BAB I PENDAHULUAN Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai
penyakit infeksi menular pada kulit yang superfisial yaitu hanya
menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan terbentuknya
lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut
rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang
sering Terdapat dua jenis dijumpai di bagian Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin.
impetigo yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh
Stafilokokus aureus dan non-bulosa yang disebabkan oleh
Streptokokus hemolitikus.1,2 Dasar infeksinya adalah kurangnya
hygiene dan terganggunya fungsi kulit.4 Insiden impetigo ini
terjadi hampir di seluruh dunia. Paling sering mengenai usia 2-5
tahun, umumnya mengenai anak yang belum sekolah, namun tidak
menutup kemungkinan untuk semua umur dimana frekuensi laki-laki dan
wanita sama. Di Amerika Serikat, merupakan 10% dari masalah kulit
yang dijumpai pada klinik anak. Di Inggris kejadian impetigo pada
anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak
usia 5-15 tahun. Impetigo nonbullous atau impetigo krustosa
meliputi kira-kira 70 persen dari semua kasus impetigo. Kebanyakan
kasus ditemukan di daerah tropis atau beriklim panas serta pada
negara-negara yang berkembang dengan tingkat ekonomi masyarakatnya
masih tergolong lemah atau miskin.3 Tempat predileksi tersering
pada wajah terutama sekitar mulut dan hidung, pada ketiak, dada
serta punggung. Gambaran klinisnya berupa vesikel, bula atau pustul
yang apabila pecah membentuk krusta tebal kekuningan seperti madu
atau berupa koleret di pinggirnya.3 Terapi umumnya berupa
medikamentosa dan non medikamentosa dengan prinsip tetap menjaga
higiene tubuh penderita agar tidak mudah terinfeksi penyakit kulit.
Prognosis umumnya baik. Impetigo umumnya sembuh tanpa penyulit
dalam 2 minggu apabila diobati secara teratur. Komplikasi berupa
radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien
terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh
pengobatan antibiotik. Gejala berupa
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
1
bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat
urine seperti warna the. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan
walaupun gejala-gejala tadi muncul. Komplikasi lainnya yang jarang
terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-paru
(pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin
syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening.3 Dalam
makalah ini dilaporkan kasus seorang anak berusia 7 tahun yang
menderita penyakit impetigo krustosa dan vesikobulosa. Diharapkan
makalah ini dapat membantu dokter umum dalam menegakkan diagnosis,
mengobati penyakit ini dengan baik dan mengedukasi pasien dengan
benar sehingga penyakit ini tidak menyebabkan komplikasi lain yang
serius.
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi
Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi
menular pada kulit yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis
kulit, yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi
nanah (pustula) seperti tersundut rokok/api. Penyakit ini merupakan
salah satu contoh pioderma yang sering Terdapat dua jenis dijumpai
di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
impetigo yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh
Stafilokokus aureus dan non-bulosa yang disebabkan oleh
Streptokokus hemolitikus. Dasar infeksinya adalah kurangnya hygiene
dan terganggunya fungsi kulit.1,3 B. Sinonim Impetigo bulosa
umumnya dikenal sebagai cacar monyet. Fox/vulgaris.3 C. Etiologi
Organisme penyebab adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus
betahemolyticus grup A (dikenal dengan Streptococcus pyogenes),
atau kombinasi keduanya. Staphylococcus dominan ditemukan pada awal
lesi. Jika kedua kuman ditemukan bersamaan, maka infeksi
streptococcus merupakan infeksi penyerta. Kuman S. pyogenes menular
ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian menyebar ke
mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal
Sedangkan impetigo non bulosa dikenal sebagai impetigo
krustosa/kontagiosa/Tillbury
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
3
dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat
ditemukan pada isolasi kuman di kulit pada sekitar 11 hari
kemudian.4 Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi
(daerah kulit yang terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi
dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi
seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat penitipan
anak dan juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau tempat
tinggal yang padat penduduk. Faktor predisposisi antara lain kontak
langsung dengan pasien impetigo, kontak tidak langsung melalui
handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo, cuaca panas maupun
kondisi lingkungan yang lembab, kegiatan/olahraga dengan kontak
langsung antar kulit, pasien dengan dermatitis.4 D. Patofisiologi
Pada impetigo krustosa (non bullous), infeksi ditemukan pada bagian
minor dari trauma (misalnya : gigitan serangga, abrasi, cacar ayam,
pembakaran). Trauma membuka protein-protein di kulit sehingga
bakteri mudah melekat, menyerang dan membentuk infeksi di kulit.
Pada epidermis muncul neutrofilik vesikopustules. Pada bagian atas
kulit terdapat sebuah infiltrat yang hebat yakni netrofil dan
limfosit. Bakteri gram-positif juga ada dalam lesi ini. Eksotoksin
Streptococcus pyrogenic diyakini menyebabkan ruam pada daerah
berbintik merah, dan diduga berperan pada saat kritis dari
Streptococcal toxic shock syndrome. Kira-kira 30% dari populasi
bakteri ini berkoloni di daerah nares anterior. Bakteri dapat
menyebar dari hidung ke kulit yang normal di dalam 7-14 hari,
dengan lesi impetigo yang muncul 7-14 hari kemudian.4 E. Gejala
Klinis dan Diagnosis 1. Impetigo Krustosa Tempat predileksi
tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama sekitar
lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari daerah
tersebut. Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak
(kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya
terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi. Kelainan kulit
didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian
segera
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
4
terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan
erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal
berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti
madu (honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi
satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah
krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara
autoinokulasi.3,5 2. Impetigo Bulosa Tempat predileksi tersering
pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung. Sering
bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa.
Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan
diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit
sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan
yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla
pecah dan meninggalkan gambaran collarette pada pinggirnya. Krusta
varnishlike terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan
memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang
ditemukan karena sangat rapuh.3,5 Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila
terdapat kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsi jarang
dilakukan. Biasanya diagnosa dari impetigo dapat dilakukan tanpa
adanya tes F. laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis
tersebut masih dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat
menolong.2,3 Diagnosis Banding Diagnosis banding dari impetigo
antara lain adalah ektima, dermatitis atopi, dermatofitosis,
pemfigus vulgaris, dermatitis seboroik dengan infeksi sekunder,
varisela.2,3 G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada kasus impetigo
dapat dilakukan baik secara medikamentosa (antibiotik topikal
maupun sistemik) maupun non-medikamentosa dengan prinsip menjaga
higiene tubuh agar tidak mudak terinfeksi penyakit kulit.2,3
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
5
BAB III LAPORAN KASUS IMPETIGO KRUSTOSA DAN VESIKOBULOSA I.
IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Agama Pendidikan Alamat
Tanggal berobat : An. Muh. Ilham : Laki-laki : 7 tahun : Islam :
Kelas 1 Sekolah Dasar : Bogares Kidul Rt 8 Rw 2 : 4 Oktober
2010
IDENTITAS ORANGTUA - Ayah Nama Agama Pendidikan Pekerjaan
Penghasilan - Ibu Nama Agama Pendidikan Pekerjaan Penghasilan ::
Ny. Malihatun : Islam : SMA : Ibu Rumah Tangga : Tn. Camali : Islam
: SMA : Petani/Kuli bangunan (serabutan) : Tidak tetap
Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung. II.
RIWAYAT HIDUP a. Susunan Keluarga Pasien merupakan anak bungsu dari
2 bersaudara.
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
6
b.
Riwayat Perumahan dan Lingkungan Berada di lingkungan perumahan
dengan sanitasi, hygiene dan ventilasi yang kurang baik.
c.
Riwayat Sosio-Ekonomi Ayah os bekerja serabutan menjadi kuli
bangunan atau petani dengan penghasilan yang kurang cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penghasilan hanya bersumber dari
ayah, sedangkan ibu adalah ibu rumah tangga. Kesan : Keadaan
ekonomi keluarga pasien kurang baik.
d.
Riwayat Kebiasaan Pasien biasanya mandi teratur 2x sehari, pagi
dan sore hari dengan menggunakan sabun mandi. Namun setelah keluhan
ini muncul, pasien lebih jarang dimandikan, hanya diseka dengan
kain lap basah 1x sehari. Pasien juga mengganti pakaiannya 2x
sehari setelah mandi dan menggunakan handuk sendiri. Apabila pasien
berkeringat, ibu pasien jarang mengelap keringat pasien dan
mengganti pakaian pasien. Selain itu juga pasien jarang mencuci
tangannya, sering tidur di lantai namun pasien jarang bermain
dengan teman-temannya. Temanteman di sekolah tidak ada yang
mempunyai gejala penyakit seperti pasien. Di sore hari, pasien
sering menemani ayahnya untuk memberi makan ayam peliharaannya.
III.
RIWAYAT PENYAKIT Alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada
tanggal 4 Oktober 2010 pukul 10.30 WIB di poliklinik kulit dan
kelamin RSUD DR. Soeselo Slawi. A. Keluhan Utama Pasien mengeluh
lepuh-lepuh seperti disundut rokok dan terasa sangat gatal di
wajah, leher, dan dada bagian atas sejak 10 hari SMRS.
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
7
B.
Riwayat Penyakit Sekarang Sejak sepuluh hari SMRS, pada
kulithidung timbul lepuh-lepuh seperti disundut rokok dengan bula
kemerahan berisi cairan sebesar ujung jarum pentul. Ibu pasien
mengatakan bahwa pasien sering menggarukgaruk kulitnya karena
gatal. Bula-bula kemerahan berisi cairan tersebut sebagian ada yang
pecah dan membentuk keropeng. Ibu pasien tidak mengeluhkan adanya
demam pada pasien. Semenjak bula-bula ini muncul, pasien menjadi
lebih rewel dari biasanya, susah makan dan sulit tidur. Sembilan
hari SMRS, ibu pasien mengatakan lepuh-lepuh dan bula kemerahan ini
semakin bertambah banyak di sekitar mulut serta meluas ke dahi,
pelipis dan dagu. Kemudian Ibu pasien membawa pasien berobat ke
Puskesmas dan diberikan obat minum dan salep (Ibu pasien tidak tahu
nama obat). Namun setelah diberikan obat, keluhan pasien tidak
berkurang. Dua hari SMRS, ibu pasien mengatakan lepuh-lepuh dan
bula kemerahan meluas ke daerah leher, serta jumlahnya semakin
banyak. Ukurannya pun ada yang menjadi lebih besar. Satu hari SMRS,
Ibu pasien mengatakan keluhan pasien tidak berkurang, tetapi
semakin meluas ke dada bagian atas, sehingga Ibu pasien membawa
pasien ke Puskesmas kembali untuk kontrol, dan dirujuk ke
poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soeselo Slawi.
C.
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah mengalami gejala
penyakit seperti ini sebelumnya.
D.
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ditemukan gejala penyakit yang
sama dalam keluarga pasien.
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
8
PEMERIKSAAN FISIK 1. STATUS GENERALIS Keadaan Umum : Baik,
tampak sakit sedang. Kesadaran Vital Sign Nadi Suhu Pernapasan
Berat badan Tinggi Badan Status Gizi Kepala Bentuk kepala dan wajah
daerah frontal, dan dahi. Mata Hidung Mulut UKK pada daerah sekitar
mulit dan dagu. Telinga Leher : Tanda radang (-), sekret (-) :
deviasi (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah
bening (-), tampak UKK pada leher. Thorax Palpasi Perkusi :
Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas simetris. : Conjunctiva pucat
(-/-), Sklera kuning (-/-) : Septum deviasi (-), sekret (-), tampak
UKK pada kulit hidung. : Bibir kering (-), karies dentis (-),
faring hiperemis (-), tampak : Normocephali, tampak UKK pada pada
perbatasan antara kulit : Compos Mentis : : tidak dilakukan : 105
x/menit : 37 0C : Tidak dapat dievaluasi (pasien tidak kooperatif)
: 22 kg : 85 cm : Cukup
Tekanan Darah
: Tidak dilakukan : Tidak dilakukan
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
9
Auskultasi Jantung Paru Abdomen Ekstremitas
: : S1S2 reguler,murmur (-), gallop (-) : SN vesikuler, rhonki
-/-, wheezing -/: Datar, supel. : Oedem (-), Tremor (-).
2. STATUS DERMATOLOGIKUS Distribusi Ad Regio Lesi : Regional :
dahi, hidung, sekitar mulut, dagu, leher dan dada bagian atas. :
Pustul, vesikel-bula, eritema, tampak krusta dan ekskoriasi.
Multipel, diskret sebagian konfluen, bentuk bulat, tidak teratur,
ukuran miliar sampai numular, diameter bervariasi antara 0,2 2 cm,
batas tegas, menimbul dari permukaan kulit. Tidak tampak tepi yang
aktif, sebagian kering dan sebagian basah.
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
10
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
11
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan pewarnaan Gram untuk
mengetahui adanya bakteri kokus Gram positif (Staphylococcus atau
Streptococcus). Namun pada pasien ini pemeriksaan ini tidak
dilakukan. RESUME Seorang penderita anak laki laki berusia 7 tahun,
beragama Islam, pendidikan kelas 1 sekolah dasar (SD), tinggal
bersama ayah, ibu, dan 1 orang kakak. Pendidikan terakhir ayah dan
ibu pasien SMA. Pekerjaan ayah pasien tidak tetap (serabutan),
sedangkan ibu pasien tidak bekerja (ibu rumah tangga). Pasien
datang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soeselo
Slawi tanggal 4 Oktober 2010 pukul 10.30 WIB dengan keluhan utama
lepuh-lepuh seperti disundut rokok dan terasa sangat gatal di wajah
dan leher sejak 10 hari SMRS (alloanamnesis dengan Ibu pasien).
Pada anamnesis didapatkan sejak 10 hari SMRS, pada kulit kepala dan
dahi pasien timbul vesikel dan bula dengan jumlah multipel,
berukuran milier sampai numuler disertai pruritus yang meluas ke
leher dan dan dada bagian atas. Higiene pasien kurang. Pada
pemeriksaan fisik status generalis didapatkan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan pada wajah, leher dan dada
bagian atas tampak pustul, vesikel-bula, eritema, tampak krusta dan
ekskoriasi, lesi multiple diskret sebagian konfluens, bentuk bulat,
tidak teratur, ukuran miliar sampai numuler diameter 0,2 2 cm,
batas tidak tegas, menimbul dari permukaan kulit. Tidak tampak tepi
yang aktif, kering. DIAGNOSIS KERJA Impetigo vesikobulosa dan
impetigo krustosa DIAGNOSIS BANDING 1. Dermatitis seboroik dengan
infeksi sekunder 2. Pemfigus Vulgaris 3. Ektima 4. Dermatofitosis
5. Varisela
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
12
USULAN PEMERIKSAAN Pemeriksaan mikrobiologis : Kultur dan tes
sensitivitas PENATALAKSANAAN 1. UMUM a. b. c. d. e. hari. 2. KHUSUS
a. b. Topikal Sistemik Antibiotika topikal : Bactroban ointment,
dioleskan 2x sehari. Antibiotik : Augmentin sirup diminum 4x 1
sendok teh/hari PROGNOSIS Quo ad Vitam Quo ad fungtionam Quo ad
sanationam : ad bonam : ad bonam : ad bonam Menjelaskan kepada
pasien mengenai penyakit dan cara pengobatannya. Menerangkan pada
Ibu pasien untuk mencegah pasien menggaruk karena Anjuran kepada
Ibu pasien agar segera mengelap pasien bila berkeringat Menerangkan
kepada Ibu pasien bahwa obat minum yang diberikan 4x 1 Menerangkan
kepada Ibu pasien untuk datang kembali (kontrol) stelah 5-7
dapat menyebabkan luka. dan mengganti pakaiannya. sendok teh
sehari harus dihabiskan.
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
13
BAB IV ANALISA KASUS Impetigo merupakan penyakit infeksi menular
pada kulit yang sering dijumpai di bagian Penyakit Kulit dan
Kelamin. Dapat mengenai semua umur, namun umumnya menyerang
anak-anak usia 2-5 tahun.1,2 Penyakit ini bukanlah penyakit yang
serius dan umunya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu apabila
diobati secara teratur.3 Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa
dan gambaran klinis dari lesi. Kultur dilakukan bila terdapat
kegagalan pengobatan dengan terapi standar, biopsi jarang
dilakukan. Biasanya diagnosa dari impetigo dapat dilakukan tanpa
adanya tes laboratorium. Namun demikian, apabila diagnosis tersebut
masih dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat
menolong.2,3 Pada anamnesis pasien ini ditemukan rasa gatal dan
timbulnya vesikel atau bula yang awalnya muncul di daerah hidung
dan sekitar mulut kemudian meluas ke daerah dahi, leher dan dada
bagian atas. Pasien sering tidur di lantai dan menemani ayahnya
memberi makan ayam peliharaannya. Apabila berkeringatnya pasien
jarang mengelap atau mengganti pakaian serta jarang mencuci
tangannya, sehingga membuat higienitas pasien menurun. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan gambaran klinis sesuai dengan tinjauan
pustaka dari impetigo krustosa dan vesikobulosa. Pada pemeriksaan
dermatologis didapatkan pada wajah, leher dahi bagian atas tampak
pustul, vesikel-bula, eritema, tampak krusta dan ekskoriasi, lesi
multiple diskret sebagian konfluens, bentuk bulat, tidak teratur,
ukuran miliar sampai numuler diameter 0,2 2 cm, batas tidak tegas,
menimbul dari permukaan kulit, tidak tampak tepi yang aktif,
sebagian terlihat kering dan sebagian basah. Diagnosis banding pada
kasus ini antara lain adalah : 1. Dermatitis seboroik dengan
infeksi sekunder, karena memiliki beberapa kesamaan antara lain
keluhan gatal, dengan gambaran lesi eritema dan krusta yang tebal.
Namun pada dermatitis seboroik ditemukan gambaran klinis yang khas
yaitu skuama yang berminyak dan kekuningan serta berlokasi di
tempat-tempat
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
14
seboroik, sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan skuama
berminyak dan kekuningan, sehingga dermatitis seboroik sebagai
diagnosis banding dapat disingkirkan.5 2. Pemfigus vulgaris, karena
memiliki kesamaan bentuk lesi yaitu berupa bula yang mudah pecah
diikuti dengan pembentukan krusta. Penyakit ini merupakan kasus
yang jarang terjadi pada anak-anak dan merupakan penyakit autoimun,
umumnya keadaan umumnya buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur
dan generalisata, lesi awal dimulai dari kulit kepala yang berambut
atau rongga mulut, dapat menyerang semua selaput lendir dengan
epitel skuamosa dan terdapat tanda Nikolski positif. Sedangkan pada
pasien ini ditemukan keadaan umumnya cukup baik, lesinya terasa
sangat gatal dan umumnya regional, disebabkan oleh stafilokokus
aureus atau streptokokus, dan tidak terdapat tanda Nikolski
sehingga pemfigus vulgaris sebagai diagnosis banding dapat
disingkirkan. 3. Penyebab penyakit ini sama dengan penyebab
penyakit ektima, gambaran klinisnya (apabila bula sudah pecah) juga
mirip yaitu berupa krusta tebal berwarna kuning. Namun diagnosa
banding ektima dapat disingkirkan karena lesi ektima dapat mengenai
anak dan dewasa, tempat predileksi di tungkai bawah, dan dasarnya
adalah ulkus. 4. Pada varisela jika vesikel pecah juga membentuk
krusta namun umumnya vesikel berdinding tipis, ukuran kecil, pada
daerah dasar yang eritem yang awalnya berlokasi di badan dan
menyebar ke wajah dan ekstremitas. 5. Pada dermatofitosis juga
terdapat gambaran vesikel namun umumnya disertai lesi kemerahan dan
bersisik dengan bagian tepi yang aktif agak meninggi, terutama
berlokasi di kaki.2,3 Untuk menegakkan diagnosis impetigo krustosa
dan vesikobulosa adalah dengan pewarnaan Gram untuk melihat adanya
bakteri kokus Gram positif (Staphylococcus atau Streptococcus).
Adapun untuk menegakkan diagnosis pasti pada kasus impetigo adalah
dengan biakan atau kultur dari eksudat yang diambil di bagian bawah
krusta dan cairan yang berasal dari bula. Hasil kultur bisa
memperlihatkan S. aureus, S. Pyogenes atau keduanya. Tes
sensitivitas antibiotik dilakukan untuk mengisolasi metisilin
resistan S.
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
15
aureus (MRSA) serta membantu dalam pemberian antibiotik yang
sesuai. Namun pada pasien ini tidak dilakukan, hanya berdasar
anamnesis teliti serta pemeriksaan dermatologi yang sangat
mendukung ke arah penyakit impetigo krustosa.3,6 Tujuan dari
pengobatan antara lain meredakan rasa nyeri dan memperbaiki
penampilan kosmetik dari lesi, mencegah penyebaran infeksi lebih
lanjut dalam diri pasien dan orang lain, dan mencegah kekambuhan.
Sasaran terapinya yaitu infeksi bakteri streptokokus atau
stafilokokus.9 Perawatan idealnya harus efektif, tidak mahal, dan
memiliki efek samping terbatas. Antibiotik topikal memiliki
kelebihan yaitu hanya diberikan jika dibutuhkan, yang mana
meminimalisir efek samping sistemik. Akan tetapi, beberapa
antibiotik topikal bisa menyebabkan sensitisasi kulit pada
orang-orang yang rentan.7 Penatalaksanaan pada kasus impetigo dapat
dilakukan baik secara medikamentosa maupun non-medikamentosa
sebagai berikut:2,31. Terapi non medikamentosa
Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30
menit, Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan
menutup Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh Lakukan
drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum Dapat
dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada
disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah
daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku
anak
suntik untuk mencegah penyebaran lokal impetigo krustosa.3 2.
Terapi medikamentosa a. Terapi topikal Pengobatan topikal sebelum
memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta sedikit dilepaskan
baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan topikal
impetigo bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau
salap antibiotik. 1). Antiseptik
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
16
Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan
impetigo terutama yang telah dilakukan penelitian di Indonesia
khususnya Jember dengan menggunakan Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) adalah triklosan 2%. Pada hasil
penelitian didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh setelah
kontak dengan triklosan 2% selama 30, 60, 90, dan 120 adalah
sebanyak 0 koloni. Sehingga 2). Antibiotik Topikal Mupirocin
Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai
digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan
menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri. Fusidic Acid
Tahun 2001 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic acid yang
dibandingkan dengan plasebo (dikombinasi dengan sampo
iodine-povidone) pada praktek dokter umum yang diberikan pada
pasien impetigo dan didapatkan hasil bahwa penggunaan fusidic asid
jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan plasebo.8
Ratapamulin Pada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui
oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk digunakan sebagai
pengobatan impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan oleh
metisilin resisten ataupun vankomisin resisten. Ratapamulin
berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan
peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein
sintesis dari bakteri. Pada salah satu penelitian yang telah
dilakukan pada 210 pasien impetigo yang berusia diantara 9 sampai
73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau >2% luas
dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien
tersebut didapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus. Pada
pasien-pasien tersebut diberi ratapamulin sebanyak 2 kali sehari
selama 5 hari dapat dikatakan bahwa triklosan 2% mampu untuk
mengendalikan penyebaran penyakit akibat infeksi Staphylococcus
aureus.
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
17
terapi. Evaluasi dilakukan mulai hari ke dua setelah hari
terakhir terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah
mengering, dan lesi benar-benar telah membaik tanpa penggunaan
terapi tambahan. Pada 85,6% pasien dengan menggunakan ratapamulin
didapatkan perbaikan klinis dan hanya hanya 52,1% pasien mengalami
perbaikan klinis yang menggunakan plasebo.4 Dicloxacillin
Penggunaan dicloxacillin merupakan firstline untuk pengobatan
impetigo, namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai
tergeser oleh penggunaan ratapamulin topikal karena diketahui
ratapamulin memiliki lebih sedikit efek samping bila dibandingkan
dengan dicloxacillin. b. Terapi sistemik 1) Penisilin dan
turunannya1,4 a.Penicillin G procaine injeksi Dosis: 0,6-1,2 juta
IU im 1-2 x sehari Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari
b.Ampicillin Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari Anak: 7,5-25
mg/Kg/dosis4x sehari ac c.Amoksicillin Dosis: 250-500 mg / dosis 3
x sehari Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari ac d.Cloxacillin
(untuk Staphylococcus yang kebal penicillin) Dosis: 250-500 mg/
dosis, 4 x sehari ac Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari ac
e.Phenoxymethyl penicillin (penicillin V) Dosis: 250-500 mg/dosis,
4 x sehari ac Anak: 7,5-12,5 mg/Kg/dosis, 4 x sehari ac 2)
Eritromisin (bila alergi penisilin)1,2,4 Dosis: 250-500 mg/dosis, 4
x sehari pc Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari pc 3) Klindamisin
(alergi penisilin dan menderita saluran cerna)4
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
18
Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehari Anak > 1 bulan 8-20
mg/Kg/hari, 3-4 x sehari Pada pasien ini obat yang dipilih untuk
kausa penyakit adalah sirup augmentin yang mengandung kombinasi
amoksisilin dan asam klavulanat. Kombinasi kedua obat tersebut
diharapkan dapat melawan resistensi bakteri terhadap antibiotik
betalaktam. Indikasinya untuk infeksi kulit yang disebabkan oleh
beta-laktamase turunan Stafilokokus aureus. Sedangkan untuk obat
topikal diberikan bactroban ointment yang mengandung mupirocin
karena dapat menghambat sintesis RNA dan protein dari
bakteri.Indikasinya untuk infeksi kulit primer akut, misalnya
impetigo, folikulitis, furunkulosis. 9 Obat tersebut dioles 3x/hari
selama 10 hari.
Penatalaksanaan non-medikamentosa ialah dengan memberikan
edukasi kepada pasien sebagaimana yang telah disampaikan dalam
penatalaksanaan umum di depan. Sehingga diharapkan dapat membantu
pasien dalam proses terapi dan usaha preventif secara individu.
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
19
BAB V PENUTUP Telah dilaporkan kasus impetigo pada anak usia 7
tahun. Ditegakkan diagnosa melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik
berdasarkan gejala klinis yang terlihat. Pada pasien ini obat yang
dipilih untuk kausa penyakit adalah Augmentin syrup yang mengandung
kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat. Untuk obat topikal
diberikan bactroban ointment yang mengandung mupirocin karena dapat
menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri. Penatalaksanaan
non-medikamentosa ialah dengan memberikan edukasi kepada pasien
sebagaimana yang telah disampaikan dalam penatalaksanaan umum di
depan. Sehingga diharapkan dapat membantu pasien dalam proses
terapi dan usaha preventif secara individu.
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
20
BAB VI DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. Penyakit Kulit. Available at :
http://mirzataqiem.blogspot.com/2009/10/penyakitkulit.html Adhi
Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI. 2006. Wahid, Dian Ibnu.
Impetigo: Terapi dan Penggunaan Antibiotika Topikal Berdasarkan
Evidence Based Medicine. 18 Mei 2008. Diakses di
http://diyoyen.blog.friendster.com/
2009/05/impetigo-terapi-dan-penggunaanantibiotik-topikal-berdasarkan-evidence-based-medicine/
4. 5.6.
Makalah impetigo. Availble at :
http://www.darwaners.co.cc/2010/08/makalahimpetigo.html Arthur
Rook, D.S. Wilkinson, F.J.G Ebling. Impetigo. Textbook of
Dermatology. Edisi ke-3, Vol 2, Hal 338-341. 1979. Freedberg ,
Irwin M. (Editor), Arthur Z. Eisen (Editor), Klauss Wolff (Editor),
K. Frank Austen (Editor), Lowell A. Goldsmith (Editor), Stephen
Katz (Editor). Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine (Two
Vol. Set). 6th edition (May 23, 2003): By McGraw-Hill
Professional.
7.
Diagnosa
dan
Pengobatan
Impetigo.
Available
at
:
http://www.topreference.co.tv/2010/04/diagnosa-dan-pengobatan-impetigo.html
8. Sander Koning, Lisette W.A. van suijlekom-Smit, Jan L Nouwen,
Cees M Verduin, Roos M.D Bernsen, Arnold P Oranie, Siep Thomas, and
Johannes C van der Wouden. Fusidic acid cream in the treatment of
impetigo in general practice: double blind randomised placebo
controlled trial. Available at :
http://www.bmj.com/content/324/7331/203.full
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
21
9.
Penatalaksanaan impetigo/
Terapi
Penyakit Impetigo.
Available
at
:
http://yosefw.wordpress.com/2007/12/28/penatalaksanaan-terapi-penyakit-
Yudith Selyna Arisepti/030.04.240
22