Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam penanganannya tinggi. Luka bakar karena api atau akibat tak langsung dari api misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (De Jong, 1997). Kelompok terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-anak kelompok usia di bawah 6 tahun, bahkan sebagian besar berusia kurang dari 2 tahun. Lebih dari 80% luka bakar pada anak balita merupakan cedera lepuh. Luka ini dapat terjadi bila anak tersebut tidak terurus dengan baik, atau kurangnya pengawasan orang tua terhadap anaknya. Puncak insidens kedua adalah luka bakar akibat kerja, yaitu pada usia 25-35 tahun. Pada pasien lanjut usia dengan luka bakar cukup kecil, tetapi kelompok ini membutuhkan perawatan pada fasilitas khusus luka bakar. Luka bakar selain dapat menyebabkan kematian juga dapat menimbulkan akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik. Prognosis dan 1
40

combustio

Aug 09, 2015

Download

Documents

combustio
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: combustio

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.

Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam

penanganannya tinggi. Luka bakar karena api atau akibat tak langsung dari api

misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (De

Jong, 1997).

Kelompok terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-anak kelompok

usia di bawah 6 tahun, bahkan sebagian besar berusia kurang dari 2 tahun. Lebih

dari 80% luka bakar pada anak balita merupakan cedera lepuh. Luka ini dapat

terjadi bila anak tersebut tidak terurus dengan baik, atau kurangnya pengawasan

orang tua terhadap anaknya. Puncak insidens kedua adalah luka bakar akibat

kerja, yaitu pada usia 25-35 tahun. Pada pasien lanjut usia dengan luka bakar

cukup kecil, tetapi kelompok ini membutuhkan perawatan pada fasilitas khusus

luka bakar.

Luka bakar selain dapat menyebabkan kematian juga dapat menimbulkan

akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik. Prognosis dan

penanganan luka bakar tidak hanya tergantung pada kedalaman dan luas luka

bakar, letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita, tetapi

juga ditentukan oleh penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Pada fase awal

dapat terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit yang dapat

berlanjut menjadi syok beserta akibat-akibatnya. Pada fase sub akut dapat timbul

masalah inflamasi, infeksi, maupun sepsis. Pada fase lanjut dapat muncul masalah

kontraktur, jaringan parut dan deformitas jaringan/ organ. Oleh karena itu,

diperlukan adanya pemahaman proses penyakit secara keseluruhan sehingga

dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat untuk menurunkan tingkat morbiditas

dan mortalitas akibat luka bakar. (Schwartz, 2000)

1

Page 2: combustio

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Luka bakar (combustio) adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan

suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi; juga oleh sebab

kontak dengan suhu rendah (frost-bite). (Mansjoer, 2000)

B. Struktur dan Fungsi Kulit

Kulit yang merupakan pelindung tubuh, beragam luas dan tebalnya. Luas

kulit orang dewasa adalah 0,5 – 2 m2. Tebalnya antara 1,5 – 5 mm tergantung dari

letak, umur, jenis kelamin, suhu, dan keadaan gizi. Kulit paling tipis di kelopak

mata, penis, labium minor, dan bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal

terdapat di telapak tangan dan kaki, punggung, bahu dan bokong. (De jong, 2000)

Secara anatomis kulit tersusun atas 3 lapisan yang merupakan pokok dan

alat-alat tambahan. Ketiga lapisan yang merupakan bangunan pokok terdiri dari :

1. Lapisan epidermis

Lapisan epidermis merupakan lapisan yang paling tipis dengan tebal

bervariasi dari 0,004 mm pada kelopak mata sampai 1,6 mm pada telapak

tangan. Tebal rata-rata epidermis adalah 0,1 mm. Lapisan epidermis ini

bersifat avaskuler, akan tetapi aktif bermetabolisme dan mendapatkan nutrisi

dari dermis lewat celah-celah antar sel. Lapisan epidermis ini tersusun dari 4

jenis sel :

a. Sel keratinosit

Sel keratinosit merupakan bagian terbesar dari sel penyusun

epidermis, sel-sel inilah yang menyusun epitel berlapis dengan kornifikasi.

Fungsi terpenting dari sel ini adalah membentuk lapisan tanduk (stratum

korneum) yang merupakan pelindung utama terhadap trauma-trauma

mekanis, fisis, kimiawi, dan mikrobiologis. Menurut perubahan-perubahan

yang terjadi dari sel-sel keratinosit ini selama proses keratinisasi, epidermis

2

Page 3: combustio

dapat dibagi menjadi beberapa jenis yang dari dalam ke permukaan terdiri

dari :

1) stratum basale

2) stratum spinosum

3) stratum granulosum

4) stratum lusidum

5) stratum korneum

Proses keratinisasi meliputi seluruh proses perubahan keratinosit

menjadi stratum korneum, termasuk didalamnya pembentukan matriks dan

protein fibous pada epidermis, rambut dan kuku. Sel-sel pada stratum basale

aktif mengadakan mitosis, kemudian anak sel yang baru ini akan terdorong

ke atas dan membentuk stratum spinosum atau stratum malphigi dan

selanjutnya sampai menjadi stratum korneum. Keratinisasi berlangsung

kira-kira 2 minggu (14 hari).

b. sel melanosit (sel pembentuk pigmen)

c. sel langerhans (sel penyaji antigen)

d. sel merkel (reseptor raba yang lambat)

2. Lapisan dermis

Lapisan dermis merupakan jaringan ikat dengan tebal antara 1- 4 mm.

Lapisan dermis paling tebal dapat dijumpai pada punggung dan paling tipis pada

palpebra. Hubungan antara dermis dan epidermis tidaklah sebagai bidang rata,

tetapi berbentuk gelombang. Bagian dari dermis yang menonjol ke epidermis

dinamakan papila. Bagian bawah dari dermis papiler dinamakan dermis retikuler

yang mengandung vasa darah dan limfe, serabut syaraf, adnexa dan lainnya.

Dermis tersusun dari beberapa unsur yang meliputi unsur seluler, fibrous,

substansi dasar, pembuluh darah dan limfe, dan sistem syaraf. Unsur seluler terdiri

dari fibroblast, sel mast, makrofag, leukosit yang banyak pada stratum papilare.

Unsur fibrous terdiri dari kolagen, elastin dan retikulin. Substansi dasar tersusun

dari mukopolisakarida (asam hialuronat dan dermatan sulfat) yang mampu

menahan sejumlah air. Pembuluh darah dalam kulit terdiri dari 2 plexus, plexus

superfisialis (kapiler, endarteriole, venula) yang memberi makan ke papila dan

3

Page 4: combustio

plexus profunda yang lebih besar, di bagian bawah dermis. Pada kulit yang masih

normal, darah yang sampai kulit merupakan 10 % dari seluruh peredaran darah

dalam tubuh. Ada 3 macam serabut syaraf pada kulit, yaitu serabut adrenergik

(menginervasi pembuluh darah untuk vasokonstriksi, inervasi m. erector papilare

untuk kontraksi, inervasi kelenjar apokrin untuk mengatur sekresi), serabut

kolinergik (menginervasi kelenjar ekrin), serabut sensorik untuk menerima

rangsangan dari luar (meissner untuk sentuhan, paccini untuk tekanan, akhiran

syaraf bebas terutama pada papila dermis dan sekitar folikel rambut untuk panas,

dingin, nyeri dan gatal).

3. subcutis

Subcutis terdiri atas lobulus jaringan lemak yang dipisahkan oleh septa

yang terdiri atas jaringan ikat kolagen dan pembuluh darah. Lapisan ini berfungsi

untuk melindungi tubuh dari trauma mekanis dan dingin, disamping untuk

cadangan energi.

Alat-alat tambahan juga terdapat pada kulit antara lain kuku, rambut,

kelenjar sebacea, apokrin dan kelenjar ekrin. Organ tambahan (apendiks) kulitpun

berbeda menurut tempatnya. Kelenjar sebacea paling banyak terdapat di muka

tetapi tidak di telapak kaki atau tangan, sementara kelenjar keringat terdapat di

seluruh tubuh. Asam laktat dalam keringat dan asam amino hasil keratinisasi

mempertahankan keasaman permukaan kulit antara 4-6 sehingga pertumbuhan

bakteri terhambat. Namun, beberapa jenis stapilokokus dan streptokokus hidup

komensal di kulit. Bakteri tersebut di lapisan keratin, muara rambut serta kelenjar

sebacea. Selain sebagai pelindung terhadap cedera fisik, kekeringan, zat kimia,

kuman penyakit dan radiasi, kulit juga berfungsi sebagai pengindra, pengatur suhu

tubuh dan ikut mengatur peredaran darah. Pengaturan suhu dimungkinkan oleh

adanya jaringan kapiler yang luas di dermis (vasodilatasi dan vasokonstriksi),

adanya lemak subkutan dan kelenjar keringat. Keringat yang menguap di kulit

akan melepaskan panas tubuh yang dibawa ke permukaan oleh kapiler.

Berkeringat ini juga menyebabkan tubuh kehilangan air, disebut insensible water

loss, yang dapat mencapai beberapa liter sehari. Faal perasa dan peraba dijalankan

4

Page 5: combustio

oleh ujung syaraf sensoris Vater-Pacini, Meissner, Krause, dan Ruffini yang

terdapat di dermis. (De jong, 2000)

C. Kedalaman Luka Bakar

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya

pajanan suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut

terbakar juga memperdalam luka bakar.

1. Derajat I (luka bakar superfisial)

Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka bakar derajat ini

ditandai dengan kemerahan, nyeri atau hipersensitivitas setempat, yang biasanya

akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5-7 hari. Misalnya tersengat

matahari.

2. Derajat II (luka bakar dermis)

Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada

elemen epitel yang tersisa, seperti sel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat,

dan folikel rambut. Dengan adanya sisa epitel yang sehat ini, luka akan sembuh

sendiri dalam 10-21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung syaraf di

dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka

bakar superfisial, karena adanya iritasi ujung syaraf sensorik. Juga timbul bula

berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluih darah karena permeabilitas

dindingnya meninggi. Luka bakar derajat dua dibedakan menjadi :

a. Derajat II dangkal, di mana kerusakan mengenai bagian superfisial dari

dermis dan penyembuhan terjadi spontan dalam 10-14 hari.

b. Derajat II dalam, di mana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.

Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan nyeri.

Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian dari dermis yang memiliki

kemampuan reproduksi sel-sel kulit (biji epitel, stratum germinativum,

kelenjar keringat, kelenjar sebacea, dsb) yang tersisa. Biasanya penyembuhan

terjadi dalam waktu lebih dari 1 bulan.

5

Page 6: combustio

3. Derajat III

Luka bakar derajat III meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin

subkutis, atau organ yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi elemen epitel

hidup yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka, maka untuk

mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi protein yang

terjadi memberikan gambaran luka bakar berwarna keputihan, pucat abu-abu

gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling yang

masih sehat, tidak ada bula, dan tidak nyeri.

Diagnosis banding antara luka bakar derajat II dan III kadang sukar

ditentukan. Diagnosis banding ditentukan dengan uji tusuk jarum. Uji dilakukan

dengan menusukkan ujung jarum steril yang tajam dan yang tumpul pada

penderita yang sadar. Penderita diminta membedakan mana yang tajam dan mana

yang tumpul. Pada luka bakar derajat II, regenerasi epitel dari sisa kelenjar

keringat atau sel epitel lain dari dasar luka bakar kelihatan sebagai bintik setelah

dua minggu. Bintik itu berwarna kelabu pada orang kulit gelap atau hitam, dan

merah pada orang kulit putih. (Mansjoer, 2000 & De jong, 2000)

D. Luas Luka Bakar

Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh.

Perhitungan luas luka bakar untuk orang dewasa antara lain berdasarkan rule of

nine dari Wallace, yaitu :

Kepala dan leher : 9 %

Ekstremitas atas : 2 x 9 % (kiri dan kanan)

Paha dan betis kaki : 4 x 9 % (kiri dan kanan)

Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9 %

Perineum dan genital : 1 %

Rumus tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif

permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih

kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 dari

Lund dan Browder untuk anak. Untuk anak, kepala dan leher 15 %, badan depan

6

Page 7: combustio

dan belakang masing-masing 20 %, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-

masing 10 %, ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing 15 % .

Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus-rumus tersebut di atas

adalah luas telapak tangan dianggap 1 %. (Mansjoer, 2000 & De jong, 2000)

E. Klasifikasi luka bakar

1. Berat/kritis bila:

Derajat II dengan luas lebih dari 25 %

Derajat III dengan luas lebih dari 10 %, atau terdapat pada muka, kaki,

dan tangan

Luka bakar disertai trauma jalan nafas atau jaringan lunak luas, atau

fraktur

Luka bakar akibat listrik

2. Sedang bila:

Derajat II dengan luas 15-25 %

Derajat III dengan luas kurang dari 10 %, kecuali muka, tangan dan

kaki

3. Ringan bila:

Derajat II dengasn luas kurang dari 15 %

Derajat III kurang dari 2 % (Mansjoer, 2000)

F. Patofisiologi

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas

meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi

anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula

dengan membawa serta elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume

cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan

cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan masuk ke bula yang

terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka

bakar derajat III. bila luas luka bakar kurang dari 20 %, biasanya mekanisme

7

Page 8: combustio

kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya tetapi bila di atas 20 % akan terjadi

syok hipovolemik dengan gejala yang khas seperti gelisah, pucat, dingin,

berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin

berkurang. Syok dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubuler akut, dan disfungsi

serebral. Kondisi-kondisi ini dapat dijumpai pada fase awal/akut/syok yang

biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,

maksimal terjadi setelah 8 jam.

Pada kebakaran di ruang tertutup atau luka pada muka, dapat terjadi

kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang terisap.

Udem yang terjadi dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas karena udem laring.

Gejala yang timbul adalah sesak nafas, takipneu, stridor, suara serak, dan dahak

berwarna gelap karena jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas

beracun lain. Karbon monooksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat

sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan

adalah lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan berat dapat

terjadi koma. Bila lebih dari 60 % hemoglobin terikat CO, penderita dapat

meninggal.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi

mobilisasi dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah. Ini ditandai

dengan peningkatan diuresis.

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang

merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah

infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh

kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa sistem

pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar selain

berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran nafas

atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit.

Pada awalnya infeksi biasanya disebabkan oleh kuman gram positif yang

berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi

invasi kuman gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan

eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam

8

Page 9: combustio

invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau

pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng

yang bersamaan dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah

lepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng

yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat

menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat

III. keadaan ini disebabkan oleh trombosis; kuman menimbulkan vaskulitis pada

pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar sehingga jaringan tersebut mati.

Infeksi dapat berlanjut menjadi bakterimia yang dapat menyebabkan fokus infeksi

di usus. Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang

menyebar di darah.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat

sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Akibat luka bakar derajat II

yang dalam mungkin terjadi parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara

estetik sangat jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan

mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian, maka fungsi sendi dapat

berkurang atau hilang.

Pada luka bakar berat dapat terjadi ileus paralitik. Pada fase akut,

peristaltik menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi,

peristaltik dapat menurun karena kekurangan ion kalium. Stress atau beban faali

yang terjadi pada penderita luka bakar dapat menyebabkan terjadinya tukak di

mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak

peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling. Yang dikhawatirkan pada

tukak curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis

dan/atau melena. Fase permulaan luka bakar adalah fase katabolisme, sehingga

keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena

eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang

rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase

ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu

penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan menurun. Dengan

9

Page 10: combustio

demikian korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka

bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah

sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi

prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar. (Mansjoer,

2000 & De jong, 2000)

G. Fase Luka Bakar

1. Fase awal/ akut/ shock

Terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit.

2. Fase setelah shock berakhir/ diatasi/ sub akut

Bila ada luka terbuka dapat terjadi masalah inflamasi, infeksi yang

dapat menimbulkan sepsis dan penguapan cairan dan panas tubuh.

(evaporatif heat loss)

3. Fase lanjut

Periode penutupan luka sampai maturasi. Masalah yang mungkin

timbul berupa kontraktur, jaringan parut dan deformitas jaringan/ organ.

H. Penatalaksanaan

Tiga hal yang sangat penting pada penanganan luka bakar, yaitu:

(1) Burn Shock

Timbul dalam 48 jam: merupakan suatu jenis yang berbeda dari shock

hemorhagik/ neurologik. Pengertian burn shock sendiri sebenarnya masih

kabur dan belum pasti, aspek-aspek penting dalam burn shock:

a) Hipokalemia

b) Kekurangan elektrolit dan protein

c) Nyeri

(2) Infeksi

Dalam fase kedua ini ada bahaya-bahaya berupa:

Bila proses supuratif berlangsung untuk beberapa waktu lamanya, ditakuti

terjadi amiloidosis.

Osteoforosis karena alat-alat tidak dipakai.

10

Page 11: combustio

Stase urin yang dapat menimbulkan batu-batu dalam traktus urinarius.

Dekat akhir fase burn shock dapat timbul curling’s ulcers (lambung,

duodenum, dan jejenum)

(3) Rehabilitasi

Seringkali luka bakar meninggalkan kontraktur yang kadang-kadang hebat

sekali, sehingga penting sekali tindakan rehabilitasi. Bertujuan untuk

mengembalikan bentuk dan fungsi. Luka bakar yang perlu rehabilitasi terutama

luka bakar yang terdapat di daerah persendian.

Dilakukan seawal mungkin untuk mencegah timbulnya kontraktur

Terapi posisi

(Schwart, 2000)

Prinsip Terapi pada luka bakar

Menghentikan sumber pajanan panas

Membuka baju

Menutupi bagian yang terbakar

Rawat luka

Mendinginkan dan membersihakan luka pada satu jam pertama

Menyirami luka dengan air mengalir selama minimal 15 menit

Pemberian antiseptik dan antibiotik topikal

Antiseptik biasanya digunakan betadine atau nitras-argenti 0,5% setiap

2 jam

Antibiotik topikal bentuk yang digunakan biasanya berbentuk larutan,

salep atau krim (Zilfer Sulfadizin 1%) dioleskan tanpa pembalut dan

dapat dibersihkan dan diganti tiap hari

Menentukan luas dan dalamnya luka bakar

Berdasarkan luas dan dalamnya luka bakar maka dilanjutkan dengan

pemberian terapi cairannya.

Pemberian Terapi Cairan

Menurut Karakata, S dan Bachsinar, B.,1996, cara pemberian cairan pada

luka bakar sebagai berikut:

11

Page 12: combustio

1. Formula EVANS

Dalam 24 jam I. Berikan :

Dalam 8 jam pertama, jumlah cairan yang diberikan sebesar setengah dari

kebutuhan total. Dalam 16 jam kedua, diberikan sisa kebutuhan total.

Dalam 24 jam II. Berikan :

Cairan diberikan dalam tetes merata. Cara menghitung tetes, dipakai

rumus :

P

Q x 3

Keterangan : g = jumlah tetes per menit

p = jumlah cairan dalam cc

Q = jam yang diperkirakan

BB = berat badan penderita (dalam kg).

IWL = (Insensible water lost) adalah kehilangan setiap hari yang tidak kita

sadari. Kehilangan air dengan cara ini berlangsung lewat keringat dan pernapasan.

Rata-rata IWL pada orang dewasa 2000 cc/hari. Pada pemberian cairan yang

tepat, akan dicapai produksi urin 50 cc/jam.

Pada anak-anak, pemberian Dekstrosa 5% sebagai pengganti IWL

berdasarkan berat badannya. Untuk berat badan <10 kg penggantian IWL sebesar

100 ml/kgBB, berat badan 10-20 kg: 50 ml/kgBB, dan berat badan >20 kg: 25

ml/kgBB

12

NaCl 0.9% : 1 x BB x % luka bakar.Koloid : 1 x BB x % luka bakar.Dekstrosa 5% : 2000 ml (untuk penggantian Insensible water loss).

NaCl 0.9% : 1 x BB x % luka bakar.Koloid : 1 x BB x % luka bakar.Dekstrosa 5% : 2000 ml (untuk penggantian Insensible water loss).

g =

Page 13: combustio

2. Formula BROOKE

Dalam 24 jam I. Berikan :

24 jam II. Berikan :

3. Formula BAXTER (1971)

Paling banyak saat ini, praktis dan mudah. Pada cara ini hanya diberikan

cairan Ringer laktat.

Dalam 24 jam I. Berikan :

Setengah dari jumlah kebutuhan cairan total diberikan dalam 8 jam pertama,

sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.

Dalam 24 jam II. Berikan :

Kebutuhan total cairan pada hari kedua sama dengan hari pertama, hanya

cara pemberiannya berbeda. Pada hari kedua cairan diberikan sedemikian rupa,

sehingga produksi urin sekitar 50-100 ml/jam.

Jumlah cairan dan elektrolit yang diberikan dalam 48 jam pertama (24 jam

I + 24 jam II) tidak banyak berbeda antara formula satu dengan lainnya.

Miliekivalen Natrium rata-rata normal sekitar 0,5-0,6 mEq/kgBB/%luka bakar.

Jumlah Produksi Urin Normal

Penting diketahui sebagai acuan untuk mengetahui apakah pengobatan

cairan memadai atau tidak.

13

Koloid : 0,5 x BB x % luka bakar.Ringer laktat : 1,5 x BB x % luka bakar.Dekstrosa 5% : 2000 ml

Koloid : 0,25 x BB x % luka bakar.Ringer laktat : 0,75 x BB x % luka bakar.Dekstrosa 5% : 2000 ml

Ringer laktat : 4 x BB x % luka bakar.

Ringer laktat : 4 x BB x % luka bakar.

Page 14: combustio

Produksi Urin Normal

Berat / usia Produksi urin

Bayi ( < 1 tahun) <3 kg

4 – 5 kg (0-3 bulan)

4 – 7 kg (4-6 bulan)

8 – 9 kg (7-12 bulan)

8 – 10 ml/jam

10 – 15 ml/jam

15 – 20 ml/jam

20 – 25 ml/jam

Anak (> 1 tahun) 1 – 5 tahun

6 – 10 tahun

11 – 12 tahun

13 – 15 tahun

> 15 tahun

20 – 25 ml/jam

25 – 30 ml/jam

30 – 40 ml/jam

40 – 50 ml/jam

50 – 100 ml/jam

Dewasa — > 50 ml/jam

Sumber: Karakata, S dan Bachsinar, B.,1996

Medika Mentosa Luka Bakar

(1) Hari Pertama

Pemberian Analgetik

Analgetik yang baik adalah dari jenis morfin

Pemberian ATS

Biasanya diulangi tetapi jangan lewat setelah 12 hari karena dalam waktu

14 hari tubuh sudah membentuk antibodi terhadap kuman tersebut,

sehingga penyuntikan ATS dapat menyebabkan timbulnya reaksi serum.

Untuk profilaksis diberikan dalam bentuk toksoid.

Untuk memperoleh kekebalan yang cukup, diberikan sebagai berikut:

Mula-mula toksoid dan ATS

Sepuluh hari kemudian toksoid

Diulang lagi toksoid

Antasida

Diberikan untuk pencegahan timbulnya curling’s ulcers (lambung,

duodenum dan jejenum) yang dapat timbul dekat akhir fase burn shock.

Perawatan lukanya sendiri dapat dilakukan dengan 2 macam cara yaitu

14

Page 15: combustio

Cara dibalut (occlusive dresing). Kerugiannya yaitu bila terjadi infeksi

pada luka diketahui lambat/ tidak segera.

Cara terbuka

Luka dibiarkan terbuka sehingga terkena udara (exposed to air), untuk

mencegah infeksi dibaringkan pada tempat tidur yang baik dan bersih

dan diberi kelambu yang bersih juga. Bula yang utuh dibiarkan tetapi

bulla yang sudah pecah dibuka sama sekali karena lipatan kulit disudut

bulla merupakan tempat yang baik sekali bagi kuman-kuman. Apabila

luka-luka kotor maka dibersihkan dengan hati-hati (jangan digosok

keras-keras) dan bila pembresihan luka memberikan rasa yang amat

sakit dilakukan dengan narkose. Keuntungan cara terbuka dengan cara

tertutup adalah:

Luka tidak sembab (kering)

Tidak ada jaringan granulasi yang berlebihan

Bila infeksi segera terlihat

Kemungkinan infeksi memang lebih besar, karena itu penting

sekali perawatan yang bersih dan dijaga jangan sampai timbul sepsis

(Schwart, 2000)

(2) Hari Kedua

Pemberian antibiotik sistemik

Pada hari kedua permeabilitas pembuluh darah mulai membaik dan

terjadi mobilitas dan penyerapan cairan edema ke pembuluh darah ini

ditandai dengan meningkatnya diuresis.

Evaluasi luka bakar

Diuresis, minimal 30 cc/ jam, kecuali untuk penderita gagal ginjal,

diabetes melitus dan gagal jantung diuresis 15 cc/ jam sudah dianggap

cukup

Fisioterapi

Fisioterapi adalah terapi fisik yang meliputi pergerakan-pergerakan

normal suatu ekstremitas, fisioterapi terutama dilakukan bila luka bakar

mengenai daerah persendian, tujuan dari fisioterapi segera dan aktif ini

15

Page 16: combustio

adalah untuk mencegah terjadinya kontraktur, fisioterapi meliputi gerakan-

gerakan normal yang dilakukan oleh persendian yang permukannya

terkena luka maka dilaksanakan semaksimal mungkin dan dilakukan

secara bertahap sehingga morbiditas penderita dapat dikurangi.

Skin Grafting

Sesudah timbul jaringan granulasi pada luka-luka bakar dilakukan

skin grafting, terutama bila luka bakarnya luas dan tidak adanya pulau-

pulau epitel (sisanya folikel rambut). Kadang-kadang dalam stadium awal

sudah dilakukan skin grafting, yaitu luka-luka bakar ditutupi dengan kulit

kemudian dibalut dengan maksud agar tidak terjadi kehilangan cairan yang

terlalu banyak melalui luka-luka bakar tersebut. Tetapi lebih dianjurkan,

dibiarkan luka dirawat terbuka dulu baru kemudian dilihat apakah perlu

dilakukan grafting.

Nutrisi

Minuman

a) Segera setelah peristaltik normal

b) Sebanyak 25 ml/Kg/BB/ hari

c) Sampai diuresis minimal 30 ml/ jam

Makanan

a) Segera setelah dapat minum tanpa kesulitan

b) Sedapat mungkin 2.500 – 3.000 kalori/ hari

c) Sedapat munkin mengandung 100-150 gram protein/ hari

Suplemen

Vitamin A, B dan D

Vitamin C 500 mg

(Schwart, 2000)

Menurut teori, kandungan albumin yang tinggi bisa mempercepat

kesembuhan luka operasi dan luka bakar. Albumin juga berperan mengikat obat-

obatan yang tidak mudah larut, seperti aspirin, antikoagulan koumarin, dan obat

tidur. Selain mengobati luka bakar dan luka pascaoperasi, albumin bisa digunakan

16

Page 17: combustio

untuk menghindari timbulnya sembap paru-paru dan ginjal, serta carrier faktor

pembekuan darah (Pamuji, H dan Hidayat, R., 2003).

Menurut Eddy Suprayitno selaku guru besar ilmu biokimia difakultas

perikanan, Universitas Brawijaya yang menemukan kadar albumin cukup tinggi

dalam kandungan ekstrak ikan gabus. Dengan meminum ekstrak ikan gabus,

pasien hanya membutuhkan 24 kilogram ikan gabus untuk menyembuhkan luka

operasi atau luka bakar. Malah, menurut Eddy, luka dapat sembuh tiga hari lebih

cepat ketimbang menggunakan serum albumin. Hal ini Eddy terinspirasi dari

orang-orang Cina yang mengobati luka bakar dengan memakan ikan gabus

(Pamuji, H dan Hidayat, R., 2003).

Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan darah lengkap.

b) Pemeriksan kadar elektrolit darah.

c) Konsentrasi gas darah dan karboksihemoglobin.

d) Pemeriksaan penyaringan terhadap obat-obatan, antara lain etanol.

e) Penilaian terhadap status mental pasien dan antisipasi terhadap gejala-gejala

putus obat.

f) Rontgen dada dan radiografi seluruh vertebra

(Schwart, 2000)

Evaluasi penderita luka bakar

a) Pengukuran tensi, nadi dan frekuensi nafas.

b) Pemasangan kateter buli-buli untuk mengukur produksi urine per 24 jam.

c) Pemasangan kateter pengukuran tekanan vena.

d) Pemeriksaan Hemoglobin dan hematokrit.

e) Analisis kadar elektrolit darah.

Prognosis luka bakar

Prognosis luka bakar ditentukan oleh:

Dalamnya/ stadium luka bakar

Luas luka bakar

Bagian tubuh yang terbakar dan penyebab luka bakar

Ada tidaknya kelainan lain yang menyertai

17

Page 18: combustio

Cara perawatan (Schwart, 2000)

Prognosis luka bakar adalah:

1) Prognosis baik

Derajat I

Derajat II

Dewasa 15%-30%

Anak 10%-20%

Derajat III 2%-10%

Tanpa komplikasi lain

Mobiliassi segera dan aktif

2) Luka bakar tidak pada tangan, muka, kaki, mata telinga dan anogenital

Prognosis Jelek

Derajat II

Dewasa > 30%

Anak > 20%

Derajat III > 10%

Luka bakar pada tangan, muka, kaki, mata, telinga, dan anogenital.

Disertai komplikasi

Luka bakar akibat tersengat listrik

Cara perawatan yang memenuhi prinsip sentralisasi dan melakukan fisioterapi

secara aktif dan bertahap sangat mempengaruhi prognosis luka bakar.

I. Indikasi Rawat Inap

Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10 % pada

anak atau > 15 % pada orang dewasa.

Terancam udem laring akibat terhirupnya asap atau udara hangat.

Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti pada

wajah, mata, tangan, kaki, atau perineum (Mansjoer, 2000)

J. Perawatan

18

Page 19: combustio

1. Nutrisi diberikan cukup untuk menutupi kebutuhan kalori dan keseimbangan

nitrogen yang negatif pada fase katabolisme yaitu sebanyak 2500-3000 kalori

sehari dengan kadar protein tinggi.

2. Perawatan lokal dapat secara terbuka atau tertutup.

3. Antibiotik topikal diganti satu kali dalam satu hari, didahului hidroterapi untuk

mengangkat sisa-sisa krim antibiotik sebelumnya. Bila kondisi luka sangat

kotor atau dijumpai banyak krusta dan atau eksudat, pemberian dapat diulang

sampai dengan 2-3 kali sehari.

4. Rehabilitasi termasuk latihan pernafasan dan pergerakan otot dan sendi.

5. Usahakan tak ada gangguan dalam penyembuhan; penyembuhan bisa dicapai

secepatnya dengan :

Perawatan luka bakar yang baik

Penilaian segera daerah-daerah luka bakar derajat 3 atau 2 dalam. Kalau

memungkinkan buang kulit yang non vital dan menambalnya secepat

mungkin.

6. Usahakan mempertahankan fungsi sendi-sendi. Latihan gerakan atau bidai

dalam posisi baik.

7. Aturlah proses maturasi sehingga tercapai tanpa proses kontraksi yang

mengganggu fungsi. Bilamana luka bakar sembuh persekundum dalam 3

minggu atau lebih selalu ada kemungkinan timbul parut hipertrofi dan

kemungkinan kontraktur pada waktu proses maturasi. Sebaiknya dipasang

perban ½ menekan, bidai yang sesuai dan anjuran untuk mangurangi edema

dengan elevasi daerah yang bersangkutan.

8. Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Infeksi

dapat ,memperburuk derajat luka bakar dan mempersulit penyembuhan. Yang

banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap

pseudomonas.

9. Suplementasi vitamin yang dapat diberikan yaitu vitamin A 10.000 unit per

minggu, vitamin C 500 mg dan sulfas ferous 500 mg.

Tindakan bedah

19

Page 20: combustio

Eskarotomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar

pada ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat

pengerutan dan penjepitan dari eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri,

kemudian kehilangan daya rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan

yang dilakukan yaitu membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai

penjepitan bebas.

Debridemen diusahan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati

dengan jalan eksisi tangensial. (Mansjoer, 2000)

K. luka bakar khusus

1. Trauma kimia

Trauma akibat bahan kimia diperlakukan sebagai luka bakar karena sama-

sama menimbulkan efek panas seperti luka bakar.

Penatalaksanaan :

Yang paling penting adalah penanganan harus segera dilakukan begitu terjadi

trauma meliputi perawatan luka lokal dan perawatan sistemik untuk

menunjang kesembuhan.

Urutan tindakan yang harus dilakukan :

Melepaskan pakaian dan irigasi dengan air dalam jumlah banyak.

Pengenceran tersebut akan menghilangkan zat kimia dari tubuh sekaligus

mengurangi reaksi antara zat kimia dengan jaringa tubuh.

Irigasi dilanjutkan selama 2 jam pada trauma asam dan 12 jam pada

trauma basa.

Rehidrasi, karena trauma kimia dan luka bakar sama-sama menyebabkan

keadaan hipovolemia.

Catatan :

Bahan kimia berupa asam/basa kuat menimbulkan reaksi tubuh, menyebabkan

kerusakan jaringan yang hebat dan penyembuhan yang lama, sehingga

menimbulkan deformitas bagian tubuh yang terkena. Hal yang perlu dicatat

pada pertolongan; jangan memberikan antidotum (asam diberikan basa atau

20

Page 21: combustio

sebaliknya) karena akan menimbulkan reaksi yang akan memperberat

kerusakan yang terjadi. (Mansjoer, 2000)

2. Trauma listrik

Kerusakan akibat listrik pada struktur yang lebih dalam tergantung pada

resistensi jaringan, dengan urutan paling resisten adalah berturut-turut tulang,

lemak, tendon, kulit, otot, pembuuh darah, dan syaraf.

Penatalaksanaan

Lakukan ABC traumatologi

Perhatikan khusus pada kelainan yang merupakan dampak aliran listrik

pada tubuh, antara lain :

o Ensefalopati

o Kardiomiopati

o Gagal ginjal akut

o Rabdomiolisis

Penatalaksaanaan lainnya sebagaimana penanganan luka bakar pada

umumnya. Namun karena kerusakan jaringan yang terjadi pada luka bakar

listrik memiliki kekhususan maka penanganan luka tidak terlalu agresif.

Evaluasi status neurologis berulang selama masa penyembuhan, karena

trauma listrik dapat disertai trauma tumpul dan trauma kepala.

Terapi cairan. Kerusakan jaringan yang luas akan menyebabkan hilangnya

cairan (hipovolemi) dan asidosis metabolik maka diperlukan cairan

kristaloid untuk rehidrasi dan natrium bikarbonat sebanyak 200 – 400

mmol untuk mengoreksi asidosis.

Komplikasi

a. Neurologis

Trauma listrik dengan arus rendah akan menyebabkan satu atu lebih gejala

neurologis pada separuh kasus, sementara arus tinggi akan menyebabkan

defisit neurologis pada dua pertiga kasus.

Trauma susunan syaraf pusat

Gejala bervariasi mulai dari gangguan kesadaran, kejang,

penurunan daya ingat, kelabilan emosi, gangguan belajar, dan sakit kepala.

21

Page 22: combustio

Trauma susunan syaraf tepi

Hilangnya daya sensoris dan motoris, parestesi, paralisis, paresis,

disestesia, causalgia, dan distrofi reflek simpatis. Separuh kasus dengan

neuropati perifer tidak akan mencapai kesembuhan sempurna.

b. Kerusakan pleura : efusi pleura dan pneumonitis.

c. Trauma jantung, dapat terjadi aritmia namun tidak terlalu berbahaya pada

pasien normal.

d. Trauma abdomen dapat menyebabkan nekrosis dan perforasi saluran cerna.

e. Mata, hanya terjadi perubahan jaringan pada arus yang lebih dari 100 volt,

paling sering berupa kekeruhan lensa. (Mansjoer, 2000)

Luka bakar listrik terjadi karena tubuh terkena aliran listrik. Luka

bakar listrik sering menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih berat dari

pada luka bakar yang terlihat pada permukaannya. Tubuh merupakan

penghantar tenaga listrik, dan panas yang ditimbulkannya menyebabkan luka

bakar pada tubuh. Perbedaan kecepatan hilangnya panas dari jaringan tubuh

superfisial dengan jaringan tubuh yang lebih dalam, menghasilkan keadaan

dimana jaringan yang lebih dalam akan bisa mengalami nekrosis, sedangkan

kulit di atasnya relatif tampak normal.

Rabdomiolisis menghasilkan pelepasan mioglobin yang dapat

menyebabkan kegagalan ginjal. Penanganan harus segera dilakukan pada

penderita dengan luka bakar listrik meliputi perhatian pada jalan nafas,

pernafasan, pemasangan infus, ECG, dan pemasangan kateter. Apabila urin

berwarna gelap, mungkin urin mengandung hemokromogens. Janganlah

menunggu konfirmasi laboratorium untuk melakukan terapi terhadap

mioglobinuria. Pemberian cairan harus ditingkatkan sedemikian rupa sehingga

tercapai produksi urin sekurang-kurangnya 100 cc/jam (pada penderita

dewasa). Bila urin belum tampak jernih, berikan segera 25 gr manitol dan

tambahkan 12,5 gr manitol pada tiap penambahan 1 liter cairan untuk

mempertahankan diuresis sejumlah cairan tersebut. Bila terjadi asidosis

metabolik, pertahankan perfusi sebaik mungkin dan berikan natrium

22

Page 23: combustio

bikarbonat untuk membuat urin menjadi alkalis dan meningkatkan kelarutan

mioglobin dalam urin. (American College of Surgeons, 1997)

3. Cedera suhu dingin

Pada waktu suhu jaringan turun, akan terjadi vasokonstriksi arteriola

sehingga sel mengalami hipoksia. Pada waktu jaringan dihangatkan kembali

terjadi vasodilatasi. Akibat anoksia, permeabilitas dinding pembuluh darah

meninggi sehingga timbul udem. Arus darah melambat sehingga berturut-turut

terjadi stasis kapiler, aglutinasi trombosit, trombosis dan nekrosis jaringan.

Kerusakan jaringan akibat langsung dari suhu dingin terjadi karena cairan sel

mengkristal. Sel syaraf, pembuluh darah, dan otot lurik sangat peka terhadap suhu

rendah, sedangkan kulit, fasia dan jaringan ikat lebih tahan. Dapat terjadi keadaan,

kulit masih tampak sehat, tetapi otot di bawahnya mati.

Beratnya kerusakan dibagi menjadi beberapa derajat. Derajat 1 ditemukan

adanya hiperemia dan udem, seperti pada luka bakar derajat I. Pada derajat 2

terjadi nekrosis kulit sampai subkutis. Pada derajat 3 ditemukan nekrosis kulit dan

subkutis; terdapat juga nyeri seperti pada luka bakar yang biasanya berlangsung

sampai 5 minggu. Kemudian terbentuk keropeng yang berwarna hitam dan

mengelupas. Luka ditangani seperti luka bakar derajat III. Pada derajat 4 terjadi

kerusakan seluruh jaringan. Terjadi mumifikasi yaitu bagian tubuh tersebut

berwarna hitam dan mengerut. Batas jaringan yang mati menjadi jelas, dan dalam

waktu satu bulan tampak demarkasi bagian tubuh yang mati sehingga dapat

dilakukan amputasi. Penatalaksanaannya yaitu semua baju yang ketat

dilonggarkan. Bagian yang sakit secara perlahan-lahan dihangatkan kembali

dengan merendamnya dalam air suam-suam kuku (kira-kira 30o C) selanjutnya

diberikan perawatan seperti pada luka bakar biasa. Fisioterapi sangat penting. (de

jong, 2000)

4. luka radiasi dan ionisasi

Radiasi adalah pancaran dan pemindahan energi melalui ruang dari suatu

sumber ke tempat lain tanpa perantaraan massa atau kekuatan listrik. Energi ini

dapat berupa radiasi elektromagnet seperti cahaya, sinar rontgen, sinar gama, dll.

Luka bakar akibat radiasi dapat menyebabkan eritem ringan sementara yang

23

Page 24: combustio

berlangsung 2-3 jam. Eritem ini menimbulkan rasa hangat dan terjadi pada

kekuatan di atas 50 rad. Eritem yang menetap timbul setelah gejala ringan ini

hilang, dan disebabkan oleh radiasi kekuatan sedang. Kerusakan subkutan serupa

dengan luka bakar derajat III. Ujung syaraf, folikel rambut, kelenjar keringat, dan

pembuluh darah halus hilang.

Dosis 300-400 rad menyebabkan rambut rontok tiga minggu setelah

pajanan. Pada dosis 700 rad terdapat epilasi permanen, sedangkan pada dosis

kurang dari itu akar rambut akan tumbuh kembali.

Sindrom radiasi akut merupakan gejala kerusakan organ yang sel-selnya

cepat bermitosis, misalnya sistem hemopoietik dan mukosa usus. Tahap I ditandai

dengan malaise, muntah, diare yang akut yang mungkin membaik sendiri. Tahap

II disertai anemia, leukositopenia, dan trombositopenia mungkin masih membaik

setelah beberapa minggu. Pada tahap III muncul lagi diare dan muntah berat

sehingga tubuh kehilangan cairan dan elektrolit, juga terjadi perdarahan usus. Bila

dosis radiasi lebih dari 50.000 rad, muncul gejala susunan syaraf pusat yaitu rasa

terbakar, kesemutan, gelisah, koma dan akhirnya kematian dalam tiga hari akibat

udem otak.

Sindrom radiasi kronik terjadi karena radiasi sedang dalam waktu lama

atau setelah akumulasi radiasi ringan. Tanda dan gejala berupa rasa kurang sehat

kronik, depresi sumsum tulang, anemia, radiodermatitis, ulkus yang susah

sembuh, kematian jaringan, dan keganasan terutama di sistem darah, payudara,

tiroid, tulang, atau paru. (De Jong, 2000)

24

Page 25: combustio

BAB IV

KESIMPULAN

Luka bakar (combustio) adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan

suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi; juga oleh sebab

kontak dengan suhu rendah (frost-bite).

Luka bakar selain dapat menyebabkan kematian juga dapat menimbulkan

akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik. Prognosis dan

penanganan luka bakar tidak hanya tergantung pada kedalaman dan luas luka

bakar, letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita, tetapi

juga ditentukan oleh penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Pada fase awal

dapat terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit yang dapat

berlanjut menjadi syok beserta akibat-akibatnya. Pada fase sub akut dapat timbul

masalah inflamasi, infeksi, maupun sepsis. Pada fase lanjut dapat muncul masalah

kontraktur, jaringan parut dan deformitas jaringan/ organ. Oleh karena itu,

diperlukan adanya pemahaman proses penyakit secara keseluruhan sehingga

dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat untuk menurunkan tingkat morbiditas

dan mortalitas akibat luka bakar

25

Page 26: combustio

DAFTAR PUSTAKA

De Jong W., 1997, Luka bakar, dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, bag.3, hal. 1058-

1064, penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Mansjoer, Arif, 2000, Bedah plastik,Luka bakar, dalam: Kapita Selekta

Kedokteran ed.3 jilid ke-2, hal. 365-372, Media Aesculapsius FK UI, Jakarta

Schwartz, 2000, Luka bakar, dalam: Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, ed. 6,

hal. 97-145, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

American College of Surgeons, 1997, Trauma Termal, dalam : Advanced trauma

Life Support for Doctors, hal. 299 – 318, Komisi Trauma IKABI, Jakarta.

26