Top Banner
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Peran Seksi Indonesia di Panggung Habitat Asia Pasifik Karya Cipta Infrastruktur Permukiman Edisi 11/Tahun XII/November 2014 Menuju Pelayanan Air Minum 100 % Tahun 2019 26 Cipta Karya Siapkan SDM Unggul Pelayanan Air Minum 15
36

Ck 201411

Sep 14, 2015

Download

Documents

Idris Taking

pdf
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • KEMENTERIANPEKERJAAN UMUM

    DAN PERUMAHAN RAKYAT

    Peran Seksi Indonesia di Panggung HabitatAsia Pasifik

    Karya Cipta Infrastruktur PermukimanEdisi 11/Tahun XII/November 2014

    Menuju Pelayanan Air Minum 100 % Tahun 201926

    Cipta Karya Siapkan SDM UnggulPelayanan Air Minum15

  • 11

    Edisi 114Tahun XII4November 2014daftar isi

    2

    4

    1420

    1623

    liputan khususIndonesia Bantu Negara Kurang Berkembang Susun National Report

    8

    inovasiKoefisien Garuda Super: Yang Muda Yang Berprestasi (Lagi)

    Modul Insineratoruntuk PenangananSampah Kota :Solusi atau Masalah ?

    MenujuPelayanan Air Minum 100 % Tahun 2019

    20

    23

    26

    info baru

    Empat Tahun RekompakSukses Kembalikan Kehidupan Warga Korban Merapi

    PNPM-PISEW Perkuat Jejaring Pengelola Kawasan Strategis Kabupaten

    Cipta Karya Siapkan SDM Unggul Pelayanan Air Minum

    Cipta Karya Bekali Gugus Tugas Penghematan Air Gedung Pemerintah

    Sarasehan KSM SANIMAS: Sanitasi Berkelanjutandengan Pemberdayaan

    Cipta Karya Evaluasi CSR Air Bersih PT. Pertamina di Kabupaten Ende

    11

    14

    15

    16

    17

    18

    Peran Seksi Indonesiadi Panggung Habitat Asia Pasifik

    4berita utama

  • Edisi 114Tahun XII4November 2014 3

    Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email [email protected] atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id

    3

    PelindungBudi Yuwono P

    Penanggung JawabAntonius Budiono

    Dewan RedaksiSusmono, Danny Sutjiono, M. Sjukrul Amin, Amwazi Idrus, Guratno Hartono, Tamin MZ. Amin, Nugroho Tri Utomo

    Pemimpin RedaksiDian Irawati, Sudarwanto

    Penyunting dan Penyelaras NaskahT.M. Hasan, Bukhori

    Bagian ProduksiErwin A. Setyadhi, Djoko Karsono, Diana Kusumastuti, Bernardi Heryawan, M. Sundoro, Chandra RP. Situmorang, Fajar Santoso, Ilham Muhargiady, Sri Murni Edi K, Desrah, Wardhiana Suryaningrum, R. Julianto, Bhima Dhananjaya, Djati Waluyo Widodo, Indah Raftiarty, Danang Pidekso

    Bagian Administrasi & DistribusiLuargo, Joni Santoso, Nurfathiah

    KontributorDwityo A. Soeranto, Hadi Sucahyono, Nieke Nindyaputri, R. Mulana MP. Sibuea, Adjar Prajudi, Rina Farida, Didiet A. Akhdiat, RG. Eko Djuli S, Dedy Permadi, Th Srimulyatini Respati, Joerni Makmoerniati, Syamsul Hadi, Hendarko Rudi S, Iwan Dharma S, Rina Agustin, Handy B. Legowo, Dodi Krispatmadi, Rudi A. Arifin, Endang Setyaningrum, Alex A. Chalik, Djoko Mursito, N. Sardjiono, Oloan M. Simatupang, Hilwan, Kun Hidayat S, Deddy Sumantri, Halasan Sitompul, Sitti Bellafolijani, M. Aulawi Dzin Nun, Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing, Agus Achyar, Ratria Anggraini, Dian Suci Hastuti, Emah Sudjimah, Susi MDS Simanjuntak, Didik S. Fuadi, Kusumawardhani, Airyn Saputri, Budi Prastowo, Aswin G. Sukahar, Wahyu K. Susanto, Putri Intan Suri, Siti Aliyah Junaedi

    Alamat RedaksiJl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Telp/Fax. [email protected]

    PelindungImam S. Ernawi

    Penanggung JawabAntonius Budiono

    Dewan RedaksiDadan Krisnandar, Mochammad Natsir, M. Maliki Moersid, Hadi Sucahyono, Adjar Prajudi, Tamin MZ. Amin, Nugroho Tri Utomo

    Pemimpin RedaksiSri Murni Edi K, Sudarwanto

    Penyunting RedaksiBhima Dhananjaya, Buchori

    Bagian ProduksiElkana Catur H., Dian Ariani, Djati Waluyo Widodo

    Bagian Administrasi & DistribusiLuargo, Joni Santoso

    KontributorDwityo A. Soeranto, R. Mulana MP. Sibuea, M. Sundoro, Dian Irawati, Nieke Nindyaputri, Prasetyo, Oloan MS., Hosen Utama, Aswin G. Sukahar, TM. Hasan, Kusumawardhani, Ade Syaiful Rachman, Aryananda Sihombing, Dian Suci Hastuti.

    Alamat RedaksiJl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Telp/Fax. 021-72796578

    [email protected]

    website http://ciptakarya.pu.go.id

    twitter @ditjenck

    Cover :Taman Tiga Generasi sebagai Ruang Terbuka Hijau di tengah Kota Balikpapan menjadi kebanggan kota dan masyarakatnya.(Foto : Kemal)

    Dalam satu dekade terakhir ini kawasan Asia Pasifik menunjukkan kemajuan yang ekonomi yang sangat pesat, dampak positif dari hal ini adalah kemajuan ekonomi. Namun dampak negatif juga muncul, yaitu kemiskinan, kurangnya infrastruktur air bersih dan sanitasi, serta rendahnya kemampuan kepemilikan rumah.

    Indonesia boleh berbangga dengan pengakuan internasional sebagai salah satu negara di kawasan Asia Pasifik yang memiliki pencapaian cukup baik dalam penanganan permukiman. Indonesia juga telah memberikan dukungan besar bagi proses penyusunan National Report-nya. Draft pertama National Report Indonesia tersebut juga telah disampaikan kepada DR. Joan Clos pada kesempatan Preparatory Committee Meeting I for Habitat III di New York. Dengan pengakuan tersebut, UN Habitat meminta Indonesia menjadi mitra kerja sekaligus Leader di kawasan Asia Pasifik.

    Menindaklanjuti kepercayaan tersebut, Indonesia menyelenggarakan Asia Pacific Expert Group Meeting for Habitat III, di Jakarta dan Bogor 25-26 November 2014. Kegiatan tersebut diadakan sebagai wujud komitmen Indonesia sebagai Focal Point di Asia Pasifik bidang Penanganan Kawasan Permukiman dengan menjaring masukan dari pengalaman negara lain untuk mempersiapkan High Level Asia-Pacific Regional Meeting for Habitat III yang akan diselenggarakan pada bulan Mei tahun 2015, di Jakarta.

    Tidak hanya itu, peran Indonesia di panggung habitat dunia lain juga terlihat dalam The 5th Asia Pacific Ministerial Conference on Housing and Urban Development (APMCHUD) di Seoul Korea Selatan awal November lalu. Pertemuan di Seoul tersebut sangat penting untuk memecahkan bersama permasalahan tersebut agar masyarakat dapat memperoleh kehidupan yang layak.

    Indonesia harus membayar kepercayaan tersebut dengan membuktikan diri melalui pemenuhan target wewujudkan permukiman layak huni dan berkelanjutan. Hal tersebut sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Kementerian PU-Pera telah menetapkan target 100-0-100. Yaitu, 100% akses air minum yang layak, 0% kawasan kumuh, 100% akses sanitasi sampai dengan 2019. Capaian Kementerian PU-Pera dalam program tersebut cukup baik. Yakni hingga 2014, peningkatan akses pelayanan air minum telah mencapai 70%, pengurangan luasan kawasan kumuh sebesar 10%, dan peningkatan akses sanitasi yang layak sebesar 62,4%. (Teks : Buchori)

    Indonesia dan Pembuktian di Panggung Habitat

    editorial

    Buletin ini menggunakan 100% kertas daur ulang (cyclus paper)

  • Kehadiran Indonesia di forum APMCHUD 5 ini bukan hanya untuk mendapatkan kerjasama dengan negara lain di kawasan Asia Pasifik, melainkan juga ikut memberikan kontribusi kepada dunia melalui pengalaman panjang penerapan konsep-konsep pengembangan permukiman dan perkotaan.

    4

    berita utama

    Para menteri bidang perumahan dan pengembangan perkotaan se-Asia Pasifik menyatakan berkomitmen untuk berkolaborasi dan bekerja sama di kawasan Asia Pasifik demi mewujudkan kota dan pemukiman yang terpadu, inklusif, berkelanjutan, dan tangguh.

    Hal ini tercantum dalam The Seoul Declaration yang merupa-kan hasil dari The 5th Asia Pacific Ministerial Conference on Housing and Urban Development (APMCHUD), yang diselenggarakan di Seoul-Korea Selatan, 3-5 November 2015. Cita-cita kota tersebut berdasarkan asas keterbukaan dan kesetaraan dalam perencanaan nasional, pembangunan perkotaan dan perluasan infrastruktur, yang menghasilkan kesempatan yang sama bagi seluruh masya-rakat dan menciptakan kemakmuran bagi warganya. Gelaran dua tahunan ini kembali diikuti oleh Indonesia

    Peran Seksi Indonesiadi Panggung Habitat Asia PasifikAiryn Saputri Harahap *)

  • 5yang berpartisipasi aktif dalam APMCHUD sejak pertama kali dicetuskan di tahun 2006. Delegasi Republik Indonesia (DelRI) dipimpin oleh Staf Ahli Menteri Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ex-Kemenpera (sekarang : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) - Dr. Ir. Syarif Burhanuddin, M. Eng dengan didampingi perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (sekarang: Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpu-pera) serta Kementerian Sekretariat Negara. Kemenpu-pera sendiri diwakili oleh Ditjen Cipta Karya (Sesditjen-Ir. Dadan Krisnandar, MT, Direktur Pengembangan Permukiman-Ir.Hadi Sucahyono,MPP,PhD dan Direktur Pengembangan Air Minum-Ir.Muhammad Natsir, M.Sc), Ditjen. Penataaan Ruang dan Balitbang. Pertemuan negara-negara yang tergabung dalam kawasan Asia Pasifik ini, diselenggarakan untuk kali kelima, setelah yang pertama diadakan di New Delhi-India, lalu di Teheran-Iran, Solo-Indonesia dan terakhir di Amman-Yordania. Hadir pada pertemuan kali ini 19 Menteri dengan total 28 Negara mengirimkan dele-gasinya dari 68 keseluruhan anggota APMCHUD. Pertemuan yang berlangsung selama tiga hari ini memiliki tujuan sebagai forum untuk mendukung keberlanjutan pengem-bangan perumahan dan permukiman di Kawasan Asia Pasifik dan untuk menjawab tantangan, berbagi pengalam dan mencari solusi bersama-sama atas isu-isu yang muncul. Dalam sambutan pembukaannya, Dr.Joan Clos-Executive Di-rector UN-Habitat, menekankan arti penting Kawasan Asia Pa si-fik dalam perkembangan perkotaan secara global. Dalam satu dekade terakhir ini kawasan Asia Pasifik menunjukkan kemajuan yang ekonomi yang sangat pesat, dampak positif dari hal ini adalah kemajuan ekonomi. Namun dampak negatif juga muncul, yaitu kemiskinan, kurangnya infrastruktur air bersih dan sanitasi,

    5

    berita utama

    Edisi 114Tahun XII4November 2014

    Dr. Suh Seung-hwan-Menteri Pertanahan, Infrastruktur dan Transportasi Korea Selatan; Susheel Kumar-Kepala Koordinator APMCHUD dan Faris Al Junaidi-Direktur Jenderal untuk Per-lindungan Lingkungan, Kementerian Perkotaan, Urusan Pede saan dan Lingkungan Hidup, Yordania. Penekanan yang disampaikan oleh Dr.Joan Clos tersebut tidak berlebihan. Hal ini dikarenakan pada saat ini PBB dan organisasi internasional lain melihat bahwa sebagian besar isu-isu global akan muncul di kota-kota bersama dengan peningkatan penduduk perkotaan di dunia. Penduduk perkotaan diperkirakan akan meningkat menjadi 6,4 miliar pada tahun 2050 dengan

    serta rendahnya kemampuan kepemilikan rumah, ungkap Joan Clos. Karena itu pertemuan di Seoul tersebut sangat penting untuk memecahkan bersama permasalahan tersebut agar masyarakat dapat memperoleh kehidupan yang layak. Turut mendampingi Dr. Joan Clos dalam pembukaan adalah

    66% dari populasi global yang berada di kota-kota yang 90% dari pertumbuhan populasi global akan berada di Asia dan Afrika dan 37% dari pertumbuhan di negara-negara seperti Cina, India dan Nigeria. Sedangkan dari aspek pendapatan, belakangan ini tingkat kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin di berbagai pe-losok dunia kian parah dan pelebaran kesenjangan penghasilan antara penduduk terkaya dan termiskin menjadi kekhawatiran terbesar para pimpinan negara di seluruh dunia. Menurut UNICEF, sebesar 25% dari populasi dunia teratas mendapatkan 83% dari pendapatan global. Sementara 25% dari populasi dunia terbawah hanya mendapatkan 1%. Kesenjangan yang mulai tampak ini harus segera diantisipasi oleh negara-negara di Kawasan Asia Pasifik. Equal Opportunity for Sustainable Development adalah tema besar yang diangkat tuan rumah Korea Selatan untuk perhelatan APMCHUD ke-5 tahun ini dengan membahas topik penting, yaitu langkah konkrit untuk The Post-2015 Development Agenda yang menekankan hubungan antara urbanisasi yang berkelanjutan dan pembangunan yang berkelanjutan. Kesepakatan terhadap The Urban Sustainable Development Goals (SDGs) dan rencana yang akan diajukan pada The New Urban Agenda in Habitat III di 2016.Topik-topik tersebut dibicarakan dalam lima Working Group (WG) yang terbagi dalam tema-tema khusus dan dalam tiap-tiap

  • 6berita utama

    WG Indonesia mengirimkan delegasinya untuk menyampaikan pandangan, masukan dan juga berbagi pengalaman akan apa yang telah diperbuat oleh Indonesia untuk mewujudkan pem-bangunan yang berkelanjutan dan khususnya terkait dengan kesamaan kesempatan. WG tersebut adalah WG1 (yang diketuai India dengan tema Urban and Rural Planning and Management with a sub-theme Inclusive Urban Planning) dengan wakil Indonesia mengangkat topikInclusive Urban Planning in Indonesia : Practices and Lessons Learned (dengan pembicara R. Endra Saleh Atmawidjaja, ST, M.Sc - Kasubdit Kebijakan dan Strategi Perkotaan, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kemenpu-pera). WG2 (yang diketuai Iran dengan tema Upgrading of Slums and Informal Settlements with a sub-theme Upgrading Slums toward Equal Opportunity for the Underprivileged) dengan wakil Indonesia mengangkat topik Equal opportunities in Slum Upgrading in Indonesia (dengan pembicara Ir. Hadi Sucahyono, MPP, PhD,-Direktur Pengembangan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kemenpu-pera). WG3 (yang diketuai Srilanka dan Maldives dengan tema Delivery of Basic Services with a sub-theme of Inclusive Technology for theDelivery of Basic Services) dengan wakil Indonesia mengangkat tema Delivery of Basic Services in Indonesia (dengan pembicara Ir. Mochammad Natsir, M.Sc.-Direktur Pengembangan Air Minum, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kemenpu-pera). WG4 (yang diketuai Korea Selatan dengan tema Financing Sustainable Housing with a sub-theme of Housing Finance for Equal Opportunity) dengan wakil Indonesia mengangkat tema Creating Equal Opportunities in Housing Finance in Indonesia (dengan pembicara R. Haryo Bekti Martoyoedo. ST. M.Sc - Plt. Kepala Bidang Kebijakan Strategi Sistem Pembiayaan, Kemenpu-pera). WG5 (yang diketuai Indonesia-Dr. Ir. Lana Winayanti, MCP, (Asisten Deputi Evaluasi Pembiayaan, Kemenpu-pera): dengan tema Urban Development with a focus on Natural and Climate Change related Disasters with a sub-theme of Urban Development for Equal Opportunity Responding to Natural and Climate Change

    related Disasters) dengan wakil dari Indonesia mengangkat tema Urban Development and Spatial Planning in Indonesia : Responding to Natural & Climate Change Related Disasters (dengan pembicara Ir. Eka Aurihan Djasriain, SH, MUM - Kasubdit Pengaturan, Direktorat Pembinaan Penataan Ruang Wilayah II, Direktorat Jenderal Pe-nataan Ruang, Kemenpu-pera). Indonesia memegang peranan penting dalam Working Group ini dengan menjadi ketua dari WG 5 yang membicarakan hal-hal terkait perubahan iklim. Kepercayaan ini diberikan karena kemampuan Indonesia melaksanakan program-program terkait mitigasi dan proteksi terhadap perubahan iklim. Ada beberapa hal penting yang menjadi perhatian pemerin-tah Indonesia untuk ditindaklanjuti. Pertama, membangun dan memperbarui database pada lembaga-lembaga yang terkait dengan pembangunan perkotaan dengan fokus padaperubahan terkait bencana alam dan iklim, termasuk yang mempromosikan mitigasi dan pengembangan karbon rendah. Kedua, meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam manajemen Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Ketiga, me ngu-rangi dampak bencana alam dan bencana buatan manusia pada

    kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat, memberikan perhatianpara pengungsi dan dengan mempertimbangkan ke-butuhan akan akses yang sama terhadap pekerjaan peluang dan keamanan kepemilikan. Keempat, meningkatkan kerjasama internasional dalam kesiapsiagaan dan mitigasi risiko bencana termasu kbencana yang disebabkan oleh perubahan iklim. Untuk tujuan ini, Iran akan membantu dengan mendokumentasikan praktik terbaik dalam pengurangan bencana dan pasca bencana rekonstruksi yang mendapat bantuan UN Habitat. Pada kesempatan yang sama, Indonesia akan melakukan pelatihan pengurangan risiko bencana dengan penekanan khusus pada pembangunan ka-pasitas masyarakat dan pemerintah daerah. Sedangkan Korea akan melaksanakan proyek-proyek percontohan untuk menguji teknologi yang efektif dalam menanggapi bencana. Hasil masukan dari tiap WG tersebut pada akhirnya dituangkan

  • berita utama

    77Edisi 114Tahun XII4November 2014

    dalam Seoul Implementation Plan yang merupakan hasil yang harus ditindaklanjuti dari pertemuan ini. Dalam kesempatan ini, Korea Selatan juga menunjukkan beberapa best practices mereka yang dapat menjadi pembelajaran penting bagi delegasi Indonesia. Dalam kunjungan lapangan, dilakukan ke tiga lokasi yang terkait dengan pembangunan kota baru dan urban renewal, yaitu mengunjungi Wirye New Town. Proyek ini adalah bagian penting dari kebijakan yang diambil sebagai peningkatan pasokan rumah rencana dan untuk menstabilkan pasokan perumahan di Distrik Gangnam. Delegasi juga mengunjungi Pangyo New Town (High Tech & Self Sufficient New Town, yang dibangun dengan tujuan mempromosikan pertumbuhan perkotaan yang baik), dan Cheonggyecheon (dibangun sebagai bagian dari proyek peremajaan perkotaan, Cheonggyecheon adalah revitalisasi sungai). Lebih khusus tentang pentingnya posisi Indonesia dalam pengembangan perkotaan dan perumahan di Kawasan Asia Pasifik dan merupakan penggiat kegiatan perumahan dan pe-ngembangan perkotaan dapat terlihat dari hasil dua pertemuan bila teral yang merupakan rangkaian kegiatan APMCHUD 5 antara Indonesia dengan UN-Habitat dan Pemerintah Malaysia. Dalam pertemuan dengan UN-Habitat, secara langsung Executive Director UN-Habitat, Dr. Joan Clos menyampaikan tawaran pada Indonesia untuk menjadi tuan rumah Preparatory Committee (Prepcom) ke 3 - United Nations Conference on Housing and Sustainable Urban Development (Habitat III) pada tahun 2016. Pertemuan ini adalah pertemuan PBB yang melanjutkan Prepcom 1 di New York-Amerika (September 2014), dan Prepcom 2 di Nairobi-Kenya (April 2015). Direncanakan pelaksanaan Prepcom 3 diperkirakan sekitar bulan Maret/April 2016 dan diusulkan untuk diadakan di Jakarta. Tawaran ini menunjukkan bahwa pada saat ini Indonesia dilihat sebagai negara yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu dari pertemuan dengan Pemerintah Malaysia juga dapat terlihat bagaimana Malaysia ingin belajar dari Indonesia terkait perkembangan penanganan perumahan dan permukiman, termasuk tentang pemenuhan kebutuhan dan backlog rumah, serta strategi penanganan permukiman kumuh. Dalam kesempatan konferensi ini, delegasi Indonesia dapat menunjukkan berbagai konsep pembanguan dan hasil-hasil terbaiknya yang telah dilaksanakan dalam pameran. Indonesia mengangkat beberapa hal dalam pameran ini yaitu Urban Challenges in Indonesia, Human Settlement Initiatives Toward Cities Without Slums, Green and Resilience City, Asia Pacific Expert

    Group Meeting for Habitat III 2014, Asia Pacific Regional Preparatory Meeting for Habitat III 2015 (Ministerial Meeting), Best Practices Bidang Air Minum (SPAM Regional Petanu dan PAMSIMAS), Best Practices Bidang Sanitasi (Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) dan SANIMAS), Best Practices Bidang Penanganan Kumuh (Rusunawa Projo Tamansari, PLPBK Karangwaru Yogyakarta, Ruang Terbuka Hijau Selagalas Lombok, Ruang Terbuka Hijau Kawasan Maccini Sombala Makassar) dan RCCEHUD (Profil organisasi RCCEHUD dan Best Practices (Serut Village Upgrading Program dan Difusi Teknologi RISHA)).

    Kehadiran Indonesia di forum APMCHUD 5 ini bukan hanya untuk mendapatkan kerjasama dengan negara lain di kawasan Asia Pasifik, melainkan juga ikut memberikan kontribusi kepada dunia melalui pengalaman panjang penerapan konsep-konsep pengembangan permukiman dan perkotaan yang telah meng-ikutsertakan seluruh stakeholder dari berbagai la pisan masyarakat, pemerintah dan swasta serta memberikan kesem patan yang sama kepada seluruh pemangku kepentingan tersebut untuk memperoleh permukiman dan perkotaan yang layak huni dan berkelanjutan.

    *) Kasi Wilayah II, Subdit Peningkatan Permukiman Wilayah 2, Direktorat Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

    Kehadiran Indonesia di forum APMCHUD 5 ini bukan hanya untuk mendapatkan kerjasama

    dengan negara lain di kawasan Asia Pasifik, melainkan juga ikut memberikan kontribusi

    kepada dunia

  • liputan khusus

    8

    Indonesia menyelenggarakan Asia Pacific Expert Group Meeting for Habitat III, di Jakarta dan Bogor 25-26 November 2014.

    Kegiatan tersebut diadakan sebagai wujud komitmen Indonesia sebagai Focal Point di Asia Pasifik bidang Penanganan Kawasan Permukiman dengan men-jaring masukan dari pengalaman negara lain untuk mempersiapkan High Level Asia-Pacific Regional

    Meeting for Habitat III yang akan diselenggarakan pada bulan Mei tahun 2015, di Jakarta. Asia Pacific Expert Group Meeting for Habitat III juga bertujuan untuk membantu negara negara kurang berkembang seperti

    Indonesia Bantu Negara Kurang Berkembang Susun National Report

  • liputan khusus

    99

    National Report akan menjadi dokumen penting dalam mendorong kebijakan Pemerintah

    Indonesia dalam wewujudkan permukiman layak huni dan berkelanjutan.

    Edisi 114Tahun XII4November 2014

    Nepal, Kamboja, Laos, Timor Leste, Myanmar dan Fiji untuk menyusun National Report mengenai pencapaian penanganan permukiman di negara masing-masing. Dalam sambutan Menteri PU-Pera yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Cipta Karya, Imam S. Ernawi, dikatakan bahwa sebagai salah satu negara yang memiliki pencapaian penanganan permukiman yang baik di kawasan Asia Pasifik, Indonesia telah menyampaikan Draft Pertama National Report kepada Executive Director UN Habitat, DR. Joan Clos, pada Preparatory Meeting I for Habitat III di New York. UN Habitat memandang Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki capaian baik dalam penanganan permukiman di kawasan Asia Pasifik. Oleh karena itu, UN Habitat meminta Indonesia menjadi mitra kerja sekaligus Leader di kawasan Asia Pasifik. Sebagai salah satu negara yang memiliki pencapaian pena-nganan permukiman yang baik di kawasan Asia Pasifik, Indonesia telah memberikan dukungan besar bagi proses penyu sunan National Report-nya. Draft pertama National Report Indonesia tersebut juga telah disampaikan kepada DR. Joan Clos pada ke-sempatan Preparatory Committee Meeting I for Habitat III di New York, ujar Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Imam S. Ernawi. Indonesia akan mencoba untuk membagikan pengalaman-nya dalam menyusun Draft Pertama National Report, terutama kepada negara-negara yang sedang mengawali penyusunannya, dan sekaligus untuk upaya penyempurnaan menuju Draft Kedua National Report, dengan mendapatkan masukan dari sesama negara Asia-Pacific, ungkap Imam. Proses yang inklusif dengan materi yang komprehensif, sesuai pedoman UN-Habitat dalam penyusunan National Report, menurut Imam memerlukan masukan dari berbagai pihak pada skala lokal dan nasional, termasuk peran dari Kemitraan Agenda Habitat di masing-masing negara, dimana untuk Habitat Agenda Partners Indonesia telah dibentuk pada bulan Juni 2014 yang lalu.Imam menuturkan, sebagai persiapan Konferensi Habitat III, setiap negara anggota perlu menyusun National Report yang berisi capaian dari pelaksanaan pembangunan perkotaan selama 20 tahun, isu pembangunan saat ini, serta future challenges yang akan dihadapi baik skala lokal maupun global. National Report akan menghasilkan rekomendasi berupa kebijakan untuk menwujudkan perumahan dan permukiman layak huni dan berkelanjutan. National Report akan menjadi dokumen penting dalam mendorong kebijakan Pemerintah Indonesia dalam wewujudkan permukiman layak huni dan berkelanjutan. Hal tersebut sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Kementerian PU-Pera telah menetapkan target 100-0-100. Yaitu, 100% akses air minum yang layak, 0% kawasan kumuh, 100% akses sanitasi sampai dengan 2019. Capaian Kementerian PU-Pera dalam program tersebut cukup baik. Yakni hingga 2014, peningkatan akses pelayanan air minum telah mencapai 70%, pengurangan luasan kawasan kumuh sebesar 12%, dan peningkatan akses sanitasi yang layak sebesar 62,4%. Indonesia telah aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan PBB tentang perumahan dan permukiman. Indonesia aktif dalam Konferensi PBB tentang Perumahan dan Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan (Konferensi Habitat I) di Vancouver tahun 1976 dan Konferensi Habitat II di Istanbul tahun 1996. Sesuai dengan siklus 20 tahunan, pada tahun 2016 PBB akan menyelenggarakan

    Konferensi Habitat III. Agenda dalam konferensi Habitat III tersebut adalah membahas upaya-upaya implementasi agenda Habitat II di bidang permukiman serta memperbarui komitmen global dalam menghadapi tantangan urbanisasi berkelanjutan. Expert Group Meeting menampilkan tiga sesi dengan dua tema besar. Pertama, yaitu Whats New for the Urban Agenda dengan narasumber Bruno Dercon dari UN Habitat Fukuoka, Prof. Mao Qizhi dari Tsinghua Uniersity China, dan Vice Director Shanghai Tongji Urban Planning and Design, Mr. Zhou Yubin. Tema yang sama juga disampaikan oleh Guido Greenen dari KU Leuven, Walikota Surabaya Tri Rismaharini, dan Director Housing and Urban Development Coordinating Council Philipines, Mr. Atty Avelino D. Tolentiono. Kedua, tema Moving Forward Towards the New Urban Agenda dengan narasumber Kemal Taruc dari Action Researcher, Collaborative Urban Learning (CUL), dan Mr. Roichiti dari UN Habitat Nairobi. Walikota Surabaya Tri Rismaharini di hadapan para experts dan Negara-negara undangan mengisahkan pengalamanya bersama masyarakat Surabaya membangun kota pahlawan yang inklusif dan berkenalnjuta. Dengan bangga Risma menyebut dia dan 3,2 juta warganya telah sukses menurunkan timbulan sampah dari 1.830 ton/hari jd 1.380 ton/hari pada 2014. Risma juga berhasil memukimkan warganya yang tinggal di kawasan kumuh ke Rusun. Seluruh Rusun di Surabaya miliki fasilitas layaknya kampung permukiman yang lengkap, seperti terdapat taman, olaharaga, perpustakaan dan broaband learning centre, dan lainnya. Rusun yang dibangun di Surabaya juga berlokasi tak jauh dari tempat kerja warga, ujar Risma.

  • liputan khusus

    10

    2023, Separuh Penduduk Asia Pasifik Tinggal di PerkotaanNegara-negara di Asia Pasifik dihadapkan pada tantangan tahun 2023 dengan separuh penduduknya tinggal di perkotaan. Bahkan pada 2014, lebih dari 2 miliar jiwa tinggal di kota-kota Asia Pasifik atau mewakili 53,3% penduduk perkotaan di dunia. Banyak pelajaran dari pengalaman negara-negara lain yang menarik untuk diambil sebagai referensi para pengambil kebijakan strategis. Laporan tersebut disampaikan Coordinator Regional State of the Cities Report UN-Habitat, Jose Maseland, di hadapan negara-negara peserta Asia Pacific Experts Group Meeting for Habitat III, di Bogor (26/11). Peserta dari Nepal, Kamboja, Laos, Timor Leste, Myanmar, Filipina, dan China saling bertukar pengalaman dan mendengarkan pengalaman Indonesia dalam menyusun Draft Pertama National Report yang harus disusun oleh mereka. Globalisasi berdampak pada terbukanya perbatasan antar negara, hal itu berkonsekuensi pada keniscayaan kerjasama regional untuk mengidentifikasi isu utama saat ini yaitu, demografi, ekonomi, lingkungan, dan perkotaan, ungkap Jose. Gelagat tersebut sudah menjadi agenda utama Indonesia dan

    dituangkan dalam draft pertama National Report Indonesia seba gai isu Agenda Baru Perkotaan. Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) bidang Hubungan Antar Lembaga, Ruchyat Deni Djakapermana, menyampaikan isu agenda baru per kotaan diantaranya, Agenda Pembangunan Perkotaan sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Berkelanjutan Nasional, Agenda Baru Demografi Perkotaan, Tanah dan Perencanaan Per-kotaan, Urbanisasi dan Lingkungan Hidup, Tata Kelola Peraturan Perundangan Perkotaan, Ekonomi Perkotaan, serta Perumahan dan Pelayanan Dasar. Jose Maseland menambahkan, isu agenda perkotaan ke depan tersebut sayangnya tidak didukung dengan data yang aku-rat sebagai baseline pembangunan perkotaan. Banyak pelaku ekonomi dan lembaga pembiayaan global, konsultan, dan swasta yang mencari data komprehensif sebuah kota, namun tidak di-sediakan oleh pemerintah, kata Jose. Jika pemerintah kota dapat menyediakan informasi yang benar kepada orang dan waktu yang tepat, Jose yakin pemerintah dapat menyusun keputusan yang terukur dan berdampak pada keputusan yang mereka jalankan. Pertemuan negara-negara dalam forum dua hari ini ber-usaha untuk menjawab bagaimana pemerintah pusat dan daerah beradaptasi dan mencontoh pengalaman negara lain, serta bagai-mana menjamin keberlanjutan dan keseimbangan pem ba ngunan perkotaan. Jose mencontohkan pada tahun 1990 hanya ada lima di Asia, yaitu Tokyo dan Osaka-Kobe (Jepang), Mumbai dan Kolkata (India), dan Seoul (Korea), namun saat ini telah berkembang menjadi 17 kota besar di dunia ada di Asia Pasifik. Bahkan dari tahun 1990-2030, diprediksikan Shanghai, Beijing, Dhaka, Karachi and Delhi mengalami peningkatan empat kali jumlah populasi penduduk. Ini perkembangan yang luar biasa, tutup Jose. Keuntungan yang diharapkan dari forum ini adalah men-dapatkan pengalaman kota-kota yang berbeda dari para ahli beragam bidang untuk menyamakan kerangka kerja dalam pe-nyusunan agenda baru pembangunan perkotaan, tutur Deni.(Teks : Buchori)

  • info baru

    1111

    Erupsi tersebut terjadi menjelang REKOMPAK mengakhiri kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab dan rekon) rumah dan permukiman pas-cagempa 2006 yang melanda Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Untuk menangani ben-

    cana erupsi tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Peraturan Kepala (Perka) BNPB No. 5 Tahun 2011 menetapkan kegiatan rehab dan rekon rumah dan permukiman pascaerupsi Merapi 2010 dilakukan dengan skema REKOMPAK. Skema REKOMPAK dilaksanakan melalui pendekatan relokasi

    Erupsi Merapi 26 Oktober 2006 lampau telah meluluhlantakkan permukiman dan kehidupan masyarakat di kawasan Merapi.

    Empat Tahun RekompakSukses Kembalikan Kehidupan Warga Korban Merapi

    Edisi 114Tahun XII4November 2014

  • info baru

    12

    permukiman dari Kawasan Rawan Bencana (KRB) ke wilayah yang lebih aman. Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Per-mukiman berbasis Komunitas (REKOMPAK), Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum (DJCK PU) telah ber-langsung selama empat tahun. Dalam kurun waktu empat tahun tersebut berlangsung pendampingan terhadap masyarakat yang terkena dampak erupsi Gunung Merapi 2010 untuk bang-kit kembali menata masa depannya. Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi telah berhasil membangun hunian tetap se banyak 476 unit rumah di Kabupaten Magelang dan 2.040 di Kabu-paten Sleman yang dilengkapi dengan 312 titik kegiatan infra-struktur dasar permukiman dan prasarana untuk kebutuhan Pengurangan Resiko Bencana (PRB). REKOMPAK juga memfasilitasi pembangunan 1.145 titik kegiatan infrastruktur dasar yang ter-sebar di 106 desa terdampak erupsi di Kabupaten Sleman, Klaten, Magelang dan Boyolali. Relokasi dimaknai bukan sekedar memindahkan permu-kiman secara fisik tetapi juga memindahkan kehidupan dan penghidupannya. Rekompak telah berhasil menumbuhkan kem-bali kapital sosial masyarakat yang diwujudkan dalam kegiatan gotong royong. Keberhasilan dalam mengembalikan kehidupan masyarakat ini tak lepas dari kerjasama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat melalui pendekatan pemberdayaan, tegas Adjar Prayudi Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU-Pera dalam acara Kenduri Budaya

    Gunung Omah, Huntap Pagerjurang, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (20/11/2014). Sebagai bagian dari wujud ungkapan syukur sekaligus untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan atas pijakan penting ini, diselenggarakanlah Kenduri Budaya Gunung Omah Permukiman Berbasis Pengurangan Risiko Bencana dan Eco-Settlement. Tujuan Kenduri Budaya Gunung Omah adalah serangkaian kegiatan untuk mengucap syukur kepada Tuhan YME, Allah SWT yang telah memberikan kekuatan bagi masyarakat untuk bangkit dan mewujudkan permukiman layak huni pasca erupsi dan banjir lahar hujan Merapi. Sementara sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan tersebut diantaranya mengembangkan ruang komunikasi antar para pemangku kepentingan dan warga masyarakat Merapi, meretas jalan kemitraan bagi berbagai pihak untuk menjadikan Merapi sebagai Laboratorium Hidup pembelajaran penanganan kawasan rawan bencana dan exit Strategy dalam berbagai bidang, terutama penghidupan kembali masyarakat terdampak. Saya bersyukur telah diberikan bantuan dana dan pelatihan wirausaha sehingga kami mampu bertahan sampai saat ini. Semoga program Rekompak bisa diadakan di daerah yang terkena bencana, ungkap Sutiyem, Warga Pager Jurang. Turut hadir dalam acara syukuran 4 tahun pelaksanaan program REKOMPAK sekaligus menandai berakhirnya program ini, Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Paduka Pakualam IX, Deputy Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB Harmensyah,

  • info baru

    13Edisi 114Tahun XII4November 2014

    Direktur Pendanaan Luar Negeri Multilateral RM Dewo Broto Joko, Task Team Leader World Bank untuk REKOMPAK George Soraya dan perwakilan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Pemprov Jawa Tengah, Pemkab Sleman, Pemkab Magelang, serta Pemkab Boyolali. Di sisi lain, yang juga menggembirakan, REKOMPAK ber-hasil menumbuhkan kembali kapital sosial masyarakat yang diwujudkan dalam kegiatan gotong royong. Nilai gotong royong yang dicatat sebagai swadaya masyarakat untuk pembangunan infrastruktur permukiman mencapai Rp.5.662.283.000,- dan untuk pembangunan rumahnya Rp.22.220.126.500,-. Keberhasilan da-lam mengembalikan kehidupan masyarakat ini tak lepas dari kerjasama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat melalui pendekatan pemberdayaan. Pelaksanaan program REKOMPAK memberikan pembelajaran bahwa ketika pemerintah dan masyarakat bersatu maka tidak ada yang tidak mungkin dikerjakan, ungkap George Soraya. Pada akhir sambutannya, Sri Paduka Pakualam IX menyam-paikan apresiasi dan penghargaan kepada semua pihak yang telah bekerja serta ikut mendukung penanganan masyarakat korban Merapi. Diharapkan model penanganan seperti REKOMPAK ini dapat direplikasi untuk di wilayah-wilayah lain di Indonesia yang rawan bencana. Dalam acara Kenduri Budaya Gunung Omah tersebut diada kan serangkaian kegiatan diantaranya rembug para pemangku kepen-tingan, memperbincangkan agenda keberlanjutan permu kiman disertai dengan peluncuran buku Gunung Omah dan deklarasi menuju permukiman lestari, yang diikuti oleh Kementerian PU-Pera, Bappenas, Kemenkeu, Pemda DIY, Pemkab Sleman, Pemkab Magelang, dan World Bank.

    Hiburan rakyat berupa Kuda Lumping, layar tancap, dan ketoprak disajikan untuk menghibur warga dan pengunjung. Acara hiburan ini merupakan partisipasi warga Huntap sen-diri yang menyajikan kreativitas mereka melalui karya seni pertunjukan. Cerita ketoprak yang digali dari pengalaman warga dan ditampilkan oleh warga sendiri membuahkan sajian ketoprak yang sangat dekat dengan kehidupan warga. Turut Huntap, yaitu jelajah Huntap, dari Huntap satu ke Huntap berikutnya, dengan menggunakan sepeda dan penyerahan Re-kor MURI yaitu Rekor atas Relokasi Permukiman Terbanyak dan Tercepat di Indonesia yang dilakukan melalui pendekatan par-tisipatif. (Teks : Ari Iswanti/Bhima D)

    Di sisi lain, yang juga menggembirakan, REKOMPAK berhasil menumbuhkan kembali

    kapital sosial masyarakat yang diwujudkan dalam kegiatan gotong royong.

  • info baru

    Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masya-rakat-Pengembangan Infrastruktur Perde saan Sosial Ekonomi Wilayah (PNPM-PISEW), peme-rintah sudah mengembangkan infrastruktur per-desaan untuk menunjang pengembangan ko mo-

    ditas unggulan di 34 KSK.Pameran bertujuan untuk menyebarluaskan hasil kegiatan

    pengembangan komoditas unggulan untuk meningkatkan in-vestasi sarana dan prasarana dalam pengembangan KSK. Se-dangkan sinkronisasi bertujuan untuk menguatkan jejaring antara pengelola KSK dengan pelaku bisnis, dan memfasilitasi ko munikasi antara pemerintah daerah dengan Kementerian/Lem baga terkait.

    Kegiatan ini diharapkan mensinergikan program pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengembangan komoditas unggulan pada kawasan KSK, ungkap Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang diwakili oleh Sekretaris Ditjen Cipta Karya Dadan Krisnandar.

    PNPM PISEW telah dimulai sejak pelaksanaan Pilot pada tahun 2003 - 2005 di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi, Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan, dan Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan. Program ini secara resmi berjalan mulai tahun 2008 dan telah mengembangkan infrastruktur perdesaan potensial di 237 kecamatan di 34 ka-bupaten yang terletak di 9 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawei Selatan, Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat. Selain itu, juga dilaksanakan pengembangan infrastruktur perdesaan

    Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya menggelar pameran dan talkshow pengelolaan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK).

    PNPM-PISEW Perkuat Jejaring Pengelola Kawasan Strategis Kabupaten

    14

    Andreas Budi Wirawan *)

    untuk menunjang pengembangan komoditas unggulan di 34 Kawasan Strategis Kabupaten (KSK).

    Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU dan Peru-mahan Rakyat sebagai lembaga pelaksana (executing agency) dalam PNPM-PISEW yang dilaksanakan dengan dana pinjaman dari Japan International Corporation Agency (JICA) serta APBN dan APBD. Program ini didukung oleh Bappenas sebagai coordinating agency serta pelaksana program yang diperankan oleh bebe-rapa kementerian terkait, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Kesehatan, dan Kementeran Perdagangan.

    PNPM-PISEW mendukung pembangunan infrastruktur untuk pengembangan ekonomi wilayah melalui pengembangan usaha komoditas unggulan di wilayah kabupaten, tutur Dadan.

    Secara spesifik, lokasi pelaksanaan PNPM-PISEW adalah ka-wasan perdesaan dalam konstelasi KSK dan dinilai mempunyai po tensi dalam membangkitkan dan atau mengakselerasi pertum-buhan kegiatan ekonomi di suatu kabupaten.

    Untuk kegiatan konstruksi pemerintah kabupaten dan provinsi menyediakan dana dalam bentuk activity sharing senilai Rp1,446 trilyun. Selama kegiatan konstruksi telah melibatkan lebih dari 700 ribu orang penduduk yang bekerja, dengan total 11.685.786 Hari Orang Kerja (HOK).

    Untuk mendukung Pengembangan Ekonomi Wilayah (PEL) di KSK harus dilakukan tindak lanjut pengembangan usaha/bisnis komoditas unggulan di KSK seperti padi, jagung, rumput laut, tomat, lada, kopi, kakao, sapi, perikanan laut, kelapa sawit, karet, dan lain-lain. Salah satu usaha yang telah dilakukan oleh PNPM-PISEW, sejak tahun 2012 melibatkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk membantu meningkatkan kegiatan ekonomi di KSK dengan memanfaatkan Teknologi Tepat Guna (TTG) mengem-bangkan industri turunan dari hasil komoditas unggulan, sehing-ga dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan penghasi-lan penduduk setempat.

    Untuk mendukung Pengembangan Ekonomi Wilayah (PEL) di KSK harus dilakukan tindak lanjut pengembangan usaha/bisnis komoditas unggulan di KSK tersebut. Salah satu usaha yang telah dilakukan oleh PNPM-PISEW, sejak tahun 2012 melibatkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk membantu mening-katkan kegiatan ekonomi di KSK dengan memanfaatkan Teknologi Tepat Guna (TTG) mengembangkan industri turunan dari hasil komoditas unggulan, sehingga dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan penghasilan penduduk setempat.

    Melalui kegiatan Pameran dan Sinkronisasi KSK 2014 ini diharapkan dapat menjadi wahana komunikasi dan interaksi para pemangku kepentingan terkait untuk menghasilkan kegiatan-kegiatan nyata dalam pengembangan dan keberlanjutan KSK.

    *) PPK PNPM PISEW, Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

  • info baru

    Program ini merupakan upaya pendistribusian dan percepatan peningkatan kompetensi SDM

    air minum di Indonesia.

    15Edisi 114Tahun XII4November 2014

    Penyusunan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI) dan penerapan sertifikasi kompetensi ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pengembangan Sumber Daya Air Minum (SDM) air minum.

    Ada upaya-upaya lain yang dilakukan Pemerintah dalam pengembangan kompetensi SDM air minum, diantaranya melalui program Center of Excellent, kata Direktur Pengembangan Air Minum Mochammad Natsir saat penutupan Konvensi RSKKNI tentang

    Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum di Jakarta, Jumat (14/11/12). Natsir menjelaskan Program ini merupakan upaya pendis-tribusian dan percepatan peningkatan kompetensi SDM air minum di Indonesia. Data PERPAMSI, terdapat lebih dari 50.000 orang pegawai PDAM hingga saat ini. Dan untuk pencapaian 100% akses aman air minum pada tahun 2019 tentunya diperlukan lebih banyak lagi tenaga kerja yang bekerja di bidang air minum, tutur Natsir. Natsir mengungkapkan dengan adanya COE, pelatihan dapat dilakukan di provinsi, yaitu di PIP2B, sehingga lebih mudah diakses oleh PDAM. Trainer-trainer dalam COE ini juga berasal dari PDAM, yang memang kompeten di bidang penurunan NRW, efisiensi energi, dan SAK-ETAP.

    Natsir berharap sertifikasi kompetensi ini bisa menjadi salah satu persyaratan utama bagi SDM yang bekerja di bidang air minum. Tentunya ini tidak hanya tugas Pemerintah semata, namun yang utama diharapkan PERPAMSI dapat berperan mendorong anggotanya untuk menjadikan sertifikasi kompetensi menjadi kebutuhan bersama bagi perekrutan dan penempatan SDMnya, harap Natsir. Natsir menambahkan sertifikasi kompetensi ini akan bermanfaat bagi PDAM. Sertifikasi kompetensi ini dapat menjadi alasan yang tepat bagi PDAM untuk menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat, tutup Natsir. (Teks : Ari Iswanti)

    Cipta Karya Siapkan SDM Unggul Pelayanan Air Minum

  • info baru

    16

    Upaya tersebut menindaklanjuti Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penghematan Energi dan Air. Kementerian PU-Pera sebagai anggota Tim Nasional Penghematan Air juga telah menerbitkan Peraturan

    Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2013 tentang Peng-hematan Pengunaan Air yang Berasal dari Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum di Lingkungan Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan BUMD.Kami melakukan bimbingan teknis kepada anggota Gugus Tugas dan mensosialisasikan tata cara melaksanakan audit penghematan penggunaan air di lingkungan instansi pemerintah, ujar Kasubdit Pengaturan dan Pembinaan Kelembagaan, Hilwan, mewakili Direktur Pengembangan Air Minum pada Workshop Pengawasan dan Evaluasi Pemanfaatan Air di Gedung Instansi Pemerintah, Jakarta (10/11). Hilwan menjelaskan Inpres No. 13/2011 mentargetkan peng-hematan air sebesar 10% dihitung dari rata-rata penggunaan air di lingkungan masing-masing dalam kurun waktu enam bulan sebelum Permen PU No.12/2013 dikeluarkan. Contohnya penggunaan air rata-rata di sebuah gedung instansi pemerintah enam bulan sebelum Permen PU tersebut (Mei-Oktober 2013, red) sebanyak 20 m3, maka selanjutnya ditargetkan dihemat 10% dikalikan 20 m3, yaitu sebanyak 18 m3, jelas Hilwan. Jika pada pemakaian air di gedung instansi tersebut pada November 2013-April 2014 melebihi 18 m3, maka terbilang boros dan harus dilakukan audit air beserta rekomendasi dan rencana tindaknya. Ketua Panitia, Dian Suci Hastuti, mengungkapkan dalam

    Cipta Karya Bekali Gugus Tugas Penghematan Air Gedung Pemerintah

    Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memberikan bimbingan teknis kepada Gugus Tugas Penghematan Air di Lingkungan Instansi Pemerintah di Kementerian/Lembaga dan Daerah.

    workshop tersebut juga dipaparkan manual aplikasi pelaporan penghematan penggunaan air di lingkungan instansi pemerintah, BUMN dan BUMD. Peserta yang terdiri dari Biro Umum K/L, Gugus Tugas Provinsi dan Kabupaten diharapkan dapat menyusun rekapitulasi hasil audit dan input data hasil penghematan peng-gunaan air di lingkungan kantornya.

    *) Kasi Pengaturan, Subdit Pengaturan dan Pembinaan Kelembagaan, Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

    Dian Suci Hastuti*)

  • 17

    info baru

    Edisi 114Tahun XII4November 2014

    Para penyelenggara sanitasi bertekad meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk sanitasi berkelanjutan.

    Sarasehan KSM SANIMAS: Sanitasi Berkelanjutandengan PemberdayaanSuahenity*)

    Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dalam Sani tasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) melakukan sara-sehan di Jakarta, (25-28/11/2014), difasilitasi Direk-torat Jenderal Cipta Karya Kementerian Peker jaan Umum dan Perumahan Rakyat.

    Sarasehan ini dihadiri oleh 187 perwakilan pengurus KSM SANIMAS 2006 - 2013, baik dari program SANIMAS reguler, pinjaman ADB, maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Acara ini juga diikuti perwakilan kementerian yang terkait program SANIMAS, yaitu Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Ke-sehatan, dan Kementerian PU-Pera, Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (POKJA AMPL), 70 Dinas Pekerjaan Umum, LSM, dan asosiasi SANIMAS seperti IUWASH, BORDA, dan AKSANSI. SANIMAS adalah salah satu solusi penyelenggaraan akses sa-nitasi yang layak bagi masyarakat, khususnya dalam penanganan air limbah rumah tangga. Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan sanitasi yang layak dan perilaku higienis sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai target MDGs dan mem-bangun infrastruktur sanitasi yang layak yang mengacu pada ke-butuhan dan perencanaan masyarakat atau dengan pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach). Hingga tahun 2014, SANIMAS telah diimplementasikan di lebih dari 1.000 lokasi di 33 provinsi di Indonesia. Karena keberhasilannya dalam mengejar ketertinggalan sanitasi yang layak di Indonesia, program SANIMAS ini diadopsi untuk dilaksanakan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) sejak tahun 2010 di hampir seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Selain itu, program ini juga diadopsi dan dilaksanakan di lebih dari 900 lokasi pada 5 provinsi dengan pendanaan melalui pinjaman dari Asian Development Bank (ADB). Program SANIMAS ini sepenuhnya melibatkan warga masya-rakat penerima program SANIMAS pada setiap tahapan pelak-sanaannya, dan dibentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) untuk bersama-sama membangun dan mengelola fasilitas SANIMAS terbangun. Keberlanjutan program SANIMAS ini mem-

    butuhkan keterlibatan penuh warga masyarakat penerima prog-ram SANI MAS yang terwadahi dalam Kelompok Swadaya Masya-rakat (KSM) serta dukungan pemerintah daerah. Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dapat meng-akibatkan pencemaran air dan bahkan membahayakan kesehatan manusia. BABS adalah isu yang sangat serius dan ini tidak hanya berakibat buruk bagi masyarakat yang tidak memiliki toilet, namun juga mereka yang memilikinya, karena dapat terjangkit penyakit yang ditularkan dari tinja manusia yang terekspos me-lalui air (waterborne diseases), seperti diare, penyakit kulit, dsb, ungkap Dirjen Cipta Karya Kementerian PU-Pera, yang diwakili oleh Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan dan Per-mukiman, M. Maliki Moersid. Penyediaan akses sanitasi yang layak di Indonesia sebenarnya masih on the track meskipun membutuhkan banyak pendanaan. BPS merilis bahwa capaian sanitasi layak di Indonesia pada tahun 2013 baru mencapai angka 59,71%. Angka ini masih berada di bawah rata-rata capaian akses sanitasi layak di negara-negara Asia Tenggara. Sedangkan target MDGs 2015 yang menyebutkan sampai dengan tahun 2015 pencapaian akses sanitasi yang layak dapat mencapai 62,41% dan berdasarkan arahan RPJMN III (2015-2019) Kementerian Pekerjaan Umum menetapkan target 100-0-100, yaitu 100% akses air minum yang aman, 0% kawasan kumuh dan 100% akses sanitasi yang layak. Ditambah lagi, pada tahun 2010 PBB telah mencanangkan bahwa Sanitasi menjadi Hak Asasi Manusia. Perlu kesadaran bersama untuk menangani masih buruknya kondisi sanitasi di negeri ini. Untuk itu peran masyarakat amat dibutuhkan dalam mengubah kebiasan buruk mereka dalam BABS, kata Maliki.

    *) Staf Subdit Air Limbah, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

  • 18

    info baru

    Cipta Karya Evaluasi CSR Air Bersih PT. Pertaminadi Kabupaten Ende

    Direktorat Jenderal Cipta Karya menetapkan target yang ambisius untuk capaian pembangunan hingga tahun 2019. I

    stilah ini dikenal dengan 100-0-100. Sampai dengan tahun 2019 capaian akses air minum dan sanitasi diharapkan dapat mencapai 100% dan tingkat kekumuhan dapat diturunkan hingga 0%. Untuk mencapai target tersebut, khususnya bidang air

    minum, dibutuhkan pendanaan sebesar Rp. 274 triliun dimana dari total dana ini, hanya sekitar Rp. 89 triliun yang dapat disediakan melalui APBN. Sisanya diharapkan diperoleh melalui sumber pendanaan lainnya, dengan melibatkan seluruh pemangku ke-pentingan, salah satunya melalui program CSR. Demikian diungkapkan Dwityo A. Soeranto, Kasubdit Ker-jasama Luar Negeri DJCK dalam sambutannya pada acara Ra pat Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Air Bersih Perdesaan di Kabupaten Ende melalui pendanaan CSR PT. Pertamina, Rabu (05/11/2014). Ditjen Cipta Karya pada tanggal 16 Mei 2013 yang lalu telah memfasilitasi perjanjian kerjasama pembangunan infrastruktur

  • 19

    info baru

    Pada Tahun 2015, PT Pertamina akan memberi dukungannya melalui dana CSR untuk

    pembangunan infrastruktur air bersih perdesaan di 4 Desa di Kabupaten Ende.

    Edisi 114Tahun XII4November 2014

    air bersih perdesaan antara Pemerintah Kabupaten Ende dan PT. Pertamina. Mengacu perjanjian kerjasama tersebut, salah satu kewajiban Direktorat Jenderal Cipta Karya adalah melakukan pemantauan dan evaluasi atas pembangunan infrastruktur me-lalui program CSR tersebut, agar sesuai dengan kriteria teknis yang berlaku. Melalui kunjungan dan pertemuan ini diharapkan dapat didokumentasikan dan dievaluasi hasil pemantauan atas infra-struktur yang telah dibangun melalui program CSR PT. Pertamina tersebut, kata Dwityo. Kunjungan dilakukan ke tiga desa yaitu Desa Tanaloo Kecamatan Wolowaru, Desa Wiwipemo Kecamatan Wolojita, dan Desa Rewarangga Kecamatan Ende Tomur. Ditjen Cipta Karya akan menyampaikan hasil evaluasi di 3 desa ini kepada PT. Pertamina, agar dapat digunakan untuk penyempurnaan dan perbaikan terhadap hasil pembangunan yang belum memenuhi kriteria teknis yang berlaku, agar manfaatnya dapat dirasakan masyarakat secara berkelanjutan, demikian tambah Dwityo, yang akrab disapa Koko. Dalam kesempatan tersebut, Asisten II Bidang Pembangunan, Pemerintah Kabupaten Ende Siprianus Reda Lio menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada Kementerian Pekerjaan Umum atas fasilitasinya sehingga dapat terjalin kerjasama pembangunan infrastruktur air bersih perdesaan di Kabupaten Ende melalui program CSR PT. Pertamina. Lebih lanjut Siprianus menjelaskan, masih banyak masyarakat di Kabupaten Ende yang belum mendapatkan akses terhadap air bersih. Siprianus mengharapkan, agar kedepan lebih banyak lagi bantuan melalui program CSR. Program CSR PT. Pertamina ini sangat membantu sekali khususnya bagi warga yang sebelumnya kesulitan mendapat air bersih. Saya harap kerjasama ini dapat berkelanjutan dan dapat dijadikan contoh untuk kecamatan lain, harap Siprianus. Hadir dalam pertemuan tersebut, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD), Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Kepala Bappeda, Camat Ende Timur, Camat Wolojita, Operation Head TBMM Ende PT Pertamina, perwakilan Satker Randal NTT, dan perwakilan Satker PK PAM NTT. Meriamo (70), salah satu warga Desa Tanaloo yang men-dapatkan manfaat air bersih ketika ditemui pada saat kun jungan

    lapangan tersebut menyampaikan rasa terima kasihnya karena Infrastruktur air bersih tersebut memudahkan warga dalam memperoleh air. Sebelumnya kami mengambil air untuk minum dan masak harus menempuh jarak 7 km, ungkap Meriamo. Menindaklanjuti kerjasama ini, pada Tahun 2015, PT Perta-mina akan memberi dukungannya melalui dana CSR untuk pem bangunan infrastruktur air bersih perdesaan di 4 Desa di Kabupaten Ende. (Teks : Sandria-Randal NTT/bns)

  • inovasi

    20

    Sebuah petuah bijak yang pernah dilontarkan oleh Soekarno, Bapak Bangsa Indonesia dan Presiden pertama negeri ini. Kalimat ini memberikan suatu inspirasi yang sangat kuat pula pada para generasi muda di lingkungan

    Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman pada Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), secara khusus di ling-kungan Subdirektorat Persampahan. Sebelumnya generasi muda ini telah melahirkan Modul SIKIPAS (SIstem Komunal Instalasi Pengolahan Anaerobik Sampah). Kini, mereke juga telah menorehkan tinta emas baru dalam perjalanan sejarah sektor persampahan Indonesia, dengan melahirkan Koefisien Garuda Super (GAs RUmah kaca DAri SUbdirektorat PERsampahan). Koefisien Garuda Super merupakan suatu koefisien mate-matika yang dilahirkan dari Subdirektorat Persampahan, un tuk menyederhanakan perhitungan emisi gas rumah kaca dari sektor persampahan. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 0,046 Gton CO2(eq)

    pada tahun 2020, sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pre-siden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Pe-nurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Upaya publikasi secara internasional juga telah dilaksanakan, untuk dapat memperoleh pengakuan dari kalangan akademisi dan praktisi internasional, yaitu melalui pemaparan pada The 8th

    Asian-Pacific Landfill Symposium (APLAS), yang diselenggarakan di Ho Chi Minh City, Vietnam, pada 23 Oktober 2014. Apresiasi yang tinggi diterima setelah pemaparan ini, dimana hingga saat ini, Indonesia ternyata merupakan satu-satunya negara berkembang (negara non-annexe I) yang akan mengajukan faktor emisi gas rumah kacanya sendiri dari sektor persampahan.

    Latar Belakang Pengembangan Koefisien Garuda SuperKoefisien Garuda Super dikembangkan dalam menjawab tan-tangan yang diminta oleh Subdirektorat Persampahan, dalam hal ini oleh Kepala Subdirektorat Persampahan, Ir. Rudy Azrul Arifin, M.Sc., dalam menghitung emisi gas rumah kaca se-Indonesia dari sektor persampahan. Tantangan ini tidak dijawab dengan menghitung berdasarkan pakem-pakem normatif yang sudah ada, seperti penggunakan piranti lunak Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang dikeluarkan oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), namun melakukan pemodelan dan penurunan formulasi matematika-biokimia dalam menghitung potensi maksimal yang dapat diemisikan dari sejumlah massa sampah untuk menghasilkan massa emisi gas rumah kaca. Sebagai informasi, saat ini telah tersedia piranti lunak yang dikembangkan oleh UNFCCC dalam format Microsoft Excel. Namun terdapat sejumlah kesulitan untuk menggunakan piranti lunak tersebut, mengingat ada begitu banyak data yang diminta untuk dapat dimasukkan sebagai input, dalam menghitung emisi gas rumah kaca. Sebagai contoh, dibutuhkan data terkait 11 jenis komposisi sampah yang harus dimasukkan, dimana perolehan datanya sulit untuk didapat. Selain itu, dibutuhkan data terkait jumlah sampah yang diolah

    Gantungkan cita-citamu dan bermimpilah setinggi bintang di langit! Jika engkau jatuh, maka engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.

    Koefisien Garuda Super: Yang Muda Yang Berprestasi (Lagi)Sandhi Eko Bramono*)

  • inovasi

    21Edisi 114Tahun XII4November 2014

    dengan proses biologis-aerobik, dengan proses biologis-anaerobik, dengan proses termal-insinerasi, dengan proses pengurugan (landfilling), dan lain sebagainya. Belum lagi keterbatasan referensi yang mendukung berbagai koefisien dalam piranti lunak ini, sehingga dapat menurunkan tingkat akuntabilitasnya. Padahal, piranti lunak yang sulit pengisiannya ini, harus diisikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, dimana belum keseluruhannya memiliki basis dan pencatatan data yang berkinerja andal. Hal ini tak pelak akan memberikan kesulitan bagi Pemerintah kabupaten/kota dalam melaporkan perhitungan emisi gas rumah kacanya, serta menyulitkan bagi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat (Kementerian PU-Pera) dalam melaksanakan rekapitulasi data. Kementerian PU-Pera selaku pembina keteknikan sektor per sampahan, bertugas dalam menyusun Norma-Standar-Pro-sedur-Kriteria (NSPK), sementara tugas pembangunan-peng o-perasian-pemeliharaan-perawatan infrastruktur penanga nan sam pah, seharusnya telah dilaksanakan sepenuhnya oleh Peme-rin tah Kabupaten/Kota. Oleh karenanya, sekiranya Ke menterian PU-Pera selaku Pemerintah Pusat melaksanakan pemba ngunan in fra struktur penanganan sampah, maka perannya hanya seba-gai pen dorong/stimulan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota untuk

    data saja, yaitu jumlah sampah yang ditangani (dalam satuan ton/hari). Satu buah data ini sudah sangat cukup untuk menghitung potensi emisi gas rumah kaca, dalam satu baris perhitungan, yaitu dengan mengalikan jumlah sampah yang ditangani dengan koefisien 0,688 kilogram CO2(eq)/kilogram (berat basah) sampah tercampur. Pemerintah kabupaten/kota dapat dipastikan memiliki jumlah data sampah yang ditangani tersebut. Hal ini tentunya akan sangat memudahkan dalam perhitungan, ketimbang penggunaan pi-ranti lunak yang dikembangkan oleh UNFCCC, dimana sejumlah worksheet dalam sebuah piranti Microsoft Excel harus diisi, dengan data yang sulit diperoleh, dan perlu durasi panjang dalam mengumpulkan atau memverifikasi datanya. Jika terdapat variasi dalam komposisi sampah, maka pe-merintah kabupaten/kota telah dimanja untuk juga dapat meng hitungnya dengan mudah, yaitu variasi komposisi sampah organik-sampah anorganik sebesar 50 %-50 %, 60 %-40%, 70 %-30 %, dan 80 %-20 %, secara berturut-turut yaitu dengan Koefisien Garuda Super 0,610 kilogram CO2(eq)/kilogram (berat basah) sampah tercampur ; 0,688 kilogram CO2(eq)/kilogram (berat basah) sampah tercampur, sebagai rerata nasional ; 0,854 kilogram CO2(eq)/kilogram (berat basah) sampah tercampur ; 0,975 kilogram CO2(eq)/kilogram (berat basah) sampah tercampur. Perhitungan yang semula membutuhkan waktu, sumber daya manusia, energi, dan dana yang tinggi untuk dapat menghitung potensi emisi gas rumah kaca, dapat disederhanakan hanya dalam waktu kurang dari 1 menit, dengan satu baris perhitungan saja, yang tidak membutuhkan super komputer, namun hanya menggunakan kalkulator tambah-kali-bagi-kurang saja. Selain itu, Koefisien Garuda Super telah membuka begitu banyak kemudahan dalam perhitungan keteknikan (engineering) sistem penanganan sampah, terutama yang terkait dengan subsistem pengolahan sampah. Bahkan koefisien ini telah mem-buka mata kita semua, bahwa perhitungan emisi gas ru mah kaca yang menggunakan piranti lunak dari UNFCCC, telah menghasilkan perhitungan yang terlalu tinggi (overestimate), sehingga justru dapat membahayakan posisi tawar Pemerintah Indonesia, dalam hal emisi gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim. Indonesia dapat ditekan oleh dunia internasional mengenai emisi gas rumah kacanya yang terlalu tinggi serta mengakibatkan perubahan iklim global, padahal hal tersebut tidaklah benar adanya. Selain itu, studi kelayakan yang menghitung potensi ekstraksi energi dari sebuah Instalasi Pengolahan Sampah (IPS), juga dapat dihitung dengan lebih akurat. Sebagai contoh, hal ini akan dapat meminimasi kesalahan interpretasi kelayakan dari konversi gas bio yang berasal dari sampah, menjadi listrik, yang seharusnya tidak layak, namun secara menyimpang dapat diterjemahkan sebagai layak.

    Pesan MoralPada saat awal pengembangan Koefisien Garuda Super, para generasi muda di lingkungan Direktorat Pengembangan Penye-hatan Lingkungan Permukiman, khususnya pada Subdirektorat Persampahan, tidak menyadari bahwa terobosan yang dilakukan adalah terobosan yang pertama kalinya dikem bangkan di dunia, dalam hal penyederhanaan perhitungan potensi emisi gas rumah kaca dari sektor persampahan. Selain itu, peluang untuk menyelamatkan Indonesia dari jeratan hutang luar negeri, akibat tekanan dunia internasional terkait emisi gas rumah kaca, menjadi

    mencontoh dan mereplikasikannya dengan pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Terkait hal tersebut, maka Kementerian PU-Pera hanya dapat menyatakan potensi penurunan emisi gas rumah kaca melalui infrastruktur penanganan sampah yang telah dibangun, sementara Pemerintah kabupaten/kota bertugas untuk mengejar realisasi penurunan emisi gas rumah kaca pada infrastruktur yang telah terbangun tersebut. Adapun nilai potensi emisi gas rumah kaca merupakan pagu atas atau plafon dari realisasi yang dapat dicapai oleh Pemerintah kabupaten/Kota dalam menangani emisi gas rumah kaca.

    Keunggulan Penggunaan Koefisien Garuda SuperSuatu bentuk penyederhanaan untuk menghitung emisi gas rumah kaca dari sektor persampahan mutlak dibutuhkan, karena merupakan tugas Pemerintah Pusat (Kementerian PU-Pera) dalam memberikan panduan NSPK bagi Pemerintah Kabupaten/Kota terkait sektor persampahan, khususnya dari aspek teknis-teknologis. Koefisien Garuda Super menyederhanakan perhitungan potensi emisi gas rumah kaca, dengan menggunakan 1 buah

  • inovasi

    22

    hal yang memungkinkan, karena Indonesia menjadi memiliki posisi tawar. Sikap menonjolkan nama individu juga tidak dimunculkan, karena membawa nama institusi, selaku pembina para insan muda yang bergerak dalam sektor persampahan di Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman. Jika kita mengetahui adanya Koefisien Chezy, Koefisien Manning, dan Koefisien Hazen-William dalam ilmu hidrolika, serta Koefisien Boyle-Gay Lussac dalam ilmu volume-tekanan-temperatur gas, maka kita mengetahui, bahwa koefisien-koefisien tersebut meng-gunakan nama penemunya.

    Kesetaraan itulah yang dimiliki dengan Koefisien Garuda Super, yang tidak secara egois membawa nama individu, namun membawa nama institusinya, bahkan membawa nama Garuda, yang merupakan salah satu identitas Bangsa Indonesia. Yang tak kalah pentingnya, Koefisien Garuda Super telah mendorong kewibawaan sektor persampahan Indonesia secara lebih tinggi serta nyata di mata dunia internasional.

    *) Penulis bertugas sebagai Kepala Seksi Wilayah II, Subdirektorat Persampahan, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. Kontak dengan penulis: [email protected]

    Koefisien Garuda Super

  • inovasi

    23Edisi 114Tahun XII4November 2014

    Permasalahan sampah yang dihadapi oleh kota/kabupaten di Indonesia akhir-akhir ini semakin kompleks.

    Modul Insineratoruntuk PenangananSampah Kota :Solusi atau Masalah ?Terra Prima Sari & Netty Timbang Allo*)

    Tidak hanya di kota-kota besar atau metropolitan saja, tetapi juga telah menjadi momok yang menakutkan di kota kecil dan sedang. Pertumbuhan penduduk, peningkatan taraf sosial dan pendidikan, selalu diikuti oleh peningkatan jumlah timbulan sampah, tetapi

    sayangnya tidak selalu diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan infrastruktur penanganan sampah. Konsep penanganan sampah yang selama ini digunakan masih sangat bergantung pada keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah, walaupun kondisi pengelolaan TPA sampah di sebagian besar kota/kabupaten di Indonesia masih jauh dari standar, dengan pengoperasian secara proses pembuangan terbuka (open dumping). Keberadaan TPA sampah sebagai salah satu subsistem dalam penanganan sampah saat ini bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi TPA sampah sangat dibutuhkan karena hampir seluruh sampah yang ditimbulkan dibawa dan akhirnya diproses di TPA sampah. Namun di sisi lain, dikarenakan pengoperasiannya yang belum baik, sering kali TPA sampah menjadi potensi sumber konflik sosial selain menjadi sumber pencemaran lingkungan. Ketergantungan sistem penanganan sampah yang saat ini akan ketersediaan lahan sangat besar, karena TPA sampah tidak hanya memerlukan lahan yang cukup luas, tetapi sebaiknya juga memenuhi kriteria-kriteria teknis tertentu. Keterbatasan lahan, terutama di kota-kota besar dan metropolitan, khususnya

    untuk lahan TPA sampah, adalah faktor yang sangat mungkin menimbulkan masalah baru karena lahan sudah menjadi komo-ditas yang mahal dan langka sehingga sangat sulit me nemukan lahan yang layak secara teknis untuk dimanfaatkan sebagai TPA sampah. Untuk mengatasi kendala lahan tersebut, khususnya di kota-kota besar dan metropolitan, perlu dipikirkan solusi penanganan

  • inovasi

    24

    sampah yang lebih ramah lahan, namun tanpa mengorbankan kualitas lingkungan, karena sistem penanganan sampah yang saat ini hanya mengandalkan TPA sampah dinilai tidak lagi sesuai untuk mengatasi permasalahan sampah yang terjadi.

    Paradigma BaruBerbagai macam solusi penanganan sampah bermunculan, dan yang akhir-akhir ini sangat giat digalakkan adalah penerapan sistem 3R (Reduce-Reuse-Recycle) dengan titik berat pengurangan sampah dari sumber, yang dinilai masih menjadi salah satu konsep yang paling ideal untuk penanganan sampah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), dalam rangka mendukung penanganan sampah dengan prinsip 3R, telah mem-bangun fasilitas Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) berbasis masyarakat di lebih dari 500 lokasi di seluruh Indonesia. Tetapi pada praktek dan kenyataannya, pendekatan dengan sistem 3R ini sangat tidak mudah untuk dilaksanakan dengan baik dan berkesinambungan, karena diperlukan perubahan paradigma dan peran serta aktif dari seluruh pemangku kepentingan, dimulai dari masyarakat sebagai produsen sampah, swasta, Perguruan Tinggi, sampai Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam hal penanganan sampah. Pada Undang Undang No. 18 Tahun 2018 tentang Pena-nganan Sampah Pasal 12 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan. Hal ini yang masih belum diketahui dan disadari oleh masyarakat, sehingga belum tumbuh rasa tanggung jawab dari masyarakat untuk mengurusi sampahnya masing-masing. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab belum berhasilnya penanganan sampah dengan pendekatan 3R tadi disamping sebab-sebab yang lain. Di sisi lain, sampah terus dihasilkan dan bahkan semakin meningkat setiap harinya, sebagai contoh Provinsi DKI Jakarta memproduksi sampah sebesar 6.000 ton/hari, Kota Surabaya sebesar sekitar 1.600 ton/hari, Kota Bandung sebesar 1.700 ton/hari, sehingga apabila tidak dipikirkan alternatif solusi penanganan sampah lain, maka permasalahan sampah ini akan menjadi seperti layaknya bom waktu yang menunggu untuk meledak pada saat tidak ada lagi lahan yang bisa dijadikan sebagai TPA sampah. Solusi yang dimaksud adalah solusi yang dapat menangani sampah secara cepat, dengan kapasitas yang besar, tetapi

    dengan kebutuhan lahan seminim mungkin, sementara di waktu yang sama dilakukan sosialisasi terus menerus kepada semua pemangku kepentingan dalam penanganan sampah dalam rangka perubahan paradigma sehingga penerapan prinsip 3R da-pat dilaksanakan dengan baik dan berkesinambungan. Oleh karenanya, dibutuhkan teknologi pengolahan sampah, yang memiliki nisbah tertinggi untuk kapasitas pengolahan dan luas lahan yang dibutuhkan, dalam satuan ton sampah/hari/m2

    lahan. Yang saat ini sedang dikembangkan, diantaranya dengan pengembangan Modul SIKIPAS (SIstem Komunal Instalasi Pe-ngolahan Anaerobik Sampah). Modul SIKIPAS menjawab tantangan zaman untuk dapat mengurangi kebutuhan lahan untuk kapasitas pengolahan sam pah yang lebih tinggi, sehingga menyempurnakan proses

    pengolahan sampah (organik) secara biologis-aerobik alami (windrow composting) yang relatif membutuhkan lahan besar. Namun, masih tetap dibutuhkan teknologi pengolahan sampah lebih lanjut, sehingga akan diperoleh nisbah yang lebih tinggi lagi dalam mengolah sampah dengan laju tinggi dan luas lahan yang semakin kecil lagi. Salah satu alternatif yang dirasa tepat untuk bisa menjawab kriteria tersebut di atas adalah penanganan sampah secara termal, termasuk di dalamnya pemanfaatan proses insinerasi dalam Modul insinerator.

    Proses InsinerasiModul insinerator adalah suatu modul untuk pengolahan sampah secara termal yang dapat mengubah sampah menjadi abu, gas, dan energi. Energi tersebut yang dapat dimanfaatkan dan diubah menjadi energi listrik. Penanganan sampah dengan insinerator tidak dapat sepenuhnya menghapuskan peran TPA sampah dalam penanganan sampah, tetapi melalui Modul Insinerator, volume sampah dapat direduksi sampai 90 % dari volume awal sehingga hal ini dapat memperpanjang usia layan TPA sampah sampai hampir sepuluh kali lipat lebih lama, yang berarti memperkecil kebutuhan lahan yang digunakan untuk TPA sampah. Pengaplikasian Modul Insinerator dalam penanganan sampah, terutama di kota-kota besar dan metropolitan, dirasa sudah layak untuk bisa dipertimbangkan. Selain dapat mengurangi volume sampah secara signifikan dengan cepat, Modul Insinerator juga dapat menjadi solusi bagi keterbatasan lahan yang dihadapi oleh kota-kota besar dan metropolitan. Di sisi lain, dengan mengaplikasikan teknologi yang lebih tinggi untuk penanganan

  • inovasi

    25

    Tabel 1. Perbandingan antara Penanganan Sampah Metode Landfilling dan Insinerator

    Edisi 114Tahun XII4November 2014

    sampah, diperlukan kesiapan terutama dari pemerintah daerah, baik dari sisi sumber daya manusia maupun finansial untuk meminimasi risiko-risiko pencemaran yang selama ini menjadi ancaman terbesar dalam penggunaan Modul Insinerator. Apabila dilihat dari kondisi penanganan sampah saat ini, dimana hampir seluruh TPA di Indonesia masih dioperasikan dengan proses pembuangan terbuka, maka tanpa ada usaha peningkatan kapasitas seluruh pemangku kepentingan, penggunaan Modul Insinerator masih mempunyai risiko yang sangat tinggi untuk bisa diaplikasikan. Tetapi dilihat dari kebutuhan saat ini, dimana sampah setiap hari diproduksi dan bahkan semakin meningkat, di sisi lain penanganan sampah sistem konvensional membutuhkan

    Parameter Proses Lahan urug Proses Insinerasi Kebutuhan Lahan Besar

    1 Ha lahan TPA akan penuh dalam 1 tahun dengan pelayanan 287.000 penduduk

    Kecil 1 insinerator mini dengan kapasitas 130 m3 (melayani 43.000 jiwa) memerlukan lahan 600 m2

    Tingkat Reduksi Sampah Rendah Maksimal 75 % reduksi volume akibat pemadatan

    Tinggi Sampai 90 % reduksi volume

    Proses Batch Waktu layan TPA sampah terbatas, tergantung kesediaan lahan

    Continous Waktu layan insinerator cukup panjang, asalkan dioperasikan sesuai dengan prosedur standar-pengoperasian-pemeliharaan-perawatan yang tepat

    Biaya Investasi Rendah Rp. 8 Milyar/hektar unit pengolahan sampah

    Tinggi Rp. 225 juta 3,3 milyar/ton sampah/hari

    Biaya pengoperasian- pemeliharaan-perawatan

    Rendah Rp. 60 ribu/ton sampah

    Tinggi Rp. 400-600 ribu/ton sampah

    Kebutuhan Kompetensi Operator Sedang Tinggi

    lahan yang sangat besar dan lahan merupakan komoditi mahal di perkotaan, maka kebutuhan untuk adanya intervensi teknologi menjadi sangat mendesak. Permasalahan sampah tidak akan dapat selesai dengan sendirinya. Perlu kerjasama antara semua pihak agar permasalahan ini tidak menjadi lebih parah lagi. Alternatif solusi teknologi untuk penanganan sampah sudah banyak sekali tersedia di pasaran dengan keuntungan dan kerugian masing-masing. Para pemangku kepentingan perlu untuk mengambil langkah tepat untuk mengatasi permasalahan penanganan sampah ini.

    *) Penulis adalah staf Seksi Wilayah II, Subdirektorat Persampahan, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. Kontak dengan penulis: [email protected]

  • 26

    Harian KOMPAS, Rabu 14 Mei 2014, menulis judul Tahun 2019 Layanan Air Bersih 100 Persen.

    MenujuPelayanan Air Minum 100 % Tahun 2019Irman Djaya *)

    Dalam artikel tersebut Dirjen Cipta Karya menginisiasi, untuk menjangkau target tersebut akan memerlukan dana sekitar Rp274,8 Triliun. Cukup surprise dan sangat luar biasa, sudah barang tentu kita semua menaruh harapan semoga pemerintah berhasil

    mewujudkan tekad mulia ini.

    Hak Memperoleh Hidup yang Lebih Sejahtera dan Kesempatan Meningkatkan KesejahteraanMengacu konstitusi, salah satu tujuan pembangunan air minum nasional adalah sejalan dengan upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sudah waktunya, mari kita lebih memahami bahwa masyarakat Indonesia itu bukan saja yang hanya hidup di kota dan itu juga yang berdomisili di pinggir jalur perpipaan air minum dan/atau tinggal di samping jalur pipa yang sedang dan akan direncanakan pembangunannya saja, melainkan penduduk Indonesia tersebar luas sampai jauh ke pelosok negeri dengan segala warna dan keaneka-ragamannya. Pertanyaannya, kapan mereka akan tersentuh? Kapan masya-rakat yang berada di Desa SP Tanah Miiring Kabupaten Merauke dekat perbatasan wilayah dengan Papua Nugini misalnya, bisa menikmati air minum yang layak dan sehat sesuai Permenkes RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum di ranah nusantara tercinta? Bukankah mereka masih bangsa Indonesia juga? Dan berhak?

    Apa yang Sudah dan yang Belum DicapaiDengan melihat mundur perjalanan sejarah selama 69 tahun ke belakang, Kementerian PU melakukan pembangunan air minum nasional (sejak Indonesia Merdeka tahun 1945) sesuai expose data yang dipublisir baru mampu menghasilkan kapasitas terpasang sebesar 130 m3/det. Sebagai acuan, proyeksi kebutuhan air minum tahun 2019 ada yang memprediksi angka sekitar 490 m3/det (assumsinya: tingkat pelayanan 120 lt/orang/hari, jumlah penduduk 280 Juta, coverage pelayanan 80 %, kebocoran teknis

    20 %, rasio domestik dan non domestik 80/20, rasio SR/HU 80/20, perlu koreksi?). Sudah bisa dibayangkan akan terjadi kesibukan dan peningkatan kerja keras yang extra ordinary di lingkungan kantor Direktorat Jenderal, dibarengi lahirnya ketetapan-ketetapan dan pengambilan keputusan yang pasti sangat luar biasa terkait komitmen dan penyusunan programRPIJM 20152019 dan sudah bisa diperkirakan denyut tensinya akan sangat tinggi.

    Apa yang Bisa Dilakukan Dalam 5 Tahun Kurun Waktu RPIJM 2015 2019?Waktu untuk mencapai sasaran pelayanan air minum 100% hanya tersedia 5 Tahun. Bila tetap dilaksanakan dengan cara-cara umum seperti yang rutin dilakukan selama ini sangat riskan. Kenyataan mencatat, 69 Tahun Indonesia membangun baru mampu meng-hasilkan kapasitas air minim 130.000 lt/det. Jangan lupa itu juga masih mengandung embel-embel kebocoran teknis sebesar 32-42% (?) Jika 1 lt/det identik 80 SR (400 Jiwa) yuk hitung yuk, kira-kira prosentase pelayanan air minum hari ini berapa? Belum lagi apakah sebahagian diantara IPA penyumbang angka lt/det itu masih exsis berfungsi? Jangan-jangan ada diantaranya hanya tinggal catatan, fisiknya sendiri sudah lama hilang musnah di telan zaman atau masih tegak berdiri tapi sudah mal-fungsi atau kinerjanya menurun. Yang pasti, untuk mencapai target pelayanan 100 % tahun 2019 akan sangat berat dan diperlukan cara lain yang berbeda dan kemampuan berbeda dengan segala konsekuensinya. Sejalan dengan kaidah pelayan air minum manusia tidak mungkin bertahan hidup tanpa bersinggungan dengan air dan dimanapun terdapat kehidupan sudah bisa di duga pasti di sana terdapat air, telah menggelitik penulis untuk latah menyumbang saran bagi alternatif pendekatan lain dalam mensiasati target. Dengan kata lain bagaimana mengemas sasaran ke dalam logika berpikir yang realistis akuntable (teknis dan politis) serta komitmen mengkampanyekannya dengan baik ke publik maupun di lingkungan pemerintah, khususnya pemda.

    inovasi

  • inovasi

    27Edisi 114Tahun XII4November 2014

    Pertama, tetap melakukan pembangunan air minum seperti pola yang ada, bahkan perlu lebih keras berupaya meningkatkan penganggaran, khususnya APBD disamping APBN (sasaran teknis) dan bergiat menyesuaikan jumlah dan kualitas SDM sesuai yang diperlukan. Kedua, menggagas kembali program penyuluhan dan per-con tohan (Bantuan Teknik) melalui pendekatan Pemasya rakatan Teknologi Tepat Guna Per-airminuman (sasaran politis). Kedua kegiatan pokok ini di kemas saling bersinergi dalam satu payung SPAM dengan sasaran capaian100 % sebagai konsekuensi target pelayanan air minumTahun 2019. Skenarionya kira kira seperti di bawah ini :

    kualitas, lakukan pendekatan teknologi. Sehingga air yang ada tersebut dapat mememuhi syarat untuk dimanfaatkan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Perlu diketahui, saat ini keberadaan air baku dalam kapasitas besar untuk bisa diolah menjadi air minum sudah semakin terbatas dan langka. Bahkan di banyak kota sudah dalam taraf krusial. Dengan demikian walaupun kita punya uang melimpah belum tentu target 100 % bisa di capai (air bakunya mana?). Akan tetapi, tidak demikian halnya air baku dengan kapasitas kecil-kecil, seperti sumber air tanah dangkal (sebagai primadona), tali air, saluran irigasi, waduk, kolam, embung, perigi, balong, dll. Air baku tersebut masih banyak tersedia di lingkungan kehidupan masyarakat walau kemarau panjang sekalipun. Hanya

    Tahun 2014 adalah tahun komitmen, konsolidasi menyiapkan tesis program RPIJM 2015-2019Khusus kegiatan penyuluhan/percontohan, perlu perumusan: kerangka acuan, staging kegiatan dan penganggaran, pedoman umum, spesifikasi teknis, officially letter, tata pengawasan dan pelaporan, Kepmen, Inmen, SE, PERDA, dll, dalam kemasan pelayanan air minum 100 % Tahun 2019.Proklamasikan kelahiran mindset baru berbasiskan pelayanan air minum nasional 100 % sesuai realitanya mulai dari sekarang. Bukankah, tanpa bersinggungan dengan air sejarah kehidupan manusia di muka bumi hanya ada dalam cerita dongeng? Kembali ke persoalan: jika air yang sudah ada di sekitar lingkungan kehidupan masyarakat belum memadai secara

    dari sisi kualitas mungkin tidak memenuhi kelayakan untuk langsung bias digunakan. Keberadaan sumber air baku dengan skala kecil-kecil ini lebih membuka peluang untuk berhasil secara politis jika program penyuluhan dan percontohan dilakukan dan serius ditata. Konkritnya, melalui pendekatan penyuluhan dan percontohan pemerintah memberi pencerahan kepada khalayak untuk berbuat melakukan perbaikan kualitas air minum yang akan mereka gunakan sendiri di lingkungan kelompok/rumahnya sendiri.

    Teknologi Tepat Guna Per-airminuman Sebagai Tumpuan Harapan Sekaligus KekuatanPemilihan tingkatan teknologi penjernih air minum sangat

    Gambar 1. Diagram Keniscayaan Capaian Pelayanan Air Minum Nasional 100 % Priode RPIJM Tahun 2015 - 2019

  • 28

    menentukan keberhasilan penerapannya di lapangan. Apalagi jika dirancang khusus untuk penggunaan langsung oleh ma-syarakat. Proses tidak hanya dilihat dari kemampuan merubah air baku menjadi air minum sesaat, akan tetapi harus terjamin kehandalannya. Disamping tidak rumit perlu mengacu kepada tiga hal. Pertama, memenuhi kaedah mudah dan murah, mudah dlaksanakan/dioperasikan serta murah harganya, baik harga alat maupun biaya operasional dalam menghasilkan 1 Liter (1 m3) air minum. Kedua, proses teknologi harus ber-kesinambungan, terukur dan teruji. Ketiga, proses teknologi sepenuhnya meng-hindari penggunaaan bahan kimia dan/atau zat peng-aktif. Pertanyaannya, apakah ada instalasi penjernih air minum dengan katagori handal secanggih itu? Jawabannya ada.

    Oksidasi Proses Sebagai KaruniaTuhan telah menciptakan segala sesuatunya lengkap dan sempurna di muka bumi, karyanya tiada satupun yang sia-sia. Tiada lain sepenuhnya dipersembahkan bagi kemasylahatan umat manusia dan kita tinggal memanfaatkannya. Bukankah kita tidak perlu lagi sampai harus berpikir menekuk kening membangun pabrik memproduksi air? Kerja kita tinggal memoles air yang ada sehingga layak digunakan, itu saja. Oksidasi Proses dengan bermodalkan oksigen dari udara dan mikroorganisme tertentu yang hidup bebas di alam ternyata dihadirkan-Nya dimuka bumi dapat menjadi senjata pamungkas merubah air baku dengan aneka karakteristik pencemarnya menjadi air minum. Dalam hal ini, jika oksigen menjadi konstanta, maka aneka ragam microorganisme adalah variable yang berfungsi sebagai katalis mempercepat berlangsungnya reaksi/degradasi di masing-ma-sing sumber yang dapat berasal dari: air permukaan (sungai, tali air, saluran irigasi, waduk, kolam, embung, empang, balong, dll), sumber air tanah (khususnya air tanah dangkal tercemar logam, Fe, Mn, amoniak, belerang, dll); air angkasa (yang mutunya me-nurun akibat tersimpan lama di penampungan PAH) maupun sumber mata air (tercemar E.Coly). Air payau dan air lautakan di bahas tersendiri. Secara spesifik, pemisahan impuritis dan kotoran serta kuman penyakit dari sumber air baku menjadi air minum sesuai persyaratan kualitas Permenkes RI (tanpa menggunakan bahan kimia dan/atau zat pengaktif ) terjadi melalui proses bio-kimia, proses mikroorganisme (bio-degradasi), proses penyerapan pe-ngendapan, dan penyaringan. Secara Konsep Teknologi me ngikuti

    alur proses OKSIDASI SPC OKSIDASI SPL dan secara Schematic Diagram mengalir sebagai berikut :

    Success Story Penerapan Teknologi Tepat Guna Per-airminuman Instalasi SPL System dan Pompa PV Tenaga Matahari1. Penerapan Instalasi SPL Sistem Penjernih Sumber Air

    Permukaan Contoh salah satu referensi Instalasi Penjernih Air Permukaan

    (air sungai) adalah Sistem Pelayanan Air Minum Pesantren Oemardyan di Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, kapasitas 2,5 lt/det. Di bangun Tahun 2006 (telah beroperasi sekitar 8 tahun), Sumber air baku berasal dari Sungai Lamkareung, melayani penghuni sekitar 800 Jiwa yatim/piatu korban Tsunami 26 Desember 2004.

    Hasil penjernihan Instalasi SPL System adalah air minum tanpa dimasak. Hal ini melahirkan inspirasi membangun Pontain Kran (sarana tempat minum) di beberapa tempat/taman di sekitar pesantren, sekaligus merupakan perwujudan mimpi bagaimana seharusnya sistem air minum perdesaan didesain.

    Operasional Sistem Pelayanan Air Minum Pesantren Oemardyan diresmikan oleh Presiden RI ke-6 (Bapak SBY) Tahun 2007 di Kota Raja. Perlu diungkap, untuk menghasilkan 1000 Liter air minum dari sumber air permukaan Sungai Lamkareung (baca, air dapat langsung diminum tanpa perlu dimasak) tidak diperlukan biaya atau Rp. 0 /m3. (baca, Nol Rupiah per-1000 Liter air minum).

    2. Penerapan Instalasi SPL System Penjernih Sumber Air Tanah (Komunal dan Individual)

    Contoh Instalasi SPL Sistem Penjernih Air Tanah dilaksanakan di Wisma Sanita,Pejompongan, Jakarta Pusat di bangun Tahun 2012 (telah beroperasi 2 tahun lebih), saat ini mampu melayani 44 Unit kamar dengan 108 unit tempat tidur. Menghasilkan kualitas air minum prima sesuai Standar Permenkes. Kadar pencemar utama air tanah, semula: unsur besi (Fe2+)1,18 mg/lt (penyebab air berbau dan menguningkan porselein) turun menjadi TTD (tidak terdeteksi), standar Permenkes adalah 0,3 mg/lt.

    Begitu juga Unsur Mangan (Mn2+) semula hadir sebesar 0,98 mg/lt (menghitamkan porselein) hilang menjadi TTD (tidak terdeteksi), standar WHO untuk kadar Mangan adalah 0,1 mg/lt. Sama halnya Instalasi SPL Sistem Penjernih Air Sungai di

    inovasi

    Gambar 2. Konsep Teknologi Penjernih Air Minum SPL System

  • 29

    inovasi

    Edisi 114Tahun XII4November 2014

    Pesantren Oemardyan, Instalasi Penjernih Sumber Air Tanah Wisma Sanita juga menghasilkan air minum berbiaya Rp 0 /m3 (baca, Nol rupiah per-1000 Liter air minum).

    3. Pelayanan Sarana Air Minum Menggunakan Sistem Pompa PV Tenaga Matahari

    Contoh Sistem Penyediaan Air Minum Pompa PV Tenaga Matahari dibangun di Desa Giri Cahyo Gunung Kidul DIY Tahun 2008 (telah beroperasi sekitar 6 Tahun). Sumber air berasal dari sungai bawah tanah pada kedalaman 105 m dari permukaan mulut gua. Persiapan pembangunannya dilakukan atas kerjasama dengan Satker PK PAM Provinsi DIY dan kelompok mahasiswa Water Plan Community UGM. Dengan

    segala suka duka pembimbingan, baik saat pembangunan maupun masa pembinaan pegelolaan, telah berhasil melayani tidak saja air minum bagi masyarakat Desa Giri Cahyo, namun juga air untuk keperluan ternak (ayam, kambing dan sapi) serta menyiram tanaman. Pengelolaan dilakukan oleh Ormas Hipam dan Anggota Kelompok tertib membayar iuran sebagai jasa penggunaan air. Menghasilkan 1000 Liter air minum tidak memerlukan biaya operasi atau Rp. 0 /m3 (Nol rupiah per-1000 Liter air).

    4. Pelayanan Sarana Air Minum Sistem Infiltration Galleries dan Pompa PV Tenaga Matahari

    Contoh Pelayanan Sarana Air Minum berbasiskan Sistem

    Gambar 3. Schematic Diagram Proses SPL System

    Gbr 4. Sketsa Instalasi SPL Sistem Masing-masing Unit Instalasi Diletakkan Sejajar

  • Gbr 5.Sketsa Instalasi SPL Sistem Masing-masing Unit Instalasi Ditempatkan Bertingkat

    inovasi

    30

    Infiltration Galleries dan Pompa PV Tenaga Matahari dibangundi Desa Oheitel Tual, Provinsi Maluku, Tahun 2008 (telah beroperasi sekitar 6 Tahun). Sistem SPAM yang dibangun melayani masyarakat nelayan Pulau Kai Kecil ini te-lah membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat se-tem pat. Model Instalasi Pelayanan Air Minum dan Pompa PV Tenaga Matahari ini kini telah berkembang ke beberapa desa lainnya di Tual, seperti Desa Oeitahed, Ngilngop, Dullah, dll. Untuk menghasilkan 1000 Liter air minum tidak memerlukan biaya apapun atau Rp. 0 /m3.

    5. Pelayanan Sarana Air Minum Sistem Instalasi Penjernih Air Gambut dan Pompa PV Tenaga Matahari

    Sukses pembangunan air minum perdesaan berbasiskan teknologi tepat guna terus bergulir. Kali ini dengan me-manfaatkan sumber air gambut di SP Transmigrasi Je jangkit Cs, Barito Kuala, Kalimantan Selatan dipadu dengan sistem pompa pv tenaga matahari. Kapasitas Instalasi 0,25 lt/det mampu menyediakan sarana air minum bagi sekitar 100 - 200 Jiwa penduk atau 2040 KK. Di bangun Tahun 2008 (telah beroperasi sekitar 6 Tahun) dan saat ini sistem Instalasi

    Penjernih Air Gambut tanpa menggunakan bahan kimia ini telah berkembang ke 10 lokasi desa lainnya di Barito Kuala Kalsel. Menghasilkan 1000 Liter air minum tanpa memerlukan biaya pengolahan atau Rp. 0 /m3 .

    Masih terdapat sekitar 20 lokasi lain (tersebar di seluruh Indonesia) model pembangunan air minum perdesaan melalui pendekatan Teknologi Tepat Guna per-air minuman SPL Sistem baik bersumber dari air permukan (saluran irigasi, tali air, kolam, dll) maupun sumber air tanah dalam/dangkal (dibangun dalam kurun waktu sejak Tahun 2007). Ini merupakan representasi rekayasa teknologi terapan per-air minuman yang pernah di bangun sebelumnya. Semua bercirikan sama, yaitu menghasilkan air minum memenuhi standar kualitas tanpa menggunakan bahan kimia atau zat peng-aktif. Kiranya layak menjadikan percontohan dan sumber informasi dan verifikasi pada unit kerja bagi dibangunnya opini dan diskusi pengembangan sistem pelayanan air minum khususnya di perdesaan yang teruji tangguh menciptakan pelayanan. Sedangkan pengungkapan beberapa contoh pembangunan

    Keterangan Gambar Sketsa 1. Nomor 1Wadah atau Tangki Oksidasi 2. Nomor 2SPC, Saringan Pasir Cepat, Sebagai Pre-Treatment SPL 3. Nomor 3SPL, Saringan Pasir Lambat, Sebagai Final Proses Sistem 4. Nomor 4Reservoar Air Minum

  • Gbr 6. Bapak Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE menyaksikan panel peresmian pengoperasian Instalasi SPL Sistem Pesantren Oemardyan dan Bapak

    Dir Dirjen CK (purna) Ir. Budi Yuwono, Dipl. SE. minumlangsung di Pontain Kran di taman Pondok Pesantren serta penanda tanganan prasasti peresmian Operasi Sistem Pelayanan Air Minum Pondok Pesantren Oemardyan oleh Presiden RI ke 6 (Bapak SBY), Tahun 2007.

    Gbr. 7. Instalasi SPL Sistem Penjernih Air Tanah menjadi air minum Wisma Sanita, Pejompongan, Jakarta Pusat, Dibangun Tahun 2012

    inovasi

    31Edisi 114Tahun XII4November 2014

    SPAM berbasis Teknologi Tepat Guna Per-airminuman pada lokasi/desa seperti dipaparkan di atas dimaksudkan hanya mewakili contoh berhasil penerapannya di Indonesia, mungkin ada guna-nya sejalan dengan perjalanan menuju pelayanan air minum 100 % Tahun 2019.

    EpilogueIbarat kapal telah berlayar mengarungi lautan lepas mencari arah menggapai tujuan, bukan halangan lagi ombak menghadang, bukan saatnya lagi meratap kompas yang terbanting pecah, surut kita berpantang, biarkan layar terobek, biarkan kemudi patah, teruskan pelayaran. Itu lebih mulia dari pada harus membalik haluan pulang. Bagaimanapun nahkoda telah bertitah, akhir tahun 2019 air bersih nasional (sesuai nomenklatur PP 16, baca air minum) menjangkau pelayananan 100 %. Siap tidak siap harus siap, mari kita dukung sepenuh hati dan bergiat karenanya.Menurut hemat penulis, beberapa butir ungkapan