PERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN KANKER SERVIKS STADIUM AKHIR DITINJAU DARI ASPEK SPIRITUAL Disusun oleh: NAMA : PUTRI MUTIARA SARI NPM : 1102011212 KEPEMINATAN PALIATIVE CARE Dosen Pengampu : dr. Riyani Wikaningrum, DMM, MSc Dosen Pembimbing : dr. Yulia Suciati, MKes BLOK ELEKTIF NOVEMBER 2014
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN KANKER SERVIKS STADIUM AKHIR DITINJAU DARI ASPEK SPIRITUAL
Disusun oleh:
NAMA : PUTRI MUTIARA SARINPM : 1102011212
KEPEMINATAN PALIATIVE CARE
Dosen Pengampu : dr. Riyani Wikaningrum, DMM, MSc
Dosen Pembimbing : dr. Yulia Suciati, MKes
BLOK ELEKTIF NOVEMBER 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2014-2015
ABSTRAK
Background: Cervical cancer is the most of cancer type in women. Most women is diagnosed cervical
cancer when it has reached advanced stage. A woman with cervical cancer need people she can turn to for strength and comfort. Support can come in many forms: family, friends, cancer support groups, spiritual groups, or online support communities. When a woman is dying, religion and spiritual beliefs can be very comforting, but they also can be the source of questions and doubts. She may have thoughts and questions about her life and what will happen to her after she dies. She may believe that it is important to make peace with her god or do things to keep her soul or spirit safe after she dies. Therefore, Spirituality is needed in handling patients with cervix cancer in order to enhance the quality of life.Case Report: Mrs. F, 59 years old, was diagnosed with stage IVb cervical cancer by a physician. Her condition is not allowed to pray five times a day, but the patient is still able to dhikr every time and still want to recover and get out of bed. Families of patients are able to receive the patient's condition and ready to be all the consequences that would happen.Results and Conclusion: In patients with advanced cervical cancer, beside paying attention to the physical condition of the patient, we will also need to pay attention to the spiritual condition. Spiritual characteristics, not only in relationship with God, but also with ourselves, others and nature. With the aim to improve the spirituality in cancer patients, it can be an alternative therapy, namely Dhikr, Relaxation Response, and Spiritual Night Care.Key words: cervical cancer, spiritual aspects, palliative care.
PENDAHULUAN
Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak pada wanita dan menjadi penyebab
lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005. Kurang lebih 80% kematian tersebut
terjadi di negara berkembang (Adrijono, 2004). Minimnya kesadaran akan pencegahan
dan terlambatnya pengobatan terhadap penyakit ini menyebabkan angka mortalitas
kanker serviks masih tinggi. Angka mortalitas yang tinggi ini membuat banyak wanita
menjadi kuatir. Ditambah Prognosis kanker serviks yang buruk. Umumnya, 5-years
survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira -
kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%. Mengetahui prognosis yang buruk
tersebut menyebabkan banyak penderita kanker serviks stadium lanjut memperlihatkan
reaksi psikologis yang mengkuatirkan (Rasjidi, 2007). Oleh sebab itu mereka
membutuhkan salah satunya bantuan spiritual untuk meningkatkan kualitas hidup.
Ketika seorang wanita sedang sekarat, keyakinan agama dan spiritual bisa sangat
menenangkan, tetapi mereka juga dapat menjadi sumber pertanyaan dan keraguan. dia
mungkin memiliki pikiran dan pertanyaan tentang hidupnya dan apa akan terjadi
setelah dia meninggal. Dia percaya bahwa penting untuk membuat perdamaian dengan
Tuhan-nya atau melakukan hal-hal untuk menjaga jiwanya aman setelah dia meninggal.
Hal ini penting untuk menghormati dan responsif terhadap spiritual dan
keyakinan agama dari pasien dan keluarganya, tidak peduli agama apa yang mereka
praktekan. Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk membantu orang yang memiliki
penyakit terminal menemukan kedamaian spiritual, dan untuk membawa kenyamanan
dan membantunya menerima kematiannya. (Sellors J, Muhombe K, Castro W, 2004)
Untuk alasan ini, pasien kanker membutuhkan perawatan yang memelihara jiwa,
bukan hanya perawatan medis untuk mengobati kanker dan mengelola efek samping dari
terapi. Spiritualitas bisa menjadi semakin penting selama perjalanan penyakit dan
pengobatannya serta selama remisi. Perawatan rohani mungkin menjadi strategi
mengatasi kunci untuk pasien menghadapi berbagai tekanan terkait dengan kanker, efek
samping, dan potensi ancaman bagi kehidupan. (Oncology nurse advisor, 2010)
PRESENTASI KASUS
Nama : NY.F
Usia : 59 Tahun
Alamat : Jalan puskesmas, Kec.Kramat Jati
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
Status pernikahan : Sudah menikah, memiliki 4 orang anak
Pasien wanita berusia 59 tahun pertama kali di diagnosis kanker serviks stadium 3 di
RS. Pasar Rebo dua tahun yang lalu. RS Pasar Rebo merujuk pasien ke RSCM. Pasien
tidak dirawat di rumah sakit. Pasien bolak-balik dari rumah ke rumah sakit untuk
menjalankan kemoterapi dan radioterapi. Karena jarak antara rumah ke rumah sakit jauh,
pasien merasa lelah dan tidak ingin dilakukan kemoterapi. Pasien kemudian hanya
minum vitamin dan ekstrak daun sirsak sebagai pengganti terapi. Hampir 2 tahun pasien
tidak lagi melakukan pemeriksaan. Selama 6 bulan pertama pasien diberikan jus wortel,
kentang, dan apel. Kondisi pasien stabil dan terlihat sehat, tetapi pasien merasa gatal di
tenggorokannya setelah meminum jus tersebut sehingga pemberian jus dihentikan. 2
bulan kemudian kondisi pasien menurun drastis. Pasien dilarikan ke RS Pasar Rebo,
namun Hb pasien saat itu 5,9 dan dari pihak RS Pasar Rebo tidak bisa menangani
sehingga dilarikan ke RS Haji. Pasien terdaftar sebagai anggota BPJS premi kelas 3,
namun ditolak oleh pihak rumah sakit dengan alasan tidak ada kamar. Kemudian, pasien
mencoba untuk mendaftar menjadi pasien umum dan akhirnya pasien dapat masuk
kamar. pasien diberikan transfusi 3-4 kantong. Setelah Hb normal, pasien dipulangkan.
Pada tanggal 26 oktober 2014 pasien sudah mulai tidak kuat berdiri. Satu minggu
kemudian pasien tidak bisa menelan makanan. Terdapat gelaja dehidrasi. Pasien
kemudian dilarikan ke RS Pasar Rebo lalu dipasang infus dan diberikan cairan neurobion.
Hb pasien saat itu 9 mmHg. Karena dianggap Hb nya masih normal, kemudian dokter
memulangkan pasien untuk dirawat di rumah. Dokter kemudian memberikan surat
rujukan ke Puskesmas Kel. Dukuh.
Pasien dibawa oleh anaknya dengan membawa surat rujukan dari RS. Pasar Rebo ke
Puskesmas Kelurahan Dukuh pada tanggal 4 November 2014. Pasien datang dengan
diagnosis kanker serviks stadium 4. Terdapat metastase di daerah leher dan lidah jatuh
kebelakang sehingga pasien sulit menelan dan tidak dapat dipasang NGT. Pasien sadar
dan masih dapat berkomunikasi dengan baik. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:
Hb 9.5 mmHg, trombosit normal, gula darah 110, ureum 150, kreatinin masih bagus.
Pasien di pulangkan dari RS. Pasar Rebo tanpa obat, tanpa infus, tidak diberikan resep
obat dan hanya di pasang kateter. Kemudian puskesmas mengirim surat permintaan untuk
perawatan paliatif ke RS Kanker Dharmais.
Pada tanggal 10 November 2014, dokter dari bagian perawatan paliatif RS Kanker
Dharmais dan kelompok 3 kepeminatan palliative care datang mengunjungi pasien dan
keluarga. Pasien sadar dan masih dapat berkomunikasi dengan baik. Pasien terbaring
lemah dan sudah terpasang infus NaCl 0.9%. Setelah dilakukan pemeriksaan, didapatkan
kondisi pasien sebagai berikut: pasien mengeluhkan pusing, terdapat jamur pada hampir
seluruh bagian belakang lidah, pasien tidak dapat duduk, dan mengeluhkan nyeri tekan
pada perut bagian kiri bawah. Pasien menggunakan kateter. Pengeluaran urin 24 jam
500cc menunjukan pasien tidak dehidrasi. Pasien sudah tidak dapat menahan pengeluaran
feses dan urin. Feses keluar dari vagina pasien. Menurut suami pasien yang
membersihkan pampers pasien, sering ditemukan gumpalan darah bersamaan dengan
feses. Ulkus dekubitus di tulang ekor sudah mengering. Pasien dapat menelan cairan
makanan yang diberikan melalui spuit.
Pasien mempunyai 4 orang anak. Saat ini pasien tinggal dengan suami, seorang anak,
satu orang cucu, dan kaka iparnya. Suami pasien mengurangi pekerjaannya untuk
merawat pasien. Anak kedua pasien tidak dapat berkunjung setiap hari karena anaknya
sedang dirawat di rumah sakit. Saudara pasien ada yang bekerja sebagai perawat dan
mengajarkan cara pemasangan infus dan pembersihan kateter kepada keluarga pasien.
Anak pertama, ketiga, dan keempat pasien berkunjung satu minggu sekali. Ketika anak
dan menantunya berkunjung, pasien terlihat lebih bergairah. Menurut suami, pasien
sering marah-marah karena merasa bersalah kepada diri sendiri. Pasien mengetahui
bahwa penyakitnya berat hingga terbaring lemah sehingga tidak memungkinkan untuk
shalat lima waktu, namun pasien masih dapat berzikir setiap waktu dan masih
berkeinginan untuk sembuh dan bangkit dari tempat tidurnya. Keluarga pasien sudah
dapat menerima keadaan pasien dan siap akan segala konsekuensi yang akan terjadi.
DISKUSI
a. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif merupakan pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang
dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penatalaksanaan nyeri, penatalaksanaan keluhan fisik lain,
asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan social, dukungan kultural dan
spiritual, dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement) (KEPMENKES
RI NOMOR: 812, 2007). Tujuan utama perawatan paliatif bukan hanya untuk
menyembuhkan penyakit. Dan yang ditangani bukan hanya penderita, tetapi juga
keluarganya.
Dulu perawatan ini hanya diberikan kepada pasien kanker yang secara medis sudah
tidak dapat disembuhkan lagi, tetapi kini diberikan pada semua stadium kanker, bahkan
juga pada penderita penyakit-penyakit lain yang mengancam kehidupan seperti
HIV/AIDS dan berbagai kelainan yang bersifat kronis.
Menurut dr. Maria A. Witjaksono, dokter Palliative Care Rumah Sakit Kanker
Dharmais, Jakarta, prinsip-prinsip perawatan paliatif adalah sebagai berikut:
1. Menghargai setiap kehidupan.
2. Menganggap kematian sebagai proses yang normal.
3. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
4. Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan.
5. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
6. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam perawatan pasien dan
keluarga.
7. Menghindari tindakan medis yang sia-sia.
8. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan
kondisinya sampai akhir hayat.
9. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita.
b. Spiritual dan hubungannya dengan pasien kanker
Allama Mirsa Ali Al-Qadhi dikutip dalam bukunya Dr.H.M.Ruslan,MA mengatakan
bahwa spiritualitas adalah tahapan perjalanan batin seorang manusia untuk mencari dunia
yang lebih tinggi dengan bantuan riyadahat dan berbagai amalan pengekangan diri
sehingga perhatiannya tidak berpaling dari Allah, semata-mata untuk mencapai puncak
kebahagiaan abadi.
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta (Hamid, 1999). Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang
diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap
mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang lain, menghormati setiap orang
untuk membuat perasaan senang seseorang. Spiritual adalah kehidupan, tidak hanya doa,
mengenal dan mengakui Tuhan (Nelson, 2002).
Spiritualitas dan agama dapat menjadi penting untuk kesejahteraan orang-orang yang
menderita kanker, memungkinkan mereka untuk lebih baik dalam mengatasi penyakit.
Spiritualitas dan agama dapat membantu pasien dan keluarga menemukan makna yang
lebih dalam dan mengalami rasa pertumbuhan pribadi selama pengobatan kanker,
sementara hidup dengan kanker, dan sebagai survivor kanker. (NCCN, 2011)
Para ahli mengatakan bahwa praktek-praktek spiritual atau agama dapat membantu
pasien menyesuaikan diri dengan efek kanker dan pengobatannya. Pasien yang
bergantung pada iman atau spiritualitas mereka cenderung mengalami peningkatan
harapan dan optimisme, kebebasan dari penyesalan, kepuasan yang lebih tinggi dengan
kehidupan, dan perasaan kedamaian batin. Selain itu, pasien yang mempraktekkan tradisi
keagamaan atau berhubungan dengan spiritualitas mereka cenderung lebih sesuai dengan
pengobatan dan menjalani gaya hidup sehat. (NCCN, 2011)
Kebanyakan individu cenderung menganggap bahwa cobaan atau ujian hidup terbatas
pada hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti bencana alam, pailit, kesedihan, sakit,
kecelakaan dan hal-hal yang lazim disebut musibah. Individu sering lupa bahwa
kesehatan juga merupakan ujian dari Allah (Yafie, Ali. , et al., 2006). Sebagaimana firman
Allah: “tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada
kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-anbiyaa’ (21):35)
Menurut Quraish Shihab, spiritualitas adalah lahirnya dorongan dalam hati untuk
melakukan hubungan dengan Allah (Shihab, M. Quraish, 2007). Kehidupan adalah
perjuangan dan individu harus siap menghadapinya. Keadaan sakit bagi penderita kanker
serviks secara psikologis harus disikapi dengan lahirnya dorongan dalam hati untuk
melakukan hubungan dengan Allah Yang Maha Memberi Cobaan. Hubungan tersebut
dapat dilihat pada munculnya ketaatan melaksanakan apa yang diyakini sebagai perintah
atau kehendak Allah.
Pada presentasi kasus diatas, walaupun Ny. F sudah terbaring lemah sehingga tidak
memungkinkan untuk dirinya shalat lima waktu, namun Ny. F masih dapat berzikir setiap
waktu. Hal ini membuktikan bahwa pasien memiliki keyakinan yang kuat dalam
hubungannya dengan Sang Pencipta.
Terdapat beberapa karakteristik spiritual yang meliputi:
1. Hubungan dengan diri sendiri
Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan diri yaitu
siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang menyangkut kepercayaan
pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta
keselarasan dengan diri sendiri. Kekuatan yang timbul dari diri sendiri seseorang
membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang
pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif, kepuadan hidup, optimis
terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin jelas (Konzier, Erb, Blais &
Wilkinson, 1995)
Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan Keen (1985) kepercayaan bersifat universal,
dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat dibuktikan
dengan pikiran yang logis. Kepercayaan dapat memberikan arti hidup dan kekuatan bagi
individu ketika mengalami kesulitan atau stress. Mempunyai kepercayaan berarti
mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami
kehidupan manusia dengan wawasan yang lebih luas.
Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan
merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubunga saling percaya
dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk
mempertahankan hidup,tanpa banyak harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih
cenderung terkena penyakit (Grimm, 1991).
Makna atau arti dalam hidup (Meaning of Life). Perasaan mengetahui makna hidup,
yang kadang diidentikan dengan perasaan dekat dengan Tuhan, merasakan hidup sebagai
suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan tentang situasi yang nyata,
membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan
dicintai oleh orang lain (Puchalski, 2004).
2. Hubungan dengan orang lain
Hubugan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan dengan orang
lain. Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan dan sumber secara
timbal balik, mengasuh anak, mengasuh orangtua dan orang yang sakit, serta meyakini
kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak harmonis mencakup konflik
dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi serta