Case Report Session SUDDEN DEATH Oleh: Stephanie 07923047 Olga Elenska Adrin 0910312069 Cicim Marsal 0910312106 Milfa Sari 0910314184 Fido Arif S 1010312026 Annisa Alhamra 1110313099 Pembimbing : dr.Rika Susanti Sp F dr. Citra Manela Sp F dr. Noverika Windasari
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Case Report Session
SUDDEN DEATH
Oleh:
Stephanie 07923047
Olga Elenska Adrin 0910312069
Cicim Marsal 0910312106
Milfa Sari 0910314184
Fido Arif S 1010312026
Annisa Alhamra 1110313099
Pembimbing :
dr.Rika Susanti Sp F
dr. Citra Manela Sp F
dr. Noverika Windasari
BAGIAN ILMU FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2015
DAFTAR ISI
HalamanKata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Pustaka
BAB I : PENDAHULUAN 1
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1 Sudden Death 2
2.1.1 Definisi Sudden Death 2
2.1.2 Epidemiologi 2
2.1.3 Etiologi Sudden Death 3
2.1.4 Trauma dan Keracunan 4
2.1.5 Aspek Medikolegal 8
2.2 Cedera Kepala (Trauma dan Lesi) 21
BAB III : LAPORAN KASUS 31
BAB IV : DISKUSI 35
BAB I
PENDAHULUAN
Kematian mendadak akibat penyakit seringkali mendatangkan kecurigaan baik bagi
penyidik, masyakat atau keluarga, khususnya bila yang meninggal adalah orang yang cukup
dikenal oleh masyarakat, orang yang meninggal di rumah tahanan dan ditempat-tempat umum
seperti : Hotel, cottege, terminal, cattage, motel, atau di dalam kendaraan. Kecurigaan adanya
unsur kriminal pada kasus kematian mendadak terutama disebabkan masalah TKP (tempat
kejadian perkara) yaitu bukan di rumah korban atau di rumah sakit melainkan di tempat umum
karena alasan tersebut kematian mendadak termasuk kasus forensik walaupun hasil otopsinya
menunjukan kematian diakibatkan oleh misalnya penyakit jantung koroner, perdarahan otak atau
pecahnya berry aneurisma.
Setiap kematian mendadak harus diperlakukan sebagai kematian yang tidak wajar
sebelum dapat dibuktikan bahwa tidak ada bukti yang mendukungnya. Maka dari itu, diperlukan
pemeriksaan pada kasus kematian mendadak dengan beberapa alasan diantaranya menentukan
adakah peran tindak kejahatan, klaim asuransi, menentukan apakah kematian tersebut akibat
penyakit, akibat industry atau merupakan kecelakaan belaka, apakah factor keracunan,
mendeteksi epidemiologi penyakit. Adapun dilakukannya autopsy tidak lain adalah untuk
mengetahui dan menjelakan sebab kematian dan untuk kepentingan umum, melindungi yang
dapat terhindar dari penyebab kematian yang sama.
Penentuan sebab kematian menjadi penting terkait dengan kepentingan hukum,
perubahan status almarhum dan keluarganya, serta hak dan kewajiban yang timbul dari
meninggalnya orang tersebut. Autopsi sebagai suatu jalan penentuan sebab kematian merupakan
pilihan saat berhadapan dengan suatu kasus kematian mendadak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sudden Death
Definisi kematian mendadak menurut WHO, yaitu kematian dalam waktu 24 jam sejak
gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan
menit atau bahkan detik sejak gejala timbul. Kematian mendadak tidak selalu tidak terduga, dan
kematian yang tak terduga tidak selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya terjadi
bersamaan pada satu kasus.1,2,4
Pengertian mati mendadak sebenarnya berasal dari sudden unexpected natural death yang
didalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu natural (alamiah, wajar). Terminologi kematian
mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara
mendadak, mensinonimkan kematian mendadak dengan terminologi “sudden natural unexpected
death”(Hakim, 2010). Sedangkan menurut Baradero (2008), mati mendadak mengandung
pengertian kematian yang tidak terduga, dalam kurun waktu kurang dari 1 jam atau dalam waktu
24 jam. Sering mati mendadak terjadi dalam beberapa menit, sehingga tidak ada yang
menyaksikan atau tidak sempat mendapat pertolongan sama sekali. 4
2.1.2 Epidemiologi
Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan. Penyakit pada jantung dan pembuluh darah menduduki urutan pertama dalam
penyebab kematian mendadak dan juga memiliki kecenderungan yang serupa yaitu lebih sering
menyerang laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 7:1 sebelum menopause dan
menjadi 1:1 setelah perempuan menopause. Tahun 1997 -2003 di Jepang dilakukan penelitian
pada 1446 kematian pada kecelakaan lalu lintas dan dari autopsi pada korban kecelakaan lalu
lintas di Dokkyo University dikonfirmasikan bahwa 130 kasus dari 1446 kasus tadi penyebab
kematiannya digolongkan dalam kematian mendadak, bukan karena trauma akibat kecelakaan
lalu lintas. Di Indonesia seperti yang dilaporkan badan Litbang Departemen Kesehatan RI,
persentase kematian akibat penyakit ini meningkat dari 5,9% (1975) menjadi 9,1% (1981), 16,0
(1986), dan 19,0% (1995). 1,3,4
2.1.3. Etiologi Sudden Death
1. Natural Unexpected Death
Pengertian mati mendadak sebenarnya berasal dari sudden unexpected natural death yang
didalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu natural (alamiah, wajar). Terminologi kematian
mendadak dibatasi pada suatu kematian alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara
mendadak, mensinonimkan kematian mendadak dengan terminologi “sudden natural unexpected
death”4. Sedangkan menurut Baradero, mati mendadak mengandung pengertian kematian yang
tidak terduga, dalam kurun waktu kurang dari satu jam atau dalam waktu dua puluh empat jam.
Sering mati mendadak terjadi dalam beberapa menit, sehingga tidak ada yang menyaksikan atau
tidak sempat mendapat pertolongan sama sekali.
Simpson dalam bukunya “Forensic Medicine” menulis dua alternatif definisi, yaitu:
1. Sudden death adalah kematian yang tidak terduga, non traumatis, non self inflicted
fatality, yang terjadi dalam 24 jam sejak onset gejala.
2. Definisi yang lebih tegas adalah kematian yang terjadi dalam satu jam sejak timbulnya
gejala.
Definisi dari mati mendadak adalah kematian terjadi tanpa diperkirakan sebelumnya,
tanpa gejala yang nyata sebelumnya atau gejalanya hanya dalam waktu yang singkat (menit atau
jam), nontraumatis, tidak mengandung unsur kesengajaan. Definisi Simpson tersebut
menyebutkan suatu keadaan yang tidak diperkirakan sebelumnya (unexpectedly). Suatu kematian
yang tidak diperkirakan sebelumnya, tentu tidak akan menjadi masalah dan tidak menimbulkan
kecurigaan, karena sudah diketahui akan menyebabkan kematian yang cepat. Misalnya, orang
yang dihukum gantung atau orang yang sedang dalam keadaan sakaratul maut (terminal stage).
Simpson juga menyebutkan adanya syarat bahwa gejala yang ada sebelumnya tidak nyata atau
gejala yang ada hanya dalam waktu pendek.2
Dari uraian tersebut maka mati mendadak mengandung pengertian kematian yang tidak
terduga, tidak ada unsur trauma dan keracunan, tidak ada tindakan yang dilakukan sendiri yang
dapat menyebabkan kematian dan kematian tersebut disebabkan oleh penyakit dengan gejala
yang tidak jelas atau gejalanya muncul dalam waktu yang mendadak kemudian korban mati.
Penyebab mati mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh, yaitu sistem
susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan, sistem gastrointestinal, sistem
haemopoietik dan sistem endokrin. Dari sistem-sistem tersebut, yang paling banyak menjadi
penyebab kematian adalah sistem kardiovaskular, dalam hal ini penyakit jantung.
2.1.4 Trauma dan Keracunan
Secara garis besar penyebab kematian mendadak, yaitu karena trauma, keracunan dan
penyakit. Insiden kematian mendadak akibat trauma dan keracunan lebih kurang sekitar 25-30%,
sementara penyakit merupakan penyebab tersering dari terjadinya kematian mendadak dengan
persentase mencapai 60-70%. Kematian mendadak terbanyak akibat dari penyakit pada sistem
jantung dan pembuluh darah.1,2,3
Berikut ini penyebab kematian mendadak secara garis besar, yaitu:
1. Trauma
Menurut dr.Roslan Yusni Hasan, Sp.BS, trauma pada otak dan leher dapat
menjadi kombinasi penyebab kematian yang fatal. Hal ini terjadi ketika terjadinya
benturan pada bagian kepala yang kemudian dibarengi leher yang tertolak ke belakang.
Akibatnya, tulang leher patah dan patahnya tulang ini dapat memicu kematian dalam
waktu singkat akibat tertutupnya jalan nafas. Tubuh seketika bisa kehilangan suplai
oksigen, akibatnya sel-sel mengalami kematian mendadak. Akan tetapi, trauma otak
ternyata sebenarnya tidak selalu menyebabkan kematian dalam waktu singkat, paling
tidak diperlukan waktu 1-2 jam sebelum terjadinya kematian.1,5,6
Trauma lain yang bisa menyebabkan kematian mendadak adalah cedera tulang
dada (thorax) dan panggul (pelvis). Cedera tulang dada dapat menyebabkan terjadinya
tamponade jantung atau suatu kondisi di mana jantung tertekan akibat benturan pada
dada. Hal ini menyebabkan darah menggenang di sekitar jantung di dalam tulang dada.
Sedangkan cedera pada tulang panggul menyebabkan tubuh mengalami kehilangan darah
dalam jumlah banyak.1,3,4
Salah satu masalah yang paling sulit dalam kedokteran forensik adalah jika
kematian terjadi pada seseorang yang mengalami kekerasan namun menderita juga
sedang penyakit atau dimana penyakit telah meningkatkan kerusakan setelah terjadinya
kekerasan. Pada keadaan seperti ini kontribusi penyakit dan kekerasan sebagai sebab
kematian dapat menjadi masalah medikolegal. Pada prakteknya, situasi yang paling
sering menyebabkan keadaan seperti ini adalah penyakit koroner, emboli pulmoner dan
perdarahan subarachnoid.7
2. Keracunan4,8
a. Definisi
Racun ialah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang
dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan berupa sakit atau kematian.
Intoksikasi merupakan suatu keadaaan dimana fungsi tubuh menjadi tidak normal
yang disebabakan oleh sesuatu jenis racun atau bahan toksik lain.
b. Jenis – jenis racun
Berdasarkan sumber racun dapat digolongkan menjadi:
Racun yang berasal dari tumbuh – tumbuhan yaitu opium, kokain, kurare,
aflatoksin
Racun yang berasal dari hewan seperti bisa atau toksin ular, laba-laba dan hewan
lauta
Racun yang berasal dari mineral seperti arsen, timah hitam dan lain-lain
Racun yang berasal dari sintetik seperti heroin
Berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi:
Racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas – gas yang terdapat di alam
Racun yang terdapat dirumah tangga, misalanya detergen, insektisida, pembersih
(cleaners)
Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida, herbisida dan
pestisida
Racun yang digunakan dalam industry dan laboratorium, misalnya asap dan basa
kuat, logam berat
Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya sianida dalam singkong,
botulinium (racun ikan), bahan pengawet, zat adiktif
Racun dalam bentuk obat, misalnya hipnotik, sedative
c. Cara kerja atau efek yang ditimbulkan
Lokal : pada tempat kontak akan timbul beberapa reaksi, misalnya perangsangan,
peradangan atau korosif. Contoh korosif : asam dan basa kuat
Sistemik : mempunyai afinitas terhadap salah satu system, misalnya barbiturate,
alcohol, morfin, mempunyai afinitas kuat terhadap SSP. Digitalis dan oksalat
terhadap jantung. CO terhadap darah.
Lokal dan sistemik : asam karbol menyebabkan erosi lambung, sedangkan
sebagian yang diabsorpsi akan menimbulkan depresi SSP
d. Faktor yang mempengaruhi keracunan
Cara masuk : mulai dari yang paling cepat sampai paling lambat berturut-turut
adalah inhalasi, intravena, intramuskuler, intraperitoneal, subkutan, peroral, kulit.
Umur : orang tua dan anak-anak lebih rentan
Kondisi tubuh : lebih rentan pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah
seperi pada orang dengan gizi kurang atau buruk, orang dengan penyakit ginjal
Kebiasaan : penting pada kasus keracunan alcohol dan morfin sebab terjadi
toleransi
Alergi : misal vitamin E, penicillin, streptomisin, dan prokain
Faktor racun sendiri : yaitu takaran, konsentrasi, bentuk dan kondisi fisik
lambung, struktur kimia, sinergisme dan adisi.
Waktu pemberian : sebelum atau sesudah makan. Pada racun peroral jika
diberikan sebelum makan absorpsi akan lebih baik dan efek lebih cepat.
e. Kriteria Diagnosis
1. Adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun penyebab
2. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada barang bukti jika
sisanya masih ada
3. Dapat ditemukan racun atau sisa dalam tubuh/ cairan tubuh korban, jika racun
menjalar secara sistemik
4. Kelainan pada tubuh korban, makroskopik maupun mikroskopik sesuai dengan
racun penyebab
5. Riwayan penyakit, bahwa korban tersebut benar-benar kontak dengan racun
Butir 3 dan 4 mutlak perlu
Yang perlu diperhatikan untuk korban keracunan :
Keterangan tentang racun apa kira-kira yang menjadi penyebabnya
Harus sedikit sekali menggunakan air
Jangan menggunakan desinfektan
f. Pemeriksaan toksikologik.
Pemeriksaan toksikologik harus dilakukan pada :
Bila pada pemeriksaan setempat terdapat kecurigaan terhadap keracunan.
Bila pada otopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan
dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak biasa (cherry red pada CO,
merah terah pada sianida, kecoklatan pada nitrit, nitrat, anilin, fenasitin dan kina);
loka bekas suntikan sepanjang vena, keluarnya buih dari mulut dan hidung
(keracunan morfin), bau amandel (keracunan sianida), bau kutu busuk (keracunan
malation).
Bila pada otopsi tidak ditemukan penyebab kematian.
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan
pemeriksaan penting yaitu :
Pemeriksaan ditempat kejadian (TKP)
Otopsi lengkap
Analisis toksikologik
2.1.5 Aspek Medikolegal
1. ASPEK MEDIKOLEGAL NATURAL SUDDEN DEATH
Pada tindak pidana pembunuhan, pelaku biasanya akan melakukan suatu tindakan/usaha
agar tindak kejahatan yang dilakukanya tidak diketahui baik oleh keluarga, masyarakat dan yang
pasti adalah pihak penyiidik (polisi) , salah satu modus operandus yang bisa dilakukan adalah
dengan cara membawa jenazah tersebut ke rumah sakit dengan alasan kecelakaan atau meninggal
di perjalanan ketika menuju kerumah sakit (Death On Arrival) dimana sebelumnya almarhum
mengalami serangan suatu penyakit ( natural sudden death).
Pada kondisi diatas, dokter sebagai seorang profesional yang mempunyai kewenangan untuk
memberikan surat keterangan kematian harus bersikap sangat hati-hati dalam mengeluarkan dan
menandatangani surat kematian pada kasus kematian mendadak (sudden death) karena
dikhawatirkan kematian tersebut setelah diselidiki oleh pihak penyidik merupakan kematian
yang terjadi akibat suatu tindak pidana. Kesalahan prosedur atau kecerobohan yang dokter
lakukan dapat mengakibatkan dokter yang membuat dan menandatangani surat kematian tersebut
dapat terkena sangsi hukuman pidana. Ada beberapa prinsip secara garis besar harus diketahui
oleh dokter berhubungan dengan kematian mendadak akibat penyakit yaitu:
1. Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-tanda kekerasan yang
signifikan dan dapat diprediksi dapat menyebabkan kematian ?
2. Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang mengarah pada
keracunan ?
3. Apakah almarhum merupakan pasien (Contoh: Penyakit jantung koroner) yang rutin
datang berobat ke tempat praktek atau poliklinik di rumah sakit ?
4. Apakah almarhum mempunyai penyakit kronis tetapi bukan merupakan penyakit
tersering penyebab natural sudden death ?
Adanya kecurigaan atau kecenderungan pada kematian yang tidak wajar berdasarkan kriteria
tersebut, maka dokter yang bersangkutan harus melaporkan kematian tersebut kepada penyidik
(polisi) dan tidak mengeluarkan surat kematian.
2. AUTOPSI PADA KASUS KEMATIAN MENDADAK
Terdapat empat tahapan dalam menentukan sebab kematian mendadak:
a. Melakukan anamnesis terhadap riwayat dan tempat kejadian
b. Melakukan autopsy
Autopsi terdiri dari Pemeriksaan Luar dan Pemeriksaan Dalam:
1. Pemeriksaan Luar
a. Label Mayat
b. Tutup Mayat
c. Bungkus Mayat
d. Pakaian
e. Perhiasan
f. Benda Disamping Mayat
g. Tanda Kematian: Lebam mayat, kaku mayat, suhu tubuh mayat, pembusukan dan
lain-lain
h. Identifikasi umum
i. Identifikasi kusus
j. Pemeriksaan rambut
k. Pemeriksaan Mata
l. Pemeriksaan Daun Telinga dan Hidung
m. Pemeriksaan Terhadap mulut dan rongga mulut
n. Pemeriksaan alat kelamin dan Lubang Pelepasan
o. Pemeriksaan tanda-tanda Kekerasan dan Luka
p. Pemeriksaan terhadap patah tulang
2. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan organ/ alat tubuh biasanya dimulai dari lidah oesofagus, trachea dan
seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir.
1. Lidah
Pada lidah, perhatikan permukaan lidah, adakah kelainan bekas gigitan, baik yang
baru maupun yang lama. Bekas gigitan yang berulang dapat ditemukan pada penderita
epilepsy. Bekas gigitan ini dapat pula terlihat pada penampang lidah. Pengirisan lidah
sebaiknya tidak sampai teriris putus, agar setelah selesai autopsy, mayat masih tampak
berlidah utuh.
2. Tonsil
Perhatikan permukaan maupun penampang tonsil, adakah selaput, gambaran infeksi,
nanah dan sebagainya.
3. Kelenjar gondok
Untuk melihat kelenjar gondok dengan baik, otot-otot leher terlebih dahulu
dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang.Dengan pinset bergigi pada tangan
kiri, ujung bawah otot otot leher dijepit dan sedikit diangkat, dengan gunting pada
tangan kanan, otot leher dibebaskan dari bagian posterior.Setelah otot leher ini
terangkat, maka kelenjar gondok akan tampak jelas dan dapat dilepaskan dari
perlekatannya pada rawan gondok dan trachea.
Perhatikan ukuran dan beratnya, periksa apakah permukaannya rata, catat warnanya,
adakah perdarahan berbintik atau resapan darah .lalukan pengirisan di bagian lateral
pada kedua baga kelenjar gondok dan catat perangai penampang kelenjar ini.
4. Kerongkongan (oesophagus)
Oesophagus dibuka dengan jalan menggunting sepanjang dinding belakang.
Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan selaput lender serta kelainan yang
mungkin ditemukan ( misalnya striktura, varices).
5. Batang tenggorok( trachea)
Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang tenggorok, dimulai pada
epiglotis.Perhatikan adakah edema, benda asing, perdarahan dan kelainan lain,
perhatikan pula pita suara dan dan kotak suara. Pembukaan trachea dilakukan dengan
melakurkan pengguntingan dinding belakang (bagian jaringan ikat pada cincin trachea)
sampai mencapai cabang bronchus kanan dan kiri. Perhatikan adanya benda asing, busa,