SKENARIO E BLOK 19 TAHUN 20131. SkenarioSeorang anak laki-laki,
usia 3 tahun, berat badan 13 kg, dibawa ke RS dengan keluhan
kejang. Dari cacatan dari rekam medis didapatkan penderita masih
sering mengalami serangan kejang saat datang ke RS. Setelah
diberikan diazepam perrektal dua kali dan intravena satu kali
kejang juga belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan drip
fenintoin . kejang tidak didahului atau disertai demam. Pascakejang
anak tidak sadar.Setelah delapan jam perawatan di rumah sakit,
kesadaran penderita mulai membaik, namun asih malas bicara serta
tatapan seringkali kosong.Dari anamnesis dengan ibu penderita ,
sekitar dua puluh menit sebelum masuk RS penderita mengalami
bangkitan dimana seluruh tubuh penderita tegang, mata mendelik
keatas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini
berlangsung kurang lebih lima menit setelahnya penderita tidak
sadar. Penderita kemudian dibawa ke RS. Sekitar 10 menit setelah
bangkitan pertama saat dalam perjalanan rumah sakit, bangkitan
serupa berulang sampai penderita tiba di RS. Jarak antara rumah
dengan RS kurang lebih 10 km. Setelah mendapatkan obat kejang
seperti yang telah disebutkan diatas, kejang berhenti. Pascakejang
penderita masih tidak sadar. Sekitar tiga jam di RS, penderita
mulai sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah
kanan nampak lemah dan penderita sering tersedak.Riwayat penyakit
sebelumnyaSaat berusia sembilan bulan, penderita mengalami kejang
dengan demam tinggi. Dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan
penderita didiagnosis menderita meningitis. penderita dirawat di RS
selama 15 hariPada usia satu tahun penderita mengalami kejang yang
tidak disertai demam sebanyak dua kali. Pada usia 18 bulan
penderita kembali mengalami kejang yang disertai demam tidak
tinggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi asam valproat.
Setelah enam bulan berobat, orang tua menghentikan pengobatan
karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah bisa bicara
lancar, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda
tiga.Pemeriksaan fisik :Anak nampak sadar, suhu 37o C, TD : 90/45
mmHg ( normal untuk usia ), nadi 100x/menit, laju nafas
30x/menit.Pemeriksaan Neurologis :Mulut penderita mengot ke sebelah
kiri. Lipatan dahi masih nampak dan kelopak matta dapat menutup
penuh saat dipejamkan. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah
terjadi deviasi ke kanan dan disertai tremor lidah. Pergerakan
lengan dan tungkai kanan nampak terbatas dan kekuatannya lebih
lemah dibanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat
sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan
dari pemeriksa. Lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan kuat
sewajar usianya. Tonus otot dan reflek fiiologis lengan dan tungkat
kanan meningkat, serta ditemukan reflek babinsky di kaki sebelah
kanan.
2. Klarifikasi Istilaha. Kejang : serangan mendadak atau
kekambuhan penyakit, atau episode tunggal epilepsib. Diazepam :
obat penenang golongan benzodiazepin digunakan sebagai anksiolitik
, agen anti panik, sedatif, relaksan otot rangka, dan anti
konvulsan.c. Fenitoin : anti konvulsan yang digunakan untuk
mengatasi berbagai bentuk epilepsi dan kejang akibat bedah sarafd.
Bangkitan kejang: kontraksi secara tidak sadar dari otot-otot
voluntere. Asam valproat : anti konvulsan yang terutama digunakan
untuk mengontrol kejang absansf. Meningitis: radang pada
meningensg. Babinski : dorsofleksi ibu jari kaki pada perangsangan
telapak kakih. Tonus : atau tonisitas kontraksi otot yang ringan
dan terus menerus, yang pada otot-otot rangka membantu dalam
mempertahankan postur dan pengembalian darah ke jantung
3. Identifikasi Masalah Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun,
berat badan 13 kg, dibawa ke RS dengan keluhan kejang . Sekitar dua
puluh menit sebelum masuk RS penderita mengalami bangkitan dimana
seluruh tubuh penderita tegang, mata mendelik keatas, kemudian
dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini berlangsung
kurang lebih lima menit setelahnya penderita tidak sadar. Penderita
kemudian dibawa ke RS Sekitar 10 menit setelah bangkitan pertama
saat dalam perjalanan rumah sakit, bangkitan serupa berulang sampai
penderita tiba di RS. Jarak antara rumah dengan RS kurang lebih 10
km Setelah diberikan diazepam perrektal dua kali dan intravena satu
kali kejang juga belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan
drip fenintoin . kejang tidak didahului atau disertai demam
Pascakejang anak tidak sadar. Sekitar tiga jam di RS, penderita
mulai sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah
kanan nampak lemah dan penderita sering tersedak . Setelah delapan
jam perawatan di rumah sakit, kesadaran penderita mulai membaik,
namun asih malas bicara serta tatapan seringkali kosong Saat
berusia sembilan bulan, penderita mengalami kejang dengan demam
tinggi. Dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan penderita
didiagnosis menderita meningitis. Penderita dirawat di RS selama 15
hari Pada usia satu tahun penderita mengalami kejang yang tidak
disertai demam sebanyak dua kali Pada usia 18 bulan penderita
kembali mengalami kejang yang disertai demam tidak tinggi.
Penderita berobat ke dokter dan diberi asam valproat. Setelah enam
bulan berobat, orang tua menghentikan pengobatan karena penderita
tidak pernah kejang Pemeriksaan fisikAnak nampak sadar, suhu 37o C,
TD : 90/45 mmHg ( normal untuk usia ), nadi 100x/menit, laju nafas
30x/menit. Pemeriksaan neurologisMulut penderita mengot ke sebelah
kiri. Lipatan dahi masih nampak dan kelopak matta dapat menutup
penuh saat dipejamkan. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah
terjadi deviasi ke kanan dan disertai tremor lidah. Pergerakan
lengan dan tungkai kanan nampak terbatas dan kekuatannya lebih
lemah dibanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat
sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan
dari pemeriksa. Lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan kuat
sewajar usianya. Tonus otot dan reflek fiiologis lengan dan tungkat
kanan meningkat, serta ditemukan reflek babinsky di kaki sebelah
kanan
4. Analisis MasalahSeorang anak laki-laki, usia 3 tahun, berat
badan 13 kg, dibawa ke RS dengan keluhan kejang . Sekitar dua puluh
menit sebelum masuk RS penderita mengalami bangkitan dimana seluruh
tubuh penderita tegang, mata mendelik keatas, kemudian dilanjutkan
kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini berlangsung kurang lebih
lima menit setelahnya penderita tidak sadar. Penderita kemudian
dibawa ke RS
1). Apa etiologi dan bagaimana mekanisme kejang selama 5 menit
pada kasus? Jawab : Meningitis akan menimbulkan glial skar yang
merupakan focus epileptik. Jika fokus epileptik dirangsang dengan
stimulus epileptogenik seperti suara bising, cahaya yang silau,
emosi, obat obatan perangsang saraf, dalam kasus ini stimulus
epileptogeniknya merupakan berhentinya mengkonsumsi obat yang
memiliki fungsi mencegah pemecahan GABA (yang berfungsi sebagai
inhibisi), sehingga mudah terjadi eksitasi berlebih sedangkan
inhibisi terhambat sehingga terjadi kejang. Selama kejang maka akan
terjadi peningkatan metabolisme, kerja jantung dan pernapasa.
Sehingga saat kejang sudah berhenti maka pasien akan mengalami
stufor akibat kekurangan nutrisi di otak terutama glukosa. Karena
glukosa sangat sedikit diotak maka akan terjadi kejang kembali.
2). Bagaimana klasifikasi kejang ?Jawab : Ada dua klasifikasi
epilepsi yang direkomendasikan oleh ILAE yaitu pada tahun 1981 dan
tahun 1989.International League Against Epilepsy (ILAE) pada tahun
1981 menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan
(tipe serangan epilepsi): 1. Serangan parsial a. Serangan parsial
sederhana (kesadaran baik) - Dengan gejala motorik - Dengan gejala
sensorik - Dengan gejala otonom - Dengan gejala psikis b. Serangan
parsial kompleks (kesadaran terganggu) - Serangan parsial sederhana
diikuti dengan gangguan kesadaran - Gangguan kesadaran saat awal
serangan c. Serangan umum sederhana - Parsial sederhana menjadi
tonik-klonik - Parsial kompleks menjadi tonik-klonik - Parsial
sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik 2. Serangan
umum a. Absans (Lena) b. Mioklonik c. Klonik d. Tonik e. Atonik
(Astatik) f. Tonik-klonik 3. Serangan yang tidak terklasifikasi
(sehubungan dengan data yang kurang lengkap).
Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah digunakan
untuk para klinisi karena hanya ada dua kategori utama, yaitu -
Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus
yang terlokalisir di otak. - Serangan umum yaitu bangkitan
epileptik terjadi pada daerah yang lebih luas pada kedua belahan
otak.
Klasifikasi menurut sindroma epilepsi yang dikeluarkan ILAE
tahun 1989 adalah : 1. Berkaitan dengan letak fokus a. Idiopatik -
Epilepsi Rolandik benigna (childhood epilepsy with centro temporal
spike) - Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital b.
Simptomatik - Lobus temporalis - Lobus frontalis - Lobus parietalis
- Lobus oksipitalis 2. Umum a. Idiopatik - Kejang neonatus familial
benigna - Kejang neonatus benigna - Kejang epilepsi mioklonik pada
bayi - Epilepsi Absans pada anak - Epilepsi Absans pada remaja -
Epilepsi mioklonik pada remaja - Epilepsi dengan serangan
tonik-klonik pada saat terjaga - Epilepsi tonik-klonik dengan
serangan acak b. Simptomatik - Sindroma West (spasmus infantil) -
Sindroma Lennox Gastaut 3. Berkaitan dengan lokasi dan epilepsi
umum (campuran 1 dan 2) - Serangan neonatal 4. Epilepsi yang
berkaitan dengan situasi - Kejang demam - Berkaitan dengan alkohol
- Berkaitan dengan obat-obatan - Eklampsia - Serangan yang
berkaitan dengan pencetus spesifik (refleks epilepsi)3). Bagaimana
interpretasi kejang pada skenario? Jawab : Interpretasi =
AbnormalDengan jenis kejangtonik klonik (epilepsy grand mal).
Dimulai dengan kehilangan kesadaran disusul dengan gejala motorik
secara bilateral, dapat berupa ekstensi tonik beberapa menit
disusul gerakan klonik yang sinkron dari otot-otot tersebut. Segera
sesudah kejang berhnti pasien tertidur.4). Mengapa pasien tidak
sadar pascabangkitan pertama?Jawab : Seperti yang kita ketahui
mekanisme kejangdapat dijelaskan melalui fenomena lepasnya muatan
listrik akibat perangsangan seluruh neuron kortikal tetapi
hilangnya kesadaran pascabangkitan tidak dapat diterima sebagai
manifestasi lepasnya muatan listrik neuron neuron kortikal.
Berdasarkan penyelidikan eksperimental, secara primer yang
melepaskan muatan listriknya adalah nuklei intralaminares talamik
atau yang dsb inti centrecephalic, inti tersebut merupakan terminal
dari lintasan asendens aspesifik/akstralemniskal. Input korteks
cerebri yang melalui lintasan aferent aspesifikitulah yang
menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali tidak ada input
maka akan timbull penurunan kesadaran/koma.perlepasan muatan
listrik dari inti inti intralaminar talamik secara berlebihan akan
terjadi perangsangan talamokortikal (bertujuan menerima serangkaian
sinyal cepat dan padat dari dunia luar) yang terjadi secara
berlebihan akan menghasilkan kejang otot seluruh tubuhh(konvulsi
umum) dan sekaligus menghalangi neuron pembina kesadaran menerima
impuls aferen dari luar sehingga kesadaran hilang.Namun ada
jugayang mengungkapkanbahwa dari substansia retikularis dibag.
Rostral dan mesensefalon yang dapat melakukan blokkade sejenak
terhadap inti inti intraluminar talamik, sehingga kesadarn hilang
sejenak tanpa disertai kejang kejangpada otot skeletal.
Sekitar 10 menit setelah bangkitan pertama saat dalam perjalanan
rumah sakit, bangkitan serupa berulang sampai penderita tiba di RS.
Jarak antara rumah dengan RS kurang lebih 10 km 1). Jelaskan
mengapa kejang berulang !Jawab : Epilepsi ialah serangan berkala
yang dilepaskan oleh muatan listrik neuron kortikal secara
berlebihan. Gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan
potensial membran neuron, sehingga neuron melepaskan muatan
listriknya. Beberapa penyelidikan mengungkapkan bahwa
neurotransmitter acetylcholine merupakan zat yang memudahkan
potensial membran postsinaptik. Apabila sudah cukup acetylcholine
tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik
neuron-neuron kortikal di permudah. Acetylcholine diproduksi oleh
neuron-neuron kolinergik dan merembes keluar dari permukaaan otak.
Pada kesadaran awas-waspada lebih banyak acetylcholine merembes
keluar dari permukaan otak daripada selama tidur. Pada jejas otak
terdapat lebih banyak acetylcholine daripada dalam keadaan otak
sehat. Pada tumor serebri atau adanya sikatriks setempat pada
permukaan otak sebagai gejala sisa meningitis, ensefalitis,
kontusio serebri atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan
setempat dari acetylcholine. Oleh karena itu pada tempat tersebut
akan terjadi lepas muatan listrik neuron-neuron. Penimbunan
acetylcholine setempat harus mencapai suatu konsentrasi tertentu
untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan
listrik dapat terjadi. Mungkin karena harus menunggu waktu sehingga
tercapai konsentrasi yang dapat mengungguli ambang lepas muatan
listrik neuron. Oleh karena itulah fenomen lepas muatan listrik
epileptik terjadi secara berkala.Selain itu GABA juga dianggap
sebagai zat anti-konvulsi alamiah. Pada orang-orang tertentu zat
itu kurang cukup, sehingga neuron-neuron kortikalnya mudah sekali
terganggu dan bereaksi dengan melepaskan muatan listriknya secara
menyeluruh.
Setelah diberikan diazepam perrektal dua kali dan intravena satu
kali kejang juga belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan
drip fenintoin . kejang tidak didahului atau disertai demam 1).
Diazepama. Apakah perbedaan antara pemberian intravena dengan
perektal ? Diazepam, baik secara intravena maupun per rektal sama
efektifnya untuk mengatasi kejang. 80% kasus teratasi dalam waktu
10-15 menit. Perbedaannya terdapat pada waktu peak plasma level
(konsentrasi obat dalam plasma darah ketika laju eliminasi dan
absorpsinya sama), pada per rektal sekitar 5-10 menit dan intravena
1-3 menit. Inilah mengapa insiden hipoventilasi lebih jarang pada
penggunaan secara per rektal dan karena lebih lama, penggunaan per
rektal bisa mencegah kejang berulang lagi.
Indikasi penggunaan diazepam per rectal: anak dengan kejang
diatas 10 menit yang sebelumnya ada respon terhadap penggunaan
diazepam intravena atau rectal anak dengan karena penggunaan oral
tidak dianjurkan anak dengan epilepsi berat dan jauh dari pelayanan
emergensi.Tidak diperlukan pada anak dengan epilepsi ringan atau
terkontrol dengan baik. Per rektal diberikan karena diserap masuk
ke aliran darah lebih cepat.
b. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik diazepam?Jawab :
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul
7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on
(C16H13ClN2O). Merupakan senyawa Kristal tidak berwarna atau agak
kekuningan yang tidak larut dalam air. Diazepam masuk dalam
golongan long acting benzodiazepine dengan waktu paruh lebih dari
24 jam.
Diazepam
FarmakodinamikMemodulasiefekpostsynapticdaritransmisiGABA-A,
sehingga mengakibatkan peningkatan hambatanpresynaptic. Bekerjapada
bagian sistemlimbik, talamus, dan hipotalamus, untuk menimbulkan
efekyang menenangkan. Dalam sistem saraf pusatDapat menimbulkan
amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek
sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan
laju metabolisme. Efek KardiovaskulerMenyebabkan vasodilatasi
sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Tidak
mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik
mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi
dengan opioid. Sistem RespiratoriMempengaruhi penurunan frekuensi
nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi
pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi
mental. Efek terhadap saraf ototMenimbulkan penurunan tonus otot
rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal, sehingga
sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot
rangka.
FarmakokinetikPengertian lain dari farmakokinetik menurut ilmu
farmakologi sebenarnya dapat diartikan sebagai proses yang dilalui
obat di dalam tubuh atau tahapan perjalanan obat tersebut di dalam
tubuh. Proses farmakokinetik ini dalam ilmu farmakologi meliputi
beberapa tahapan mulai dari proses absorpsi atau penyerapan obat,
distribusi atau penyaluran obat ke seluruh tubuh, metabolisme obat
hingga sampai kepada tahap ekskresi obat itu sendiri atau proses
pengeluaran zat obat tersebut dari dalam tubuh. Fase-fase tersebut
diantaranya adalah:
1. AbsorpsiAbsorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat
dari saluran gastrointestinalke dalam cairan tubuh melalui absorpsi
pasif, absorpsi aktif, atau pinositosis.Kebanyakan obat oral
diabsorpsi di usus halus melalui kerja permukaan vili mukosa yang
luas.Jika sebagain dari vili ini berkurang, karena pengangkatan
sebagian dariusus halus, maka absorpsi juga berkurang. Obat-obat
yang mempunyai dasar protein,seperti insulin dan hormon
pertumbuhan, dirusak di dalam usus halus oleh enzim-enzim
pencernaan. Absorpsi pasif umumnya terjadi melalui difusi
(pergerakan darikonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Dengan
proses difusi, obat tidakmemerlukan energi untuk menembus membran.
Absorpsi aktif membutuhkan karier(pembawa) untuk bergerak melawan
perbedaan konsentrasi.Sebuah enzim atauprotein dapat membawa
obat-obat menembus membran. Pinositosis berarti membawaobat
menembus membran dengan proses menelan.Absorpsi obat dipengaruhi
oleh aliran darah, rasa nyeri, stres, kelaparan,makanan dan pH.
Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat vasokonstriktor,
ataupenyakit yang merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stres, dan
makanan yang padat, pedas,dan berlemak dapat memperlambat masa
pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam
lambung. Latihan dapat mengurangi aliran darah denganmengalihkan
darah lebih banyak mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi
kesaluran gastrointestinal.Obat-obat yang diberikan secara
intramuskular dapat diabsorpsi lebih cepat diotot-otot yang
memiliki lebih banyak pembuluh darah, seperti deltoid, daripada
otot-otot yang memiliki lebih sedikit pembuluh darah, sehingga
absorpsi lebih lambatpada jaringan yang demikian.
2. DistribusiDistribusi adalah proses di mana obat menjadi
berada dalam cairan tubuh danjaringan tubuh. Distribusi obat
dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatanpenggabungan)
terhadap jaringan,dan efek pengikatan dengan protein. Ketika obat
didistribusi di dalam plasma, kebanyakan berikatan denganprotein
(terutama albumin) dalam derajat (persentase) yang
berbeda-beda.Obat-Obatyang lebih besar dari 80% berikatan dengan
protein dikenal sebagai obat-obat yangberikatan dengan tinggi
protein. Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi denganprotein
adalah diazepam (Valium): yaitu 98% berikatan dengan protein.
Aspirin 49% berikatan dengan protein clan termasuk obat yang
berikatan sedang dengan protein.Abses, eksudat, kelenjar dan tumor
juga mengganggu distribusi obat.Antibiotika tidak dapat
didistribusi dengan baik pada tempat abses dan eksudat.Selain itu,
beberapa obat dapat menumpuk dalam jaringan tertentu, seperti
lemak,tulang, hati, mata, dan otot.
3. BiotransformasiFase ini dikenal juga dengan metabolisme obat,
diman terjadi proses perubahan struktur kimia obat yang dapat
terjadi didalam tubuh dan dikatalisis olen enzim.
4. Ekskresi atau eliminasiRute utama dari eliminasi obat adalah
melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu, feses, paru-paru,
saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak
berikatan, yang larut dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah,
difiltrasi oleh ginjal.Obat-obat yang berikatan dengan protein
tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obatdilepaskan ikatannya
dengan protein, maka obat menjadi bebas dan akhirnya
akandiekskresikan melalui urin.pH urin mempengaruhi ekskresi obat.
pH urin bervariasi dari 4,5 sampai 8.Urin yang asam meningkatkan
eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah. Aspirin,suatu asam
lemah, dieksresi dengan cepat dalam urin yang basa. Jika
seseorangmeminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium bikarbonat
dapat diberikan untukmengubah pH urin menjadi basa.Juice cranberry
dalam jumlah yang banyak dapatmenurunkan pH urin, sehingga
terbentuk urin yang asam.
c. Bagaimana indikasi , kontraindikasi, efek samping, dan dosis
diazepam? Jawab : Indikasi : anti-ansietas, sedatif-hipnotik, dan
anti-konvulsan (status epileptikus) Kontraindikasi : Kontraindikasi
Diazepam yaitu pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap
Diazepam, dan juga pada bayi usia di bawah 6 bulan.Selain itu
Diazepam juga memiliki kontraindikasi pada pasien dengan myasthenia
gravis, severe respiratory insufficiency, severe hepatic
insufficiency, dan sleep apnea syndrome. Obat ini boleh digunakan
pada pasien yang menderita glaucoma sudut terbuka, tetapi
kontraindikasi pada glaucoma sudut sempit akut. Tidak dianjurkan
pemberian obat ini pada ibu hamil dan menyusui. Efek sampingEfek
samping yang paling sering antara lain mudah mengantuk, lelah,
kelemahan otot, dan ataxia. Efek samping lainnya antara lain:
Sistem saraf pusat: kebingungan, depresi, dysarthria, sakit kepala,
tremor, vertigo. Sistem Gastrointestinal: konstipasi, nausea,
gastrointestinal disturbances Special Senses: pandangan kabur,
diplopia, pusing Sistem Cardiovascular: hypotension Psychiatric and
Paradoxical Reactions: stimulasi, gelisah,cemas, agitasi, agresif,
iritabilitas, marah, halusinansi, psychoses, delusi, peningkatan
spastisitas otot, insomnia, gangguan tidur, dan mimpi buruk. Sistem
Urogenital: inkontinensia, perubahan libido, retensi urin Kulit:
Reaksi kulit Hasil Lab: Peningkatan transaminase and alkaline
phosphatase Yang lain: perubahan pada salivasi, termasukmulut
kering, hipersalivasi Dosis Diazepam sebagai Terapi Kejang :a.
Dewasa : 5-10 mg (sampai 30 mg)b. Anak : 1 mg setiap 2-5 menit
sampai dosis total 10 mg
2). Drip fenitoina. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik
?Jawab : GOLONGAN HIDANTOIN Dalam golongan hidantoin dikenal 3
senyawa antikonvulsi: fenitoin (dlfenilhidantoin), mefenitoin dan
etotoin dengan fenitoin sebagai prototipe. Kinijuga telah tersedia
fosfenitoin, yakni bentuk fenitoin yang lebih mudah terlarut dan
digunakan untuk pengguna parental. Fenitoin yang semula obat utama
untuk hampir semua jenis eppilepsi, kecuali bangkitan lena,
sekarang telah bergeser oleh obat yang profil keamanannya lebih
baik yaitu valproat dan lamotrigin. Adanya ggusfenil atau aromatik
lainnya pada atom C5 penting untuk efek pengendalian bangkitan
tonik-klonik; sedangkan gugus alkil bertalian dengan efek sedasi,
sifat yang terdapat pada mefenitoin dan barbiturat, tetapi tidak
pada fenitoin, dan hasil N-demetilasi oleh enzim mikrosom hati
menghasilkan metabolit tidak aktif. FARMAKODINAMIKFenetoin berefek
antikonvulsi tanpa menyebabkan dan dosis letal menimbulkan
rigiditas deserebrsai. Sifat anti konvulsi fenitoin didasarkan pada
penghambat penjalaran rangsangan dari fokus ke bagian otak lain.
Efek stabilisasi membran sel oleh fenitoi juga terlihat pada saraf
tepi dan membran sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel
sistem konduksi di jantung. Fenitoin mempengaruhi berbagai sistem
fisiologik; dalam hal inin khususnya konduktans Na+, K+, Ca2+
neuron potensial membran dan neurotransmitor neropinefrin,
lamotrigin dan valproat. FARMAKOKINETIK Abropsi fenitoin yang
diberikan secara per oral barlangsung lambat, sesekali tidak
lengkap; 10% dari dosis oral diekskresi bersama tinja dalam bentuk
utuh. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3-12 jam. Bila dosis
muat (loading dose) perlu diberikan, 600-8mg, dalam dosis terbagi
dalam 8-12 jam, kadar efektif plasma akan dicapai dalam waktu 24
jam, pemberian fenitoin oleh albumin plasma kira-kira 90% dalam
keadaan hipoalbuminea/uremia terjadi penurunan proteinplasma, kadar
plasma fenitoin oral menuru, tetapi fenitoin bebas tidak jela
menurun, sehingga dalam keadaan ini dosis fenitoin ditambah, maka
toksisitas dapat terjadi.pada orang sehat, termasuk wanita hamil
dan wanita yang memakai obat kontasepsi oral, fraksi bebas
kira-kira 10%. Pada pasien apilepsifraksi bebas berkisar antara
5,8%-12,6%, fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga
kerjanya bertahan lebih lama, tetapi mula kerja lebih lama
dibanding fenobarbital. Biotranformasi terutama berlangsung dengan
cara hidroksilasi oleh enzim mikrosm hati. metabolit utamanya ialah
deripat parahidroksifenil. Biotranformasi oleh enzim mikrosom hati
sudah mengalami kejenuhan pada kadar terapi sehingga peninggian
dosis fenitoin akan meningkatkan kadar fenitoin dalam serum tida
proporsianal sehinggal dan menyebabkan intoksikasi. Oksidasi pada
satu gugus fenil sudah menghilangkan efek antikonvulsinya. Sebagian
besar metabolit fenitoin diekskresi bersama empedu kemudian
mengalami reabropsi dan absorpsi dan biotranformasi lanjutandan
diekskresi melalui ginjal. Diginjal metabolit utamanya mengalami
sekresi oleh tubuli, sedangkan bentuk utuhnya mengalami
reabsorpsi.
INTERAKSI OBAT Kadar fenitoin dalam plasma akanmeninggi bila
deberikan bersama kloramfenikol, disulfuram, INH, simetidin,
dikumarol, dan beberapa sulfonamid tertentu karena obat-obat
tersebut menghambat biotranformasi fenitoin. Sedangkan
suolfisoksazol, fenilbutazon, salisilat dan asam valproat akan
mempengaruhi ikatan protein plasma fenitoin sehingga meninggikan
kadar obat bebas dalam plasma. Teofilin menurunkan kadar fenitoin
bila diberikan bersamaan, diduga karen ateofilin meningkatkan
biotranformasi fenitoin dan mengurangi absorpsinya. Interaksi
fenitoin dengan fenobarbital dan karbamazepin kompleks. Fenitoin
akan menurun kadarnya karena fenobarbital menginduksi enzim
mikrosom hati, tetapi kadang-kadang fenitoin dapat meningkat akibat
inhibisi kompetitif dalam metabolisme. Hal yang sama berlaku untuk
kembinasi fenitoin dengan karbamazepin. Karena itu terapi kombinasi
harus dilakuakn secara hati-hati sebaiknya di ikuti dengan
pengukuran kadar obat dalam plasma.
b. Bagaimana indikasi , kontraindikasi, efek samping, dan dosis?
Jawab : Indikasi:1. Terutama untuk epilepsi GRAND MAL dan epilepsi
JACKSON serta epilepsi parsial kompleks2. Neuralgia terminal3.
Aritmia jantung4. Mengurangi efek konvulsi ECT serta gangguan
ekstrapiramidal iatrogenik.Kontraindikasi:1. Kehamilan2. Porfiria
intermitten akut3. Diabetes4. Disfungsi hatiEfek samping1. SSP
-> ataksia, nistagmus, sukar bicara, tremor, gugup, perasaan
mengantuk, kelelahan, gangguan mental, halusinasi, ilusi, dan
psikotik. Kekurangan asam folat akan mempermudah terjadinya
gangguan mental2. Gusi dan saluran cerna -> anoreksia, nyeri ulu
hati, mual, muntah, dan hematemesis yang bersifat fatal. Hal ini
dapat terjadi karena fenitoin bersifat alkali. Ploriferasi jaringan
ikat gusi, edema gusi, dan gingivitis.3. Kulit -> ruam kulit,
terutama pada anak dan orang dewasa muda, eritema multiform
hemorragig yang dapat bersifat fatal. Pemberian pada wanita muda
dapat terjadi keratosis dan hirsutisme pada pengobatan kronik.4.
Hati -> ikterus dan hepatitis5. Sumsum tulang -> anemia
megaloblastikFenitoin telah berhasil digunakan untuk mengatasi
kejang eklamptik, namun diduga menyebabkan bradikardi dan
hipotensi. Fenitoin bekerja menstabilkan aktivitas neuron dengan
menurunkan flux ion di seberang membran depolarisasi. Keuntungan
fenitoin adalah dapat dilanjutkan secara oral untuk beberapa hari
sampai risiko kejang eklamtik berkurang. Fenitoin juga memiliki
kadar terapetik yang mudah diukur dan penggunaannya dalam jangka
pendek sampai sejauh ini tidak memberikan efek samping yang buruk
pada neonatus.
Dosis :Dosis rata-rata adalah 5-7 mg/kg/BB/hari dan akan
mencapai kadar terapeutik (10-20 g/ml) dalam 7-10 hari. Untuk
mencapai kadar terapeutik yang cepat harus diberikan 4 dosis
5-6mg/kgBB setiap 8 jam. Karena masa paruh yang panjang (10-34 jam
pada dewasa dan 5-18 jam pada anak), maka obat ini cukup diberikan
satu sampai dua kali sehari.
Pascakejang anak tidak sadar. Sekitar tiga jam di RS, penderita
mulai sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah
kanan nampak lemah dan penderita sering tersedak . Setelah delapan
jam perawatan di rumah sakit, kesadaran penderita mulai membaik,
namun asih malas bicara serta tatapan seringkali kosong1).
Bagaimana interpretasi dan mekanisme tungkai sebelah kanan tampak
lemah dan sering tersedak pasca kejang?Jawab : Lesi sentral pada
korteks motorik primer yang terletak di gyrus precentralis sehingga
lengan dan tungkainya melemah. Kejang > 5 menit merusak saraf
Korteks gyrus Precentralis (motorik) terganggu hemiparesa dextra
tungkai sebelah kanan lemah Kejang > 5 menit merusak saraf
Nervus XII (hipoglossus) terganggu fungsi nervus tidak berjalan
dengan baik(menutup trakea ketika ada saliva, sehingga saliva masuk
ke esofagus) trakea terbuka tersedak
2). Mengapa pasien malas bicara dan tatapan kosong setelah 8 jam
perawatan di rumah sakit?Jawab : Karena obat yang diberikan hanya
menghentikan kejang, tapi tetap terjadi hipoglikemia dan kerusakan
saraf.Saat berusia sembilan bulan, penderita mengalami kejang
dengan demam tinggi. Dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan
penderita didiagnosis menderita meningitis. Penderita dirawat di RS
selama 15 hariPada usia satu tahun penderita mengalami kejang yang
tidak disertai demam sebanyak dua kaliPada usia 18 bulan penderita
kembali mengalami kejang yang disertai demam tidak tinggi.
Penderita berobat ke dokter dan diberi asam valproat. Setelah enam
bulan berobat, orang tua menghentikan pengobatan karena penderita
tidak pernah kejang1). Apa hubungan antara kejang sebelumnya (saat
9 bulan, 1 tahun dan 1,5 tahun) dengan keluhan sekarang?Jawab :
Sekitar 1/3 anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami
kejang rekuren.Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi
berikut ini: Usia muda saat kejang demam pertama Suhu yang rendah
saat kejang pertama Riwayat kejang demam dalam keluarga Durasi yang
cepat antara onset demam dan timbulnya kejangPasien dengan 4 faktor
resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan rekuren. Pasien
tanpa faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20% kemungkinan
rekuren.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar
20%. Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat
mengakibatkan adanya perubahan keseimbangan membran neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan
perantaraan neurotransmiter sehingga terjadilah kejang. Tiap anak
memiliki ambang kejang yang berbeda, dan tergantung dari tinggi
rendahnya nilai ambang kejang, seorang anak menerita kejang pada
kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38C, sedangkan pada
anak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada
suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan ambang
kejang yang rendah. Sehingga dalam penanggulangan anak dengan
ambang kejang demikian perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
anak tersebut akan mendapat serangan.
Faktor risiko terjadinya epilepsiFaktor risiko lain adalah
terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi
epilepsi adalah :1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang
jelas sebelumkejang demam pertama.2. Kejang demam kompleks3.
Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandungMasing-masing
faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 %
- 6 %, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 % (Level II-2). Kemungkinan
menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat
pada kejang demam
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi pada kejang
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apneu,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian tadi adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak
yang mengakibatkan kerusakan neuron. Kerusakan anatomi dan
fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus
temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal
ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya epilepsi.
Berdasarakan referensi lain, mekanisme kejang yang tepat belum
diketahui, tampak ada beberapa faktor fisiologis yang menyebabkan
perkembangan kejang. Untuk memulai kejang, harus ada kelompok
neuron yang mampu menimbulkan ledakan discharge (rabas) yang
berarti dan sistem hambatan GABAergik. Perjalanan discharge (rabas)
kejang akhirnya tergantung pada eksitasi sinaps glumaterik. Bukti
baru-baru ini menunjukkan bahwa eksitasi neurotransmiter asam amino
(glutamat, aspartat) dapat memainkan peran dalam menghasilkan
eksistasi neuron dengan bekerja pada reseptor sel tertentu.
Diketahui bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron
dan bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan
bahwa daerah otak ini dapat meningkatkan perkembangan sinaps
hipereksitabel baru yang dapat menimbulkan kejang. Misalnya, lesi
pada lobus temporalis (termasuk glioma tumbuh lambat hematoma,
gliosis, dan malformasi arteriovenosus) menyebabkan kejang. Dan
bila jaringan abnormal diambil secara bedah. Kejang mungkin
berhenti. Lebih lanjut, konvulsi dapat ditimbulkan pada binatang
percobaan dengan fenomena membangkitkan. Pada model ini, stimulasi
otak subkonvulsif berulang (misal, amigdala) akhirnya menyebabkan
konvulsi berulang (misal, amigdala) akhirnya menyebabkan terjadinya
epilepsi pada manusia pasca cedera otak. Pada manusia telah diduga
bahwa aktivitas kejang berulang-ulang dari lobus temporalis normal
kontralateral dengan pemindahan stimulus melalui korpus
kallosum.
2). Apa dampak dari meningitis pada kasus ini?Jawab : Meningitis
akan menyebabkan terbentuknya glial scar atau sikatriks pada
sekelompok neuron atau jaringan sekitar neuron sehingga terjadilah
fokus epilepsi, yang dalam kurun waktu 2 - 3 tahun kemudian
menimbulkan epilepsi.3). Asam Valproata. Bagaimana farmakokinetik
dan farmakodinamik? Jawab :Farmakodinamik : Pengikatan GABA ( asam
gama aminobutirat ) ke reseptornya padamembrane sel akan membuka
saluran klorida, meningkatkan efek konduksiklorida. Aliran ion
klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemahmenurunkan
potensi postsinaptik dari ambang letup dan meniadakanpembentukan
kerja-potensial.Benzodiazepine terikatpada sisispesifik
danberafinitastinggidarimembranesel,yangterpisahtetapidekatreseptorGABA
: reseptor benzodiazepine terdapat hanya pada SSP dan
lokasinyasejajar dengan neuron GABA. Pengikatan benzodiazepine
memacu afinitasreseptor GABA untuk neurotransmitter yang
bersangkutan, sehinggasaluran klorida yang berdekatan lebih sering
terbuka. Keadaan tersebutakan memacu hiperpolarisasi dan menghambat
letupan neuron. Efek
klinisberbagaibenzodiazepinetergantungpadaafinitasikatanobatmasing-masing
pada kompleks saluran ion, yaitu kompleks GABA reseptor
danklorida.Farmakokinetik :1.Absorbsi dan distribusi :
benzodiazepine bersifat lipofilik dan diabsorbsi secara cepat
dansempurna setelah pemberian secara oral dan didistribusikan
keseluruh tubuh.2.Lama kerja : Waktuh paruh benzodiazepine penting
secara klinis karena lama kerja dapatmenentukan penggunaan dalam
terapi
c. Apa indikasi , kontraindikasi, efek samping, dan dosis dari
asam valproat?Jawab : ASAM VALPROATValproat (dipropilasetat, atau 2
propilpentanoat) terutama efektif untuk terapi epilepsi umum, dan
kurang efektif terhadap epilepsi fokal. Valproat menyebabkan
hiperpolarisasi potensial istirahat membran neuron, akibat
peningkatan daya konduksi membran untuk kalium. Efek antikonvulsi
valproat didasarkan meningkatnya kadar asam gama aminobutirat
(GABA) di dalam otak.Pemberian valproat per oral cepat diabsorpsi
dan kadar maksimum serum tercapai setelah 1 3 jam. Dengan masa
paruh 8 10 jam, kadar darah stabil setelah 48 jam terapi. Jika
diberikan dalam bentuk amida, depamida, kadar valproat dalam serum
sepadan dengan pemberian dalam bentuk asam valproat, tetapi masa
paruhnya lebih panjang yaitu 15 jam. Biotransformasi depamida
menjadi valproat berlangsung in vivo, tetapi jika dicampur dengan
plasma in vitro perubahan tidak terjadi. Kira-kira 70% dari dosis
valproat diekskresi di urin dalam 24 jam. (1) INDIKASIAsam valproat
adalah obat pilihan utama untuk pengobatan epilepsi umu seperti
serangan umum lena (petit mal), untuk serangan mioklonik, serangan
tonik-klonik umum, dan juga epilepsi parsial misalnya bangkitan
parsial kompleks, terutama bila serangan ini merupakan bagian dari
sindrom epilepsi umum primer. Sedangkan terhadap epilepsi fokal
lain efektivitasnya kurang memuaskan. Obat ini juga dapat digunakan
untuk semua jenis serangan lainnya. Penggunaan untuk anak kecil
harus dibatasi karena obat ini bersifat hepatotoksik.Valproat telah
diakui efektivitasnya sebagai obat untuk bangkitan lena, tetapi
bukan merupakan obat terpilih karena efek toksiknya terhadap hati.
Valproat juga efektif untuk bangkitan mioklonik dan bangkitan
tonik-klonik. (1,2,3,4)DOSIS DAN DOSIS AWALObat ini dapat diberikan
sekali, 2 kali atau 3 kali sehari. Dosis awal yang biasa diberikan
400 500 mg sehari dan dapat denaikkan sebanyak 200 250 mg setiap
minggu.DOSIS RUMATDosis rumat biasanya untuk pasien dewasa berkisar
antara 600 1500 mg sehari dan untuk anak-anak 30 50
mg/kgBB/hari.INTERAKSI OBATInteraksi obat dengan valproat biasa
didapatkan. Asam valproat akan meningkatkan kadar fenobarbital 40%
karena terjadi penghambatan hidroksilasi fenobarbital, suatu efek
yang penting adalah meningkatnya kadar fenobarbital bila digunakan
bersamaan dengan valproat dan kombinasi kedua obat ini dapat
menimbulkan sedasi. Kombinasi dengan fenitoin dan dengan
karbamazepin dapat meningkatkan kadar kedua obat ini. interaksinya
dengan fenitoin terjadi melalui mekanisme yang lebih kompleks.
Fenitoin total dalam plasma akan turun, karena biotransformasi yang
meningkat dan pergeseran fenitoin dari ikatan protein plasma,
sedangkan fenitoin bebas dalam darah mungkin tidak dipengaruhi.
Kombinasi asam valproat dengan klonazepam dihubungkan dengan
timbulnya status epileptikus bangkitan lena. Sedangkan kombinasi
dengan aspirin dapat menaikkan kadar valproat. (1,2,3,4)EFEK
SAMPINGToksisitas valproat berupa gangguan saluran cerna, sistem
saraf, hati, ruam kulit, dan alopesia. Gangguan saluran cerna
berupa anoreksia, mual dan muntah terjadi pada 16% kasus. Efek
terhadap susunan saraf pusat berupa kantuk, ataksia, dan tremor,
menghilang dengan penurunan dosis. Gangguan pada hati berupa
peninggian aktivitas enzim-enzim hati, dan sesekali terjadi
nekrosis hati yang sering berakibat fatal. Kira-kira 60 kasus
kematian telah dilaporkan akibat penggunaan obat ini. Dari suatu
uji klinik terkendali, dosis valproat 1200 mg sehari, hanya
menyebabkan kantuk, ataksia, dan mual selintas. Terlalu dini untuk
mengatakan bahwa obat ini aman dipakai karena penggunaan masih
terbatas.Efek samping yang kronik dapat berupa mengantuk, perubahan
tingkah laku, remor, hiperamonemia, bertambahnya berat badan,
rambut rontok, penyakit perdarahan, gangguan lambung (formulasi
bersalut non-enterik) (1,2) 1. Efek hematologis.Aplasia sumsum
tulang yang berat tetapi jarang juga telah dilaorkan pada
penggunaan etosuksimid, benzodiazepin dan valproat. Eosinofilia
dengan ruam kulit dan demam dapat juga terjadi sebagai bagian
reaksi hipersensitivitas terhadap banyak obat antikonvulsi. Reaksi
imunologis yang jarang terjadi termasuk purpura trombositopenia
autoimun akibat terapi valproat. 2. Efek hepatolgi.Efek samping
yang jarang tapi berbahaya dari valproat adalah gagal hati akut
yang seringkali fatal. Mekanisme reaksinya yang tidak biasa ini
belum jelas. Efek samping ini terjadi terutama pada anak yang
biasanya menerima terapi multipel, dalam 6 bulan pertama pengobatan
dan mungkin berhubungan dengan telah adanya kelainan dasar
metabolisme. Efek samping ini harus dibedakan dengan kenaikan enzim
hati yang sepintas dan ringan yang sering terjadi akibat valproat
(pada kira-kira 30% kasus) yang secara klinis tidak bermakna.Efek
idiosinkratik akut berupa pankreatitis hemoragik fatal pernah
dilaporkan. Karena berbahai efek ini, dokter wajib memonitor secara
klinis semua pasien yang menerima valproat dan mempertimbangkan
dengan seksama kebutuhan dari obat tersebut pada pasien dengan
katagori berisiko tinggi (tetapi pemeriksaan biokimia rutin pada
pasien yang asimpthomatik tidak begitu bermanfaat). 3. Efek
neurologis.Valproat dapat menyebabkan mengantuk hebat dan
kelambanan mental, terutama tetapi tidak selalu hanya bila
digunakan bersama-sama dengan fenobarbital. Mekanisme hal ini tidak
jelas, tetapi kemungkinan berhubungan dengan hiperamonemia akibat
valproat. Tremor dapat terjadi pada pasien yang mendapat terapi
valproat kronik. 4. Efek metabolik dan endokrin.Valproat secara
konsisten menyebabkan hiperamonemia sebagai fenomena yang berkaitan
dengan dosis karena menghambat siklus enzim urea. Derajat kenaikan
amonia serum bervariasi cukup besar dan mungkin bergantung pada
faktor genetik. Makna klinis hiperamonemia yang diindusi oleh obat
tidak seluruhnya jelas, tetapi mungkin karena kurang mendapat
perhatian. Keadaan ini dapat berupa letargi, hilang nafsu makan,
nausea atau muntah dan terapi valproat harus dihentikan jika timbul
gejala-gejala tersebut.Hiperglisinemia, hiperaminoasiduria dan
defisiensi karnitin relatif telah juga dilaporkan, mungkin
mempunyai makna klinis yang kecil dan disebabkan karena gangguan
metabolisme seluler. Valproat merupakan asam lemak rantai pendek
dan mempunyai banyak efek metabolik yang potensial karena hambatan
enzim mitokondria, yang banyak belum diteliti secara formal.
Valproat kadang-kadang menimbulkan amenorea dan menstruasi tidak
teratur. 5. Efek pada rambut dan jaringan ikat.Valproat dapat
mempunyai beberapa efek yang aneh terhadap pertumbuhan rambut.
Penipisan atau pengeritingan rambut bukan tidak biasa dan bisa
berat, kadang-kadang menimbulkan botak total. Perubahan ini
kadang-kadang sementara, tetapi kadang-kadang perlu penghentian
terapi. Perubahan rambut biasanya terjadi dalam 6 bulan setelah
mulai pengobatan.
4). Bagaimana hubungan antara penghentian pengobatan asam
valproat dengan kejang yang sekarang? Jawab : Resiko utama
penghentian antikonvulsan ialah kambuhnya kejang. Kejang yang
diderita pasien ini pada saat 18 bulan merupakan kejang demam.
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena
menakutkan dan bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak yang
menetap. Maka dari itu perlu dilakukan pengobatan profilaksis. Asam
valproat digunakan sebagai profilaksis kejang demam, selain
fenobarbital. Antikonvulsan profilaksis terrus-menerus diberikan
selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1-2 bulan. Profilaksis terus menerus berguna
untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak mencegah terjadinya
epilepsi di kemudian hari.Resiko epilepsi di kemudian hari
tergantung dari faktor:1. Riwayat epilepsi dalam keluarga2.
Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak
menderita kejang demam3. Kejang yang berlangsung lama tau kejang
fokal.Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut maka
risiko akan menjadi epilepsi sekitar 13% dan kalau hanya 1 atau
tidak sama sekali maka risiko hanya 2-3% saja.
Pemeriksaan fisikAnak nampak sadar, suhu 37o C, TD : 90/45 mmHg
( normal untuk usia ), nadi 100x/menit, laju nafas 30x/menit.1).
Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil
pemeriksaan fisik?Jawab :Suhu: 37oC (Normal : 36,5 - 37,5OC) TD:
90/45 mmHg (Normal : 80-110 / 40-80 90-152 mmHg)Laju nafas: 30x /
menit (Normal : 20 40 x/menit)Nadi: 100x / menit (Normal : 90152
x/menit)Pemeriksaan neurologisMulut penderita mengot ke sebelah
kiri. Lipatan dahi masih nampak dan kelopak matta dapat menutup
penuh saat dipejamkan. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah
terjadi deviasi ke kanan dan disertai tremor lidah. Pergerakan
lengan dan tungkai kanan nampak terbatas dan kekuatannya lebih
lemah dibanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat
sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan
dari pemeriksa. Lengan dan tungkai kiri dapat melawan tahanan kuat
sewajar usianya. Tonus otot dan reflek fiiologis lengan dan tungkat
kanan meningkat, serta ditemukan reflek babinsky di kaki sebelah
kanan1). Interpretasi dan mekanisme abnormal dari :a. Kepala Jawab
: Mulut mengot ke sebelah kiri (parese nervus VII dekstra tipe
sentral)
lesi pada UMN (Upper Motor Neuron) N. VII (Nervus facialis) :
lesi pada traktus piramidalis atau pada pons (batang otak) sebelah
kiri Parese otot-otot wajah bawah Manifestasi Klinik: sudut mulut
kanan tertinggal (mulut mengot ke kiri)
b. Kerutan dahi normal Jawab : Hal ini karena parese nervus
fasialis (VII) tipe sentral, sehingga parese hanya terjadi pada
daerah wajah bagian bawah, sedangakan wajah bagian atas akan
terkompensasi.
c. Deviasi lidah kekanan (parese nervus XII dekstra tipe
sentral)Bila lidah itu dijulurkan keluar akan tampak bahwa ujung
lidah itu memperlihatkan deviasi ke sisi yang sakit. Deviasi ujung
lidah ke sisi yang sakit timbul karena kontraksi M. genioglussus di
sisi kontralateral (bila M. genioglossus kanan dan kiri
berkontraksi dan kedua otot itu sama kuatnya, maka lidah itu akan
dijulurkan lurus ke depan, Bila satu otot adalah lebih lemah dari
yang lainnya, maka akan timbul deviasi dari ujung lidah ke sisi
otot yang lumpuh). Nervus hipoglosus (N. XII) adalah saraf motorik
ekstrinsik dan intrinsik lidah.
lesi pada UMN (Upper Motor Neuron) nervus hipoglosus (N. XII) :
lesi pada traktus piramidalis atau pada pons (batang otak) sebelah
kiri M. genioglossus yang menarik lidah ke depan lumpuh pada sisi
kanan (parese). Pada sisi kiri, m. genioglossus yang normal akan
menarik sisi lidah kiri yang tidak lumpuh ke depan meninggalkan
sisi kanan. Akibatnya ujung lidah mengalami deviasi ke arah sisi
kanan.
d. Tremor lidahJawab:Terjadinya lesi pada daerah kortikobulbar
yang terdapat motor neuron dari nervus hipoglosus (XII) sehingga
menyebabkan gangguan fungsi kontraksi involunter pada lidah
sehingga tampak fasikulasi pada lidah.
e. Ekstremitas12,13 Pergerakan lengan dan tungkai kanan tampak
terbatas Kekuatan yang kanan lebih lemah dibandingkan kiri Lengan
dan tungkai kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak
dapat melawan tahanan dari pemeriksa Derajat 3 Tonus otot dan
reflex fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat Reflex
babinsky ditemukan dikaki sebelah
kananmenunjukkankerusakanataugangguan pada traktus
piramidalis.Penderita mengalami hemiparesis dekstra tipe spesifik,
paresis nerves 7 dan 12 dekstra tipe sentralTipeSpastikSpastik
berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika kerusakan otak
terjadi pada bagian cortex cerebri atau pada traktus piramidalis.
Tipe ini merupakan tipe cerebral palsy yang paling sering ditemukan
yaitu sekitar 70 80 % dari penderita.Pada penderita tipe spastik
terjadi peningkatan tonus otot (hipertonus), hiperefleks dan
keterbatasan ROM sendi akibat adanya kekakuan. Selain itu juga
dapat mempengaruhi lidah, mulut dan faring sehingga menyebabkan
gangguan berbicara, makan, bernapas dan menelan. Jika terus
dibiarkan pederita cerebral palsy dapat mengalami dislokasi hip,
skoliosis dan deformitas anggota badan.
Pertanyaan tambahana. Dasar penegakkan diagnosis dan working
diagnostic (WD) Diagnosis awal.Langkah awal adalah menentukan untuk
membedakan apakah ini serangan kejang atau bukan , dalam hal ini
memastikannya biasanya dengan melakukan wawancara baik dengan
pasien, orangtua atau orang yang merawat dan saksi mata yang
mengetahui alamat Korespondensi Serangan kejang itu terjadi.
Beberapa pertanyaan yang perlu diajukan adalah untuk menggambarkan
kejadian sebelum , selama dan sesudah serangan kejang itu
berlangsung. Dengan mengetahui riwayat kejadian serangan kejang
tersebut biasanya dapat memberikan informasi yang lengkap dan baik
mengingat pada kebanyakan kasus, dokter tidak melihat sendiri
serangan kejang yang dialami pasien (Ahmed, Spencer 2004, Mardjono
2003).Adapun beberapa pertanyaan adalah sebagai berikut (Ahmed,
Spencer 2004, Hadi 1993, Harsono 2001, Kustiowati dkk 2003).1.
Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama
ini? Usia serangan dapat memberi gambaran klasifikasi dan penyebab
kejang. Serangan kejang yang dimulai pada neonatus biasanya
penyebab sekunder gangguan pada masa perinatal, kelainan metabolik
dan malformasi kongenital. Serangan kejang umum cenderung muncul
pada usia anak-anak dan remaja. Pada usia sekitar 70 tahunan muncul
serangan kejang biasanya ada kemungkinan mempunyai kelainan
patologis di otak seperti stroke atau tumor otak dsb.2. Apakah
pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak pada
waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala
peringatan yang dirasakan pasien menjelang serangan kejang muncul
disebut dengan aura dimana suatu aura itu bila muncul sebelum
serangan kejang parsial sederhana berarti ada fokus di otak.
Sebagian aura dapat membantu dimana letak lokasi serangan kejang di
otak. Pasien dengan epilepsi lobus temporalis dilaporkan adanya dj
vu dan atau ada sensasi yang tidak enak di lambung, gringgingen
yang mungkin merupakan epilepsi lobus parietalis. Dan gangguan
penglihatan sementara mungkin dialami oleh pasien dengan epilepsi
lobus oksipitalis. Pada serangan kejang umum bisa tidak didahului
dengan aura hal ini disebabkan terdapat gangguan pada kedua
hemisfer , tetapi jika aura dilaporkan oleh pasien sebelum serangan
kejang umum, sebaiknya dicari sumber fokus yang patologis.3. Apa
yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Bila pasien bukan
dengan serangan kejang sederhana yang kesadaran masih baik tentu
pasien tidak dapat menjawab pertanyaan ini, oleh karena itu
wawancara dilakukan dengan saksi mata yang mengetahui serangan
kejang berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi?
Apakah pada awal serangan kejang terdapat gejala aktivitas motorik
yang dimulai dari satu sisi tubuh? Apakah pasien dapat berbicara
selama serangan kejang berlangsung? Apakah mata berkedip berlebihan
pada serangan kejang terjadi? Apakah ada gerakan automatism pada
satu sisi ? Apakah ada sikap tertentu pada anggota gerak tubuh?
Apakah lidah tergigit? Apakah pasien mengompol ? Serangan kejang
yang berasal dari lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan kepala
dan mata deviasi kearah kontralateral lesi. Serangan kejang yang
berasal dari lobus temporalis sering tampak gerakan mengecapkan
bibir dan atau gerakan mengunyah. Pada serangan kejang dari lobus
oksipitalis dapat menimbulkan gerakan mata berkedip yang berlebihan
dan gangguan penglihatan. Lidah tergigit dan inkontinens urin
kebanyakan dijumpai dengan serangan kejang umum meskipun dapat
dijumpai pada serangan kejang parsial kompleks.4. Apakah yang
terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode sesudah
serangan kejang berlangsung adalah dikenal dengan istilah post
ictal period Sesudah mengalami serangan kejang umum tonik klonik
pasien lalu tertidur. Periode disorientasi dan kesadaran yang
menurun terhadap sekelilingnya biasanya sesudah mengalami serangan
kejang parsial kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah serangan
kejang disebut Todds Paralysis yang menggambarkan adanya fokus
patologis di otak. Afasia dengan tidak disertai gangguan kesadaran
menggambarkan gangguan berbahasa di hemisfer dominan. Pada Absens
khas tidak ada gangguan disorientasi setelah serangan kejang.5.
Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari? Serangan
kejang tonik klonik dan mioklonik banyak dijumpai biasanya pada
waktu terjaga dan pagi hari. Serangan kejang lobus temporalis dapat
terjadi setiap waktu, sedangkan serangan kejang lobus frontalis
biasanya muncul pada waktu malam hari.6. Apakah ada faktor pencetus
? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh karena kurang tidur, cahaya
yang berkedip,menstruasi, faktor makan dan minum yang tidak
teratur, konsumsi alkohol, ketidakpatuhan minum obat, stress
emosional, panas, kelelahan fisik dan mental, suara suara tertentu,
drug abuse, reading & eating epilepsy. Dengan mengetahui faktor
pencetus ini dalam konseling dengan pasien maupun keluarganya dapat
membantu dalam mencegah serangan kejang.7. Bagaimana frekwensi
serangan kejang ?
Informasiinidapatmembantuuntukmengetahuibagaimanaresponpengobatanbila
sudahmendapatobatobat anti kejang .8. Apakah ada periode bebas
kejang sejak awal serangan kejang? Pertanyaan ini mencoba untuk
mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat obat anti kejang
atau belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut yang sedang
digunakan spesifik bermanfaat ?9. Apakah ada jenis serangan kejang
lebih dari satu macam? Dengan menanyakan tentang berbagai jenis
serangan kejang dan menggambarkan setiap jenis serangan kejang
secara lengkap.10. Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan
dengan serangan kejang? Pertanyaan ini penting mengingat pasien
yang mengalami luka ditubuh akibat serangan kejang ada yang diawali
dengan aura tetapi tidak ada cukup waktu untuk mencegah supaya
tidak menimbulkan luka ditubuh akibat serangan kejang atau mungkin
ada aura , sehingga dalam hal ini informasi tersebut dapat
dipersiapkan upaya upaya untuk mengurangi bahaya terjadinya
luka.11. Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat
darurat? Dengan mengetahui gambaran pasien yang pernah datang ke
unit gawat darurat dapat mengidentifikasi derajat beratnya serangan
kejang itu terjadi yang mungkin disebabkan oleh karena kurangnya
perawatan pasien, ketidakpatuhan minum obat, ada perubahan minum
obat dan penyakit lain yang menyertai.
Riwayat medik dahulu.Dengan mengetahui riwayat medik yang dahulu
dapat memberikan informasi yang berguna dalam menentukan
etiologinya. Lokasi yang berkaitan dengan serangan kejang dan
pengetahuan tentang lesi yang mendasari dapat membantu untuk
pengobatan selanjutnya (Ahmed, Spencer 2004).1. Apakah pasien lahir
normal dengan kehamilan genap bulan maupun proses persalinannya? 2.
Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau respiratory
distress?3. Apakahtumbuhkembangnya normal sesuaiusia?4. Apakah ada
riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah serangan
kejang demam sederhana sekitar 2 % dan serangan kejang demam
kompleks 13 %.5. Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat
seperti meningitis, ensefalitis? atau penyakit infeksi lainnya
seperti sepsis, pneumonia yang disertai serangan kejang. Dibeberapa
negara ada yang diketahui didapat adanya cysticercosis.6. Apakah
ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala,
perdarahan intra serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang
lama?7. Apakah ada riwayat tumor otak?8. Apakah ada riwayat
stroke?
Riwayat sosial.Ada beberapa aspek sosial yang langsung dapat
mempengaruhi pasien epilepsi dan ini penting sebagai bagian dari
riwayat penyakit dahulu dan sekaligus untuk bahan evaluasi (Ahmed,
Spencer 2004).1. Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat
pendidikan pasien epilepsi mungkin dapat menggambarkan bagaimana
sebaiknya pasien tersebut dikelola dengan baik. Dan juga dapat
membantu mengetahui tingkat dukungan masyarakat terhadap pasien dan
bagaimana potensi pendidikan kepada pasien tentang cara menghadapi
penyakit yang dialaminya itu.2. Apakah pasien bekerja? Dan apa
jenis pekerjaannya? Pasien epilepsi yang seragan kejangnya
terkendali dengan baik dapat hidup secara normal dan produktif.
Kebanyakan pasien dapat bekerja paruh waktu atau penuh waktu.
Tetapi bila serangan kejangnya tidak terkendali dengan baik untuk
memperoleh dan menjalankan pekerjaan adalah merupakan suatu
tantangan tersendiri. Pasien sebaiknya dianjurkan memilih bekerja
dikantoran, sebagai kasir atau tugas - tugas yang tidak begitu
berisiko, tetapi bagi pasien yang bekerja di bagian konstruksi,
mekanik dan pekerjaan yang mengandung risiko tinggi diperlukan
penyuluhan yang jelas untuk memodifikasikan pekerjaan itu agar
supaya tidak membahayakan dirinya.3. Apakah pasien mengemudikan
kendaraan bermotor? Pasien dengan epilepsi yang serangan kejangnya
tidak terkontrol serta ada gangguan kesadaran sebaiknya tidak
mengemudikan kendaraan bermotor. Hal ini bisa membahayakan dirinya
maupun masyarakat lainnya. Dibeberapa negara mempunyai peraturan
sendiri tentang pasien epilepsi yang mengemudikan kendaraan
bermotor.4. Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral? Apakah
pasien merencanakan kehamilan pada waktu yang akan datang? Pasien
epilepsi wanita sebaiknya diberi penyuluhan terlebih dahulu tentang
efek teratogenik obat-obat anti epilepsi, demikian juga beberapa
obat anti epilepsi dapat menurun efeknya bila pasien juga
menggunakan kontrasepsi oral seperti fenitoin, karbamasepin dan
fenobarbital. Dan bagi pasien yang sedang hamil diperlukan obat
tambahan seperti asam folat untuk mengurangi risiko terjadinya
neural tube defects pada bayinya. 5. Apakah pasien peminum alkohol?
Alkohol merupakan faktor risiko terjadinya serangan kejang umum,
sebaiknya tidak dianjurkan minum-minuman alkohol. Selain
berinteraksi dengan obat-obat anti epilepsi tetapi dapat juga
menimbulkan ekstraserbasi serangan kejang khususnya sesudah minum
alkohol .
Riwayat keluarga.Mengetahui riwayat keluarga adalah penting
untuk menentukan apakah ada sindrom epilepsi yang spesifik atau
kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan faktor genetik dimana
manifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai contoh Juvenile
myoclonic epilepsy (JME), familial neonatal convulsion, benign
rolandic epilepsy dan sindrom serangan kejang umum tonik klonik
disertai kejang demam plus (Ahmed, Spencer 2004).
Riwayat allergi.Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan
seperti antiepilepsi, perlu dibedakan apakah ini suatu efek samping
dari gastrointestinal atau efek reaksi hipersensitif. Bila terdapat
semacam rash perlu dibedakan apakah ini terbatas karena efek
fotosensitif yang disebabkan eksposur dari sinar matahari atau
karena efek hipersensitif yang sifatnya lebih luas? (Ahmed, Spencer
2004)Riwayat pengobatan.Bila pasien sebelumnya sudah minum
obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan bagaimana kemanjuran
obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa lama sudah
diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek
sampingnya. (Ahmed, Spencer 2004)Riwayat Pemeriksaan penunjang
lain.Perlu ditanyakan juga kemungkinan apa pasien sudah dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti elektroensefalografi atau CT Scan
kepala atau MRI. (Ahmed, Spencer 2004)
PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI.Pemeriksaan fisik harus menapis
sebab sebab terjadinya serangan kejang dengan menggunakan umur dan
riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien yang berusia lebih
tua sebaiknya dilakukan auskultasi didaerah leher untuk mendeteksi
adanya penyakit vaskular. pemeriksaan kardiovaskular sebaiknya
dilakukan pada pertama kali serangan kejang itu muncul oleh karena
banyak kejadian yang mirip dengan serangan kejang tetapi
penyebabnya kardiovaskular seperti sinkop kardiovaskular.
Pemeriksaan kulit juga untuk mendeteksi apakah ada sindrom
neurokutaneus seperti caf au lait spots dan iris hamartoma pada
neurofibromatosis, Ash leaf spots , shahgreen patches , subungual
fibromas , adenoma sebaceum pada tuberosclerosis, port - wine stain
( capilarry hemangioma) pada sturge-weber syndrome. Juga perlu
dilihat apakah ada bekas gigitan dilidah yang bisa terjadi pada
waktu serangan kejang berlangsung atau apakah ada bekas luka lecet
yang disebabkan pasien jatuh akibat serangan kejang, kemudian
apakah ada hiperplasi ginggiva yang dapat terlihat oleh karena
pemberian obat fenitoin dan apakah ada dupytrens contractures yang
dapat terlihat oleh karena pemberian fenobarbital jangka lama.
(Ahmed, Spencer 2004, Harsono 2001, Oguni 2004).
Pemeriksaan neurologi meliputi status mental, gait , koordinasi,
saraf kranialis, fungsi motorik dan sensorik, serta refleks tendon.
Adanya defisit neurologi seperti hemiparese ,distonia, disfasia,
gangguan lapangan pandang, papiledema mungkin dapat menunjukkan
adanya lateralisasi atau lesi struktur di area otak yang terbatas.
Adanya nystagmus , diplopia atau ataksia mungkin oleh karena efek
toksis dari obat anti epilepsi seperti karbamasepin,fenitoin,
lamotrigin. Dilatasi pupil mungkin terjadi pada waktu serangan
kejang terjadi. Dysmorphism dan gangguan belajar mungkin ada
kelainan kromosom dan gambaran progresif seperti demensia,
mioklonus yang makin memberat dapat diperkirakan adanya kelainan
neurodegeneratif. Unilateral automatism bisa menunjukkan adanya
kelainan fokus di lobus temporalis ipsilateral sedangkan adanya
distonia bisa menggambarkan kelainan fokus kontralateral dilobus
temporalis.(Ahmed, Spencer 2004, Harsono 2001, Oguni 2004,
Sisodiya, Duncan 2000).PEMERIKSAAN LABORATORIUM.Hiponatremia ,
hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati dapat
mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit
bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen ,
kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk
yang sangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga
sebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya drug abuse (Ahmed,
Spencer 2004, Oguni 2004).
PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAFI.Pemeriksaan penunjang yang
paling sering dilakukan adalah pemeriksaan elektroensefalografi
(EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada
wktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan
stimulasi fotik dan hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah
pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis
epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut (Duncan,
Kirkpatrick, Harsono 2001, Oguni 2004)1. Pemeriksaan ini merupakan
alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien dengan serangan
kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akan
membantu dalam membuat diagnosis, mebgklarifikasikan jenis serangan
kejang yang benar dan mengenali sindrom epilepsi.2. Dikombinasikan
dengan hasil pemeriksaan fisik dan neurologi, pola epileptiform
pada EEG (spikes and sharp waves) sangat mendukung diagnosis
epilepsi. Adanya gambaran EEG yang spesifik seperti 3-Hz spike-wave
complexes adalah karakteristik kearah sindrom epilepsi yang
spesifik.3. Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptogenik pada
rekaman EEG dapat menjelaskan manifestasi klinis daripadaaura
maupun jenis serangan kejang. Pada pasien yang akan dilakukan
operasi, pemeriksaan EEG ini selalu dilakukan dengan
cermat.Sebaliknya harus diketahui pula bahwa terdapat beberapa
alasan keterbatasan dalam menilai hasil pemeriksaan EEG ini yaitu
:1. Pada pemeriksaan EEG tunggal pada pertama kali pasien dengan
kemungkinan epilepsi didapat sekitar 29-50 % adanya gelombang
epileptiform, apabila dilakukan pemeriksaan ulang maka
persentasinya meningkat menjadi 59-92 %. Sejumlah kecil pasien
epilepsi tetap memperlihatkan hasil EEG yang normal, sehingga dalam
hal ini hasil wawancara dan pemeriksaan klinis adalah penting
sekali.2. Gambaran EEG yang abnormal interiktal bisa saja tidak
menunjukkan adanya epilepsi sebab hal demikian dapat terjadi pada
sebagian kecil orang-orang normal oleh karena itu hasil pemeriksaan
EEG saja tidak dapat digunakan untuk menetapkan atau meniadakan
diagnosis epilepsi.3. Suatu fokus epileptogenik yang terlokalisasi
pada pemeriksaan EEG mungkin saja dapat berubah menjadi multifokus
atau menyebar secara difus pada pasien epilepsi anak.4. Pada EEG
ada dua jenis kelainan utama yaitu aktivitas yang lambat dan
epileptiform, bila pada pemeriksaan EEG dijumpai baik gambaran
epileptiform difus maupun yang fokus kadang-kadang dapat
membingungkan untuk menentukan klasisfikasi serangan kejang kedalam
serangan kejang parsial atau serangan kejang umum.
PEMERIKSAAN VIDEO-EEGPemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan
untuk memastikan diagnosis epilepsi atau serangan kejang yang bukan
oleh karena epilepsi atau bila pada pemeriksaan rutin EEG hasilnya
negatif tetapi serangan kejang masih saja terjadi, atau juga perlu
dikerjakan bila pasien epilepsi dipertimbangkan akan dilakukan
terapi pembedahan. Biasanya pemeriksaan video-EEG ini berhasil
membedakan apakah serangan kejang oleh karena epilepsi atau bukan
dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terus-menerus dalam
waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapat menunjukkan
gambaran serangan kejang epilepsi (Kirpatrick, Sisodiya, Duncan
2000, Stefan, 2003).PEMERIKSAAN RADIOLOGICt Scan (Computed
Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala
adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural
diotak (Harsono 2003, Oguni 2004)Indikasi CT Scan kepala adalah:
(Kustiowati dkk 2003) Semua kasus serangan kejang yang pertama kali
dengan dugaan ada kelainan struktural di otak. Perubahan serangan
kejang. Ada defisit neurologis fokal. Serangan kejang parsial.
Serangan kejang yang pertama diatas usia 25 tahun. Untuk persiapan
operasi epilepsi.CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada
kontra indikasi namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan
prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas
tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena
dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus,
disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun
epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan.
Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1 dan T2 weighted
dengan minimal dua irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan
irisan saggital (Duncan, Kirkpatrick, Kustiowati dkk 2003).
PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGIPemeriksaan ini mungkin dilakukan
terhadap pasien epilepsi dengan pertimbangan akan dilakukan terapi
pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya memperhatikan apakah ada
tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga dengan
pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang
yang bukan epilepsi (Oguni 2004, Sisodiya 2000).
b. Differential Diagnostic (DD)Tabel 3. Diagnosis banding pada
anak dengan kondisi lemah/letargis, tidak sadar atau
kejangDIAGNOSIS ATAU PENYEBAB YANG MENDASARIGEJALA DAN TANDA
KLINIS
Meningitis a, b Sangat gelisah/iritabel Kuduk kaku atau
ubun-ubun cembung
Malaria Serebral (hanya pada anak yang terpajan Plasmodium
Falsiparum; sering terjadi musiman) Pemeriksaan apusan darah
positif parasit malaria Ikterus Anemia Kejang Hipoglikemi
Hipoglikemi (cari penyebab misalnya malaria berat, dan obati
penyebabnya untuk mencegah kejadian ulang) Glukosa darah rendah;
memberikan perbaikan dengan terapi glukosa.c
Cedera kepala Ada gejala dan riwayat trauma kepala
Keracunan Riwayat terpajan bahan beracun atau overdosis obat
Syok (dapat menyebabkan letargis atau hilangnya kesadaran, namun
jarang menyebabkan kejang) Perfusi yang jelek Denyut nadi cepat dan
lemah
Glomerulonefritis akut dengan ensefalopati Tekanan darah
meningkat Edema perifer atau wajah Hematuri Produksi urin menurun
atau anuri
Ketoasidosis Diabetikum Kadar gula darah tinggi Riwayat
polidipsi dan poliuri Pernapasan Kussmaul
c. EpidemiologiJawab : Status epileptikus merupakan suatu
masalah yang umum terjadi dengan angka kejadian kira-kira 60.000
160.000 kasus dari status epileptikus tonik-klonik umum yang
terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya.3Pada sepertiga kasus,
status epileptikus merupakan gejala yang timbul pada pasien yang
mengalami epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada pasien
yang didiagnosa epilepsi, biasanya karena ketidakteraturan dalam
memakan obat antikonvulsan. Mortalitas yang berhubungan dengan
aktivitas kejang sekitar 1-2 persen, tetapi mortalitas yang
berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status epileptikus
kira-kira 10 persen. Pada kejadian tahunan menunjukkan suatu
distribusi bimodal dengan puncak pada neonatus, anak-anak dan usia
tua.Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa etiologi dari Status
Epileptikus dapat dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada
usia tua Status Epileptikus kebanyakan sekunder karena adanya
penyakit serebrovaskuler, disfungsi jantung, dementia. Pada Negara
miskin, epilepsy merupakan kejadian yang tak tertangani dan
merupakan angka kejadian yang paling tinggi.
Seperti halnya insidensi, angka prevalensi epilepsi dari
berbagai penelitian berkisar 1,531/1000 penduduk. Estimasi
prevalensi seumur hidup dari epilepsi (pasien yang pernah mengalami
epilepsi dalam suatu saat sepanjang hidupnya) berbeda di berbagai
negara. Adapun rata-rata prevalensi epilepsi aktif (serangan dalam
2 tahun sebelumnya) yang dilaporkan oleh banyak studi di seluruh
dunia berkisar 4-6/1000. Berapa banyak pasien epilepsi di
Indonesia, sampai sekarang belum tersedia data hasil studi berbasis
populasi. Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain dengan
tingkat ekonomi sejajar, probabilitas penyandang epilepsi di
Indonesia sekitar 0,7-1,0%, yang berarti berjumlah 1,5-2 juta
orang.MortalitySE:8%pada anakdan30%pada
dewasa.(WorkingGroup1993).MorbiditasSE:5-10%permanentsequelaen Pada
pasien epilepsi, 5% pada dewasa dan10-25% pada anak-anak pernah 1x
mengalami episode Status Epileptikus.
d. Faktor resikoJawab : Epilepsi dapat dianggap sebagai suatu
gejala gangguan fungsi otak yang penyebabnya bervariasi terdiri
dari berbagai faktor. Epilepsi yang tidak diketahui faktor
penyebabnya disebut idiopatik. Umumnya faktor genetik lebih
berperan pada epilepsy idiopatik. Sedang epilepsi yang dapat
ditentukan faktor penyebabnya disebut epilepsy simtomatik. Pada
epilepsi idiopatik diduga adanya kelainan genetik, terdapat suatu
gen yang menentukan sintesis dan metabolisme asam glutamik yang
menghasilkan zat Gama amino butiric acid (GABA). zat ini merupakan
penghambat (inhibitor) kegiatan neuron yang abnormal. Penderita
yang secara kurang cukup memproduksi GABA merupakan penderita yang
mempunyai kecenderungan untuk mendapat serangan epilepsi.
Untuk menentukan faktor penyebab dapat diketahui dengan melihat
usia serangan pertama kali. Misalnya: usia dibawah 18 tahun
kemungkinan faktor ialah trauma perinatal, kejang demam, radang
susunan saraf pusat, struktural, penyakit metabolik, keadaan
toksik, penyakit sistemik, penyakit trauma kepala dan
lain-lain.
1. Faktor prenatal Umur saat ibu hamilUmur ibu pada saat hamil
sangat menentukan status kesehatan bayi yang akandilahirkan. Umur
ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat
mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan.
Komplikasi kehamilan di antaranya adalah hipertensi dan eklamsia,
sedangkan gangguan pada persalinan di antaranya adalah trauma
persalinan. Komplikasi kehamilan dan persalinan dapat menyebabkan
prematuritas, lahir dengan berat badan kurang, penyulit persalinan
dan partus lama. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin dengan
asfiksia. Pada asfiksia akan terjadi hipoksia dan iskemia. Hipoksia
dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya
fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila ada
rangsangan yang memadai. Asfiksia akan menimbulkan lesi pada daerah
hipokampus dan selanjutnya menimbulkan fokus epileptogenik.
Kehamilan dengan eklamsia dan hipertensi.Ibu yang mengalami
komplikasi kehamilan seperti placenta previa dan eklamsia dapat
menyebabkan asfiksia pada bayi. Eklamsia dapat terjadi pada
kehamilan primipara atau usia pada saat hamil diatas 30 tahun.
Penelitian terhadap penderita epilepsi pada anak, mendapatkan angka
penyebab karena eklamsia sebesar (9%). Asfiksia disebabkan adanya
hipoksia pada bayi yang dapat berakibat timbulnya epilepsi.16
Hipertensi pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ke placenta
berkurang, sehingga berakibat keterlambatan pertumbuhan intrauterin
dan BBLR. Keadaan ini dapat menimbulkan asfiksia pada bayi yang
dapat berlanjut pada epilepsi di kemudian hari. Penelitian oleh
Sidenvall R dkk, mendapatkan hasil bahwa hipertensi selama
kehamilan merupakan faktor risiko epilepsi pada anak.
Kehamilan primipara atau multiparaUrutan persalinan dapat
menyebabkan terjadinya epilepsi. Insiden epilepsi ditemukan lebih
tinggi pada anak pertama. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pada
primipara lebih sering terjadi penyulit persalinan. Penyulit
persalinan (partus lama, persalinan dengan alat, kelainan letak)
dapat terjadi juga pada kehamilan multipara (kehamilan dan
melahirkan bayi hidup lebih dari 4 kali). Penyulit persalinan dapat
menimbulkan cedera karena kompresi kepala yang dapat berakibat
distorsi dan kompresi otak sehingga terjadi perdarahan atau udem
otak. Keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan otak, dengan epilepsi
sebagai manifestasi klinisnya.
Pemakaian bahan toksikKelainan yang terjadi selama perkembangan
janin/ kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang
dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alkohol atau
mengalami cedera atau mendapat penyinaran dapat menyebabkan
epilepsi. Merokok dapat mempengaruhi kehamilan dan perkembangan
janin, bukti ilmiah menunjukkan bahwa merokok selama kehamilan
meningkatkan risiko kerusakan janin. Dampak lain dari merokok pada
saat hamil adalah terjadinya placenta previa. Placenta previa dapat
menyebabkan perdarahan berat pada kehamilan atau persalinan dan
bayi sungsang sehingga diperlukan seksio sesaria. Keadaan ini dapat
menyebabkan trauma lahir yang berakibat terjadinya epilepsi.
2. Faktor natal AsfiksiaTrauma persalinan akan menimbulkan
asfiksia perinatal atau perdarahan intrakranial. Penyebab yang
paling banyak akibat gangguan prenatal dan proses persalinan adalah
asfiksia, yang akan menimbulkan lesi pada daerah hipokampus, dan
selanjutnya menimbulkan fokus epileptogenik. Hipoksia dan iskemia
akan menyebabkan peninggian cairan dan Na intraseluler sehingga
terjadi udem otak. Daerah yang sensitif terhadap hipoksia adalah
inti-inti pada batang otak, talamus, dan kollikulus inferior,
sedangkan terhadap iskemia adalah "watershead area" yaitu daerah
parasagital hemisfer yang mendapat vaskularisasi paling sedikit.
Hipoksia dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau
meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi
bila ada rangsangan yang memadai.
Berat badan lahirBayi dengan berat badan lahir rendah ( BBLR )
adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram. BBLR
dapat menyebabkan asfiksia atau iskemia otak dan perdarahan
intraventrikuler. Iskemia otak dapat menyebabkan terbentuknya fokus
epilepsi. Bayi dengan BBLR dapat mengalami gangguan metabolisme
yaitu hipoglikemia dan hipokalsemia. Keadaan ini dapat menyebabkan
kerusakan otak pada periode perinatal. Adanya kerusakan otak, dapat
menyebabkan epilepsi pada perkembangan selanjutnya.
Kelahiran Prematur atau PostmaturBayi prematur adalah bayi yang
lahir hidup yang dilahirkan sebelum 37 minggu dari hari pertama
menstruasi terakhir. Pada bayi prematur, perkembangan alat-alat
tubuh kurang sempurna sehingga sebelum berfungsi dengan baik.
Perdarahan intraventikuler terjadi pada 50% bayi prematur. Hal ini
disebabkan karena sering menderita apnea, asfiksia berat dan
sindrom gangguan pernapasan sehingga bayi menjadi hipoksia. Keadaan
ini menyebabkan aliran darah ke otak bertambah. Bila keadaan ini
sering timbul dan tiap serangan lebih dari 20 detik maka,
kemungkinan timbulnya kerusakan otak yang permanen lebih besar.Bayi
yang dilahirkan lewat waktu yaitu lebih dari 42 minggu merupakan
bayi postmatur. Pada keadaan ini akan terjadi proses penuaan
plesenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen akan menurun.
Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi yang lahir postmatur ialah
suhu yang tak stabil, hipoglikemia dan kelainan neurologik. Gawat
janin terutama terjadi pada persalinan, bila terjadi kelainan
obstetrik seperti : berat bayilebih dari 4000 gram, kelainan
posisi, partus > 13 jam, perlu dilakukan tindakan seksio
sesaria. Kelainan tersebut dapat menyebabkan trauma perinatal
(cedera mekani ) dan hipoksia janin yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada otak janin. Manifestasi klinis dari keadaan ini
dapat berupa epilepsi.
Partus lamaPartus lama yaitu persalinan kala I lebih dari 12 jam
dan kala II lebih dari 1 jam. Pada primigravida biasanya kala I
sekitar 13 jam dan Kala II : 1,5 jam. Sedangkan pada multigravida,
kala I: 7 jam dan kala II : 1-5 jam. Persalinan yang sukar dan lama
meningkatkan risiko terjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin.
Manifestasi klinis dari cedera mekanik dan hipoksi dapat berupa
epilepsi.
Persalinan dengan alat (forsep, vakum, seksio
sesaria).Persalinan yang sulit termasuk persalinan dengan bantuan
alat dan kelainan letak dapat menyebabkan trauma lahir atau cedera
mekanik pada kepala bayi. Trauma lahir dapat menyebabkan perdarahan
subdural, subaraknoid dan perdarahan intraventrikuler. Persalinan
yang sulit terutama bila terdapat kelainan letak dan disproporsi
sefalopelvik, dapat menyebabkan perdarahan subdural. Perdarahan
subaraknoid dapat terjadi pada bayi prematur dan bayi cukup bulan
karena trauma. Manifestasi neurologis dari perdarahan tersebut
dapat berupa iritabel dan kejang. Cedera karena kompresi kepala
yang dapat berakibat distorsi dan kompresi otak, sehingga terjadi
perdarahan atau udemotak; keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan
otak, dengan epilepsi sebagaimanifestasi klinisnya. Penelitian
kohort selama 7 tahun oleh Maheshwari, mendapatkan hasil bahwa bayi
yang lahir dengan bantuan alat forsep mempunyai risiko untuk
mengidap epilepsi dibandingkan bayi yang lahir secara normal dengan
perbandingan 22 :10. Sedangkan penelitian oleh Sidenvall R dkk,
medapatkan hasil bahwa persalinan dengan operasi sesarmerupakan
faktor risiko epilepsi pada anak.
Perdarahan intrakranialPerdarahan intrakranial dapat merupakan
akibat trauma atau asfiksia dan jarang diakibatkan oleh gangguan
perdarahan primer atau anomali kongenital Perdarahan intrakranial
pada neonatus dapat bermanifestasi sebagai perdarahan subdural,
subarakhnoid, intraventrikuler / periventrikuler atau
intraserebral. Perdarahan subdural biasanya berhubungan dengan
persalinan yang sulit terutama terdapat kelainan letak dan
disproporsi sefalopelvik. Perdarahan dapat terjadi karena laserasi
dari vena-vena, biasanya disertai kontusio serebral yang akan
memberikan gejala kejang-kejang. Perdarahan subarakhnoid terutama
terjadi pada bayi prematur yang biasanya bersama-sama dengan
perdarahan intraventrikuler. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan
struktur serebral dengan epilepsi sebagai salah satu manifestasi
klinisnya.
3. Faktor postnatal Kejang DemamKejang demam ialah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas
380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Anak-anak
yang mengalami kejang demam tersebut tidak mengalami infeksi
susunan pusat atau gangguan elektrolit akut.Umumnya anak yang
mengalami kejang demam berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun,
paling sering usia 18 bulan. Berapa batas umur kejang demam tidak
ada kesepakatan, ada kesepakatan yang mengambil batas antara 3
bulan sampai 5 tahun, ada yang yang menggunakan batas bawah adalah
1 bulan. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Awitan di atas 6 tahun
sangat jarang.
Trauma kepala/ cedera kepalaTrauma memberikan dampak pada
jaringan otak yang dapat bersifat akut dan kronis. Pada trauma yang
ringan dapat menimbulkan dampak yang muncul dikemudian hari dengan
gejala sisa neurologik parese nervus cranialis, serta cerebral
palsy dan retardasi mental. Dampak yang tidak nyata memberikan
gejala sisa berupa jaringan sikatrik, yang tidak memberikan gejala
klinis awal namun dalam kurun waktu 3 - 5 tahun akan menjadi fokus
epilepsi. Menurut Willmore sebagaimana dikutip oleh Ali. RA
mengemukakan, bila seseorang mengalami cedera di kepala seperti
tekanan fraktur pada tengkorak, benturan yang mengenai
bagian-bagian penting otak seperti adanya amnesia pasca traumatik
yang cukup lama (> 2 jam) maka ia memiliki risiko tinggi terkena
bangkitan epilepsi. Biasanya serangan berlangsung satu minggu
setelah terjadinya cedera. Epilepsi biasanya mengalami perkembangan
selama 1 tahun setelah terjadinya cedera (50% -60% pasien), dan
dalam 2 tahun pada 85% pasien.Trauma kepala merupakan penyebab
terjadinya epilepsi yang paling banyak (15%). Pada trauma terbuka
40% terjadi epilepsi, sedang pada trauma tertutup yang berat hanya
5%. Terjadinya epilepsi pada trauma kepala dengan perdarahan
kemungkinan lebih besar. Studi kohort selama 7 tahun yang dilakukan
oleh Appleton RE dan Demelweek, mendapatkan 9% anak dengan cedera
kepala berkembang menjadi epilepsi setelah 8 bulan dan lebih dari 5
tahun setelah cedera kepala. Walaupun cedera kepala lebih ringan,
pada anak-anak kemungkinan terjadinya bangkitan epilepsi lebih
tinggi daripada orangdewasa.
Infeksi susunan saraf pusat.Risiko akibat serangan epilepsi
bervariasi sesuai dengan tipe infeksi yang terjadi pada sistem
saraf pusat. Risiko untuk perkembangan epilepsi akan menjadi lebih
tinggi bila serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya
infeksi sistem saraf pusat sepertimeningitis, ensefalitis, dan
terjadinya abses serta infeksi lainnya. Ensefalitis virus berat
seringkali mengakibatkan terjadinya epilepsi. Pada meningitis dapat
terjadi sekuele yang secara langsung menimbulkan cacat berupa
cerebal palsy, retardasi mental, hidrosefalus dan defisit N.
kranialis serta epilepsi. Dapat pula cacat yang terjadi sangat
ringan berupa sikatriks pada sekelompok neuron atau jaringan
sekitar neuron sehingga terjadilah fokus epilepsi, yang dalam kurun
waktu 2- 3 tahun kemudian menimbulkan epilepsi.
Epilepsi akibat toksikBeberapa jenis obat psikotropik dan zat
toksik seperti Co, Cu, Pb dan lainnya dapat memacu terjadinya
kejang . Beberapa jenis obat dapat menjadi penyebab epilepsi, yang
diakibatkan racun yang dikandungnya atau adanya konsumsi yang
berlebihan. Termasuk di dalamnya alkohol, obat anti epileptik,
opium, obat anestetik dan anti depresan. Penggunaan barbiturat dan
benzodiazepine dapat menyebabkan serangan mendadak pada orang yang
tidak menderita epilepsi. Serangan terjadi setelah 12 24 jam
setelah mengkonsumsi alkohol. Sedangkan racun yang ada pada obat
dapat mengendap dan menyebabkan serangan epilepsi.
Gangguan metabolikSerangan epilepsi dapat terjadi dengan adanya
gangguan pada konsentrasi serum glokuse, kalsium, magnesium,
potassium dan sodium. Beberapa kasus hiperglikemia yang disertai
status hiperosmolar non ketotik merupakan faktor risiko penting
penyebab epilepsi di Asia, sering kali menyebabkan epilepsi
parsial.
4. Faktor heriditer ( keturunan )Faktor herediter memiliki
pengaruh yang penting terhadap beberapa kasus epilepsi. Bila
seseorang mengidap epilepsi pada masa kecilnya, maka saudara
kandungnya juga memiliki risiko tinggi menderita epilepsi. Demikian
pula pada anak-anak yang akan dilahirkan.
5. Kelainan genetik ion channelopathiesChanelopathi adalah defek
dari ion chanel yang bersifat genetik, dimana terjadikelainan
pembentukan protein ion chanel pada waktu penggabungan beberapa
asam amino, sehingga menyebabkan membran sel menjadi
hipereksitabel. Untuk seseorang dengan kondisi saraf hipereksitabel
(spasmofili), suatu stresor yang sifatnya umum saja, mudah sekali
pada tingkatan tertentu berubah menjadi distress.e. Manifestasi
klinisJawab:Adapun manifestasi klinik dari status epilepsy yaitu:
Kejang-kejang ( tonik klonik, Absence) Hipertensi Mulut berbuih
(akibat hipersalivasi) Menggigit lidah Kekuatan Otot menurun
Cyanosis Inkontinensia urin Denyut nadi meningkat hipersalivasi
f. Tata laksanaJawab :Apapun jenis dan etiologi kejang, yang
harus dilakukan adalah langkah-langkah penanganan sebagai berikut :
Manajemen jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi yang adekuat
Pastikan jalan napas baik, oksigenisasi cukup Posisi pasien miring
Lendir dihisap, beri oksigen 100% Lakukan resusitasi Rehabilitasi
medis Edukasi pasien Terminasi kejang dan pencegahan kembalinya
kejang
g. Pencegahan
Jawab:Prinsip pencegahan primernya adalah menghindari dari
factor resiko dan factor pencetus. Kecuali untuk factor resiko yang
tidak dapat diubah seperti factor genetic.. Cedera kepala merupakan
salah satu penyebab utama yang dapat dicegah. Ibu-ibu yang
mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar
belakangsukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau
hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil
karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang
sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang
pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan
penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan
memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan
ini.Pencegahan juga seharusnya dilakukan pasca seorang anak
mengalami kejang dengan demam pertama kali. Pencegahan dilakukan
agar anak tidak mendapat serangan yang berulang atau epilepsy .
pencegahannya antara lain:1. Memberantas kejang secepat
mungkinDiberikan dengan segera obat anti konvulsan , obat pilihan
utama adalah diazepam secara intravena. Ditunggu 15 menit. Bila
masih kejang diulangi dg dosis yang sama, juga intravena. Setelah
15 menit suntikan kedua masih kejang, diberikan suntikan ketiga
secara intramuskuler dengan dosis yang sama, bila tidak berhenti,
dapat diberi fenobarbital intravena2. Pengobatan penunjangContohnya
:Memprhatikan posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah
aspirasi lambung, baju yang ketat dibuka, membebaskan jalan napas,
pemberian oksigen , intubasi jika perlu, memperhatikan fungsi
vital, kortikosteroid diberikan untuk mencegah edema serebral, bila
suhu tinggi dilakukan kompres es atau alcohol.3. Memberikan
pengobaant rumatDiberikan obat anti konvulsan yang punya daya kerja
panjang, misalnya fenobarbital atau difenilhidrantoinPengobatan ini
dibagi menjadi 2 bagian :-profilaksis intermiten : diberika
antikonvulsan dan antipiretik pada saat anak mengalami demam.
Tujuannya adalah agar kejang tidak terjadi kembali
-profilaksis jangka panjangGunanya untuk menjamin terdapatnya
dosis terapeutik yang stabil dan cukup di dalam darah untuk
mencegah terulangnya kejang di kemudian hariObat yang dipakai
:-fenobarbital-asam valproat-fenitoinPemberian antikonvulsan ini
minimal 3 tahun dan menghentikannya harus perlahan lahan dengan
mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan
4. Mencari dan mengobati penyebab
h. Komplikasi-Status Epileptikus-Radang paru akibat terhisap
makanan atau air liur saat kejang-cidera akibat jatuh atau luka
-Kerusakan otak permanen
i. PrognosisPerjalanan dan prognosis penyakit untuk anak-anak
yang mengalami kejang bergantung pada etiologi, tipe kejang, usia
pada awitan, dan riwayat keluarga serta riwayat penyakit. Pasien
epilepsi yang berobat teratur, sepertiga akan bebas serangan 2
tahun, dan bila lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir, obat
dihentikan, pasien tidak mengalami sawan lagi, dikatakan telah
mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami
remisi. Meskipun minum obat dengan teratur.Sesudah remisi,
kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapat pada
sawan tonik klonik dan sawan parsial kompleks. Demikian pula usia
muda lebih mudah relaps sesudah remisi.Prognosis setelah dilakukan
terapi status epileptikus lebih baik daripada dilaporkan
sebelumnya. Mayoritas anak kemungkinan tidak mengalami gangguan
intelektual.Kemungkinan besar anak yang menderita gangguan kognitif
atau meninggal dunia sudah memiliki riwayat keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan, abnormalitas neurologik, atau
menderita penyakit serius yang berulang.j. KDU Epilepsi:3A. Bukan
gawat daruratLulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapipendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat.
Lulusan doktermampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasienselanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali darirujukan.
Status Epileptikus :3B. Gawat daruratLulusan dokter mampu
membuat diagnosis klinik dan memberikanterapi pendahuluan pada
keadaan gawat darurat demi menyelamatkannyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagipenanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjutisesudah
kembali dari rujukan.
5. HipotesisSeorang anak laki-laki, 3 tahun menderita epilepsi
dan hemiparese dekstra e.c status epileptikus dengan riwayat
meningitis
6. Learning issue Anatomi ssp Fisiologi ssp Epilepsi pada anak
Meningitis
7. Kerangka konsep
MeningitissuhuToksin dan bakteri mengenai korteksKejang
demamGlial scar/terjadi fraksi pada korteksKejang tanpa demam
(e