Top Banner
28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. STROKE ISKEMIK 1.1 Definisi Stroke menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Sjahrir,2003). Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003). 1.2 Epidemiologi Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk,2003). Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia muda, namun tidak pada usiatua. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk,2009). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 Universitas Sumatera Utara
28

Chapter II 2

Oct 30, 2014

Download

Documents

puspitakomala
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Chapter II 2

28 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. STROKE ISKEMIK

1.1 Definisi

Stroke menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah

suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal

(atau global), dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam atau

lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang

jelas selain vaskuler (Sjahrir,2003).

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan

otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu

kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir,2003).

1.2 Epidemiologi

Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan

terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke

dkk,2003). Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita, pada usia

muda, namun tidak pada usiatua. Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25

pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07

pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85

tahun (Lloyd dkk,2009). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II 2

29 

 

 

 

insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per

tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk,

2006).

1.3 Faktor Risiko

Faktor - faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan

sebagai berikut : (Sjahrir,2003).

1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

b. Jenis kelamin

c. Keturunan / genetic

2. Modifiable risk factors

a. Behavioral risk factors

1. Merokok

2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,

low fruit diet

3. Alkoholik

4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoaguilansia, antiplatelet, obat

kontrasepsi

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II 2

30 

 

 

 

b. Physiological risk factors

1. Penyakit hipertensi

2. Penyakit jantung

3. Diabetes mellitus

4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus

5. Gangguan ginjal

6. Kegemukan (obesitas)

7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan

8. Kelainan anatomi pembuluh darah

9. Dan lain-lain

1.4 Klasifikasi

Dasar klasifikasi yang berbeda – beda diperlukan, sebab setiap jenis

stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang

berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Misbach,1999)

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

1. Stroke iskemik

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

b. Thrombosis serebri

c. Emboli serebri

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II 2

31 

 

 

 

2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral

b. Perdarahan subarachnoid

II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

2. Stroke in evolution

3. Completed stroke

III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah

1. Sistem karotis

2. Sistem vertebrobasiler

IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi,2007) :

1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)

2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)

3. Lacunar Infark (LACI)

4. Posterior Circulation Infark (POCI)

V. Klasifikasi Stroke Iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti

TOAST (Sjahrir, 2003)

1. Aterosklerosis Arteri Besar

Gejala klinik dan penemuan imejing otak yang signifikan (>50%)

stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II 2

32 

 

 

 

korteks disebabkan oleh proses atero-sklerosis. Gambaran CT

sken otak MRI menunjukkan adanya infark di kortikal,

serebellum, batang otak, atau subkortikal yang berdiameter

lebih dari 1,5 mm dan potensinya berasal dari aterosklerosis

arteri besar.

2. Kardioembolisme

Oklusi arteri disebabkan oleh embolus dari jantung. Sumber

embolus dari jantung terdiri dari :

a. Resiko tinggi

• Prostetik katub mekanik

• Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi

• Fibrilasi atrial (other than lone atrial fibrillation)

• Atrial kiri / atrial appendage thrombus

• Sick sinus syndrome

• Miokard infark baru (<4 minggu)

• Thrombus ventrikel kiri

• Kardiomiopati dilatasi

• Segmen ventricular kiri akinetik

• Atrial myxoma

• Infeksi endokarditis

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II 2

33 

 

 

 

b. Resiko sedang

• Prolapsus katub mitral

• Kalsifikasi annulus mitral

• Mitral stenosis tanpa fibrilasi atrial

• Turbulensi atrial kiri

• Aneurisma septal atrial

• Paten foramen ovale

• Atrial flutter

• Lone atrial fibrillation

• Katub kardiak bioprostetik

• Trombotik endokarditis nonbacterial

• Gagal jantung kongestif

• Segmen ventrikuler kiri hipokinetik

• Miokard infark (> 4minggu, < 6 bulan)

3. Oklusi Arteri Kecil

Sering disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus

mempunya satu gejala klinis sindrom lakunar dan tidak

mempunyai gejala gangguan disfungsi kortikal serebral. Pasien

biasanya mempunyai gambaran CT Sken/MRI otak normal atau

infark lakunar dengan diameter <1,5mm di daerah batang otak

atau subkortikal.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II 2

34 

 

 

 

4. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Menetukan

a. Non-aterosklerosis Vaskulopati

• Noninflamiasi

• Inflamasi non infeksi

• Infeksi

b. Kelainan Hematologi atau Koagulasi

5. Stroke Akibat dari Penyebab Lain yang Tidak Dapat Ditentukan

1.5 Patofisiologi

Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan

hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi – reaksi berantai

yang berakhir dengan kematian sel – sel otak dan unsur – unsur

pendukungnya (Misbach, 2007).

Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti

(core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini

akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar

daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel otak dan

jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi –

fungsinya dan menyebabkan juga deficit neurologis. Tingkat iskemiknya

makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat

dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II 2

35 

 

 

 

(luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi

sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak

berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada factor waktu dan jika tidak

terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami

kematian (Misbach,2007)

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara

bertahap, yaitu (Sjahrir,2003):

Tahap 1 :

a. Penurunan aliran darah

b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energy

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2 :

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

Tahap 3 : Inflamasi

Tahap 4 : Apoptosis

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II 2

36 

 

 

 

2. LIPID PLASMA

Lipid plasma yang utama terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipoid

dan asam lemak bebas tidak larut dalam cairan plasma (free fatty acid). Pada

umumnya lemak tidak larut dalam air, yang berarti juga tidak larut dalam

darah. Agar lipid plasma dapat diangkut dalam sirkulasi darah, maka susunan

molekul lipid tersebut perlu dimodifikasi, yaitu dalam bentuk kompleks lipid-

protein atau lipoprotein yang bersifat larut dalam air. Lipoprotein bertugas

mengangkut lemak dari tempat pembentukannya menuju tempat

penggunaannya (Suyatna dan Handoko,1995; Ontoseno,2001).

Ada beberapa jenis lipoprotein, antara lain (Suyatna dan

Handoko,1995;Botham dkk,2003;Katzung,2003) :

a. Kilomikron

Lipoprotein dengan berat molekul terbesar ini lebih dari 80%

komponennya terdiri dari trigliserid yang berasal dari makanan dan kurang

dari 5% kolesterol ester. Kilomikron membawa trigliserid dari makanan ke

jaringan lemak dan otot rangka, juga membawa kolesterol makanan ke

hati. Kilomikronemia pascamakan mereda 8-10 jam sesudah makan.

Adanya kilomikron dalam plasma sewaktu puasa dianggap abnormal.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II 2

37 

 

 

 

b. VLDL (Very Low Density Lipoprotein)

Lipoprotein ini terdiri dari 60% trigliserid dan 10-15% kolesterol.

Lipoprotein ini dibentuk dari asam lemak bebas di hati. Karena asam

lemak bebas dan gliserol dapat disintesis dari karbohidrat, maka makanan

kaya karbohidrat akan meningkatkan jumlah VLDL. Kadar trigliserid juga

mungkin berubah oleh pengaruh berat badan, minum alcohol, stress dan

latihan fisik. Efek aterogenik VLDL belum begitu jelas, tetapi

hipertrigliseridemia mungkin merupakan tanda bahwa kadar HDL

kolesterol rendah dan sering dihubungkan dengan kegemukan, intoleransi

glukosa dan hiperurisemia.

c. IDL (Intermediate Density Lipoprotein)

Lipoprotein ini kurang mengandung trigliserid (30%), lebih banyak

kolesterol (20%) dan relative lebih banyak mengandung apoprotein B dan

E. IDL adalah zat perantara yang terjadi sewaktu VLDL dikatabolisme

menjadi LDL, tidak terdapat dalam kadar yang besar kecuali bila terjadi

hambatan konversi lebih lanjut.

d. LDL (Low Density Lipoprotein)

Lipoprotein ini merupakan pengangkut kolesterol terbesar pada manusia

(70% total). Partikel LDL mengandung trigliserid sebanyak 10% dan

kolesterol 50%. LDL merupakan metaboli VLDL, fungsinya membawa

kolesterol ke jaringan perifer (untuk sintesis membran plasma dan hormon

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II 2

38 

 

 

 

steroid). Kadar LDL plasma tergantung dari banyak factor termasuk

kolesterol dalam makanan, asupan lemak jenuh, kecepatan produksi dan

eliminasi LDL dan VLDL.

e. HDL (High Density Lipoprotein)

Komponen HDL ialah 13% kolesterol, kurang dari 5% trigliserid dan 50%

protein. Kadar HDL kira-kira sama pada laki-laki dan perempuan sampai

pubertas, kemudian menurun pada laki-laki sampai 20% lebih rendah

daripada kadar pada perempuan. Pada individu dengan nilai lipid yang

normal, kadar HDL relatif menetap sesudah dewasa. HDL penting untuk

kebersihan trigliserid dan kolesterol, dan untuk transport serta metabolism

ester kolesterol dalam plasma. HDL biasanya membawa 20-25%

kolesterol darah. HDL berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan

perifer ke hati, sehingga penimbunan kolesterol di perifer berkurang.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II 2

39 

 

 

 

Tabel 1. Komposisi lipoprotein dalam plasma manusia

Dikutip dari : Botham K.M. 2003. Lipid Transport & Storage. In : Murray,R.K, Granner,D.K, Mayes,P.A, Rodwell V.W. Editors. Harper’s Illustrated Biochemistry. Lange Medical Book. 26th ed. New York.

Tubuh mengatur kadar lipoprotein melalui beberapa cara, yaitu

dengan mengurangi pembentukan lipoprotein dan mengurangi jumlah

lipoprotein yang masuk ke dalam darah serta meningkatkan atau

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II 2

40 

 

 

 

menurunkan kecepatan pembuangan lipoprotein dari dalam darah (Mayes

dkk,2003).

Metabolisme lipid dan lipoprotein pada dasarnya terbagi atas dua jalur

yaitu eksogen dan endogen (Suyatna dkk,1995;Ontoseno,2001;Mayes

dkk,2003).

Jalur eksogen, trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam

usus dikemas dalam bentuk partikel besar lipoprotein, yang disebut

kilomikron. Kilomikron ini akan membawanya ke dalam aliran darah.

Kemudian trigliserid dalam kilomikron tadi mengalami penguraian oleh enzim

lipoprotein lipase, sehingga terbentuk asam lemak bebas dan kilomikron

remnant. Asam lemak bebas akan menembus jaringan lemak atau sel otot

untuk diubah menjadi trigliserida kembali sebagai cadangan energi.

Sedangkan kilomikron remnant akan dimetabolisme dalam hati sehingga

menghasilkan kolesterol bebas.

Sebagian kolesterol yang mencapai organ hati diubah menjadi asam

empedu, yang akan dikeluarkan ke dalam usus, berfungsi seperti detergen

dan membantu proses penyerapan lemak dari makanan. Sebagian lagi dari

kolesterol dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme menjadi

asam empedu kemudian organ hati akan mendistribusikan kolesterol ke

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II 2

41 

 

 

 

jaringan tubuh lainnya melalui jalur endogen. Pada akhirnya, kilomikron yang

tersisa dibuang dari aliran darah oleh hati.

Kolesterol juga dapat diproduksi oleh hati dengan bantuan enzim yang

disebut HMG Coenzim-A Reduktase, kemudian dikirimkan ke dalam aliran

darah.

Jalur endogen, pembentukan trigliserida dalam hati akan meningkat apabila

makanan sehari-hari mengandung karbohidrat yang berlebihan. Hati

mengubah karbohidrat menjadi asam lemak, kemudian membentuk

trigliserida, dan akan dibawa melalui aliran darah dalam bentuk Very Low

Density Lipoprotein (VLDL). VLDL kemudian akan dimetabolisme oleh enzim

lipoprotein lipase menjadi IDL. Kemudian IDL melalui serangkaian proses

akan berubah menjadi LDL yang kaya akan kolesterol. Kira-kira 75% dari

kolesterol total dalam plasma normal manusia mengandung partikel LDL.

LDL ini bertugas menghantarkan kolesterol ke dalam tubuh. Kolesterol yang

tidak diperlukan akan dilepaskan ke dalam darah, dimana pertama-tama

akan berikatan dengan HDL. HDL bertugas membuang kelebihan kolesterol

dari dalam tubuh.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II 2

42 

 

 

 

Gambar 1. Jalur transport lipid

Dikutip dari : Mayes, P.A, Botham, K.M. 2003. Cholesterol Synthesis, Transport & Excretion. In : Murray,R.K, Granner,D.K, Mayes,P.A, Rodwell V.W. Editors. Harper’s Illustrated Biochemistry. Lange Medical Book. 26th ed. New York.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II 2

43 

 

 

 

Dikutip dari : Grundy S.M, Cleeman J.I, Bairey C.N, Brewer H.B, Clark L.T, Hunninghake D.B, et al. 2001. Implications of Recent Clinical Trials for the National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III Guidelines. Circulation. 110:227-239.

3. STATIN

Statin atau penghambat kompetitif HMG-CoA reduktase adalah suatu

zat yang didapat dari jamur Aspergillus terreus yang bersifat kompetitor kuat

terhadap HMG-CoA reduktase suatu enzim yang mengkontrol biosintesis

kolesterol. Senyawa tersebut merupakan analog struktural dari HMG-CoA (3-

hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A). Ada beberapa penghambat HMG-

CoA reduktase yang begitu dikenal, yaitu: lovastatin, atorvastatin, fluvastatin,

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II 2

44 

 

 

 

pravastatin, simvastatin, dan rosuvastatin. Obat-obat ini sangat efektif dalam

menurunkan kadar LDL kolesterol plasma. Efek-efek lainnya adalah termasuk

penurunan oxidative stress dan inflamasi vaskular dengan peningkatan

stabilitas dari lesi aterosklerotik (Suyatna dan Handoko,1995; Katzung,2003).

3.1. Kimia dan Farmakokinetika

Lovastatin dan simvastatin merupakan lactone yang tidak aktif yang

dihidrolisis dalam saluran cerna menjadi turunan hidroksil-β yang aktif,

sedangkan pravastatin mempunyai satu cincin lakton terbuka. Atorvastatin,

cerivastatin, dan fluvastatin mengandung fluorine, yang aktif ketika dicerna.

Absorpsi penghambat/inhibitor reduktase terhadap dosis pemberian dapat

berbeda dari sekitar 40% hingga 75% dengan pengecualian fluvastatin, yang

hampir diabsorpsi dengan sempurna. Sebagian besar dosis yang diabsorpsi

diekskresi dalam empedu; sekitar 5-20% diekskresi di dalam urine. Waktu

paruh plasma obat tersebut berkisar dari 1 hingga 3 jam kecuali atorvastatin

yang waktu paruhnya adalah 14 jam (Katzung,2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II 2

45 

 

 

 

Gambar 2. Rumus bangun penghambat HMG-CoA reduktase

Dikutip dari : Suyatna, F.D, Handoko, T. 1995. Hipolipidemik. Dalam : Ganiswarna, S.G, Setiabudy, R, Suyatna, F.D, Purwantyastuti, Nafriaidi. (Editor). Farmakologi Dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia. Gaya Baru, Jakarta. Hal. 364-379.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II 2

46 

 

 

 

3.2. Cara Kerja Statin

Reduktase HMG-Coa memperantarai langkah awal biosintesis sterol.

Bentuk aktif penghambat reduktase merupakan analog struktural HMG-CoA

yang dibentuk oleh reduktase HMG-CoA dalam sintesis mevalonate. Analog

tersebut menyebabkan hambatan parsial pada enzim sehingga dapat

merusak sintesis isoprenoid semacam ubiquinone dan dolichol, dan prenylasi

protein, namun belum diketahui apakah terbukti mempunyai aktifitas biologi

yang bermakna (Katzung,2003).

Penghambat HMG-CoA reduktase menghambat sintesis kolesterol di

hati dan hal ini akan menurunkan kadar LDL plasma. Menurunnya kadar

kolesterol akan menimbulkan perubahan-perubahan yang berkaitan dengan

potensi obat ini. (Suyatna dan Handoko,1995).

Namun penghambat reduktase jelas menginduksi suatu peningkatan

reseptor LDL dengan afinitas tinggi. Efek tersebut meningkatkan baik

kecepatan katabolisme fraksional LDL maupun ekstraksi precursor LDL oleh

hati (VLDL sisa), sehingga mengurangi simpanan LDL plasma. Penurunan

yang sedikit dalam trigliserida plasma dan sedikit peningkatan dalam kadar

kolesterol HDL terjadi pula selama pengobatan (Katzung,2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II 2

47 

 

 

 

Gambar 3. HMGCoA reductase pathway

Dikutip dari : Mayes, P.A, Botham, K.M. 2003. Cholesterol Synthesis, Transport & Excretion. In : Murray,R.K, Granner,D.K, Mayes,P.A, Rodwell V.W. Editors. Harper’s Illustrated Biochemistry. Lange Medical Book. 26th ed. New York.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II 2

48 

 

 

 

Rupanya obat ini melangsungkan efeknya dalam menurunkan

kolesterol dengan cara meningkatkan jumlah reseptor LDL, sehingga

katabolisme kolesterol terjadi semakin banyak. Dengan demikian maka obat

ini dapat menurunkan kadar kolesterol (LDL) (Suyatna dan Handoko,1995;

Katzung,2003)

Gambar 4. Mekanisme kerja statin

Dikutip dari : Lülman H, Ziegler A, Mohr K, Bieger D. 2000. Lipid Lowering Agents. Colour Atlas of Pharmacology. 2nd ed; 154-158.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II 2

49 

 

 

 

3.3. Penggunaan & Dosis Terapeutik

Penghambat reduktase HMG-CoA bermanfaat pada penggunaan

secara tunggal maupun bersama dengan resin pengikat asam empedu atau

niacin untuk pengobatan gangguan yang melibatkan peningkatan kadar LDL

plasma. Wanita yang hamil, sedang menyusui, atau yang berencana untuk

hamil sebaiknya tidak diberi obat tersebut (Katzung,2003).

Oleh karena pola biosintesis kolesterol yang diurnal, maka

penghambat reduktase sebaiknya diberikan pada malam hari apabila

menggunakan dosis tunggal satu kali sehari. Absorpsi pada umumnya

(kecuali pravastatin) ditingkatkan dengan penggunaannya bersama dengan

makanan. Dosis harian lovastatin bervariasi dari 10 mg hingga 80 mg.

Simvastatin dua kali lebih kuat dan diberikan dalam dosis sebesar 5-80 mg

sehari. Cerivastatin diberikan dengan dosis sebesar 0,3-0,8 mg sehari.

Sementara atorvastatin diberikan dalam dosis sebesar 5-80 mg sehari

(Katzung,2003).

3.4. Toksisitas

Peningkatan aktifitas aminotransferase serum (sampai tiga kali kadar

normal) terjadi pada beberapa pasien yang menerima penghambat reduktase

HMG-CoA. Peningkatan tersebut seringkali tidak teratur dan biasanya tidak

dihubungkan dengan kejadian lain mengenai toksisitas hati. Terapi dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II 2

50 

 

 

 

dilanjutkan pada pasien tersebut apabila tidak menimbulkan gejala dan

sebaiknya kadar aminotransferase harus sering diukur. Pada sekitar 2%

pasien, beberapa diantaranya dengan penyakit hati ataupun riwayat

penyalahgunaan alkohol, maka kadar aminotransferase dapat melebihi tiga

kali batas normal. Pengobatan sebaiknya langsung dihentikan pada pasien-

pasien dengan hepatotoksisitas yang mengalami penurunan LDL yang

mendadak, malaise, dan anoreksia serta pada pasien tanpa gejala akan

tetapi aktifitas aminotransferase-nya tetap meningkat sampai lebih dari 3 kali

di atas batas normal. Dosis penghambat reduktase juga harus diturunkan

pada pasien-pasien dengan penyakit hati parenkimal. Secara umum aktifitas

aminotransferase sebaiknya diukur dalam jangka waktu 1-2 bulan dan

kemudian setiap 6 bulan selama terapi (Katzung,2003).

Katabolisme lovastatin, simvastatin, dan atorvastatin berlangsung

melalui sitokrom P450 3A4, sedangkan fluvastatin dan cerivastatin

diperantarai masing-masing oleh CYP2C9 dan suatu kombinasi 3A4 dan

2C9. Penghambat reduktase yang bergantung pada 3A4 cenderung

berakumulasi di dalam plasma dengan adanya obat-obat yang menghambat

atau bersaing untuk mendapatkan sitokrom 3A4. Beberapa penghambat

tersebut termasuk antibiotika golongan macrolide, ketoconazole, verapamil,

cyclosporine. Sebaliknya, obat-obat seperti phenytoin, griseofulvin,

barbiturate adalah meningkatkan ekspresi CYP3A4 dan dapat menurunkan

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II 2

51 

 

 

 

konsentrasi plasma penghambat reduktase yang bergantung kepada 3A4

(Katzung,2003).

Aktifitas kinase creatine sebaiknya sering diukur pada pasien yang

mendapatkan terapi kombinasi obat-obat yang secara potensial dapat

mengadakan interaksi. Apabila terjadi nyeri otot yang bermakna, atau muncul

rasa lemah, atau tidak berdaya, maka aktifitas kinase creatine sebaiknya

segera diukur dan obat dihentikan apabila aktifitas enzim tersebut meningkat

melebihi batasan normal. Miopati dapat terjadi pada pemberian terapi

tunggal, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang mendapatkan penghambat

reduktase bersamaan dengan obat tertentu lainnya. Meskipun jarang terjadi

pasien dengan penghambat reduktase dapat mengalami peningkatan aktifitas

kinase yang mencolok, kadar kinase creatine ini sebaiknya diukur sebelum

pengobatan dan kemudian dua kali setahun sampai satu kali setahun selama

terapi (Katzung,2003).

4. OUTCOME STROKE

Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan

sebagai impairment, disabilitas dan handicaps. WHO membuat batasan

sebagai berikut (Caplan,2000) :

1. Impairment adalah suatu kehilangan atau abnormalitas psikologis,

fisiologis atau fungsiatau struktur anatomis.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II 2

52 

 

 

 

2. Disabilitas adalah setiap keterbatasan atau ketidakmampuan untuk

melakukan suatu aktivitas dengan cara atau dalam rentang yang

dianggap normal untuk orang sehat.

3. Handicap adalah gangguan yang dialami oleh individu akibat impairment

atau disabilitas tersebut, yang membatasi perannya sebagai manusia

normal.

Penelitian klinis tentang stroke secara rutin menggunakan mortalitas

sebagai outcome, namun terdapat outcome lainnya yang penting untuk

investigasi klinis dan relevan dengan pasien, mencakup perubahan fungsi

tubuh dan disabilitas. Sejumlah instrumen untuk menilai fungsi dan disabilitas

telah dikembangkan. Pada berbagai penelitian klinis, skala Barthel Index dan

Modified Rankin Scale umumnya digunakan untuk menilai outcome karena

mudah digunakan dan merupakan pengukuran yang sensitif terhadap derajat

keparahan stroke (Weimar dkk, 2002).

Modified Rankin Scale mengukur tingkat ketergantungan, baik mental

maupuan adaptasi fisik yang digabungkan dengan defisit neurologis. Skala ini

terdiri dari 6 derajat, yaitu dari 0-5, dimana 0 berarti tidak ada gejala dan 5

berarti cacat/ketidakmampuan yang berat (Weimar dkk,2002).

National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) digunakan untuk

menilai impairment, yang terdiri dari 12 pertanyaan—tingkat kesadaran,

respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy,

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II 2

53 

 

 

 

pemeriksaan lapangan pandang, facial palsy, motorik, ataksia, sensori,

bahasa, disartria dan inatensi. Skala ini telah banyak digunakan pada

berbagai penelitian tentang terapi stroke akut dan merupakan pemeriksaan

standar dalam penelitian klinis. (Meyer dkk,2002; Schlegel dkk,2003).

Skor ini tidak hanya membantu untuk mengukur derajat defisit

neurologis,namun juga untuk memfasilitasi komunikasi antara penyedia

layanan kesehatan, mengidentifikasi kemungkinan lokasi oklusi pembuluh

darah, menyediakan prognosis awal, dan membantu mengidentifikasi

eligibilitas pasien untuk berbagai intervensi dan potensial komplikasi. (Adams

dkk, 2007). Penilaian retrospektif untuk menilai keparahan stroke dengan

NIHSS menunjukkan bahwa skor ini reliable dan tidak bias bahkan jika

elemen pemeriksaan fisik ada yang hilang dari rekam medis pasien (Williams

dkk, 2000).

Beberapa studi menyatakan bahwa penggunaan statin kemungkinan

akan meningkatkan outcome setelah mendapat serangan stroke.

Penggunaan statin dengan segera sebagai penurun kadar lipid dapat

meningkatkan outcome dan mengurangi resiko terjadinya stroke dikarenakan

efek pleiotropik dari statin. Penggunaan statin dapat meningkatkan outcome

dengan cara meningkatkan fungsi endotel melalui penambahan produksi

oksida nitrit dan anti oksidan serta efek antikoagulan. Melalui mekanisme

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II 2

54 

 

 

 

inilah peningkatan outcome setelah penggunaan statin dapat terjadi (Moonis

dkk,2005).

Selain efek yang disebut di atas ternyata terdapat efek statin yang lain,

dimana statin juga memiliki efek immune modulatory yang dianggap dapat

dapat meningkatkan outcome setelah stroke iskemik akut (Yoon dkk, 2004).

Mengkonsumsi Atorvastatin 1 hari setelah serangan stroke iskemik

ternyata dapat meningkatkan outcome fungsional pada hari ke-14 karena

dapat mempengaruhi angiogenesis, neurogenesis dan sinaptogenesis

dengan menginduksi peningkatan faktor endotel pembuluh darah (Moonis

dkk,2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II 2

55 

 

 

 

5. KERANGKA KONSEPSIONAL

STROKE ISKEMIK

DOSIS STATIN

LIPID PLASMA OUTCOME

Mullard,dkk,2006 : pemeriksaan lipid dan pemberian lipid-lowering therapy pada pasien Stroke iskemik dan TIA yang datang ke rumah sakit

Amarenco,dkk,2006 : dosis tinggi atorvastatin setelah Stroke atau TIA

Navi,dkk,2009 : terapi statin efektif dalam pencegahan stroke primer dan sekunder dan

Smilde,dkk,2001 : potensi statin menurunkan LDL secara agresif

Bonetti,dkk,2002 : statin juga memiliki efek lain selain menurunkan kadar lipid

Pedersen,dkk,2000 : follow-up study pasien dengan penurunan kolesterol pada Scandinavian simvastatin survival study

Yoon,dkk,2004 : penggunaan statin berhubungan dengan peningkatan outcome stroke

Moonis,dkk,2005 : penggunaan statin meningkatkan outcome stroke iskemik akut

Universitas Sumatera Utara