BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 28 per 100.000. Jumlah kematian ibu tahun 2012 di Kota Palembang, berdasarkan laporan sebanyak 13 orang dari 29.451 kelahiran hidup. Penyebabnya yaitu penyakit jantung, perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, dan sepsis. Sedangkan target MDG’s tahun 2015 adalah 102/100.000 kelahiran hidup. 4 Hipertensi sendiri dalam kehamilan merupakan 5- 15% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Pada kasus kehamilan dengan hipertensi, sindrom preeklampsia, baik terisolasi maupun bertumpang tindih dengan hipertensi kronis, merupakan yang paling berbahaya. Dinegara maju, 16% kematian ibu disebabkan oleh penyakit hipertensi. Persentase ini lebih besar dari tiga penyebab utama lain: perdarahan 13%, aborsi 18%, dan sepsis %. 1 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN. Berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
sebesar 28 per 100.000. Jumlah kematian ibu tahun 2012 di Kota Palembang,
berdasarkan laporan sebanyak 13 orang dari 29.451 kelahiran hidup.
Penyebabnya yaitu penyakit jantung, perdarahan, hipertensi dalam kehamilan,
dan sepsis. Sedangkan target MDG’s tahun 2015 adalah 102/100.000
kelahiran hidup.4
Hipertensi sendiri dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit
kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas
dan morbiditas ibu bersalin. Pada kasus kehamilan dengan hipertensi,
sindrom preeklampsia, baik terisolasi maupun bertumpang tindih dengan
hipertensi kronis, merupakan yang paling berbahaya. Dinegara maju, 16%
kematian ibu disebabkan oleh penyakit hipertensi. Persentase ini lebih besar
dari tiga penyebab utama lain: perdarahan 13%, aborsi 18%, dan sepsis %.1
Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi yang tidak jelas,
juga oleh perawatan dan persalinan masih ditangani oleh petugas non-medik
dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat
dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang
pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh
semua tenaga medik baik dipusat maupun didaerah.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1 Preeklampsia
2.1.1. Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria. Proteinuria didefinisikan
sebagai ekskresi protein dalam urin yang melebihi 300mg dalam 24
jam, rasio protein: kreatinin urin ≥ 0,3, atau terdapatnya protein
sebanyak 30mg/dL (carik celip 1+) dalam sampel acak urin secara
menetap.1,2
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi dalam triwulan ketiga kehamilan, tetapi dapat
terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa.3
2.1.2. Insiden dan Faktor Resiko2
Preeklamsia sering mengenai perempuan muda dan nulipara,
sedangkan perempuan yang lebih tua lebih beresiko mengalami
hipertensi kronis yang bertumpang tindih dengan preeklampsia.
Selain itu insiden sangat dipengaruhi oleh ras dan etnis-dan karena
itu, oleh predisposisi genetik. Faktor lain meliputi pengaruh
lingkungan, sosioekonomi, bahkan musim.
Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan preeklampsia
mencakup obesitas, kehamilan ganda, usia ibu lebih dari 35 tahun,
dan etnis Afrika-Amerika. Hubungan antara berat badan ibu dan
risiko preeklampsia bersifat progresif. Risiko ini meningkat dari 4,3
persen untuk perempuan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT)
<20kg/m2 menjadi 13,3 persen pada perempuan yang memiliki IMT
>35kg/m2. Pada perempuan dengan kehamilan kembar,
dibandingkan dengan kehamilan tunggal, insiden hipertensi
gestasional 13 versus 16 persen, dan insiden preeklampsia 13 versus
5 persen, meningkat secara signifikan.
2
Meskipun merokok selama kehamilan menyebabkan beragam
komplikasi pada kehamilan, secara ironis, merokok secara konsisten
dikaitkan dengan penurunan risiko hipertensi dalam kehamilan.
Plasenta previa juga telah dilaporkan menurunkan risiko penyakit
hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan yang normotensif selama kehamilan
pertamanya, insiden preeklampsia pada kehamilan selanjutnya lebih
rendah dibandingkan angka yang diberikan tadi. Insiden
preeklampsia pada perempuan kulit putih adalah 1,8 persen,
dibandingkan dengan 3 persen pada perempuan Afrika-Amerika.
2.1.3. Etiologi Preeklampsia
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Banyak teori-teori dikemukakan para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”
atau yang sering dikenal sebagai “the diseases of theory”.5
Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia/eklampsia didapatkan kerusakan pada
endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi
prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal meningkat,
aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan
diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan
mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin.
Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2)
dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan
endotel.
2. Peran Faktor Imunologis
3
Preeklampsia/eklampsia sering terjadi pada kehamilan
pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal
ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta
tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya.
3. Peran Faktor Genetik/familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik
pada kejadian preeklampsia/eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia/eklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi
preeklampsia/eklampsia pada anak-anak dari ibu yang
menderita preeklampsia/eklampsia.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat
preeklampsia/eklampsia dan bukan pada ipar mereka.
d. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS) .
2.1.4. Klasifikasi Preeklampsia1
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan
dapat tejadi ante, intra dan post partum. Dari gejala-gejala klinik
preeklampsia dapat dibagi menjadi: Preeklampsia ringan dan
Preeklampsia berat.
1. Preeklampsia Ringan
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma sfesifik
kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat
terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah
suhu 36,7 ◦C, dan keadaan organ lain dalam batas normal. Hasil pemeriksaan
laboratorium darah lengkap masih dalam batas normal, untuk pemeriksaan
urine didapatkan adanya protein +1, serta adanya peningkatan nilai SGOT dan
SGPT pada pemeriksaan kimia darah.
Pada pemeriksaan luar obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari
dibawah procesus xipoideus, bagian terbawah kepala yang ditandai dengan
terabanya bagian yang keras dan bulat, kaki teraba di fundus uteri. Detak
jantung janin 128 kali/menit teratur.
Pada pemeriksaan luar obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari
dibawah procesus xipoideus, bagian terbawah kepala yang ditandai dengan
terabanya bagian yang keras dan bulat, kaki teraba di fundus uteri. Detak
jantung janin 128 kali/menit teratur.
Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah 140/90
mmHg, protein +1 menunjukkan os masih masuk dalam preeklampsia ringan
31
dan belum dapat didiagnosis sebagai preeklampsia berat. Untuk dapat
dikatakan preeklampsia berat tekanan darah sistolik ≥ 160mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 110mmHg. Tekanan darah ini tetap tidak menurun meskipun
ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
Dilakukan pemeriksaan laboratorim darah berupa pemeriksaan Hb
dengan nilai 14,4, golongan darah, waktu perdarahan, dan waktu pembekuan
sebagai bahan rujukan pre-operatif. Dari pemeriksaan kimia darah didapatkan
hasil tes fungsi hati yaitu SGOT dan SGPT meningkat, tetapi hal ini belum
menandakan terjadinya sindroma HELLP. Pada pemeriksaan laboratorium juga
didapatkan adanya peningkatan kadar leukosit ibu yang signifikan. Hal ini
mengindikasikan adanya tanda-tanda infeksi yang mengharuskan janin untuk
segera dilahirkan.
Untuk penatalaksanaan pada kasus ini, pasien harus dirawat di rumah
sakit dengan prinsip penatalaksanaannya adalah untuk mencegah timbulnya
kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.
Penatalaksanaan preoperative pada pasien yaitu Observasi Keadaan
Umum dan Tanda Vital, Observasi DJJ, IVFD D5% + MgSO4 40% 1 fls gtt
XX/menit, Kateter menetap, Injeksi Cefotaxime IV 3 x 1 gr dilakukan skin test
terlebih dahulu, antibiotic diberikan sebangai profilaksis, Nifedipine 3x10 mg
sebagai obat antihipertensi, Phenobarbital 3x30 mg sebagai obat antikonvulsan
dan direncanakan Seksio Sesaria karena sudah adanya tanda-tanda inpartu dan
os tidak disarankan melakukan persalinan normal karena kondisi preeklampsia
dan kelainan refraksi mata kiri dan kanan os sferis -10,0
Pasien dengan hipermiopia cenderung mudah mengalami ablasio retina.
Semakin tinggi minus seseorang, akan semakin panjang bentuk matanya dan
ikut menarik retina sehingga lapisannya semakin tipis dan rawan sobek.
Sehingga pasien dengan hipermyopia tidak disarankan untuk melakukan
persalinan normal, karena pada saat mengejan akan meningkatkan tekanan
intraorbita yang dapat menyebabkan terjadinya robekan pada retina.
32
Berat Bayi Lahir 2300kg dengan Panjang Badan 46 cm, berat dan
panjang bayi berada dibawah normal. Hal ini bisa disebabkan dari
preeklampsia yang diderita ibu. Pada ibu hamil dengan preeklampsia terjadi
kegagalan remodelling arteri spiralis yang menyebabkan arteri spiralis menjadi
kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan
vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero plasenta menurun, akibatnya aliran
darah ke janin berkurang menyebabkan pertumbuhan janin terganggu.
33
BAB V
PENUTUP
4.1 Simpulan
1. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium menunjukkan os masih masuk dalam preeklampsia
ringan dan belum dapat didiagnosis sebagai preeklampsia berat.
2. Penatalaksaan pada kasus ini sudah tepat karena prinsip
penatalaksanaannya adalah untuk mencegah timbulnya kejang,
mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Angsar, D. 2008. Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Cunningham, F.G., dkk. 2005. Obstetri Williams : “Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan” (edisi ke-21). Terjemahan oleh : Hartono, Suyono, Pendit. EGC, Jakarta
3. Indriani, Nanien. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Preeklampsia/Eklampsia Pada Ibu Bersalin. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
4. Pemerintah Kota Palembang. 2012. Profil Kesehatan Kota Palembang Tahun 2012. Palembang.
5. Sudhaberata, K. 2001. Profil Penderita Preeklampsia-Eklampsia di RSU Tarakan Kaltim, Jurnal Ilmiah. Diakses http://www.infomedika.com
6. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta.
7. Wibowo B, Rachimhadi T. 2006. Preeklampsia dan Eklampsia, dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III : Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.