BAB I PENDAHULUAN Neuropati diabetikum (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering ditemukan pada Diabetes Melitus (DM). Risiko yang dihadapi pasien DM dengan ND antaralain adalah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh – sembuh dan akhirnya amputasi jariatau kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian,yang berakibat meningkatnya biaya pengobatan pasien DM dengan ND. Hingga saat ini pathogenesis ND belum seluruhnya diketahui dengan jelas, namundemikian dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor primer. Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab atas terjadinya ND, tetapi terdapat beberapa teori lain yang telah diterima yaitu teori vaskular, autoimun, dan nerve growth factor. Studi prospektif oleh Solomon dkk, menyebutkan bahwa selain peran kendaliglikemik, kejadian neuropati juga berhubungan dengan risiko kardiovaskular yang potensialmasih dapat dimodifikasi. Manifestasi ND bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisaterdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa jugakeluhannya dalam bentuk neuropati local atau sistemik, yang semua 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Neuropati diabetikum (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis
paling sering ditemukan pada Diabetes Melitus (DM). Risiko yang dihadapi
pasien DM dengan ND antaralain adalah infeksi berulang, ulkus yang tidak
sembuh – sembuh dan akhirnya amputasi jariatau kaki. Kondisi inilah yang
menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian,yang berakibat
meningkatnya biaya pengobatan pasien DM dengan ND. Hingga saat ini
pathogenesis ND belum seluruhnya diketahui dengan jelas, namundemikian
dianggap bahwa hiperglikemia persisten merupakan faktor primer.
Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung jawab atas terjadinya
ND, tetapi terdapat beberapa teori lain yang telah diterima yaitu teori vaskular,
autoimun, dan nerve growth factor.
Studi prospektif oleh Solomon dkk, menyebutkan bahwa selain peran
kendaliglikemik, kejadian neuropati juga berhubungan dengan risiko
kardiovaskular yang potensialmasih dapat dimodifikasi. Manifestasi ND bisa
sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisaterdeteksi dengan
pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa
jugakeluhannya dalam bentuk neuropati local atau sistemik, yang semua itu
bergantung padalokasi dan jenis syaraf yang terkena lesi. Mengingat terjadinya
ND merupakan rangkaian proses yang dinamis dan bergantung pada banyak
faktor, maka pengelolaan dan pencegahan ND pada dasarnya merupakan bagian
dari pengelolaan diabetes secara keseluruhan. Untuk mencegah agar ND tidak
berkembangmenjadi ulkus diabetic seperti ulkus atau gangrene pada kaki,
diperlukan berbagai upayakhususnya pemahaman pentingnya perawatan kaki.
Bila ND disertai nyeri dapat diberikan berbagai jenis obat-obatan sesuai tipe
nyerinya, dengan harapan menghilangkan atau palingtidak mengurangi keluhan,
sehingga kualitas hidup dapat diperbaiki. Dengan demikian, memahami
1
mekanisme terjadinya ND dan faktor- faktor yang berperanmerupakan landasan
penting dalam pengelolaan dan pencegahan ND yang lebih rasional.
BAB II
STATUS PENDERITA
I. Identifikasi
Nama : Ny. Nakiyati
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Kebangsaan : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln. Kms. Rindo No.35, Kertapati,
Palembang
Tanggal Pemeriksaan : 20 November 2013
II. Anamnesis
a) Keluhan Utama
Nyeri telapak dan jari-jari kaki sejak 1 hari SMRS
b) Riwayat Perjalanan Penyakit
± 5 hari SMRS Os mengeluh nyeri diujung jari dan telapak kaki
yang hilang timbul selama ± 2 menit yang kemudian menghilang.
Keluhan ini terutama sering dirasakan pasien saat beraktivitas.. Nyeri
menjalar hingga ke tumit. Demam (-), krepitasi (-). Pasien mengaku
tidak ada gangguan dalam membedakan suhu.
Pasien mengaku 20 tahun yang lalu didiagnosa dokter menderita
penyakit kencing manis dan tidak rutin mengkonsumsi obat-obatan
2
kencing manis, gula darah pasien terakhir adalah 503 mg/dl. Pasien lalu
berobat ke RSMH dan diraat inap di bagian penyakit dalam.
c) Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat Maag (+) sejak 5 tahun yang lalu
Riwayat DM (+) sejak tahun 20 tahun yng lalu, tidak rutin kontrol.
d) Riwayat Pekerjaan
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga yang banyak
menghabiskan waktu di rumah. Penderita tidak mempunyai pembantu,
urusan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci baju, menyapu dan
membersihkan rumah kadang dia lakukan sendiri.
e) Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita sudah menikah dan memiliki 5 anak dengan jumlah
anggota keluarga yang tinggal serumah ada 5 orang. Tempat tinggal
penderita bertingkat 1, MCK dan sumber air bersih berada di dalam
rumah menggunakan air ledeng dan jaraknya tidak terlalu jauh dari
kamar penderita. Penerangan pada rumah dan kamar mandi cukup.
Kamar mandi pasien tidak memiliki pegangan tangan dan kakus jenis
jongkok. Saat ini penderita tidak bekerja. Penghasilan didapatkan dari
suaminya.
III. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS : 15
Tinggi Badan / Berat Badan : 162 cm/ 58 kg BMI :
Cara berjalan / Gait :
Antalgik gait : -
3
Hemiparese gait : -
Steppage gait : -
Parkinson gait : -
Tredelenberg gait : -
Waddle gait : -
Lain - lain : -
Bahasa / bicara
Komunikasi verbal : Disartria (-)
Komunikasi nonverbal : Baik
Tanda vital
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,7 0C
Kulit : Anemis (-), eritema (-), ulkus
dekubitus (-)
Status Psikis
Sikap : kooperatif Orientasi : baik
Ekspresi wajah : baik Perhatian : baik
B. Saraf -saraf otak
Nervus Kanan Kiri
N.Olfaktorius normal normal
N.Opticus normal normal
N.Occulomotorius normal normal
N.Trochlearis normal normal
N.Trigeminus normal normal
N.Abducens normal normal
4
N.Fascialis normal normal
N.Vestibularis normal normal
N.Glossopharyngeus normal normal
N.Vagus normal normal
N.Accesorius normal normal
N.Hypoglosus normal disartria
Sensasi taktil ↓ ↓ Sensasi nyeri + +
Sensasi suhu + +
C. Kepala
Bentuk : normal
Ukuran : normocephali
Posisi :
- Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-)
strabismus (-), exoftalmus (-)
- Hidung : deviasi septum (-)
- Telinga : serumen (-)
- Mulut : sudut mulut tertinggal (-)
- Wajah : simetris
Gerakan abnormal : (-)
D. Leher
Inspeksi : dinamis, simetris, posisi trakea normal, pembesaran KGB
dalam penggunaan klinis krim capsaicin. Pertama,dilakukan tiga atau empat
kali setiap hari untuk daerah yang terkena. Capsaicinmengurangi rasa sakit
akibat radang sendi, penyakit ruam saraf, sakit saraf. Capsaicin merupakan
komponen alami yang terkandung dalam cabai merah. Komponen
inimengurangi sensitifitas reseptor saraf kulit perasa sakit (yang dikenal
dengan C-fibers). Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal mampu
29
mengatasi nyeri neuropatidiabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri
umumnya dimulai dengan obat antidepresanatau antikonvulsan tergantung ada
atau tidaknya efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkanhingga dosis
maksimum atau sampai efek samping muncul. Kadang-kadang
kombinasiantidepresan dan antikonvulsan cukup efektif. Bila dengan rejimen
ini belum atau kurang ada perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topical.
Bila tetap tidak atau kurang berhasil,kombinasi obat yang lain dapat
dilakukan.
Evaluasi Penderita Polineuropati Diabetikum dari Segi Rehabilitasi Medik
Evaluasi rehabilitasi medik yang dilakukan oleh tim berbeda dengan
evaluasi medik umum bagi penderita. Tujuan evaluasi rehabilitasi medik adalah
untuk tercapainya sasaran fungsional yang realistik dan untuk menyusun suatu
program rehabilitasi yang sesuai dgn sasaran tersebut. Pemeriksaan ini meliputi 4
bidang evaluasi, yaitu sebagai berikut.7,9
1. Evaluasi neuromuskuloskeletal:
Evaluasi ini harus mencakup evaluasi neurologik secara umum dg perhatian
khusus terhadap kemampuan terhadap komunikasi fungsi cerebral dan
cerebellar, sensasi dan penglihatan (terutama visus dan lapangan penglihatan).
Evaluasi sistem motorik meliputi pemeriksaan luas gerak sendi (ROM), tonus
otot dan kekuatan otot.
2. Evaluasi medik umum
Banyak penderita polineuropati diabetikum adalah mereka yang berusia lanjut
dan mungkin mempunyai problem medik sebelumnya. Evaluasi tentang sistem
kardiovaskular, sistem pernafasan serta sistem saluran kencing dan genital
adalah penting. Diperkirakan 12% penderita polineuropati diabetikum disertai
dengan penyakit jantung simptomatik. Bila terdapat hipertensi dan diabetes
mellitus, kontrol yang baik adalah sangat perlu
3. Evaluasi fungsional
30
Kemampuan fungsional yang dievaluasi meliputi aktivitas kegiatan hidup
sehari-hari (ADL): makan, mencuci, berpakaian, kebersihan diri, transfer dan
ambulasi. Untuk setiap jenis aktivitas tersebut, ditentukan derajat kemandirian
atas ketergantungan penderita, juga kebutuhan alat bantu.
Derajat kemandirian tersebut adalah sebagai berikut.6
a. Mandiri (independent)
Penderita dapat melaksanakan aktivitas tanpa bantuan, baik berupa instruksi
(lisan) maupun bantuan fisik.
b. Perlu supervisi
Penderita mungkin memerlukan bantuan instruksi lisan atau bantuan seorang
pendamping untuk mewujudkan aktivitas fungsional.
c. Perlu bantuan
Penderita memerlukan bantuan untuk mewujudkan aktivitas fungsional
tertentu, yang bisa berderajat minimal (ringan), sedang atau maksimal.
d. Tergantung (dependent)
Penderita tidak dapat melaksanakan aktivitas meskipun dengan bantuan alat
dan semua aktivitas harus dilakukan dengan bantuan orang lain.
4. Evaluasi psikososial dan vokasional
Evaluasi psikososial dan vokasional adalah perlu oleh karena rehabilitasi
medik tergantung tidak hanya pada fungsi cerebral intrinsik, tetapi juga
tergantung faktor psikologik, misal motivasi penderita. Vokasional dan
aktivitas rekreasi, hubungan dengan keluarga, sumber daya ekonomi dan
sumber daya lingkungan juga harus dievaluasi. Evaluasi psikososial dapat
dilakukan dengan menyuruh penderita mengerjakan suatu hal yang sederhana
yg dapat dipakai untuk penilaian tentang kemampuan mengeluarkan
pendapat, kemampuan daya ingat, daya pikir dan orientasi
31
Jenis Rehabilitasi Medik
Mobilisasi
Dilakukan program latihan berdiri dan ambulasi juga dimulai. Awalnya
bantuan dari terapis diperlukan untuk membantu penderita berdiri di antara
paralel bar, kemudian dimulai latihan keseimbangan dan toleransi berdiri. Jika
dianggap perlu dapat memakai knee back slab, yaitu semacam posterior splint
untuk menstabilkan lutut yang sakit dalam posisi ekstensi.6,9
Latihan ini termasuk stand-up exercise berguna untuk penguatan tungkai
yang sehat sehingga kuat mengangkat tubuh juga merangsang kembalinya refleks
serta fungsi motorik tungkai yang sakit dan juga menguatkan tungkai yang sehat.
Mulai dengan kursi tinggi, tiap kali latihan 10 kali stand-up, kemudian kursi
direndahkan 1 atau 2 inci sampai setinggi kursi umum.6,9
Seterusnya penderita dilatih berjalan diantara paralel bar, pertama dengan
bantuan selanjutnya tanpa bantuan. Tahap berikutnya penderita dilatih jalan di
luar paralel bar, bila perlu dengan bantuan tongkat yang bisa berupa tongkat kaki
4, kaki 3, atau kaki tunggal, untuk diteruskan dengan jalan tanpa alat bantu bila
telah ada kemajuan. Penderita juga dilatih untuk menaiki tangga rumah. Pertama
kali penderita menaiki tangga rumah setapak demi setapak untuk tiap tingkat Pada
waktu naik tungkai sehat melangkah lebih dulu, sewaktu turun tungkai sakit
terlebih dulu.9
Untuk membantu program ambulasi, diperlukan alat bantu sebagai
berikut.9
a. Brace
Untuk kasus foot drop, dapat digunakan short leg brace dengan 90
post, sedangkan long leg brace dilakukan untuk menghentikan
recurvatum genue.
b. Sepatu untuk menambah stabilitasi pergelangan kaki
Pada sepatu pasien, dilakukan pemberian tumit lebar atau penambahan
pada sole sebelah samping.
c. Sling
32
Sling dipasangkan pada ekstremitas atas yang mengalami paralisis
berat untuk mengurangi tarikan pada bahu dan mencegah terjadinya
sindroma nyeri bahu. Sling juga akan mencegah efek ekstremitas atas
yang nonfungsional terhadap keseimbangan penderita waktu jalan.
d. Kursi roda
Jika tim rehabilitasi memutuskan bahwa kemampuan berjalannya
memang sudah tidak dapat mencapai tingkat yang fungsional, pilihan
terakhir adalah kursi roda.
Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (Activity Of Daily Living/ADL)
Sebagian besar penderita dapat mencapai kemandirian dalam ADL,
meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas atas yang terkena belum
tentu baik. Dengan peralatan bantu yang telah disesuaikan, aktivitas ADL dengan
menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan. ADL ini meliputi
makan, minum, personal hygiene, berpakaian, serta aktivitas tambahan seperti
membuka pintu, memegang buku bacaan, menelepon dan lain-lain.
Kemandirian dalam makan dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat
yang telah disesuaikan, misalnya sendok/garpu dengan pegangan yang besar,
sedotan untuk minum. Pemasangan batang pegangan pada dinding kamar mandi
dan kamar kecil akan menambah kemadirian sewaktu mandi, sedangkan pakaian
yang lebih longgar, dengan kancing di depan, dikombinasikan dengan teknik
mengenakan pakaian dengan memasukkan sisi yang sakit lebih dulu ke lengan
kemeja, celana panjang/pendek maupun pakaian dalam akan menambah
kemandirian dalam berpakaian.
Edukasi
Disadari bahwa perbaikan total sangat jarang terjadi, sehingga dengan
kenyataanseperti itu, edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan
seperti ND. Target pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari
member pengharapan yang berlebihan. Perlu penjelasan tentang bahaya kurang
atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki secara berkala.
3.10 PROGNOSIS
33
Prognosis penderita neuropati diabetik sangat tergantung dari usia karena
semakin tua usia penderita diabetes mellitus semakin mudah untuk mendapatkan
masalah yang serius padakaki dan tungkainya, serta lamanya pasien menderita
diabetes mellitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan
keterampilan dari tenaga medis atau paramedis. Namun, perbaikan total sulit bisa
dicapai.
BAB IV
34
ANALISIS KASUS
Ny. N, 58 tahun, penderita datang dengan keluhan utama nyeri telapak dan
jari-jari kaki. ± 5 hari SMRS Os mengeluh nyeri diujung jari dan telapak kaki
yang hilang timbul selama ± 2 menit yang kemudian menghilang. Keluhan ini
terutama sering dirasakan pasien saat beraktivitas.. Nyeri menjalar hingga ke
tumit. Demam (-), krepitasi (-). Pasien mengaku tidak ada gangguan dalam
membedakan suhu.
Pasien mengaku 20 tahun yang lalu didiagnosa dokter menderita penyakit
kencing manis dan tidak rutin mengkonsumsi obat-obatan kencing manis, gula
darah pasien terakhir adalah 503 mg/dl. Pasien lalu berobat ke RSMH dan dirawat
inap di bagian penyakit dalam.
Riwayat Maag (+) sejak 5 tahun yang lalu, dan riwayat DM (+) sejak tahun
20 tahun yng lalu, tidak rutin kontrol.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan tampak sakit sedang dengan
kesadaran compos mentis (GCS 15), tekanan darah 130/70 mmHg, nadi
92x/menit, pernapasan 22x/menit, suhu 36,7oC. Pada pemeriksaan fisik neurologi,
motorik tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan sensorik ekstremitas bawah
ditemukan penurunan sensibilitas. Pada pemeriksaan gait dan keseimbangan,
ditemukan pasien sulit untuk menjaga keseimbangannya pada saat berdiri . Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan LED, peningkatan gula darah
sewaktu, peningkatan kolesterol.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan/gejala
berupa nyeri telapak dan jari-jari kaki, disertai faktor risiko terjadinya
polineuropati diabetikum pada penderita yaitu, kadar gula darah 503 mg/dl, dan
adanya riwayat diabetes mellitus sejak 20 tahun yang lalu. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien ini didiagnosa “Polineuropati
Diabetikum + DM tipe 2 uncontrolled + Anemia”.
Berdasarkan tipe penyakit yang disebabkan oleh DM, penderita dapat
dikategorikan sebagai Polineuropati Diabetikum dengan faktor risiko usia tua,
penyakit diabetes melitus yang diderita sejak 20 tahun yang lalu, serta gaya hidup
35
yang tidak teratur. Pada penderita juga ditemukan adanya manifestasi berupa
gangguan sensibilitas pada ekstremitas bawah (nyeri pada telapak dan jari-jari
kaki) dan gangguan keseimbangan
Penderita Polineuropati Diabetikum aktivitas sehari-harinya terganggu yang
disebabkan oleh nyeri pada ekstremitas bawah serta gangguan keseimbangan,
untuk ini penderita kesulitan melakukan activity daily living (ADL). Keadaan ini
akan mengubah pola keserasian hidup dari penderita dan keluarga penderita,
karena penderita akan banyak tergantung pada orang lain. Program rehabilitasi
pada penderita polineuropati diabetikum sangat penting. Beberapa program
rehabilitasi medik pada penderita Polineuropati Diabetikum, antara lain :
Program rehabilitasi medik pada penderita ini meliputi fisioterapi yakni
sinar infra red (IRR). Infra Red Radiation (IRR) dilakukan karena terapi panas
memiliki efek fisiologis berupa memperbaiki sirkulasi arteri dan vena,
meningkatkan metabolisme, memperbaiki nutrisi jaringan, mengurangi spasme
otot, menghilangkan rasa sakit, meningkatkan difusi jaringan, meningkatkan
ekstensibilitas tendon, mengurangi aktifitas aferen fusimotor serta meningkatkan
elastisitas jaringan yang mana semua efek tersebut baik untuk pemulihan pada
pasien ini. IRR dilakukan agar terjadi perbaikan aliran darah ke perifer (otot) serta
dapat mencetuskan stimulasi listrik. Selain itu, TENS (Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulation) 3 kali/minggu padadaerah kaki, tetapi penggunaan terapi
panas harus hati-hati pada penderita DM karenamungkin terdapat gangguan
sensasi, jika ingin memberi terapi panas, jangandiberikan langsung pada lokasi,
tetapi lebih proksimal, untuk mencegah “stealing effect”. Teknik ini disebut
“reflexheating”, dan juga waktu dalam sekali pemberian jangan terlalu lama.
Kemudian dilakukan terapi latihan berupa Penderita juga diberikan terapi
okupasi berupa ADL exercise yaitu latihan keseimbangan yang dimulai dengan
keseimbangan saat duduk, berdiri, dan saat berjalan. Saat pasien sudah dapat
berjalan dengan seimbang, penderita diperkenalkan dengan program ADL, seperti
latihan mobilisasi (latihan berpindah tempat dari tempat tidur menuju ke kursi),
latihan fungsi tangan untuk gerakan motorik halus dan koordinasi (latihan tata
cara makan, memakai baju, dll). Pemberian edukasi pada penderita juga
36
diperlukan yaitu dengan memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita
untuk menerapkan gaya hidup yang sehat, meliputi: olahraga rutin, diet rendah
karbohidrat,kurangi stress, rajin berolahraga, makan makanan sehat, pengendalian
glukosa darah dengan rutin mengkonsumsi obat-obatan DM secara teratur, kontrol teratur,
konsultasi dan terapi, dan perawatan umum kaki: menjaga kebersihan kulit kaki, menghindari
trauma kaki seperti menggunakan sepatu yang sempit, mencegah trauma berulang pada
neuropati kompresi
Terapi Medika mentosa yang diberikan sesuai dengan perawatan di Bagian
Penyakit Dalam yaitu inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr, RI 3 x 14 iu sc, HN 1 x 20 iu sc,
Gabapentin 2 x 300 mg, Omeprazole 2 x 10 mg.
Prognosis pada pasien ini untuk quo at vitam adalah dubia ad bonam
karena manifestasi nyeri ekstremitas pada polineuropati diabetikum ini
bergantung pada perjalanan penyakit DM itu sendiri, apabila DM dapat dikontrol
dengan baik, keluhan yang dirasakan kemungkinan jug akan ikut berkurang,
sedangkan quo at functionam adalah dubia ad bonam karena hal ini dipengaruhi
oleh gaya dan kualitas hidup pasien serta rutin tidaknya pasien dalam melakukan
terapi rehabilitasi medik. Bila terapi rehabilitasi medik yang bertujuan untuk
mengembalikan fungsi tubuh yang mengalami neuropati dilakukan rutin dan
teratur maka prognosis akan menjadi lebih baik.
Untuk evaluasi dari perkembangan klinis dan fungsional digunakan indeks
Barthel. Indeks ini akan dinilai tiap minggu ataupun tiap bulan sehingga
diharapkan perkembangan klinis dan fungsional dari pasien dapat dipantau secara
kuantitatif. Hasil indeks Barthel pada pasien ini adalah 60, yaitu ketergantungan
berat. Untuk itu, diharapkan setelah terapi dilaksanakan, skor dari indeks Barthel
penderita dapat meningkat.
No. Keterangan Nilai
1. Makan 52. Transfer bed/kursi 103. Grooming (personal toilet) 04. Toiletting 55. Mandi 06. Berjalan di tempat datar 107. Naik dan turun tangga 5
37
8. Berpakaian 59. Kontrol BAB 1010. Kontrol BAK 10
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Widagda, IM. Penilaian Tingkat Ambulasi Penderita Hemiparesis Pascastroke dengan Functional Ambulation Category (FAC) bagi yang Mendapat ProgramRehabilitasi Medik di RS dr. Kariadi Semarang. Laporan Penelitian. ProgramStudi Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Diponegoro. Semarang. 2002;3-26.
2. Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia.Tatalaksana Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Pada Stroke Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia.Jakarta. 2010; 1-21
3. Bamford J, Sandercock P, Dennis M, Burn J, Warlow C.Classification and natural history of clinically identifiable subtypes of cerebral infarction .Lancet. 2008; 1-5.12.
4. Karema Winny. Diagnosis dan Klasifikasi Stroke. Simposium Stroke Up Date2001. Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas SamRatulangi/RSUP Manado. 2001: 10-5.13.
5. Misbach, J dan Harmani K. Mengenali Jenis-jenis Stroke . 2011. Diunduh
dari:http://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.php , diakses pada tanggal 1 Oktober 2013.
6. WHO. 2012. Stroke, Cerebrovascular Accident. Diunduh dari:http://www.who.int/topics/ cerebrovascular_accident/en/, diakses tanggal 1 Oktober 2013.
7. Darodjah SH. Rehabilitasi pada Pasien Stroke. Departemen Rehabilitasi Medik RS Dr. Kariadi Fakultas Kedokteran Universitas DiponegoroSemarang. 2007; 1-48.9.
8. National Stroke Foundation. 2010. Clinical Guidelines for Stroke Management Melbourne: Australia.2010 .
9. Angliadi LS, dkk. Rehabilitasi Stroke. Dalam: Penuntun Ilmu KedokteranFisik dan Rehabilitasi. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik danRehabilitasi Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi. Manado. 2006; 5-21.