ke RS, antara lain sebagai berikut:
Puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari Rumah Sakit
Puskesmas mudah dicapai dengan kendaraan bermotor
Puskesmas dipimpin oleh dokter dan telah mempunyai tenaga yang memadai
Jumlah kunjungan Puskesmas minimal 100 orang per hari
Penduduk wilayah kerja Puskesmas dan penduduk wilayah 3 Pus kesmas di sekitarnya
minimal 20.000 jiwa per Puskesmas
Pemerintah Daerah bersedia menyediakan dana rutin yang memadai.
17
7. Jelaskan perbedaan KLB dan Wabah!
Jawab :
Wabah merupakan kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular di masyarakat yang
jumlah penderitanya secara nyata meningkat melebihi dari pada keadaan yang lazim pada
waktu dan daerah tertentu serta menimbulkan malapetaka (UU N0 4, 1984). Di dalam
membahas wabah ditemukan istilah “Herd Immunity”. Herd Immunity menjelaskan
bentuk kekebalan yang terjadi ketika vaksinasi dari sebagian besar dari penduduk (atau
kelompok) memberikan ukuran perlindungan bagi individu yang belum mengembangkan
kekebalan. Teori kekebalan Herd menyatakan bahwa dalam penyakit menular yang
ditularkan dari individu ke individu rantai infeksi mungkin akan terganggu ketika sejumlah
besar populasi kebal terhadap penyakit. Semakin besar proporsi individu yang kebal,
semakin kecil kemungkinan bahwa individu rentan akan datang ke dalam kontak dengan
individu menular.
Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004 yaitu timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu. Suatu penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut :
1. Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya (hari, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau
lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau
lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu
menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7. Propotional rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu atau tahun