STATUS PASIEN
STATUS PASIEN
Identitas PasienNama
: Ny. NUmur
: 38 tahun
Jenis Kelamin
: WanitaAlamat
: CikajangAgama
: IslamSuku
: SundaPekerjaan
: IRTRuang Rawat
: Marjan BawahTanggal Masuk RS: 03 November 2014Anamnesis
Keluhan Utama: Nyeri perut kanan bawahAnamnesis Khusus:
Pasien datang ke RSUD dr. Slamet Garut dengan keluhan nyeri
perut kanan bawah sejak 10 hari SMRS yang dirasakan hilang timbul.
Nyeri perut dirasakan semakin lama semakin kuat terutama saat
pasien bergerak. Keluhan disertai demam 7 hari SMRS yang sudah
perbaikan. Keluhan diawali dengan nyeri ulu hati yang menjalar ke
dada kiri, mual dan muntah diakui pasien. Riwayat menstruasi dan
penggunaan alat KB diakui teratur. Pasien mengaku sering mengalami
keputihan, tidak hanya saat akan menstruasi, keputihan tidak
berwarna dan tidak berbau. Buang air kecil dan buang air besar
tidak ada keluhan.Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat mengalami penyakit seperti ini sebelumnya disangkal.
Riwayat pengobatan diakui pasien yaitu makan obat penurun panas dan
penghilang nyeri dari warung. Riwayat menderita hipertensi
disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat sakit kuning
disangkal. Riwayat penyakit DM juga disangkal pasien.Riwayat
Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit tersebut.
Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: Compos Mentis
Status Gizi
: cukup
Tanda vital :
Tensi
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: 36,3 oCStatus Generalis
Kepala -Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
refleks pupil +/+-Hidung: epistaksis -/-, deviasi septum -/-
-Mulut: tidak ada kelainan
-Leher: KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat,
Thorax
Inspeksi: hemithorax kanan dan kiri simetris dalam keadaan
statis dan dinamisPalpasi
: fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri
Perkusi: sonor pada kedua hemithorax
Auskultasi
Pulmo: VBS kanan = kiri normal, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop
(-)AbdomenStatus lokalisEkstremitas : - Atas
Tonus
: normal
Massa
: -/-
Gerakan : aktif/aktif
Kekuatan: 5/5
Edema
: -/-
- Bawah
Tonus
: normal
Massa
: -/-
Gerakan: aktif/aktif
Kekuatan: 5/5
Edema
: -/-
Status lokalisPerut kanan bawah :Inspeksi : Datar, tegangPalpasi
: Nyeri tekan titik McBurney (+), defans muskular (+), psoas sign
(+), obturator sign (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normalPemeriksaan PenunjangLAB
:
Darah Rutin Hemoglobin
: 14,7 g/dL
Hematokrit
: 41 %
Leukosit
: 10.650/mm3
Trombosit
: 280.000/mm3
Eritrosit
: 4.73 juta/mm3Kimia Klinik
AST (SGOT)
: 36 U/L
ALT (SGPT)
: 28 U/L
Ureum
: 22 mg/dL
Kreatinin
: 0.6 mg/dL
Glukosa Darah Sewaktu: 111mg/dL
Diagnosa KerjaSusp Appendicitis AcuteDiagnosis
bandingISKGastroenteritis
Limfadenitis Mesenterika
Demam dengue
salpingitis akut
folikel ovarium yang pecah
Kehamilan ektopik
Divertikulosis Meckel
Ulkus peptikum perforasi
Batu ureterRencana terapi
IVFD RL 20 gtt/mntInj Cefotaxime 2x1gr IV
Inj Ondansetron 2x4mg IV
Inj Ranitidin 2x1 IV
Inj Metronidazole 3x1 IVPrognosis
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad fungsionam: ad bonam
FOLLOW UP DOKTER
Tanggal /jam Catatan Instruksi
4/11/1419 02 - 2014KU : CM
Kel : Nyeri perut kanan bawah perbaikan. Nyeri dada kiri (+)T :
120/80
N: 80R: 20S: AF
Status lokalis
NT (+)Dx / Susp App acuteKU : CM
Kel : Nyeri perut kanan bawah perbaikan, nyeri dada kiri
perbaikan
T : 110/70
N: 84R: 20S: AF
Co IPD
USG App, adnexa dan KUB
Terapi :
IVFD RL 20 gtt/mnt
Inj Cefotaxime 2x1gr IV
Inj Ondansetron 2x4mg IV
Inj Ranitidin 2x1 IV
Inj Metronidazole 3x1 IV BLPL USG konfirmasi di poli Kontrol
poli bedah
PEMBAHASANDefinisi Appendiks
ANATOMI
Appendiks atau appendiks vermiformis merupakan organ yang
berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada
sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi
minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada
saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup
ileocaecal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkal dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab
rendahnya insidens appendicitis pada usia tersebut. Appendiks
memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian
distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu
dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks.
Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%,
pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal
(di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus)
0,4%.
Gambar 1. Anatomi appendix
Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak
jaringan limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada
appendiks sekitar dua minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat
selama pubertas sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel
antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu,
mengalami atropi dan menghilang pada usia 60 tahun.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar
umbilikus. Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang
merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri
appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri
ini, maka appendiks mengalami ganggren.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.
Gambar 2. Posisi Appendix
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar.
Kelenjar submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis.
Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian
paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan
pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila
letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum
viserale.
FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada
patogenesis appendicitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat
disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A
(Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus,
serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal
lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan
dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
APPENDICITIS
DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks
vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling
sering. Apendisitis akut menjadi salah satu pertimbangan pada
pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang menunjukkan
gejala iritasi peritoneal.
EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di
Negara berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir
kejadiannya turun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok
umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Pria lebih banyak daripada
wanita, sedang bayi dan anak sampai berumur 2 tahun terdapat 1%
atau kurang. Anak berumur 2 sampai 3 tahun terdapat 15%. Frekuensi
mulai menanjak setelah usia 5 tahun dan mencapai puncaknya
berkisarpada umur 9 hingga 11 tahun. Di AS, insiden appendisitis
berkisar 4 tiap 1000 anak dibawah 14 tahun.Walaupun appendisitis
dapat terjadi pada setiap umur, namun puncak insidenterjadi pada
umur belasan tahun dan dewasa muda.
ETIOLOGI
Appendisitis umumnya terjadi karena adanya proses radang
bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus. Diantaranya
adalah hiperplasiajaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan
cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi merupakan tahap awal dari
kebanyakan penyakit ini. Namun adabeberapa faktor yang mempermudah
terjadinya radang apendiks, diantaranya:
1. Faktor sumbatan (Obstruksi)
Obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis
(90%) yang diikuti oleh infeksi. Obstruksi terjadi pada lumen
apendiks. Obstruksi inibiasanya disebabkan karena adanya timbunan
tinja yang keras (fekalit), hyperplasia jaringan limfoid (60%), 35%
karena statis fekal, tumor apendiks,benda asing dalam tubuh (4%)
dan cacing askaris serta parasit dapat pula menyebabkan terjadinya
sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah
disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid
merupakanpenyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Fekalit
ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada
kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus
apendisitis akut dengan ruptur.
2. Faktor bakteri
Penyebab lain yang diduga menimbulkan appendisitis adalah
ulserasi mukosa apendiks oleh parasit Entamoeba Histolytica.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin ataucairan mucosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini akan semakin
meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan
intramucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan
menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding
apendiks. Infeksi enterogen merupakan faktor primer pada
apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah
terinfeksi dapat memperburuk dan meperberat infeksi karena terjadi
peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks. Pada kultur dapat
ditemukan kombinasi antara Bacteriodes splanicus dan E.coli,
kemudian Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes
splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman
anaerob sebesar 96% dan aerob 6 jam) penderita dapat menunjukkan
letak nyeri, karena bersifat somatik.
b. Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi n.vagus
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam
sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat
permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap
penderita appendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis
appendisitis akut perlu dipertanyakan. Gejala disuriajuga timbul
apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria.
c. Obstipasi karena penderita takut mengejan
Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum
datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal
tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang
merangsang daerah rektum.
d. Panas (infeksi akut) bila timbul komplikasi
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu
antara 37,5-38,5C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah
terjadi perforasi.
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : pada appendisitis akut sering ditemukan adanya
abdominalswelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa
ditemukan distensiperut.
2. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan
terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri.
Nyeri tekan perut kananbawah merupakan kunci diagnosis dari
appendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri
pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign).
Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa
nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg
Sign).
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator: pemeriksaan ini juga
dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha
kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m.psoas
mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan
pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak
dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil,
maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan
pada appendisitis pelvika.
Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada
appendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya
sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa
nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah
pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada appendisitis
pelvika.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein reaktif
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit
antara 10.000 20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75 %,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-scan.
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan
apendikalit sertaperluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum. Rontgen foto polos, tidak spesifik,
secara umum tidak cost effective. Kurang dari 5% pasien akan
terlihat adanya gambaran opak fekalith yang nampak di kuadran kanan
bawah abdomen.
USG
Pada kasus appendisitis akut akan nampak adanya : adanya
strukturyang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum.
Dinding apendiks nampak jelas, dapat dibedakan, diameter luar lebih
dari 6mm, adanya gambaran target, adanya appendicolith, adanya
timbunan cairanperiappendicular, nampak lemak pericecal echogenic
prominent.
CT scan
Diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan
dinding appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak
enhancement gambaran dinding appendix. CT scan juga dapat
menampakkan gambaranperubahan inflamasi periappendicular, termasuk
diantaranya inflammatory fat stranding, phlegmon, free fluid, free
air bubbles, abscess, dan adenopathy.
DIAGNOSIS BANDING
Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis
appendicitis karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis
yang hampir sama dengan appendicitis, diantaranya:
1. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan
diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan,
hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan appendicitis akut.
2. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis
atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai
dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut.
3. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis
dan diperoleh hasil positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, dan
hematokrit yang meningkat.
4. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan
dengan appendicitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada
appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi
panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi
urin.
5. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang
pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan
siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang
dalam waktu 24 jam.
6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid
dengan keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus.
Kehamilan di luar rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri
mendadak difus di pelvic dan bisa terjadi syok hipovolemik.
7. Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan
appendicitis akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang
mirip pada appendicitis akut sehingga diperlukan pengobatan serta
tindakan bedah yang sama.
8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis
jika isi gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan
sekum.
9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan
menyerupai appendicitis retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia,
skrotum, penis, hematuria, dan terjadi demam atau
leukositosis.PENATALAKSANAANPenatalaksanaan yang dapat dilakukan
pada penderita appendicitis meliputi penanggulangan konservatif dan
operasi.a. Penanggulangan konservatifPenanggulangan konservatif
terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke
pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik
berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis
perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.Berikan terapi
kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau
septicemia. Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak
diberikan apapun melalui mulut. Berikan analgesik dan antiemetik
parenteral untuk kenyamanan pasien. Pertimbangkan adanya kehamilan
ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan pengukuran kadar hCG.
Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda
septicemia dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.b.
OperasiBila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis
maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik
dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah). Jika apendiks mengalami
perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika.
Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan
antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin
memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.KOMPLIKASI
Komplikasi apendisitis terjadi pada 25-30% anak dengan
apendisitis, terutama komplikasi yang dengan perforata. Menurut
Smeltzer dan Bare, komplikasi potensial setelah apendiktomi antara
lain:1. PeritonitisObservasi terhadap nyeri tekan abdomen, demam,
muntah, kekakuan abdomen, dan takikardia. Lakukan penghisapan
nasogastrik konstan. Perbaiki dehidrasi sesuai program. Berikan
preparat antibiotik sesuai program.
2. Abses pelvis atau lumbalEvaluasi adanya anoreksi, menggigil,
demam, dan diaforesis. Observasi adanya diare, yang dapat
menunjukkan abses pelvis, siapkan pasien untuk pemeriksaan rektal.
Siapkan pasien untuk prosedur drainase operatif.3. Abses Subfrenik
(abses dibawah diafragma)Kaji pasien terhadap adanya menggigil,
demam, diaforesis. Siapkan untuk pemeriksaan sinar-x. Siapkan
drainase bedah terhadap abses.4. Ileus
Kaji bising usus. Lakukan intubasi dan pengisapan nasogastrik.
Ganti cairan dan elektrolit dengan rute intravena sesuai program.
Siapkan untuk pembedahan, bila diagnosis ileus mekanis
ditegakkan.PROGNOSIS
Prognosis baik bila dilakukan diagnosis dini sebelum ruptur, dan
diberi antibiotik yang lebih baik. Apendisitis akut tanpa perforata
memiliki mortalitas sekitar 0,1%, dan mencapai 15% pada orang tua
dengan perforata. Umumnya, mortalitas berhubungan dengan sepsis,
emboli paru, ataupun aspirasi.DAFTAR PUSTAKA
Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis.
Elsevier. 2010. Surgery 28:11. p544048.Brunicardi FC, Andersen DK,
Billiar TR, et al. Shwartzs Principles of Surgery. 9th Ed. USA:
McGrawHill Companies. 2010.Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.Snell S.
Richard. Anatomi klinik ed.6. Jakarta : EGC. 2006; 345-349.
Sjamsuhidrajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC. 2005; 639-646P
Kumar V, Cotran R. S, Robbunson S. I. Buku Ajar Patologi Volume
2. Edisi 7. Jakarta EGC. 2007; 660-662P
Price S. A. Wilson L. M. Patofisiologi Konsep Dasar
Proses-proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta. EGC. 2006.PAGE
19