CIVIL SOCIETY DAN PENDIDIKAN POLITIK PEREMPUAN Studi atas Peran Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiah dalam Pendidikan Politik Perempuan Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) oleh: Alvin Esa Priatna 11141120000029 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H/2021 M
83
Embed
CIVIL SOCIETY DAN PENDIDIKAN POLITIK PEREMPUAN ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
CIVIL SOCIETY DAN PENDIDIKAN
POLITIK PEREMPUAN
Studi atas Peran Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiah dalam
Pendidikan Politik Perempuan
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
oleh:
Alvin Esa Priatna
11141120000029
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/2021 M
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
CIVIL SOCIETY DAN PENDIDIKAN POLITIK PEREMPUAN
Studi atas Peran Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiah dalam Pendidikan Politik
Perempuan
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Juli 2021
Alvin Esa Priatna
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Alvin Esa Priatna
NIM : 11141120000029
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
CIVIL SOCIETY DAN PENDIDIKAN POLITIK PEREMPUAN STUDI
ATAS PERAN PIMPINAN PUSAT NASYIATUL AISYIAH DALAM
PENDIDIKAN POLITIK PEREMPUAN
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 17 Juli 2021
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Haniah Hanfie, M.Si
NIP. 196105242000032002
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP. 19701013 200501 1 003
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
CIVIL SOCIETY DAN PENDIDIKAN POLITIK PEREMPUAN STUDI ATAS
PERAN PIMPINAN PUSAT NASYIATUL AISYIAH DALAM PENDIDIKAN
POLITIK PEREMPUAN
oleh
Alvin Esa Priatna
11141120000029
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Juli
2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial (S.Sos.) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Iding Rosyidin, M.Si Dr. Suryani, M.Si
NIP. 197010132005011003 NIP. 197704242007102003
Penguji I, Penguji II,
Dr. Agus Nugraha, MA Ana Sabhana Azmi, M.IP
NIP. NIDN. 2010018601
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 22 Juli 2021
Ketua Program Studi Ilmu Politik
FISIP UIN Jakarta
Dr. Iding Rosyidin, M.Si
NIP. 197010132005011003
v
ABSTRAK
Skripsi ini bermaksud untuk melihat peran organisasi Pimpinan Pusat
Nasyiatul Aisyiyah sebagai sebuah kelompok civil society yang melakukan
tanggungjawab sosialnya dengan melaksanakan pendidikan politik khususnya
perempuan di internal organisasi. Organisasi ini menyadari bahwa pentingnya
sebuah kesadaran politik untuk meningkatkan peran dan keterlibatan kader di ranah
publik serta mampu mengisi posisi strategis.
Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai
konsep peran, konsep civil sociey, dan konsep pendidikan politik. Dalam hal
pengumpulan data penelitian, peneliti memakai teknik telaah dokumen, melakukan
wawancara, serta didukung bahan studi kepustakaan. Dalam teknik analisis data,
peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif analisis.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah Pimpinan Pusat Nasyiatul
Aisyiyah telah melaksanakan pendidikan politik yang merupakan upaya untuk
mengedukasi dan menamkan nilai-nilai kepada kader mengenai politik yang
dituangkan ke dalam program kerja seperti diskusi, seminar ataupun workshop
dengan memanggil narasumber yang berkompeten di bidangnya.
Kata kunci: Civil Society, Pendidikan Politik, Nasyiatul Aisyiyah, Perempuan
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji dan syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam penulis sampaikan
kepada Nabi Muhammad Sallalahu ‘Alaihi Wasallam yang telah membawa seluruh
umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang ini.
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, rasa syukur tak henti-hentinya penulis
ucapkan karena akhirnya berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Civil
Society dan Pendidikan Politik Perempuan Studi atas Peran Pimpinan Pusat
Nasyiatul Aisyiah dalam Pendidikan Politik Perempuan” dengan kerja keras
dan usaha yang penulis lakukan serta do’a yang selalu penulis panjatkan selama ini.
Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam proses penulisan ini
tapi di balik itu semua terdapat bimbingan, saran, motivasi, bahkan bantuan dari
berbagai pihak, baik itu secara langsung maupun tidak langsung selama proses
penyelesaian skripsi ini sangat berharga bagi penulis. Oleh karena itu, dengan
segenap rasa hormat dan kerendahan hati, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Haniah Hanafie, M.Si yang sudah bersedia untuk menjadi dosen
pembimbing skripsi penulis. Terima kasih atas seluruh waktu, kesabaran, saran
vii
dan bimbingan yang telah Ibu berikan kepada penulis. Semoga Ibu selalu
dilimpahi keberkahan dan kesehatan yang tiada henti oleh Allah SWT.
2. Orang tua penulis, Asep Supriatna dan Nunung Nurhayati yang telah menjadi
alasan utama penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas
kepercayaan, kesabaran, kasih sayang dan cinta serta segala do’a yang tiada
henti yang selalu mengiringi dalam setiap langkah hidup penulis.
3. Bapak Prof. Dr. Ali Munhanif, MA selaku Dekan FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang selalu penulis kagumi, beserta jajarannya.
4. Bapak Dr. Iding Rosyidin, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik
5. Ibu Suryani, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik serta seluruh
jajaran staf dan dosen Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta yang tidak henti
memberikan ilmunya untuk penulis.
6. Bapak Dr. Agus Nugraha dan Ibu Ana Sabhana Azmi, M.IP selaku dosen
penguji yang telah membantu penulis untuk menyempurnakan penelitian.
7. Kedua adik kandung penulis, Alifia Anastasya dan Al Farras Aflah Priatna
yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
8. Salsabila Putri Nauli Siregar, sosok yang tiada henti memberikan penulis
motivasi, dorongan, semangat. Penulis juga berterima kasih kepada keluarga,
Om, Tante, Qanit dan Jia atas segala kebaikan yang luar biasa kepada penulis.
keterlibatan aktif di ranah publik dapat memiliki posisi-posisi strategis termasuk
juga kader Nasyiyah. Hal tersebutlah yang selalu menjadi sebuah tantangan bagi
Nasyiyah untuk terus memberikan dorongan kepada pimpinan maupun kadernya
agar terus berusaha untuk mendapatkan kesempatan menempati posisi-posisi yang
strategis. Seiring dengan perkembangannya, panggung dalam politik yang
semakin terbuka dapat menjadi kesempatan yang besar bagi kader Nasyiyah untuk
berkontribusi sebagai kader bangsa. Melalui narasi, gagasan serta program-
program, Nasyiyah terus berupaya untuk dapat memberikan hal-hal terbaik terkait
pemahaman tentang politik untuk seluruh kadernya agar terus dapat terlibat aktif
di ranah publik khususnya di ranah strategis. Hal ini bertujuan agar perempuan-
perempuan yang menjadi kader Nasyiyah dapat tersebar di semua lini yang
dianggap strategis untuk memberikan warna di panggung strategis, lalu juga dapat
ikut mengambil kebijakan terkait dengan hak-hak perempuan dan anak namun
tidak larut dalam percaturan politik.20
B. Pertanyaan Penelitian
Mengacu dari penjabaran latar belakang yang sudah disampaikan, penulis
merumuskan masalah dengan pertanyaan: Bagaimana peran Pimpinan Pusat
Nasyiyatul Aisyiyah dalam pendidikan politik perempuan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian adalah untuk dapat mengetahui peran Pimpinan
Pusat Nasyiatul Aisyiyah dalam pendidikan poltik perempuan.
20 Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Tanfidz Muktamar Nasyiatul Aisyiah (Yogyakarta:
Gramasurya, 2016), hal. 26.
9
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah referensi pada
ilmu sosial dan ilmu politik khususnya dalam studi civil society dan
pendidikan politik perempuan.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam memberikan
gambaran tentang peran civil society dan pendidikan politik
perempuan.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis mengambil beberapa literature untuk dijadikan
sebagai bahan acuan penelitian. Pertama, skripsi yang ditulis oleh Jajang Kurnia.21
Dalam skripsi ini dijelaskan bagaimana pandangan Aisyiyah mengenai agama
Islam dan kultur di Indonesia tidak melarang perempuan untuk berpartisipasi secara
aktif di ruang publik, baik itu di eksekutif ataupun legislatif.
Kedua, tesis yang ditulis Jihas Ranie Artika.22 Dalam tesis tersebut dijelaskan
bagaimana peran Nasyiatul Aisyiyah dalam meningkatkan partisipasi politik pada
21 Jajang Kurnia. Skripsi: “Peran Pimpinan Pusat Aisyiyah dalam Pemberdayaan Politik
Perempuan” (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011). 22 Jihas Ranie. Tesis: “Peran Organisasi Kepemudaan Perempuan Dalam Peningkatan
Partisipasi Politik Pada Pemilu 2014 dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Politik Organisasi
(Studi Terhadap Nasyiatul Aisyiyah Kota Yogyakarta)” (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,
2017).
10
pemilu 2014 di Yogyakarta dengan perannya menjalankan sekolah politik
perempuan.
Ketiga, jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan karya Haryanti,
Cecep Darmawan dan Iim Siti Masyitoh.23 Dalam jurnal ini dijelaskan bagaimana
partai-partai politik mempunyai kewajiban yuridis serta moral untuk pelaksanaan
pendidikan politik terutama dalam pemberdayaan kader-kader perempuan di tengah
rendahnya partisipasi politik perempuan. Penulis menjelaskan bahwa terdapat
kendala-kendala dalam pendidikan politik kader perempuan, diantaranya kendala
internal yaitu berasal dari dalam diri kader perempuan itu sendiri. Selanjutnya,
kendala eksternal yang terjadi yaitu stereotip yang ditemukan di tengah masyarakat,
termasuk juga bagaimana partai politik memiliki upaya yang serius dalam
mengoptimalkan kader perempuan dan mengawal perundang-undangan.
Keempat, jurnal Kajian Gender yang ditulis oleh Bambang Rudi Harnoko.24
Dalam jurnal ini dijelaskan bagaimana pentingnya pendidikan politik bagi
perempuan agar tidak terus menerus melihat politik seolah-olah menjadi hak
monopoli laki-laki. Selain itu, jurnal ini juga menekankan akan pentingnya
memberikan pengertian mengenai politik yang saat ini sangat integral dengan
HAM, yang dimana dalam negara demokrasi peran perempuan dalam ranah politik
harus dapat menjadi bagian penting didalamnya.
23 Haryanti, Cecep Darmawan, dan Iim Siti Masyitoh, “Peran Partai Politik dalam
Meningkatkan Partisipasi Politik Kader Perempuan Melalui Pendidikan Politik,” Jurnal Civics:
Media Kajian Kewarganegaraan 15 (1) (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2018). 24 Bambang Rudi Harnoko, “Pendidikan Politik Perempuan dalam Konteks Negara
hlm.215. 29 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Persada: 2002), hal. 213. 30 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Persada: 2012), hal. 243.
18
c. Tata kelakuan (Mores), adalah pantulan dari sebuah karakteristik
golongan dalam masyarakat yang berfungsi sebagai pengawas
yang dilakukan oleh masyarakat terhadap anggota masyarakat.
d. Adat istiadat (Custom), hal ini adalah sebuah perilaku yang sudah
lama adanya dan berkaitan erat dengan pola yang berkembang
dalam masyarakat, serta memiliki kekuatan untuk mengikat.
2. Peranan adalah sebuah konsep mengenai hal-hal apa saja yang dapat
dikerjakan seorang individu di dalam masyarakat.
3. Peranan juga berkaitan tentang pentingnya perilaku individu dalam
struktur sosial masyarakat.
Adapun beberapa dimensi peran sebagai berikut:31
1. Peran sebagai sebuah kebijakan, memiliki arti sebagai suatu bentuk
kearifan yang dirasa tepat dan baik untuk dapat dilakukan.
2. Peran sebagai sebuah strategi, yaitu bahwa peran adalah strategi yang
dapat digunakan untuk menarik dukungan dari masyarakat.
3. Peran sebagai alat komunikasi, peran dapat dioptimalkan sebagai
instrument untuk memperoleh saran, pendapat, masukan dalam bentuk
informasi dalam proses pengambilan kebijakan. Hal tersebut
disimpulkan dari sebuah pemikiran peranan pemerintah adalah sebagai
palayan masyarakat, sehingga pandangan dari masyarakat tersebut
31 Horoepoetri, Arimbi, Achmad Santosa, Peran Serta Masyarakat Dalam Mengelola
Lingkungan (Jakarta: Walhi, 2003) hal. 34.
19
adalah sebuah masukan yang memiliki nilai guna menghasilkan sebuah
keputusan yang responsif dan dapat dipertanggung jawabkan.
4. Peran sebagai alat penyelesaian sengketa, dalam hal ini peran menjadi
jalan untuk memberikan solusi atas konflik melalui upaya konsensus
dari berbagai pandangan yang ada. Landasan daripada pandangan ini
adalah bahwa saling bertukar pandangan mampu meningkatkan
pengertian satu sama lain.
Berbagai bentuk penjabaran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep
peran merupakan konsep yang berbicara tentang posisi dan prilaku seseorang
dimana seperti yang kita ketahui bahwa setiap manusia selalu melakukan hal-hal
yang berkaitan juga dengan orang lain. Sehingga, peranan ini disadari oleh pelaku
atas kondisi struktur sosial yang di dudukinya, maka dari itu juga seorang pelaku
selalu berusaha untuk tampak terlihat mumpuni.32
B. Konsep Civil Society
Civil society diartikan sebagai suatu wilayah dalam kehidupan bersosial yang
dapat dikatakan terorganisasi dengan berbagai ciri kesukarelaan, keswadayaan,
keswasembadaan maupun kemandirian yang berhadapan dengan negara. Seiring
dengan perkembangannya, istilah civil society banyak mengalami berbagai
pergeseran pengertian atau makna dalam memahaminya, sejalan dengan berbagai
32 Edy Suhardono, Teori Peran (Konsep, Derivasi dan Implikasinya) (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2014), hal.4.
20
dinamika pemikiran dan berbagai faktor yang mencakup konteks dimana civil
society itu sendiri diterapkan.33
Terdapat beberapa model pemaknaan. Pertama, civil society identik atau tidak
dapat dipisahkan keberadaaannya dengan state (negara). Thomas Hobbes dan John
Locke juga memberikan pemahaman bahwa hal ini sebagai tahapan lebih lanjut dari
yang biasa disebut evolusi natural society, yang sebenarnya pada dasarnya dapat
dikatakan sama dengan negara.
Menurut Thomas Hobbes, civil society pada seharusnya memang sudah
memiliki kekuasaan absolut agar dapat meredam berbagai konflik yang ada
ditengah masyarakat lalu juga dapat seutuhnya mengontrol bagaimana pola interaksi
yang terjadi antara warga bernegara.34 Sedangkan, menurut John Locke, adanya
civil society memiliki tujuan untuk dapat melindungi hak-hak milik dan berbagai
kebebasan yang dimiliki warga negara. Oleh karena itu, civil society tidak bisa
terlalu absolut sehingga harus adanya pembatasan dalam peran yang ada pada
wilayah-wilayah atau tempat yang memang tidak bisa dilakukan pengelolaannya
oleh masyarakat, serta juga harus dapat memberi ruang yang masih dalam batas
wajar bagi negara untuk dapat memperoleh haknya secara adil dan wajar.35
Kedua, terdapat juga pendapat dari Adam Ferguson yang memaknai civil
society sebagai suatu visi etis yang ada pada kehidupan bermasyarakat untuk bisa
33 Asrori Karni, Civil Society dan Ummah (Jakarta: Logos, 1999), hal. 21. 34 Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia
(Jakarta: LP3ES, 2006), hal. 44. 35 Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia
(Jakarta: LP3ES, 2006), hal. 45.
21
melakukan pemeliharaan dalam hal tanggung jawab sosial yang memiliki ciri-ciri
solidaritas sosial serta juga yang didasari oleh sentimen moral ataupun sikap saling
menyayangi yang terjadi antar sesama warga dimana hal tersebut muncul secara
alamiah. Pada intinya, civil society dapat juga dipahami menjadi kebalikan dari
masyarakat yang primitif atau masyarakat barbar.36 Pendapat ketiga muncul dari
Thomas Paine yang mengatakan bahwa civil society dapat dipahami sebagai sebuah
antithesis dari negara. Beliau memaknai bahwa civil society dalam hal ini yang
justru dapat mengontrol negara dengan berbagai keperluannya.37
Keempat, pemaknaan dengan melihat dari sisi “elemen ideologi kelas
dominan” oleh George Wilhelm Friedrich Hegel yang melakukan pengembangan
pemaknaan civil society sebagai sebuah entitas yang justru cenderung melumpuhkan
dirinya sendiri, sehingga dirasa perlu hadirnya supervisi yang dimunculkan oleh
negara berupa sebuah kontrol mengenai hukum, lalu administrasi serta politik.38
Dijelaskan juga pada sebenarnya, civil society modern tidak bisa merespon atau
mengatasi permasalahan yang terjadi dan tidak dapat mempertahankan posisi atau
keberadaannya jika tanpa keteraturan politik kepada sebuah institusi yang dianggap
lebih dimana dalam hal ini yaitu negara. Lalu, ketika terjadi sebuah ketidakadilan
yang ada ditengah masyarakat atau ketika terdapat ancaman mengenai bagaimana
kepentingan Bersama atau universal, hal ini tentu saja memperjelas bahwa negaral
36 Muhammad AS Hikam, “Wacana Intelektual Tentang Civil Society di Indonesia,” Jurnal
Paramadina 1 (2) (1999), hal. 115. 37 Muhammad AS Hikam, “Wacana Intelektual Tentang Civil Society di Indonesia,” Jurnal
Paramadina 1 (2) (1999), hal. 116. 38 Asrori Karni, Civil Society dan Ummah (Jakarta: Logos, 1999), hal. 21.
22
menjadi satu-satunya pihak yang berhak dalam melakukan penentuan terhadap
kriteria dari kepentingan universal tersebut.39
Poin selanjutnya, Karl Marx sendiri berpendapat bahwa yang menempatkan
civil society dapat dikatakan lebih kepada basis material serta dapat dilakukannya
pemahaman melalui sisi produksi kapitalis, menurut Marx, civil society juga
merupakan masyarakat borjuis yang menjadikan keberadaan mereka justru harus
dilenyapkan dikarenakan dapat menyebabkan timbulnya kendala dalam rangka
terwujudnya masyarakat yang tanpa kelas.40 Kemudian, Antonio Gramsci, yang
memahami cenderung kepada sisi ideologis serta beliau juga memposisikan civil
society ini sendiri berdampingan dengan negara yang kemudian juga disebut dengan
political society. Menurut Gramsci, negara pun akan bisa terserap ke dalam civil
society yang kemudian nantinya akan terbentuk sebuah pola masyarakat teratur
(regulated society).41
Keenam, Alexis Tocqueville, memaknai civil society zat yang dapat
menyeimbangkan kekuatan dari sebuah negara, dimana dalam hal ini civil society
tidak menjadi apriori subordinatif kepada negara, melainkan justru memiliki sifat
yang otonom serta mempunyai kapasitas dalam berpolitik yang tinggi sehingga bisa
39 Asrori Karni, Civil Society dan Ummah (Jakarta: Logos, 1999), hal. 21. 40 M. Dawam Rahadjo, (Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan
Sosial (Jakarta: LP3EW, 1999), hal. 142. 41 M. Dawam Rahadjo, (Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan
Sosial (Jakarta: LP3EW, 1999), hal. 142.
23
menjadi sebuah penyeimbang dalam hal mengontrol adanya kecenderungan dalam
intervensi negara.42
Hingga sekarang memang apa yang dipahami oleh para intelektual mengenai
konsep civil society tetap masih beragam, dikarenakan seluruh pemahaman tersebut
bergantung kepada melalui perspektif apa yang mereka yakini. Pendekatan
Hegelian misalnya, lebih memberikan penekanan dengan bagaimana pentingnya
kelas menengah serta pemberdayaannya, khususnya dalam sektor ekonomi dan juga
dalam hal pembangunan civil society yang lebih kuat. Sedangkan, disampung itu,
terdapat pendekatan yang dilakukan oleh Gramscian yang penerapannya dilakukan
dalam menghadapi bagaiman hegemoni ideologi negara, sedangkan terdapat juga
pendekatan Tocquevillian yang melakukan penekanan lebih terhadap bagaimana
harus dikuatkannya sektor dalam organisasi independen yang ada ditengah
masyarakat dan pencangkokan mengenai civic culture dalam rangka membangun
jiwa demokrasi.43
Jika berbicara tentang bagaimana di Indonesia, konsep civil society
sebenarnya dapat dispesifikasikan menjadi dua hal yang diibaratkan sebagai
kelompok modernis dan kelompok tradisionalis. Perbedaan pandangan dari kedua
kelompok ini adalah dimana kelompok yang dianggap sebagai modernis
42 Muhammad AS Hikam, “Wacana Intelektual Tentang Civil Society di Indonesia,” Jurnal
Paramadina 1 (2) (1999), hal. 116. 43 Muhammad AS Hikam, “Wacana Intelektual Tentang Civil Society di Indonesia,” Jurnal
Paramadina 1 (2) (1999), hal. 40.
24
mengartikan civil society adalah masyarakat madani, sedangkan kalangan yang
dianggap tradisionalis mengartikannya sebagai masyarakat sipil. 44
Lalu, mengenai masyarakat madani itu sendiri sebenarnya juga bersumber
dari Bahasa Arab, muduh dan madaniyah yang memiliki arti peradaban. Sedangkan,
dalam Bahasa Inggris, kata-kata tersebut dapat disamakan dengan istilah
civilization. Pemakaian istilah masyarakat madani merujuk kepada pemahaman
bahwa masyarakat yang dapat dikatakan ideal yaitu masyarakat yang juga
mempunyai peradaban yang maju. Masyarakat madani juga diartikan sebagai sistem
sosial dengan prinsip moral yang dapat menjamin adanya keseimbangan antara
kebebasan dalam perseorangan maupun kestabilan dalam masyarakat.45
Selain daripada mempunyai kapasitas dalam menjadi penyeimbang
(balancing power) mengenai kecenderungan yang dominan serta intervensionis
negara, civil society seringkali dilihat mempunyai sebuah potensi dalam
memunculkan kekuatan-kekuatan kritis yang reflektif di tengah masyarakat. Hal
inilah yang akhirnya menjadi penyebab mengapa civil society dilihat juga sebagai
sebuah conditio sine qua non menuju kebebasan (condition of liberty). Dimana
kebebasan disini berrati bahwa kebebasan yang ada yaitu dari segala dominasi serta
hegemoni kekuasaan, lalu juga kebebasan dalam berpartisipasi di berbagai proses
kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela dan rasional.46
44 Iskandar Agung dan Rumtini, “Civil Society dan Pendidikan Karakter bangsa,” Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 16 Edisi Khusus III 2010, hal. 267-68. 45 Iskandar Agung dan Rumtini, “Civil Society dan Pendidikan Karakter bangsa,” Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 16 Edisi Khusus III 2010, hal. 268. 46 Iskandar Agung dan Rumtini, “Civil Society dan Pendidikan Karakter Bangsa”, Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 16 Edisi Khusus III Oktober 2010, hal. 269.
25
Civil society juga dirasa menjadi sebuah hal penting dikarenakan dipercaya
bisa untuk dianggap sebagai benteng yang dapat menolak intervensi berlebihan
yang mungkin dilakukan negara lewat berbagai macam asosiasi, organisasi maupun
pengelompokan bebas yang ada ditengah masyarakat, lalu juga mengenai
keberadaan ruang publik yang dianggap bebas. Lewat kelompok mandiri tersebutlah
akhirnya rakyat bisa melakukan penguatan terkait posisi mereka ketika berhadapan
langsung dengan negara serta dapat dilakukannya berbagai macam transaksi terkait
wacana sesamanya. Disamping itu, lewat ruang publik bebas yang ada, rakyat yang
dalam hal ini ditempatkan sebagai warga negara yang seharusnya juga berdaulat
baik secara individu ataupun secara kelompok seharusnya bisa melakukan
pengawasan kepada negara.47
Hadirnya masyarakat madani yang dirasa cukup kuat menjadikan alat
pengawasan terkait dengan kekuasaan negara, yang akhirnya dalam hal ini negara
harus dapat menyediakan berbagai tempat atau ruang bagi berkembangnya
masyarakat madani. Negara juga tidak memiliki alasan apapun untuk bisa
memeberikan dikte kepada masyarakat dengan tujuan agar mereka dapat mengikuti
kehendaknya dikarenakan hadirnya masyarakat madani menjadi sbeuah entitas yang
dapat dirasa terlepas dari bagaimana pengaruh negara (political society). Diantara
negara (state) ataupun masyarakat (society) seharusnya terdapat check and balance
untuk dapat mencapai kehidupan berpolitik yang demokratis. Dimana dalam sistem
demokratis tersebut, pemerintah akan melaksanakan kekuasaannya dengan berdasar
47 Syarifuddin Jurdi, “Muhammadiyah dan Gerakan Civil Society: Bergerak Membangun
pada nilai-nilai keadilan yang ada, tunduk serta patuh kepada hukum, lalu juga
dengan memiliki prinsip kuat mengenai keadilan dan kepatuhan kepada hukum,
maka kehidupan bernegara akan berjalan diatas kepentingan masyarakat serta bukan
juga berdasar kepada segelintir kepentingan sejumlah kelompok maupun individu.48
Hingga kini, Civil society Organization (CSO) sudah banyak sekali
memunculkan perubahan-perubahan terkait sistem pemerintahan yang ada di
Indonesia, bahkan sudah banyak juga yang membantu dalam penentuan arah
kebijakan yang dimana hal tersebut merupakan tugas pemerintah untuk dapat
mementingkan kesejahteraan bagi masyarakat. Contohnya, Indonesia Corruption
Watch (ICW) yang berhasil menggulingkan salah satu Jaksa Agung yang terlibat
menjadi tersangka dalam kasus korupsi atau juga dapat dilihat dari bagaimana NU
(Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah yang saat ini tidak ragu lagi dalam
memberikan kritik untuk pemerintahan.49
Diantara berbagai metode tersebut, ada metode lain yang menarik, yaitu
konsep Civil society Organization (CSO). Menurut Suhako, CSO memiliki lima
karakteristik, yaitu:50
1. CSO mempunyai kepedulian lebih kepada tujuan publik dibandingkan
tujuan tujuan privat.
2. CSO lebih mementingkan tujuan publik daripada tujuan pribadi.
48 Syarifuddin Jurdi, “Muhammadiyah dan Gerakan Civil Society: Bergerak Membangun
Kultur Madani,” Jurnal Sulesana Wawasan Keislaman 6 (2) (2011), hal. 3-6. 49 Ratih Probosiwi, “Peran Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Penciptaan Keserasian
Sosial,” Jurnal PKS 17 (4) (2018), hal. 5. 50 Oman Sukmana, “Konsep dan Teori Gerakan Sosial,” (Malang: Intrans Publishing,
2016), hal. 210-220.
27
3. Menjalin hubungan dengan negara dengan berbagai cara, tetapi tidak
berusaha untuk mendapatkan kontrol atau status di dalam negara.
4. Tanpa berusaha mengatur sistem politik secara keseluruhan, apa yang
diharapkan organisasi masyarakat sipil dari negara biasanya terkait
dengan perubahan kebijakan reformasi, sistem, dan akuntabilitas
nasional.
5. Tidak mencoba memonopoli ruang politik dan fungsional masyarakat.
6. Mewakili kepentingan kelompok yang berbeda atau mencakup semua
aspek kepentingan.
Dalam penelitian ini, konsep civil society juga digunakan dalam menganalisis
bagaimana pengaruh Nasyiatul Aisyiyah dalam bernegara sebagai bentuk atau
bagian dari civil society itu sendiri yang dapat digolongkan dalam CSO. Selanjutnya
juga akan dianalisis bagaimana civil society sebagai elemen kuat yang disini
direpresentasikan oleh Nasyiatul Aisyiyah dapat memelihara pengembangan
sumber daya manusia melalui berbagai sektor, termasuk pendidikan dengan studi
kasus pendidikan politik.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa CSO telah banyak
membawa perubahan dan kontribusinya terhadap negara ini termasuk juga
keikutsertaannya dalam dinamika politik yang ada di Indonesia, begitu juga dengan
Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah yang berperan dalam hal tersebut melalui
pendidikan politik. Hal ini sesuai dengan konsep peran dari Soerjono Soekanto yaitu
28
mengenai mengenai hal-hal apa saja yang dapat dikerjakan seorang individu di
dalam masyarakat.51
C. Konsep Pendidikan Politik
Pendidikan politik dapat diartikan sebagai sebuah upaya dalambidang
pendidikan yang sudah terpogram secara baik guna meningkatkan tanggung jawab
serta moralitas individu dalam mencapai tujuan politik.52 Pendidikan politik adalah
upaya untuk memberikan pemahaman mengenai politik kepada masyarakat
berdasarkan pemahaman rakyat tentang demokrasi dimana mereka dituntut untuk
dapat menjalankan tugas-tugas partisipasi agar mereka dapat berpartisipasi dengan
baik dalam sistem politiknya. 53 Pendidikan politik juga didefinisikan sebagai
pendidikan orang dewasa, dan tujuannya adalah untuk membimbing individu untuk
mewujudkan kemampuan orang yang bebas dan kemampuan untuk
mengembangkan status warga negara.54
Pendidikan politik juga dapat dijadikan sebagai sebuah sarana untuk
penyampaian gagasan politik yang pada akhirnya adalah bermuara kepada tingkat
kesadaran politik masyarakat yang meningkat. Pentingnya kesadaran politik akan
berimplikasi kepada sadarnya hak dan kewajiban sebagai warga negara yang
mampu berkontribusi kepada proses pembangunan negara. Hadirnya pendidikan
51 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Persada: 2002), hal. 213. 52 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan (Bandung: CV. Rajawali, 1996), hal. 64. 53 Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar (Bandung: Sinar
Baru, 1988), hal. 54. 54 Eko Handoyo dan Puji Lestari, Pendidikan Politik (Yogyakarta: Pohon Cahaya, 2017),
hal. 9.
29
politik menjadi penting karena pendidikan politik berperan untuk mendidik
generasi penerus bangsa.55
Esensi dari pendidikan politik adalah memahami unsur politis dalam setiap
persoalan.maka dengan begitu memahami politik berarti memahmi konflik. Konflik
yang terjadi di masyarakat sering kali disebabkan oleh perbedaan pandangan,
perbedaan kepentingan, serta tindakan dalam masyarakat. Maka dapat disimpulkan
bahwa konflik adalah bagian dari dinamika bermasyarakat. Dalam hal ini politik
berperan untuk ikut andil dalam memengerahi pengambilan keputusan di dalam
konflik tersebut.56
Menurut M. Nur Khoiron, tujuan dari pendidikan politik ialah sebagai
berikut:57
1. Sarana menyampaikan minat, gagasan dan keterlibatan dalam
pemerintahan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional, serta memeberikan
dukungan kepada asosiasi rakyat dalam masyarakat sipil.
55 Istikharah dan Asrinaldi, “Pendidikan Politik Bagi Masyarakat Sebagai Penyelenggara
Pemilu Tingkat Ad Hoc,” Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial 6 (2) (2019), hal. 318. 56 Eko Handoyo dan Puji Lestari, Pendidikan Politik (Yogyakarta: Pohon Cahaya, 2017),
hal. 14.
57 Eko Handoyo dan Puji Lestari, Pendidikan Politik (Yogyakarta: Pohon Cahaya, 2017),
hal. 14.
57 M. Nur Khoiron, Pendidikan Politik Bagi Warga Negara: Tawaran Konseptual dan
Kerangka Kerja (Yogyakarta: LKIS, 1999), hal. 11.
30
2. Memperluas pemahaman mengenai pengetahuan dasar sejarah, filsafat,
politik, kemasyarakatan, ekonomi, demokrasi dan konstitusi di Indonesia dan
negara-negara Barat.
3. Menumbuhkan aliansi dan komitmen rasional atau prinsip dan nilai dasar
yang tertuang dalam dokumen, seperti Deklarasi Hak Asasi Manusia dan konvensi
yang melekat pada UUD 1945, Panchasila dan Sumpah Pemuda, yang bersatu
sebagai bangsa dan menjadi kegunaan untuk membangun kinerja.
4. Meningkatkan pemahaman atau definisi tentang peran dasar lembaga dan
nilai keadilan, kesetaraan, dan kehidupan yang manusiawi bagi bangsa dan negara
Indonesia.
Dengan demikian, dalam kerangka pembangunan politik, pendidikan politik
menjadi upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap struktur
politik dan juga sistem politik. Melalui pendidikan politik pula dianggap sebagai
cara yang efektif dan tepat untuk dapat terus mencerdaskan masyarakat. Juga
merupakan sebuah proses untuk melakukan penanaman nilai dan norma dasar
ideologi negara yang dilakukan dengan terencana dalam rangka membangun
karakter bangsa.58 Dalam hal ini, pendidikan politik sebenarnya dapat dipahami
sebagai suatu proses pembelajaran, tidak sebatas yang disebut pengajaran
sederhana, melainkan suatu bentuk pendidikan yang membentuk manusia
58 Eka Wahyuningsih, Skripsi: “Konstruksi Pendidikan Politik Pada Sekolah Menengah
Atas Di Kota Pangkalpinang” (Bandung: UPI, 2013), hal. 29.
31
seutuhnya, sebagai esensi pendidikan yang memelihara nilai, norma, dan aturan.
Apakah itu filosofis atau ideologis, serta beradab dan budaya.59
Adapun beberapa metode pendidikan politik, seperti;60
1. Bursa gagasan (brainstorming) adalah sebuah gagasan atau ide yang muncul
secara dadakan, lalu kemudian baru diperdalam gagasan atau ide tersebut.
2. Buzz group adalah sebuah metode yang dilakukan dengan cara para peserta
pendidikan politik berdiskusi satu lawan satu dengan rekan di samping kiri
atau kanan peserta.
3. Studi khusus adalah sebuah metode yang dilakukan dengan meminta peserta
pendidikan politik mendeskripsikan mengenai suatu masalah di masa lalu
yang dihadapi dan ditanggapi oleh masyarakat.
4. Debat, dalam metode ini peserta pendidikan politik nantinya dibagi menjadi
dua posisi yaitu pro dan kontra terhadap suatu masalah, lalu setiap posisi
tersebut beradu argumentasi sesuai dengan posisinya.
5. Pengharapan adalah salah satu metode yang diberikan kepada peserta
pendidikan politik untuk mengekspresikan harapannya.
6. Diskusi terbuka adalah sebuah sesi yang diberikan kepada peserta
pendidikan politik untuk memberikan aspirasinya.
Selain itu, adapula model media yang dapat digunakan dalam pendidikan
politik, seperti;
59 Eka Wahyuningsih, Skripsi: “Konstruksi Pendidikan Politik Pada Sekolah Menengah
Atas Di Kota Pangkalpinang” (Bandung: UPI, 2013), hal. 29. 60 Eko Handoyo dan Puji Lestari, Pendidikan Politik (Yogyakarta: Penerbit Pohon Cahaya,
2017), hal. 132.
32
a. Media langsung adalah sebuah proses pendidikan politik yang dilakukan
oleh masyarakat dengan cara terlibat langsung, kritis, dan otonom saat
pelaksanaannya. Kegiatannya dapat berupa diskusi, pelatihan, workshop,
ataupun debat terbuka dengan materi-materi pendidikan politik. Dengan
menggunakan metode ini, kualitas proses pendidikan politik dapat mencapai
tujuan dan sasaran secara tepat, namun dari segi kuantitas tidak dapat
mengumpulkan angka peserta pendidikan politik dengan massal dan cepat,
karena bentuk kegiatannya yang terbatas demi mencapai kualitas peserta.
b. Media tidak langsung adalah sebuah proses pendidikan politik yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sarana untuk membangkitkan
kesadaran masyarakat atau memberikan informasi yang dianggap penting
kepada mereka tentang informasi publik tertentu yang memnang harus
diketahui. Model ini biasanya berbentuk seperti leaflet, spanduk, selebaran,
surat kabar, iklan di media massa, informasi media massa, dsb. Metode ini
hanya sebatas untuk meningkatkan kesadaran dan menyebarkan informasi
secara massal kepada masyarakat.
Terdapat juga bentuk lainnya dari pendidikan politik lainnya yang
dikemukakan oleh Rusadi Kantaprawira yaitu dapat dilakukan melalui; pertama,
bahan-bahan bacaan seperti majalah, surat kabar, dan bahan bacaan lainnya yang
dapat membentuk atau membangun pendapat umum. Kedua, siaran radio, televisi,
dan juga film. Ketiga, dengan asosiasi atau sebuah lembaga yang ada ditengah
33
masyarakat seperti masjid atau gereja, ataupun lembaga-lembaga pendidikan formal
atau informal lainnya.61
Selanjutnya, terdapat juga materi pendidikan politik yang dimana materi
pendidikan politik yang akan diberikan kepada warga negara ini juga ditentukan
pada bagaimana visi, misi dan tujuan pemerintah.62 Terdapat materi pendidikan
politik, diantaranya:63
1. Negara, Pemerintah dan Wakil Rakyat, hal tersebut sangat penting
untuk dipaham dan saling memiliki keterkaitan antar ketiganya.
Warga negara harus mendapatkan pemahaman yang benar mengenai
3 hal tersebut agar peran yang dimiliki, baik itu dalam bernegara atau
dalam pemerintahan atau nantinya sebagai wakil rakyat, dapat
terlaksana dengan baik dan benar.
2. Partai Politik dan Demokrasi, hal ini menjadi penting karena partai
politik saat ini juga memiliki peranan yang cukup berpengaruh dalam
pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Sehingga nantinya juga
diharapkan warga negara dapat memahami tujuan partai politik
sehingga dapat juga memanfaatkan partai politik sebagai sarana
dalam berpartisipasi. Selain itu, bagi yang sudah berpartisipasi juga
61 Alex Victor Wanma, Skripsi: “Pentingnya Pendidikan Politik Generasi Muda Terhadap
Pelaksanaan Partisipasi Politik di Distrik Samofa Kabupaten Biak Numfor,” (Manado: Universitas
Sam Ratulangi, 2017). 62 Eko Handoyo dan Puji Lestari, Pendidikan Politik (Yogyakarta: Penerbit Pohon Cahaya,
2017), hal. 77. 63 Eko Handoyo dan Puji Lestari, Pendidikan Politik (Yogyakarta: Penerbit Pohon Cahaya,
2017), hal. 78-130.
34
agar dapat lebih memahami peran-peran seperti apa yang dapat
bermanfaat.
3. Hak Asasi Manusia (HAM), materi ini dibutuhkan karena seringkali
hubungan antara warga negara dengan negara menyinggung kepada
pelanggaran hak asasi manusia. Dengan adanya materi tersebut,
maka warga negara dapat memiliki pengetahuan yang jelas mengenai
hak asasi manusia sehingga warga negara dapat meminta
perlindungan ataupun menggunakan hak-haknya jika terjadi sesuatu.
4. Gender dan Politik, materi ini juga merupakan materi penting untuk
dapat dipahami oleh warga negara. Sering terjadinya
kesalahpahaman mengenai gender dapat diatasi melalui adanya
materi ini dalam pendidikan politik, terutama bagi perempuan. Besar
harapan agar nantinya baik laki-laki maupun perempuan dapat
memiliki peran bermanfaatnya masing-masing dalam dunia politik.
Globalisasi, tentu hal ini perlu dimengerti karena seperti yang sama-sama
diketahui bahwa perkembangan global akan selalu memengaruhi berbagai aspek
kehidupan bernegara, terutama politik. Oleh karena itu, penting bagi warga negara
memahami agar dapat beradaptasi dan memiliki peran efektif dalam hal ini.
35
BAB III
NASYIATUL AISYIYAH
A. Sejarah Nasyiatul Aisyiyah
Lahirnya Nasyiyah tidak terlepas dari perjuangan gagasan seorang guru di
Standard School Muhammadiyah yaitu Somodirdjo. Dalam pemikirannya,
Somodirjo punya keyakinan bahwa seorang murid penting unutk diajarkan nilai-
nilai spiritual, intelektual serta sehat fisik tubuhnya dan itu akan murid-murid
unggul seperti itu akan dapat membantu perjuangan Muhammadiyah ke depannya.
Pemikiran ini Somodirjo terapkan dalam wujud pelajaran tambahan kepada siswa.64
Proses perjuangan untuk membentuk Nasyiyah, Somodirjo juga dibantu
oleh rekannya yang juga sesama guru di Standard School Muhammadiyah yaitu
Hadjid yang merupakan seorang guru agama. Embrio daripada Nasyiyah adalah
Siswa Praja (SP) yang isinya adalah siswa-siswi Standard School Muhammadiyah
yang perkumpulannya dibentuk oleh Somodirjo ditahun 1919. Awal mula
perkumpulan ini dibentuk adalah untuk menumbuhkan benih persatuan,
memperbaiki akhlak serta belajar ilmu-ilmu agama.65
Dalam perkembangannya SP juga memiliki program-program yang ditujukan
secara khusus sesuai dengan klaster usia dari siswa. Program-program tersebut
64 Muhammadiyah: Cahaya Islam Berkemajuan, http://m.muhammadiyah.or.id/id/content-
89-det-na.html, diakses pada 9 September 2020.
65 Nasyiatul Aisyiyah: Perempuan Muda Berkemajuan, “Sejarah,”
http://nasyiah.or.id/Welcome/profil/2, diakses pada 9 September 2020.