CASE BASED DISCUSSION SINUSITIS MAKSILARIS DEKSTRA Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RST Dr. Soedjono Magelang Disusun oleh : Amelia Lestari ( 1410221037 ) Pembimbing : Kol. CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
CASE BASED DISCUSSION
SINUSITIS MAKSILARIS DEKSTRA
Diajukan untukMemenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan THT-KLRST Dr. Soedjono Magelang
Disusun oleh :
Amelia Lestari ( 1410221037 )
Pembimbing :
Kol. CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2015
1
SINUSITIS MAKSILARIS DEKSTRA
Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan
melengkapi salah satu syarat menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL
RST Dr. Soedjono Magelang
Oleh :
Amelia Lestari
1410221037
Magelang, Oktober 2015
Mengetahui,
Pembimbing
( Kol. CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL)
2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I.1. ANATOMI SINUS PARANASAL
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulag-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir,
sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang
berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10
tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini
umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.
SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan
akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral
rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya
ialah prossesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan adalah:
a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring
3
(C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke
dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan
sinusitis.
b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus
melalui infundibulum yang sempit.
d. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan
akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalang drenase sinus
maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
Gambar 1: Anatomi sinus paranasal (potongan koronal)
KOMPLEKS OSTEO-MEATAL (KOM)
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media, ada
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan komples osteo-meatal (KOM) yang
terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus,
4
resesus fontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan
ostium sinus maksila.
Gambar 2: Kompleks osteomeatal
SISTEM MUKOSILIAR
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia
dan palut lendir di atasnya.Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk
mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah
tertentu polanya.
FUNGSI SINUS PARANASAL :
Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal. Tetapi beberapa teori mengemukakan fungsinya sebagai berikut :
1. Sebagai pengatur kondisi udara
2. Sebagai penahan suhu
3. Membantu keseimbangan kepala
4. Membantu resonansi suara
5. Peredam perubahan tekanan udara
6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung
I.2. DEFINISI
5
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal
dan sinusitis sfenoid.
Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,
sinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang.
Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang
sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2)
letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari
sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah
dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan
sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius, disekitar
hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat.
Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis
maksilaris akut berlangsung tidak lebih dari tiga minggu.Sinusitis akut dapat
sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan
jaringan mukosa.Sinusitis berulang terjadi lebih sering tapi tidak terjadi kerusakan
signifikan pada membran mukosa. Sinusitis kronis berlangsung selama 3 bulan
atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh hari.
Gambar 3: Penyebaran infeksi pada sinusitis dentogen
Hubungan anatomi antara gigi dan antrum Highmore:
6
a. Sinus maksilaris dewasa merupakan suatu rongga berisi udara yang
dibatasi oleh bagian alveolar sinus maksilaris, lantai orbital, dinding lateral
hidung dan dinding lateral os maksila.
b. Pada setengah individu, pneumatisasi dan perluasan dapat terjadi
sedemikian rupa sehingga hanya sinus mukoperiosteum (membran
Schneidarian) yang tersisa.
c. Bisa juga terjadi ekspansi terus sehingga hanya meninggalkan tulang
alveolar antara sinus dan rongga mulut.
d. Otot levator labial dan orbicularis oculi di dinding lateral dari maksila
dapat langsung menyebabkan penyebaran infeksi. Dinding lateral ini
lemah dan mudah ditembus dari lantai sinus. Akibatnya, infeksi
odontogenik umumnya terjadi bersamaan dengan infeksi jaringan lunak
vestibular/fasia.
I.3. ETIOLOGI
Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama,
dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut
terangkat.Nathaniel Highmore yang mengemukakan tentang membran tulang tipis
yang memisahkan gigi geligi dari sinus pada tahun 1651, “Tulang yang
membungkus antrum maksilaris dan memisahkannya dengan soket geligi tebalnya
tidak melebihi kertas pembungkus”.
Infeksi gigi lain seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat
menimbulkan kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis dentogen ini
didominasi terutama oleh infeksi bakteri gram negatif.Karena itulah infeksi ini
menyebabkan pus yang berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari
hidung. Prinsip terapi adalah pemberian antibiotik, irigasi sinus, dan koreksi
gangguan geligi.
Etiologi sinusitis dentogen adalah:
a. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai
gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus
akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun
7
kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh
tulang yang tebal.
b. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu
akan diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar sinus sewaktu
dilakukan pencabutan gigi.
c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari
membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus.
d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan
sinus maksila.
e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan
tambalan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan.
f. Osteomielitis akut dan kronis pada maksila.
g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista
radikuler dan folikuler.
h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat
menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis.
Gambar 4: Faktor penyebab terjadinya sinusitis dentogen
8
Gambar 5: Tampilan abses periodontal dan abses periapikal
I.4. EPIDEMIOLOGI
Di Eropa, sinusitis diperkirakan mengenai 10-30% populasi. Di Amerika,
lebih dari 30 juta penduduk per tahun menderita sinusitis. Wald di Amerika
menjumpai insiden pada orang dewasa antara 10-15% dari seluruh kasus sinusitis
yang berasal dari infeksi gigi.
9
Ramalinggam di Madras, India mendapatkan bahwa sinusitis maksila tipe
dentogen sebanyak 10% kasus yang disebabkan oleh abses gigi dan abses apikal.
Becker et al. dari Bonn, Jerman menyatakan 10% infeksi pada sinus maksila
disebabkan oleh penyakit pada akar gigi. Granuloma dental, khususnya pada
premolar kedua dan molar pertama sebagai penyebab sinusitis maksila dentogen.
Highler dari Minnesota, Amerika Serikat menyatakan 10% kasus sinusitis maksila
yang terjadi setelah gangguan pada gigi.
Data dari sub bagian Rinologi THT FKUI RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo menunjukkan angka kejadian sinusitis yang tinggi yaitu 248
pasien (50%) dari 496 pasien rawat jalan. Farhat di Medan mendapatkan insiden
sinusitis dentogen di Departemen THT-KL/RSUP H. Adam Malik sebesar
13.67% dan yang terbanyak disebabkan oleh abses apikal yaitu sebanyak 71.43%.
Hasil dari penelitian melaporkan bahwa insiden sinusitis dentogen lebih tinggi
pada wanita dan angka kejadian tertinggi pada usia dekade ketiga dan keempat.
I.5. PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks
osteomeatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang
melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan
lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk
membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zatzat
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk
dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan.
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis
terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi
obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang
menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus
dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi
mukus yang kurang baik pada sinus.
10
Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan
faktor utama berkembangnya sinusitis. Sinusitis dentogen dapat terjadi melalui
dua cara, yaitu:
1. Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam
mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah
ostium dan berarti menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini
akan mengakibatkan sinus mudah mengalami infeksi. Kejadian sinusitis
maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri
(anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan
lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).
Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan
pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan
mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi
akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini
kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan
abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga
memicu inflamasi.
2. Kuman dapat menyebar secara langsung, hematogen atau limfogen dari
granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.
Patofisiologi sinusitis adalah sebagai berikut:
Inflamasi mukosa hidung menyebabkan pembengkakan (udem) dan
eksudasi, yang mengakibatkan obstruksi ostium sinus. Obstruksi ini menyebabkan
gangguan ventilasi dan drainase, resorbsi oksigen yang ada di rongga sinus,
kemudian terjadi hipoksia (oksigen menurun, pH menurun, tekanan negatif),