Top Banner
Cerdas Berbahasa Aug 20 CONTOH MEREVIEW BAB VI TES BAHASA DAN IDENTITAS SOSIAL Oleh Arono Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Fuad Abdul Hamied, M.A. Matakuliah: Tes dan Evaluasi Bahasa IDENTITAS BUKU Judul Buku : Language Testing: The Social Dimension Penulis : Carsten Roever dan Tim McNamara Tahun Terbit : 2005 Halaman yang Direview : 149 s.d. 202 Penerbit : University of Wisconsin-Madison Saat ini pendidikan karakter menjadi permbicaraan dalam setiap lini kehidupan karena salah satu uapaya yang dapat dilakukan untuk menggali karakter atau nilai-nilai dalam masyarakat adalah dengan tes bahasa sebagai identitas sosial. Walaupun penilaian karakter bisa subjektif, seperti apa yang dikatakan penulis dan bisa juga objektif. Kesubjektifan karakter mencakup keseluruhan nilai-nilai, pemikiran, dan perilaku atau perbuatan yang telah membentuk diri seseorang agar menjadi lebih baik. Keobjektifan kareakter mencakup penggunaan bahasa yang digunakan oleh penutur secara outentik. Dengan demikian, karakter dapat disebut sebagai jati diri seseorang yang telah terbentuk dalam proses kehidupan melalui bahasa oleh sejumlah nilai-nilai etis dimilikinya, berupa pola pikir, sikap, dan perilakunya. Salah satu aspek yang dibahas dalam bab enam ini adalah aspek sosiolinguistik sebagai ceriminan karakter dalam masyarakat melalui tes bahasa. Bab enam ini penulis mengawali pembicaraan mengenai bab-bab sebelumnya, yaitu sejauh mana dan cara apa dimensi sosial dalam pengujian bahasa bisa dipahami dalam validitas tes bahasa serta hubungnnya dengan prosedur psikometri untuk peningkatan tes bahasa. Bab enam ini penulis menjelaskan penggunaan tes bahasa untuk membentuk identitas sosial khusunya dalam pengaturan kompetensi dan konflik antarkelompok sosial. Bab enam ini juga penulis mengemukakan bahwa konstruksi sosiolinguistik merupakan karakter dan kinerja uji signifikan sebagai indikator dari suatu keanggotaan kelompok. Hal ini berbeda dengan tes bahasa konstruksi dalam teori validitas dan masalah umum sekitar psikolinguistik konstruksi (yaitu konstruksi seperti kemahiran berbahasa “atau berbagai aspek itu” yang sifat-sifat kognitif dimiliki oleh individu dalam derajat terukur). Kurangnya penguatan bahawa tes bahasa dapat dilakukan sebagai uji identitas, agak mengherankan mengingat cara bahasa menawarkan petunjuk alokasi kategori sosial dalam kehidupan sehari-hari: menafsirkan kelas sosiolinguistik, regional, etnis, dan kategorisasi nasional di awal pertemuan tatap muka dengan orang asing. Untuk itu, penulis menggambarkan secara historis perkembangan tes bahasa sebagai uji identitas, seperti bahasa bertindak sosial sebagai penanda identitas, dan sebagai identitas linguistik di antara anggota masyarakat bahasa, tes bahasa dapat digunakan sebagai prosedur untuk mengindentifikasi dan mengklasifikasi individu dalam hal kategori sosial yang relevan. Fungsi ini sangat penting dan berguna pada saat kekerasan terbuka antargolongan, berhasil mengidentifikasi musuh (untuk serangan atau pertahanan) adalah penting, tetapi juga berguna dalam hal apa pun: identitas sosial apa pun (misalnya ras atau identitas etnis) adalah dasar bagi hak atau klaim terhadap perlindungan hukum. Fungsi dari tes bahasa kurang menonjol dalam literatur pada isi pengujian bahasa, kemudian orientasi yang berlaku kognitif dan individualis. Penulis menggambarkan secara sistematis bagaimana perkembangan tes bahasa awalnya digunakan oleh masayarakat di berbagai negara besar sebagai tes dalam konteks
84

Cerdas Berbahasa

Feb 08, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Cerdas Berbahasa

Cerdas BerbahasaAug20

CONTOH MEREVIEW BAB VI TES BAHASA DAN IDENTITAS SOSIAL Oleh AronoDosen Pengampu: Prof. Dr. H. Fuad Abdul Hamied, M.A.Matakuliah: Tes dan Evaluasi BahasaIDENTITAS BUKUJudul Buku : Language Testing: The Social DimensionPenulis : Carsten Roever dan Tim McNamaraTahun Terbit : 2005Halaman yang Direview : 149 s.d. 202Penerbit : University of Wisconsin-MadisonSaat ini pendidikan karakter menjadi permbicaraan dalam setiap lini kehidupan karena salah satu uapaya yang dapat dilakukan untuk menggali karakter atau nilai-nilai dalam masyarakat adalah dengan tes bahasa sebagai identitas sosial. Walaupun penilaian karakter bisa subjektif, seperti apa yang dikatakan penulis dan bisa juga objektif. Kesubjektifan karakter mencakup keseluruhan nilai-nilai, pemikiran, dan perilaku atau perbuatan yang telah membentuk diri seseorang agar menjadi lebih baik. Keobjektifan kareakter mencakup penggunaan bahasa yang digunakan oleh penutur secara outentik. Dengan demikian, karakter dapat disebut sebagai jati diri seseorang yang telah terbentuk dalam proses kehidupan melalui bahasa oleh sejumlah nilai-nilai etis dimilikinya, berupa pola pikir, sikap, dan perilakunya. Salah satu aspek yang dibahas dalam bab enam ini adalah aspek sosiolinguistik sebagai ceriminan karakter dalam masyarakat melalui tes bahasa.Bab enam ini penulis mengawali pembicaraan mengenai bab-bab sebelumnya, yaitu sejauh mana dan cara apa dimensi sosial dalam pengujian bahasa bisa dipahami dalam validitas tes bahasa serta hubungnnya dengan prosedur psikometri untuk peningkatan tes bahasa. Bab enam ini penulis menjelaskan penggunaan tes bahasa untuk membentuk identitas sosial khusunya dalam pengaturan kompetensi dan konflik antarkelompok sosial. Bab enamini juga penulis mengemukakan bahwa konstruksi sosiolinguistik merupakan karakter dan kinerja uji signifikan sebagai indikator dari suatu keanggotaan kelompok. Hal ini berbeda dengan tes bahasa konstruksi dalam teori validitas dan masalah umum sekitar psikolinguistik konstruksi (yaitu konstruksi seperti kemahiran berbahasa “atau berbagai aspek itu” yang sifat-sifat kognitif dimiliki oleh individu dalam derajat terukur). Kurangnya penguatan bahawa tes bahasa dapat dilakukan sebagai uji identitas,agak mengherankan mengingat cara bahasa menawarkan petunjuk alokasi kategori sosial dalam kehidupan sehari-hari: menafsirkan kelas sosiolinguistik, regional, etnis, dan kategorisasi nasional di awal pertemuan tatap muka dengan orang asing. Untuk itu, penulis menggambarkan secara historis perkembangan tes bahasa sebagai uji identitas, seperti bahasa bertindak sosial sebagai penanda identitas, dan sebagai identitas linguistik di antara anggota masyarakat bahasa, tes bahasa dapat digunakan sebagai prosedur untuk mengindentifikasi dan mengklasifikasi individu dalam hal kategori sosial yang relevan. Fungsi ini sangat penting dan berguna pada saat kekerasan terbukaantargolongan, berhasil mengidentifikasi musuh (untuk serangan atau pertahanan) adalahpenting, tetapi juga berguna dalam hal apa pun: identitas sosial apa pun (misalnya rasatau identitas etnis) adalah dasar bagi hak atau klaim terhadap perlindungan hukum. Fungsi dari tes bahasa kurang menonjol dalam literatur pada isi pengujian bahasa, kemudian orientasi yang berlaku kognitif dan individualis.Penulis menggambarkan secara sistematis bagaimana perkembangan tes bahasa awalnya digunakan oleh masayarakat di berbagai negara besar sebagai tes dalam konteks

Page 2: Cerdas Berbahasa

kekerasan dengan menggunakan semboyan pengujian; tes identitas linguistik digunakan dalam menentukan hak-hak dalam pengaturan tanpa melibatkan konflik kekerasan dan persaingan antargolongan secara formal; tes bahasa dalam verifikasi identitas sosial lingusitik melibatkan penentuan klaim para pencari suaka; tes bahasa digunakan sebagi diteksi pencari suaka dalam program imigrasi negara; tes bahasa sebagai bagian dari prosedur kewarganegaraan. Dari beberapa perkembangan terhadap penggunaan tes bahasa sebagai identitas sosial tersebut, penulis mengambil contoh atau gambaran suatu tes bahasa yang dianggap bijak atu mengalami pembaharuan dalam tes bahasa bagi penulis, yaitu tes bahasa yang diadakan di Kanada. Tes bahasa yang dilakukan di Kanada lebih kepada pelaksanaan tes bahasa bagi pegawai negeri sipil yang dikenal dengan ESL(Evaluation Second Language), tetapi dalam perjalanannya mengalami permasalahan dari beberapa pengambil tes. Kontroversi tes yang dilakukan di Kanada ini disebabkan bilingualime (Perancis dan Inggris); tes bahasa diterapkan bukan sebagai keterampilan berbahasa, melainkan kepada pemberian sertifikat oleh penguasa; danya pengelompokkan kaum elit dan masyarakat biasa atau yunior dengan senior. Kalau kita cermati bahawa pemasalahan di Kanada menunjukkan bahwa pengujian timbul dari persaingan antarkelompoklama dan identitas dwibahasa dipromosikan melalui UU Bahasa Resmi diberikan melalui tes itu sendiri. Pengujian dalam konteks imigran beroperasi dalam cara yang sama, yaitu beberapa jenis “diterima” sebagai identitas yang didenda dengan uji, padahal ujiadalah prosedur untuk identitas (mengenali individu). Hal tersebut sangat tepat jika apa yang ditawarkan Focuault (1972) bahwa posisi subjek yang diartikulasikan dalam wacana. Subjektivitas didefinisikan dalam wacana praktik klinis modern. Klinis sebagaisuatu sistem yang terdiri dari unsur yang meliputi status pembicara, tempat berbicara,dan posisi subjek pembicara: obat klinis harus dianggap sebagai membangun hubungan, dalam wacana medis, antara sejumlah elemen berbeda, beberapa di antaranya yang bersangkutan status dokter, selain itu situs kelembagaan dan teknis dari mana mereka berbicara, yang lain posisi mereka sebagai subjek mengamati, menjelaskan, mengajar, dll. Dapat dikatakan bahwa hubungan antara unsur-unsur yang berbeda dipengaruhi oleh wacana klinis: sebagai praktik yang menetapkan antara mereka semua merupakan suatu sistem yang berhubungan.Pada bagian kesimpulan bab ini penulis mengemukakan perspektif fungsi sosial dan politik dari tes bahasa. Kita tidak hanya menjadi pemain di dunia diskursif, melainkantes bahasa dibangun sebagai alat yang tepat intelektual dan analitis yang memungkinkankita untuk mengenali peran bahwa tes akan bermain dalam operasi kekuasaan dan sistem kontrol sosial. Kita perlu mempunyai kesadaran kritis agar mengenali dan kemudian memutuskan apakah menolak posisi subjek kita sendiri dalam sistem kontrol sosial di mana tes memainkan peranan konferensi penelitian dalam pengujian bahasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa konteks sosial pengujian akan membantu kita untuk memahami wacana. Hal ini akan mempersiapkan kita untuk berharap, untuk mengenali, dan untuk menangani sebagai konstruktif seperti yang kita bisa dengan berbagai macam tekanan pada tes sebagai hasil dari fungsi mereka sebagai situs kontrol sosial. Kita harus mengharapkanbahwa mempertahankan kendali pengaturan skor demi kepentingan kebijakan. Selain itu, kita tidak akan mengharapkan subjektif terletak di wacana apapun yang akan stabil, tetapi digantikan mengingat situasi yang tepat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Messick (1989) bahwa semua tes bahasa menyiratkan nilai-nilai. Itu artinya kita membutuhkan pengenalan tes yang diungkapkan. Nilai-nilai tersebut dapat dipahami dan paling bermanfaat dalam hal wacana di mana tes bahasa agar memiliki arti tersendiri, di luar sosial dan politik. Kita perlu perspektif teoretis yang berbeda untuk memungkinkan kita mengakui kenyataan ini dan maknanya.Manusia yang perilakunya selalu digerakkan oleh nilai-nilai (value driven) yang telah terinternalisasi dalam diri dan tidak sekadar hasil proses reaksi dari sebuah aksi. Sementara itu, nilai didapat dari pemikiran atau konsep yang memiliki nilai khas dalam

Page 3: Cerdas Berbahasa

artian memiliki the view of life. Pemikiran yang dimiliki tidak sekadar menjadi kepuasan intelektual semata melainkan menginternalisasi dalam diri individu tersebut. Manusia yang berkarakter, antara lain berpikir maju, berpandangan luas, tidak memaksakan kehendak, mampu bekerja sama, bersifat tegas, bersifat cerdas, berani menghadapi risiko, memiliki imajinatif, memiliki kemandirian, memiliki keluwesan, dan lain-lain sehingga sangat tepat apa yang dikatakan penulis bahwa pada prinsipnya penilaian mengenai karakter atau nilai-nilai sesungguhnya dapat dikatakan subjektif dan dapat pula dikatakan objektif. Jika kita hubungkan dengan sebuah suatu pendekatan penilaian bahasa maka pendekatan komunikatif mengimplementasikan dalam tes bahasa dan identitas sosial ini karena salah satunya kompetensinya adalah kompetensi sosiolingistik, seperti yang dikemukakan oleh Savignon (1972; 1985); Morrow (1981), dan Carroll (1983) mengembangkan tes bahasa yang lebih komunikatif. Tes bahasa yang benar-benar komunikatif adalah tes bahasa yang mengukur performansi testi dalam komunikasi yang sesungguhnya yang di dalamnya tercermin kompetensi gramatikal, kompetensi sosiolinguistik, dan kompetensi strategik (Canale dan Swain, 1980). Dalam pendekatan komunikatif ini, peranan konteks diperluas, yakni dengan memperhatikan unsur-unsur yang mengambil bagian dalam terwujudnya suatu komunikasi yang baik. Oleh karena itu, perlu adanya tes bahasa dengan pendekatan komunikatif, seperti yang diekemukakan oleh Carroll (1983:19) disebut analisis kebutuhan komunikatif sehingga tes bahasa yang diinginkan bisa dilakukan secara objektif.Posted in Uncategorized | No Comments »

Aug20

Hegemoni Bahasa Politik dalam Kasus Sidang Dispendagate Gubernur Nonaktif

Provinsi Bengkulu Oleh AronoAbstrak: Bahasa politik merupakan kajian kritis yang sifatnya tekstual. Dalam masyarakat terdapat realitas-realitas bahasa yang harus dihampiri secara kritis yang perlu dilakukan secara intens dan komprehensif. Hegemoni bahasa politik dalam pemakaianannya terdapat uraian makna-makna dalam dibandingkan simbol-simbol luar bahasa karena bahasa sudah masuk pada wilayah-wilayah nonlinguistik. Bahasa tidak hanya sebagai bahasa, tetapi telah berubah sesuai keberfungsian dan kebermaknaan pemakaiannya. Dalam bahasa politik, keberfungsian dan kebermaknaan itu tampak secara terang. Bahasa menyimpan kepentingan-kepentingan di luar sebagai simbol komunikasi manusia sehingga hegemoni bahasa politik yang digunakan lebih mengacu kepada pemakaianbahasa oleh agen pemerintah dengan tidak mengabaikan agen partai politik dalam menggerakan masyarakat banyak sehingga termuat ideologi dan kekuasaan untuk mencapai maksud-maksud atau tujuan politik tertentu terhadap kasus yang dialami Agsurin M. Najamuddin. Bentuk hegemoni bahasa politik yang digunakan, yaitu, eufimisme, sarat makna ideologis, dan propaganda. Sebaliknya, JPU sebagai kelompok yang dikuasai lebih netral dan objektif dalam mengambil keputusan terhadap bahasa yang digunakan.A. P e n d a h u l u a nAgusrin ditetapkan sebagai pemenang pilkada dalam rapat pleno KPU Kota Bengkulu tanggal 11 Oktober 2005 pada pemilukada pertama. Agusrin dan M. Syamlan sebagai wakilnya mendapat perolehan suara 52.053 atau 54,30% dari total suara sah sebanyak 96.764 suara. Pasangan ini dicalonkan Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Bintang Reformasi. Awal karier Gubernur Bengkulu ini adalah seorang pengusaha yang pernah menangani proyek pengadaan perlengkapan peralatan operasional di salah satu rumah sakit di Provinsi Riau. Saat itu ( Januari s.d. Mei 2011) Agusrin Maryono Najamuddin sebagai gubernur Bengkulu nonaktif.

Page 4: Cerdas Berbahasa

Pada pemilukada kedua, ia bersama Junaidi Hamzah mengalahkan pasangan calon lainnya dalam Pemilukada gubernur Bengkulu putaran kedua, Muslihan–Rio yang hanya memperolah 45,70% atau sejumlah 43.801 suara. Pasangan ini dicalonkan Partai Demokrat. Satu bulansetelah terpilih sebagai gubernur pada periode pertama, Agusrin meninggalkan PKS dan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat Bengkulu. Pada periode kedua (2005-2010) suara yangmemilih Agusrin kalah di perkotaan, dan hanya menang di daerah pedesaan. Itu semua karena diimingi handtraktor. Masyarakat perkotaan sendiri sudah tahu sepak terjang Agusrin dan keluarganya.Saat Agusrin tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ia didakwa korupsi APBD daerahnya sendiri senilai Rp 27 miliar. Agusrin didakwa melanggar pasal 2ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor. Kasus korupsi Gubernur Bengkulu Ir. Agusrin M. Najamudin dimulai dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia pada pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah Provinsi Bengkulu tahun 2006. Saat itu BPK menemukan penyimpangan dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Propinsi Bengkulu sebesar Rp. 21.323.420.895, 66 (Dua Puluh Satu Milyar lebih). Mencermati perkembangan perkara dugaan korupsi penyimpangan dana perimbangan khusus bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan(PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tahun anggaran 2006 – 2007yang melibatkan Gubernur Bengkulu Ir. Agusrin M. Najamudin yang berstatus terdakwa. Sementara itu Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamuddin didakwa pasal 2 ayat (1) junto pasal 18 Undang-undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU)di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin siang.Menurut JPU, Agusrin telah menyetujui dan memerintahkan pembukaan rekening di luar kasumum daerah dan menyetujui pemindahan dana PBB serta penerimaan lainnya. Disebutkan, hasil pemindahan dari rekening tersebut oleh terdakwa diperintahkan untuk digunakan tidak sesuai dengan peruntukan dan tanpa persetujuan DPRD Provinsi Bengkulu sehingga negara dirugikan Rp20,162 miliar. Dalam pasal 2 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 ini mengancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atauperekonomian negara. Kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Bengkulu itu terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) regional Palembang mengaudit APBD Provinsi Bengkulu 2006. Dari pemeriksaan tersebut ditemukan dana bagi hasil pajak tidak dimasukkan ke kas daerah, melainkan ke penampungan sementara guna mempermudah pengambilan dana tersebut dan tidak perlu izin DPRD. Hasil temuan BPK itu telah ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, dan menetapkan Kepala Dispenda Chairuddin sebagai tersangka. Dalam persidangan di PN Bengkulu, Chairuddin mengaku bahwa seluruh pengeluaran uang yang dilakukannya atas sepengetahuan Agusrin Maryono Najamuddin. Atas dakwaan JPU ini, Agusrin merasa keberatan karena merasa tidakada uang negara yang hilang dalam kasus pemindahan rekening tersebut.Gubernur Bengkulu terpilih, Agusrin M Najamuddin, yang menjadi terdakwa dugaan korupsidana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan, mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 10 Januari 2011. Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Jumat (10/12), melimpahkan berkas Gubernur Bengkulu, Agusrin Najamuddin ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait dugaan korupsi bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan. Sejak Juni 2009, berkas Gubernur Bengkulu tersebut telah dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat pada awal Juli2009, namun sampai sekarang sidangnya belum digelar. Kejagung menyatakan kelanjutan perkara Agusrin M Najamuddin sebagai tersangka dugaan korupsi bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan, ditentukan seusai pelantikan dirinya menjadi Gubernur Bengkulu periode 2010-2015.

Page 5: Cerdas Berbahasa

Agusrin sendiri sudah dilantik menjadi gubernur pada 29 November 2010.Dalam kasus tersebut, Kejati Bengkulu sudah menetapkan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Bengkulu Chairuddin sebagai tersangka dugaan korupsi pajak bagi hasil senilai Rp21,3 miliar. Kemudian, Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu sudah memutus hukumansatu tahun penjara bagi Chaerudin. Pada tingkat banding putusan itu diperberat enam bulan. Kasus korupsi itu terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) regional Palembang melakukan audit terhadap APBD Provinsi Bengkulu 2006. Dalam audit tersebut ditemukan adanya dana bagi hasil pajak sebesar Rp21 miliar dari total Rp25 miliar tidak jelas penggunaannya. Dana tersebut seharusnya dibagikan untuk provinsi dan kabupaten/kota di Bengkulu.Agusrin terjerat kasus korupsi dana bagi hasil pajak daerah Provinsi Bengkulu tahun 2006 sebesar Rp 21,3 miliar. Dia menjadi tersangka sejak Agustus 2008, namun berkas perkaranya baru dilimpahkan akhir November. Menyusul dikabulkannya gugatan praperadilan yang diajukan Muspani oleh majelis PN Jakarta Pusat, awal November 2010, Agusrin disidangkan pada 10 Januari 2011 di PN Jakarta Pusat. Sejak kasus Agusrin M. Najamudin bulan Juni 2009 dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat hingga disidangkan pada 10 Januari 20011 sampai sekarang, kasus gubernur nonaktif Bengkulu ini masih belum menemukan keputusannya. Berbagai tanggapan Agusrin dan orang kepercayaannya dalam mempertahankan kasusnya memperlihatkan adanya suatu hegemoni bahasa politik yang mereka gunakan. Begitu juga wartawan sebagai jurnalis tentunya tidak tertutup kemungkinan andil dalam menggali informasi terhadap penggunaan bahasa yang ada di dalamnya.Bahasa politik dalam kasus dispendagate gubernur nonaktif Bengkulu merupakan sumber data penulis dalam penganalisisannya. Sumber data tersebut penulis dapatkan dari berbagai sumber koran harian baik lokal maupun nasional, seperti Rakyat Bengkulu, Bengkulu Ekspres, Media Indonesia, Tempo, Antaranews.com., Jurnas.com., Suarakarya.online.com., Beritasatu.com., Nasional.inilah.com., Harianpelita.com., Kompas, Politikindonseia.com., Vivanews.com., dan Detik.news.com. Sumber tersebut, penulis akses secara online melalui internet dari terbitan Juli 2010 s.d. Mei 2011 dengan mengacu pada model analisis yang dikemukakan oleh Darma (2009:206-207). Model analisis wacana kritis ini melalui beberapa tahapan, yaitu (1) penulis menentukan teksatau wacana kritis yang akan dianalisis dengan cara mengakses teks-teks berita yang berkaitan dengan kasus dispendagate gubernur nonaktif Bengkulu kemudian mengopikannya ke dalam bentuk file lalu mengeprinnya sebagai data penganalisisan. (2) Penulis menentukan subjek penceritaannya, yaitu subjek penceritaannya adalah Agusrin M. Najamudin beserta pengacara dan pihak keprcayaannya juga keluarganya. (3) Penulis menentukan objek penceritaannya, yaitu pihak Jaksa Penutut Umum (JPU) dan masyarakat. (4) Penulis menentukan deskripsi bahasa yang berhubungan dengan hegemoni bahasa politik yang mereka gunakan. (5) Penulis menentukan interpretasi jenis ideologi dari bahasa yang mereka kemukakan. Untuk memudahkan analisis, penulis menganalisis berdasarkan urutan waktu saat berita dimuat agar memudahkan penulis dalam menginterpretasikannya dengan perincian 19.932 kata dalam teks berita dan 3.411 kata yang membangun konteks hegemoni bahasa politik yang digunakan. Itu artinya sekitar 17.11% kata yang digunakan dalam membangun konteks hegemoni bahasa pilitik dalam kasusdispendagate gubernur nonaktif Provinsi Bengkulu. (6) Penulis menentukan eksplanasi ketidakadilan dalam kasus dispendagate di Provinsi Bengkulu.Bahasa koran dikenal dengan istilah bahasa jurnalistik. Hadi (1997) menyebutkan bahwa bahasa jurnalistik berpedoman pada bahasa Indonesia baku. Di Indonesia, buruknya bahasa koran merupakan cermin buruknya bahasa birokrat karena koran lebih banyak diisioleh ucapan dan perkataan para birokrat. Bahasa para birokrat ini sering ditandai dengan banyaknya pemakaian akromin, terutama di kalangan militer yang menginfelterasi media massa dengan sangat cepat dan luas. Bahasa pejabat juga ditandai dengan

Page 6: Cerdas Berbahasa

eufimisme dan pada gilirannya akan melahirkan “pemiskinan makna”. Eufimisme menurut Dale dan Tarigan juga dapat dikatakan pandai berbicara atau berbicara baik (dalam Haris, 2008: 165). Eufimisme kalau dikaji menurut teori Buhler termasuk dalam appeal, yaitu bahasa yang berisi perintah atau permintaan yang ditujukan pembicara kepada lawan bicara agar apa yang diminta atau diperintahkan dikerjakan oleh lawan bicara (Kleden, 1978:70). Buruknya bahasa koran di satu sisi mendapatkan pemakluman oleh banyak pihak dan pada sisi lain menjadi alat legitimasi para wartawan untuk tidak memakai bahasa Indonesia baku (standar). Dalam perkembangannya, bahasa koran semakin jauh dari bahasa Indonesia baku dan membentuk “komunitas” bahasa tersendiri, dengan segala karakteristiknya. Buruknya bahasa koran disebabkan beberapa faktor. Pertama, berita di koran dikutip dari pembicaan narasumber yang kebanyakan pejabat yang kebanyakan dari mereka pemakaian bahasanya buruk. Sesungguhnya buruknya bahasa koran mencerminkan buruknya bahasa pejabat. Kedua, tidak semua wartawan mengerti pemakaian bahasa Indonesia yang baku. Untuk mendapatkan wartawan ekonomi, perusahaan koran tidakmerekrut sarjana sastra yang sehari-harinya belajar bahasa, melainkan mengambil sarjana ekonomi yang tidak mengerti seluk beluk pemakaian bahasa. Pengetahuan bahasa diberikan melalui sebuah training wartawan yang dilakukan media tersebut. Ketiga, terbatasnya ruang dan waktu sehingga berita yang disajikan berprinsip asal informasi sampai (prinsip berita 5W dan H), tidak berpikir jauh tentang bagaimana struktur bahasa ditertibkan. Wartawan dikejar deadline berita karena mereka harus menyajikan berita setiap hari. Akhirnya ukuran “konvensi” bahasa koran adalah kelogisan dan inipun kadang-kadang dilanggar oleh para wartawan. Unsur kelogisan dalam pemberitaan pun alih-alih menjadi alasan tidak menariknya sebuah berita. Banyak berita menarik karena dianggap tidak logis. Ketidaklogisan sebuah berita bisa dilihat dari isi (content) dan struktur bahasa. Tulisan ini tidak berkompeten dalam melihat kelogisan bahasa dan hanya ingin memusatkan pada kelogisan struktur bahasa yang dipergunakan.Ragam bahasa jurnalistik memiliki ciri-ciri, yaitu bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena harus dipahami secara mudah; komunikatif karena jurnalistik harus menyampaikan berita yang tepat; dan ringkas karena keterbatasan ruang (dalam media cetak) dan keterbatasan waktu (dalam media elektronik). Dalam ragambahasa jurnalistik ini awalan me- dan di- sering ditanggalkan, yang dalam penulisan berbahasa baku harus digunakan. Kalimat Gumbernur tinjau daerah banjir dalam bahasa baku akan berbentuk Gubernur meninjau daerah banjir (Chaer dan Agustina, 1995:90-91).B. P e m b a h a s a nMenurut Heryanto (1989:15-16) bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan komoditas industrial. Bahasa tidak lahir dan tumbuh dari dinamika komunal masyarakat, tetapi merupakan produk rekayasa para profesional yang dirancang untuk dipasarkan secara massal. Bahasa ini bukan bahasa ibu bagi makhluk manapuan di planet ini. Penutur bahasa ini hanyalah para konsumen yang hanyna dapat bergantung pada sesuatu keputusan para pejabat “pembinaan dan pengembangan” bahasa sebagai komoditas, tidak aneh jika nilai bahasa ini dapat dihayati dengan jargon ekonomi. Bahasa Indonesia “yang baik danbenar” merupakan komoditi yang langkah.Kemerdekaan berbahasa adalah kemerdekaan untuk mengikuti aturan-aturan bahasa yang telah disepakati para pemakai bahasa. Berpolitik bahasa adalah bertata politik. Kemerdekaan politik adalah kemerdekaan menghormati dan mengikuti aturan-aturan politikyang telah disepakati oleh para pelaku politik. Dengan demikian, politisasi bahasa adalah rekayasa menggunakan bahasa, memberlakukan aturan bahasa, dan memaksa pemaknaanbahasa. Bahasa dengan demikian, “dibermaknakan” sesuai dengan konteks politik penguasa(Alwasilah, 1994).Menurut Lewuk (1995:186) terdapat empat kategorisasi ideologi kebahasaan yang dipergunakan oleh kelompok kekuasaan. Keempat kategori tersebut, yaitu bahasa berdimensi satu, orwelianisme bahasa, jaringan bahasa takut-takut, dan bahasa yang

Page 7: Cerdas Berbahasa

menyembunyikan pikiran. Bahasa berdimensi satu menuntut orang yang menyatakan sikap dan pernyataan yang sama (satu), sesuai dengan kemauan penguasa. Di sini tidak ditemukan “logika protes”, seperti halnya tidak ada tempat bagi para oposisi di masa Orde Baru. Pemikiran “dialektis-negatif”: digantikan dengan pemikiran “positif” yang hanya mengafirmasikan dan menyesuaikan diri dengan realitas. Di masa Orde Baru setiap pemikiran harus relevan dan tidak boleh berbeda dengan konsep pembangunan. Bagi merekayang antipembangunan, penguasa menyebut dengan “antipembangunan” atau “anti-Pancasila”. Orwelianisme bahasa dalam konteks ini adalah teknik penyatuan dua pengertian yang sebenarnya bertentangan, sehingga perbedaan antara yang benar dengan yang salah menjadi kabur. Ungkapan-ungkapan tentang kebebasan mengeluarkan pendapat, diartikan sebagai kepatuhan terhadap instruksi yang dikeluarkan pihak penguasa. Untuk menunjukkan “sikap demokratis”, dipakai istilah “kritik konstruktif” atau “kritik membangun” yang maknanya setiap kritik tidak boleh menyinggung kebijakan dan tidak boleh bertentangan dengan kehendak kekuasaan. Dalam dunia pers, untuk menghindari konflik dengan kekuasaan, pers melalukan kritik melalui “karikatur” dan “pojok”. Keduanya menyampaikan kritik melalui humor, dan ternyata efektif pada masa itu, terbukti tidak ada pers yang dibreidel karena kritik “karikatur” atau kritik “pojok”. Bahasa takut-takut adalah bahasa yang diucapkan masyarakat yang memiliki kepanutan monoloyalitas terhadap berbagai instruksi yang dilambangkan melalui simbol bahasa. Pada saat Pemilu, kita mendengar “golput haram” atau “Golput berarti tidak bertanggungjawab terhadap demokrasi”. Munculnya kepanutan-kepanutan yang dipaksakan karena terjadi “hukum bahasa” bagi orang yang melanggarnya. Pada era reformasi, muncul istilah “antireformasi” atau “Orba bagi mereka yang tidak setuju terhadap pemisahan kota/kabupaten.Terakhir, bahasa menyembunyikan pikiran, artinya bahasa bukan lagi sebagai alat menyatakan pikiran. Di balik pikiran itu terdapat kepentingan yang memanipulasi bahasaitu sendiri. Kita bisa menyaksikan model bahasa yang terakhir ini di saat kampanye Pemilu. Idiom-idiom yang berupa janji-janji partai dengan mudah bertebaran dilontarkanoleh partai politik hanya untuk memanipulasi rakyat yang awam politik. Jenis bahasa terakhir ini termasuk di dalamnya bahasa-bahasa propaganda. Bahasa-bahasa propaganda ditebar untuk menyiarkan kebencian (warmongering). Propaganda dilakukan dalam rangka pembusukan nama baik orang lain (defamatory). Propaganda juga dilakukan untuk membakarpermusuhan dan konflik dalam masyarakat (subversive). Propaganda bisa berbentuk perangurat saraf berupa perang media dan memanipulasi fakta-fakta (psychological warfare).Bahasa politik merupakan bahasa yang dipergunakan para elite politik dan elite birokrasi untuk menyampaikan kepentingan-kepentingan kekuasaan. Berdasarkan uraian di atas dan fakta-fakta di lapangan, bahasa politik akan bercirikan: 1) terjadinya politisasi makna atas bahasa-bahasa yang dipergunakannya; 2) terjadi penghalusan makna, dalam bentuk eufimisme bahasa yang dalam terminologi Lubis sebagai sebuah “penyempitan makna”. Fenomena eufimisme, misalnya, kata “serangan bersahabat” untuk mengatakan “salah sasaran” yang terjadi antarsesama tentara gabungan pada perang Irak.Mungkinkah antarsahabat saling menyerang?; dan 3) terjadinya bentuk-bentuk bahasa propaganda dalam rangka meyakinkan pihak lain, terutama masyarakat. Propaganda yang paling “berbahaya” adalah bahasa-bahasa agitasi (menebar permusuhan) dan bahasa-bahasarumor (tidak jelas sumber beritanya).Bahasa politik merupakan bahasa hegemoni. Istilah hegemoni diletakkan oleh Gramsci di saat mendekam di penjara Prancis. Teori ini menjelaskan mengapa revolusi sosialis tidak terjadi di negara Barat yang dianggap demokratis. Hegemoni dipergunakan untuk menunjukkan adanya kelas dominan yang mengarahkan “tidak hanya mengatur” masyarakat melalui pemaksaan kepemimpinan moral dan intelektual (Storey, 2003:172). Hegemoni di atur oleh mereka yang oleh Gramsci disebut “intelektual organic”. Mereka adalah tokoh moral dan intelektual yang secara dominan menentukan arah konflik, politik, dan wacana

Page 8: Cerdas Berbahasa

yang berkembang di masyarakat. Mereka bekerja untuk melanggengkan kekuasaan atas kelompok yang lemah. Dominasi “intelektual organic” diwujudkan melalui rekayasa bahasasebagai sebuah kekuasaan. Melalui berbagai media bahasa ditunjukkan hadirnya kekuasaandan pengaturan hegemoni tersebut. Berbagai kebijakan negara, misalnya, disampaikan dalam bahasa “untuk kepentingan bangsa di masa mendatang” atau “demi kemandirian bangsa” telah menghegemoni masyarakat untuk senantiasa menerima berbagai keputusan negara, yang merugikan sekalipun.Hegemoni bahasa politik digunakan oleh para politisi untuk membantu bagaimana bahasa digunakan dalam persoalan-persoalan (1) siapa yang ingin berkuasa, (2) siapa yang ingin menjalankan kekuasaan, dan (3) siapa yang ingin memelihara kekuasaan (Beard, 2000:2). Pernyataan beikut ini mengimplikasikan bahwa kekuasaan itu ada pada yang ingin menjalankan kekuasaan. Yang ingin menjalankan kekuasaan dalam hal ini adalah Agusrin M. Najamuddin. Hal tersebut dibuktikan dengan belum adanya tanggapan berkas pelimpahan kasus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diduga ada muatan politik sebagai partai besar saat ini yang sedang berkuasa, seperti pada kutipan berikut ini.Dia mengaku kecewa men¬de¬ngar berkas kasus Bengkulu be¬lum diterima PN Jakpus. Po¬litisi PDIP ini khawatir pe¬nun¬tasan ka¬sus itu diduga ada mu¬atan po¬li¬tiknya. “Apa¬kah ka¬re¬na dia ber¬asal dari partai ber¬ku¬asa jadi pe¬nuntasannya su¬sah,” tu¬dingnya. (rakyatmerdeka.co.id, 24 Juli 2010).Kekuasaan itu terlihat dari pernyataan orang-orang yang ada di sekitar Agusrin M. Najamuddin dalam menanggapi kasusnya. Kata orang dekat dan kolega menyatakan adanya suatu kelompok kekuasaan dalam hal ini berpihak kepada Agusrin M. Najmudin. Sebagai orang dekat, Cupli Risman, merasa yakin bahwa kasus ini telah selesai karena secara hukum bahwa orang yang terlibat dalam kasus ini sudah dihukum, yaitu kepala Dispenda Bengkulu, Caheruddin. Hukuman yang dijatuhkan kepada Caheruddin sebagai bendahara Agusrin waktu itu dengan masa tahanan 1,5 tahun atau yang disebut kasus Dispendagate jilid I, seperti pada kutipan berikut ini.Cupli Risman yang merupakan orang dekat Agusrin Maryono Najamuddin mengatakan, kasus yang melibatkan koleganya itu sudah lama selesai.“Orang yang diduga memal¬sukan adalah kepala Dispenda Bengkulu, Chaeruddin. Dia su¬dahdihukum untuk kasus ini. Jadi masalah korupsi Dispenda sudah selesai,” katanya. (rakyatmerdeka.co.id, 24 Juli 2010).Kasus ini tidak sampai di situ saja, Muspani, bekas anggota DPD Bengkulu mengajukan berkas kasus ini ke PN Jakarta sehingga tindakan yang dilakukan oelah wakil masyarakatini tidak disenangi bagi kelompok penguasa, Agusrin. Hal tersebut bagi mereka dianggapfitnah keji yang tidak bisa dibuktikan. Kata fitnah keji mengimpilkasikan bahwa tindakan yang dilakukan oleh JPU, masyarakat, dan Muspani danggap sesuatu yang bohong dengan menjelekkan nama orang, Agusrin, apalagi kata keji mengimplikasikan sesuatu itusangat rendah, kotor, dan tidak sopan. Seolah-olah apa yang dilakukan oleh yang dikuasai dalam hal ini masyarakat itu tidak ada gunanya, seperti pada kutipan beikut ini.Dia menduga, tudingan kasus dugaan korupsi APBD Bengkulu 2006 ke Agusrin itu untuk fitnah keji, dan tidak bisa dibuktikan. “Tapi apa daya isu tersebut tidak terpengaruh sama sekali. Ini terbukti Agusrin terpilih lagi menjadi Gubernur di Bengkulu,” ucapnya. (rakyatmerdeka.co.id, 24 Juli 2010)Kata putus asa merupakan sesuatu yang sudah menyerah dengan keadaan, sepertinya tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan. Keputusasaan masyarakat disebabkan adanya tekanandan tindakan penguasa yang sudah tidak bisa diharapkan lagi atas masa pemerintahannya.Artinya masyarakat tidak percaya lagi dengan kebijakan dalam pemerintahannya sehingga mengalami kehilangan gairah dalam bekerja, apalagi untuk mengusut kasusnya. Kata intervensi politik sebagai masa terbesar saat ini, apalagi di tingkat pusat pun pimpinannya adalah kelompok yang sama dalam dunia perpolitikan. Hal itu

Page 9: Cerdas Berbahasa

mengimpikasikan secara tidak langsung adanya pengaruh terhadap kebijakan kasus yang sedang bergulir. Masyarakat dalam hal ini sebagai orang yang dikuasai tidak bisa berbuat banyak selain mempercayakan urusan kepada JPU dan pemerintah yang bersih dalammemperjuangkan hukum yang benar, seperti pada kutipan berikut ini.“Tinggal Ke Tuhan Saja Kita Mengadu” Muspani, Bekas Anggota DPD Bengkulu Bekas anggotaDPD dari Beng¬kulu, Muspani mengaku sudah pu¬tus asa kasus dugaan korupsi APBD Provinsi Bengkulu 2006 de¬ngan tersangka Agusrin Mar¬yono Najamudin bisa tuntas, sebabsam¬pai saat ini berkasnya saja belum diterima Pengadilan Jakarta Pusat. “Saya lihat intervensi politik dalam kasus ini sangat kuat, se¬hingga proses penuntasan kasus ini sangat lambat. Jika Kejagung dikatakan independen, maka ha¬rus secepatnya dilimpahkan,” ka¬tanya, kemarin. (rakyatmerdeka.co.id, 24 Juli 2010).Keputusasaan juga terlihat dari masyarakat, Muspani, sebagai orang yang penuh perjuangan dalam memperjuangkan kasus Agusrin. Kekuasaan Agusrin menjadikan Muspani tidak bisa berbuat banyak dan seolah-olah dia mengalami jalan buntu. Hal tersebut terlihat pada kata Tuhan yang dia gunakan sebagai tempat mengadu karena mengadu denganpimpinan yang berkuasa yang lain sudah tidak ada tanggapan lagi. Gaya bahasa personifikasi digunakan oleh Muspani sebagai obat dalam menyenangkan hatinya. Tuhan dianggap mempunyai sifat yang sama dengan manusia. Selain itu, pernyataan gaya bahasa ratusan kali sebagai gaya hiperbola. Pernyataan itu mengimplikasikan bahwa begitu seringnya masyarakat menanggapi dalam bentuk aksi/demo terhadap kasus Agusrin, tetapi belum ada juga tanggapan, seperti pada kutipan berikut ini.Muspani menjelaskan, ma¬sya¬rakat Bengkulu sudah ratusan kali menggelar aksi menuntut se¬cepatnya kasus itu disidangkan, tapi belum juga dilaksanakan. “Terus mau kemana lagi kita harus mengadu, ke Presiden tidak akan direspons. Tinggal ke Tuhan saja kita belum mengadu, karena semua pasti responsnya sama saja,” ucapnya. (rakyatmerdeka.co.id, 24 Juli 2010).Analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti diapakai,topik apa yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selaluterlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat, seperti dukungan dan tanggapan dari berbagai kalangan terhadap kasus Agusrin dari masyarakat kian hari kian memberikan respon positif. Desakan Hwian Cristianto untuk menuntaskan dan menyikapi kasus Agusrin. Keberpihakan pengamat hukum ini sebagai orang yang termasuk dalam penegakkan hukum, pro terhadap masyarakat.Pengamat Hukum dari Uni¬versitas Petra Surabaya, Hwian Cristianto mendesak Kejaksaan Agung untuk lebih transparan dalam menuntaskan kasus Beng¬kulu, sebab berkasnya sudah lama menggantung.“Seharusnya Kejagung tidak mengulur-ulur waktu lagi, karena akan menimbulkan pra¬sangka macam-macam dari ma¬syarakat,” katanya. (rakyatmerdeka.co.id, 24 Juli 2010).Kenetralan penguasa hukum terhadap permasalahan Agusrin terlihat dalam pernyataannya bahwa kasus Agusrin perlu ditindaklanjuti. Jika Agusrin bersalah, Agusrin harus menjalani hukuman. Jika Agusrin tidak bersalah, Agusrin dibebaskan dari kasus tersebut. Pernyataan ini dikemukakan oleh pengamat hukum mengimplikasikan bahwa ia memberikan solusi terbaik bagi masyarakat dan penguasa dalam hal ini Agusrin, seperti pada pernyataan berikut.Menurutnya, belum dilim¬pah¬kannya berkas kasus Bengkulu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membuat ketidakpastian hukum kepada tersangkanya.“Kalau sudah masuk penga¬dilan kan tinggal diputuskan, apakah dia bersalah atau tidak.Jika bukti-bukti kuat, maka harus menjalani hukuman penjara. Tapi kalau tidak ada, maka dibe¬bas¬kan,” tandasnya.

Page 10: Cerdas Berbahasa

Janji Marwan Effendy, Berkas Dilimpahkan Ke PN Jakpus 2009. (rakyatmerdeka.co.id, 24 Juli 2010)Pernyataan tangan kuat sebagi metafora yang dikemukakan oleh pihak yang dikuasai dalamhal ini masyarakat. Masyarakat mengemukakan hal itu berdasarkan kinerja pemerintahan saat ini yang lebih mementingkan urusan kelompok tertentu. Belum adanya respon positifdari Kejaksaan Negeri Jakarta mengimpilkasikan adanya keterlibatan politik dalam hal ini partai besar yang andil dalam permasalahan kasus Agusrin sehingga kasus beliau belum ada jalan keluarnya. Tangan kuat di sini berarti orang yang berkuasa baik secarapemerintahan dan politik yang menggunakan kekuasaannya demi kepentingan kelompok tertentu, seperti pada pernyataan berikut.Sumber Tempo menyebutkan ada “tangan kuat” yang memerintahkan Kejaksaan mengamankan Agusrin. Ini, ujar sumber itu, berkaitan dengan kepentingan politik.( tempointeraktif.com, 15 November 2010)Kata perkara dan kasus merupakan penghalusan arti pada permasalahan yang dihadapai oleh penguasa. Bagaimanapun permsalahan secara hukum harus segera dituntaskan, tetapi sebaliknya pada kenyataannya belum dapat diatasi. Muspani sebagai orang yang memperjuangkan keadilan dalam menegakan kasus ini ditemukan masih adanya mafia hukum. Kata mafia saat ini juga terdapat di bidang lain, seperti mafia pajak dan mafia dalam bidang kriminal atau kejahatan. Kata mafia ini mengalami generalisasi atau perluasan makna yang mengimplikasikan bahwa kejahatan itu bisa terjadi di mana-mana dan kapan saja yang tidak memandang siapa dan untuk apa termasuk pemerintah terhadap rakyat ataurakyat terhadap pemerintah. Apalagi kasus hukum saat ini mendapatkan citra yang kurangbaik lagi bagi masyarakat karena setiap kasus yang diselesaikan oleh ukum hanya selesai atau tuntas bagi orang yang berkuasa baik secara jabatan, ekonomi, politik, dan pangkat, seperti dalam pernyataan berikut.Kejaksaan Agung diharapkan segera melimpahkan dugaan perkara korupsi Gubernur BengkuluAgusrin M Najamudin ke pengadilan. Muspani berpendapat tidak ada alasan untuk tidak memproses dugaan perkara korupsi Agusrin karena kasus tersebut telah dinyatakan P21.Hal tersebut dikatakan mantan anggota DPD RI periode 2004-2009 dari Provinsi Bengkulu,Muspani pada acara Dialog Interaktif bertajuk “Membenahi Persoalan Mafia Hukum” di gedung DPD RI, Jumat (19/11).Beberapa waktu lalu, Muspani mengajukan Permohonan Praperadilan kepada Kejaksaan Agungdan KPK di PN Jakarta Pusat karena Kejaksaan Agung dinilai sengaja tidak memproses perkara koruspsi Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamudin.( jurnas.com, 19 November 2010).Setiap usaha akan membuahkan hasil. Begitu yang dialami oleh Muspani, tetapi perjuangan tidak sampai disitu. Kasus ini masih terlalu panjang dan berat dalam penyelesaiannya, apalagi yang dihadapi adalah orang yang nomor satu di Provinsi Bengkulu.Walaupun secara hukum, PN Jakarta Pusat telah mengabulkan permohonan praperadilan atas nama Muspani. Dengan ditetapkan sebagai tersangka, secara otomatis Agusrin akan dinonaktifkan sebagai gubernur. Kata tersangka berarti diduga atau dicurigai memberikan peluang kepada Agusrin sebagai terdakwa dalam kasus sidang ini. Tersangka dari kata sangka berarti duga atau kira yang identik pada perilaku kejahatanoleh orang terhadap masalah yang dihadapinya.Muspani mengaku memenangkan permohonan praperadilan kepada Kejagung dan KPK. Dikatakannya, berdasarkan putusan PN Jakarta Pusat Nomor 04/Pid.Prap/20/2010/PN.Jkt.Pst, memutuskan mengabulkan permohonan Praperadilan atas nama Pemohon Muspani. Juga memerintahkan kepada termohon I (Kejaksaan Agung RI) untuk melanjutkan proses perkara korupsi dugaan Penyimpangan Dana Perimbangan Khusus Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPH-TB) tahun anggaran 2006-2007 atas nama tersangka Agusrin M Najamudin, agar segeradilimpahkan ke PN Jakarta Pusat. ( jurnas.com, 19 November 2010).

Page 11: Cerdas Berbahasa

Ketidak berdayaan Muspani sebagai orang yang memperjuangkan perkara ini terlihat dalampernyataannya apabila tidak mampu melimpahkan perkara tersebut… Tidak ada cara lain yang dapat ditempuh selain selain PN Jakarta Pusat. Kekuasaan di sini dimaksudkan sebagai ranah hukum dalam hal ini PN Jakarta Pusat yang bisa meneruskan dan menindaklanuti kasus yang ada. Pernyataan ini memberi harapan baahaawa dibalik yang berkuasa, tetapi ada yang lebih kuasa, seperti pernyataan berikut.Menurut Muspani, dalam putusan PN Jakpus, juga menyebutkan, apabila tidak mampu melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, memerintahkan kepada Termohon II (KPK), mengambil alih perkara dugaan PBB dan BPH-TB tahun 2006-2007 atas nama tersangka Agusrin ke, dan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. ( jurnas.com, 19 November 2010).Kegigihan dan ketulusan pihak masyarakat dalam hal ini Muspani menunjukkan kekuatannyabahwa yang benar itu perlu diluruskan dan ditegakkan siapa pun dia termasuk presiden sekalipun seperti pernyataan Muspani meminta presiden untuk menegur dan memerintahkan…Kata meminta merupakan penghalusan bahasa yang santun dibalik sebuah keinginan. Bagaimanapun keinginan itu jika dinyatakan untuk orang yang lebih tinggi maka diperlukan pernyataan yang tepat agar tidak menyinggung atau sebagai bentuk penghormatan terhadap jabatan yang diembannya. Bagaimanapun Muspani di sini lebih kratif memilih kata-katanya sebagai orang yang dikuasai. Bagaimanapun pihak yang berkuasa harus tahu akan hal ini, seperti kata pelecehan. Kata pelesehan ini sungguh tidak manusiawi lagi. Pelecehan umumnya terjadi pada kriminal dari segi seksologi atauperlikau menyimpang. Penyimpangan ini juga terjadi terhadap lembaga pengadilan, seperti dalam pernyataan berikut.Dalam suratnya kepada Presiden, Muspani meminta Presiden untuk menegur dan memerintahkan Jaksa Agung agar segera melimpahkan berkas perkara korupsi Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamudin ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Membiarkan kasus korupsi tersebut berlarut-larut merupakan bentuk pelecehan terhadap lembaga pengadilandan menciderai citra Indonesia sebagai negara hukum,” katanya. ( jurnas.com, 19 November 2010).Mafia merupakan perkumpulan atau organisasi yang bersifat rahasia yang bersifat kejahatan atau kriminal. Mafia di sini seolah-olah dikondisikan oleh kelompok orang-orang tersebut dalam hal ini pihak penguasa, apalagi dinyatakan kata praktik. Praktik berarti suatu kegiatan nyata, tetapi dengan adanya mafia kenyataan itu seolah ditutupiatau dikuasai oleh orang-orang tertentu sehingga disangsikan kasus ini mengalami kesulitan jalan keluarnya, seperti pada pernyataan berikut.Muspani juga meminta Satgas Pemberantasan Mafia Hukum untuk mengusut dugaan terjadinyapraktek mafia hukum terhadap kasus tersebut. “Dengan berkerasnya Jaksa Agung tidak melimpahkan perkara tersebut yang telah dinyatakan P21 kep PN Jakarta Pusat, patut diduga menurut hukum bahwa praktek mafia hukum itu terjadi,” kata Muspani. ( jurnas.com, 19 November 2010).Bagaimanapun sedikit banyaknya interfensi dari pihak berkuasa terhadap kekuasaanya akan memberikan dampak yang cukup berarti. Hal itulah diragukan oleh Muspani sebagai orang yang sepertinya sudah tahu betul bagaimana Agusrin menjalankan wewenang dan jabatannya. Kata terlalu jauh dan penghentian hukum merupakan kunci bahwa memang kasusini tidak main-main karena banyak orang-orang yang berperan di balik layar dalam menyiasati kasus ini. Kekuasaannya terlihat jelas bagi kalangan Agusrin dan fenomena yang diamatai terhadap partai besar saat ini dalam setiap pengentasan setiap kasus yang ada, seperti pada pernyataan berikut ini.“Demokrat terlalu jauh masuk ke kasus mafia kehutanan. Ada upaya melakukan penghentianhukum.”Muspani, mantan anggota DPD dari Bengkulu yang mempraperadilankan Kejaksaan Agung dan KPK dalam kasus dugaan korupsi Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamuddin, berharap agar Partai Demokrat tidak mencampuri proses hukum persidangan Agusrin.

Page 12: Cerdas Berbahasa

Harapan tersebut dikemukakan Muspani, menyikapi apa yang disebutnya sebagai campur-tangan hukum yang dilakukan oleh Demokrat terhadap kasus mafia kehutanan di Nunukan Kalimantan Timur yang diduga melibatkan salah satu petingginya, Hartati Murdaya. “Terus terang, Demokrat terlalu jauh masuk ke kasus mafia kehutanan. Mereka sudah ikutcampur ke penegakan hukum. Ada upaya melakukan penghentian atau memacetkan masalah hukum. Karena itu saya berharap [campur tangan Demokrat] ini tidak terjadi pada Agusrin,” kata Muspani kepada wartawan beritasatu. (beritasatu.com, 4 Januari 2011).Pihak yang dikuasai dalam hal ini Muspani semakin menunjukkan kekuasaannya bahwa kasusini bisa dituntaskan dan dibuktikan. Berbagai fakta dan data dikemukakan bahwa campur tangan atas kekuasaannya mengimplikasikan hal itu bisa terjadi. Muspani merasa yakin jika kasus ini dijalankan dengan baik dan benar status Agusrin dari tersangka bisa terdakwa bahkan bisa dihukum sesuai dengan tingkat kesalahannya. Muspani merasa puas dan yakin, tetapi tidak sampai di situ kekhawatirannya tetap ada. Bagaimanpun suatu perjuangan tidak hanya sampai disitu kata..selesai…bukanlah akhir dari segalanya, tetapi awal perjuangan titik baru yang lebih berat lagi dalam menegakkan keadilan, seperti pernyataan berikut.Muspani menilai, dengan mulai disidangkannya Agusrin, maka tugasnya mengawal kasus inisudah selesai. Tapi dengan adanya campur-tangan Demokrat terhadap kasus mafia kehutanan di Nunukan, membuatnya khawatir, proses hukum Agusrin akan dipenuhi permainan.“Maka itu kita berharap supaya pengadilan dan jaksa melakukan pemeriksaan secara benar, jangan sampai ada permaianan yang menyebabkan kasus ini mandeg,” kata Muspani. (beritasatu.com, 4 Januari 2011).Kata anak buah mengimplikasikan konotasi negatif. Hal itu memperlihatkan kekuasaan Agusrin dalam hal ini dikemukakan oleh kuasa hukumnya. Seolah-olah Agusrin tidak bersalah dan tidak berbuat apa-apa, tetapi yang melakukan itu adalah bawahannya. Kalauada anak buah berarti otomatis ada bosnya. Konotasi dari anak buah merupakan suatu konotasi negatif begitu juga dengan bosnya. Hal itu menunjukkan suatu pekerjaan yang bisa diatur oleh mereka bahwa bos adalah segalanya. Bos itu tidak pernah salah, bersih, dan orang yang paling kuasa. Yang bersalah adalah anak buahnya atau jika bosnya salah otomatis yang menjadi sasaran memang biasanya anak buahnya. Sepertinya kuasa hukum ini membangun anggapan masyarakat kepada Chairudin yang tidak baik, sebaliknya mencoba membangun anggapan terhadap Agusrin menjadi lebih baik, seperti pernyataan berikut.Kuasa Hukum berpendapat yang melakukan kejahatan korupsi adalah anak buah Agusrin, Kadispenda Bengkulu, Chairuddin yang sudah dihukum oleh PN Bengkulu. Dia menggunakan putusan Chairuddin sebagai penguat bahwa Majelis Hakim tidak menyatakan Agusrin sebagai pelaku bersama-sama Chairuddin dalam kejahatan itu. (nasional.inilah.com, 25 Januari 2011)Dukungan dari masyarakat pun bergulir terhadap pembenaran kasus Agusrin. Tidak ketinggalan pakar hukum dari Universitas Bengkulu ikut andil dalam kasus Agusrin. Sebagai orang yang mengerti hukum, dia menyikapi tindakan ini sebagai respon positif terhadap permasalahan yang melanda Agusrin M. Najamuddin. Kata sudah layak dari penyataannya mengimplikasikan bahwa hukuman yang akan diberikan bagi Agusrin sudah setimpal dengan pebuatan yang telah dia lakukan terhadap rakyat. Sepertinya Juanda di sini sangat memahami kondisi yang dikuasai dalam hal ini JPU agar lebih mengantispasi dalam memperkuat data dan fakta setiap sanksi yang diberikan, seperti pernyataan berikut.Pakar Hukum Tata Negara Universitas Bengkulu Prof Dr Juanda berharap hakim memutuskan perkara kasus Gubernur Bengkulu nonaktif Agusrin M Najamudin secara objektif. Juanda di Bengkulu, Jumat, menilai tuntutan 4,5 tahun kepada Agusrin dari jaksa penuntut umum

Page 13: Cerdas Berbahasa

(JPU) Sunarta pada sidang lanjutan Selasa (19/4) lalu sudah layak. (suarakarya-online.com, 23 April 2011).Kelayakkan Agusrin sebagai terdakwa tidak dapat menjadi jaminan karena ada pembelaan dari pengacaranya bagaimanpun alasannya tetap mempertahankan kliennya agar tidak dihukum dan didenda. Tuntutan dari JPU bukan tidak beralasan melainkan sesuai dengan fakta di lapangan, yaitu penjelasan dari saksi-saksi dan pengakuan langsung dari Agusrin. Apalagi dalam kasus ini ada sesuatu yang dikaburkan, seperti pada kutipan berikut.“Tuntutan dari versi JPU sudah layak Agusrin dikenakan penjara 4,5 tahun dan subsider Rp 500 juta namun pembelaan dari pengacaranya pasti berseberangan dan menyatakan kalauAgusrin tidak merugikan keuangan negara dan minta bebas demi hukum,” katanya. Ia mengatakan hakim memutuskan setelah mendengar tuntutan JPU dan pembelaan dari pengacara Agusrin. Ia menambahkan JPU hendaknya bisa meyakinkan hakim hingga dapat menjerat terdakwa dengan tuntutan 4,5 tahun. (suarakarya-online.com, 23 April 2011).Pernyataan …Jangan sampai pengacara lebih mampu…di sini mengimplikasikan bahwa JPU idealnya mempunyai kekuatan secara hukum dan lebih kuat dalam menetapkan berbagai keputusan. JPU sebenarnya lebih mempunyai kuasa dalam penegakkan hukum ini, tetapi segala sesuai tergantung kepada keputusan hakim di persidangan. Dalam hal ini JPU harus menyiasati dan memberikan berbagai alternatif untuk menjegal pihak penguasa, dalam hal ini Agusrin, agar tidak mencari jalan tengah atau memanipulasi hakim terhadap kasus yang dia hadapi. Dukungan dari masyarakat yang merasa dirugikan atas perilaku Agusrin sudah menuai titik temu walaupun keputusan itu belum tampak, seperti pada pernyataan berikut.“Jangan sampai pengacara lebih mampu dari JPU dalam meyakinkan hakim kalau Agusrin dianggap tidak bersalah, meskipun versi tuntuan jaksa agar terdakwa dihukum 4,5 tahun sudah maksimal,” kata dia. Bagi Prof Juanda, dalam memutuskan perkara bukan maksimal atau tidak tetapi pembuktian kebenarannya sehingga dapat dirasakan oleh semua pihak. Juanda menambahkan, tafsirannya bukan tuntutan maksimal atau tidak karena harus ada pembuktian yang benar dan dengan adanya pembelaan yang disampaikan oleh pengacara tersebut. “Vonis bebas bisa saja diberikan hakim karena alasan yang akan dikemukakan pengacara Agusrin tersebut jelas yaitu tidak adanya kerugian sebab sudah dikembalikan ke kas negara,” katanya. (suarakarya-online.com, 23 April 2011).Posisi hakim di sini memberikan kukuatan dan penentuan secara hukum terhadap kasus yang dialami Agusrin. Hakim harus memberikan dan menemukan keputusan yang bijak dari bukti dan pengakuan baik dari terdakwa maupun JPU. Namun sebaliknya, keraguan masyarakat terhadap kasus Agusrin terlihat dari pernyataan hakim harus benar-benar bisa memutuskan bersalah dengan bukti-bukti yang berasal dari keterangan saksi dihadirkan di persidangan sebelumnya mengimplikasikan bahwa pihak jurnalis/wartawan menyangsikan terhadap tindak tanduk hakim di Indonesia, apalgi terdakwa sebagai orang nomor satu di Provinsi Bengkulu dengan kekuasaannya, seperti pada pernyataan berikut..Dengan demikian hakim harus benar-benar bisa memutuskan bersalah dengan bukti-bukti yang berasal dari keterangan saksi dihadirkan di persidangan sebelumnya. Kalaupun nantinya ada pembelaan atau banding yang diajukan pihak terdakwa, putusan pidana harustetap ada, bisa saja nanti putusan akhir satu tahun atau dua tahun atau satu bulan. Namun, dilihat bukan seberapa besar hukuman yang diputuskan, tapi lebih kepada efek jera ditimbulkan dari putusan tersebut terbukti akan berdampak pada psikologisnya. (suarakarya-online.com, 23 April 2011).Kekhawatiran Juanda akan sikap dan kebijakan hakim terlihat dari pernyataan beliau bahwa hakim harus objketif dan memiliki kekuatan hukum. Jika memang hukuman dijatuhkankepada Agusrin, Agusrin akan terlihat beban psikologis. Jabatan yang diidamkan selama dua periode ini harus berakhir di tahanan sebagai tersangka hendaknya. Suatu keberhasilan yang luar biasa jika hal ini dapat disikapi dengan baik, seperti

Page 14: Cerdas Berbahasa

pernyataan berikut.“Dengan adanya kekuatan hukum tetap secara otomatis jabatan sebagai gubernur akan dicopot dan dari situlah beban psikologis akan muncul,” kata Juanda. Keputusan itu harus bisa diikuti dengan objektivitas hakim karena kalau benar bukti sudah cukup banyak, itulah seharusnya dijadikan acuan untuk menjebloskan orang nomor satu di Bengkulu tersebut. “Hakim juga mengetahui kalau kasus ini sangat besar untuk Provinsi Bengkulu sehingga pihaknya tidak bisa main-main dalam menanganinya,” kata Juanda. (suarakarya-online.com, 23 April 2011).Bagaimana suatu tindakan perlu disikapi dengan baik seperti yang dilakukan oleh pihak pengacara Agusrin. Usaha untuk memenagkan perkara ini terlihat dari pernyataanya bahwadakwaan terhadap kliennya tidak memiliki dasar yang kuat. Kekuatan dan kekuasaan pihakAgusrin mempertanyakan alat bukti dan petunjuk yang ditemukan oleh JPU dianggap lemah.Tarik-menarik perkara ini memperlihatkan akan kekuasaan dan kekuatan masing-masing. Kalau JPU kekuatannya pada data dan bukti, tetapi semua terkembali pada keputusan hakim. Sebaliknya, Agusrin sepertinya kekuatannya pada kekuasaannya sebagai orang nomor satu di Provinsi Bengkulu seolah tidak melakukan kesalahan. Keyakinan secara gambang dinyatakan Agusrin ini membuat kita bertanya-tanya sepertinya ada suatu permainan di balik ini semua, seperti pernyataan berikut.Kuasa hukum Gubernur Bengkulu nonaktif, Agusrin M Najamuddin, menyatakan dakwaan terhadap kliennya tidak memiliki dasar yang kuat. Alat bukti terhadap Agusrin dianggaplemah. “Jaksa hanya menyandarkan alat bukti pada alat bukti petunjuk. Menurut pendapatahli pidana Wirjono Projodikoro, alat bukti petunjuk merupakan alat bukti yang paling lemah,” ungkap kuasa hukum Agusrin, Martin Pongrekun, dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/4). (mediaindonesia.com, 26 April 2011).Keyakinan Agusrin terhadap kasusnya ini sebagai bentuk persaingan politik yang tidak sehat terhadap dirinya. Di sini Agusrin menganggap dirinya sebagai orang yang teraniaya atau memerlukan bentuk perhatian dari masyarakat sehingga pernyataannya sebagai kamuplase saja yang tidak beralasan, seperti pada kasus ini janggal dan dijadikan alat untuk menjegal dirinya untuk kembali mencalonkan diri sebagai gubernur Bengkulu. Pasalnya pemberitaan dirinya menjadi tersangka disebarluaskan dari rumah ke rumah di Bengkulu. Lalu terlihat juga dari pernyataan Agusrin bahwa dia mengemukakan bahwa dia tidak pernah diperiksa lalu tiba-tiba sudah dinyatakan sebagai tersangka, padahal kasus ini merupakan kasus kelanjutan dari kasus dipendagate I atau yang disebut kasus dispendagate jilid II. Pernytaan tersebut mencoba mencari simpati masyarakat dan ingin memggunakan kekuasaannya demi sebuah keadilan,seperti pada pernyataan berikut.Dalam pledoinya, Martin menegaskan menyatakan JPU tidak dapat membuktikan dakwaannya. Pasalnya semua bukti yang dijadikan dalil oleh JPU hanya mengacu pada alat bukti petunjuk. “Ahli pidana juga menyarankan untuk menghilangkan alat bukti petunjuk dihilangkan. Ini juga sesuai dengan pasal 188 ayat (3) KUHAP yang menyatakan menghindari alat bukti petunjuk,” paparnya. Salah satu alat bukti petunjuk yang lemah,lanjut Martin, terlihat pada hasil scaning tanda tangan kliennya yang terbukti palsu. Martin menuding JPU telah memanipulasi fakta persidangan. “Jadi tidak ada surat yang asli yang ditandatangani. Fakta ini tidak terbukti dalam persidangan. Jaksa memanipulir keterangan saksi Charudin (Kadispenda Pemprov Bengkulu). Terutama tanda tangan Terdakwa atas penerbitan rekening baru,” tegasnya. Sementara itu dalam pledoi pribadinya, Agusrin juga menyatakan kasus ini janggal dan dijadikan alat untuk menjegal dirinya untuk kembali mencalonkan diri sebagai gubernur Bengkulu. Pasalnya pemberitaan dirinya menjadi tersangka disebarluaskan dari rumah ke rumah di Bengkulu.“saya tidak pernah diperiksa lalu tiba-tiba sudah dinyatakan sebagai tersangka. Yang penting saya tersangka dulu, masalah terbukti atau tidak urusan belakangan. Ini hanya

Page 15: Cerdas Berbahasa

akal-akalan biar saya tidak bisa mencalonkan diri,” tegasnya. (mediaindonesia.com, 26 April 2011).Penyataan Agusrin sebagai orang yang terdakwa dengan gaya bicara yang diplomasinya merasa yakin betul bahwa tidak bersalah. Pernyataan “Apa salah kami, sampai hari ini kami tidak tahu. Kalau korupsi, apa yang kami korupsi. Kalau ada keuangan negara yang diambil, keuangan negara mana yang kami ambil,” mengimplikasikan terdakwa seolah tidaktahu dan berdalih terhadap setiap temuan kasus yang didapatkan oleh JPU. Bagaiman dengan scan-an tanda tangan, bagaimana dengan pembukaan rekening, mengapa Cahirudin berani melakukan itu? Dari sana masyarakat sebenarnya dapat menilai setiap apa yang dinyatakan kadangkala tidak berhubungan dengan kasus yang dia hadapai. Penrytaaan Agusrin ini merupakan pernyataan masih memosisikan dirinya sebagai orang yang berkuasadi Provinsi Bengkulu padahal dia tidak menyadari saat itu dia sebagai terdakwa yang perlu disikapi secara profesional dan tenang dari kasus-kasus yang ditemukan, seperti pernyataan berikut ini.Terdakwa kasus dugaan korupsi dana bagi hasil Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamuddin merasa dizalimi Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurutnya, sampai dengan ditetapkan sebagai tersangka dirinya tidak pernah diperiksa oleh Kajaksaan Agung. “Apasalah kami, sampai hari ini kami tidak tahu. Kalau korupsi, apa yang kami korupsi. Kalau ada keuangan negara yang diambil, keuangan negara mana yang kami ambil,” gugat Agusrin dalam pembelaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta. (detikNews, 26 April 2011)Pernyataan tidak ada kerugian negara oleh JPU menjadi bumerang bagi Agusrin. Tidak adanya kerugian negara di sini setelah diketahui oleh KPK dalam artian seandainya tidak diketahui otomatis uang tersebut tidak akan dikembalikan. Bagaimanapun mengambiltanpa sepengetahuan tetap harus diselesaikan secara hukum. Walaupun uangnya sudah dikembalikan. Di sinilah kesan politik penguasa yang sangat tidak baik, ketahuan bersalah mundur dari jabatan, ketahuan korupsi uangnya dikembalikan. Lalu bagaimana posisi hukum saat ini di Indonesia? Hukum begitu juga kalau tahu siapa dan keperluan apa status dari segi terdakwa menjadi ladang bagi mereka dalam mencari keuntungan. Di sinilah tampak hegemoni politik yang mereka gunakan. Seperti pada pernyataan berikut ini.Oleh karenanya, dia juga mengungkapkan terimakasih kepada Jaksa Penuntut Umum yang dalam tuntutannya mengakui bahwa dalam kasus Dispendagate ini tidak ada kerugian negara.”Terimakasih kepada Jaksa Penuntut Umum, karena Jaksa Penuntut Umum sudah mengakui tidak adanya kerugian negara,” terang gubernur non aktif ini. (detikNews, 26 April 2011).Agusrin dalam penjelasan terhadap kasusnya sepertinya menyadari bahwa pernyataannya selama ini berbelit-belit. Menurutnya dia sudah menjelakannya dengan gamblang. Agusrinlebih memfokuskan pada tidak adanya kerugian negara tanpa melihat mengapa dan bagaimana kerugian negara tidak mengalami kerugian. Seolah-olah masalah seperti itu biasa baginya, padalal secara hukum perlu adanya penggalian secara mendalam sebab dan akibat yang telah ditimbulkan dalam kasus tersebut. Pemakaian kami yang digunakan Agusrin seoalah ada keberpihakkan dia dengan kelompoknya yang proterhadap kasus yang beliau hadapi, kecuali konsep kami di sini tidak termasuk masyarakat yang kontra, JPU,dan Kejaksaan sebagai lawan dalam kasusnya.Sepertinya Agusrin sebagai penguasa sangat bijak dalam menyikapi kasus ini. Itu terbukti dengan ucapan terima kasih dari beliau atas pengakuan JPU bahwa dalam kasus Agusrin ini tidak mengalami kerugian negara. Pernyataan ini menjadikan jurus ampuh bagi Agusrin ketidakbersalahannya dalam kasus yang dia hadapi. Kerugian negara sepertiapa yang diinginkan oleh Agusrin di sini tidak begitu jelas. Bagaimana kasus yang sebenarnya tentu Agusrin dan orang-orang yang terlibat di dalamnya yang lebih tahu

Page 16: Cerdas Berbahasa

walaupun kata beliau dia pun telah menjelaskan secara gamblang setiap kasus di dalam sidang. Bagaimana dengan perilakunya sebelum adanya kerugian negara tersebut? Memang suatu delima dalam hal ini. Bagaimanapun suatu kesalahan tetap dianggap salah dan secara hukum itu ada sanksinya, seperti pernyataan kutipan berikut.Meski demikian, dirinya mengaku heran karena dengan tidak adanya kerugian negara tapi JPU masih menuntut selama empat setengah tahun penjara.”Kami tidak tahu juga dengan fakta-fakta itu kenapa kami dianggap, berbelit-belit dari mana dasarnya. Setiap persidangan kami menjelaskan dengan gamblang,” tutur Agusrin di depan ketua majelis hakim Syarifuddin. (detikNews, 26 April 2011)Keyakinan dan kekuatan Agusrin terhadap kasus yang dia alami menjadikan Agusrin menjadi sangat kuat dan percaya bahwa dia benar-benar tidak bersalah. Dia sampai yakinnya melakukan perekaman terhadap kasus yang dia alami dalam setiap sidang di kejaksaan. Pemakaian kata kami sebagai kelompok yang berkuasa pada dirinya merasa kelompoknya benar-benar memang tidak bersalah secara hukum. Agusrin sepertinya lebih asyik dengan substansi di luar sidang, di luar kasusnya, seperti perekaman. Perekaman ini apakah memang khsus momen sidang saat itu saja atau semua sidang direkamnya. Itu artinya kalau perekaman dilakukan hanya pada waktu sidang tertentu sepertinya ada sesuatu di balik perekaman itu, seperti dalam pernyataan berikut.Terkait dengan tuduhan dirinya terima uang, Agusrin membantah hal itu. “Bagaimana sayamenerima, tahu juga baru setelah kasus ini dibuka. Hal itu juga sudah dibantah sendirioleh Chairudin, dan yang katanya diberikan ke ajudan saya, itu juga sudah dibantah,” kisah Agusrin.Di akhir pledoinya, Agusrin menyerahkan rekaman sidang dari awal sampai dengan akhir kepada majelis hakim, agar majelis hakim memutuskan dengan seksama dengan berdasarkan pada fakta-fakta dipersidangan bukan karena opini-opini yang berkembang.”Seluruh kesaksian dan semua fakta yang diungkap dalam persidangan ini terekam dengan baik, untuk suatu hari nanti dapat dilihat anak cucu kami, agar mereka dapat melihat dengan jelas di fakta persidangan bahwa, kami Agusrin M Najamuddin tidak pernah melakukan korupsi seperti yang dituduhkan,” tutup Agusrin diujung persidangan. (detikNews, 26 April 2011).Kasus korupsi yang dialami Agusrin ini merupakan kelanjutan dari kasus yang telah dialami oleh Chairudin atau yang disebut kasus Dispendagate Jilid I. Itu artinya masihada hubungan dengan kasus sebelumnya sehingga disebut dengan kasus Dispendagste Jilid II secara otomatis kasus saat ini mempunyai hubungan terhadap kasus sebelumnya. Kesiapan JPU merasa yakin akan data dan saksi tanggapan JPU atas pembelaan Agusrin, tetapi karena sidang belum dilaksanakan JPU belum bisa menjelaskan seperti apa isi tanggapan JPU terhadap tanggapan pembelaan Agusrin, seperti kutipan pernyataan berikut.Sidang kasus dugaan korupsi dispendagate jilid II dengan terdakwa Gubernur Bengkulu nonaktif, H Agusrin M Najamudin ST ditunda oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat hingga 10 Mei. Adapun agendanya adalah pembacaan tanggapan tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) ataspembelaan Agusrin. ”Kita sekarang sedang mempersiapkan materi untuk penyampaian tanggapan JPU atas pledoi terdakwa,” ujar salah seorang anggota Tim JPU, Yeni Puspita SH. Apa saja tanggapan JPU itu? Sejauh ini Yeni Puspita belum bersedia membeberkan. “Yang jelas materinya sudah ada. Kini sedang kita susun bersama tim JPU lainnya,” katanya. (bengkuluekspress.com, 3 Mei 2011).Tersangka Agusrin dalam kasus ini sangat dilindungi oleh kuasa hukumnya. Ia sangat yakin Agusrin tidak bersalah. Agusrin merupakan korban penzaliman secara hukum. Korbanpenzaliman secara hukum ini mengimplikasikan bahwa ada seseorang atau kelompok yang ingin menjatuhkan Agusrin dengan kekuasaannya selama ini. Apalagi selama dua periode ini ia berhasil memenangkan dalam setiap pilkada. Tidak itu saja, ada orang yang mencoba mempermaikan hukum dalam kasus yang dihadapi Agusrin. Alasannya masih pada

Page 17: Cerdas Berbahasa

tidak adanya kerugian negara karena kalau yang bersalah sudah ada Chairudin yang sudahdihukum atas kasus tersebut. Itu pun, JPU bagi kuasa hukum Agusrin dianggap sudah memanipulasi keterangan Chairudin, seperti pada pernyataan berikut ini.Sebelumnya, dalam sidang pembelaan, kuasa hukum Agusrin, Marthen Pongrekun SH mengungkapkan bahwa kliennya telah menjadi korban penzaliman secara hukum. Apalagi sampai ditetapkan sebagai tersangka, Agusrin samasekali tidak pernah diperiksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). “Apa salah klien kami. Sampai hari ini klein kami tidak tahu. Kalau korupsi, apa yang klein kami korupsi? Kalau ada keuangan negara yang diambil, keuangan negara mana yang klien kami ambil?” gugat Marthen. Dikatakan Marthen, JPU juga dinilai telah memanipulasi keterangan saksi, mantan Kadispenda Provinsi Drs Chairuddin.”Tuntutan JPU tak memiliki dasar dan tak sesuai dengan fakta persidangan. JPU juga terkesan memanipulasi keterangan saksi, Chairudin.”, katanya. (bengkuluekspress.com, 3 Mei 2011).Kekuasaan terdakwa dalam hal ini Agusrin sangat yakin dengan kesaksian Chairudin bahwatanda tangan Agusrin diplasukan sehingga yang bersalah dalam hal ini jelas Cahirudin. Jadi, kata kuasa hukumnya tidak memberi rasa keadilan jika Agusrin dituntut 4,5 tahun penjara dan 500 juta denda. Kuasa hukum menyatakan tidak memberi rasa keadilan, itu artinya ada keadilan yang seprti yang diharapkan daintaranya bebas atau tetap dihukum,tetapi dengan masa waktu tertentu atau lebih ringan. Konsep keadilan sebagai orang yang berkasus atau konsep keadilan sebagai orang yang berkuasa yang ingin ditawarkan oleh pengacaranya terhadap Agusrin. Sungguh ironis jika memang demikian, seperti penggalan pernyataan berikut.Dia menegaskan, tuntutan JPU, 4,5 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta tidak memberirasa keadilan. “Fakta dipersidangan, Chairudin pada persidangan sebelumnya mengaku tanda tangan terdakwa dipalsukan. Tak ada surat yang asli ditandatangani terdakwa,” jelasnya. (bengkuluekspress.com, 3 Mei 2011).Menerima uang secara langsung yang tidak dia lakukan atau menerima secara rekining yang tidak dia lakukan, tetapi dalam hal ini dia membantah bahwa terdakwa tidak menerima uang apa-apa dari Chairudin. Keluguan atau adanya usaha untuk menutupi setiapkasus yang dia lakukan bahwa Agusrin tahu kasus yang dia hadaapi setelah sidang dibukaatau dari keterangan saksi-saksinya. Bagiamana dengan pembukaan rekening? Apakah itu tidak menrima dalam bentuk uang? Seperti dalam penggalan dialog berikut.Terkait dengan tuduhan dirinya terima uang, Agusrin membantah hal itu. “Bagaimana sayamenerima, tahu juga baru setelah kasus ini dibuka. Hal itu juga sudah dibantah sendirioleh Chairudin, dan yang katanya diberikan ke ajudan saya, itu juga sudah dibantah,” kisah Agusrin. (bengkuluekspress.com, 3 Mei 2011).Ketika Agusrin sebagai gubernur nonaktif Provinsi Bengkulu menjadi terdakwa, Sultan B.Najamudin memberikan sikap terhadap kasus yang dihadapi kakanya. Sikap positif yang diberikan Sultan memberikan kekuatan tersendiri bagi Agusrin. Dia yakin kakaknya sangat siap menghadapi setiap sidang yang dilakukan dalam kasus Dispendagate II. Ketepatan waktu dalam sidang membuktikan bahwa Agusrin juga proaktif dalam setiap sidang yang diadakan, seperti dalam penggalan kutipan berikut.Anggota DPD RI Sultan B Najamudin yang juga merupakan adik kandung Gubernur Bengkulu non aktif H Agusrin M Najamudin ST menegaskan kakaknya sangat siap menghadapi sidang Dispendagate II. Bahkan kakaknya selalu datang tepat waktu. (bengkuluekspress.com, 10 Mei 2011)Dalam sidang yang diselenggarakan, Agusrin terlihat rileks. Persoalan hukum sudah diserahkan dengan kuasa hukumnya. Sultan sepertinya juga memahami kasus yang dialami oleh kakaknya. Hal itu terlihat ketika Sultan meminta kepada orang-orang yang kontra terhadap Agusrin agar tidak memojokknnya karena bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Hal-hal tidak diinginkan mengimplikasikan dampak yang tidak baik jika Agusrin memenangkan dalam kasus ini. Secara otomatis orang-orang yang berseberangan

Page 18: Cerdas Berbahasa

akan menjadi tekanan bagi pihak penguasa dalam ini masa pemerintahannya. Kata-kata adiknya, Sultan, ini sepertinya juga sangat bijak dalam menghadapi kasus yang dialmai kakaknya. Bagaimanapun secara kekluargaan adiknya secara otomatis akan membela kakaknya. Hal ini terlihat bahwa keluarganya sudah tenang setiap mendengar isu-isu ynag tidak sedap yang ditujuan kepada Agusrin ataupun keluarganya. Selain itu, dia dankeluarganya selalu berdoa untuk kebebasan Agusrin, seperti dalam penggalan berikut ini.“Agusrin tampak rileks dalam menghadapi persidangan. Apalagi seluruh persoalan hukum sudah diserahkan kepada kuasa hukum,” ujar Sultan. Dikatakan Sultan, keluarga Najamuddin saat ini juga sudah bisa tenang menghadapi isu-isu yang tak sedap. Hanya saja dia meminta juga pihak -pihak yang selama ini berseberangan untuk tak terus memojokkan. Soalnya hal itu bisa memicu hal-hal yang tak diinginkan.“Keluarga Alhamdulillah bisa tenang. Kita juga terus berdoa untuk Agusrin,” kata Sultan. (bengkuluekspress.com, 10 Mei 2011).Bukan saja pengacara, Agusrin, atau kelompok yang berpihak kepadanya, tetapi juga adiknya, Sultan, sangat yakin dalam kasus Dispendagate ini Agusrin akan bebas murni. Kekuasaan akan sikap ini diperkuat dari sikap kedelapan saksi yang tidak ada mengaitkan dengan kasus Dispendagate II. Hanya mantan Kadispenda Provinsi Chaiuddin saja yang memojokkan, tetapi beliau mengakui menscan tandanganan gubernur. Jika hal ini tidak ada intrik politik, Sultan yakin Agusrin akan bebas. Kata intrik mengimplikasikan bahawa ada sesorang atau kelompok orang yang menginginkan jatuhnya Agusrin atau menginginkan Agusrin agar tetap ditahan. Hal tersebut bisa dilakukan dalam bentuk kabar bohong yang disebarkan agar dapat menjatuhkan lawan. Lawan di sini artinya Agusrin melawan JPU atau rakyat yang pro terhadap kebenaran hukum. Seolah di sini apa yang diputuskan di kejaksaan oleh JPU tidak sesaui dengan realita yang dialami kakaknya, seperti kutipan berikut ini.Di sisi lain, Sultan yang terus mengikuti persidangan Agusrin menyakini jika sidang ini tanpa intrik, hakim dan JPU objektif, dia optimis Agusrin akan bebas murni. Apalagi sudah 8 saksi yang diajukan, semuanya tak pernah mengaitkan Gubernur dengan kasus Dispendagate II. Hanya mantan Kadispenda Provinsi Chairuddin saja yang memojokkan. Tapi dalam persidangan, Chairuddin mengakui kalau menscan tanda tangan Gubernur.“Harapan kita sidang ini berlangsung fair dan objektif. Tanpa ada intrik politik. Soalnya saat ini nuansa politis sangat kental tercium,” ujar Sultan. (bengkuluekspress.com, 10 Mei 2011).Agusrin sebagai penguasa atau gubernur nonaktif walaupun sebagaai terdakwa masih tidaklupa terhadap peran dan tanggung jawabnya terhadap roda pemerintahan. Himbauan terhadap pejabat pemrov agar tetap fokus pada pekerjaan sehingga pemerintahan tetap berjalan dengan baik. Bukan itu saja, dia menghimbau kepada pihak keluarga dan rakyat yang pro terhadap Agusrin agar tetap tenag. Hal ini terlihat bahwa Agusrin walaupun sebagai terdakwa, tetapi tetap menggunakan wewenangnya sebagai orang nomor satu di Provinsi Bengkulu, seperti kutipan berikut ini.Sebelumnya Agusrin sendiri mengimbau pejabat Pemprov untuk tetap fokus dengan pekerjaan. Sehingga roda pemerintahan tetap berjalan dengan baik. Selain itu, dia jugameminta keluarga Najamuddin dan pendukung Agusrin untuk tetap tenang. Tak reaktif terhadap isu-isu yang tak sedap terkait proses persidangan. (bengkuluekspress.com, 10 Mei 2011).Kata konspirasi merupakan eufimisme dari kata komplotan atau persengkololan. Penghalusan kata tersebut mengimplikasikan bahwa jika diketahui secara umum, pernyataan tersebut akan menimbulkan ketidakwajaran. Namun, hal ini diharapkan hanya dapat dipahami oleh orang-orang tertentu atau kelompok tertentu saja. Apalagi ada katatingkat tingginya, menandakan hal itu terjadi pada orang-orang yang andil dalam

Page 19: Cerdas Berbahasa

penentuan kebijakan, seperti petinggi, kejasaan, pengacara, atau orang-orang politik saja. Sungguh berani dan dramatis jika memang hal itu benar-benar terjadi, seperti pada kata konspirasi politik tingkat tinggi yang sengaja ingin menghancurkan karir politik Agusrin. Kekuatan dan kesigapan Agusrin dan kelompoknya perlu disikapai denganbaik jika hal ini benar ataau hanya sebagai intervensi publik dalam menarik simpati masyarakat, seperti kutipan pernyataan berikut.Sementara itu, pihak keluarga dan pendukung Agusrin sendiri meyakini jika tak ada konspirasi politik tingkat tinggi, mereka optimis Agusrin akan bebas. Soalnya Agusrin tak pernah menilep uang negara dalam dalam kasus Dispendagate II. “Yang kita khawatirkan bukan persidangan. Tapi konspirasi politik tingkat tinggi yang sengaja ingin menghancurkan karir politik Agusrin,” ungkap salah seorang anggota keluarga Najamuddin tak mau disebutkan namanya. (bengkuluekspress.com, 10 Mei 2011)JPU akan mengadakan kasasi jika Agusrin bebas, tetapi sebaliknya jika Agusrin terbuktimelakukannya atau dihukum maka kuasa hukum Agusrin akan mengajukan banding. Perseteruan di sini sangat kuat. Semua berpihak pada pembenaran sehingga yang benarpunmenjadi kabur.Dia juga memastikan akan mengajukan banding jika nantinya Agusrin tidak divonis bebas.Begitupun jika nantinya jaksa tidak puas dengan putusan hakim dan mengajukan banding. “Sudah pasti itu. Kami akan mengajukan banding dan meminta vonis bebas pada hakim. Kalau jaksanya yang banding, kami juga siap melayani. Kami siap membuat memori kasasi.”, tegas Marten Pongrekun, ketika dihubungi kemarin. (RB, 23 Mei 2011).Pengggunaan bahasa bukan untuk menyatakan ide, pendapat dan pikirannya, tetapi juga untuk menyembunyikan ide, pendpat, dan pikirannya. Dibalik itu semua terdapat kepentingan-kepentingan yang harus diamankan, seperti pada pernyataan pihak keluarga dalam hal ini dilakukan oleh Sultan. Dia sangat hati-hati dalam mengemukakan ide dan pikirannya terhadap kasus yang menimpa kakaknya. Sultan mengemukakan pendapat yang sesuai dengan keputusan jaksa dalam persidangan. Tidak ada penambahan argumen yang berusaha menggali kasus ysang menimpa kakanya mala bersifat penegasan saja. Kesiapan dan kesabaran menjadikan dorongan yang kuat dalam mengentaskan kasus yang menimpa kakaknya. Cara yang tepat dilakukan oleh pihak keluarga salam rangka mencari keamanan dan berusaha netra setiap perkembangan kasus yang ada. Sabar dan berdoa dalam setiap menerima keputusan itulah yang dapat dilakukannya, seperti pada penggalan pernytaan berikut.“Sesuai dengan fakta hukum di persidangan, kami yakin sekali beliau (Agusrin) tidak bersalah sama sekali. Apapun hasilnya nanti insya Allah keluarga siap,” tutur Sultan yang saat dihubungi tengah berada di Berlin, Jerman untuk menghadiri pertemuan parlemen.“Bagi kami, kebenaran tetap kebenaran dan tidak akan tertukar yang benar dengan yang salah. Keluarga yakin Allah akan menunjukkan kebenaran. Sampai sekarang keluarga nggak tahu hakim akan memutuskan apa. Kami semua pasrah dan berdoa,” imbuhnya. (RB, 23 Mei 2011).Kehati-hatian JPU dalam rangka mencari titik aman dalam setiap kasus yang ditemukan menjadikan JPU tidak bisa berbuat mendahului keputusan jaksa. JPU sangat percaya dengan keputusan jaksa. Hal ini seolah-oloah JPU kurang percaya dengan temuan yang dilakukannya. Kebenaran JPU akalau tetap benar memang harus diperjuangkan dengan jaksabukan semua dikembalikan kepada jaksa. Seolah apa yang ditemukan dan akan dilakukan menjadi kurang bernilai dimata JPU dan masyarakat. Berkoordinasi dengan pimpinan mungkin itulah kata yang bijak untuk menetralkan keadaan. Kata berkoordinasi merupakankata penghalusan makna seolah setiap kasus tidak mempunyai kekuatan apa-apa kalau belum adanya koordinasi dengan pimpinan. Hal itu mengimplikasikan bahwa setiap keputusan perlu ada persetujuan dari orang yang berkuasa di antara yang kuasa. Hal inisepertinya tidak bagi terdakwa ada sesuatu yang disembunyikan, tetapi dari JPU adanya sesuatau yang tersebunyi dibalik setiap keputusan, seperti pada penggalan pernyataan

Page 20: Cerdas Berbahasa

berikut.“Belum mau berandai-andai. Tapi JPU diberi kesempatan mengajukan keberatan atas putusan hakim melalui banding atau kasasi. Umumnya, jika suatu terdakwa divonis bersalah yang intinya menyatakan dakwaan JPU terbukti dan dihukum jauh lebih rendah dari tuntutan, JPU bisa menyatakan banding. Kemungkinan itu yang akan kami lakukan, banding dan ajukan kasasi dengan berkoordinasi dengan pimpinan,” kata Yeni. (RB, 23 Mei 2011)Kegigihan dan keyakinan JPU patut menjadi acungan jempol dengan mengungkap kasus demi kasus Agusrin. JPU yakin betul bahwa Agusrin bersalah dan terbukti melakukan pelanggaran hukum. Kemungkinan banding dan kasasi akan tetap dilakukan pihak JPU, tetapi di ujung pernyataannya mengmpilkasikan JPU lebih menghargai putusan hakim daripada kebenaran fakta yang ada, seperti pernyataan berikut ini.‘’Kami sendiri optimis terdakwa (Agusrin) bersalah. Artinya dalam vonis hakimpun kami yakin terdakwa dinyatakan bersalah. Silahkan saja terdakwa dan penasihat hukumnya berpendapat sebaliknya. Jika vonisnya terbukti bersalah, tinggal lihat hukumannya. Jika menurut kami belum memenuhi rasa keadilan, tentu saja kami akan banding. Begitu juga kalau dinyatakan bebas, kami akan kasasi sebagai upaya hukum lebih tingi. Namun kami tetap menghargai apapun putusan hakim,’’ ujar Yeni kepada RB. (RB, 23 Mei 2011)Terdakwa telah menyetujui dan menandatangani surat pemberitahuan pembukaan rekening untuk dana bagi hasil PBB dan BHPT …Pernyataan itulah salah satu yang menjadi tumpuan JPU sehingga dia merasa yakin bahwa Agusrin memang bersalah ditambah lagi keterangan-keterangan saksi di persidangan. Keyakinan antaraa kelompok terdakwa dengan JPU menjadikan akan keprcayaan dan keyakinan masyarakat pada kelompok tertentu. Sehingga masyarakat kadangkala mengalami kekeliruan, ketidakmampuan, dan ketidak tepatan dalam menafsirkan bahasa politik yaang dihasilkan oleh kedua kelompok ini, seperti pada penggalan paragraf berikut ini.‘’Sebenarnya permasalahan menyatakan seseorang bersalah atau tidak memang sudah menjadi kewenangan hakim dalam persidangan. Namun sebagai penuntut, menurut kami, terdakwa jelas terlibat dan besalah dalam perkara ini. Tentunya kami tidak sembarang menuntut, semuanya didukung keterangan saksi, bukti dan fakta di persidangan. Dimana, terdakwa telah menyetujui dan menandatangani surat pemberitahuan pembukaan rekening untuk dana bagi hasil PBB dan BPHTB,’’ pungkas Yeni. (RB, 23 Mei 2011)Kami tidak ingin berandai-andai….merupakan pernyataaan penggunaan bahasa berkonotasi netral dan objektif. Pernyataan itu menjdai bijak dan sederhana dalam pemahaman masyarakat tanpa adanya pernyataan tersebut sebenarnya masyarakat awam sudah bisa memahami kalau demikian jawabannya. Dengan demikian, pernyataan itu akan kurang memengaruhi masyarakat dalam mencari dukungan, seperti dalam pernyatan berikut ini.‘’Ya, kita lihat saja apa isi dalam putusan hakim nanti. Kami juga tidak ingin berandai-andai. Lebih baik kita bicara yang pasti-pasti saja. Jika sudah jelas apa isiputusan nanti, tentu kami bisa menyatakan apa langkah yang akan kami tempuh selanjutnya,’’ demikian Yeni. (RB, 23 Mei 2011)Pernyataan…akhirnya menjatuhkan vonis bebas murni merupakan akhir sebuah perjalanan panjang dalam penyelesaian kasus Agusrin. Akhirnya Agusrin M. Najamuddin diputuskan bebas murni dai segala tuntuannya tanggal 24 Mei 2011. Namun, perjuangan tidak sampai disitu saja JPU memastikan mengajukan kasasi terhadap putusan hakim PN Jakarta seseuaidengan pernyataan JPU pada kasus-kasus kemungkinan sebalumnya. Kemenangan di sini ada pada keputusan hakim belum pada JPU maupun pihak terdakwa, seperti pada penggalan pernyataan berikut ini.Tuntas sudah perjalanan panjang sidang Dispendagate Jilid II yang menyeret Gubernur Bengkulu (nonaktif) H. Agusrin M Najamudin, ST sebagai terdakwa. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dalam sidang yang digelar Selasa (24/5) kemarin akhirnya menjatuhkan vonis bebas murni terhadap Agusrin. Atas putusan ini, Jaksa

Page 21: Cerdas Berbahasa

Penuntut Umum (JPU) memastikan mengajukan kasasi. (RB, 25 Mei 2011)Keputusan seperti di bawah inilah sepertinya yang ditunggu oleh JPU dalam setiap kasusyang ada. Ketidakberdayaan JPU mejadikan JPU seharusnya lebih siap lagi dalam memperjuangan setiap bukti dan keputusan yang ada. JPU harus lebih ekstra lagi mengambil keputusan dan kebijakan untuk kasasi karena bagaimanpun terdakwa sudah dinyatakan tidak bersalah yang secara hukum sudah sah, seperti pada pernyataan berikut.“Mengadili, menyatakan, terdakwa Agusrin tidak terbukti secara sah dan tidak meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Membebaskan Agusrin dari dakwaan primer dan sekunder,” tegas Ketua Majelis Hakim, Syarifudin saat membacakan putusannya. (RB, 25 Mei 2011)Keyakinan JPU terhadap kasasi nantinya bahwa Agusrin tidak akan bebas murni seperi keputusan saat itu. Pernyataan itu seolah mengimplikasikan sebagai obat penyegaran bagi masyarakat atau JPU sendiri karena dari bukti yang ada dalam perjalanan sidang selama ini JPU tidak bisa berbuat banyak apalagi dalam sidang-sidang selanjutnya. Hegemoni kekuasaan di sini terlihat bahwa yang berkuasa itulah yang mempunyai hak mutlak dalam mengambil keputusan walau kadangkala di luar logika manusia, seperti dalam pernyataan berikut ini.“Kami menghormati putusan hakim. Tapi kami masih punya hak mengajukan upaya hukum kasasi. Kami yakin Agusrin tidak bebas murni,” tukas Zuhandi. (RB, 25 Mei 2011)Celah temuan yang membuat terdakwa bebas dari tahanan menjadikan kekuatan hukum yang membebaskan terdakwa dari sega tuduhan. Terdakwa tidak terbukti penggunaan uang untuk kepentingan pribadi dan begitu juga penggunaan uang untuk membeli travel. Selian itu, Agusrin tidak terbukti menyalahgunakan wewenang sebagai gubernur, seperti dalam pernyataan berikut ini.Sisanya senilai Rp 7,17 miliar yang dituding digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa tidak terbukti. Begitu juga dengan penggunaan uang untuk membeli travel cek sebanyak 200 lembar senilai Rp 2 miliar. Selain itu menurut Syarifuddin, Agusrin juga tidak terbukti menyalahgunakan wewenang sebagai gubernur. Soalnya perbuatan Chairuddinmurni inisiatif sendiri. Hal tersebut diakui Chairuddin saat menjadi saksi dalam sidang Agusrin beberapa waktu lalu. (RB, 25 Mei 2011).Kuasa hukum Agusrin merasa yakin dengan keputusan yang telah diambil dan diperjuangan selama ini. Keputusan hakim sudah tepat yang tiak memberatkan Agusrin dipersidangan. Keyakinan kuasa hukum Agusrin mampu akan mengajukan kontra memori kasasi jika hal itu dilakukan kasasi oleh JPU. Pergolakan sengit hegemoni di sini terlihat pada posisi pembenaran. Posisi JPU berada pada posisi yang kuat secara fakta, sedangkan kuasa hukum Agusrin kuat juga kuat secara fakta. Selain itu juga kuasa hukum Agusrin juga kuat secara kekuasaan yang menentukan kebijakan. Hal inilah yang akan berpengaruh kuatterhadap keputusan selanjutnya jika akan dilakukan kasasi oleh JPU, seperti pada penggalan pernyataan berikut ini.Sementara itu, kuasa hukum Agusrin, Marten Pongrekun menyatakan putusan hakim sudah tepat. Menurunya, tidak ada fakta yang memberatkan Agusrin di persidangan. “Putusan majelis hakim PN Jakpus bukan putusan asal-asalan. Kami siap mengajukan kontra memori kasasi,” kata dia. (RB, 25 Mei 2011)Kesiapan JPU melakukan kasasi menambah keyakinan yang memerlukan kekuatan dari segala elemen masyarakat yang proterhadak pembenaran hukum. Kami digunakan oleh JPU mengmplikasikan kami pada kelompok JPU yang berseberangan dengan kelompok Agusrin termasuk di sini kajati. Perjuangan antarkelompok di sini terlihat penggunaan kami baik kelompok Agusrin maupun kelompok JPU mengisyaratkan bahwa perjuanagn ini dua kelompok besar yang menjunjung pada konsep pembenaran setiap kasus yang ada, seperti pernyataan berikut ini.Sementara itu, menyikapi vonis bebas Agusrin, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yeni

Page 22: Cerdas Berbahasa

Puspita, SH, MH menyatakan siap mengajukan kasasi. Namun tidak dilakukannya langsung usai vonis dibacakan. Melainkan pikir-pikir dahulu dengan tenggat waktu 7 hari. ‘’Tentunya kami akan berkoordinasi dulu dengan pimpinan (Kajati, red) untuk menentukanlangkah selanjutnya. Walaupun secara hukum, kami pasti kasasi,’’ ujar Yeni kepada RB. (RB, 25 Mei 2011) (RB, 25 Mei 2011)Keengganan berkomentar dalam setiap keptusan yang ada sebagai jalan aman setiap permasalahan begitu juga rasa hormat terhadap keputusan dalam setiap persidangan. Hal itulah yang sering dilakukan oleh anggota JPU. Pernyataan ini diharapkan dapat menjangkau semua lapisan masyarakat. Bahasa tersebut memberikan tempat yang strategis dalam bidang politik sebagai fungsi regulatif yang sangkat komplek, seperti dalam pernyataan berikut ini.Disentil terkait pertimbangan hakim yang meringankan Agusrin sehingga berani memvonis bebas, Yeni enggan berkomentar panjang. Ia hanya menyatakan bahwa putusan ini belum memenuhi rasa keadilan. Namun sebagai aparat hukum, ia sangat menghargai apa yang menjadi putusan majelis hakim. ‘’Kalau pertimbangannya masalah kerugian negara sudah dikembalikan, menurut kami itu tidak menghapus perbuatan melawan hukumnya,’’ pungkas Yeni. (RB, 25 Mei 2011)Pernyataan yang kuat meyakinkan JPU bahawa Agusri memang bersalah ada pada adanya tanda tangan asli Agusrin dalam pembukaan rekening baru untuk pengalihan dana bagi hasil. Hal ini sangat kontra dengan pernyataan terdakwa yang baru tahu dan ketidaktahuannya seoalah menutupi fakta yang ada. Yang menjadi pertanyaan jika hal itubenar, mengapa Agusrin tetap juga bebas. Sepertinya ada pembalikan fakta dari kelompokAgusrin pada pernyataan semula adanya mafia hukum. Atau sebaliknya sebenarnya siapa yang menjadi lakon dalam mafia hukum sebenarnya. Sungguh hukum yang luar biasa bagi tumpuan semua orang dalam pembuktian pembenaran, seperti dalam pernyataan berikut.‘’Justru dari keterangan saksi-saksi itulah terungkap ada tandatangan asli Agusrin dalam surat pemberitahuan pembukaan rekening baru untuk pengalihan dana bagi hasil. Artinya Agusrin itu bukan hanya sekadar tahu, melainkan menyetujui pengalihan itu,’’ pungkas Yeni. (RB, 25 Mei 2011)Pernyataan kelompok JPU akan membentuk idelogi tertentu dalam pengentasan kasus yang ada. Higemoni pun akan terlihat jelas bahwa kekuasaan ada pada Kejati dan Makamah Agung, padahal JPU harus mempunyai kekuasaan dan kekuatan yang lebih terhadap setiap kasus yang ditemukan. Usaha dan upaya JPU patut menjadikan jiwa penyemangat bagi masyarakat yang proterhadap pembenaran publik terhadap kasasi nantinya, seperti dalam pernyataan berikut.“Tujuan kami datang ke Kejati nanti tentunya mempertanyakan langsung mengapa Agusrin bisa bebas. Dan yang paling penting meminta pihak JPU untuk melakukan kasasi ke Makamah Agung. Kami akan giring terus hingga kasasi ke Makamah Agung,” tandas Sony. (RB, 25 Mei 2011)Kelompok JPU sebenarnya merupakan kelompok yang kuat dengan masyarakat luas sebagai pendukungnya. Berbeda dengan terdakwa yang hanya mengandalkan kuasa hukumnya. JPU mempunyai peluang besar dalam kemenangan saat kasasi nantinya, tetapi sebaliknya seperti diutarakan di awal dimungkinkan adanya mafia hukum, konspirasi hukum, dan penzaliman hukum. Masyarakat sebenarnya bisa mencerna siapa yang bermain di balik semua ini. Anggota JPU yang merasa yakin memenangkan dalam kasasi nantinya bukan saja Yeni Puspita, tetapi Sony juga sangat berharap vonis bersalah akan berlaku pada Agusrin, seperti pernyataan berikut ini.“Kami sangat berharap dalam putusan kasasi nanti memvonis Agusrin bersalah,” tandas Sony. (RB, 25 Mei 2011)Berbagai reaksi masyarakat terhadap keputusan hakim atas bebasnya Agusrin. Menjadikan kasus ini makin memanas. Adanya kelompok-kelompok yang mendukung Agusrin dan ada juga kelompok yang proterhadap keputusan agar hukuman dijatuhkan kepada Agusrin (JPU).

Page 23: Cerdas Berbahasa

Berbagai bentuk rekasi masyarakat baik mahasiswa maupun masyarakat umum, misalnya mahasiswa akan tetap berjuang akan menggiring Agusrin sampai pada kasasi dan memvonis bersalah. Hegemoni dibentuk sebenarnya dari masyarakat dan oleh masyarakat sendiri. Masyarakat seharusnya banyak belajar darai fenomena yang ada. Apa yang ditentukan hariini akan berdampak pada dikemudian hari. Masyarakat janganlah berpikiran sesaat dan mementingkan kelompok tanpa memikirkan ke depan demi kemajuan dan kemaslahatan orang banyak pimpinan yang ada atau kekuasaan yang ada saat ini merupakan cerminan dari masyarakatnya secara umumnya.Permasalahan semakin lebih kompleks ketika kasus Syarifudin sebagai jaksa tertangkap tangan oleh KPU dalam kasus suap. KPK resmi menetapkan Syarifuddin sebagai tersangka Kamis (2/6), pukul 14.00 WIB atau setelah 20 jam menjalani pemeriksaan. Hakim bertubuhgempal itu diringkus di rumahnya Rabu (1/6) pukul 22.15 WIB. Dari rumahnya, penyidik menyita uang tunai Rp392 juta, 116.128 dolar Amerika, 245 ribu dollar Singapura, sertabelasan ribu uang Kamboja dan Yen. Kasus itu akhirnya dihubung-hubungkan dengan kasus bebasnya Agusrin dari tuduhan kasus korupsi oleh kejaksaan, Syarifudin. Kasus ini secara kebetulan atau memang masih ada hubungan kasus yang dialami Agusrin dengan kasus suap oleh PT Sky Camping Indonesia (PT SCI). Hal tersebut disinyalir sebagai uang persahabatan. Uang persahabatan atau disebut juga uang sebagai ucapan terima kasih. Apapun namanya hal tersebut merupakan bentuk penghalusan bahasa atau eufimisme kaum hegemoni dalam hal ini penyuap dan penerima suap untuk mempertahankan dan memperlancar kasusnya. Kalau memang sebagai ucapan terima kasih, tidak mungkin uang tersebut diberikan sebanyak itu atau hal yang sudah biasa dalam kasus di kejaksaan. Hal yang tidak kalah pentingya sehubungan dengan kasus ini bahwa tim ICW telah menemukan kejanggalan dalam kasus Agusrin. Terbukti atau tidaknya Agusrin, tetapi kejanggalan itu ada dua belas pokok kejanggalan yang patut dipertanyakan.C. S i m p u l a nBahasa politik merupakan kajian kritis yang sifatnya tekstual. Dalam masyarakat terdapat realitas-realitas bahasa yang harus dihampiri secara kritis tidak dengan pendekatan struktural. Pendekatan ini tidak akan cukup mampu mengungkap makna dibalik fenomena bahasa. Terlebih, pendekatan kritis mensyaratkan terjadinya interdisipliner dalam melakukan kajian. Bagaimanapun untuk menggali ideologi yang tersimpan dibalik simbol-simbol bahasa perlu dilakukan secara intens dan komprehensif. Berdasarkan uraian di atas terdapat uraian makna-makna dalam dibandingkan simbol-simbol luar bahasa karena bahasa sudah masuk pada wilayah-wilayah nonlinguistik. Bahasa tidak hanya sebagai bahasa, tetapi telah berubah sesuai keberfungsian dan kebermaknaan pemakaiannya. Dalam bahasa politik, keberfungsian dan kebermaknaan itu tampak secara terang. Bahasa menyimpan kepentingan-kepentingan di luar sebagai simbol komunikasi manusia.Hegemoni bahasa politik yang digunakan dalam penjelasan di atas lebih mengacu kepada pemakaian bahasa oleh agen pemerintah dengan tidak mengabaikan agen partai politik dalam menggerakan masyarakat banyak sehingga termuat ideologi dan kekuasaan untuk mencapai maskud-maksud atau tujuan politik tertentu terhadap kasus yang dialami Agsurin M. Najamuddin. Bentuk hegemoni bahasa politik yang digunakan, yaitu, efimisme,sarat makna ideologis, dan propaganda. JPU sebagai kelompok yang dikuasai lebih netraldan objektif dalam mengambil keputusan terhadap bahasa yang digunakan.Daftar PustakaAdiputri, Novi Christiastuti. 2010. “Kejaksaan Segera Limpahkan Berkas Korupsi Gubernur Bengkulu ke Pengadilan” http://www.detiknews.com/read/2010/12/02/203949/1508001/10/kejaksaan-segera-limpahkan-berkas-korupsi-gubernur-bengkulu-ke-pengadilan. Bandung, 15 Mei 2011.Alwasilah, A. Chaedar. 1994. “Bahasa dan Kemerdekaan”. Artikel Kompas, 29 Agustus 1994.

Page 24: Cerdas Berbahasa

Andriani, Santi. 2011. ”Lagi, Orang Agusrin Bakal Disingkirkan” http://nasional.inilah.com/read/detail/1176132/gayus-disebut-sebut-di-sidang-agusrin. Bandung, 15 Mei 2011Antaranews.com.2010. ”Agusrin Disidangkan 10 Januari 2011”. http://www.antaranews.com/berita/1293527363/agusrin-disidangkan-10-januari-2011. Bandung, 15 Mei 2011._________. 2010. ”Mendagri: Agusrin Nonaktif Jika Jadi Terdakwa”. http://www.antaranews.com/berita/1291035932/mendagri-agusrin-nonaktif-jika-jadi-terdakwa. Bandung, 15 Mei 2011.Anwar, Rosihan. 1991. Bahasa Jurnalistik dan Komposisi. Jakarta: PT Pradnya Paramita.Beard, A. 2000. The Language of Politic. London:Routedge.Bengkuluekspress. 2011. “Sakit, Majelis Hakim Stop Sidang Agusrin”. http://bengkuluekspress.com/?p=1492. Bandung, 15 Mei 2011._________ . 2011. “3 Saksi Beberkan Pencairan Uang di Bank” http://bengkuluekspress.com/?p=2645. Bandung, 15 Mei 2011._________. 2011. ”Sultan: Sidang Tanpa Intrik, Agusrin Bebas”. http://bengkuluekspress.com/?p=1023. Bandung, 15 Mei 2011.¬¬¬¬¬¬¬¬¬_________. 2011. ”Sidang Agusrin 10 Mei, Tim JPU Siapkan Sanggahan”. http://bengkuluekspress.com/?p=5763. Bandung, 15 Mei 2011._________.com. 2011. ” KY Segera Periksa Hakim Syarifuddin”.http://bengkuluekspress.com/?p=7190. Bandung, 7 Juni 2011.Beritasatu.com. 2011. ”Muspani takut Demokrat intervensi kasus Agusrin”. http://www.beritasatu.com/articles/read/2011/1/2215/muspani-takut-demokrat-intervensi-kasus-agusrin. Bandung, 15 Mei 2011.Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik, Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung:Yrama Widya.Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara.Fathoni, Riza. 2011. “Agusrin Tetap Ditahan”. Kompas, 20 April 2011.Gresnews.com. 2011. ”Gubernur Bengkulu Agusrin: Kami Tak Korupsi, Kami Merasa Dizalimi”. http://gresnews.com/ch/TopStories/cl/Dana-Bagi-Hasil/id/2064247/read/1/Gubernur-Bengkulu-Agusrin-Kami-Tak-Korupsi-Kami-Merasa-Dizalimi. Bandung, 15 Mei 2011.Hadi, Parni. 1997. “Bahasa Koran yang Direndahkan”. Republika, 16 Maret 1997.Harianpelita. Com. 2011. “Sidang Agusrin Najamuddin Mulai 10 Januari”. http://www.harianpelita.com/read/12905/1/politik-&-keamanan/sidang-agusrin-najamuddin-mulai-10-januari/. Bandung, 15 Mei 2011.Heriyanto, Ariel. 1996. “Bahasa dan Kuasa: Tatapan Posmodernisme” dalam Bahasa dan Kekuasaan (Latif dan Ibrahim, ed.) Bandung: Mizan.Hooker, Virginia Matheson. 1996. “Bahasa dan Pergeseran Kekuasaan di Indonesia: Sorotan Terhadap Pembakuan Bahasa Orde Baru” dalam Bahasa dan Kekuasaan, Politik Wacana di Panggung Orde Baru (Latif dan Ibrahim, ed.). Bandung: Mizan.Jurnas.com. 2010. ”Kejagung Diminta Limpahkan Kasus Agusrin ke Pengadilan Jakarta”.http://www.jurnas.com/news/13671/Kejagung_Diminta_Limpahkan_Kasus_Agusrin_ke_Pengadilan/233/Nasional. Bandung, 15 Mei 2011.Kleden, Ignas. 1978. “Eufimisme Bahasa, Konsensus Sosial, dan Kreativitas Kata”. Prisma, Desember 1978 hlm. 67-72.Kress, Gunther. 1984. “Linguistic and Ideological Transformations in News Reporting” dalam Language, Image, Media ( Davis & Walton, ed.). England: Basil Blackwell Publisher Limited.Lewuk, Peter. 1995. Kritik Filosofis Atas Pembangunan, Beberapa Serpihan Pemikiran. Jakarta: Posko‘66.

Page 25: Cerdas Berbahasa

Mediaindonesia.com. 2011. “Alat Bukti Agusrin Dianggap Lemah”. http://m.mediaindonesia.com/index.php/read/2011/04/26/221097/284/1/_Alat_Bukti_Agusrin_Dianggap_Lemah. Bandung, 15 Mei 2011._________. 2011. “Agusrin Diduga Palsukan Rekening Pemprov Bengkulu”.http://m.mediaindonesia.com/index.php/read/2011/04/19/219383/284/1/_Agusrin_Diduga_Palsukan_Rekening_Pemprov_Bengkulu. Bandung, 15 Mei 2011.Metronews. 2010. “Demokrat Tidak Campuri Kasus Gubernur Agusrin”. http://www.metrotvnews.com/metromain/newscat/hukum/2010/12/17/37089/Demokrat-Tidak-Campuri-Kasus-Gubernur-Agusrin. Bandung, 15 Mei 2011.Muhamad, Gunawan. 1991.”Bahasa Jurnalistik Indonesia” dalam Pengetahuan Dasar Jurnalistik (Wibisono, ed.) Jakarta: Media Sejahtera.Mulyana, Deddy. 1999. Nuansa-Nuansa Komunikasi, Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer. Bandung: Rosdakarya.Nurudin. 2001. Komunikasi Propaganda. Bandung: Rosdakarya.Politikindonesia.com. 2011. “Gubernur Bengkulu Dituntut 4,5 Tahun Penjara”. http://www.politikindonesia.com/index.php?k=hukum&i=21093-Gubernur+Bengkulu+Dituntut+4%2C5+Tahun+Penjara. Bandung, 15 Mei 2011.________ . 2011. “Eksepsi Agusrin Ditolak, Sidang Berlanjut” http://www.politikindonesia.com/index.php?k=hukum&i=17917. Bandung, 15 Mei 2011.Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Rekayasa Sosial, Reformasi atau Revolusi?. Bandung: Rosdakarya.Rakyat Bengkulu. 2011. “Agusrin Bebas” http://harianrakyatbengkulu.com/?p=3138. Bandung, 25 Mei 2011._________. 2011. “2 Zikir, Doakan Bebas dan Vonis Penjara” http://harianrakyatbengkulu.com/?p=3130. Bandung, 24 Mei 2011_________. 2011. ”Jelang Vonis Gubernur Nonaktif JPU Berdebar, Agusrin Lebih Religius“http://harianrakyatbengkulu.com/?p=3116. Bandung 23 Mei 2011._________. 2011. ”Jelang Vonis Agusrin Tolak Pleidoi, JPU Bertahan Tuntutan 4,5 Tahun“http://harianrakyatbengkulu.com/?p=2868. Bandung, 11 Mei 2011._________. 2011. ”Jelang Vonis Agusrin Vonis Bebas, JPU Pastikan Kasasi”. http://harianrakyatbengkulu.com/?p=2857. Bandung, 9 Mei 2011._________. 2011. ”Sidang Agusrin, Jaksa dan Hakim Ribut”. http://harianrakyatbengkulu.com/?p=1114. Bandung, 15 Mei 2011._________. 2011. “Dikonfrontir, Mantan Sopir Chairuddin Kembali ke BAP” http://harianrakyatbengkulu.com/?p=925. Bandung, 15 Mei 2011._________. 2011. “Duit Penyertaan Modal Atas Perintah Agusrin”. http://harianrakyatbengkulu.com/?p=1747. Bandung, 15 Mei 2011._________. 2011. ”Agusrin Merasa Dizalimi“. http://harianrakyatbengkulu.com/?p=3323. Bandung, 7 Juni 2011._________. 2011. ” Nasib Agusrin di Tangan MA “. http://harianrakyatbengkulu.com/?p=3323. Bandung, 7 Juni 2011.Rakyatmerdeka.co.id. 2010. ”Perintah Jaksa Agung Dicuekin Anak Buahnya”. http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2010/07/24/99291/Berkas-Kasus-Bengkulu-Belum-Diterima-PN-Jakpus. Bandung, 15 Mei 2011.Rimanews.com. 2010.”Agusrin M Najamudin Gubernur Bengkulu Disidang Setelah Dilantik” http://rimanews.com/read/20101105/4999/agusrin-m-najamudin-gubernur-bengkulu-disidang-setelah-dilantik. Bandung, 15 Mei 2011.Santoso, Anang. 2003. Bahasa Politik Pascaorde Baru. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.Strabhar, Joseph dan Robert La Rose. 1996. Communication Media in the Information Society. New York: Wadsworth Publishing Company and International Publishing Company.Storey, John. 2003. Teori Budaya dan Budaya Pop, Memetakan Lanskap Konseptual CulturalStudies. Yogyakarta: Qalam.

Page 26: Cerdas Berbahasa

Suarapembaruan.com. 2010. “Berkas Agusrin Dilimpahkan ke Pengadilan” http://www.suarapembaruan.com/home/berkas-agusrin-dilimpahkan-ke-pengadilan/1882. Bandung, 15 Januari 2011.Sumadiria, Haris. 2008. Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.Syamsuddin A.R. 1992. Studi Wacana: Teori-Analisis-Pengajaran. Bandung: Mimbar Pendidikan dan Seni IKIP.Syurkani, Panca. 2010. “SBY: Saya Tidak Bisa Menolong Pejabat Korup”. Tempo, 1 Desember 2010.Vivanews.com. 2011. ”Terdakwa Korupsi Gubernur Bengkulu Dinonaktif Agusrin kini terancam dibui selama seumur hidup dan denda maksimal Rp1 miliar”. http://nasional.vivanews.com/news/read/199089-terdakwa-korupsi-gubernur-bengkulu-dinonaktif. Bandung, 15 Januari 2011.Webb, Graham. 1996. “Becoming Critical of Action Research for Development” dalam New Directions in Action Research (Skirritt, ed.). London: The Falmer Press.Wriston, Walter B. 1996. The Twilight of Sovereignty. Bandung: Remaja Rosdakarya.Posted in Uncategorized | No Comments »

Feb17

Puisi-puisi Dank-AronDaun itu patahBandung, 26 November 2010Kala Paris Van Java kulewatKu putar gaya hidup dan citra didikBegulir satu rupiah sisi duaKumasuki pintu ituWalau banyak pintu kutemuiTak tampak kemegahan dan kesucian pintuNyaAku pun larut dalam lorong-lorong pintuMemang kejam, tetapi semua cepat dan mudahDalam ekstraservis keterlalaianJalanku jatuh di sebuah persimpanganGemerlap hawa sejuk menerpa wajahkuAku pun dapatSemua serba murah dan mudahImam Asy Syafii hadang akuSibukkan aku dalam kebenaranBukan kebatilanKini…Berharap pencerahan dalam tugas muliaWalau larut kan tibaSeparuh Jiwaku PapaBandung, 3 Oktober 2010Seandainya kau di siniKita bisa bercerita dan bermain bersamaSeaindainya kau di siniAkan kutemani dalam ajaran kasihSeaindainya kau di siniTak kan ku buang waktu dalam sekejap

Page 27: Cerdas Berbahasa

Seandainya…Engaku pun di siniLayu bagai papa menatapku sedihHarap dekapan hangat sesejuk kalbuSentuhkan kasih bersama dalam buaian damaiBerharap ada jalinan mutiara indah bergayutSeandainya separuh jiwaku pergiIa kan bertemu dibalik gumpalan awanBermain dalam lompatan gelombang awan sore ituCerah disentuh hangat sinar mentariBerpindah satu tujuanKasih sayang tak kan ku bagi paruh jiwakuBersama kasih untukmuMobil BiruOleh Dank AronKetika aku datangMasih ada sebatang pohon rindangBergugur kala ku tibaRanting menepis setiap daku menatapBungapun sinis tuk aku kembaliPupus sudah harapan tuk mengepakkan sayapMeniti jalan janji bersamaKu terjaga dan menjagaAkan kata dan nada yang tak tentu arahLambaian pun terhenti di celah kaca peraduanYang tinggal aku dan diaMasih kah ingat selalu kalaPuput menghilang di persimpanganJantungku berhenti pana akan suasana ituRantingpun berdetakTinggalkah aku dalam damaiBersama impian terbangLagi …Bumi Raflesia, 2 Juni 2008Permata HatikuBandung, 27 Agustus 2010Dosakah ayah,Bila setiap pagi dikau tak ku sapaKala mentari memberikan sebuah harapanMenerangai butiran kasih dalam dekapan mesraBeranjak ku belai dalam hantaran cita nan asaTuang kasih hatiku dalam dekapan bundaAyah berdosa,Bila tak mengenag getaran hatimu dan hatinyaTebaran tasbih dalam senyuman keceriaanLangkakan gontai menatapmu begitu kuatDalam hari disambut hasrat bersamaRangkulan dekapan hati kita berceritaDalam hitungan kian semestaAyah,Kau sapa kan beranjak dewasaAir mata kan bahagia bila selalu bersama

Page 28: Cerdas Berbahasa

Menggerakkan dalam getaran yang tergerakLompatan demi lompatan pacuan ilahiSemakin mantap dan gagahDalam ketiadaanYa…ayah selalu digetarkan dalam hati permatakuIkhlaskan…Belahan HatiBandung, 20 Agustus 2010Kala sepenggal hati ku bawaKala itu getaran jiwa menjadi adaButiran kasih pun menjadi nyataSeiring dalam senyuman aku dan diaKedamaian dalam rengkuhan rindu berpaduKita tata dan sulam jalinan benang cintaKala pancaran itu kian nyataAku pun menuju persimpangan lurus majuButiran kristal pun mengalir jatuh di sudut matmuAku pun lewat dengan senyum getirmuDekaplah jiwaku kan ku dekap erat kasih tulusmuGenggamlah hatiku kan ku getarkan dalam setiap nafasmuJangan abaikan itu…Aku memang jauh, tapi tak sejauh kasihkuAku memang sedih, tapi tak sesedih rasakuTarian jiwaku bersama dalam setiap getaran hati-hatikuBangun dan rasakan selalu walau kala ituEngakalau belahan hatiku yang takkan terbelahPagi yang MendungBandung, 21 Agustus 2010Awan itu lewat saat ku tatapIa kuintip di balik kaca seakan mau jatuh diperigian rumahPutih kecoklatan warnamuSeakan enggan kusapa saat ituEngkaupun lalu saat pecahkan warnamuAku tak pernah meminta hangatkan jiwakuAku pun tak meminta akan bersihkan ragakuAku hanya bisa memberi apa yang kubisaMerasa dan dirasa apa yang kumilikiPadahal tak pernah…Aku pun tak bisa menyapa lagiSaat kaupun tiba menjadi bagian dirikuLalu diantara jeruji jari-jariMuAkankah aku pun lewat bersamaMuDalam angan dan asa merangkai gelombang awan keputihanPeminta DTBandung, 22 Agustus 2010Hati ini terenyuh menatap seakan dia tatapSebongkah recehan dan sebuntal gendonganDia kadahkan setiap yang lewatTak satupun digugahRautmu sama tak seirama hatinyaLewat bisu dan pecah

Page 29: Cerdas Berbahasa

Aku ingin tapi keihklasan hatinya tak kutemuiBersimbah air mata tersimbah untukmu pemintaAdakah kau dengar saat ia berkataKuatkan jiwa dalam dekapan cinta”hanya memberi tak harap kembali”Engkau masih juga di situAndai engkau duduk di siniBersama kita rajutkan tasbih ilahiDi antara kata butiran cintaKan kuberi semua kasih dalam lindunganSirami dia dengan air mata cintaEngkau masih juga berdiri di situBerputar-putar ke sana ke mariDi mana ada kasih akan memberiTak jua kau dapatkanAndai kau di siniKan ku kasihi seperti apa yang pernah engkau mengasihikuKini…masih di situ. Kan ku tunggu.Aku Ada karena Kau AdaBumi Raflesia, 2 Juni 2008Percintaan itu terjadi tadi malamMenggetarkan jiwaMenyatukan ragaMelebur lebih kencangAku ada karena kau adaGetaran itu terasaDarahpun mengalir seirmama jantungku dan dirimuPosted in Uncategorized | No Comments »

Feb17

PENERAPAN MODEL KAJIAN SINTAKSIS WARRINER PADA BENTUK REDUNAN DAN SALINAN

BAHASA BAWAAN: STUDI KASUS BAHASA BIMA DAN BAHASA INDONESIA Oleh AronoPenerapan Model Kajian Sintaksis Warriners pada Bentuk Redunan dan Salinan Bahasa Bawaan: Studi Kasus Bahasa Bima dan Bahasa IndonesiaOleh AronoAbstrak: Model kajian sintaksis Warriners, terutama bagi bahasa yang bersifat redunan dan salinan bawaan pada bahasa Bima dan bahasa Indonesia dalam penganalisisannya tidakmengabaikan aliran struktur baik dasar maupun pendukung. Adapun hasil analisisnya bahwa model Warriner dalam sintaksis bahasa Indonesia adalah (1) satu model pilihan, terutama bagi cara menggambarkan kaitan kalimat inti dan perluasan secara bertahap, (2) Pembawaan redunan pada suatu bahasa berpengaruh pada seluruh tataran pembahasan, termasuk analisis tataran sintaksisnya, (3) Sekalipun pada dasarnya model Warriner dapat diterapkan pada analisis sintaksis BB, namun diperlukan pula beberapa modifikasi, terutama yang berhubungan dengan penyebutan ulang (copy) terhadap unsur pokok dalam kalimat BB, (4) Dalam beberapa hal, subjek BB cenderung ditempatkan pada akhir kalimat. Redunan unsur pokok, terutma S dan O agaknya sulit ditiadakan mengingatunsur redunan itu dapat menggantikan S atau O itu sendiri, dan (5) Paling tidak, ada kemungkinan penerapan model Warriner pada BB, yaitu mengumpulkan unsur utama dan copy-

Page 30: Cerdas Berbahasa

nya pada sebuah kotak, misalnya pada kotak S dan kedua dengan cara penyebaran copy itipada posisi tempat ia menempel dengan tanda-tanda khusus.I. PendahuluanA. Latar BelakangAliran struktural sangat terpengaruh pada bidang linguistik. Aliran linguistik disebutjuga sebagai aliran linguistik modern dengan beberapa ciri, yaitu pada tingkat bunyi bahasa mempersoalkan perbedaan bunyi bahasa, pada tingkat kata memperkenalkan istilah dan pengertian morfem yang berbeda dengan pengertian kata, pada tingkat kalimat membicarakan tidak didasarkan pada tinjauan filsafat, tetapi didasarkan pada tinjauan atas struktur dari sebuah kalimat, bahasa yang diselidiki adalah bahasa yang hidup, semua bahasa baik dan bermanfaat bagi penuturnya, mengabaikan nilai-nilai semantik dalam sebuah kalimat, dan perhatian kurang pada bidang perbandingan bahasa.Bahasa Bima (BB) memiliki ciri spesifik antara lain sistem pengulangan unsur-unsur gramatis tertentu yang secara fisik mirip dengan ciri redunan. Di samping penunjukkan kembali unsur tersebut melalui penggunaan pronominal maupun bentuk ungkapan lain dalambeberapa hal terdapat pada bahasa Indonesia (BI) juga walaupun tidak sama persis.Pengulangan dan tunjuk ulang itu wajib ada pada BB agar kesatuan makna gramatis dan rasa berbahasa terwujud. Dengan perkataan lain hal itu merupakan salinan wajib bawaan (onligate copy) pada BB. Hal ini masih perlu ditinjau pada BI.Dikaitkan dengan analisis kalimat, gejala yang ada pada BB ini cukup menarik bukan hanya karena bertentangan dengan kaidah redunan yang sebaiknya dihilangkan. Karena itu, terdapat kesulitan menemukan teori analisis yang tepat untuk diterapkan pada BB maupun BI, sedangkan dalam BI agaknya tidak setegas pada BB.Dalam hubungan dengan sifat bawaan BB ini teori analisis yang dicobakan adalah yang dikemukakan oleh Warriner dkk. yang masih bersifat struktural, namun memiliki kekhususan. Teori ini memandang kalimat seolah-olah sebuah garis lurus yang disekat menurut unsur-unsur utamanya dan memandang sisi sebelah atas garis itu sebagai tempat unsur gramatikal utama, sedangkan sisi bawah untuk unsur-unsur tambahan.B. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, dalam makalah ini dapat diidentifikasi model kajian sintaksis Warriners, terutama bagi bahasa yang bersifat redunan dan salinan bawaan pada bahasa Bima dan bahasa Indonesia dengan tidak mengabaikan aliran struktur baik dasar maupun pendukung.C. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penulisan makalah ini dapat dirumuskan, yaitu bagaimana penerapan model kajian sintaksis Warriners pada bentuk redunan dan salinan bahasa Bawaan ditinjau berdasarkan studi kasus bahasa Bima dan bahasa Indonesia?D. Tujuan PenulisanBerdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskanpenerapan model kajian sintaksis Warriners pada bentuk redunan dan salinan bahasa bawaan ditinjau berdasarkan studi kasus bahasa Bima dan bahasa Indonesia.II. PembahasanA. Aliran StrukturPerkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa teori struktural itu cukup penting dan lengkap sebagai usaha memahami struktur bahasa, termasuk sintaksis. O’Grady dan Dobrovolsky melengkapi beberapa ciri kajian ini, namun kemudian terjadi perkembangan yang beraneka, terutama ditinjau dari sudut pandang yang kurang sependapat bahwa struktur bahasa termasuk sintaksis tidak dikaitkan dengan semantik, penentuan ciri lain seperti peran, fungsi, kategori dan beberapa sudut pandang dari disiplin ilmu lain seperti pola pikirmatematis, nalar, rasional, dan komputerisasi ilmu bahasa.Aliran struktur sangat terpengaruh pada bidang linguistik, malahan disebut juga aliran

Page 31: Cerdas Berbahasa

Linguistik Modern dengan beberapa ciri: (1) Pada tingkat bunyi bahasa aliran ini mempersoalkan perbedaan bunyi bahasa ada yang tidak berpengaruh bagi penentuan arti suatu kata. Yang pertama, dimasukkan ke dalam kelompok fonetik, termasuk juga varian-varian bunyi dari fonem. Sedangkan yang kedua, dinamakan kelompok fonem. Dengan demikian, maka muncullah untuk pertama kalinya istilah dan pengertian fonem yang berbeda dengan varian-variannya. Kedua hal itu tidak pernah dipersoalkan oleh aliran Neongramarian maupun yang sebelumnya. (2) Pada tingkat kata, aliran ini memperkenalkanistilah dan pngertian morfem yang berbeda dengan pengertian kata. Bagi aliran ini katamerupakan salah satu bentuk morfem. Pada masa sebelumnya, unsur bahasa di atas bunyi adalah kata saja. (3) Pada tingkat kalimat, pembicaraannya tidak lagi didasarkan pada tujuan atas struktur dari sebuah kalimat. Jadi, tidak lagi disinggung maslah subjek, predikat, dan keterangan. Kalimat atau sentence disingkat S dibentuk oleh dua unsur utama yaitu frasa nomina atau noun phrase disingkat NP dan frasa verbal atau verbal phrase disingkat VP. Dari kedua struktur itu dipecah sampai pada unsur sekecil-kecilnya, terutama pada level kata sehingga gambaran kalimat dapat dianalisis secara singkat dengan skema S=kalimat, NP=noun phrase, dan VP= verbal phrase. VP V=NP (VP dipecah menjadi V dan NP), NP Adjective + Noun (NP dipecah menjadi Adjiktif dan Noun),V Adverb. + Verb (Verba dipecah menjadi Adverb dan Verba).Contoh kalimat Mad dogs savagely bite innocent strangers, dapat dianalisis sebagai berikut.SNP VPAdj N Adv VNPAdj NMad dogs savagely bite innocent strangers(4) Bahasa yang diselidiki adalah bahasa yang hidup atau bahasa yang sedang digunkan oleh masyarakat penuturnya, berbeda dengan masa sebelumnya yang meneliti bahasa naskah(bahasa mati). (5) Aliran ini mengakui bahwa semua bahasa baik dan bermanfaat bagi para penuturnya. Pada masa sebelumnya bahasa yang baik hanya bahasa Latin dan Romawi, atau keturunannya. (6) Aliran struktural cenderung mengabaikan nilai-nilai semantic didalam sebuah kalimat. (7) Perhatian pendukung aliran struktural sangat kurang pada bidang perbandingan bahasa.Aliran struktural terbagi atas struktur mentalistik dan struktural behavioristik dengan beberapa perbedaan. (1) Mentalistik: a) Tentang teori mempelajari dan menguasaibahasa menurut Ferdinand de Saussre melalui tori penguasaan konsep (c) menuju kepada perlambangan bunyi bahasa atau sound image (s), dan bisa juga proses sebaliknya. Penguasaan melalui jalur c dinamakan penguasaan pasif. Oleh karena itu, teori ini dinamakan juga teori belajar dan menguasai bahasa secara kejiwaan aktif. b)hakikat bahasa dapat ditinjau dari kenyataan penggunaan tuturan para pemakainya yang relatif lebih bebas dan dapat juga ditinjau dari segi norma yang relatif agak terikat pada satu bahasa. Yang pertama disebut la parole sedangkan kedua la lague. c) Ferdinand de Sausure membedakan dua macam penelitian bahasa, yang pertama disebut penelitian diakronis dan kedua sinkronis. Penelitian sinkronis menurut de Saussure harus didahului oleh penelitian diakronis. Penelitian diakronis menjurus ke arah penentuan pengelompokkan bahasa secara genetis, sedangkan penelitian sinkronis menuju kepada pembahasan bahasa menurut apa adanya. Pendukung Ferdinand de Saussure diantaranya Turbetzkoy, Jacobson, van Wijk, dan Andre Martinet.(2) Behavioristik. a) Aliran ini sangat dipengaruhi oleh aliran behaviorisme dalam lingkungan ilmu jiwa, terutama yang dikembangkan Pavlov dan Skinner. Pavlov melakukan percobaan dengan seekor anjing dan skinner dengn tikus, tetapi keduanya menghasilkan simpulan yang hampir sama bahwa sistem belajar manusia (seperti juga yang terjadi pada

Page 32: Cerdas Berbahasa

binatang percobaan) adalah melalui stimulus (S) dan respon (R) yang berakhir dengan kebiasaan. Oleh karena itu, teori ini dinamakan juga dinamakan teori belajar secara kejiwaan pasif. b) tentang makna kata, bukan ditentukan oleh fungsinya secara subjek, predikat, dan sejenisnya, tetapi ditentukan oleh konteks kalimatnya. c) Bloomfield memperkenalkan sistem penentuan fonem melalui pasangan minimal bagi kata-kata mirip dengan sistem perbedaan distribusinya apabila kata itu tidak mempunyai pasangan minimal. Contoh minimum pairs: a-p-a dengan a-p-i. Contoh melalui perbedaan distribusi: s-u-s-u dengan u-s-u-s. Pendukung aliran behavioristik antara lain L. Pike, Eugen Nida, Z. Harris, dan N. Chomsky. Kedua terakhir ini menimbulkan aliran baru yang dikenal dengan aliran Transformation Generative Grammar (TGG).B. Struktur Dasar dan Pendukung1. Struktur dasar sintaksis, yaitu Frasa Nomina (NP) dengan Frasa Verb (VP). Struktur dasar itu didukung oleh struktur-struktur pelengkap yang dikenal dengan istilah kategori atau kelompok jenis kata yang dibagi atas kategori mayor dan minor. Kelompk mayor, yaitu leksim-leksim kata benda ( Noun), kata kerja (Verb), kata sifat (Adjektif), kata keadaan (Adverb). Kelompok minor, yaitu leksim-leksim kata penentu (diterminant), kata kerja bantu (auxialary verb), kata depan (preposition), kata ganti(pronoun), dan kata hubung (conjunction).2. Selain kategori kata, di dalam kalimat dijumpai juga kategori frasa, atau kelompok kata ada yang bergantung dengan kata benda disebut frasa benda (noun phrase), seperti the controversial book, kelompok kata yang bergantung dengan kata depan (preposition phrase), seperti in the park. Kelompok kata yang bergabung dengan kata kerja (verb phrase), seperti dropthe ball; dan kelompok kata yang bergabung dengan kata keadaan (adverbial phrases), seperti very quickly. Semuanya bervariasi berdasarkan pasangan kata yang bergabung. Contoh: NP the student terbagi atas Ket + N sehingga ditulis dalam diagram phon the conterversial book itu sebagai berikut:NP NPDel N Des Adj NThe student The Contoversial book{NP[the Des the] [N student] [ND[Del the] [Adj Center] [N book]}3. Terdapat juga struktur intermediate, yaitu dikenal dengan istilah N (N bar) N yang lebih kecil dari NP. Contoh leksikal one lebih kecil dari misalnya book about Australia dalam kalimat: The book about Australis is longer that one.4. Kadang-kadang dijumpai juga frasa bentuk lain misalnya frasa Adj yang digabungkan dengan cirri spesifik dari adj tersebut contoh: very intelligent yang diagram pohonnya:Adj PSpec AgVerry intelligent{AdjP[spec very] [Adj Intellegent]}5. Pada dasarnya setiap bahasa memiliki kemampuan membentuk struktur kalimat dengan struktur pendukung terbatas dan dengan unsure pendukung yang lebih panjang atau lebih banyak. Kaidah ini merupakan salah satu kaidah dalam tata bahasa Transformasi semanticyang dikenal dengan istilah recursion. Contoh dengan pendukung terbatas. This book on the shelf. Contoh dengan pendukung lebih luas This book on the shelp in the corner…dsb.6. Dalam beberapa hal dijumpai juga struktur sintaksis yang membingungkan, misalnya fast cars an motorcycles merupakan FN, tetapi penjabarannya dalam diagram pohon dapat berbeda sebagai berikut.a. NP b. NPAdj N NP C NTPN C N Adj N N

Page 33: Cerdas Berbahasa

Fast Cars and motorcycle fast cars and motorcycleJadi, struktur kalimat (S) membawahi NP dan VP dan S sendiri titik penguasaan atas NP dan VP bersaudara. NP sendiri sebuah titik penguasaan bagi diterminasi Det dan N. VP sebuah titik penguasaan yang meliputi V, NP, dan PP sebagai bersaudara di bawah VP. Hal ini merupakan rincian diagram akhir struktur murni.7. Struktur kalimat menurut tata bahasa generatif, terutama bagi kalimat iversi, kalimat tanya yes dan no dirinci sebagai berikut.S NP (M) VPNP (Del) (Adj) N (PP)VP V (NP) (PP)PP P NPContoh: Will Tiffany learn?8. Pemahaman struktur dalam dan struktur luar kalimat dapat memungkinkan analisis kalimat model pulau/pulau-pulau yang dikelilingi oleh air laut yang dikenal dengan istilah analisis of sentences structure. Pada pola ini terdapat dua buah S yaitu S bar(S dan S) sebagai kalimat utama. Contoh struktur dalam: {S[S the votes would choose who]}. Contoh struktur luar: {who [S would the voters choose]}.9. Kajian struktur sintaksis di Indonesia belum banyak memanfaatkan model kajian mutakhir, tetapi lebih cenderung menggunakan kajian tradisional yang diperkaya dengan sudut-sudut pandang filsafat, fungsi, jabatan, dan pernan unsure pembentuk kalimat seperti yang dikemukakan oleh Verhaar yang menggambar skema kalimat sebagai tiga kotakkosong.Kotak ini bermakna dan berfungsi setelah diisi oleh jenis kata, fungsi, dan peranan gramatikal.10. Sehubungan dengan itu, dalam pembahasan ini akan diulas model kajian Warriners, terutama bagi bahasa yang bersifat redunan dan salinan bawaan. Model kajian Monteque dari sudut pandang logika matematika, model kajian tata bahasa kasus, dan kearah pendekatan sintaksis.C. RedundanIstilah redunan (redundant) sering digunakan pada pembahasan tingkat fonologi/fonetik dalam hubungan dengan penentuan ciri pembeda dan kelasnya baagi setiap fonem (distinctive feature and natural classes). Penentuan ciri kentara dan tersembunyi dilakukan dengan cara memberi tanda positif (+) dan tanda negative (-). Tanda-tanda ini bersifat oposan. Karena itu, disebut juga ciri-ciri binary (binary distinctive feature).Menurut Chomsky dan Halle ada tiga puluh enam ciri pembeda yang dapat muncul pada bunyi bahasa manusia, tetapi oleh Sloat, Taylor, dan Hoard hanya dibahas enam belas buah, yaitu (1) consonantal (+/-), (2) sonoran (+/-) bersifat nasal dan likuida, (3) silabik (+/-) berciri vocal, (4) tinggi (+/-), (5) rendah (+/-), (6) belakang (+/-), (7) bundar (+/-), (8) obstruent (+/-) terhambat, (9) strident (+/-) intensitas dan frekuensi tinggi (nyaring), (10) terbagi (+/-), (11) nasal (+/-), (12) lateral (+/-), (13) bersuara (+/-), (14) tens (+/-) muskuler (kuat), (15) coronal (+/-) daun lidah, dan (16) anterior (+/-) rongga hidung.Pada dasarnya ciri-ciri itu hanya ada tiga kelas utama: (1) + consonantal, yaitu ciri yang dihasilkan oleh kerjasama antara daerah artikulasi dan titik articulator yang menghasilkan konsonan murni stop, frikatif, nasal, lateral, dan tril); (2) + soronant yaitu ciri yang terjadi karena bergetar selaput selaput suara yang menghasilkan semua vocal dan sebagai konsonan seperti glide, nasal, lateral, dan r; (3) + syllabic yaitu cirri yang dapat mendominasi silabi (umumnya vocal). Contoh penentuan ciri binary sebagai berikut.Consonantal Sonorant SyllabicLiquids & nasals + + -

Page 34: Cerdas Berbahasa

Vowels - + +Glides - + -Obstruents + - -Ketiga kelas ciri tersebut dilengkapi dengan high, low, back, dan rounded sehingga terjadilah ke-16 ciri di atas. Perlu dijelaskan bahwa daerah cirri-ciri anterior dan coronal itu secara singkat sebagai berikut. (a) + anterior berada pada daerah bagian rongga hidung dari arah depan sampai pertengahan, sedangkan –anterior dari pertengahansampai tenggorokan. (b) + coronal terletak antara ujung lidah sampai pertengahan lidah, sedangkan –coronal dari ujung lidah sampai ujung bibir dan dari tengah lidah sampai tenggorokkan.Tidak perlu semua ciri dikemukakan kalau sebuah cirri sudah terkandung di dalam cirri yang sudah ada. Memaksakan pencantuman ciri yang sudah terkandung menimbulkan redunan (mubazir). Redunan artinya ciri fonem yang dapat diduga /diketahui walaupun terucapkankarena kaidah implikasional (redundant, predictables, feture, values are not listed but are understood to be present because of implication rules). Atau istilah lainnya adalah super fluous, superabundances, unnecessary repetition ecp. of words, or an instance of this. (the Lexion Webster Dictionary, 1987). Contoh fonem /c/ berciri utamanya +strident (+Str.) berarti pasti tidak berciri nasal (-ns). Jadi ciri –nas tdak perlu dicantumkan atau juga fonem /n/ bersifat nasal (+nas) pasti juga mempunyai cirri sonorant (dengung) atau +son. Ciri-ciri ini dapat kita jumpai pada semua bahasa dan tidak hanya pada tataran fonologi tetapi juga pada tataran yang elbih besar (morfologi dan sintaksis) seperti dikemukakan beberapa ahli berikut ini.Hartman dan Strok, 1973 mengemukakan bahwa redunan itu sebagai informasi melebihi kebutuhan minimal. Contohnya It was terrible, dreadful awful. Sanders (dalam Moravesik, 1980:242) merumuskan redunan itu sebagai (A=A, B, B adalah suatu unsure yang sama dan memantapkan A). Pendapat Sanders ini mirip dengan Cooper dalam sumber yang sama dengan Doroty, 1979 dalam Safir, 1985:95. demikian juga Kempson, 1986:92. Iamemberi contoh: Jhon killed Bill but he was not cause of Bill’s deth adalah redunan karena bagian kedua dari kalimat itu sama dengan but didn’t die. Dari sudut pandangan ini terlihat bahwa redunan itu agak “negative”. Karena itu, para ahli cenderung berpendapat bahwa setiap redunan ditiadakan.Namuan dalam beberapa hal, redunan diperlukan terutama untuk mengatasi ketaksaan kalimat atau pernyataan seperti dikemukakan oleh Bauer, 1987:95, Levinson, 1987:120; Bolinger, 1975:180 yang mengemukakan redundancy or the amount of explicitness needs toavoid ambliguity.D. Redunan dan Salinan Bawaan Bahasa BimaContoh kalimat BB sebagai berikut.No. Kalimat BB Arti sebenarnya1 Namburira rare Padi berbulirlah2 Doho! Duduk!3 Nana sesi nawancuku ngango elina angi. Angin kalau kencang ribut bunyinya.4 Ede, nambotoku masala taake. Aduh, banyak masalah di sini.5 Tapiada take ita, Elo. Tuan Ali, (silahkan) pindah ke sana.6 Halimah ededu ana dou malonga. Halimah hádala anak yang pintar.7 Welina mbege labo jimba siadoho. Mereka membeli kambing dan domba.8 Colana di nahu dua riwu rupia sia. Dia membayar lepada saya dua ribu rupiah.9 Kone sakali watipu radahuna nuntu ese panggo na loa lampa cari dou mantanda kai nuntu maponco-ponco la Dola. Si Abdullah walau hanya sekali Belem pernah gentar berbicara di atas panggung dan selalu bisa menjadikan penonton tertawa dengan pembicaraan yang lucu-lucu.Untuk BB, arti-arti sesungguhnya dari kalimat-kalimat di atas, diawali dengan urutan arti unsur subjek, padahal menurut konstruksinya unsur objek itu terletak pada akhir

Page 35: Cerdas Berbahasa

kalimat, kecuali kalimat nomor enam yang merupakan kalimat pembatasan, kenyataan ini menunjukkan bahwa salah satu ciri bawaan BB hádala menempatkan subjek pada akhir kalimat. Hal ini erat hubungannya dengan sifat redunan dan salinan bawaan. Di samping itu, kalau diperhatikan lebih cermat struktur dan konstruksi pendukung kalimat, agaknya masih ada arti lain yang tersembunyi. Berikut ini analisis dari segi morfosintaksis BB.No. 1 {na + mburi + ra} faredia berbulir lah padiNo. 2 Doho (nggomi) Duduk (kamu)!No. 3 {Na+ naqe + si } { na + wancu + ku} ngangoDia besar kalau nya sangat alngkah ribut{eli + na} {biasa + na} angi.bunyinya biasa nya angin.No. 4 Ede { na + mboto + ku} masala taake.Aduh dia banyak alangkah masalah di sini.No. 5 Ita {ta + pinda} taaka EloTuan penanda hormat pindah ke sana AliNo. 6 Halima ededu ngara dou siweHalimah hádala nama orang perempuan.No. 7 {Heli + na} mbeqe labo jimba siadoho.Beli nya kambing dengan domba mereka.No. 8 Dua riwu rupia {cola + na } di + nahu siaDua ribu rupiah bayar nya pada saya diaNo. 9 Kone sakali watipu {ra + dahu + na} nuntuWalaupun sekali belum pernah takut nya berbicaraese panggo labo {na + loa + mpadi atas panggung dia biasa saja{ka + hari} dou {ma + ntanda} kaimenjadikan tertawa orang yang menonoton dengannuntu { ma + ponco-ponco} la Dola.pembicaraan yang lucu-luco si Abdullah.Terlihat bahwa kalimat BB di samping didukung oleh unsur-unsur fungsional utama yang dituntut oleh ketentuan gramatikal (S,P,O,K) juga didukung oleh unsur copy dari unsur utama itu Copy itu menurut native speaker BB tidak dapat ditiadakan karena dapat mengubah pengertian kalimat atau paling sedikit menimbulkan kejanggalan perasaan dalamkalimat.malahan dalam beberapa hal, terutama dalam situasi normal penghilangan unsur utama, terutama subjek biasa terjadi. Itulah sebabnya subjek dapat berada pada akhir kalimat, seperti pada contoh kalimat satu.Proklitik na- pada namburira adalah copy dari fare ‘padi’ (subjek). Unsur na- itu tidak dihilangkan karena mburi fare bermakna ‘bulir padi’, sedangkan yang dimaksud adalah ‘padi berbulirlah’. Sebaliknya fare ‘padi’ bias tidka usah disebut karena sudahdiketahui. Perlu dijelaskan bahwa BB termasuk bahasa yang minim afiks. Makna afiks terkandung pada kata/bentuk dasar setelah berada dalam bentuk konteks.Sekarang timbul persoalan. Menurut toeri redunan di atas, sesuatu yang sudah terkandung pada ciri utama dicantumkan lagi agar tidak redunan. Dalam hal ini, menurutketentuan gramatikal, subjek dalam sebuah kalimat termasuk unsur utama, sedangkan copy-nya tidak. Jadi, seharusnya copy itulah yang harus dihindari, sedangkan dalam BB hal itu seabliknya. Hal inilah yang dimaksud dengan salinan ulang atau “copy” dalam BB.Pada kalimat No. 2 tidak terjadi redunan. Redunan lain terlihat pada kalimat no. 3 terdapat redunan subjek, kalimat no. 7 dan 8 terdapat redunan subjek pada posisi enklitik, kalimat n0 5 dan 6 terjadi redunan subjek tidak dalam bentuk klitik

Page 36: Cerdas Berbahasa

pronominal, tetapi dalam bentuk aposisi. No. 5. ita ’tuan’ dan Elo ’Ali sebagai subjek’. No. 6 Halima dan dou malonga ’orang yang pintar’ (S). Kata edeDu ’adalah’ yang terdapat pada klaimat no. 4 pada umumnya tidak pernah dipakai kalau bukan merupakan penegasan. Jadi, yang memenuhi ketentuan menghindar redunan itu adalah kalimat-kalimat no. 4 ini kalau eduDu dibuang. Hal ini sesuai pula dengan sifat bahasaAustronesia yang tidak mewajibkan pemakaian kopula sebagaai predikat dalam kalimat.Kalimat itu menjadi sebagai berikut no. 4 Halima…anadou malonga ’Halimah anak pintar’.Kalimat no. 3 agak sulit menganalisisnya karena di sini terjadi redunan beberapa kali,yaitu pada kata-kata na + nage + si dia besar kalau; na + wancu + ku dia besar alangkah; elina + bunyinya; biasana biasanya; angi angin (sebagai subjek asli). Jadi, di sini terjadi lima kali penyebutan subjek. Secara lengkap kalau kalimat itu disusun ulang sebagai beikut.No. 3 {Na+ naqe + si } { na + wancu + ku} ngangodia besar kalau nya sangat alngkah ribut{eli + na} {biasa + na} angi.bunyi nya biasa nya angin.Sifat-sifat spesifik seperti pada BB di atas sedikit banyak menimbulkan kendala bagi kegiatan analisisnya pada tataran sintaksis. Namun demikian, tidak berarti bahwa tidakada kemungkinan pola analisis yang diperkirakan dapat dipakai sebagai pasangan dasar, walaupun tidak seluruhnya. Salah satu pola atau model yang akan dicobakan adlah model Warriner et.al. yang beberapa ahli yang lain disebutkan sebagai Red and Kellog Daigram.E. Anailisis Kalimat Model WarrinerModel analisi kalimat itu cukup banyak versinya. Agar mudah memahaminya, analisis berikut ini dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar. Pertama analisis model tradisional dan kedua analisis struktural. Yang terakhir ini terbagi lagi atas struktural versi Eropa seperti analisis kasus dan beberapa bentuk lain. Kemudian analisis versi Amerika seperti yang dilakukan oleh Bloch, Hockett, Weils, Harris, dan Chomsky.Model Warriner menurut negaranya termasuk aliran struktural Amerika, namun dalam beberapa hal ia termasuk model campuran tradisional dan struktural dengan ciri-ciri (1) Sebuah kalimat diibaratkan sebagai sebuah garis lurus atau datar dengan dua sisi utama, yaitu sisi atas dan sisi bawah (2) Unsur utama sebuah kalimat (S,P) dan kadang-kadang dilengkapi O dan K berada pada sisi atas utama yang dipenggal dua atau lebih bergantung pada kandungan kalimat. Unsur tambahan diletakkan paada sisi bawah yaang juga dipenggal-penggal susuai dengan kandungan unsur tambahan itu. (3) Penggalan sisi atas tegak lurus dengan garis datar untuk unsur utama S, P, dan O, sedangkan untuk K dengan garis miring. Garis penggalan itu berhenti pada garis datar, kecuali untuk pengalan antara S dan P tembus melewati sisi bawah. (4) Penggalan untuk sisi bawah pada umumnya dengan garis miring dan dimulai dari garis datar. (5) Garis lurus/datar diisi oleh jenis kata benda dan kata kerja, sedangkan jenis kata lain mengisi garis miring. Mungkin juga kata benda mengisi garis miring kalau kata itu berfungi sebagai keterangan (bukan sebagai subjek atau objek kalimat).Analisis model Warriners ini mempergunakan bebarapa kalimat dalam bahasa Inggris (Big)sebagai berikut: (1) He paid me two dollars. (2) Hilda is popular. (3) They sell bicycles and sleds. (4) There are several problem here. (5) Move there. (6) A lawn with many trees is beautiful. (7) Flowers wilt. (8) The unusually strong wind howled very noisily. (9) Nell is never afraid of the stage and always impresses an audience with her witty comments.Padanan bentuk kalimat bahasa Inggris di atas ke dalam BB dan BI sesuai dengan sifatnya masing-masing sebagai berikut. (1) a. Racolana Di nahu Dua dola (BB) b. Dibayarnya kepada saya dua dolar (BI). (2) a. Mbou ngarana la Amina (BB). b. Terkenal

Page 37: Cerdas Berbahasa

namanya si Aminah (BI). (3) a. Weli menana sapeda laBo kareta sia Doho (BB). b. Membeli semuanya sepeda dan kereta mereka (BI). (4) a. Nambotoku masala take (BB). b. Banyak masalah di sini (BI). (5) a. Pinda ta aka (BB). b. Pindah ke sana (kamu) (BI). (6) a. Lapanga mpori mamboto fuqu haju mantika i (BB). b. Padang rumput dengan banyak rumput itu indah (BI). (7) a. Male Bunga-bunga (BB). b. Bunga-bunga layu (BI). (8) a. Nawancu ipi elina angi fode manaqe (BB). b. Angin puting beliung sangat kuat dan kerasbunyinya (BI). (9) a. Kone sakali watipu radahuna nuntu esopanggo laBo naloaampa kahari dou mantanda kai nuntu maponco-ponco la Dola (BB). b. Abdullah belum pernah sekalipun gentar berbicara di panggung dan selalu membuat penonton tertawa melalui pembicaraan yang lucu-lucu (BI).Kalimat-kaalimat Big tersebut dianalisis menurut diagram model Warriners sebagai berikut.(1) He paid me two dollars.He paid dollars.me two(2) Hilda is popular.Hilda is popular.(3) They sell bicycles and sleds.bicyclesThey sell andsleds.(4) There are several problem here.theyproblems areseveral here.(5) Move there.(you) Movethere.(6) A lawn with many trees is beautiful.lawn is beautiful.A withtreesmany(7) Flowers wilt.Flowers wilt.(8) The unusually strong wind howled very noisily.wind howledThe strong noisily.unusually very(9) Nell is never afraid of the stage and always impresses an audience with her witty comments.is afraidnever ofNell and stageimpresses audience always with ancomments.her wittyKalimat-kalimat di atas berpola (1) S + V + OTL (2) S + V + Komplemen (3) S + V + O1 +O2 (4) There + V + S + Adj (kalimat di awali dengan there) (5) S (elips) + V + Adv (kalimat elips) (6) S + Adj + V Adj (kalimat kompleks) (7) S + V (kalimat sederhana) (8) Adv + Adj + S + V + Adv (kalimat kompleks) (9) S + V + Adv + Adj + O + Adj (kalimat majemuk rapatan).

Page 38: Cerdas Berbahasa

F. Penerapan Pola: Kendala dan Pemecahan pada BB dan BI1. Penerapan pada BBPada situasi normal, subjek kalimat BB cenderung ditempatkan di belakang. Kenyataan seperti ini merupakan salah satu kesulitan dalam rangka penerapan kerangka pola analisis Wrriner karena harus memutarbalikkan kerangka pola itu, seperti (1) (nggomi) doho!(2) doho (nggomi) (?)Agaknya untuk mengatasi kesulitan pembalikan pola secara keseluruhan mungkin lebih mudah kalau disepakati bahwa semua subjek yang terletak di belakang dan cenderung tidak disebut itu diklasifikasikan sebagai bentuk elips saja. Dengan demikian pola kerangka untuk contoh no. 2 menjadi.(1) nggomi doho (!)(2) ’(Kamu) duduk’Kesulitan lain yang dihadapi adalah yang berkaitan dengan redunan unsur subjek atau objek yang berulang kali disebut melalui pronomina yang menempel pada verba atau kata lain di dalam kalimat, seperti contoh kalimat no. 5. (ita tapinda taaka, Elo). Ita ’ Tuan’ = Elo ’Ali’, juga ta pada tapinda = Ali (ta-di sini merupakan bentuk hormat kepada orang II).Jadi, pada kalimat ini terjadi tiga kali menyebutkan tentang subjek, yaitu Elo, Ita, dan ta. Kenyataan ini menyulitkan pembentukan kerangka pola sehingga bisa terjadi beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, setiap indikator subjek atau objek dikumpulkan pada posisinya masing-masing dengan memberi tanda kurung kecil untuk subjek yang bersifat elips. Kerangka pola ini walaupun subjeknya sebenarnya, yaitu Elo’Ali’ di elipskan namun kata itu ”disubstitusi” oleh ita ’Tuan’ dan ta- ’tanda hormatan’. Berdasarkan pemikiran ini, pola kerangka untuk kalimat no. 5, yaitu:(Elo, ita, ta-) pinda taakaKemungkinan kedua adalah dengan cara menempatkan indikator subjek itu pada tempat kataitu berada atau berdekatan, namun tetap dengan cirinya, yaitu terletak pada garis cabang subjek sedang subjek atau objek yang asli tetap pada posisinya. Gambaran untuk contoh no. 5 itu menjadi.(Elo) pinda taakaita ta-Dibandingkan dengan kerangka pola pada Warriner (a lawn with many trees is beautiful) atau dibandingkan dengan (the ussually strong wind hold very noisly), maka melihat kedua kemungkinan kerangka pola pada BP tersebut berbeda jauh. Kalimat BB no. 5 itu termasuk kalimat sederhana, sama pula dengan kalimat BB yang lain kecuali no. 1, 4, dan 5. Pada kalimat sederhana saja terlihat kesulitan pola uraian kalimat apalagi terhadap kalimat kompleks atau majemuk seperti no. 3 dan 9 (BP).Tahap pembentukan kalimat no. 3 mulai dari kalimat inti sampai perluasannya, yaitu Angi nanaqesi nawancuku ngango elina biasana. Angi ngango (kalimat inti). Angi ngango elina (perluasan I). Angi nanaqesi ngango elina (perluasan II). Angi nanaqesi nawancuku ngngo elina (perluasan III). Angi nanaqesi nawancuku ngango elina biasana (perluasan IV). Perlu dicatat bahwa na- sebagai salinan S pada nanaqesi dan nawancuku diberi no. 1 dan 2, juga pada kata tempatnya menempel. Atas dasar bentuk perluasan inidapat diperkirakan dua kemungkinan pola sebagai berikut.Kemungkinan I1 2(angi)l; na- ; na- ngango elinabiasananagesiwawancuku

Page 39: Cerdas Berbahasa

Kemungkinan II(angi) ngango elinana na- biasananaqesi wancukuKalimat BB no. 9 ini berasal dari dua buah kalimat sederhana sebagai inti yaitu:(9a) (La Dola) bubtu ese panggo‘Abdullah’ berbicara di atas panggung’(9b) (Sia) kahari dou. Sia ‘dia’ dielipskan.‘Ia membuat orang tertawa’.Dari kedua inti ini berkembang secara beruntun 9a (1) (La Dola) nuntu ese panggo. (2) (La Dola) radahuna nuntu ese panggo. (3) (La Dola) watipu radahuna nuntu ese panggo. (4) (La Dola) kone sakali watipu radahuna nuntu ese panggo. 9b (1) (Sia) cari dou. (2)(Sia) cari dou mantanda. (3) (Sia) naloampa cari dou mantanda. (4) (Sia) naloampa caridou mantanda kai nuntu. (5) (Sia) naloampa cari dou mantanda kai nuntu maponco-poco. Berdasarkan pemunculan ini kita bisa memperkirakan pola kerangka umum, lalu dikaitkan dengan kemungkinan letal redunan seperti pada contoh no. 9a –na pada radahuna (menunjuk S). Redunan pada 9b hádala Na- pada naloampa (menunjuk S).Adapun kemungkinan kerangka pola sebagai berikut (berdasarkan kemungkinan kedua).nuntu ese panggoradahunawatipukone sakali(La Dola) Labokahari doumantandana-loampa kai nuntumaponco-ponco2. Penerapan pada Bahasa Indonesiaa. Kalimat BI untuk Big No. 1 hampir benar-benar sepadan dengan Big, kecuali pada BI harus ditambahkan kata sudah _ sebelum membayar sebagai terjemahan dari paid dan BI tidak perlu menambah bentuk jamak sebagai terjemahan dari dollars, sehingga kalimat BImenjadi (1) Ia sudah membayar pada saya dua dolar.b. Kalimat BI untuk Big No. 2 harus mengabaikan kopula is dalam BIg karena hal itu tidak wajib dalam BI sehingga kalimat BI menjadi (2) Hilda terkenal (terpopuler).c. Kalimat BI untuk Big No. 3 sebaiknya ditambahkan kata semua untuk menghilangkan ketaksaan apakah semua membeli atau hanya sebagian dari mereka dan untuk menghindari pengulangan jamak pada kata sepeda (bicycles) dan kereta (sleds) sehingga kalimat BI menjadi (3) Mereka (semua) membeli sepeda dan kereta.d. Kalimat BI untuk Big No.4 berbeada pembawaan. Bentuk there are (Big) tidak wajib hadir dalam BI, sehingga kalimat menjadi (4) Banyak masalah di sini.e. Kalimat BI untuk BIg No. 5 sepadan dengan BI sehingga menjadi (5) Pindah ke sana!f. Kalimat BI untuk BIg No. 6 terdapat perbedaan pembagian dalam bis is debagai predikat, sedngkan beautiful sebagai komplemen. Dalam BI, is adalah tidak wajib hadir,sedangkan beautiful penting dan berfungi sebagai predikat. Karena itu, kalimat BI menjadi (6) (Sebuah) taman dengan beberapat pohon itu indah.g. Kalimat BI untuk BIg No. 7 sepadan sehingga kalimatnya menjadi (7) Bunga-bunga layu.h. Kalimat BI untuk BIg No. 8 terdapat perbedaan: The unusually strong wind di Indonesia diberi nama angin puting beliung sehingga untuk kalimatnya menjadi (8) Anginputing beliung.i. Kalimat BI untuk BIg No. 9 dapat dikatakan sepadan, kecuali kehadiran is tidak

Page 40: Cerdas Berbahasa

wajib seperti kalimat No. 2, 4, dan 6 di atas. Kalimat BI menjadi (9) Abdullah belum perbah sekalipun gentar berbicara di panggung dan selalu membuat penonton tertawa melalui pembicaraan yang lucu-lucu.Atas dasar analisis di atas, diagram Warriners untuk BI dapat disusun sepadan benar atau dengan modifikasi sesuai dengan pembawaan BI seperti juga dilakukan BBIII. KesimpulanBerdasarkan pembahasan tersebut, model Warriner dalam sintaksis bahasa Indonesia dapatdisimpulkan bahwa (1) analisis sintaksis model Warriner agaknya cukup menarik sebagai salah satu model pilihan, terutama bagi cara menggambarkan kaitan kalimat inti dan perluasan secara bertahap, (2) Pembawaan redunan pada suatu bahasa berpengaruh pada seluruh tataran pembahasan, termasuk analisis tataran sintaksisnya, (3) Sekalipun padadasarnya model Warriner dapat diterapkan pada analisis sintaksis BB, namun diperlukan pula beberapa modifikasi, terutama yang berhubungan dengan penyebutan ulaang (copy) terhadap unsur pokok dalam kalimat BB, (4) Dalam beberapa hal, subjek BB cenderung ditempatkan pada akhir kalimat. Redunan unsur pokok, terutma S dan O agaknya sulit ditiadakan mengingat unsur redunan itu dapat menggantikan S atau O itu sendiri, dan (5) Paling tidak, ada kemungkinan penerapan model Warriner pada BB, yaitu mengumpulkanunsur utama dan copy-nya pada sebuah kotak, misalnya pada kotak S dan kedua dengan cara penyebaran copy iti pada posisi tempat ia menempel dengan tanda-tanda khusus.Daftar PustakaBauer, Laurie. 1987. English Word-Formation. Cambridge: Cambridge University Press.Bolinger, Dwight. 1975. Aspects of Language. New York: Hereourt Brace Javanovick.Kempson, Rith M. 1986. Semantic Theory. London: Cambridge University Press.Levitson, Stephen C. 1987. Pragmatic. Cambridge: Cambridge University Press.O’Grady, William and Michael Dobbrovolsky. 1989. Contemporary Linguistics: an Introduction. New York: St. Martin’S Press.Safir, Edward. 1949. Language an Introduction to the Study of Speech. London: HarcourtBrace Jovanovich.Posted in Uncategorized | No Comments »

Feb17

STUDI PENDIDIKAN PERBANDINGAN NEGARA AMERIKA SERIKAT: LATAR BELAKANG

FILSAFAT DAN BUDAYA YANG MEWARNAI FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN DI AMERIKA

Oleh Arono dan Elvi SusantiPosted in Uncategorized | 2 Comments »

Feb17

PRAANGGAPAN DAN IMPLIKATUR WACANA DIALOG DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

INDONESIA Oleh AronoAbstract: Not all of presupposition and implicatur have relation each other. Research problems that were discussed in this research were teacher’s presupposition and student’s implicatur. The aim of this research was to know teacher’s presupposition and student’s implicatur. This research was descriptive qualitative by using content analysis. The result of this research showed that there were cooperation without

Page 41: Cerdas Berbahasa

unsure answer (quantity contexts), cooperation using appropriate answer (quality), cooperation dends on questioner interpretation (relation), cooperation because of habit (manner). So, presupposition and implicatur had based on appropresteness, mutualknowledge, and cooperative principle.Kata kunci: praanggapan, implikatur, wacana dialog, pembelajaran bahasaPENDAHULUANInteraksi pembelajaran bahasa Indonesia menciptakan suatu tindak turur antara siswa dengan guru atau sebaliknya. Tindak tutur tersebut perlu dicermati agar tujuan dan ketercapaian pembelajaran dapat diukur atau dilaksanakan dengan baik. Interaksi yang baik ketika tindak tutur antara penutur dan petutur dapat saling memahami, namun pada kenyataannya interaksi tersebut masih didominasi oleh guru bahkan belum bisa dipahami dengan baik oleh mitra tuturnya. Guru lebih dominan yang berbicara dalam pembelajaran,sedangkan siswa jarang diberikesempatan untuk mengemukakan pendapatnya apalagi bisa berinteraksi dengan baik. Kondisi demikian akan berpengaruh terhadap tindak tutur yangmereka lakukan serta akan tercermin dalam kemampuan memahami bahasa lisan. Selaian itu, dalam setiap tindak tutur yang mereka lakukan sangat tergantung dengan situasi lisan saat itu serta yang tidak kalah pentingnya berdasarkan kompetensi dasar yang telah guru rancang dalam setiap pembelajaran.Guru merupakan cermin bagi siswa dalam berbahasa. Baik buruknya suatu ujaran guru disadari atau tidak akan menjadikan pembelajaran bagi anak. Hal tersebut sangat terlihat ketika guru mengajukan pertanyaan kepada anak atau memerintah anak untuk melakukan sesuatu. Ujaran yang demikian akan menciptakan reaksi yang beragam bagi anak, seperti anak akan malas belajar, tidak berani bertanya, tidak mau melakukan perintah gurunya, bahkan setiap pembelajaran anak tidak mau masuk kelas. Atau sebaliknya anak akan lebih bergairah, semangat, aktif, kreatif, bahkan berprestasi. Hal tersebut merupakan salah satu reaksi dari tuturan yang dilakukan oleh guru apalagidalam pembelajaran bahasa Indonesia.Pembelajaran bahasa yang kurang menyenangkan bagi kalangan siswa saat ini salah satu permasalahannya, yaitu kemasan bahasa yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia kurang menarik. Misalnya kehalusan bahasa yang digunakan, kesantunan dalam bertutur sapa, sikap dan keramahtamahan guru, serta wawasan kebahasaan dan sastra guru dalam penerapannya masih belum terkuasai dengan baik. Padahal bahasa sebagai cermin bangsa. Kalau gurunya sebagai pemakai bahasa sekaligus pengembang dan pembina bahasa Indonesia kurang baik maka secara otomatis akan sulit menerapkan pemakaian bahasa Indonesia dengan baik pula.Bahasa bukan saja merupakan property yang ada dalam diri manusia yang dikaji sepihak oleh para ahli bahasa, tetapi bahasa juga alat komunikasi antarpersona komunikasi selalu diiringi oleh interpretasi yang di dalamnya terkandung makna. Dari sudut pandang wacana, maka tidak pernah bersifat absolute; selalu ditentukan oleh berbagai konteks yang selalu mengacu kepada tanda-tanda yang yang terdapat dalam kehidupan manusia yang di dalamnya ada budaya. Karena itu, tidak pernah lepas dari konteks budaya dan keberadaaannya selalu dibayangi oleh budaya (Yasin, 2002). Oleh karena itu,analsis wacana merupakan upaya mengkaji rekaman kebahasaan secara utuh dalam peristiwakomunikasi sehingga mampu mengungkapkan kajian wacana tulis dan wacana lisan.Brown dan Yule (1996: 1-4) membedakan wacana berdasarkan dua kriteria. Pertama adalah berdasarkan fungsi bahasa. Berdasarkan fungsi itu wacana dibedakan menjadi dua kategori, yakni wacana transaksional dan wacana interaksional. Wacana transaksional adalah wacana yang digunakan untuk mengekspresikan isi atau informasi yang ditujukan kepada pendengar, sedangkan wacana interaksional digunakan untuk menciptakan hubungan sosial dan hubungan personal, seperti wacana yang terdapat dalam dialog dan polilog. Dalam hal ini initeraksi dalam pembelajaran de kelas antara siswa dan guru, guru dengan siswa atau anatara siswa dengan siswa. Hal ini sesuai dengan namanya, wacana

Page 42: Cerdas Berbahasa

interaksional lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat interaksi.Pada dasarnya analisis wacana ingin menganalisis atau menginterpretasikan pesan dimaksud pembicara atau penulis dengan cara merekonstruksi teks sebagai produk ujaran atau tulisan sehingga diketahui segala konteks yang mendukung wacana pada saat wacana itu dalam proses dihasilkan melingkupi pembicara atau penulis akan dihadirkan kembali (direkonstruksi) dan dijadikan alat untuk menginterpretasi. Hal tersebut dapat menggunakan prinsip lokalitas dan analogi.Jika penganalisis melakukan analisis terhadap wacana lisan atau tulisan, analisis itu dapat dilakukan pada tingkat tataran, yaitu (1) tataran struktural gramatikal kalimat,(2) tataran makna, dan (3) tataran organisasi ujaran. Ketiga tataran ini menuntun penganalisis untuk bisa membedakan pola gramatikal, pola kalimat semantis, dan pola kalimat komunikatif. Praanggapan dan implikatur dalam wacana dialog seperti yang akan dibahas dalam tulisan ini bisa dikatakan sebagai konstruksi pada kalimat komunikatif, yang bisa diorientasikan pada istilah pragmatic function termasuk analisis fungsi pragmatik. Van Dijk (dalam Suparno, 1991: 19) manyatakan bahwa informasi pragmatis terdiri atas tiga komponen, yaitu (1) informasi lama yang berhubungan dengan dunia, yang juga informasi umum (general information), (2) informasi situasional (situationalinformation), yaitu infomasi diturunkan dari pemahaman atau pengalaman partisipan dalam situasi tempat terjadinya interaksi, dan (3) informasi kontekstual (contextual information) yaitu informasi yang diturunkan dari ekspresi yang telah diarahkan peristiwa komunikasi.Sebagai wacana lisan interaksional dalam pembelajaran di kelas dianalisis merupakan bahan yang menarik bagi penganalisis wacana. Hal ini terjadi karena di samping memuat hubungan antara pernyataan, juga dialog sangat kaya dengan unsur-unsur paralinguistik yang akan membantu pendengar atau penganalisis dalam menginterpretasi, memberi makna, dan menemukan hubungan antarpernyataan tersebut.Analisis wacana menganalisis penggunaan bahasa dalam konteks pembicara atau penulis. Dengan demikian analisis wacana akan mendeskripsikan apa yang dimaksudkan oleh pembicara dan pendengar melalui wacana tersebut. Dalam kaitan dengan ini yang perlu diperhatikan adalah referensi (reference) dan infrensi (inference), praanggapan (presuppotion) dan implikatur (implicature), konteks situasi (the contex of situation)dan ko-teks (co-text), tematisasi dan penahapan, konstruksi tema-rema, pronomina sertainterpretasi lokal (local interpretation).Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, dalam kajian analisis wacana secara langsung ataupun tidak semua aspek tersebut akan mempengaruhi dan salingketerkaitan. Oleh karena itu, untuk melihat keterkaitan tindak tutur antara guru dengan siswa atau sebaliknya maka dalam kesempatan ini penulis hanya memfokuskan pada kajian praanggapan dan implikatur dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada kompetensi pembelajaran sastra, baik puisi maupun prosa dalam bentuk transkripsi. Tuturan yang telah transkripsi itulah penulis menganalisis tuturan tersebut berdasarkan praanggapandan implikatur guru dengan siswa atau sebaliknya dalam pembelajaran bahasa Indonesia.Sesuai dengan pemikiran di atas, maka tulisan bertujuan untuk mendeskripsikan keterakitan antara praanggapan guru dengan implikatur siswa dan menemukan hubungan antara pernyataan-pernyataan guru dan siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran prosa dan puisi. Kemudian dilanjutkan dengan menginterpretasi, merekontruksi, dan memberi makna pada wacana tersebut.Analisis wacana adalah kajian tentang penggunaan oleh komunitas bahasa yang melibatkanbaik kajian tentang bentuk maupun fungsi bahasa (Yasin, 2002). Analisis wacana berkaitan juga dengan masyarakat dan masalah komunikasi setiap hari yang bersifat interaktif atau dialogis (M. Stubbs, 1983; dalam Yasin, 2002). Selanjutnya ia membagi wacana secara garis besar yaitu ada wacana lisan dan ada wacana tulis. Wacara lisan berbentuk komunikasi verbal antarpersona, sedangkan wacana tulis menampilkan dalam

Page 43: Cerdas Berbahasa

bentuk teks. Wacana harus dibedakan dari teks. Wacana menekankan pada proses, sedangkan teks pada produk kebahasaan. Sebuah unit percakapan dapat dilihat dari teks apabila menganalisis melihat hubungan kebahasaan antartuturan. Sebaliknya, percakapan dilihat dari wacana apabila dikaji adalah proses komunikasi sehingga menghasilkan interpretasi. Adapun wacana lisan tersebut yang akan dibahas di sini adalah dalam bentuk dialog Liputan Enam Petang SCTV sebagai suatu ucapan, percakapan, dan kuliah yang berbentuk ujaran lisan dalam proses komunikasi.Praanggapan adalah praanggapan pragmatis, yaitu yang ditentukan batas-batasnya berdasarkan anggapan berbicara mengenai apa yang kemungkinan akan diterima oleh pendengar tanpa tantangan (Givon, 1979; dalm Brown dan Yule, 1996: 28-29). Senada dengan itu praanggapan apa yang dikemukakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan (Stalnaker, 1978; dalam Brown dan Yule, 1996: 29). Dalam hal ini praanggapan kedua belah pihak, baik itu dari guru ataupun siswa atau sebaliknya memiliki dasar pemahaman yang sama sehingga komunikasi dapat berlangsung sehingga diperlukan juga implikatur di dalam suatu percakapan/dialog penutur dengan petutur. Dalam artian bahwa praanggapan adalah sebagai suatu hal yang dianggap penutur sebagai dasar berpijak untuk menuturkan suatu kalimat dalam ujaran.Hubungan antara pernyataan dalam analisis wacana menggunakan dua konsep dasar, yaitu kewajaran (apropresteness atau felicity) dan pengetahuan bersama (mutal knowledge ataucommen ground atau join assumtion) (Lawrensen, 1983 dalam Lubis, 1991: 61). Oleh sebabitu, tuturan guru hendaklah dapat diketahui oleh siswa supaya siswa dapat memahami tuturan guru.Istilah “implikatur” dipakai oleh Grice (1975) untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disamakan atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur (Brown dan Yule, 1996: 31). Artinya implikatur adalah informasiimplisit yang dapat ditentukan berdasarkan suatu tuturan. Dalam implikatur hanya sebagian arti literal yang turut mendukung artinya sebenarnya dari sebuah kalimat, selebihnya berasal dari fakta-fakta di sekeliling kita dalam hal ini analogi lokal sangat berperan penting, situasi, dan kondisinya.Secara garis besar implikatur dikelompokan menjadi dua hal yaitu implikatur konvensional dan implikatur percakapan. Implikatur konvensional, diartikan oleh arti konvensional kata-kata yang dipakai. Sedangkan implikatur percakapan yang dituturkan dari asas umum percakapan ditambah sejumlah petuah yang biasanya dipatuhi oleh penutur. Asas umum ini disebut Asas Kerja Sama (cooperative principle) baik itu konteks kuanatitas (kerja sama dalam bentuk jawaban yang belum pasti), kualitas (kerjasama dalam bentuk sesuai), hubungan atau relasi (kerja sama dalam bentuk jawaban yang belum sesungguhnya, bergantung pada interpretasi penanya), maupun cara (kerja sama dalam bentuk yang tidak langsung menjawab pertanyaan karena kebiasaan) (Brown dan Yule, 1996: 30). Dalam banyak hal, implikatur itu harus tidak dinyatakan karena sudah menjadi pengetahuan umum.Menurut Levenson (dalam Lubis, 1991: 70) ada empat macam faedah konsep implikatur itu,yaitu (1) dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan yang tak terjangkau oleh teori linguistik, (2) dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah yang dari yang dimaksud si pamakai bahasa, (3) dapat memberikan pemerian sementik yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama, dan (4) dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora). Hal tersebut telah dibuktikan juga oleh H.P. Grice tahun 1967 yang menyatakan bahwa implikatur percakapanuntuk menanggulangi persoalan makna bahasa yang tak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Jadi konsep implikatur ini dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasikan (Nababan, 1989: 28).

Page 44: Cerdas Berbahasa

METODOLOGIPenelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan content analysis dengan tidak mengabaikan konteks dalam dialog. Secara deskriptif penelitian ini dilakukan semata-mata berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara emperis dilakukan oleh penuturnya, sedangkan secara kualitatif dengan pendekatan content analysis bertujuan mengungkapkan isi dan pesan-pesan/maksud yang terkandung pada setiap ujaran berdasarkan hubungan kerja samanya pada setiap ujaran yangdikemukakan baik oleh guru maupun siswa. Hal tersebut untuk memberi makna pada pesan yang terkandung di dalamnya terutama praanggapan dan implikatur setiap ujaran dengan menggambarkan gejala tindak ujar yang terjadi (Mardalis, 1995:26 dan Muhadjir, 1996:49). Data dari tulisan ini adalah turan siswa dengan guru dari dua belas kegiatanpembelajaran pada saat pembelajaran bahasa Indonesia telah ditranskripsikan oleh Suryanti (2009), Maria (2000), dan Subekti (2006). Kemudian data dianalisis dengan teknik meyeleksi tindak tutur guru dengan siswa tersebut untuk layak dianalisis berdasarkan transkipsi rekaman yang sudah ada, menginventarisasikan dan mengklasifikasikan, menabuliasikan, dan merumuskan kesimpulan (Irawan, 1999:85).PEMBAHASANTindak tutur pembelajaran dianalisis berdasarkan kompetensi dasar yang telah ditranskripsikan, baik pada pada jenjang SD, SMP, ataupun SMA. Adapun kompetensi yang dikaji, yaitu mendengarkan puisi dan cerita rakyat, menulis berbagai karya sastra, mendiskusikan masalah, membaca puisi, memahami pantun, menentukan kalimat utama, membaca puisi, menemukan pokok isi bacaan, menggunakan huruf kapital, membandingkan isi teks, menggunakan kata ulang, dan membaca cerita rakyat. Berdasarkan kompetensi dasar inilah akan dianalisis tidak tutur yang guru dan siswa lakuakan karena suatu tindak tutur yang dihasilkan sangat tergantung kepada kompetensi atau tujuan pembelajaran.Untuk memudahkan dalam penganalisisan baik itu menginterpretasikan, memberikan makna, melihat keterkaitan antar ujaran praanggapan dan implikatur dalam dialog yang dikemukakan guru dengan siswa, penulis membagi ke dalam tiga bagian besar kelompok isiwacana lisan antara lain bagian pembuka, isi, dan penutup. Pembagian ini sesuai dengankegiatan pembelajaran di kelas.1. PembukaMembuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari (Saadie, 2007:3.46). Kegiatan membuka pelajaran tersebut tidak hanya dilakukan pada awal jam pelajaran, melainkan juga pada awal setiap penggal kegiatan dari inti kegiatan yang diberikan selama jam pelajaran itu berlangsung. Untuk menciptakan suasana siap mental siswa terhadap hal-hal yang dipelajari, guru dapat melakukan usaha-usaha, seperti memberikan acuan dan apersepsi (membuat kaitan antara pelajaran yang telah diberikan dengan bahan baru yang akan dipelajari).Apabila guru sudah melaksanakan membuka pelajaran dengan baik, siswa akan siap secara mental karena guru telah memberikan atau menjelaskan tujuan pembelajaran, masalah-masalah pokok yang harus diperhatikan, langkah-langkah kegiatan belajar yang akan dilakukan, dan batas-batas tugas yang harus dikerjakan untuk mengusasi pelajaran tersebut. Selian itu, untuk menumbukan perhatian dan motivasi siswa terhadap hal-hal yang dipelajari, guru dapat melakukan usaha-usaha, seperti menimbulkan rasa ingin tahu, menunjukkan sikap hangat dan antusias, memberikan variasi mengajar (termasuk di dalamnya variasi gaya mengajar, gerak dan mimik, variasi media dan alat pembelajaran, serta variasi pola interaksi). Siswa yang telah termotivasi dan penuh perhatian, akan melaksanakan tugas dengan penuh gairah, semangat yang tinggi, serta cepat bereaksi terhadap pertanyaan-pertanyaan guru.Adapun komponen-komponen membuka pelajaran yang harus dikuasai guru, yaitu menarik

Page 45: Cerdas Berbahasa

perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberikan acuan, dan membuat kaitan (Saadie, 2007:3.49 s.d. 3.53). Menarik perhatian siswa dapat dilakukan dengan gaya mengajar, seperti gerak atau posisi guru, kontak pandang atau suara guru, dan penggunaan pause atau kementar yang jelas; penggunaan berbagai media, seperti gambar disertai model atau benda yang sebenarnya; perubahan pola interaksi guru, seperti guru bertanya siswamenjawab atau sebaliknya atau siswa diskusi dalam kelompok kecil. Menimbulkan motivasidapat dilakukan dengan kehangatan dan penerimaan guru, seperti semangat, antusias, danbersahabat; menimbulkan rasa ingin tahu, seperti bercerita dalam bentuk teka-teki; mengemukakan konsep bertentangan, seperti mengemukakan suatu masalah; memperhatikan minat siswa, seperti menyesuaikan pokok pelajaran dengan tingkat perkembangan;karakteristik anak. Memberikan acuan dapat dilakukan dengan komentar padaawal pelajaran, seperti menghubungkan sedikit materi yang lalu; menentapkan tujuan untuk tugas tertentu, seperti memberikan gambaran ruang lingkup materi; menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan, seperti penjelasan cara kerja sebelum praktik; mengajukan pertanyaan, seperti mennanyakan seusatu apa yang dilihat atau diamati. Membuat kaitan dapat dilakukan dengan menghubungkan aspek yang relevan, seperti meninjau kembali; membandingkan pengetahuan baru dengan yang sudah; menyajikan konsep.Berbagai variasi guru dalam memulai pembelajaran. Hal tersebut kadang kala disesuaikandengan aturan yang berlaku di sekolah, seperti pada pembuka pelajaran berikut ini. Saat guru measuki kelas, semua siswa sudah dalam keadaan berdiri untuk menghormati danmemberi salam kepada guru atas instruksi dari ketua kelas. Kemudian guru memriksa masing-masing siswa mengenai kerapian dan kebersihan pakaian dan kelas. Setelah guru sudah memeriksa satu persatu, guru akhirnya berpraanggapan dengan tuturan G: Ketua kelas siapkan! Tanpa menjawab ya atau tidak atau baik, Bu, ketua kelas langsung mengomandoi teman-teman dengan implikaturnya S: Beri salam kepada Ibu guru. Itu mengimplikasikan bahwa kondisi kelas sudah baik dan siap untuk menerima materi pembelajaran oleh guru sehingga siswa yang lain mengucapkan salam dan guru pun menjawab salam. Kondisi ini mengimplikasikan bahwa dalam tuturan antara siswa dan gurudalam prinsip kerja sama mengacu pada maksim relevansi.Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Seperti yang dilakukan oleh guru dan siswa tersebut. Hal itu juga terlihat pada tuturan berikut. G: Ketua kelas sepidolnya mana? Saat itu guru mengecek kesiapan siswa sebelum memulai pelajaran, tetapi sudah mencari-cari sepidol di laci meja dan di tempat kotak sepidol, guru tidak menemukan sepidol sehingga guru bertanya kepada ketua kelas. Ketua kelas menjawab S: Bu Meri belum datang Bu. Sebelum pembelajaran di mulai sebenarnya ketua kelas sudah menyiapkan semuaperlengkapan kelas, tetapi sepidol masih belum bisa didapatkan karena ruang TU masih tutup atau dalam artian staf/Bu Meri sampai pembelajaran dimulai belum juga datang. Implikatur siswa walaupun sepidolnya diambil maka akan percuma atau tidak bisa didapatkan. Guru pun memahami hal itu sehingga guru mengeluarkan sepidol yang ada di dalam tasnya.Saat guru membuka pelajaran yang tidak kalah pentingnya, yaitu memberikan acuan dan apersepsi (membuat kaitan antara pelajaran yang telah diberikan dengan bahan baru yangakan dipelajari). Dalam konteks ini sebenarnya prinsip kerja sama pada maksim relevansi jarang terjadi, tetapi hal tersebut masih ada tuturan siswa yang implikaturnya mengacu pada maksim relevansi, seperti pada tuturan guru dengan siswa berikut. G: Pada pelajaran yang lalu kita telah belajar tentang pantun. Anak-anak sebagian ada yang sudah bisa membuat pantun? Sebelum kita belajar anak-anak ini ada pantun. Coba Adi bacakan di depan kelas! Guru menyuruh Adi membacakan di depan kelas karena praanggapan guru bahwa Adi sangat mahir dalam membaca pantun sehingga guru menyuruh Adi untuk memberikan model/contoh yang baik bagi teman-temannya. S: Saya masih batuk, Bu. Implikatur Adi sebenarnya ingin membacakan pantun itu, tetapi karena

Page 46: Cerdas Berbahasa

batuk sehingga suaranya agak terganggu. Membaca pantun bagi Adi memerlukan suara yang baik agar enak didengar oleh teman-teman dan gurunya. Guru sangat memahami implikaturnya Adi. Apalagi ketika Adi menjawab pertannyaan darinya suara Adi memang agak serak.Prinsip kerja sama dalam praanggapan dan implikatur guru dan siswa lebih dominan terjadi pada maksim kualitas. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya dengan bukti-bukti yang memadai. Hal ini terjadai pada tuturan saat guru dan siswa melakukan apersepsi dalam pembelajarannya, seperti pada tuturan berikut ini.G: Kalau kata teman Anda, narasi itu cerita. Cerita yang bagaimana?S: Cerita yang memiliki tema, alur, tokoh, amanat, setting.G: Cerita ada setting, ada tokoh, ada amanat, ada apa lagi?Ditambah lagi apa?S: AlurG: Alur itu menceritakan berdasarkan apa?S: Berdasarkan urutan waktu.Guru mengajukan pertannyaan berturut-turut kepada siswanya itu praanggapan guru bahwa guru ingin menggali informasi pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari agar dapat menghubungkan materi yang akan dipelajari. Implikasinya bahwa siswa sangat memahami pelajaran yang telah dipelajari sehingga siswa menjawab pertanyaan guru dengan pemahaman yang sebenarnya. Setelah mengajukan pertanyaan, guru memngajak siswa untuk melanjutkan materi pelajaran yang masih ada hubungan dengan pelajaran sebelumnya, yaitu membaca wacana eksposisi.Guru dapat juga melakukan suatu tuturan yang dapat menarik perhatian siswa. Tuturan ini lebih mengacu kepada prinsip kerja sama maksim cara. Maksim cara di sini dimaksudkan guru menuturkan praanggapan berikut dikarenakan suatu kebiasaan. Kebiasaanini merupakan retoris dalam berbahasa. Hal tersebut mengmpliasikan bahwa keinginan guru agar siswa tidak lagi ribut. Walaupun jawaban siswa sebenarnya hanya sekadar penguatan semata karena tanpa ditanyapun sebenarnya guru sudah tahu jawaban dari siswatersebut, seperti pada tuturan berikut ini.G: Mau belajar enggak?S: Mau..(menjawab serentak)G: Kalau mau belajar, jangan ribut. Bagaimana mau belajar kalau ribut terus itu…(membuka buku paket dan mencari materi pelajaran yang akan diajarkan)2. IsiPelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi,elaborasi, dan konfirmasi.Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber; guru menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran dan sumber belajar lain; guru memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya; guru melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan guru memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.Guru melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/temamateri yang akan atau sedang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi

Page 47: Cerdas Berbahasa

guru dan belajar dari aneka sumber. Hal itu terlihat ketika guru menanyakan tentang gravitasi bumi yang berhubungan dengan teks bacaan. Tindak tutur ini lebih menerapkan prinsip kerja sama maksim kualitas. Kesesuaian jawaban tersebut terlihat ketika siswa menjawab dan guru membenarkan dari jawabannya dalam bentuk pengulangan di dalam pertanyaannya, seperti pada penggalan tuturan berikut iniG: Ya, ada yang pernah baca gravitasi bumi? Ada yang tahu? Apa itu gravitasi bumi, Alita?S: Gaya tarik.G: Siapa bisa mencontohkan terjadinya gaya tarik bumi. Eko coba contohkan!S: Suatu benda jatuh.Guru menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran dan sumber belajar lain. ; ………..Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta didikdengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya. Selain itu guru juga melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran, seperti pada tuturan berikut.G: Kalau puisi karangan terikat, kalau prosa karangan bebas. Terikat bagaiman bingung ibu?S: Maksudnya kalau puisi itu ada aturan-aturannya misalnya bait.G: Ada baitnya.S: Terus maknanya ada tersirat.G: Kata-katanya bermakna konotasi, kalau prosa maknanya denotasi.Berdasarkan tuturan di atas dapat diimplikasikan bahwa guru dengan aktifnya berusaha melibatkan siswa supaya terjadi interaksi secara aktif. Hal itu terlihat ketika praanggapan guru seolah-olah bingung yang menginginkan pembenaran dan jawaban dari siswa agar yang diinginkan guru dalam pemahaman siswa menjadi benar adanya. Interaksi tuturan tersebut menggunakan prinsip kerjasama kamsim kualitas. Kesesaian jawaban menjadikan tuturan demi tuturan berjalan dengan baik.Dalam kegiatan elaborasi, guru membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna; guru memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; guru memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut; guru memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif can kolaboratif; guru memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; guru memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan balk lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok; guru memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan riasi; kerja individual maupun kelompok; guru memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; guru memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.Guru membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna, seperti pada tuturan dialog berikut. Walaupun teks bacaan sudah dibacakan oleh siswa yang lain, guru masih mencoba membiasakan agar siswa yang lain dapat membacanya kembali. Secara lisan, guru menginginkan apa yang dibaca bisa dipahami dengan baik dan membacanya juga dengan suar yang nyaring. Hal itu tidak saja paham secara individu, tapi paham juga bagi teman yang lain selain melatih artikulasi anak dalam membaca nyaring.G: Tadi kaliansudah membaca semua, tapi ada yang belum mendengar karena suaranya kurang keras atau kurang lantang. Sekarang kita ulangi sekali lagi. Bapak mulai dari kelompok empat silahkan!S: (siswa membaca bergantian hingga selesai)

Page 48: Cerdas Berbahasa

G: Jadi, dari bacaan itu tentu kamu dapat mengetahui apa tujuan daripada kisah si Baditadi. Tentu setelah kamu baca berulang-ulang kamu dapat memahami hal-hal tersirat dalam hati kita tentang si Bandi tadi. Mengapa si Bandi tadi menurut kamu? (memandang seluruh siswa) Apa anak pintar, apa anak durhaka?S: Anak durhaka (menjawab serentak)Tuturan di atas berdasarkan prinsip kerja sama menggunakan maksim kualitas. Artinya adanya kesesuaian apa yang diinginkan dengan penutur dengan petutur. Keseuaian tersebut terlihat dari jawaban siswa secara serentak. Selain itu, apa yang diinginkan oleh penutur dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Hal itu juga terlihat bahwa guru memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas dan diskusi dalam kelompok untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis.Guru memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut. Di sini siswa memberikan pemecahan suatu masalah dalam pendapatnya. Guru menyiasati siswanya agar rasa takut itu dapat diatasi oleh mereka maka guru membentuk diskusi dalam bentuk debat sehingga apa yang dikemukakan oleh siswa dapat membangun suatu opini yang alami dari teman-temannya. Dalam kelompok itu siswa bekerja sama dalam membahas dan menyelesaikan suatu permasalahan sehingga apa yang diputuskan/dihasilkan menjadi suatu kesepakatan bersama. Itu artinya bahwa guru juga memfasilitasi siswa dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif. Jika dilihat berdasarkan dialog berikut, tuturan berikut ini lebih mengacuk pada prinsip kerja samadengan maksim kualitas karena jawaban dari siswa dalam memecahkan suatu masalah sudah didukung dengan bukti-bukti yang kuat.G: Ya, kita anggap di sini adalah sebuah kerajaan. Di sini ada anak dalangnya. Silahkan! Silahkan, Nak! Mau pro pada Mohammad Yofanza atau pro kepada kepala suku.S: Kalau masalah kebersihan tidak mungkin bisa menimbulkan penyakit. Lain seperti malaria, demam berdarah, penderita TBC. Kalau penyakit flu burung itukan berasal dari hewan. Hewan itukan bernafas dengan mengeluarkan virus. Virus yang mereka keluarkan kepada orang lain sehingga orang tersebut terkena virus tersebut. Jadinya saya tidak setuju dengan pendapat Mohammad Yofanza yang mengatakan baahwa virus flu burung itu berasal dari kebersihan karena virus flu burung itu menyebar melalui udara, Bu.Guru memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasibelajar. Bekompetensi secara sehat di sini bahwa guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menampilkan kemampuannya baik secara lisan maupun tulis. Secara lisan misalnya siswa tampil di depan kelas untuk membacakan puisi. Siswa yang lain diberi kesempatan untuk memberikan penilaian pada teman yang tampil. Sebaliknya yang menilai tadi akan tampil juga untuk dinilai. Selian itu, dapat dikatakan bahwa guru telah memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok; guru memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan kreasi; kerja individual maupun kelompok. Itu artinya, penialaian dari mereka untuk mereka akan memberikan perbaikan pembelajaran yang baik sehingga siswa bekompetensi dengan temannya sendiri secara sehat dan wajar, seperti pada tuturan berikut ini.G: Diana, Erin mana?S: Saya Bu.G: Ya, Erin.S: (siswa membacakan puisi di depan kelas)S: (menyimak dengan saksama)S: (selesai membacakan puisinya)S: (bertepuk tangan)S: Terlalu monoton.G: Suaranya keras lagi, Van.S: Terlalu monoton, Mimik wajahnya seperti itu-itu terus, Nilainya7,5.

Page 49: Cerdas Berbahasa

Tuturan di atas implikaturnya bahwa yang diinginkan oleh guru dari siswanya dapat memberikan suatu penampilan puisi yang baik. Tuturan yang dikemukakan oleh guru dalam menanyakan siswanya menunjukkan bahwa gurunya ingin informasi yang jelas dan mendukungshingga apa yang diharapkan memang demikian adanya. Beigitu juga pada komentar terhadap penempilan siswa lainnya dalam membacakan puisi. Jawaban siswa tersebut sangat diharapkan oleh gurunya dapat memberikan data yang kuat terhadap penampilan temannya. Berdasarkan prinsip kerja sama tuturan itu menggunakan maksim kuantitas.Guru memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan di sini maksudnya adalah puisi yang telah dibuat oleh siswa kemudian diberikan kesempatan untuk membacakannya di depan kelas. Hal tersebut dapat kita lihat dalam dialog berikut.G: Sekarang kita lihat dulu Vina. Nuri kamu beri penilaian untuk Vina (Vina selesai membaca puisi di depan kelas. Guru dan seluruh siswa bertepuk tangan)G: Nuri berikan komentar.S: Ehm…Vina masih terpaku pada teks. Matanya masih terfokus pada teks.G: Jadi kontak dengan penonton kurang? Ya, terus.S: Cara membacanya terlalu cepat. Jedahnya, Bu.Kesesuaian tuturan dari dialog di atas dapat dilihat ketika praanggapan dari impilkatur siswa diulang kembali oleh guru. Kata ya, terus membuktikan bahwa jawaban yang telah dikemukakan sebelumnya memang demikian adanya. Berdasarkan prinsip kerja sama tuturan di atas mengacu pada maksim kualitas. Alasan lain selain itu adalah bahasa yang digunakan oleh guru secara lugas sehingga dapat dipahami dengan baik oleh siswa.Guru memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. Tuturan yang bisa dilakukan guru dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa seperti pada turan berikut ini.G: Ya, bagus. Siapa lagi yang mau mencoba? Jangan takut, siapa yang mau mencoba majulah ke depan ini. Pelangi kan bisa. Kalau Pelangi bisa, kalian harus bisa.S: (Siswa yang lain maju)G: Ya, bagus Rani. Tepuk tangan. Siapa lagi?Tuturan yang dikemukakan guru sangat bijaksana dalam menumbuhkan rasa percaya diri anak “Kalau Pelangi bisa, kalian harus bisa”. Itu artinya siswa akan lebih tertantang untuk mencoba dan percaya diri pun lebih kuat untuk mencoba. Praanggapan guru dengan kata-kata demikian akan memberikan peluang besar bagi siswa yang lain untuk mencoba. Begitu juga sebaliknya, siswa dalam implikaturnya akan merasa lebih mudah dalam mengerjakan latihan tersebut. Ini terbukti setelah siswa mengerjakan tugasnya baru adapembenaran dsari guru terhadap apa yang telah dikerjakannya. Hal tersebut sesuai dengan prinsip kerja sama pada maksim kualitas.Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, guru memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber, guru memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan, guru memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar: berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar; membantu menyelesaikan masalah; memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi; memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, seperti pada tuturan berikut. Guru memberikan penguatan secara verbal maupun nonverbal. Hal itu bukan saja

Page 50: Cerdas Berbahasa

dilakukan oleh guru, melainkan siswa yang lain ikut berpartisipasi aktif terhadap keberhasilan teman-temannya.G: Ya, bagus! Tepuk tangan!S: (bertepuk tangan)G: Sekarang siapa lagi yang berani. Coba yang laki-laki. Ayo siapa bisa! Megi bisa?S: (Megi maju ke depan membacakan pantun)G: Ya, bagus. Tepuk tangan lagi!S: (bertepuk tangan)Penguatan tersebut berdasarkan prinsip kerja sama termasuk maksim kualitas. Walaupun tidak dijawab secara langsung atau lisan melainkan sebgian ada dalam bentuk tepukan dan sebagian lagi dalam bentuk ujaran, penguatan tersebut sudah ada kerja sama dengan baik dalam kesamaan pemahaman antara siswa dengan guru atau antara siswa dengan siswa.Guru memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber. Eksplorasi tersebut berupa kalimat yang digunakan guru lebih kontektual atau ada di lingkungan siswa sendiri. Seperti pada tuturan berikut bahwa guru memberikan konfirmasi kepada siswa terhadap jawaban yang telah mereka kemukakan sendiri. Jawaban dari tuturan siswa memberikan kontribusi yang cukup yang dibutuhkan guru. Kata Satu antaranya ingat! Utuh yang dituturkan oleh guru membuktikan bahwa informasi yang dibutuhkannya sudah cukup sehingga guru melanjutkan ke pertanyaan berikutnya.Hal tersebut terlihat bahawa guru menggali informasi terhadap pertanyaan yang dikemukakan. Berdasarkan prinsip kerja sama tuturan berikut mengacu pada maksim kuantitas.G: Sekarang coba coba perhatikan. Di ruang kelasku, banyakterdapat jendela-jendela yang terbuka. Jendela-jendela itu kataapa itu?S: Kata ulang (serentak)G: Kata ulang, kata ulang itu ada berapa macam?S: Ada empat.G: Empat? Yakin empat? Empat atau lima?S: Empat (serempak).G: Siapa yang lima? Empat atau tiga?S: Empat (serempak).G: Empat atau lima?S: empat (serempak)G: Kita buktikan sekarang. Sekarang tidak usah saling curiga,saling suara nanti kalian bingung. Kalau utuh bagaimana?S: Tidak berubah (serempak).G: Kalau jendela-jendela di kelasku banyak terbuka. Itu jenis kataulang apa?S: Utuh (serempak).G: Sekarang yang kedua. Satu antaranya ingat! Utuh. Yang keduatidak ada yang menulis. Kalau mobil-mobilan?S: Berimbuhan (serempak)Guru memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. Refleksi di sini diberikan oleh guru dalam mendukung dalam memperkuat argumen siswa. Argumen siswa tersebut dapat meyakinkan guru bahwa yang terjadi memang benar adanya, seperti pada tuturan berikut.G: Oh…begitu.S: Melalui foto mesra itu akan nampak biar orang tahukan. Wah… ini pasangan yang setia, mesra, dan serasi.S: Huuuu…(sebagian siswa bertepuk tangan)G: O..ya bagus sekali. Silahkan dari kubu yang tidak setuju.

Page 51: Cerdas Berbahasa

S: Ha…ha..ha…(tertawa serempak)G: Ayo lagi yang mana Ki lawan Ki!S: Saya perwakilan dari kubu yang tidak setuju karena kan rata-rata yang undangan yangada foto mesra itukan, rata-rata kelas elite kan Bu. Jadi, nampak nanti kesenjangan sosial kalau undangan yang bagus ada foto-foto berartikan itu orang-orang kaya, sedangkan yang sederhana itu kurang mampu.Tuturan guru dengan siswa di atas memperlihatkan hubungan kerja sama dengan menggunakan maksim kualitas. Maksim ini memberikan praanggapan dan implikatur adanya kesesuaian antara pertanyaan dengan jawaban. Di sini guru menginginkan siswa menjawab dengan baik dan siswapun menjawabnya sesuai apa yang diinginkan berdasarkan pertanyaanyang diajukan oleh guru. Hak tersebut membuktikan bahwa guru dapat memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar. Selain itu, guru juga berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasayang baku dan benar; membantu menyelesaikan masalah; memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi; memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.3. PenutupKegiatan menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengakhiri kegiatan inti pembelajaran (Saadie, 2007:3.47). Kegiatan menutup pelajaran dimaksudkanuntuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa, serta mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses pembelajaran. Usaha-usaha yang dapat dilakukan guru, antara lain merangkum kembali atau meminta siswa membuat ringkasan dan mengadakan evaluasi tentang materi pelajaran yang baru saja dibahas. Kegiatan menutup pelajaran ini juga dilakukan guru tidak saja pada akhir pelajaran, tetapi juga pada akhir setiap penggal kegiatan dari inti pembelajaran yang diberikan selama jam pelajaran itu.Tuturan kegiatan menutup pelajaran dalam prinsip kerjasama lebih dominan mengacu pada maksim kualitas. Maksim kualitas ini mengimplikasikan bahwa siswa dan guru sudah sangat saling memahami apa yang telah dipelajari sehingga tuturan yang dihasilkan sesuai dengan keadaan sebenarnya, seperti pada tuturan beikut ini.G: Ada lagi Nak selain tempo?S: Ekspresi, Bu.G: Ya, membaca puisi tidak bisa dikatakan berhasil jika kalian tidak bisa mempengaruhiorang yang mendengar. Jangan ragu-ragu menampakkan mimik muka kalian. Kalau sedih, tunjukkan sedih. Kalau gembira, tunjukkan gembira. Kalau meremehkan, tunjukkan dengan meremehkan. Seperti tadi kata Ade, Bu puisi ini saya ciptakan sebagai kritik terhadap wanita. Jadi selamat berkarya dan sampai jumpa.Tuturan dalam bentuk pertanyaan mengimplikasikan bahwa guru menginginkan penguatan dari siswa bahwa siswa telah memahami terhadap materi yang telah dipelajari. Selain itu, guru berpraanggapan hal itu perlu dikuatkan lagi dalam bentuk simpulan. Namun, berdasarkan tuturan yang ditemui dari sembilan kegiatan pembelajaran, guru jarang menyimpulkan dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan lebih kepada penugasan. Kegiatan menutup ini lebih pada inti dari menutup pelajaran, sepertipada tuturan berikut.G: Anak-anak waktu sudah habis.S: Sudah (sebagian)S: Belum, Bu (sebagian)G: Ya, yang belum selesai lanjutkan di rumah sekarang kumpulkantugas puisi yang kemarin.G: Siapkan ketua!

Page 52: Cerdas Berbahasa

Berdasarkan prinsip kerja sama pada maksim kualitas memang guru dan siswa sudah melakukan tuturan dengan sebenarnya, tetapi guru masih belum memahami dalam kegiatan pembelajaran. Implikaturnya bahwa guru masih kurang mampu mengajak siswa untuk menerapkan kegiatan pembelajaran menutup yang baik. Menutup tidak sekadar tutup dan salam saja. Padahal, menutup pelajaran dilakukan untuk memperoleh gambaran yang utuh tentang pokok-pokok materi yang dipelajari dengan cara meninjau kembali dan mengevaluasi (Saadie, 2007:3.53 s.d. 3.54). Meninjau kembali dapat dilakukan dengan cara merangkum inti pelajaran dan membuat ringkasan, sedangkan mengevaluasi dapat dilakukan dengan cara mendemonstrasikan keterampilan, mengaplikasikan ide baru, mengekspresikan ide guru, mengekspresikan ide baru, mengekspresikan pendapat, dan memberikan soal.PENUTUPBerdasarkan pembahasan dan analisis di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tidaksemua peranggapan guru dan implikatur siswa memiliki kesesuaian atau dalam arti hanya pada maksim kualitas, melainkan ada juga maksim yang lain yaitu maksim kuantitas, maksim hubungan, dan maksim cara. Ada beberapa gejala konsep pemahaman yang guru dengan siswa perlihatkan ketika peristiwa tutur terjadi antara lain: [a] Ada kesamaan pemahaman secara langsung atau eksplisit yang diperlihatkan guru dan siswa sehingga praanggapan implikatur yang mereka perlihatkan sesuai dalam hal ini menggunakan prinsip kerja sama maksim kualitas. (b) ada kesamaan pemahaman secara tidak langsung atau implisit, tetapi untuk sampai pada pengertian yang maksudkan, guru harus menggalijawaban yang dimaksud siswa dengan memunculkan pertanyaan baru. Kecenderungan hal ini prinsip kerjasama yang digunakan dengan maksim kuantitas, dan cara. (c) tidak ada kesesuaian antara praanggapan dan implikatur dalam arti lain yang ditanya, lain yang dijawab (maksim relevansi atau hubungan).Praanggapan dan implikatur hanyalah salah satu bagian dari kajian analisis wacana. Karena itu, pada kesempatan lain bagi penganalisis wacana agar dapat melakukan peninjauan lebih jauh dan aspek lain dan kompleks atau pada konteks wacana yang berbeda, baik itu mengenai kontruksi tema – rema, referensi (Reference), dan infrensi (inference), konteks situasi (the contec optituation) dan ko-teks (co-text), tematisasi dan penahapan, pronomina dalam wacana, serta yang lainnya. Dengan analisis yang lebih mendalam dan beragam diharapkan dapat merepresentasikan isi wacana dalam rangka menemukan makna wacana lisan yang bersangkutan.DAFTAR PUSTAKABrown, Gillian dan Yuli. 1996. Analisis Wacana. (Terj. I Soetikno). Jakarta: PT Gramedia.Irawan, Prasetya. 1999. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: STIA-LAN Press.Mardalis. 1995. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Sinar Grafika Offset.Maria S., Rumi. 2000. “Pelaksanaan Pengajaran Apresaisi Puisi Siswa Kelas 1 SMUN 1 Kuala Lempuing Kotamadya Bengkulu”. Bengkulu: Skripsi FKIP Unib.Muhadjir, Neong. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.Nababan.. 1989. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya. Jakarta: Departemen Pendidikandan Kebudayaan Direktoran Jendral Pendidikan Tinggi.Pranowo. 1996. Analisis Pengajaran bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Saadie, Mamur. dkk. 2007. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: UniversitasTerbuka.Subekti, Susilo. 2006. “Pelaksanaan Pengelolaan Kelas dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas X SMAN 2 Kota Bengkulu Tahun Ajaran 2005/2006”. Bengkulu: Skripsi FKIP Unib.Sukarno. 1993. Kontruksi Tema Rema dalam Bahasa Indonesia Lisan tidak Resmi masyarakatKodya Malang. Jakarta: Depdikbud.

Page 53: Cerdas Berbahasa

Suryanti, Lilis. 2009.” Penggunaan Bahasa Indonesia oleh Guru Sekolah Dasar Negeri di Seluma”. Bengkulu: Skripsi FKIP Unib.Yasin, Anas. 1991. Gramatika Komunikatif: Sebuah Model. (Disertasi) IKIP Malang.Yasin, Anas. 2002. Aplikasi Analisis Wacana dalam Pengajaran Bahasa Asing. Makalah disampaikan pada pertemuan regional – Masyarakat linguistik Indonesia (PIR-MLI) 18 Mei2002.Yasin, Anas. 2002. Arah kajian bahasa: Kaitannya dengan Perkembangan Pendidikan, Iptek, dan Sosial Budaya. Makalah dalam SEKOLAR Volume 3, Nomor 1, Juni 2002.Posted in Uncategorized | No Comments »

Feb17

Beberapa Studi Kasus dalam Penelitian Pendidikan Bahasa Oleh AronoAbstrak: Beberapa studi kasus dalam penelitian pendidikan bahasa dapat dikaji dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif pada aspek studi kasus penelitian pendidikan bahasa terdapat dalam keterampilan berbahasa, kebahasaan, dan sastra serta pembelajarannya. Karakteristik pembelejaran dengan metode kasus, yaitu menekankan pada analisis situasional, pentingnya menghubungkan antara analisis dan tindakan, perlunya keterlibatan mahasiswa, peran pengajar yang tidak tradisional, dan suatu keseimbangan antara sasaran-sasaran substansi dan proses pembelajaran.Tujuan yang dapat dicapai dari pembelajaran dengan menggunakan metode kasus adalah memungkinkan menggabungkan teori dan praktik dalam proses pembelajaran, memungkinkan mahasiswa belajar pengalaman dari tangan pertama dari pelaku kasusnya, memungkinkan mentransfer managerial wisdow ke dalam ruang kelas, memungkinkan mahasiswa mengembangkan sense of judgement mereka, memahami praktik pembelajaran sesungguhnya dengan cara yang efisien, meningkatkan komunikasi mahasiswa, melatih mahasiswa berpikir secara konstruktif, dan mendorong mahasiswa mempunyai kemampuan sintesa dan evaluasi. Adapun tujuan penelitian pendidikan/pengajaran bahasa, yaitu a. menemukan dan mengembangkan teori, model, atau strategi baru dalam pendidikan/pembelajaran bahasa; b. menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan teori, model, strategi pendidikan/pengajaran bahasa dalam memecahkan masalah pendidikan/pembelajaran bahasa; c. mendeskripsikan dan menjelaskan keadaan atau hubungan berbagai isu atau pikiran yang terkait dengan masalah bahasa. d. memecahkan masalah pendidikan/pembelajaran bahasa; e. menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah pendidikan/pembelajaran bahasa; f. membuat keputusan atau kebijakan mengenai pendidikan/pembelajaran bahasa.I. PendahuluanPelaksanakan proses pendidikan yang berkualitas memerlukan keputusan-keputusan profesional. Keputusan tersebut sangat penting sebab akan berpengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap siswa, orang tua siswa, dan masyarakat. Keputusan tersebut dapat berupa diantaranya penerapan kurikulum, sarpras, model, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.Sebagai contoh, untuk meningkatkan motivasi siswa, peneliti harus membuat keputusan tentang upaya yang tepat dilakukan guru, orang tua siswa, dan lingkungan sekitar siswa. Hasil penelitian DeRita dan Weaver (1991) dapat memutuskan bahwa guru dapat memberikaan strategi drama untuk meningkatkan motivasi membaca siswa. Di samping itu, orang tua hendaknya memberikan fasilitas memadai serta model yang mendukung peningkatan motivasi membaca siswa. Masyarakat sekitar sangat efektif dalam memberikansuasana kondusif bagi peningkatan motivasi membaca siswa. Masyarakat sekitar sangat efektif dalam memberikan suasana kondusif bagi peningkatan motivasi membaca siswa dengan didirikannya rumah baca atau sanggar baca.Sebagian besar pendidik membuat keputusan berdasarkan pada beberapa sumber, misalnya

Page 54: Cerdas Berbahasa

pengalaman pribadi, pendapat ahli, pendapat umum, intuisi, dan akal sehatnya untuk memutuskan sesuatu. Berbagai sumber tersebut dapat saja digunakan dalam membuat keputusan, tetapi keputusan yang diambil berdasarkan penelitian ilmiah adalah yang paling tepat.Lingkungan masyarakat, kelompok profesional, organisasi masyarakat, memerlukan studi khusus untuk menentukan kebijakan dalam kegiatannya. Sebagai contoh, kelompok direksi membutuhkan strategi mewicara yang tepat agar gagasannya dapat dimengerti dan dilaksanakan oleh anggota yang dipimpinnya.Sebagian dari penentu kebijakan lebih menyenangi penelitian yang berdasarkan pada informasi yang berselaras dengan masalah kebijakan tertentu. Sebagai contoh, penelitian dibutuhkan untuk menentukan standar kebahasaan dan penilaian kebahasaan. Valencia & Wixson (2000) menjelaskan berbagai kemungkinan penelitian sekait dengan haltersebut, di antaranya perilaku berbahasa siswa, deskripsi prestasi berbahasa siswa, dan penelaahan pokok-pokok bahasan bahasa.Pentingnya penelitian pendidikan bahasa dapat dilihat berdasarkan fungsi dan penggunaan jenis penelitian pendidikan bahasa, yaitu (1) Fungsi penelitian dasar, yaitu untuk menguji teori dengan sedikit atau tanpa aplikasi hasil penelitian pada masalah praktis. Secara khusus berkenaan dengan mengetahui, menerangkan, dan memperkirakan fenomena alam dan sosial, penelitian dapat dimulai dengan satu teori, prinsip dasar, atau suatu generalisasi. (2) Fungsi terapan, yaitu untuk suatu bidang praktik dan berkenaan dengan aplikasi pengetahuan berdasarkan riset mengenai praktik tersebut. (3) Fungsi evaluasi, menilai kebaikan, kelayakan atau kebermanfaatan suatu praktik. Praktik yang dievaluasi bisa berupa pelaksanaan program atau penggunaan hasil.Informasi yang dapat dipercayalah yang diharapkan oleh masyarakat, yaitu informasi dari penelitian. Kegiatan penelitian yang dapat menggambarkan dan mengukur fenomena secara akurat merupakan sumber pengetahuan yang paling baik dibandingkan dengan kebenaran yang didapatkan secara non ilmiah.Berdasarkan latar belakang makalah di atas, penulis dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan dalam makalah ini diantaranya beberapa masalah dalam studi kasus dalam penelitian pendidikan bahasa baik dalam pengajaran bahasa, keterampilan berbahasa, sastra, dan kebahasaannya berdasarkan penelitian kualitatif. Adapun rumusan makalah ini, yaitu begaimana studi kasus dalam penelitian pendidikan bahasa dengan tidak mengabaikan aspek pengajaran bahasa, keterampilan berbahasa, sastra, dan kebahasaannyaberdasarkan penelitian kualitatif? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini untuk menggambarkan bebrapa studi kasus dalam penelitian pendidikan bahasa dengan tidak mengabaikan aspek pengajaran bahasa, keterampilan berbahasa, sastra, dan kebahasaan berdasarkan penelitian kualitatif.II. PembahasanA. Pengertian Studi KasusCreswell (1998) menjelaskan bahwa suatu penelitian dapat disebut sebagai penelitian studi kasus apabila proses penelitiannya dilakukan secara mendalam dan menyeluruh terhadap kasus yang diteliti, serta mengikuti struktur studi kasus seperti yang dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (dalam Heigham dan Croker, 2009), yaitu permasalahan, konteks, isu, dan pelajaran yang dapat diambil. Banyak penelitian yang telah mengikuti struktur tersebut tetapi tidak layak disebut sebagai penelitian studi kasus karena tidak dilakukan secara menyeluruh dan mendalam. Penelitian-penelitian tersebut pada umumnya hanya menggunakan jenis sumber data yang terbatas, tidak menggunakan berbagai sumber data seperti yang disyaratkan dalam penelitian studi kasussehingga hasilnya tidak mampu mengangkat dan menjelaskan substansi dari kasus yang diteliti secara fundamental dan menyeluruh. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian dan kecermatan untuk mencantumkan kata ‘studi kasus’ pada judul suatu penelitian,

Page 55: Cerdas Berbahasa

khususnya penelitian kualitatif.Menurut Yin (2003), kasus sebagai objek penelitian dalam penelitian studi kasus digunakan untuk memberikan contoh pelajaran dari adanya suatu perlakuan dalam konteks tertentu. Kasus yang dipilih dalam penelitian studi kasus harus dapat menunjukkan terjadinya perubahan atau perbedaan yang diakibatkan oleh adanya perilaku terhadap konteks yang diteliti. Menurutnya, penelitian studi kasus pada awalnya bertujuan untukmengambil lesson learned yang terdapat di balik perubahan yang ada, tetapi banyak penelitian studi kasus yang ternyata mampu menunjukkan adanya perbedaan yang dapat mematahkan teori-teori yang telah mapan, atau menghasilkan teori dan kebenaran yang baru.Dari sifat kasusnya yang kontemporer, dapat disimpulkan bahwa penelitian studi kasus cenderung bersifat memperbaiki atau memperbaharui teori. Dengan kata lain, penelitian studi kasus berupaya mengangkat teori-teori kotemporer (contemporary theories). Penelitian studi kasus berbeda dengan penelitian grounded theory, phenomenology, dan ethnography yang bertujuan meneliti dan mengangkat teori-teori mapan atau definitif yang terkandung pada objek yang diteliti. (Meyer dalam Wahyono, 2009). Ketiga jenis penelitian tersebut berupaya mengangkat teori secara langsung dari data temuan di lapangan (firsthand data) dan cenderung menghindari pengaruh dari teori yang telah ada. Sementara itu, penelitian studi kasus menggunakan teori yang sudah ada sebagai acuan untuk menentukan posisi hasil penelitian terhadap teori yang ada tersebut. Posisi teori yang dibangun dalam penelitian studi kasus dapat sekadar bersifat memperbaiki, melengkapi, atau menyempurnakan teori yang ada berdasarkan perkembangan dan perubahan fakta terkini.Seperti halnya Stake (1995) dan Creswell (1998), Yin (2003) berpendapat bahwa penelitian studi kasus menggunakan berbagai sumber data untuk mengungkapkan fakta di balik kasus yang diteliti. Keragaman sumber data dimaksudkan untuk mencapai validitas dan reliabilitas data, sehingga hasil penelitian dapat diyakini kebenarannya. Fakta dicapai melalui pengkajian keterhubungan bukti-bukti dari beberapa sumber data sekaligus, yaitu dokumen, rekaman, observasi, wawancara terbuka, wawancara terfokus, wawancara terstruktur, dan survey lapangan. Di samping fakta yang mendukung proposisi,fakta yang bertentangan terhadap proposisi juga diperhatikan, untuk menghasilkan keseimbangan analisis, sehingga objektivitas hasil penelitian terjaga.Meskipun tampaknya berbeda, pengertian tersebut pada dasarnya menuju pada satu pemahaman yang sama. Penjelasannya tidak bertentangan, bahkan saling melengkapi. Kelompok pengertian yang pertama memulai penjelasan dari adanya objek penelitian, yangdisebut sebagai kasus, yang membutuhkan jenis penelitian kualitatif tertentu, dengan metode penelitian yang khusus, yaitu metode penelitian studi kasus. Sementara itu, kelompok yang kedua memandang penelitian studi kasus sebagai salah satu jenis metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk meneliti suatu objek yang layak disebut sebagai kasus. Kedua kelompok pendapat ini memiliki kesamaan pemahaman, yaitu menempatkan penelitian studi kasus sebagai jenis penelitian tersendiri, sebagai salah satu jenis penelitian kualitatif.Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadapsatu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu . Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. SementaraYin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasushendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para penelitiberusaha menernukan sernua variabel yang penting.Studi kasus dalam pendidikan bahasa adalah bentuk penelitian pendidikan bahasa yang mendalam tentang suatu aspek pendidikan bahasa, termasuk lingkungan pendidikan bahasa

Page 56: Cerdas Berbahasa

dan manusia yang terlihat dalam pendidikan bahasa di dalamnya (Nunan, 1992). Oleh karena beberapa klasifikasi “kasus” sebagai objek studi (Stake, 1955) dan “kasus” lainnya dianggap sebagai suatu metodologi (Yin, 1994) maka penjelasan studi kasus merupakan studi yang mendetail yang dapat menggunakan banyak sumber data untuk menjelaskan sebuah variabel atau hal yang diteliti. Kasus bisa dipilih karena keunikannya atau kasus bisa digunakan untuk mengilustrasikan suatu isu.Fokus penelitian dapat berupa satu entitas (penelitian di suatu tempat) atau beberapa entitas (studi multi tempat/multi-site). Penelitian ini mendeskripsikan kasus, analisis tema atau isu, dan interpretasi atau pembuktian penelitian terhadap kasus. Studi kasus dalam pendidikan bahasa dapat dilakukan terhadap seorang individu, sekelompok individu, lingkungan hidup manusia, serta lembaga sosial yang terkait dengan pendidikan bahasa. Studi kasus dalam pendidikan bahasa dapat difokuskan pada perkembangan sesuatu di bidang pendidikan bahasa. Misalnya, pengaruh didirikannya pondok baca di daerah pedesaan; studi longitudinal tentang perkembangan kemampuan linguistik anak. Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasusmeliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitassesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.B. Tujuan Penelitian Pembelajaran BahasaPenelitian merupakan art and science guna mencari jawaban terhadap permasalahan (dan Yoseph dalam Syamsuddin dan Damaianti, 2006:2). Karena merupakan seni dan ilmiah, penelitian memberikan ruang-ruang yang akan mengakomodasikan adanya perbedaan tentang konsep penelitian. Penelitian dapat pula diartikan sebagai cara pengamatan atau inkuiri dan bertujuan mencari jawaban permasalahan atau proses penemuan, baik discovery atau invention. Discovery diartikan sebagai hasil penemuan yang sebetulnya memang sudah ada. Invention dapat diartikan sebagai penemuan hasil penelitian yang betul-betul baru dengan dukungan fakta. Secara umum tujuan kegiatan penelitian adalah menjelaskan dunia di sekitar kita melalui upaya yang sistematis (Kamil, 1995).Berdasar pada rumusan tersebut, tujuan penelitian pendidikan/pembelajaran bahasa adalah upaya yang sistematis untuk menjelaskan, memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah-masalah pendidikan/pembelajaran bahasa. Secara rinci tujuan penelitian pendidikan/pengajaran bahasa adalah sebagai berikut: a. menemukan dan mengembangkan teori, model, atau strategi baru dalam pendidi- kan/pembelajaran bahasa;b. menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan teori, model, strategi pendi- dikan/pengajaran bahasa dalam memecahkan masalah pendidikan/pembelajaran bahasa; c. mendeskripsikan dan menjelaskan keadaan atau hubungan berbagai isu atau pikiran yang terkait dengan masalah bahasa. d. memecahkan masalah pendidikan/pembelajaran bahasa; e. menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah pendidikan/pembelajaran bahasa; f. membuat keputusan atau kebijakan mengenai pendidikan/pembelajaran bahasa. Masalah pendidikan/pembelajaran bahasa mencakup masalah-masalah linnguistik atau kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Masalah linguistik yang menjadi fokus penelitian pendidikan/pembelajaran bahasa di antaranya adalah fenomena-fenomena linguistik yang terkait dengan penutur bahasa dan penggunaan bahasa. Masalah lain yang berhubungan dengan penelitian/pembelajaran bahasa ialah bagaimana mengidentifikasi sifat-sifat bahasa serta model-model pengembangannya. Adapun masalah keterampilan berbahasa yang menjadi fokus penelitian bahasa mencakup keterampilan membaca, menulis, berbicara, danmendengarkan.C. Tujuan Penelitian Membaca dan MenulisPenelitian membaca didasari dan dipengaruhi oleh penelitian-penelitian psikologi. Padaawal abad ke-20 sampai tahun 1960-an, penelitian difokuskan pada bagian-bagian keterampilan membaca. Selanjutnya, penelitian membaca menghasilkan pemikiran yang

Page 57: Cerdas Berbahasa

sistematis tentang belajar membaca (Kamil, 1995). Penelitian murni tentang membaca berupaya menjelaskan peristiwa-peristiwa membaca yang ada di sekitar kita dan berupayauntuk mengembangkan pengetahuan tentang membaca yang berpengaruh pada penemuan teori membaca. Selanjutnya, teori yang telah dirumuskan diharapkan dapat menjelaskan berbagai permasalahan membaca. Misalnya, dengan teori tersebut kita dapat menjawab apakah membaca itu, siapakah yang melakukan kegiatan membaca, serta kapan, bagaimana, mengapa, di mana peristiwa membaca terjadi. Dari berbagai penelitian, teori-teori membaca semakin lengkap. Teori ini kemudian dikembangkan dalam penelitian membaca terapan untuk menjelaskan berbagai peristiwa membaca yang ada di sekitar kita dan memecahkan permasalahan membaca dalam kehidupan sehari-hari.Dari waktu ke waktu permasalahan membaca lebih banyak berupa isu tentang membaca terapan karena adanya kebutuhan dan keinginan berupa penerapan teori membaca dalam kegiatan pendidikan, pengajaran, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, masih banyak teori membaca yang tidak dapat memecahkan permasalahan pendidikan dan pengajaran membaca. Hal ini menyebabkan pentingnya pemberian informasi secara terus-menerus dari pendidik dan pengajar tentang permasalahan yang ditemukannya. Hasil penelitian membaca seharusnya dapat diaplikasikan dalam setting yang tepat. Hasil penelitian yang baik dapat menjadi umpan balik bagi kerangka kerja atau model kegiatanyang sedang berlangsung. Ruang lingkup penelitian membaca terapan meliputi evaluasi program membaca individual atau kelompok, metode, teknik, atau strategi pembelajaran membaca, serta model-model pembelajaran membaca. Untuk menentukan variabel dan metodo1ogi dilakukan berdasarkan titik pandang permasalahan membaca serta teori membaca. Penelitian membaca di satu sisi, sebenarnya, tidak terlampau berbeda dengan penelitian menulis. Permasalahan penelitian menulis diarahkan pada peningkatan pemahaman dan kemampuan menulis serta penjelasan proses menulis. Akhir-akhir ini penelitian menulis lebih holistik cakupannya (Shaughnessy, 1977). Selanjutnya, penelitian menulis berkembang ke arah pengkajian bagian bagian dan proses menulis (Hayes and Flower, 1980).Baik penelitian bidang membaca maupun penelitian bidang menulis banyak dipengaruhi model dan teori membaca dan menulis. Ada tiga model yang mempengaruhi penelitian membaca dan menulis, yaitu: a. model bottom-up atau model keterampilan, dengan tokoh penelitian membacanya adalah Cough, Alford, Holley-Wilcox (1972) dan tokoh penelitian menulis dengan model ini adalah Warriner dan Griffith (1977); b. model top-down atau holistik, dengan tokoh penelitian membacanya adalah Goodman Smith (1971) dan tokoh penelitian menulis dengan model ini adalah Britton (1970); c. model interaktif atau keseimbangan, dengan tokoh penelitian membacanya adalah Rummelhart (1977) dan tokoh penelitian menulis melalui model ini adalah Hayes dan Flower (1980).Penelitian kontemporer dalam membaca dan menulis banyak dipengaruhi oleh psikologi kognitif, psikologi sosial, linguistik, antropologi, teori belajar, ilmu komputer, danpraktik pendidikan. Beberapa penelitian membaca dan menulis bertujuan memahami sifat-sifat dasar dan teori-teori proses membaca. Upaya-upaya itu termasuk menghasilkan model-model dan teori-teori proses membaca, misalnya, penelitian yang banyak dihasilkan oleh Singer & Ruddeil (1976), Carver (1977-1975). Tujuan lain penelitian membaca dan menulis adalah untuk meningkatkan praktik-praktik pendidikan membaca dan menulis, baik di dalam kelas maupun pada seting lainnya.D. Tujuan Penelitian Berbicara dan MendengarkanPenelitian pendidikan berbicara dan mendengarkan pada umumnya bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah peningkatan kemampuan berbicara dan mendengarkan serta mengatasi masalah kesulitan berbicara dan mendengarkan. Melalui penelitian eksperimen,kesulitan berbicara dan mendengarkan dapat dilakukan dengan mengkaji atau menelaah faktor-faktor sebab-akibat kesulitan berbicara dan mendengarkan. Salah satu contoh penelitiannya ialah tentang melihat pengaruh model pembelajaran berbicara untuk

Page 58: Cerdas Berbahasa

meningkatkan kemampuan berbicara; melihat pengaruh suatu terapi terhadap perilaku seseorang yang mengalami kesulitan berbicara. Pertanyaan penelitian yang muncul adalahapakah suatu model pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berbicara? Apakah terapi menyebabkan perubahan dalam perilaku berbicara? Adakah pengaruh keter- lambatan simakan terhadap kemampuan berbicara?Ada empat karakterisik penelitian eksperimen dalam bidang berbicara dan mendengarkan, yaitu sebagai berikut. (1) Eksperimen diawali dengan maksud, tujuan, pertanyaan, atau hipotesis tentang masalah atau perilaku khusus tentang berbicara atau mendengarkan. (2) Eksperimen dapat mengontrol berbagai variabel yang diperkirakan menyebabkan perilaku khusus mengenai berbicara atau mendengarkan. (3) Penelitian eksperimen dapat dirancang secara sistematis untuk memberikani perlakuan terhadap kelompok yang dijadikan subjek penelitian. Penelitian lain dalam bidang berbicara dan mendengarkan bertujuan mendeskripsikan perbedaan kemampuan berbicara dan mendengarkan dua kelompok subjek penelitian, menggambarkan kecenderungan perkembangan kemampuan berbicara dan mendengarkan dan menggambarkan hubungan antara kemampuan mendengarkan dan berbicara.Pada penelitian deskriptif, peneliti tidak melakukan manipulasi terhadap kondisi-kondisi yang sedang diteliti. Ada empat tipe penelitian deskriptif dalam bidang ini, yaitu: (1) komparasi, (2) perkembangan, (3) hubungan, dan (4) survei. Penelitian kesejarahan dapat pula dilakukan untuk membuat generalisasi mengenai hubungan di masa lain tentang faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan dalam berbicara atau mendengarkan serta implikasinya pada kemampuan mendengarkan dan berbicara pada saat ini. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah merekam atau mencatat gambaran peristiwa masa lalu yang terkait dengan kemampuan seseorang dalam berbicara dan mendengarkan. Kemudian peneliti menganalisisnya serta mensintesiskannya ke dalam materi yang sedang diteliti, yaitu yang berkenaan dengan masalah kesulitan berbicara dan mendengarkan.E. Sifat Penelitian Pendidikan BahasaKarena kegiatan penelitian dipandang sebagai metode ilmiah, karakteristik atau sifat metodologi penelitian pendidikan bahasa sama dengan bidang-bidang lainnya. Menurut Tuckman (1982), Nunan (1992), McMillan & Schumacher (2003), Sukardi (2003) sifat metodologi penelitian pendidikan bahasa adalah sebagai berikut. a. Bertujuan Penelitian mutlak memiliki tujuan yang dapat memberikan arah dan target yang hendak dicapai. Tujuan ini dapat dipakai sebagai tolok ukur dan penilaian ketercapaian hasil penelitian.b. Sistematis Penelitian merupakan proses yang terstruktur sehingga diperlukan langkah-langkah yang tepat untuk melaksanakannya. Pelaksanaan penelitian yang baik dilakukan secara terencana dan sistematis sejak tahap awal ditentukannya per-masalahan penelitian sampai dengan penarikan simpulan hasil penelitian. Sistematika permasalahan tersebut dituangkan ke dalam langkah-langkah proses penelitan. Langkah-langkah dalam proses penelitian akan bergantung pada pendekat-an/metode yang digunakan dalam sebuah penelitian. Penelitian positivistik kuantitatif tentu akan berbeda sistematikanya dengan pendekatan naturalistik/kualitatif. c. Objektif Objektivitas mengacu kepada kualitas data yang dihasilkan oleh prosedur yang dapat mengontrol subjektivitas. Penelitian itu ada objekyang diteliti. Untuk dapat memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah, sebuah penelitian, benar-benar memerlukan data dan objek yang diteliti.. Karena objek tersebut dapat diindera manusia, semua pihak akan memberikan persepsi yang sama terhadap objek itu. Akan tetapi, karena keterbatasan kemampuan indera manusia dalam melakukan pengamatan, peneliti dapat menggunakan alat-alat bantu, seperti instrumen penelitian. Instrumen ini harus melalui uji validitas dan reliabilitasnya agar lebih akurat. d. Logis. Penelitian dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis, yaitu dengan urutan atau proses berpikir yang logis, sehingga validitas internalnya secara relatif dapat dipenuhi. Dengan demikian, simpulan dan generalisasi akan mudah dicek

Page 59: Cerdas Berbahasa

kembali oleh peneliti maupun oleh pihak lain.Peneliti dapat melakukan penelitian melalui langkah-langkah logis, baik secara deduktif maupun induktif. Secara deduktif, peneliti melakukan penelitian dari suatu pernyataan umum ke simpulan khusus. Sebaliknya, penelitian dapat dilakukan secara induktif, yaitu bila peneliti mencapai suatu simpulan dengan mengamati kasus tertentu kemudian membentuk generalisasi. Simpulannya terbatas pada kasus yang diamati. e. Empiris Penelitian berkenaan dengan dunia empiris/nyata yang dapat diindera oleh pancaindera manusia yang bersifat objektif. Karakteristik sebuah penelitian dilihat melalui pendekatan yang empiris. Bagi peneliti, bukti adalah data, yaitu hasil-hasil nyata yang diperoleh melalui penafsiran dan penyimpulan dari suatu penelitian (McMillan & Schumacher, 2003). f. Reduktif Bila sebuah penelitian menggunakan proseduryang analitis untuk menda-patkan data, sebenarnya peneliti telah mereduksi berbagai kebingungan tentang suatu fenomena atau masalah. Fenomena itu semula tidak dimengerti dan membingungkan. Akan tetapi, dengan penelitian yang tepat, fenomena atau kejadian itu dapat diketahui maknanya. Proses reduksi sebenarnya merupakan bagian dari usaha menerjemahkan realitas menjadi kenyataan yang bersifat konseptual sehingga dapat digunakan untuk memahami hubungan kejadian yang satu dan kejadian lainnya. g. Replicable dan Transmitable Suatu penelitian kuantitatif pada umumnya dapat diulangi oleh peneliti lain untuk mengecek kebenarannya. Agar dapat diulang dengan mudah, laporan penelitian harus dibuat secara sistematis dan jelas, mulai dan kejelasan variabel, populasi dan sampel, prosedur mendapatkan sampel, instrumen, uji hipotesis, data yang dihasilkan, analisis hasil, sampai pada simpulan dan saran yang diajukan. Selama itu, penelitian pendidikan bahasa harus bersifat transmitable, artinya penelitian harus mampu memecahkan masalah-masalah sehingga dapat digunakan oleh berbagai pihak untuk berbagai keperluan (Sugiyono, 1994).h. Penjelasan Singkat Penelitian berusaha menjelaskan hubungan yang ada terhadap fenomena-fenomena tertentu yang dapat mengurangi realitas yang kompleks menjadi penjelasan yang sederhana (McMillan & Schumacher, 2003). i. Simpulan Bersyarat Hasil penelitian pendidikan, khususnya pendidikan bahasa merupakan sebuah simpulan yang bersyarat atau tidak mutlak. Kesalahpahaman yang sering muncul, yaitu bahwa hasil penelitian adalah mutlak dan simpulannya bersih dari kekeliruan.F. Sikap llmiah Seorang PenelitiSeorang peneliti seyogyanya memiliki sikap ilmiah. Berikut ini terdapat sembilan sikapilmiah yang selayaknya dimiliki oleh seorang peneliti. a. Sikap Ingin Tahu Seseorang yang bersikap ilmiah itu selalu bertanya-tanya mengenai berbagai hal yang dihadapinya.Ia selalu tertarik pada hal-hal yang lama dan yang terutama ia selalu tertarik pada hal-hal yang baru. Hal-hal yang lama, walaupun biasanya telah dipertanyakan oleh para ahli sebelumnya mungkin saja masih memerlukan pemikiran lebih lanjut. Hal-hal yang baru menarik untuk dipelajari agar dapat, dicapai suatu pernyataan umum. b. Sikap Kritis Orang yang bersikap kritis itu tidak puas dengan jawaban tunggal. Ia akan selalu berusaha mencari hal-hal yang ada di belakang gejala, bahkan yang ada di belakang fakta yang dihadapinya. Sikap ingin tahu itu menimbulkan motivasi yang kuat untuk belajar dan karena motivasi itu, timbullah sikap kritis. Ia tidak akan lekas percaya. Karena memiliki sikap ingin tahu itulah, ia mencari informasi sebanyak mungkin sebelum ia menentukan pendapat untuk ditulis. Ia tidak gegabah mengucapkan atau menulis suatu pernyataan umum. Bagi seseorang yang bersikap kritis, hukum-hukum alam dan data empiris merupakan hal yang nomor satu. Ia dapat membedakan dengan baik antara hukum alam, hipotesis, teori, dugaan, dan pendapat. Ia meneliti dalam upaya membandingkan fenomena-fenomena yang serupa. e. Sikap Terbuka Orang yang bersikap ilmiah itu selalu bersikap terbuka, yaitu selalu bersedia mendengarkan keterangan dan argumentasi orang lain walaupun berbeda dengan pendiriannya. Orang yang bersikap terbuka itu, tidak menutup mata terhadap kemungkinan yang lain. Ia tidak emotif dalam

Page 60: Cerdas Berbahasa

menanggapi kritik, sangkalan bahkan celaan terhadap pendapatnya. d. Sikap Objektif Bersikap objektif itu adalah menyisihkan perasaan pribadi (personal bias), atau mengesampingkan kecenderungan yang tidak beralasan, dengan kata lain dapat menyatakan apa adanya, dapat melihat secara nyata, dan aktual. Peneliti yang bersikap objektif tidak ‘dikuasai’ oleh pikiran-pikirannya sendiri atau perasaannya sendiri, dan tidak dipengaruhi oleh prasangka. e. Sikap Rela Menghargai Karya Orang Lain Peneliti yang bersikap ilmiah memiliki jiwa yang cukup besar untuk menghargai karya orang lain tanpamerasa dirinya kecil. Peneliti yang congkak, dan merasa lebih tidak mungkin bersikap objektif, dan karya tulisnya akan bernada sombong, memerintah atau menggurui. Peneliticongkak itu biasanya bersikap meng-’aku’. Peneliti yang berjiwa ilmiah pantang mengakukarya orang lain sebagai karya orisinal yang berasal dan dirinya sendiri. Ia rela dan dengan senang hati mengakui dan mengucapkan terima kasih atas gagasan (ide) atau karyaorang lain yang semata-mata ia kutip.f. Sikap Berani Mempertahankan Kebenaran Penelitiyang bersikap ilmiah berani menyatakan kebenaran dan apabila perlu, Ia mempertahankannya. Kebenaran itu mungkin berupa fakta atas hasil penelitiannya sendiriatau hasil penelitian atau karya orang lain. Sikap itu menimbulkan kebulatan dalam cara berpikir dan menimbulkan konsistensi dalam penulisan yang merupakan syarat mutlakbagi karya tulis ilmiah. g. Sikap Menjangkau ke Depan Peneliti yang bersikap ilmiah mempunyai pandangan jauh ke depan. Perkembangan etika dan kebudayaan pada umumnya menarik perhatian bagi orang-orang yang bersikap ingin tahu, kritis, terbuka dan objektif. Oleh karena itu, ia berpandangan jauh ke depan. Peneliti ini bersifat ‘futuristik’, yaitu mampu melihat jauh ke depan. Apabila ia juga seorang peneliti yangbaik, ia mampu membuat hipotesis dan membuktikannya, serta ia dapat menyusun teori. Bahkan jika ia seorang yang beraka budi yang cerdik (jenius), ia dapat sarnpai pada penjangkauan hukurn-hukum alam. Sikap menjangkau ke depan itu membuat seseorang yang bersikap ilmiah gernar membaca, menganggap meneliti itu sebagai suatu kebutuhan, dan ia menganggap menulis secara ilmiah itu sebagai kewajiban.Berdasarkan tujuan, penelitian dapat dikelompokkan menjadi penelitian dasar dan penelitian terapan. Penelitian dasar bertujuan untuk mengembangkan teori dan tidak langsung memperhatikan kegunaan praktis. Penelitian terapan bertujuan menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, baik secara individual maupun kelompok (Gay dalam Syamsuddin dan Damaianti, 2006:20-21).Penelitian berdasarkan jenis data dibedakan menjadi penelitian kuantitatif dan kualitatif. Proses penelitian kuantitatif didasarkan pada paradigma positivisme yang bersifat logico-hipothetico-verifikatif dengan berlandaskan pada asumsi mengenai objekempiris dan bersifat linier. Penelitian kuantitatif menyajikan hasil-hasil statistik yang diawali oleh angka-angka, sedangkan penelitian kualitatif menyajikan data yang dinarasikan dengan kata-kata, skema, dan gambar.Penelitian berdasarkan aspek metode dapat dilihat dari pengelompokkan penelitian kualitatif dan kuantitaif. Penelitian kuantitafif dibedakan menjadi penelitian ekperemental dan nonekspremental, sedangkan penelitian kualitatif dapat dibedakan menjadi penelitian interaktif dan noninteraktif (Syamsuddin dan Damaianti, 2006:22-30). Penelitian eksperemental terdiri atas jenis penelitian ekperemen, ekperemen kuasi, dan subjek tunggal. Penelitian nonekperemen terdiri atas penelitian deskriptif,komparatif, korelasional, survei, dan ex post facto.Penelitian kualitatif interaktif adalah suatu studi mendalam yang menggunakan teknik tatap muka untuk mengumpulkan data dari orang-orang yang ada di dalam seting penelitian tersebut. Para peneliti interaktif menjelaskan konteks studi, mengilustrasikan perspektif-perspektif yang berbeda atas fenomena, dan merevisi pertanyaan-pertanyaan secara berkelanjutan dari pengalaman mereka di dalam bidang tersebut. Adapun penelitian interaktif, yaitu ethnografi, fenomenologik, studi kasus,

Page 61: Cerdas Berbahasa

grounded theory, dan studi kritis.Pengajaran dan pembelajaran bahasa merupakan bidang dari linguis terapan. Ciri yang menonjol dari linguistik terapan adalah kepraktisannya mengacu pada konsumen atau pemakai bahasa (Alwasilah, 2009:48-54). Adapun beberapa kajian lingusitik terapan, antara lain : (1) Linguistik klinis, yang memanfaatkan temuan-temuan linguistik untuk mengkaji persoalan medis, seperti kelainan berbahasa dalam bentuk kecelakaan otak dan tunarungu. (2) Linguistik edukasional, yang mengkaji bahasa untuk kepentingan kependidikan, khususnya yang terkait dengan bahasa daerah. Wilayah kajian meliputi pengajaran dan kesulitan siswa dalam membaca dan menulis atau kurikulum bahasa. (3) Leksikografi, yakni profesi yang memanfaatkan temuan-temuan dan metodologi linguistik untuk menggeluti seni dan praktik penyusunan kamus. (4) Terjemahan, yakni segala sesuatu –linguis maupun nonlinguis- yang berkaitan dengan pengalihbahasaan makna yang melibatkan dua bahasa. (5) Pengajaran dan pembelajaran bahasa. Adapun bidang penerapanlinguistik, yaitu (1) metodologi pengajaran, pembelajaran dan tes bahasa kesatu dan kedua. (2) Pendidikan multikultural dalam masyarakat. (3) Teknologi pengajaran bahasa.(4) Problem bahasa dan individu (pemerolehan bahasa dan disfungsi bahasa). (5) Problembahasa dan masyarakat (perencanaan bahasa dan pembakuan bahasa). (6) Teori dan praktikpenerjemahan. (7) Analisis dan interpretasi wacana lisan dan tertulis (termasuk stilistika, puisi, dan pragmatik). (8) Studi bahasa dan kaitanya dengan sistem semiotik lain (termasuk film dan teater, tari, kode, pakaian, ornamen, mitologi, dan foklor).Kepraktisan linguistik terapan terlihaat dari pertanyaannya, yaitu mengajar apa, kapanmengajarnya, dan berapa banyak yang diajarkannya. Seperti tabel berikut linguistik terapan sebagai mediator antara pemerintah dan guru bahasa di lapanganTabel Hierarki Perencanaan Pengajaran BahasaHirerki Pelaku Isu-isu yang dihadapiTingkat 1. Politik Pemerintah Apakah perlu diajarkan, bahasa apa, dan untuk siapa.Tingkat 2. Linguitik dan Sosiolinguistik Linguistik terapan Apa yang diajarkan kapan dan berapa banyakTingkat 3 Psikolinguistik dan Pedagogi Guru kelas Bagaimana mengajarkannyaAda tiga jenis sains terapan, khususnya yang berkaitan dengan linguistik, yaitu (1) Metode dan hasil dari satu cabang sains digunakan untuk mengembangkan cabang ilmu lain, misalnya dari cabang linguistik dikembangkan model kajian filologi dan stilistika. (2) Metode dan hasil dari satu cabang sains digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan praktis seperti pengajaran bahasa. (3) Penerapan atau aplikasi itusendiri, seperti halnya yang dilakukan guru dalam kelas, atau penerjemah dalam melakukan terjemahannya. Guru dengan kata lain merupakan ujung tombak atau yang melaksanakan kajian-kajian linguis terapan. Prinsip-prinsip penerapan linguistik dalambagaan merikut ini sesungguhnya merupakan pengembangan prinsip-prinsip keilmuan linguistik.Diagram Linguistik TerapanH. Keuntungan dan Kelemahan Studi KasusSumber daya yang tersedia untuk penelitian selalu langka dan studi kasus menyediakan sarana untuk mencakup sejumlah besar daerah kasus menyediakan sarana untuk mencakup sejumlah besar daerah dengan biaya yang tidak terlalu besar. Lebih khusus lagi, cara ini menyediakan sarana untuk mempelajari masalah yang agak rumit secara mendalam. Dengan menggunakan studi kasus, demikianlah peneliti untuk membandingkan sejumah pendekatan yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan cukup rinci untuk mengambilpelajaran yang dapat diterapkan secara umum.Karena sifatnya, studi kasus digunakan untuk menggambarkan hal-hal umum dan untuk memperoleh kesimpulan yang dapat dirampatkan untuk mencakup keadaan yang lebih banyak.Akan tetapi, dari segi statistik, cara ini tidak absah untuk sampel yang dipilih

Page 62: Cerdas Berbahasa

secara tepat. Oleh karena itu, seberapa jauh perampatan yang absah dapat dibuat bergantung pada seberapa jauh derajat studi kasus itu sendiri bersifat khas dan juga pada pola ketelitian pengambilan kesimpulan. Oleh karena itu, sangat penting, penelitimemberikan perhatian khusus pada kedua hal ini, apabila mengamati hasil penelitian berdasarkan studi kasus.Studi kasus sering digunakan untuk memperjelas proses yang rumit, hasilnya, dan apa yang terjadi sebelumnya. Cara ini dapat merupakan proses yang banyak menyita waktu, terutama kalau mengamati perubahan organisasi, penelitain bisa berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Kelemahan ini ialah bagian lain dari dunia tidak menunggu hasil penelitian dan ketika terbitan itu muncul, sering sudah ditinggalkan keadaan.Studi kasus yang baik memiliki lima kreteria. Pertama, studi kasus dikatakan signifikan apabila kasus itu sendiri menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan dengan kepentingan umum atau bahkan dengan kepentingan nasional. Kedua, studi kasus dikatakan lengkap apabila batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelas. Ketiga, studi kasus yang baik haruslah mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja. Terakhir, studi kasus yang baik hendaknya ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu terkomunikais dengan pembaca.I. Janis-jenis Studi KasusPendekatan studi kasus dalam penelitian sering diletakkan pada penelitian kulitatif (Bigdan dan Biklen, 1982; Burges, 1985). Sependapat dengan pemahaman di atas Vredenbergt (1978); Ary dan Razavieh (1985) menjelaskan sifat studi kasus sebagai suatu pendekatan yang bertujuan untuk memepertahankan keutuhan objek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi. Tujuan dari studi kasus adalah untuk mengembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai objek yang bersangkutan yang berarti bahwa studi kasus harus berupa suatu penelitian eksploratif dan deskriptif (Arikunto, 1989). Studi kasus yang bersifat eksploratif dan deskriptif digunakan untuk menjawab pertanyaan ”apa”, sedangkan yangbersifat eksplanatoris digunakan untuk menjawab ”bagaimana” dan ”mengapa”. Namun demikian, jika dibandingkan dengan metode-metode lainstudi kasus padadasarnya lebih banyak berurusan dengan pertanyaan mengapa dan bagaimana.Studi kasus juga merupakan ciri penelitian yang lebih mudah dibandingkan studi lainnya, yaitu studi multi situs atau studi muklti subjek (Bogdan dan Biklen, 1982). Studi kasus kualitatif memiliki beberapa jenis, masing-masing memerlukan pertimbangan khusus untuk menetapkan apakah suatu masalah dapat diteliti dan prosedur apa yang akandigunakan. Jenis studi kasus menurut Bogdan dan Biklen (1982) diklarifikasikan sebagaiberikut.1. Studi kasus kesejarahan mengenai organisasi dipusatkan pada perhatian organisasi tertentu dan dalam kurun waktu tertentu, dengan menelusuri perkembangan organisasinya.Studi ini kurang memungkinkan untuk diselenggarakan karena sumbernya kurang mencukupi untuk dikerjakan secara minimal.2. Studi kasus observasi, mengutamakan teknik pengumpulan datanya melalui observasi peran serta atau pelibatan, sedngkan fokus studinya pada suatu organisasi tertentu atau beberapa segi organisasinya. Bagian-bagian organisasi yang menjadi fokus studinyaantara lain: (a) suatu tempat tertentu di dalam sekolah; (b) satu kelompok siswa; (c) kegiatan sekolah.3. Studi kasus sejarah hidup, yang mencoba mewawancarai satu orang dengan maksud mengumpulkan narasi orang pertama. Untuk jenis wawancara yang dilakukan oleh ahli sejarah disebut sebagai sejarah lisan, mereka biasanya memwawancarai orang-orang dengan kepemilikan sejarah yang khas, sedangkan kepada orang tidak memiliki latar belakang khusus seringkali disebut sejarah ”orang kebanyakan”.4. Studi kasus kemasyarakatan, merupakan studi tentang kasus kemasyarakatan yang dipusatkan pada suatu lingkungan tetangga atau masyarakat sekitar.

Page 63: Cerdas Berbahasa

5. Studi kasus analisis situasi, jenis studi kasus ini mencoba menganalisis situasi terhadap peristiwa atau kejadian tertentu.6. Mikroethnografi, merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit organisasi yang snagat kecil.J. Implementasi Penelitian Studi KasusDi dalam mengimplementasikan pendekatan studi kasus Bogdan dan Biklen (1982) memberikan petunjuk desain yang disajikan dalam bentuk cerobong. Cerobong ini melukiskan proses penelitian yang berawal dari eksplorasi yang bersifat luas dan dalam, kemudian berlanjut dengan aktivitas pengumpulan dan analisis data yang lebih menyempit dan terarah pada suatu topik tertentu. Bentuk ini merupakan langkah sistematis penelitian, mula-mula peneliti menjajaki tempat dan orang yang dapat dijadikan sumber data atau subjek penelitian, mencari lokasi yang dipandang sesuai dengan maksud pengkajian, dan selanjutnya mengembangkan jaringan yang lebih luas untukmenemukan kemungkinan sumber data, seperti cerobong Owens (1987) sebagai berikut.General Outline of Plan for a Naturalistic StudyPenggunaan bentuk cerobong dalam penelitian kasus, mengisyaratkan peneliti untuk berusaha memeroleh perian dan eksplanasi yang dapat membantu mengonstruksi dan mengklasifikasi kenyataan-kenyataan dan mengintegrasikan data ke dalam seperangkat konstruk teoretik (Owens, 1987). Apabila peneliti di lapangan mendapatkan berbagai kekurangan pengetahuan tentang apa yang diteliti, peneliti disarankan untuk membentuk konstruk-konstruk teoretik (DiCaprio, 1974). Konstruk-konstruk teoretik itu disusun berdasarkan postulat yang bersifat pembuktian sediri selama hal itu dianggap relevan dan sesuai dengan situasi kondisi di lapangan. Selanjutnya Kadir (1992) memberikan garis besar tahapan dalam melakukan studi kasus, yaitu (1) Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan dan bukan secara rambang. (2) Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalam pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai dalam penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analsis dokumentasi. (3) Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat memulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengkalsifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. (4) Perbaikan: meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknyadilakukan penyempurnaan atau penguatan data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. (5) Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, mudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas sehingga memudahkan pembaca untuk memahami seluruh informasi penting. Adapun petunjuk menggunakan studi kasus, yaitu menentukan cakupan dan sifat kajian, memilih studi kasus (sifat dan pendekatan resmi), memperoleh kerja sama, membina hubungan kerja samayang efektif dengan mereka yang akan diteliti, dan tidak mengganggu keobjektifan kerja(Syamsuddin dan Damaianti, 2006:187-188)K. Studi Kasus BahasaStudi kasus bahasa (LCaS) mencoba untuk membiasakan guru bahasa dengan metode studi kasus dan untuk merangsang guru bahasa dan pelatih guru membuat studi kasusnya sendirisesuai dengan kebutuhan pengajaran mereka. Ruang lingkup dan keterbatasan proyek pengajaran bahasa. Komunikatif telah menjadi metode utama selama bertahun-tahun, namuninteraksi kelas sangat sering terbatas pada antara siswa dan guru. Penggunaan pendekatan problem-based learning dan metode pengajaran yang berorientasi tugas, seperti proyek kerja, simulasi dan studi kasus otentik, telah terbukti menjadi sarana yang efisien dalam memungkinkan peserta didik untuk meningkatkan keterampilan bahasa mereka dalam kemampuan membaca, menulis dan berbicara, dan mengembangkan strategi pemecahan masalah dan kerja sama tim. Hal tersebut otentik bahan memotivasi peserta didik, meningkatkan proses belajar, dan memiliki dampak positif pada kompetensi bahasa.Tujuan LCaS untuk meningkatkan pengajaran bahasa di tingkat menengah dan universitas

Page 64: Cerdas Berbahasa

dengan memperkenalkan berorientasi tugas pendekatan melalui penggunaan studi kasus dalam pengajaran bahasa; mengembangkan modul pelatihan guru termasuk bahan mengajar diujicobakan untuk digunakan dalam kelas. Adapun karakteristik LcaS isu-isu pengajaranbahasa lebih luas. Pentingnya bahasa mengajar dan belajar, dan pertukaran internasional dan kerjasama telah meningkat sejak 1980-an dan 1990-an ketika globalisasi dan komunikasi dalam bahasa asing menjadi semakin penting. Ini telah memiliki cukup berdampak pada pengajaran bahasa: setelah dominasi andtranslation-tata bahasa metode dalam kelas bahasa di Eropa, “komunikasi” dan “kompetensi komunikatif” telah menjadi kata kunci selama tiga puluh tahun terakhir. Metode tata bahasa-terjemahan memberi peserta didik pengetahuan teoretis yang baik tentang bahasa dan kompetensi yang disediakan dalam menerjemahkan teks. Bahasa kelas tersebut didasarkan pada teks tertulis, kompetensi lisan sementara itu dianggap kurang penting. Dengan meningkatkan pertukaran dan kerjasama di kemudian setengah abad ke-20, metode ini tidak lagi sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan teknik baru yang diterapkan, dipengaruhi oleh teori-teori seperti strukturalisme, transformasi tata bahasa, dan metode komunikatif. Tetapi bahkan metode komunikatif, dalam prakteknya, sering terbatas komunikasi yang nyata dalam bahasa belajar kelas untuk memainkan peran pendekdan latihan. Ini adalah terbatas waktu dan tidak berhubungan dengan kegiatan lain di dalam kelas karena mereka mengikuti tata bahasa dan kegiatan kosakata atau membaca danmendengarkan latihan. Memainkan peran itu, dalam banyak kasus, tidak terkait dengan status dan pengalaman peserta didik dan tidak sangat otentik. Oleh karena itu, pelajarkadang-kadang enggan untuk bertindak keluar bermain peran, atau mereka dialog berlebihan sehingga seluruh situasi menjadi lucu. Hal ini karenabeberapa memainkan peran mengharuskan para siswa mengambil peran realistis atau tidak diinginkan atau karena mereka tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam suatu situasi tertentu.Studi kasus yang tegas berdasarkan analisis dan pemahaman tertulis, dan dalam beberapakasus oral, material. Pembelajar dihadapkan dengan sejumlah besar teks, yang mereka harus menganalisis untuk memahami soal yang diberikan dan untuk menemukan informasi tentang berbagai aspek kasus ini. Ketika bekerja pada studi kasus, peserta didik mendapatkan asli, atau “hampir otentik”, yaitu, ringan diedit, material pada situasi tertentu dan harus memecahkan masalah dengan tugas menyelesaikan, meneliti, dan menyelidiki. Tingkat keaslian tugas dapat terletak di suatu tempat antara simulasi global, yang memiliki unsur fiktif yang kuat, dan proyek pekerjaan, yang sangat nyata sejauh tugas dan keterlibatan peserta didik adalah bersangkutan.Penggunaan studi kasus membantu pelajar untuk mengembangkan keahlian riset, yang mereka akan hampir tentu perlu dalam kehidupan masa depan profesional mereka. Sifat menerima tugas jauh kuat dibanding dengan dua metode lain yang disebutkan sebelumnya. Selain itu, studi kasus dapat memerlukan waktu kelas lebih sedikit untuk guru dan pelajar dari pekerjaan proyek atau global simulasi, dan dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam silabus yang ada. Ketika bekerja pada sebuah studi kasus, siswa diminta untuk menganalisis materi (reseptif elemen) dan kemudian mengembangkan solusi untuk masalah, yang mereka akan harus hadirsecara lisan dan tertulis (elemen produktif). Membaca adalah bagian integral dari kegiatan dan peserta didik dilatih dalam pemahaman membaca yang efektif.Studi kasus juga merangsang kerja tim, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan presentasi, diskusi keterampilan, keterampilan negosiasi, kompetensi dalam pembuatan kompromi, antarbudaya kompetensi dan kemampuan belajar. Tapi sebagian besar dari semua, studi kasus sangat memotivasi: pelajar menghabiskan lebih banyak waktu membaca teks dalam bahasa asing, mereka merasakan kebutuhan nyata untuk mengekspresikan diri menggunakan bahasa target dan lebih berupaya untuk mempersiapkan mereka presentasi. Proses belajar karena itu diintensifkan dan menjadi lebih sukses, yang menyebabkan

Page 65: Cerdas Berbahasa

hasil linguistik yang lebih baik dalam situasi komunikasi yang otentik. Perbedaan antara LCaS dan studi kasus dalam disiplin lain. LCaS dan studi kasus dalam disiplin lain yang digunakan dalam dua cara yang berbeda: di lain disiplin topik dan isi studi kasus secara langsung berhubungan dengan aspek silabus atau subjek diajarkan atau dinilai; konten adalah elemen kunci dari kasus studi, dan kebenaran dan rincian ditekankan. Bila menggunakan LCaS, konten adalah alat dan bahasa menjadi tujuan dari kegiatan ini - setidaknya di guru perspektif, sehingga konten biasanya kurang rinci dan hasilnya dinilai terutama kompetensi linguistik mereka.Beikut ini diuraikan salah satu contoh penyajian dalam menggunakan LCaS di kelas dengan dua belas tahapan (Fischer, 2008:29-31):1. Menyajikan LCaS kepada peserta didika.Menjabarkan masalahb.Mengalokasikan peranc.Memeriksa pemahaman2. Membagi peserta didik dalam kelompok kecila. Membaca LcaSb. Memahami skenario3. Membahas masalah dengan pembelajara. Memahami masalahb. Menyelesaikan kesulitan4. Penelitiana. Memahami navigasi LcaSb. Dipandu penelitianc. Guru fasilitasi5. Mengevaluasi temuana. Klarifikasi informasib. Beratnya argumen6. Bersiap untuk menyajikan solusia. Penyusunan poin utamab. Memeriksa waktunyac. Memeriksa makna dan ejaand. Menyediakan solusi7. Presentasi kelompok: bekerja dari catatana. Kelompok ini terlibat dengan para penontonb. Membuat poin-poin kuncic. Improvisasid. Mempertahankan kontak matae. Melewati ke pembicara berikutnya8. Presentasi kelompok: menggunakan alat bantu visuala. Menggunakan OHPb. Kekuatan MS PowerPointc. Menjawab pertanyaan9. Pleno: kelompok mencari solusi untuk LcaSa. Bergantianb. Mengembangkan toleransic. Bertukar ided. Menjelajahi kompromi10. Memberikan dan menerima umpan balika. Mendengarkan orang lainb. Penilaian diric. Menjadi positif11. Diri dan penilaian sejawat: menonton rekaman

Page 66: Cerdas Berbahasa

a. Menemukan daerah untuk perbaikanb. Melihat bahasa tubuh secara rinci12. Refleksi LCaS kerjaa. Apa yang berjalan dengan baikb. Apa yang disajikan kesulitanc. Gagasan untuk masa depand. Apa yang telah dipelajariTahap ini adalah contoh dan tergantung pada tujuan pembelajaran dantingkat kompetensi - baik linguistik dan metalinguistik - aspek tertentu dapatmemerlukan perhatian lebih dari orang lain dalam setiap kelompok individu.Bila menggunakan studi kasus di kelas guru harus memberikan perhatian khusus untuk: manajemen waktu (misalnya, bagaimana untuk menyertakan studi kasus dalamsemester/mingguan program; bagaimana merencanakan silabus); pelajaran perencanaan (misalnya, bagaimana memasukkan bekerja studi kasus di jamalokasi untuk pelajaran, bagaimana untuk menyajikan seperangkat bervariasi kegiatan, bagaimana untuk membagikerja antara kerja kelas dan pekerjaan rumah, bagaimana untuk memungkinkan untuk yang tak terduga); menjelaskan tugas kepada siswa (misalnya, bagaimana untuk memeriksa pemahaman; bagaimana menggunakan istilah dan bahasa yang jelas, bagaimana untuk menjawab pertanyaan, bagaimana untuk memperolehpertanyaan); pengorganisasian kerja berpasangan (misalnya, pemahaman dinamika kelas; pemahaman keterampilan komplementer; mendapatkan respon, bagaimana tidak untuk mendominasi); mengorganisir kelompok (misalnya, pemahaman manfaat dari kerja kelompok,pemanfaatan kelompok, membuat pengelompokan produktif, belajar untuk berdiri kembali, memunculkan umpan balik, pemahaman kebisingan); siswa mempersiapkan diri untuk hadir (misalnya, memberikan contoh, memberikanbahasa, mendadak presentasi, presentasi singkat, teks berubah untuk bahasa lisan, menjelaskan psikologi); perencanaan dan film presentasi (misalnya, mengatasi technophobia, menggunakan teknologi, perencanaan rincian teknis, waktu, urutanpresentasi, dengan menggunakan tips film); pengorganisasian kelas menulis (misalnya, menyediakan model untuk menyalin, memberikantanggapan singkat tugas, mengorganisir ide-ide, mengajar mendaftar, menggabungkan membaca dan menulis).Karakteristik pembelejaran dengan metode kasus, yaitu menekankan pada analisis situasional, pentingnya menghubungkan antara analisis dan tindakan, perlunya keterlibatan mahasiswa, peran pengajar yang tidak tradisional, dan suatu keseimbangan antara sasaran-sasaran substansi dan proses pembelajaran (Jugiyanto, 2007:36-39). Lebih lanjut Corey (dalam Jugiyanto, 2007:39-41) menjelaskan bahwa pembelajaran metodekasus dapat menyediakan elemen-elemen dari pembelajaran yang efektif, yaitu pembelajaran dengan penemuan, pembelajaran melalui investigasi, pembelajaran lewat latihan berkelajutan, pembelajaran dengan perbedaan dan pembandingan, pembelajaran lewat keterlibatan, dan pembelajaran lewat motivasi. Adapun tujuan yang dapat dicapai dari pembelajaran dengan menggunakan metode kasus adalah memungkinkan menggabungkan teori dan praktik dalam proses pembelajaran, memungkinkan mahasiswa belajar pengalamandari tangan pertama dari pelaku kasusnya, memungkinkan mentransfer managerial wisdow ke dalam ruang kelas, memungkinkan mahasiswa mengembangkan sense of judgement mereka, memahami praktik pembelajaran sesungguhnya dengan cara yang efisien, meningkatkan komunikasi mahasiswa, melatih mahasiswa berpikir secara konstruktif, dan mendorong mahasiswa mempunyai kemampuan sintesa dan evaluasi.L. Isu-isu dalam Penelitian KualitatifBeberapa permasalahan dalam penelitian kualitatif yang sering ditemui saat ini baik dalam penelitian teisis maupun disertasi, diantaranya berkenaan dengan pertanyaan

Page 67: Cerdas Berbahasa

penelitian, metode penelitian, termasuk prosedur penelitian atau pengambilan data serta analisis data ( Furqan dan Emilia, 2010:37-59).1. Pertanyaan PenelitianMengingat penelitian kualitatif dianggap sebagai penelitian yang memfokuskan perhatiannya terhadap proses, selain produk, dan memberi penjelasan dengan sangat rinci maka penelitian kualitatif sering hanya menggunakan pertanyaan penelitian yang sifatnya menanyakan proses seperti ”Bagaimana…, dan Mengapa, …”. Pertanyaan penelitianyang sifatnya ”leading question” sering dihindari oleh peneliti dengan alasan bahwa leading question menjadi tidak populer karena dianggap kurang powerful padahal pertanyaan penelitian bisa berubah dan berkembang sejalan dengan proses penelitian.2. Desain dan Metode PenelitianMetode penelitian yang sering dipakai dalam penelitian kualitaif bisa tergolong pada paradigma pada paradigma penelitian empiris, interpretif, kritis, posmodernisme, dan postrukturalisme. Metode penelitian yang bisa dipakai terdiri atas beberapa macam, di antaranya studi kasus, etnografi, evaluasi program, action research, posfeminisme, posmodernisme, dan analisis teks.Motode penelitian yang digunakan hendaknya digiring oleh teori yang dipakai dan penelitian sebelumnya mengenai bidang yang diteliti mengingat pustaka yang harus dilihat ada dua macam, yakni pustaka yang berkaitan dengan metodologi, yang disebut methodological literature dan pustaka yang berkaitan dengan definisi, kualitas, dan cakupan atau skop, yang disebut dengan topic literature. Apabila metode penelitian yang dipakai tidak tepat, atau tidak sesuai dengan metode penelitian yang digunakan oleh para ahli di bidang itu, peneliti akan sulit untuk menjustifikasi bahwa metode penelitian ini tepat dan akurat, seusai dengan apa yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.3. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data yang paling umum dipakai dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Pemilihan ketiga teknik pengumpulan data ini harus relevan dengan pertanyaan penelitian. Observasi merupakan teknik pengumpulandata yang fundamental dan sangat penting dalam semua penelitian kualitatif. Dalam melaporkan observasi, penulis perlu menjelaskan beberapa hal, yaitu satuan analisis (apa atau siapa yang diobservasi), jenis observasi apa yang dipakai, manfaat atau kelemahan jenis observasi yang dipakai, berapa kali dan berapa lama observasi dilakukan, apa yang dilihat dalam observasi, bagaimana cara merekam data observasi, upaya yang dilakukan untuk mengurangi bias dalam proses observasi, perlu menghubungkandata observasi dengan sumber atau teknik data yang lain, satu teknik pengumpulan data untuk menjawab semua pertanyaan penelitian, kelemahan apa yang ada dalam proses observasi, dan masalah yang ada dalam implementasi program perlu juga disebutkan.Wawancara memainkan peran yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara, yaitu jenis wawancara yang dipakai, siapa yang diwawancarai, apakah wawancara dilakukan perorangan atau kelompok, apa yang ditanyakan, data wawancara disimpan di aman, proses wawancara (direkamkah, tujuan, di mana, mengapa, apakah), penjelasan yang membuat yang diwawancarai merasa bebas, kelemahan proses wawancara, kesadaran bahwa wawancara mempunyai potensi bias, penjelasan apakah pertanyaan wawancara diujicobakan, dan penjelasan apakah peneliti mengembalikan hasi transkripsi kepada partisipan.Dalam memaparkan langkah teknik analisis dokumen peneliti sering mengalami kegagalan dalam menernagkan beberapa hal, seperti tujuan dari analisis dokumen, apakah dokumen yang dianalisis cukup, apa yang dicari dari dokumen yang dianalisis, di mana data darianalisis dokumen disimpan di disertasi, dan apa makna dari data yang diperoleh dari dokumen.4. Analisis Data

Page 68: Cerdas Berbahasa

Masalah yang paling umum ditemukan dalam penelitian kualitatif adalah bahwa peneliti gagal untuk kembali kepada teori yang telah dipaparkan dalam kajian pustaka. Dengan demikian, peneliti tidak bisa mengambil kesimpulan apakah peneliti ini mendukung atau bertentangan dengan penelitian sebelumnya, apakah penelitian ini telah menghasilkan teori baru yang belum pernah ditemukan dalam penelitian sebelumnya untuk memperlihatakan kepada pembaca bagaimana penelitian menmperkokoh dasar pengetahuan. Banyak penulis yang belum bisa melakukan dialog dengan wacana lain berkenaan dengan penelitian yang dilakukannya.Beberapa masalah khas dalam penelitian kualitatif, yaitu satuan analsisi (perorangn atau kelompok), kurangnya kesadaran peneliti bahwa analisis data kualitatif sebaiknya data dianalisis segera setelah data itu diperoleh, peneliti sering terpengaruh mitos bahwa menulis laporan penelitian dilakukan ketika semua data sudah terkumpul dan dianalisis, peneliti kurang sadar bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat theory driven, peneliti tidak menjelaskan tahapan-tahapan dalam menganalisis data yang diperloleh dari setiap sumber data, kurangnya kesadaran para peneliti bahwa analisis data dalam pemilihan data yang dipaparkan tidak bersifat netral, tetapi sangat bergantung pada kreativitas, pengetahuan , dan kerja keras peneliti, ketika menginterpretasi data atau mengomentari data atau mencermati makna dari data yang diperoleh, peryataan seyogiyanya ditulis dengan hati-hati dengan menghindari kalimat yang bersifat menggeneralisasi.III. SimpulanBeberapa studi kasus dalam penelitian pendidikan bahasa dapat dikaji dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif pada aspek studi kasus penelitian pendidikan bahasa terdapat dalam keterampilan berbahasa, kebahasaan, dan sastra serta pembelajarannya. Karakteristik pembelejaran dengan metode kasus, yaitu menekankan padaanalisis situasional, pentingnya menghubungkan antara analisis dan tindakan, perlunya keterlibatan mahasiswa, peran pengajar yang tidak tradisional, dan suatu keseimbangan antara sasaran-sasaran substansi dan proses pembelajaran.Tujuan yang dapat dicapai dari pembelajaran dengan menggunakan metode kasus adalah memungkinkan menggabungkan teori dan praktik dalam proses pembelajaran, memungkinkan mahasiswa belajar pengalamandari tangan pertama dari pelaku kasusnya, memungkinkan mentransfer managerial wisdow ke dalam ruang kelas, memungkinkan mahasiswa mengembangkan sense of judgement mereka, memahami praktik pembelajaran sesungguhnya dengan cara yang efisien, meningkatkan komunikasi mahasiswa, melatih mahasiswa berpikir secara konstruktif, dan mendorong mahasiswa mempunyai kemampuan sintesa dan evaluasi. Adapun tujuan penelitian pendidikan/pengajaran bahasa, yaitu a. menemukan dan mengembangkan teori, model, atau strategi baru dalam pendidikan/pembelajaran bahasa; b. menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan teori, model, strategi pendidikan/pengajaran bahasa dalam memecahkan masalah pendidikan/pembelajaran bahasa; c. mendeskripsikan dan menjelaskan keadaan atau hubungan berbagai isu atau pikiran yang terkait dengan masalah bahasa. d.memecahkan masalah pendidikan/pembelajaran bahasa; e. menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah pendidikan/pembelajaran bahasa; f. membuat keputusan atau kebijakan mengenai pendidikan/pembelajaran bahasa.Daftar PustakaAry, D. Jacobs. et.al.1977. Introduction to Reseach in Education. New York: Holt Rinehart and Winston.Bogdan, R.C & Biklen, S.K. 1982. Methods of Social Research Boston: Allyn and Bacon, Inc.Cresswell, J.W.1998. Research Design:Qualitative & Quantitative Approaches. London: SAGE Publicational.Creswell, J.W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing among Five Traditions. New Delhi: Sage Publications, Inc.

Page 69: Cerdas Berbahasa

Creswell, J.W. 2008. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. New Jersey: Pearson Merril Prentice Hall.Denzin, N.K. and Lincoln, Y.S. 2009. Handbook of Qualitative Research. Terjemahan olehDariyatno dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Fischer, Johann. et.al. 2008. LCaS: Language Case Studies Teacher Training Modules on the Use of Case Studies in Language Teaching at Secondary and University Level. Austria: Council of Europe Publishing.Fraenkel, J.R & Wallen, N.E. 1993. How to Design Evaluate Reseach in Education. New Yoek: McGraw Hill.Furchan, Arief, (Penerjemah). 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta:Pustaka pelajar.Guba, Egon G. & Lincoln, Yvonna S. 1981. Effective Evaluation. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.Heigham, J. and Croker, R.A. 2009. Qualitative Research in Applied Linguistics A Practical Introduction. Great Britain: Palgrave MacMillan.Kirk, J. & Miller, M.I. 1986. Reability and Validity in Qualitative Research, Vol.1, Beverly Hills: Sage Publication.Lincoln, Yvonna S. & Guba, Egon G. 1985. Naturalistic Inquiry. California, Beverly Hills: Sage Publications.McMillan, J. & Schumacer, S. 2001. Reseach in Education. New York: Longman.Moleong, L. J. 2001. Metologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosydakarya.Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta: Rake Sarasin• Noeng Muhadjir. 2001. Filsafat Ilmu, Positivisme, Post Positivisme dan Post Modernisme. Edisi II. Yogyakarta: Rake Sarasin.Sayekti P. S. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif (Diktat). Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.Stake, R.E. 1995. The Art of Case Study Research. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.Surachmad, W. 1982. PengantarPenelitian. Bandung: Tarsito.Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Remaja RosdakaryaSyamsuddin A.R. & Damaianti, V.S. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.Wiriaatmadja,Rochiati. 2007. Metode penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.Wahyono, H. 2009. Penelitian Studi Kasus. Tersedia: http://penelitianstudikasus.blogspot.com/Yin, R.K. 2003. Case Study Research: Design and Methods (3rd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage Publications.Posted in Uncategorized | No Comments »

Feb17

Kritik Disertasi (Mengkritisi Disertasi) oleh AronoStudi analisis disertasi berikut ini diuraikan dalam bentuk analisis berdasarkan tahapan yang dikemukakan Fraenkel & Wallen (2007:281), yaitu pupose/justification, definitions, prior research, sample, instrumentation, procedures/internal validity, data analysis, results, dan disccussion/interpretations.A. Pupose/JustificationMasalah dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang memerlukan pembahasan, pemecahan, informasi, atau keputusan. Dalam bidang penelitian, secara teknis masalah menyiratkan

Page 70: Cerdas Berbahasa

adanya kemungkinan dilakukannya suatu penyelidikan empiris, yakni pengumpulan dan analisis data (Hadjar, 1999:38). Hal tersebut, senada yang dikemukakan oleh Fraenkel &Wallen (2007:27) bahwa sebuah masalah bisa dilakukan oleh semua orang mengenai apa saja yang ditemukan tidak memuaskan, beberapa macam kesulitan, keadaan dari peristiwa membutuhkan pertukaran, apa saja itu adalah tidak bekerja sebaik seperti kekuatannya. Ruang lingkup masalah melibatkan perhatian peneliti, memperbaiki kebutuhan kondisi, kebutuhan kesulitan yang dihapuskan, dan pertanyaan untuk mencari jawaban. Ketidakpuasan promovendus terhadap aktivitas menulis dapat dilihat dalam Bab 1 Subbab latar belakang masalah, seperti sebagai seorang sarjana di pendidikan tinggi memiliki keampuan menulis ilmiah, tetapi pada kenyataannya masih lemah/kurang (Suherli, 2002; Djiwandono, 1986; Moelyono, 1984; Sugiri, 1991), kemampuan menulis memerlukan kemampuan bernalar dan pengetahuan tentang dasar-dasar retorika, penguasaan bahasa Indonesia masih memprihatinkan disebabkan kekurangtepatan metode dan teknik perkuliahan (Darjowidjojo, 1987; Samsuri dan Sadtono, 1976; Badudu, 1985; Baradja, 1994; Stern, 1986; Arends, 2004; Nunan, 1998; Calkins, 1989) sehingga diperlukan metode dan strategi yang tepat (Jarolemik, 1967; Sagala, 2005; Ely dan Gerlach, 1980; Joni, 1983; Joyce dan Weil, 1980; Lie, 2007), beberapa penyebab rendahnya kemampuan menulis (Hilal, 1998; Udin, 2001; Fuad, 2005), beberapa alasan pentingnya pembelajarankooperatif (Johnson & Johnson, 1994; Yusron, 2008; Sharan &Sharan, 1992; Yusron, 2008;Costa, 1985; Rusyana, 1985), dan menulis sebagai suatu keterampilan yang perlu ditingkatkan/dilatih (Akhadiah dkk, 2001; Tarigan, 1994; Syamsuddin, 1994; Alwasilah dan Suzana, 2005). Dilihat latar belakang perkembangan penelitian, penulis telah memaparkan beberapa perkembangan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliliti sebelumnya diantaranya Hilal, 1998; Udin, 2001; Fuad, 2005; Rusminto, 1995.Beberapa pokok permasalahan yang terdapat dalam latar belakang masalah dijabarkan dalam setiap ide pokok paragrafnya yang terdiri atas 34 paragraf sebagai berikut. Paragraf satu sampai enam, promovendus memulai gagasnnya mengenai pembelajaran di perguruan tinggi dilihat berdasarkan tujuan pendidikan tinggi kemudian dilanjutkan dengan pentingnya pembelajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi berdasarkan penggunaan bahasa ilmiah, kemaampuan menulis mahasiswa, kemampuan berbahasa ilmiah, dan kesalahan penggunaan bahasa bagi mahasiswa. Argumen promovendus tersebut disertai teori dan data pengamatan yang dialami promovendus selama di perguruan tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa promovendus mengemukakan masalah pentingnya penelitian dilakukan jika dilihat berdasarkan profesi promovendus.Promovendus mengemukakan pentingnya dalam pengembangan ilmu khususnya dalam keterampilan berbahasa menulis dikemukakannya dalam paragraf tujuh sampai sembilan danlima belas sampai tujuh belas. Dalam gagasan paragraf tersebut, promovendus meninjau berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan baik kalangan mahasiswa maupun peneliti. Penelitian yang dilakukan umumnya dikemukakan bahawa kemampuan menulis mahasiswa masihkurang/lemah. Lemahnya kemampuan menulis mahasiswa tersebut, promovendus mengemukakan alasan dari beberapa para pakar bahasa mengenai berbagai factor dan usaha yang dapat dilakukan. Pernyataan tersebut promovendus tuangkan dalam paragraf sepuluh sampai empat belas, yaitu kekeurangtepatan metode dan teknik, mutivator pembelajaran, dan pola pembelajaran yang kurang baik akan menyebabkan rendahnya kemampuan menulis mahasiswa. Adapaun salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah pengggunaan dan pemilihan strategi serta metode yang tepat.Berbagai permasalahan pembelajaran menjadi promovendus resah sehingga diperlukan cara penanggulangannya, seperti perlunya kesepakatan bersama dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, diadakannya cara belajar siswa aktif, dan adanya pradigma baru dalam pembelajaran, yaitu pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif khususnya investigasi kelompok dijelaskan oleh promovendus berdasarkan teori dan hasil pengamatannya terdapat dalam paragraph lima belas sampai dua puluh delapan.

Page 71: Cerdas Berbahasa

Selanjutnya promovendus memfokuskan permasalahan pada model investigasi kelompok pada pembelajaran menulis yang berdasarkan proses pembelajarnnya dengan tidak mengabaikan tahap prapembelajaran hingga pada hasil atau pascapembelajarannya, seperti bahan ajar,persiapan pembelajaran, evaluasi, dan lain-lain. Permasalahan gagasan ini promovendus tuangkan dalam paragrapf dua puluh sembilan sampai tiga puluh empat.Berdasarkan penjelasan di atas, promovendus sudah menyajikan secara sitematis, logis, dan jelas, separti yang dikemukakan Fraenkel & Wallen (2007:281) bahwa pembenaran memerlukan kelogisan, kesepakatan, kecukupan, penulis menunjukkan hasil studi implikasi pentingnya teori, praktik, atau keduanya, serta anggapan yang jelas. (Fraenkel & Wallen, 2007:281). Pembahasan latar belakang yang promovendus sajikan telah menjelaskan alasan mengapa masalah yang diteliti itu timbul, hal yang penting untuk diteliti ditinjau dari segi profesi promovendus, pengembangan ilmu, dan kepentingan pembangunan. Beberapa butir penting yang telah disajikan dalam latar belakang masalah di antaranya alasan rasional dan esensial yang membuat peneliti merasa resah, sekiranya masalah tersebut tidak diteliti; gejala-gejala kesenjangan yang terdapat di lapangan sebagai dasar pemikiran untuk memunculkan permasalahan, kerugian-kerugian yang mungkin timbul seandainya masalah tersebut tidak diteliti; keuntungan-keuntungan yang mungkin diperoleh seandainya masalah tersebut diteliti, penjelasan singkat tentang kedudukan atau posisi masalah yang akan diteliti dalam ruang lingkup bidang studi yang ditekuni oleh peniliti.Setelah penyajian latar belakang secara deduktif, promovendus mengajukan rumusan maslah. Rumusan masalah tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan UPI (2010) bahwa perumusan masalah yang baik dalam sebuah penelitian memenuhi kriteria, yaitu menyatakan pertanyaan yang akan dijawab, merinci ruang lingkup masalah berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, disusun dengan jelas, singkat, dan padat, menampilkan variabel-variabel yang diteliti, mencerminkan teknik analisis data yang akan digunakan, serta dapat diuji secara empiris. Umunya dalam setiap rumusan penelitian atau karya ilmiah selalu digunakan kata tanya. Kata tanya yang digunakan itulah mencirikan suatu keilmiahan penelitian dalam perumusannya, misalnya kata tanya mengapa dan bagaiman. Kata tanya mengapa memerlukan jawaban berbegai alasan dengan data dan fakta untuk meyakinkan pembaca, sedangkan kata tanya bagaimana memerlukan penyajian atau pemaparan sejelas dan serinci-rincinya dengan data dan fakta untuk menjelaskan kepada pembaca apa adanya dan sejelas-jelasnya. Kedua kata tanya ini merupakan kata tanya tingkat analisis yang tinggi sehingga sering dipakai dalam setiappenelitian.Seperti yang dikemukakan Hadjar (1999:56) bahwa masalah penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk pernyataan tentang tujuan, pertanyaan, atau hipotesis. Pertanyaan digunakan bila peneliti kurang mempunyai landasan yang memadai untuk membuat dugaan sementara tentang hasil penelitiannya, sedangkan pernyataan dalam bentuk hipotesis digunakan bila peneliti mempunyai landasan teori maupun hasil penelitian yang cukup untuk membuat dugaan tentang hasil penelitian yang direncanakan. Promovendus di sini lebih menggunakan pertanyaan seperti dalam rumusan masalahnya, yaitu dekelompokkan ke dalam pertanyaan umum dan khusus. Pertanyaan umumnya, yaitu Apakah penerapan model investigasi kelompok berorientasi penilaian bersama yang dikembangkan dalam penelitianini dapat meningkatkan kemampuan menulis? Rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan secara khususnya, yaitu Seberapa besarkah kemampuan menulis mahasiswa FKIP Unila sebelum dan sesudah mengikuti perkuliahan MKPK Bahasa Indonesia? Seberapa besarkah peningkatan kemampuan menulis mahasiswa FKIP Unila yang mengikuti perkuliahan dengan MIKBPB dam metode MPT? Aspek manakah yang sangat kurang terbantu dalam pembelajaran menulis dengan MIKBPB? Aspek manakah yang sangat terbantu dalam pembelajaran menulis dengan MIKBPB? Seberapa besarkah tingkat keefektifan pengajaran menulis dengan model investigasi kelompok berorientasi penilaian bersaama (MIKBPB)?

Page 72: Cerdas Berbahasa

Masalah penelitian sering dinyatakan dalam bentuk pernyataan tujuan yang menyiratkan pertanyaan (Hadjar, 1999:56). Pernyataan masalah biasanya biasanyta dirumuskan dengan mengunakan kata-kata “Tujuan penelitian ini adalah…” atau “Penelitian ini bertujuan untuk….”. Dalam penelitian penulis tujuan penelitian dirumuskan dalam bentuk “…tujuan akhir penelitian ini adalah….” dan “Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah…”. Tujuan akhir merupakan tujuan umum dari suatu penelitian, yaitu menghasilkanpembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa FKIP Unila. Tujuan penelitian secara khusus, yaitu mendeskripsikan kemampuan menulis mahasiswa FKIP Unila sebelum dan sesudah mengikuti perkuliahan MKPK Bahasa Indonesia. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis mahasiswa FKIP Unila yang mengikuti perkuliahan dengan MIKBPB dam metode MPT. Mengkaji aspek yang sangat kurang terbantu dalam pembelajaran menulis dengan MIKBPB. Mengkaji aspek yang sangat terbantu dalam pembelajaran menulis dengan MIKBPB. Menguji keefektifan model pembelajaran antara MIKBPB dan metode pemberian tugas dalam meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa FKIP Unila.Kalau dilihat berdasarkan pertanyaan di atas, promovendus lebih dominan mengacu kepadapertanyaan deskriptif dan deferensial seperti yang dikemukakan oleh Hadjar (1999:57-61) bahwa pertanyaan penelitian dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu deskriptif (apa, berapa, dan bagaimana), relasional (menanyakan tentang ada tidaknya atau bagaimana hubungan antara dua variabel dan menyiratkan desain penelitian korelasional), dan deferensial (menayakan tentang ada tidaknya perbedaan antara dua kelompok atau dua perlakuan atau lebih).B. DifinitionsDefinisi merupakan terminologi atau kata kunci yang jelas jika tidak kejelasan itu mengacu pada konteks (Fraenkel & Wallen, 2007:281). Kata kunci yang dituangkan dalam penelitian ini dijelaskan berdasarkan variabel yang terdapat dalam judul penelitiannya, yaitu pembelajaran menulis dengan model investigasi kelompok berorientasi penilian bersama (MIKBPB) dan pembelajaran menulis dengan model pemberiantugas (MPT) sebagai variabel bebas, sedangkan keterampilan menulis atau berbahasa tulis mahasiswa sebagai variabel terikatnya.Setiap variabel harus didefiniskan secara operasional serta ditunjukkan apakah ia kategori, terukur, atau manipulatif. Definisi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu definisi konstitutif dan definisi operasional. Definisi konstitutif merupakan definisiyang menjelaskan suatu istilah dengan menggunakan istilah lain, sedangkan definisi operasional merupakan arti terhadap variabel dengan menunjukkan kegiatan atau operasi tertentu untuk mengukur, mengelompokkan, atau memanipulasi variabel tersebut serta menunjukkan apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan atau menguji hipotesis (Hadjar, 1999:54). Dalam penelitian ini, promovendus mengacu pada definisi opersaionalkarena variabel setiap penelitian bertujuan untuk mengukur, mengelompokkan, memanipulasi, menunjukkan dari setiap pertanyaan penelitian. Dengan tidak mengabaikan definisi konstituitif karena sesuai dengan jenis penelitiannya, yaitu kuasi ekperimen.Definsi konstituitif ini mengacu pada penjelasan beberapa variabel atau istilah yang penulis gunakan., seperti MIKBPB merupakan metode belajar berkelompok yang dirancang dosen untuk memecahkan suatu masalah, mengerjakan suatu tugas, mempresentasikan tugas,dan memberikan penilaian bersama terhadaap produk dan proses pembelajaran. MPT merupakan metode belajar yang dirancang dosen dalam kegiatan pembelajaran. Kemampuan menulis merupakan kemampuan mahasiswa menyampaikan pendapat, ide, serta mengatasi masalah ditunjang fakta serta argumen dengan bahasa tulis.Dalam rumusan dan analisis masalah sekaligus juga diidentifikasi variabel-variabel penelitian beserta definisi operasionalnya. Rumusan masalah dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat bertanya setelah didahului uraian tentang masalah penelitian, variabel-variabel yang diteliti, dan kaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya.

Page 73: Cerdas Berbahasa

Definisi operasional yang dirumuskan untuk setiap variabel harus melahirkan indikator-indikator dari setiap variabel yang diteliti yang kemudian akan dijabarkan dalam instrumen penelitian. Indikator dalam MIKBPB, yaitu pemilihan topik dan pembentukan kelompok, pembagian tugas kelompok dan penyusunan kerangka laporan, pelaksanaan investigasi, penyusunan laporan kelompok, presntasi laporan kelompok, dan penilaian bersama. Indikator MPT, yaitu kegiatan awal pembelajaran, berlatih mengerjakan soal, mengerjakan tugas, serta mengoreksi tugas secara bersama-sama. Indikator keterampilan menulis, yaitu isi, organisasi, kosakata, kalimat, dan ejaan.Beberapa definisi di atas, penulis mengacu pada beberapa permasalahan penelitian yang dikaji dalam sebua teori pembelajaran dan keterampilan menulis. Kajian inilah yang menjadi pondasi penulis dalam pembahsan/kegiatan penelitian yang ditemukannya. Adapun permasalahan yang diangkat diantaranya perihal belajar mengacu pada teori dan unsur belajar; strategi belajar-mengajar dan keefektifan pembelajaran; model-model pembelajaran; pembelajaran melalui prinsip kerja sama; menulis sebagai suatu keterampilan; pembelajaran model IK; pembelajaran dengan metode pemberian tugas. Hal yang paling mendasar dalam perumusan teori ini, yaitu berdasarkan variabel penelitian mengacu pada menulis sebagai suatu keterampilan; pembelajaran model IK; pembelajaran dengan metode pemberian tugas. Menulis sebagai suatu keterampilan dirumuskan dari teori yang dikemukakan oleh Djiwandono, 1990; Okaa, 1982; Keraf, 1980; Syafeii, 1988; Machmoed, 1976; Garder, 1993; Brown, 1984; Graves, 1991. Pembelajaran model IK dirumuskan dari beberapa teori yang dikemukakan oleh Echols & Shadely, 1989; Gega, 1994; Joyce, 1996; Slavin, 2008; Dewey, 1970; Clhoun, 2000. Pembelajaran dengan metodepemberian tugas dirumuskan dari beberapa teori yang dikemukakan Surakhmad, 1986; Hastuti, 1986; .Roestiyah, 1985.C. Prior ResearchSignifikansi penelitian dimuat dalam pendahuluan yang menyebutkan masalah yang membawake penelitian dalam hal kebutuhan kalangan pembaca tertentu berdasarkan signifikansi bagi peneliti, praktisi, dan pengambil kebijakan. Dalam menyusun bagian ini penulis dapat memasukkan tiga atau empat alasan mengapa penelitian tersebut menambahkan pada penelitian ilmiah dan pustaka di bidang tersebut, tiga atau empat alasan bagaimana penelitian tersebut membantu mengembangkan praktik, dan tiga atau empat alasan mengapapenelitian tersebut akan mengembangkan kebijakan (Cressweell, 1994:111).Prioritas penelitian merupakan suatu peristiwa/pekerjaan/permasalahan yang sebelumnya membutuhkan cakupan topik yang tepat serta mempunyai hubungan yang jelas terhadap studi yang kita tekuni/kuasai/kaji (Fraenkel & Wallen, 2007:281). Dilihat latar belakang perkembangan penelitian, promovendus telah memaparkan beberapa perkembangan penelitian yang telah dilakukan terutama kualitas menulis mahasiswa, diantaranya penelitian oleh Hilal (1998) menyimpulan bahwa keterampilan menulis mahasiswa Unila masih tergolong sedang. Udin (2001) menyimpulkan bahwa penerapan EYD masih terdapat kesalahan/rendah (78%). Rusminto (1997) penulisan skripsi mahasiswa Unila banyak tidaksesuai dengan unsur-unsurnya, tidak koheren, dan tidak efektif. Faud (2005) mengemukakan dalam penyelsaian skripsi masih lambat dan masih terdapat kesalahan berbahasa.Bertolak dari penelitian yang telah dilakukan terdahulu, promovendus belum begitu jelas menjelaskan hasil penelitiannya dihubungkan dengan penelitian yang akan dilaksakannya. Promovendus menyatakan bahwa perlu penelusuran benang merah dan cara penanggulangannya dalam persoalan bahasa ini sehingga pemakaian bahasa Indonesia bisa ditempatkan sesuai fungsi dan kedudukannya. Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa peneliti hanya memaparkan bahwa infromasi penelitian yang dilakukan masih bersifat informasi umum yang belum adanya diskusi atau kebermanfaatan penelitian bagi peneliti yang akan dilakukan. Jika tersebut diuraikan dengan baik, peneliti akan lebih mengambil hubungan atau benang merah masing-masing penelitian yang telah dilakukan

Page 74: Cerdas Berbahasa

sehingga penelitian yang akan dilakukan akan berbeda dengan keinginan penulis atau bisa menjadi khasanah/kontribusi peneletian yang akan peneliti lakukan.D. HypothesisHipotesis merupakan suatu pernyataan sementara yang diajukan untuk memecahkan suatu masalah, atau untuk menerangkan suatu gejala. Hipotesis juga bisa dikatakan sebagai pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubungan antara variabel-variabel di dalam suatu persoalan atau sarana pemecahan bagi masalah. Hipotesis tersebut kemudian diuji di dalam penelitian dalam bentuk penyelidikan selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya (Ary, 1982:120). Seperti dalam penelitian ini, promovendus memakai istilah asumsi dasar dan hipotesis. Asumsi dasar digunakan untuk menghindari kesalahaninterpretasi dalam memahami hasil-hasil penelitian berdasarkan variabel yang terlibat dalam penelitian. Asumsi-asumsi dasar tersebut, yaitu (1) Seluruh mahasiswa Unila telah berbekal awal berupa kemampuan menulis dalam bahasa Indonesia dan bekal awal tersebut dapat diukur. (2) Pengampu MPK bahasa Indonesia di Universitas Lampung berkualifikasi sama atau setara. (3) Pelaksanaan pembelajaran menulis di kelas-kelas bersifat relatif, tetapi bisa dikondisikan dan dapat dibuktikan melalui peningkatan hasil belajar mahasiswa. (4) Penerapan model yang tepat dan sesuai berkontribusi positif pada keeefektifan proses dan hasil pembelajaran. (5) MIKBPB merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori belajar gestalt dan bisa diterapkan dalam pembelajaran menulis.Adapun alasan dibuatnya hipetoesis, yaitu dasar kuat menunjukkan bahwa peneliti telah mempunyai cukup pengetahuan untuk melakukan penelitian di bidang itu; hipotesis memberi arah pada pengumpulan data penafsiran data; hipotesis dapat menunjukkan kepadapeneliti prosedur apa yang harus diikuti dan jenis data apa yang harus dikumpulkan, tidak hanya yang bersifat ekspremen saja (Ary, 1982:121). Hipotesis yang diajukan olehpeneliti merupakan hipotesis statistik atau hipotesis nol, yaitu hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara variabel-variabel dalam masalah tersebut. Selain itu, ada juga disebut hipotesis terarah dan hipotesis tak terarah yang memerlukan hipotesis statistik (Ary, 1982:133). Promovendus menggunakan hipotesis statistik yang disebut dengan hipotesis kerja.Kegunaan hipotesis, yaitu memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang; memberikan suatu pernyataan hubungan yang langsung dapat diuji dalam penelitian; memberikan arah kepada penelitian; memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penyelidikan baik secara deduktif (dari teori atau dari hasil-hasil penelitian sebelumnya) ataupun induktif (dari pengamatan tingkah laku) (Ary, 1982:121-126). Adapun hipotesis dalam penelitian ini memerlukan beberapa asumsi yang harus dipenuhi. H1 ditolak jika (1) tidak ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan menulis pada kelompok kontrol dengan kelompok ekspremen, (2) diterima jika ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan awal dan prestasi hasil belajar dalam kelompok ekspremen, (3) diterima jika ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan awal dan prestasi hasil belajar dalam kelompok kontrol, (4) diterima jika skor awal dan skor hasil belajar dalam kelompok ekspremen menunjukkan peningkatan keterampilan menulis mahasiswa dengan model MIKBPB. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah pembelajaran dengan model investigasikelompok berorientasi penilaian bersama (MIKBPB) lebih efektif untuk meningkatkan keterampilan menulis mahasiswa daripada metode pemberian tugas (MPT). Berdasarakan uraian tersebut, hipotesis promovendus sudah memenuhi ciri hipotesis yang baik, yaitu telah mempunyai daya penjelas, telah menyatakan hubungan yang diharapkan ada di antaravariabel-variabel, dapat diuji, konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada, serta dinyatakan secara sedarhana dan ringkas.E. SampleHal yang terpenting dalam sebauh sampel penelitian, yaitu bentuk sampel yang akan

Page 75: Cerdas Berbahasa

diteliti. Kejelasan pengambilan sampel akan berpengaruh pada uraian yang akan penelitilakukan sehingga berpengaruh juga pada mengeneralisasikan populasi dari sebuah sampel yang benar (Fraenkel & Wallen, 2007:281).Sampel merupakan kelompok kecil yang diamati, sedangkan kelompok lebih besar yang menjadi sasaran generalisasi disebut dengan populasi (Ary, 1982:189). Adapun tujuan penarikan sampel untuk memeroleh informasi mengenai populasi tersebut. Oleh karena itu, penting sekali diusahakan agar individu-individu yang dimasukkan ke dalam sampel itu merupakan contoh yang representatif, yang benar-benar mewakili semua individu yangada di dalam populasi. Artinya, jika peneliti ingin dapat membuat generalisasi yang meyakinkan, maka sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif.Ada berbagai prosedur penarikan sampel menurut Ary (1982:191-198) diantaranya random sampling (sampel acak/populasi mempunyai peluang yang sama dan tidak terikat untuk dimasukkan ke dalam sampel), stratified sampling (sampel berlapis/populasi yang mempunyai ciri berbeda terdiri atas jumlah subkelompok atau lapisan atau strata), cluster sampling (sampel berkelompok/populasi yang cakupannya luas lalu diambil beberapa kelompok dari kelompok yang dijadikan populasi secara acak yang mempunyai persamaan ciri yang ada hubungannya dengan variabel penelitian), systematic sampling (sampel secara sistematis/k=N/n/penetapan subjek/sampel yang dikehendaki/n karena populasi/N sudah diketahui maka membagi N dengan n untuk memeroleh interval penarikan sampel/k yang akan digunakan dalam daftar populasi). Representatifnya sebuah sampel dapat diilustrasikan dalam bagan brikut.Populasi dan sampel digunakan promovendus dengan istilah sumber data. Sumber data inilah disebut sebagai populasi sekaligus sebagai sampel penelitian promovendus. Hal ini bisa dikatakan bahwa cara penarikan sampel yang dilakukan promovendus menggunakan cara sampel berkelompok atau cluster sampling. Sumber datanya mahasiswa S-1 Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Unila (Pendidikan Fisika dan Pendidikan Matematika) yang mengikuti kuliah MPK Bahasa Indonesia di semester satu 2008/2009. Sumber data penelitian ini terdiri dua pasang kelompok, yaitu satu pasang yang mewakili kelompok eksperemen (Pendidikan Matematika 46 mahasiswa) dan satu pasang mewakili kelompok control (Pendidikan Fisika 42 mahasiswa). Pembelajaran menulis dengan MIKBPB diterapkan pada kelas ekspremen, sedangkan pembelajaran menulis dengan MPT diterapkan pada kelas kontrol.Promovendus mengakui bahwa penetapan sumber data masih lemah dan mengalami kendala dalam menetapkan data secara acak. Oleh karena itu, promovendus mengemukakan berbagai pertimbangan untuk meminimalkan ketidakhomogenan sumber data, yaitu mahasiswa yang diterima di Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Unila memiliki kemampuan dasar yang sama, kemampuan awal menulis mahasiswa pada kedua program studi tersebut sama, berdasarkan uji sifat data, kedua program studi tersebut homogen, seluruh mahasiswa mengontrak MPKBahasa Indonesia, pelaksanaan perkuliahan MPK Bahasa Indonesia pada hari yang sama, dan sikap dan tanggapan mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran menulis sama.Dalam pelaksanaan penelitian, promovendus belum menjelaskan secara gamblang mengenai siapa yang melakukan pembelajaran atau dosen yang mengajar di kelas kontrol dan kelas eksperimen. Apakah dosennya sama yang mengajar di kelas kontrol dengan di kelas eksperimen atau berbeda? Berdasarkan penjelasan promovendus, penulis menarik kesimpulan bahwa penelitian ini dilakukan secara alami sesuai dengan pengajar yang sudah. Artinya pembelajaran baik di kelas kontrol maupun di kelas ekperimen dilakukan oleh dosen yang berbeda. Hal tersebut terlihat ketika promovendus melakukan dua kali uji coba rancangan model pada program studi yang berbeda (hlm. 113 s.d. 117). Selain itu, promovendus mengatakan bahwa dosen pengampu matakuliah dijadikan sebagai teman berkolaborasi dan penyusunan program kerja dilakukan secara kolaboratif anatara peneliti dan pengampu matakuliah Bahasa Indonesia (hlm. 109). Untuk memudahkan pengamatan dan kolaborasi antardosen dengan promovendus, promovendus menetapkan jadwal

Page 76: Cerdas Berbahasa

perkuliahan MPK Bahasa Indonesia baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol selama delapan kali pertemuan (hlm. 109).F. InstrumentationSebuah instrumen harus meyakinkan fakta-fakta atau argumen untuk validitas dari suatu kesimpulan (Fraenkel & Wallen, 2007:281). Sebelum promovendus mengemukakan instrumennya, promovendus terlebih dahulu menguraikan data-data yang diperlukan untuk mengembangkan instrumen, diantaranya data kemaampuan awal mahasiswa, data keefektifan pelaksanaan pembelajaran dengan MK, data prestasi hasil belajar, dan data peningkatan hasil belajar. Berdasarkan hal tersebut, promovendus menggunakan tiga instrumen, yaitu(1) instrumen pengumpulan data berupa instrumen pengumpulan data kemampuan awal mahasiswa, instrumen mengumpulkan data pelaksanaan perlakuan, dan instrumen data prestasi hasil belajar. (2) Instrumen perlakuan berupa perangkat pembelajaran. (3) Instrumen pedoman penilaian berupa menganalisis keterampilan menulis.Dalam pengelolaan instrumen penelitian pengumpulan data, promovendus mengacu pada teori Jacob dkk. (1981), Diwandono (1990), Nurgiantoro (2001), sedangkan instrumen pedoman penilaian keterampilan menulis mengacu pada teori Nurgiantoro (2001) dan Yacobs (1981). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hadjar (1999:363) bahwa peneliti harus mengenalkan instrumen yang digunakan serta alasan mengapa instrumen yang dipilihnya adalah yang paling sesuai dengan definisi operasional dari variabel dalam pertanyaan atau hipotesis penelitiannya. Apabila instrumen tersebut dibuat sendiri, peneliti harus menjelaskan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Bila instrumen yang akan digunakan diambil dari yang sudah ada, informasi tentang sumber perolehan, reliabilitas, serta validitasnya perlu dipaparkan. Dalam hal ini, promovendus merancang dan mengembangkan instrumen sendiri berdasarkan kajian teori yang promovendus gunakan.G. Procedures/Internal ValidityMasalah validitas berhubungan dengan sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang dianggap orang seharusnya oleh alat tersebut dengan tiga valisitas, yaitu validitas isi, validitas yang dikaitkan denga kriteria, dan validitas bangunan pengertian (Ary, 1982:281-291). Validitas isi menunjuk pada sejauh mana instrumen tersebut mencerminkanisi yang dikehendaki didasarkan pada pertimbangan untuk setiap situasi yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka. Validitas yang dikaitkan dengan kriteria merujuk pada hubungan antara skor suatu instrumen pengukuran dengan suatu variabel (kriteria) luar yang yang mandiri dan dipercaya dapat mengukur langsung tingkah laku atau ciri-ciri yang diselidiki. Validitas bangunan pengertian merujuk kepada seberapa jauh suatutes mengukur sifat atau bangunan pengertian tertentu.Promovendus melakukan uji-coba rancangan pengembangan pembelajaran sebelum melaksanakan penelitian eksperemen kuasi. Tahap ini peneliti mengadakan uji coba rancangan pengembangan pembelajaran sebanyak dua kali yang diberikan kepada responden (kelas terbatas). Hasil uji coba ini dideskripsikan dan dianalisis. Hasil analisis ujicoba tersebut kemudian dijadikan dasar bagi penyempurnaan MIK (rekonstruksi model). Tahap uji coba ini meliputi persiapan, pelaksanaan, dan akhir kegiatan pembelajaran menulis.Validitas internal adalah masalah pengendalian. Disain yang mempunyai daya pengendalian memadai adalah masalah bagaimana menemukan cara untuk menghilangkan variabel luar, yaitu variabel yang dapat menimbulkan interpretasi lain. Segala sesuatuyang dapat membantu pengendalian disain juga akan memperkokoh validitas internalnya. Campbell dan Stanley (dalam Ary, 1982:339-343) mengemukakan bahwa ada delapan varibel luar yang akan mengancam validitas internal desain penelitian kalau tidak dikendalikandengan baik, yaitu sejarah, pematangan, pemberian pra-tes, alat pengukuran, kemunduranstatistic, pemilihan subjek yang berbeda, hilang dalam ekspremen, dan interaksi pematangan dengan seleksi.

Page 77: Cerdas Berbahasa

Ekspremen kuasi merupakan salah satu metode yang paling umum dipergunakan dalam penelitian pendidikan yang terdiri dua kelompok. Masing-masing kelompok diberi pretes dan postes, tetapi hanya satu kelompok yang diberi perlakuan. Kelompok tersebut dianggap sama, tetapi sekiranya ada pengaruh variabel lain dilakukan analisis kovarians. Rancangan ekspremen kuasi dapat memperkecil ancaman atau pencemaran kevalidan kesimpulan ekspremen, baik eksternal maupun internal. Desian yang digunakan dalam penelitian ekspremen kuasi ini merujuk pada pendapat Fraenkel (1993). Desain yang dimaksud adalah The Matching-Only Pretest-Posttest Control Group Design dengan langkah-langkahnya, yaitu melaksanakan pretes, melaksanakan ekspremen, melaksanakan pencatatan dan penilaian, melaksankan postes, mengadministrasikan hasil pengisian angket, mengelompokkan data dan mengurutkan data, dan mengolah seluruh data yang telahdihimpun secara deskriptif.Desain Ekspremen KuasiH. Data AnalysisLangkah pertama bagi peneliti dalam menganalisis data yang telah dikumpulkan adalah melihat kembali usulan penelitian guna memeriksa rencana penyajian data dan pelaksanaan analisis statistik yang telah ditetapkan semula. Sesudah hal ini dilakukan, peneliti kemudian mengembangkan strategi penyusunan data mentah dan melaksanakan penghitungan yang diperlukan. Umumnya penelitian bidang pendidikan dan ilmu perilaku lainnya sering bersifat kompleks dan memerlukan pekerjaan menghitung. Untuk mencapai ketepatan dan untuk menghemat waktu dan tenaga, sebagian besar penelitimemilih untuk memanfaatkan fasilitas alat hitung elektronik/komputer bagi ananlisis data mereka berhubungan dengan alat masukkan, unit pengolahan sentral, unit penyimpanan, dan alat keluaran (Ary, 1982:475).Analisis data secara statistik adalah menyusun pembahasan itu seputar hipotesis. Artinya menyebutkan kembali hipotesis yang pertama kemudian mengemukakan hasil penelitian yang berhubungan dengan hipotesis tersbut. Cara ini diulang untuk setiap hipotesis secara bergantian. Hal tersebut sesuai dengan Hadjar (1999:364) bahwa paadaaanalisis data peneliti menunjukkan teknik analisis statistik yang digunakan dalam analisis data serta alasan pemilihan teknik tersebut. Alasan tersebut dapat berupa argumen yang dikaitkan dengan tujuan penelitian, jumlah subjek, dan jenis data yang diperoleh melalui instrumen yang digunakan (kategori atau kontinum). Alasan pemilihan teknik statistik harus berdasarkan kesesuaian dengan pertanyaan atau hipotesis penelitian dan bukan kecanggihan teknik. Bila teknik statistik yang sederhana sudah memadai, tak ada alasan untuk memilih teknik yang lebih rumit dan canggih.Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, analisis data kuantitatif diolah dengan menggunakan teknik statistik. Data yang diolah adalah tes mengarang baik pretes maupunpostes. Data tersebut berupa skor pretes dan skor postes baik pada kelas eksperemen maupun kelas kontrol. Tahap-tahap pengujian data penelitian ini meliputi uji normalitas data, uji homoginitas data, uji linieritas data, dan uji perbedaan. Penganalisisan data dilakukan untuk pengujian hipotesis, jika nilaai Sig. (2-talied) >0,025 maka Ho diterima dan jika nilai Sig. (2-tailed) < 0,025 maka Ho diterima.Sesuai dengan tujuan penelitian, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan beberapa metode analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial dengan bantuanprogram Microscoft Exel XP 2003 dan program SPSS Stastistics 14.0. Statistik deskriptif dipakai untuk menghitung dan menyajikan rentangan skor, rerata, dan peningkatan kemampuan menulis mahasiswa Unila sebelum dan sesudah mengikuti MPK BahasaIndonesia. Hal teresebut sesuai dengan Basrowi (2007) bahwa statistik inferensial digunakan untuk menguji normalitas, homogenitas (One-Way ANOVA), linieritas, dan uji perbedaan dua rata-rata antara mahasiswa yang belajar melalui MIK dan mahasiswa yang belajar dengan metode pemberian tugas Uji-(t-tes).I. Results

Page 78: Cerdas Berbahasa

Hasil penelitian itu ditafsirkan lagi dalam hubungaannya dengan hipotesis (atau pertanyaan) penelitian (Ary, 1982:492). Penafsiran peneiliti terhadap hasil penelitianitu akan menghubungkan hasil-hasil tersebut dengan teori dan penelitian lain di bidangitu serta dengan prosedur penelitiannya. Bagian ini merupakan inti daripada laporan karena menjadi acuan untuk menjawab permasalahan yang menjadi pokok penelitian. Bagianini diawali dengan penyajian kembali tujuan atau hipotesis yang dinyatakan dalam pendahuluan. Kemudian dilanjutkan dengan penyajian secara ringkas tentang teknik analisis data serta alasannya.Penyajian hasil diawali promovendus dengan analsis data prapenelitian, yaitu hasil wawancara dengan dosen pengampu matakuliah, analisis statistik deskriptif untuk menunjukkan gambaran umum kemampuan menulis mahasiswa, dan kondisi angket mahasiswa. Tujuan disajikan analisis data prapenelitian oleh promovendus untuk mendapatkan gambaran umum tentang hal-ihwal pembelajaran MPK Bahasa Indonesia baik persiapan, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi, serta minat dan sikap mahasiswa terhadap MPK Bahasa Indonesia saat itu yang dijadikan promovendus sebagai dasar bagi penelitiannya.Berdasarkan hal tersebut, promovendus menyajikan analsis kebutuhan, perancangan model pembelajaran, tahap uji coba ransangan model, temuan uji coba rancangan model, perbaikan model pembelajaran dan rencana pelaksanaan perkuliahan, data proses pembelajaran dan kemampuan kerja kelompok, data kemampuan menulis argumentasi, dan pengujian sifat data. Hasil analisis penelitian yang dilakukan promovendus mudah dipahami karena selain disajikan secara sistematis dan deskriptif juga disajikan dalambentuk tabel atau grafik. Tabel dan grafik tersebut memberikan gambaran yang menyeluruh tentang data dengan jelas dan ekonomis. Selanjutnya, hasil disajikan dalam perincian untuk menjawab tujuan penelitian/hipotesis secara sistematis. Hal ini untuk mengingatkan pembaca agar memfokuskan perhatian pada data yang diperlukan serta untuk memudahkan penilaian apakah data yang disajikan tersebut sesuai untuk menjawab permasalahan penelitian. Hasil penelitian ini merupakan dasar promovendus untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan penelitian.Rendahnya kualitas menulis mahasiswa Unila ditengarai dari produk atau karya tulis yang melampau batas ambang dan strategi pembelajaran yang digunakan dosen kurang tepatsehingga diperlukaan model investigasi kelompok berorientasi penilaian bersama dalam pembelajaran menulis dengan menggunakan kelas control dan kelas ekspremen. Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar mahasiswa yang menggunakan model investigasi kelompok berorientasi penilaian bersama dengan model pemberian tugas. Hal ini diperlihatkan dari selisih antara rata-rata peningkatan hasil belajar pada kelas control dan kelas ekspremen sebesar 6,49. di samping itu, nilai probabilitas atau sig untuk semua aspek menulis sebesar 0,000 lebihkecil daripada 0,05. Hal ini berarti bahwa kenaikan relajar menulis yang terdiri atas lima aspek pada kelas ekspremen signifikan. Hasil uji perbedaan ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis argumentasi mahasiswa dengan model investigasi kelompok berorientasipenialian bersama lebih tinggi daripada dengan model pemberian tugas.Temuan penelitian ini mengemukakan bahwa pembelajaran dengan model investigasi kelompok lebih meningkatkan kemampuan menulis argumentasi telah menunjang teori belajar, model pembelajaran, dan analisis kebutuhan yang diharapkan. Implikasi penelitiah ini dapat mengatasi permasalahan pembelajaran menulis bagi dosen bahasa Indonesia. Dosen menyampaian materi berlandaskan teori belajar gestalt dan bukan teoribelajar asosiasi. Model investigasi kelompok berorientasi penialaian bersama yang terdiri atas enam tahap pembelajaran dapat dijadikan alternatif dosen dalam meningkatkan keterampilan berbahasa terutama keterampilan menulis.J. Disccussion/InterpretationsStudi yang konteksnya lebih luas; mengakui keterbatasan dari studi, berkaitan dengan populasi dan ekologi umumnya dari hasil penelitian (Fraenkel & Wallen, 2007:281).

Page 79: Cerdas Berbahasa

Peneliti berusaha menunjukkan bagaimana hasil-hasil yang diperoleh dapat dihubungkan dengan permasalahan atau hipotesis penelitian (McMillad & Schumacher, 1989 dalam Hadjar 1999:364). Pembahasan ini merupakan penafsiran nonteknis apakah penemuan-penemuan yang dihasilkan mendukung hipotesis atau menjawab pertanyaan. Jika hasil yangdiperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan, peneliti berusaha menjelaskan kemungkinan mengapa hal itu bisa terjadi. Penjelasan tentang hasil-hasil atau penemuantersebut harus memuat analisis terhadap metodologi atau bagian lain yang dapat menjelaskan mengapa hasil-hasil tertentu dapat diperoleh.Promovendus dalam hasil penelitaiannya telah membahas bahwa pendekatan pembelajaran menulis dengan menggunakan model investigasi kelompok berorientasi penilaian bersama dapat diaplikasikan ke dalam mata kuliah pengembangan kepribadian dan terbukti efektifmeningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menulis argumentasi. Secara komprehensip promovendus mendiskusikan hasil-hasil yang diperoleh dihubungkan dengan permasalahan atau hipotesis penelitian, seperti pada setiap pemhahasan promovendus menguraikan perbedaan kemampuan menulis antara kelas ekspremen dengan kelas kontrol, kekuatan dan kelemahan model pembelajaran, aspek menulis yang sangat kurang terbantu, aspek menulisyang sangat terbantu, dan keefektifan MIKBPB dalam pembelajarn menulis.Pada bagian ini sebenarnya harus memuat penjelasan tentang impilkasi atau rekomendasi dari penemuan tersebut dalam kaitannya dengan penelitian yang akan datang dan penerapan dalam praktik kependidikan (Hadjar 1999:364). Pembahasan ini sangat membantudosen atau administrator perguruan tinggi yang mungkin mempunyai kesulitan untuk bisa menemukan sendiri cara mengaplikasikan penemuan tersebut dalam bidangnya. Namun, pada bagian ini promovendus tidak menguraikan impilkasinya melaikan dikemukakan pada bagiansaran.Adapun implikasi dari penelitian ini dikemukakan promovendus dalam bentuk saran untuk penerapan model pembelajaran pada Bab VI, yaitu di antaranya 1) Model pembelajaran inimemerlukan ruang kelas yang cukup luas dan perlengkapan media yang memadai. 2) Pelaksanaan pemilihan topik dan pembentukan kelompok melalui model pembelajaran ini memerlukan waktu yang cukup panjang serta akan terjadi kegaduhan. Untuk itu, dosen harus turut membantu dalam proses pemilihan topik dan pembentukan kelompok sesuai dengan alokasi waktu yang telah direncanakan. 3) Pembelajaran dengan penerapan MIKBPB dapat meningkatkan kemampuan menulis argumentasi mahsiswa. Untuk itu, dosen MPK-BI di Unila perlu mengganti paradigma lamanya dengan paradigma baru dalam bentuk MIKBPB dalam pembelajaran menulis. Perbandingan dengan MIK akan menjadikan mahasiswa lebih aktif, kreatif, berpikir kritis, inovatif, ilmiah, serta menyenangkan (hlm. 410 s.d. 412).DAFTAR PUSTAKAAry, Donald, Lucy Chaesar Jacobs, dan Asghar Razavieh.1982. Introduction to Research in Education (Penerjemah Arief Furchan). Surabaya: Usaha Nasional.Creswell, John W. 1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. London:SAGE Publications, Inc.Fraenkel, Jack R. & Norman E. Wallen. 2007. How to Design and Evaluate Research in Education (Seventh Edition). Boston: Mc Graw Hill.Hadjar, Ibnu. 1999. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Widodo, Mulyanto. 2009. “Penerapan Model Investigasi Kelompok Beroreintasi Penilaian Bersama dalam Peningkatan Keterampilan Menulis Mahasiswa (Studi Ekperimen Kuasi di FKIP Universitas Lampung)”. Bandung: SPS UPI.UPI. 2010. ”Pedoman Penilisan Karya Ilmiah”. Bandung: UPI.Posted in Uncategorized | No Comments »

Feb17

Page 80: Cerdas Berbahasa

Pengalaman tentang Membaca Oleh AronoMembaca merupakan suatu proses memahami informasi. Sulit atau mudahnya informasi yang kita baca tergantung dari jenis teks/buku yang kita baca. Berdasarkan pengalamn saya, saya di sini akan menguraikan membaca buku berdasarkan jenis buku yang kita baca sehingga akan berpengaruh pada strategi dan cara saya membaca, yaitu membaca buku ataubacaan ilmiah dan bacaan nonilmiah. Bacaan ilmiah seperti buku pelajaran, artikel, jurnal, esai, dan bahan ajar lainnya, sedangkan bacaan nonilmiah seperti buku-buku sastra baik berupa roman, novel, cerpen, drama, puisi, komik, dan jenis buku sastra lainnya.Kebiasaan saya pada membaca bacaan ilmiah dilakukan berdasarkan kebutuhan, misalnya saat ingin membuat makalah untuk dipresentasikan, persiapan dalam pembelajaran, isu-isu ilmu pngetahuan terbaru, dan keingintahuan saya terhadap ilmu tertentu. Sampai saat ini dalam setiap membaca buku ilmiah, saya masih jarang menuntaskan buku yang saya baca karena saya masih membaca berdasarkan yang saya butuhkan saja. Saya menuntaskan bacaannya itu biasanya dalam beberapa minggu bahkan beberapa bulan. Hal tersebut saya lakukan karena apa yang saya butuhkan dalam bacaan itu sudah saya dapatkan sehingga saya beralih atau membaca buku yang lainnya. Begitu seterusnya secara bergantian dan berkelanjutan saya terus membaca hingga pada akhirnya bacaan itudapat saya selesaikan.Buku ilmiah yang saya baca, saya selalu mencoba merumuskan dalam bentuk tulisan baik proposal, penelitian, persiapan bahan ajar, makalah, ringkasan, atau sekadar kutipan karena sewaktu-waktu bisa diperlukan. Kebiasaan yang baik ini saya mencoba mempertahankannya. Walaupun ada kebiasaan saya dalam membaca yang kurang baik misalnyasaya masih membaca dalam keadaan suasana santai setiap membaca buku yang saya baca danmasih jarang menuntaskan bacaan dalam target waktu yang singkat sehingga buku yang saya baca masih bermuara pada koleksi bahan bacaan.Cara saya dalam memmbaca buku ilmiah lebih dominan saya terapkan metode SQ3R (Tarigan,1986; Hernowo, 2003; Tampubolon, 1987). Selain itu, berdasarkan kebutuhan bahan bacaanyang say abaca, saya juga menerapkan teknik membaca pili, lompat, tatap, dan layap. Metode dan teknik ini bagi saya sangat efektif karena dapat membantu saya secara efektif dalam memahami setiap bacaan. Sebelum saya membaca saya terlebih dahulu mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan saat membaca nantinya/pramembaca, seperti alat tulis, pembatas buku, buku tulis/catatan, tempat yang nyaman dan menyenangkan. Setelahdirasa hal tersebut sudah baik, saya melakukan kegiatan membaca. Kadang kala kenyamanan saya membaca berdasarkan tempat dan waktu membaca. Kalau saya membaca di rumah saya lebih banyak memilih waktu membaca agak malam setelah anak-anak tidur atau ketika menjelang salat subuh. Saat itu saya dalam membaca menggunakan hadset dengan diringi instrumen musik atau kadangkala diringi dengan suara gemericik air menambah ketenangan saat saya membaca. Jika berada di kampus saya lebih banyak membaca di ruangbaca atau perpustakaan. Saya lebih memilih suasana yang sepi dan terang.Saat membaca, langkah pertama yang saya lakukan, yaitu survei. Saya terlebih dahulu mensurvei atau menelaah pendahuluan terhadap buku yang saya baca baik itu identitas buku maupun informasi umum buku yang saya baca. Identitas buku seperti judul buku, pengarang, tahun terbit, penerbit, dan tempat terbit, sedangkan informasi umum tentangbuku, saya akan membaca bagian kata pengantar dari buku itu, biadata/biografi penulis,dan ringkasan/sinopsis buku jika ada. Informasi umum mengenai buku say abaca pada bagian kata pengantar dan daftar isi. Dari daftar isi itulah nantinya saya akan memfokuskan bahan bacaan saya. Saat membaca surbei ini saya lakukan saya ingin mengetahui secara garis besar tetntang buku yang say abaca. Apalagi jika waktu membacasangat singkat, saya minimal telah mengetahui secara umum buku yang pernah say abaca. Jika diperlukan atau diinginkan sewaktu-waktu, saya akan lebih mudah menemukan atau

Page 81: Cerdas Berbahasa

membacanya kembali.Langkah ke dua, yaitu question. Langkah ke dua ini saya gunakan untuk memberikan pemahaman awal terhadap becaan yang saya akan baca. Minimal dalam pertanyaan ini akan memandu saya sebagai rambu-rambu ketika membaca. Misalnya pertanyaan itu saya ajukan berdasarkn judul yang saya baca dengan menggunakan kata tanya mengapa dan bagaimana. Selain itu, bisa juga pertanyaan itu diajukan berdasarkan daftar isi sesuai dengan bacaan yag akan saya baca. Kadangkala pertanyaan ini akan saya catat untuk memudahkan bahan yang akan saya cari dalam bacaan. Selain itu, saya akan menuliskannya apa ke buku catatan atau kertas yang saya bawa, tetapi jika buku yang say abaca itu milik pribadi maka saya akan menggarisbawahi terlebih dahulu atau menandai dengan sabilo yang berwarna-warni. Setelah itu, saya akan memindahkannya ke dalam buku cacatan saya.Langkah ke tiga, yaitu read. Saya akan membaca bacaan yang sudah saya tentukan di manabacaan yang harus saya baca. Saya akan berusaha konsentrasi ketika membaca karena bacaan yang saya baca merupakan keinginan saya dan harus saya pahami. Selian itu, sayamencoba membaca dalam hati dengan gerakan mata tanpa gerakkan tangan dan tak bersuara.Hal tersebut tidak berjalan lama paling tidak lima belas menit berjalan rasa kantuk, bosan, malas, mata terasa lelah, dan jenuh menyelimutiku. Untuk mengatasi hal itu, saya mengatasinya dengan cara memilih waktu membaca yang baik seperti malam hari atau pagi hari, tempatnya nyaman, bersih, dan cahaya lampu yang terang. Selain itu, kadangkala saat membaca saya mendengarkan instrument klasik. Kadang-kadang saya juga mendengarkan lagu untuk menghilangkan kejenuhanku. Sesekali saya pun memandang ke luarjendela atau melihat ke yang berwarna hijau seperti taman atau halaman atau kadangkalalayar monitor yang berwarna hijau. Saya juga sesekalai kadangkala melihat ke atas dengan sesekali mengucek-ngucek mata atau mengedip-ngedipkan mata. Kadangkala saya juga mengeleng-gelengkan kepala bahkan berdiri atau berjalan sejenak sambil menggerak-gerakkan badan dengan gerakan yang ringan. Setelah kondisi sudah kembali normal, saya melanjutkan membaca kembali sampai pada bacaan selesai saya baca.Langkah ke empat, yaitu menceritakan kembali. Untuk menguji pemahaman terhadap bacaan yang saya baca, saya mencoba mengulangi dengan cara mengingat-ingat apakah yang saya baca dapat saya pahami dengan baik atau belum. Dengan sesekali saya menutup buku, sayamencoba mengingat apa yang saya baca. Jika ada yang terlupakan, saya melihat kembali tek/isi buku yang saya baca. Selain itu, kadangkala saya mencoba mengungkapkan kepada teman untuk dikoreksi atau ada masukkan terhadap bacaan yang saya baca. Jika memang ada yang kurang sesuai dengan isi bacaan, saya meminta teman untuk menambahkan dan memberikan masukkan pada bagian mana bacaan yang saya baca kurang dapat saya pahami dengan jalan berdiskusi. Selain itu, saya juga merumuskan dalam bentuk ringkasan, rangkuman, dan peta konsep terhadap isi bacaan yang saya baca.Langkah ke lima, yaitu meninjau kembali. Pada bagian ini ketika bacaan di rasa sudah saya lakukan dengan baik, saya tidak lupa meninjau ulang kembali terhadaap bahan bacaan yang saya baca apalagi bacaan yang dibaca dibuat dalam bentuk tulisan. Tulisan yang saya buat saya baca kembali apakah sudah tepat, masih ada yang kurang, terlupakan, atau ada kesalahan dalam penulisan. Keterbatasan daya serap saya terhadap bahan bacaan yang saya baca, memungkinkan bagi saya untuk melakukan tahapan ini. Hal tersebut saya lakukan agar bacaan yang saya baca sudah betul-betul sesuai dengan yang diharapkan baik secara isi maupun pemahaman pembaca ada kesamaan dengan penulis.Setelah kegiatan membaca dikakukan, saya melakukan kebiasaan-kebiasaan antara lain mengembalikan bahan bacaan yang saya baca pada tempatnya, menandai atau memberi pembatas pada bagian yang saya baca, dan merumuskan bahan bacaan dalam bentuk tulisan ilmiah. Kadangkala bahan bacaan yang saya baca tersebut saya dikusikan dengan teman untuk menambah pemahaman lebih dalam terhadap bahan bacaan yang saya baca. Atau mungkin kadangkala bahan yang saya baca masih ada yang belum saya baca berkenaan dengan hal itu sehingga saya pun mencoba mencari atau menggali informasi agar saya

Page 82: Cerdas Berbahasa

dapat membacanya atau mendapatkan buku baru tersebut.Berbeda dari hal di atas, saya membaca buku nonilmiah seperti novel atau buku sastra lainnya. Apakah ini kebiasaan yang jelek atau yang baik bagi saya? Membaca demikian saya lakukan kadangkala lupa dengan waktu. Saya akan membaca buku tersebut sampai tuntas. Kadangkala istirahat hanya dilakukan saat makan dan salat saja. Kebiasaan jelek lainnya, saya kadangkala kalau belum mau tidur sering membaca novel atau bacaan-bacaan ringan sampai tertidur sehingga buku yang saya baca kadangkala sudah terlipat-lipat. Dalam membaca di sini hanya proses pemahaman saja yang saya lakukan. Kalau memang harus berhenti, saya memberi pembataas terlebih dahulu. Tidak berlangsung lama saya pun melanjutkan bacaan itu sampai tuntas. Saya pun tidak pernah menyiapkan alat tulis atau catatan sejenisnya. Saya membaca di sini sebagai kepuasan batin saja. Saya merasa hanyut, nyaman, asyik, dan penasaran sehingga tak satupun alur demi alur terlewatkan bagi saya dalam membaca.Kondisi di atas mengalami perubahan akhir-akhir ini. Saya kadangkala asyik di depan laptop untuk membaca bahan-bahan bacaan yang ada di internet. Ketika minat membaca saya muncul, saya tinggal menuliskan frasa atau kata kunci saja dalam melacak informasi atau bacaan yang saya akan baca. Bahan bacaan tersebut baik berupa artikel, buku, maupun jurnal. Hal tersebut bisa diperoleh melalui laman-laman yang ada di internet, seperti google, e-book, avaxhome, google, yahoo, open directory, MSN, live, altavista, AOL, alltheweb, baidu, dan looksmart. Satu persatu bacaan itu saya baca, tetapi jika waktunya sangat singkat sedangkan bahan bacaannya masih banyak, saya akan menyimpannya ke dalam file yang ada di laptop saya. Data bahan bacaan yang telah disimpan tersebut akan saya butuhkan sewaktu-waktu. Selain bacaan-bacaan ilmiah, saya juga membaca berbagai informasi atau berita online yang ada di internet sebagai wawasan pengembangan ilmu saya, seperti Republika, Kompas, Rakyat Bengkulu, dan laman-laman lainnya. Untuk menguatkan terhadap bahan bacaan yang saya baca, saya sesekali membuka facebook atau YM untuk berkomunikasi dengan teman terhadap bahan bacaan yang saya baca. Namun, ketika kejenuhan datang saat membaca di internet ini, saya chating dengan teman-teman tentang topik-topik yang menarik atau sebagai penyegar pikiran sambil mendengarkan instrumen atau musik.Membaca ilmiah maupun non ilmiah pada prinsipnya merupakan suatu kegiatan atau proses memahami informasi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Kedua hal tersebut memerlukan konsentrasi dengan cara dan strategi yang berbeda untuk melakukannya. Dalampelaksanaan membacanya secara umum bahwa metode SQ3R bisa diterapkan dengan baik. Teknik dan strategi yang baik dengan membiasakaan pada hal-hal yang positif akan membawa kita pada pemahaman bacaan pada tingkat yang lebih tinggi.Posted in Uncategorized | No Comments »

May28

PIDATO DENGAN TEMA EKONOMI PEMBANGUNAN

Page 83: Cerdas Berbahasa

Masukkan/tulislah pidato yang telah Anda buat ke dalam komentar di bawah ini!Posted in Uncategorized | No Comments »

Recent Posts CONTOH MEREVIEW BAB VI TES BAHASA DAN IDENTITAS SOSIAL Oleh Arono Hegemoni Bahasa Politik dalam Kasus Sidang Dispendagate Gubernur Nonaktif Provinsi

Bengkulu Oleh Arono Puisi-puisi Dank-Aron PENERAPAN MODEL KAJIAN SINTAKSIS WARRINER PADA BENTUK REDUNAN DAN SALINAN BAHASA

BAWAAN: STUDI KASUS BAHASA BIMA DAN BAHASA INDONESIA Oleh Arono STUDI PENDIDIKAN PERBANDINGAN NEGARA AMERIKA SERIKAT: LATAR BELAKANG FILSAFAT DAN

BUDAYA YANG MEWARNAI FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN DI AMERIKA Oleh Arono dan Elvi Susanti

PRAANGGAPAN DAN IMPLIKATUR WACANA DIALOG DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Oleh Arono

Beberapa Studi Kasus dalam Penelitian Pendidikan Bahasa Oleh Arono Kritik Disertasi (Mengkritisi Disertasi) oleh Arono Pengalaman tentang Membaca Oleh Arono PIDATO DENGAN TEMA EKONOMI PEMBANGUNAN

Pages: Home About

Categories Uncategorized

Blogroll WordPress.com WordPress.org

Page 84: Cerdas Berbahasa

Archives August 2011 February 2011 May 2009

Search

Meta: RSS Comments  RSS Valid  XHTML XFN

© 2006 Cerdas Berbahasa . Ported to Wordpress | Sponsored By Website Traffic Promotion   |

Search