Top Banner
cakradonya DENTAL JOURNAL Vol.11, No.1, Februari 2019 pISSN 2085.546X eISSN 2622-4720 Diterbitkan Atas Kerjasama Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Dengan Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia
79

cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Oct 01, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

cakradonyaDENTAL JOURNAL Vol.11, No.1, Februari 2019

pISSN 2085.546X eISSN 2622-4720

Diterbitkan Atas KerjasamaFakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala Dengan Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia

Page 2: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

DENTAL JOURNAL

pISSN 2085.546X eISSN 2622-4720Pelindung

Dr. Drg. Cut Soraya, Sp. KGDekan Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah

Penanggung Jawabdrg. Sri Rezeki, Sp. PM

Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Gigi UnsyiahKetua Penyunting

Dr. Drg. Munifah, MARS.Wakil Ketua Penyunting

drg. Rachmi Fanani Hakim, M.SiPenyunting Ahli

Prof. drg. Bambang Irawan, Ph.DProf. Dr. drg. Narlan Sumawinata, Sp. KG

Prof. Boy M. Bachtiar, Ph.DProf. Dr. drg. Eki S. Soemantri, Sp. Ortho

Dr. drg. Rasmi Rikmasri, Sp. Pros (K)Prof. Dr. Coen Pramono, Sp. BM

Prof. Dr. drg. Dewi Nurul, MS, Sp. Periodrg. Gus Permana Subita, Ph.D, Sp. PM

Prof. Dr. drg. Hanna H. B. Iskandar, Sp. RKGProf . Dr. drg. Retno Hayati, Sp. KGAProf. drg. Anton Rahardjo, MKM, Phd

Penyunting Pelaksanadrg. Dewi Saputri, Sp. Perio

drg. Sartikadrg. Citra Feriana Putridrg. Meutia An Najmi

drg. Nurul HusnaDesain Grafis dan IT

Rizkan Harizan, ST

SEKRETARIAT REDAKSI:Cakradonya Dental JournalFakultas Kedokteran GigiUniversitas Syiah KualaDarussalam Banda Aceh

Aceh-Indonesia23211

TELEPHONE/ FAX:0651 7555183

EMAIL:[email protected]

WEBSITE:[email protected]

DENTAL JOURNAL

cakradonya

cakradonya

Page 3: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

From Editor’s Desk

Cakradonya Dental Journal (CDJ) diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi sebagai media

komunikasi ilmiah untuk pemajuan dan perkembangan intelektualitas civitas akademika antar

perguruan tinggi, peneliti dan stakeholder yang mengetengahkan tentang kesehatan gigi dan

mulut serta keilmuan lain yang terkait. CDJ telah terkoneksi dengan Open Journal System (OJS)

Unsyiah sehingga Anda dapat menikmati fasilitas online sekaligus versi paper dari jurnal

pertama FKG Unsyiah ini. Kesemuanya menarik dan memberikan kita informasi terkini yang

berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut dan tubuh secara sistemik.

Sebagaimana sebelumnya, volume 11 no 1 ini senantiasa menyuguhkan tentang penelitian

pengembangan kedokteran gigi dan korelasi ilmu kesehatan integrasi mencakup bidang;

Konservasi, Kesehatan Masyarakat, Biologi Mulut, Ortodonsia, Material Kedokteran Gigi,

Periodonsia dan Bedah Mulut. Semoga informasi yang CDJ ketengahkan pada edisi ini dapat

menambah hasanah pengetahuan Anda.

Thank you for submit your manuscript and considering it for review. We appreciate your

time and look forward to your next publish. We are delighted welcome your precious

manuscript for publication in 2018 second edition.

Salam Sehat,

Dr.drg Munifah Abdat, MARS

Editor In Chief

Page 4: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

pISSN: 2085-546X eISSN: 2622-4720

Cakradonya Dental JournalVolume 11 Februari 2019 Nomor 1

DAFTAR ISI

Daya Hambat Kunyit (Curcuma longa linn) Terhadap PertumbuhanCandida Albicans: Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 1-7Zaki Mubarak, Basri A. Gani, Mutia

Infusum Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi) Terhadap PertumbuhanStreptococcus Mutans....................................................................................................................... 8-12Murniwati, Defriman Djafri, Berlian Kurniawati , Susi, Minarni

Potensi Antimikroba Photo Activated Disinfection Terhadap EnterococcusFaecalis Pada Perawatan Saluran Akar Gigi............................................................................. 13-22Sinta Deviyanti

Efek Antibakteri Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta Indica) TerhadapPertumbuhan Enterococcus Faecalis Secara In-Vitro................................................................ 23-32Cut Soraya, Sunnati, Fenny Wulandari

Efektifitas Pelatihan Penanganan Kedaruratan Trauma Dental DenganMetode Simulasi............................................................................................................................. 33-37Bertha Aulia, Sri Wahyuni, Annisa Indita Riami

Rehabilitasi Rongga Mulut Pada Anak Disabilitas Intelektual OralRehabilitation In Child With Intellectual Disabilitie................................................................. 38-47Ulfa Yasmin, Eriska Riyanti

Gambaran Perlekatan Bakteri Staphylococcus Aureus Pada BerbagaiBenang Bedah (Studi Kasus Pada Tikus Wistar)....................................................................... 48-57Teuku Ahmad Arbi, Putri Rahmi Noviyandri, Novita Vindy Valentina

Perawatan Apeksogenesis Gigi Insisivus Permanen Dengan AkarMasih Terbuka Disertai Pulpa Terbuka Karena Trauma (Laporan kasus)............................ 58-62Maulidar

Studi Kasus: “Frenektomi Sebagai Terapi Pendahuluan Sebelum PerawatanOrtodontik”.................................................................................................................................... 63-66Sulistiawati, Ina Hendiani

Studi Kekasaran Permukaan Antara Resin Akrilik Heat Cured DanTermoplastik Nilon Yang Direndam Dalam Kopi Ulee Kareng (Coffea Robusta)................. 67-73Iin Sundari, Liana Rahmayani, Deliga Serpita

Page 5: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 1-7

1 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

DAYA HAMBAT KUNYIT (Curcuma longa linn) TERHADAP

PERTUMBUHAN Candida albicans

INHIBITION OF TURMERIC (Curcuma longa linn) ON THE GROWTH OF Candida albicans

*Zaki Mubarak, **Basri A. Gani, ***Mutia

*Guru Besar Bagian Biologi Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala**Bagian Biologi Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

***Staf Medis RSUD Zainoel Abidin Banda AcehCorrespondence email to: [email protected]

AbstrakKunyit (Curcuma longa linn) merupakan bahan herbal mengandung senyawa aktif Curcuminoid yangterdiri atas Curcumin, Bisdementhoxycurcumin dan Dementhoxycurcumin yang mempunyai sifat antijamur. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis daya hambat ekstrak kunyit terhadappertumbuhan Candida albicans, in vitro. Uji daya hambat pada penelitian ini menggunakan metodedifusi agar (Kirby-Bauer) dengan nistatin 100µg sebagai kontrol positif dan kertas cakram kosongsebagai kontrol negatif. Data dianalisis dengan menggunakan ANOVA satu arah (One Way Analysisof Varians) dengan taraf kepercayaan 5%, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa ekstrak kunyit dengan pelarut etanol 96% pada konsentrasi 12,5%, 25%, 50%,75% dan 100% dapat menghambat pertumbuhan C.albicans. Diameter zona hambat terbesar terlihatpada konsentrasi ekstrak kunyit 100% yaitu 10,3 mm, dan diameter terkecil terlihat pada konsentrasi12,5% yaitu 6,6 mm. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kunyit dapatmenghambat pertumbuhan C.albicans, dengan demikian berpotensi untuk digunakan sebgai bahanherbal anti-C.albicans. Namun potensi in vivo herbal ini perlu ditetapkan melalui studi lanjut padahewan coba.Kata kunci: Kunyit, Candida albicans, difusi agar

AbstractTurmeric (Curcuma longa linn) is a herbal ingredient containing active compound Curcuminoids thatconsist of Curcumin, Bisdementhoxycurcumin and Dementhoxycurcumin. All ingredients act asantifungal properties. The purpose of this study was to determine the inhibition ability of turmericextracted with 96% ethanol on the growth of Candida albicans. In this study, inhibition tests wasperformed by using agar diffusion method), while nystatin (100 μg) and blank paper discs were usedas a positive and negative control, respectively. Data were analyzed using one-way ANOVA (OneWay Analysis of Variance) with confidence level of 5%, followed by the Duncan test. The resultsshowed that the extracted turmeric has the potency to inhibit the growth of C. albicans at eitherconcentration used (12.5%, 25%, 50%, 75% and 100%). Our data showed that the higher theconcentration used, the largest diameter zone was found . In conclusion, this study shows that theextract of turmeric has the potency to inhibit the growth of C. albicans at various concentrationstested.Key words: Turmeric, Candida albicans, Agar diffusion

Page 6: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 1-7

2 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

PENDAHULUANKandidiasis oral adalah salah satu infeksi

oleh jamur patogen oportunistik, Candidaalbicans, di dalam rongga mulut.. Kandidiasisoral menyebabkan ketidaknyamanan padarongga mulut, disfagia, dan gangguan sensasirasa. Pada pasien imunokompromis, infeksijamur ini dapat menyebar melalui aliran darahdan saluran pencernaan. Pada penderitakandidiasis oral, infeksi jamur yang mencapaiesofagus dapat mengakibatkan kekurangannutrisi.1

Beberapa obat anti jamur yang telahdiketahui efektifitasnya terhadap kasuskandidiasis oral, diantaranya adalahamphotericin B, nistatin, flukonazol,mikonazol, dan ketokonazol.2 Akan tetapi,munculnya strain jamur candida yang resistenterhadap obat anti jamur tsb dilaporkanmeningkat.2 Dengan demikian, perlu dilakukanstudi mengenai pemanfaatan bahan herbalsebagai obat alternatif anti-C.albicans.

Menurut WHO (2001), tanaman obatdidefinisikan sebagai bahan herbal yangdiproduksi oleh tanaman melalui proses biologifisik dan lainnya yang akan diproduksi untukdikonsumsi langsung atau sebagai dasarpengobatan herbal.3 Berdasarkan kriteria ini,maka kunyit sebagai bahan herbal seringdigunakan sebagai obat untuk berbagaipenyakit, seperti gangguan empedu, batuk,gangguan hati, luka, rematik, dan sinusitis.Berdasarkan studi literature, antara lain ygdilakukan oleh Ishita4, kunyit telah terbuktiaman karena pada dosis yang sangat tinggidapat ditoleransi dengan baik oleh system imuntubuh manusia. dan. Kunyit mengandungCurcuminoid dan komposisi utamaCurcuminoid adalah Curcumin(Diferuloylmethane) dengan jumlah sekitar90%. Selain itu terdapat Demetoxycurcumindan Bisdemethoxycurcumin. namun Curcuminmerupakan komponen bioaktif pada kunyityang yang bersifat anti- jamur dan bakteri,anti- inflamasi, anti-oksidan, anti-kanker, , antiprotozoa, dan anti virus.5, 10,11,12,13

Sebagai anti-jamur, Curcumin, Deme-thoxycurcumin dan Bisdementhoxycurcumintermasuk golongan senyawa fenol yang dapatmenghambat pertumbuhan C. albicans dengancara merusak membran sel dan denaturasiprotein.6,7 Denaturasi protein mengakibatkanrusaknya susunan dan perubahan mekanismepermeabilitas dari mikrosom, lisosom dan

dinding sel.6 Artinya, , senyawa fenol padakunyi dapat menghambat sintesis proteinpembentuk dinding sel.8 Selain itu, menurutMartin dkk (2008), bahan herbal kunyit efektifdalam menghambat adhesi C. albicans pada selepitel mukosa bukal, hamper 2,5 kali lipatlebih baik dibandingkan dengan flukonazol.9

Dengan demikian dapatlah dikatakanbahwa kunyit sebagai bahan alami yang mudahdidapatkan, dan sering digunakan sebagaibahan herbal oleh masyarakat di Indonesia.Akan tetapi, sifat anti-jamur, khususnya potensihambat kunyit terhadap pertumbuhanC.albicans, belum sepenuhnya difahami.Tujuan penelitian ini adalah untukmengevaluasi potensi hambat ekstrak kunyitterhadap pertumbuhan C. albicans, in vitro.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini dilakukan di Laboratorium

Kimia Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam (FMIPA) dan LaboratoriumMikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan(FKH) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

C.Albicans yang digunakan dalampenelitian ini adalah ATCC 10231. Bahanherbal kunyit diperoleh dari daerah Lambaro,Aceh Besar sebanyak 2 kg, Eetanol 96%,Saboraud Dextrose Agar, aquades, larutanstandar Mc Farland 0,5 gram iodine, gentianviolet, kertas cakram 6 mm, kertas cakramnistatin, safranin, minyak emersi, dan larutanpepton.

Preparasi kunyit dilakukan sbb.,Sebanyak 2 kg kunyit, dicuci bersih, dikupas,dan setelah dipotong-potong dikeringkandengan cara diangin-anginkan di tempat yangtidak terkena sinar matahari langsung.10 Kunyityang telah dikeringkan selanjutnya dihaluskandengan menggunakan blender hinggadidapatkan bentuk serbuk.3 Setelah itu, serbukkunyit ditimbang dan dimasukkan ke dalambotol steril lalu dimaserasi denganmenggunakan pelarut etanol (96%) selama 3hari, lalu diaduk sampai homogen.3,14,15

Selanjutnya, larutan tsb disaringnnhinggadidapatkan filtrat dan residu. Hasil filtratdiuapkan natau dipanaskan pada suhu 400Cdengan menggunakan rotary vacuumevaporator shingga menghasilkan ekstrakdengan konsentrasi 100%.15,16 Dari konsentrasiawal ini dilakukan pengenceran sehinggadidapatkan ekstrak kunyit 75%, 50%, 25%, dan12,5%, yang akan digunakan pada uji potensi

Page 7: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 1-7

3 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

hambat pertumbuhan C.albicans. 17,18

Kemudian dilakukan uji daya hambatpertumbuhan C.albicans. C. albicans dari stokgliserol (-80oC) dibiakkan pada cawan petristeril yang berisi media SDA, dan diinkubasisecara aerob pada suhu 370C, selama 48 jam.3,19

C. albicans yang tumbuh pada permukaanmedium agar, diambil (1-2 koloni), dandimasukkan ke dalam tabung berisi pepton (10ml) sampai kekeruhan medium yang terlihatsesuai dengan larutan standar Mc Farland 0,5yang setara dengan 1,5×106 CFU/ml.19

Uji daya hambat dilakukan denganmeletakan cakram steril yang telah direndamdengan ekstrak kunyit, (dengan berbagaikonsentrasi).3,20 pada permukaan agarmengandung bakteri. Cakram mangandungNistatin dan kertas cakram kosong, masing-masing digunakan sebagai kontrol positif dannegatif.21,22 Setelah itu bakteri pada SDAtersebut diinkubasi pada suhu 370C, secaraaerob.3,14,23 Setelah 24 jam, diakukanpengamatan (observasi) terhadap zona beningyang terbentuk di sekitar cakram, aJangkasorong digunakan untuk menetapkan potensihambat, berdasarkan ukuran diameter zonabeningdan tinggi, lalu dibagi dua. Hasil yangdiperoleh diklasifikasikan berdasarkanklasifikasi respon hambat (Tabel 1).24 Uji dayahambat ini dilakukan pengulangan sebanyak 3kali.3,23

Tabel 1. Klasifikasi Respon Hambat24

Diameter ZonaTerang (mm)

Respon HambatPertumbuhan

21-30 mm Kuat11-20 mm Sedang1-10 mm Lemah

0 mm Tidak ada

Data yang diperoleh dianalisis denganmenggunakan uji Analisis Varian (ANAVA)satu arah piranti lunak SPSS dan dilanjutkandengan uji Duncan. untuk membandingkanhasil yang diperoleh dari tiap-tiap perlakuan.3,23

Nilai p<0.05 ditetapkan sebagai kemaknaanhasil uji statistik.

HASILMorfologi koloni jamur yang tumbuh

pada media Saboraud Dextrose Agar (SDA)dengan metode gores (Streak Plate) Tmempelihatkan koloni yang halus dan licin,bewarna putih kekuningan, berbau ragi (tape)

serta berbentuk bulat dengan permukaan agakcembung.

Gambar 1 Morfologi koloni C. albicans

Hasil pewarnaan Gram menunjukkanbahwa jamur yang tumbuh pada media SDAtersebut merupakan genus Candida. Hal initerlihat adanya bentuk ragi, pseudohifa dan hifayang jelas pada mikroskop.

Gambar 2. Hasil Pewarnaan Gram C. albicans

Gambar 3. Gambar 3. Hasil Uji Pengaruh Hambat Kunyit( Konsentrasi 12,5%, 25%, 50%, 75% dan 100%.) yangDiekstraksi dengan Pelarut Etanol 96% terhadapPertumbuhan C. albicans.

Hasil uji pengaruh ekstrak kunyit denganmenggunakan pelarut etanol 96% dapatmenghambat pertumbuhan C.albicans padakonsentrasi 12,5%, 25%, 50 %, 75 %, 100 %berdasarkan klasifikasi respon hambat. Hal iniditandai dengan adanya zona hambat (zonaterang). Pada Gambar 3 menunjukan dayahambat (Zona terang) yang terbentuk pada

Page 8: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 1-7

4 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

konsentrasi 12,5% hingga 100%, termasukkontrol positif kertas cakram nistatin 100 µg.

Tabel 2. Data Hasil Daya Hambat EkstrakKunyit terhadap pertumbuhan C. albicans.

KonsentrasiUlanga

n IUlanga

n IIUlanga

n III

Rata-rataDiameter

ZonaHambat

Kontrol Negatif 0 mm 0 mm 0 mm 0 mm

Konsentrasi12,5 %

7 mm 6 mm 7 mm6,6 mm

Konsentrasi 25%

8 mm 7 mm 8 mm7,6 mm

Konsentrasi 50%

9 mm 9 mm 8 mm8,6 mm

Konsentrasi 75%

10mm

9 mm 9 mm9,3 mm

Konsentrasi100 %

11mm

10mm

10mm

10,3 mm

Nistatin20

mm19

mm20

mm19,6 mm

0102030

0%12

.50% 25

%50

%75

%10

0%ni

stat

in

Zona hambat

Zona hambat

Gambar 4. Diagram Rata-rata Diameter DayaHambat C. albicans Setelah Diuji denganKunyit yang Diekstraksi dengan Etanol 96%

Data dari Tabel 2 dan diagrammenunjukan rata-rata diameter zona hambatterbesar terdapat pada konsentrasi 100%dengan daya hambatnya sebesar 10,3 mm.konsentrasi hambat minimal terjadi padakonsentrasi 12,5% dengan daya hambat sebesar6,6 mm. kontrol positif (nistatin) menunjukkandaya hambat sebesar 19,6 mm dan kontrolnegatif tidak menunjukkan adanya dayahambat.

Berdasarkan hasil analisis denganmenggunakan SPSS 16TM, uji homogenitasmemiliki nilai P>0,05 yang menyatakan H0

diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwasemua varians tersebut homogen. Selanjutnya

dilakukan uji ANOVA satu arah (one wayAnova) dengan tingkat signifikan 5%. Hasilanalisis menunjukan bahwa P<0,05 yangmenyatakan bahwa H0 ditolak, sehingga dapatdisimpulkan bahwa ekstrak kunyit (Curcumalonga linn) dapat menghambat pertumbuhanC.albicans. Selain itu, Tabel ANOVAmenunjukan bahwa nilai Fhitung sebesar 18,300lebih besar daripada Ftabel yang bernilai 3,48sehingga hipotesis diterima, artinya adaperbedaan rata-rata daya hambat C.albicanspada setiap konsentrasi. Selanjutnya, untukmengetahui konsentrasi-konsentrasi yangberbeda dan berbeda bermakna dilakukan ujiDuncan.

Tabel 3. Hasil Uji Duncan Rata-rata Daya HambatKunyit yang Diekstraksi dengan Etanol 96%terhadap Pertumbuhan C. albicans

Konsentrasi EkstrakKunyit (%)

Rata-rata DiameterZona Hambat (mm)

12,5 6,6A

25 7,6AB

50 8,6BC

75 9,3CD

100 10,3D

Keterangan: Rata-rata diameter zona terang yangdidampingi oleh huruf-huruf besar yang samamenunjukan tidak berbeda bermakna pada tarafkepercayaan 5% dengan metode uji Duncan.

Hasil uji Duncan menunjukan bahwakonsentrasi yang berbeda adalah konsentrasi0%, 12,5%, 25%, 50%, 75%, 100%.

PEMBAHASANDaya hambat yang dihasilkan oleh kunyit

terhadap pertumbuhan C. albicans padapenelitian ini karena komponen aktif ekstrakkunyit yaitu Curcuminoid yang terdiri dariCurcumin, Bisdementhoxycurcumin, danDementhoxycurcumin. Curcumin merupakansenyawa fenol yang mempunyai sifat antijamur. Mekanisme Curcumin sebagai antijamur adalah dengan cara merusak dinding seldan denaturasi protein sel sehingga sel menjadilisis. 6,7,8 Senyawa fenol ini juga menghambatbeberapa enzim yang berperan dalamperubahan sifat C.albicans., dari komensalmenjadi pathogen.25

Pada uji pengaruh ekstrak kunyit denganmetode maserasi dengan etanol 96% terhadapC.albicans terlihat adanya zona hambat yang

Page 9: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 1-7

5 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

terbentuk disekitar cakram. Hal inimenunjukkan bahwa ekstrak kunyitmenggunakan pelarut etanol 96% dapatmenghambat pertumbuhan C.albicans.

Tabel 4 Klasifikasi Respon HambatPertumbuhan C.albicans

KonsentrasiEkstrak Kunyit

(%)

Rata-rataDiameter Zona

Hambat

KlasifikasiZona

Hambat0 % 0 mm -

12,5% 6,6 mm +25% 7,6 mm +50% 8,6 mm +75% 9,3 mm +100% 10,3 mm +

Ket: zona hambat: (-) = tidak ada daya hambat,(+) = lemah, (++) = sedang

Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa ekstrakkunyit dapat menghambat pertumbuhan C.albicans dalam berbagai konsentrasi.Konsentrasi hambat minimum atau konsentrasiterendah yang dapat menghambat pertumbuhanC.albicans terjadi pada konsentrasi 12,5%dengan diameter zona hambat sebesar 6,6 mm.Sementara itu, konsentrasi maksimum yangmerupakan konsentrasi tertinggi yang dapatmenghambat pertumbuhan C. albicans terjadipada konsentrasi 100% dengan diameter zonahambat sebesar 10,3 mm. Berdasarkanklasifikasi respon hambat menurut Khaifagimenunjukkan daya hambat ekstrak kunyitterhadap pertumbuhan C.albicans termasukdalam kategori daya hambat lemah.26 Hal inidisebabkan pada tahap suspensi mengunakanMc Farland 0,5 untuk membandingkankekeruhan yang hanya diamati secara visualtidak memakai alat spektofotometri sehinggamengurangi keakuratan kekeruhan suspensi.

Kontrol negatif dalam penelitian inimenggunakan kertas cakram kosong yang tidakmenunjukkan adanya zona hambat. Penggunaancakram nistatin 100 unit menghasilkan rata-rata zona hambat sebesar 19,6 mm.Berdasarkan National Committee for ClinicalLabolatory Standards (NCCLS) zona hambatkertas cakram nistatin termasuk kategorisensitif. 27

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasilpenelitian yang dilaporkan oleh Greenwood(cit: Pratama, M.R.), bahwa semakin tinggikonsentrasi bahan herbal tersebut maka daya

hambat (zona terang) terhadap pertumbuhanC.albicans semakin besar.23

Tabel 5. Klasifikasi Sensitivitas Nistatin denganMetode Difusi Cakram Menurut NCCLS

Diameter zona hambat dalam mmSensitive Intermediate Resisten

Nistatin100 u

≥10 - ≤10

Peningkatan konsentrasi ekstrak kunyitmemungkinkan semakin tinggi intensitassenyawa antimikroba yang berdifusi ke dalammedia agar, sehingga zona hambat yangterbentuk tampak semakin besar. Saat cakramberkontak dengan permukaan agar yang telahdirendam dalam zat antimikroba, lalu airdiserap ke dalam kertas cakram dan zatantimikroba berdifusi ke sekitar medium.Ekstrak dari zat antimikroba yang keluar daricakram lebih besar dari difusi cairan yangberasal dari luar ke dalam cakram sehinggakonsentrasi zat yang berada di sekitar cakramlebih tinggi dibandingkan konsentrasi di dalamcakram.28

Kunyit mempunyai sifat anti-mikroba,yaitu sebagai anti bakteri dan anti jamur.Berdasarkan penelitian Norajit K. danLaohankunjit N. pada tahun 2007memperlihatkan bahwa ekstrak kunyit yangdiekstaksi dengan menggunakan etanol, dapatmenghambat pertumbuhan bakteri S. aureusdan B.cereus.10Hasil penelitian yang dilakukanoleh A.J. Sunilson dan R. Suraj15

memperlihatkan, bahwa ekstrak kunyit padakonsentrasi 100% dengan memakai pelarutmetanol menunjukkan zona hambat terhadappertumbuhan C.albicans. Penelitian yang samajuga dilakukan oleh Mousumi Sinha danM.duta Choudhury dan menunjukan bahwaekstrak kunyit 100% dengan pelarut metanoldapat menghambat pertumbuhan C.albicans.20

Berdasarkan penelitian Shagufta dkk.pada tahun 2010 di Pakistan diketahui kunyitmemiliki daya hambat terhadap bakteri yangberbeda-beda, namun potensi hambat inidipengaruhi oleh varietas dari kunyit yangdigunakan. Kunyit yang berasal dari varietasKasur memperlihatkan daya hambat terbaik(diameter zona hambat;20,6 mm), diikuti olehvarietas Faisalabad (zona hambat sebesar 12,2mm) dan varietas Bannu (zona hambat sebesar7 mm).29 Hasil penelitian menjelaskan bahwa

Page 10: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 1-7

6 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

kuanatitas zat aktif yang terdapat pada kunyitdipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan,seperti tanah, nutrisi dan iklim.30

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil penelitian ini, maka

dapat disimpulkan bahwa ekstrak kunyit dapatmenghambat pertumbuhan C.albicans padaberbagai konsentrasi uji yang ditetapkan dalameksperimen.

Diharapkan pada penelitian selanjutnyadapat dilakukan identifikasi lebih spesifikterhadap jumlah zat aktif yang mempunyai sifatanti jamur yang terkandung pada kunyit. Selainitu, juga diharapkan dapat dilakukan ujimengenai ekstrak kunyit memberikan efekkerusakan pada sel C. albicans secara strukturdan molekuler.

DAFTAR PUSTAKA1. Akpan A, Morgan R. Oral candidiasis.

Postgrad Medical Journal. 2002.78: 455-459.

2. Al-Attas SA., Amro SO. Candidalcolonization, strain diversity and antifungalsuscepbility among adult diabeticpatient.Pubmed. 2010. 101-108.

3. Okigbo RN, Anuagasi CL, Amadi JE,Ukpabi UJ. Potential inhibitory effects ofsome African tuberous plant extracts onEschericia coli, Staphlococcus aureus andCandida albicans. International Journal ofIntegrative Biology.2009.91-96.

4. Chattopadhyay Ishita, Biswas K.,Bandyopadhyay U., Banerjee R.K. Turmericand curcumin: biological actions andmedicinal applications. current science.2004.87: 44-46.

5. Nita Chainani-Wu. Safety and anti-inflammatory activity of Curcumin : acomponent of turmeric (Curcuma longa).The Journal of Alternative andComplementary medicine. 2003. 161-168.

6. Jawetz, Melnick, Aldelberg. Mikrobiologikedokteran. Jakarta: EGC. 1995.

7. Anonymous. Kunyit (Curcumalonga linn).Desember 23, 2010.http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com.

8. Lamapaha Yulia F.,Rupilu Novie S. Potensilengkuas (Lenguas galanga) sebagaiantimikroba. Desember 27, 2011. Programstudi pendidikan biologi FKIP-Unpatti.www.scribd.com.

9. Martin C.V.B., da Silva D.L., Neres A.T.M.,Magalhaes T.F.F., Wanatabe G.A., ModoloL.V. dkk. Curcumin as a PromisingAntifungal of Clinical Interest. Journal ofAntimicrobial Chemotherapy. 2009. 63:337-339.

10. Norajit K., Laohakunjit N., KerdchoechuenOrapin. Antibacterial effect of fivezingiberaceae essential oils. Molecules.2007. 12: 2047-2060.

11. Rai Diwakar, Yadaf D., Balzarini J., DeClercq E., and Singh R.K. Design andDevelopment of Curcumin Bioconjugates asAntiviral Agents. Nucleid Acid SymposiumSeries. 2008. 52: 599-600.

12. Saeed Bahjat A, Saor K.Y., Elias Rifa S.,and Al-Masoudi Najim A. Antiviral andQuantitative Structure Activity RelationshipStudy for Dihydropyridones Derived fromCurcumin. American Journal ofImmunology. 2010. 6: 25-28.

13. Anonymous. Curcumin. Januari 28, 2011.www. Healthy dictionary.info/curcumin.

14. Cikrikci Simay. Biological activity ofCurcuminoid isolated from Curcuma longa.Academy of Chemistry of globe publication.2008. 2:19-24.

15. Sunilson J. A. J.In vitro antimicrobialevaluation of zingiber officinale, Curcumalonga and Alpinia galanga extract as naturalfood preservatives. American Journal ofFood Technology. 2009; 4: 192-200.

16. Paryanto Imam, Bambang Srijanto.Ekstraksi kurkuminoid dari temulawak(Curcuma xanthorriza roxb) secaraperkolasi dengan pelarut etanol. Jurnal IlmuKefarmasian Indonesia. 2006; 4: 74-77.

17. Khairan P. Perbandingan efek anti bakterijus apel (pyrus malus) jenis granny smithpada berbagai konsentrasi terhadapStreptococus mutans. UniversitasDiponegoro, Fakultas Kedokteran. 2007.

18. Paramita A.D. Daya hambat ekstrakbelimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)terhadap pertumbuhan Candida albicans.Universitas Airlangga, Fakultas KedokteranGigi. 2007.

19. Bhavan P.S. Culture and identification ofCandida albicans from vaginal ulcer andseparation of enolase on SDS-PAGE.International Journal of Biology. 2010. 2:84-93.

20. Sinha Mousumi, Choudhury M.D.

Page 11: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 1-7

7 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Antimicrobial Activity of some selectedplants from southern assam. AssamUniversity Journal of Science andTechnology. 2010. 6: 58-65.

21. Jagessar R.C., Mars A., Gomes G., SelectiveAntimicrobial properties of Phyllanthusacidus leaf extract against Candida albicans,Escherichia coli and Staphylococcus aureususing Stokes Disc diffusion, Well diffusion,Streak plate and a dilution method. Natureand Science. 2008. 6: 24-38.

22. Mares M.V.R., Burgos J.A.S., CarlosB.H.Antioxidant, Antimicrobial andAntitopoisomerase Screening of theStemBark Extracts of Ardisiacompressa.Pakistan Journal of Nutrition.2010. 9: 307-313.

23. Pratama M.R. Pengaruh Ekstrak KayuSiwak (Salvadora persica) terhadapPertumbuhan Bakteri. Institut TeknologiSepuluh November, Program Studi BiologiFakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam. Januari 2011. http://www.scribd.com.

24. Khaifagi I.K., Dewedar A. The efficiency ofrandom versus etno directed research in theevaluation of Sinai medicinal plants forbioactive compound. Journal ofEthnopharmacology. 2000. 71: 365-367.

25. Marsa, Dini R. Efek antibakteri ekstrak lerakdalam pelarut etanol terhadap enterococcus

faecalis (penelitian in vitro). USU, FakultasKedokteran Gigi. 2011.

26. Khaifagi I.K. and Dewedar A. TheEfficiency of Random Versus Etno DirectedResearch in the Evaluation of SinaiMedicinal plants for Bioactive Compound.Journal of Ethnopharmacology. 2000. 71:365-367.

27.Diogo H.C., Sarpieri A., Melhem M., MarioC.P. Evaluation of The Disk-diffusionMethod to Determine The In Vitro Effifacyof Terbinafine Against Subcutaneous andsuperficial Mycoses Agents. 2010. 324-330.

28.Goldman, Emanuel and Green L.H.Practical Handbook of Microbiology. 2nd

edition. New York: Taylor and FrancisGroup. 2009. 149.

29.Naz Shagufta, Jabeen S., Ilyas S., FarkhandaM., Aslan F., Ali Aamir. Antibacterialactivity of Curcuma longavarieties againstdifferent strains of bacteria. PakistanJournal Botany. 2010. 42: 455-462.

30.Kristina N.N., Noveriza R., Syahid S.F.,Molide Rizal. Peluang peningkatan kadarkurkumin tanaman kunyit dan temulawak.Balai penelitian obat dan aromatik.

Page 12: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 8-12

8 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

EFEKTIVITAS INFUSUM DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi) TERHADAPPERTUMBUHAN Streptococcus mutans

THE EFFECTIVENESS ON INFUSUM Averrhoa bilimbi LEAVES IN INHIBITING THE GROWTHOF Streptococcus mutans

Murniwati*, Defriman Djafri**, Berlian Kurniawati *, Susi*, Minarni***

*Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas**Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas

***Poltes Kemenkes PadangCorrespondence email to: [email protected]

AbstrakDaun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) bersifat antibakteri karena mengandung zat flavonoid, tanin,saponin dan alkaloid yang berpotensi digunakan sebagai biomaterial penghambat pertumbuhanStreptococcus mutans. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan efektifitas daun belimbing wuluhterhadap pertumbuhan Streptococcus mutans, dengan cara membandingkan berbagai konsentrasi infusumdaun ini (25%, 50%, 75% dan 100%). Penelitian eksperimental ini dilakukan secara in vitro meggunakan6 cakram mengandung infusum yang direndam dan ditanamkan pada media agar darah yang ditumbuhiS. mutans. S. mutans yang ditumbuhkan pada medium mengandung etanol 70% dan pada mediummengandung aquades, masing-masing digunakan sebagai kontrol (+) dan kontrol (-). Hasil penelitianmenunjukkan rata-rata zona hambat infusum daun belimbing wuluh pada konsentrasi 100% adalah 11,46mm dan pada konsentrasi 5% adalah 7,43 mm. Pada Kelompok perlakuan dengan konsentrasi infusum50% dan 25% tidak teramati adanya zona hambat. Uji Kruskal wallis menunjukkan terdapat perbedaanyang bermakna (p=0.001) antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Infusum daun belimbingwuluh efektif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans, dan efektifitas ini tergatung padapeningkatan konsentrasi uji. Konsentrasi 100% adalah konsentrasi yang paling efektif dalam menghambatpertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Diperlukan penelitian lanjut khususnya eksperimen in vivomenggunakan hewan coba untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini.Kata kunci: Daun belimbing wuluh , Streptococcus mutans

AbstractAverrhoa bilimbi is an antibacterial because contained flavonoid, tanin, saponin and alkaloid can be usedin inhibiting the growth of Streptococcus mutans. The purpose of this research was to examine theeffectiveness on infusum Averrhoa bilimbi leaves in inhibiting the growth of Streptococcus mutans atconcentrations 25%, 50%, 75% and 100%. This research was experimental research using 6 samples ofeach disc that soaked and planted in Blood agar medium that contain Streptococcus mutans. This researchused at concentration 25%, 50%,75% and 100% of infusum, plus 70% ethanol as a control positive andaqudes as a control negative. The result showed that an average inhibition zone of infusum Averrhoabilimbi leaves at concentration 100% was 11,46 mm and 75% was 7,43 mm. Test groups withconcentrations of 50% and 25% were no inhibition zone. Kruskal wallis test analysis showed significantlydifference with p was 0.001 (p <0.05) between the mean of rank inhibition zone of each disc. Infusum ofAverrhoa bilimbi leaves at concentration 100% and 75% are effective to inhibit the growth ofStreptococcus mutans. Concentration of 100% is the highest that is effective to inhibit the growth ofStreptococcus mutans.Keywords: Averrhoa bilimbi leaves, Streptococcus mutans

Page 13: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 8-12

9 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

PENDAHULUANStreptococcus mutans adalah salah satu

dari 300 macam spesies bakteri di ronggamulut.1 Bakteri ini merupakan flora normalrongga mulut dan sifat oportunistiknyamemungkinkannya menjadi patogen yangberperan dalam patogenesis karies gigi. Secarateori ada tiga cara untuk mencegah karies,yaitu mengurangi diet karbohidrat,meningkatkan ketahanan gigi, danmenghambat bakteri kariogenik.2

Survey World Health Organization(WHO) mengungkapkan bahwa sekitar 80%masalah kesehatan penduduk di dunia dapatdiatasi dengan menggunakan tumbuhan obat.3

Di Indonesia, pengobatan dan perawatanpilihan dengan menggunakan tanaman obatsaat ini lebih digalakkan di bidang kedokterangigi. Salah satunya adalah penggunaanAverrhoa bilimbi dalam pengobatan.4

Belimbing wuluh merupakan salah satuspesies dalam family Averrhoa yang tumbuhdi daerah dengan ketinggian 500m diataspermukaan laut.5 Tumbuhan ini dikenalmemiliki banyak khasiat dalam duniapengobatan tradisional. Di Filipina, daunbelimbing wuluh digunakan untuk pengobatanrematik, gondok, dan penyakit kulit. DiMalaysia daun segar atau daun fermentasidaun belimbing wuluh digunakan untuk obatpenyakit menular seksual.6,7 Di Indonesiasendiri daun belimbing wuluh digunakansebagai obat diabetes, sakit perut, rhematik,gondok dan penurun panas.7

Penelitian Zakaria dkk (2007), Karondkk (2011), Monalisa dkk (2012) dan Azizdkk (2014) menyatakan bahwa ekstrak daunbelimbing wuluh dapat menghambatpertumbuhan bakteri Gram positif dan negatifyaitu Staphylococcus aureus, Sacillus cereous,Clostridium difteri, Aeromonas hydrophilla,dan Proteus vulgaris, Bacillus subtilis,Bacillus cereus, Salmonella typhi, Vibriocholera, Proteus mirabilis, Escherichia coli,Serratia marcescens, Erwina carotovora,Pseudomonas, dan Salmonella serta dapatmenghambat pertumbuhan jamur Candidaalbicans.8,9,10,11

Kandungan farmakologi daun belimbingwuluh adalah flavonoid, tanin, saponin,alkaloid, sulfur, asam format, peroksidase,kalsium oksalat dan kalium sitrat. Kandungan

daun belimbing wuluh yang mempunyai sifatantibakteri adalah tanin, flavonoid, alkaloiddan saponin.11 Daun belimbing wuluh jugamerupakan tumbuhan obat tradisional yangrelatif lebih aman, murah, tidakmenimbulkan resistensi dan relatif tidakberbahaya terhadap lingkungan sekitarnya.12

Berbagai macam metode ekstraksi yangbisa dilakukan yaitu dengan cara dingin(maserasi dan perlokasi) dan dengan cara panas(reflux, soxhlet, digesti dan infusum). Penelitilebih tertarik untuk menggunakan metodeekstraksi infusum karena metode ini lebihsederhana dan paling mudah dilakukan.13

Penelitian tentang khasiat daunbelimbing wuluh telah banyak dilakukannamun hingga saat ini masih diperlukanpenjelasan ilmiah tentang pengaruh pemberianinfusum daun belimbing wuluh terhadappertumbuhan Streptococcus mutans. Dengandemikian, tujuan penelitian ini adalah untukmenetapkan efektifitas infusum daunbelimbing wuluh terhadap pertumbuhan bakteriStreptococcus mutans in vitro.

BAHAN DAN METODEJenis penelitian yang dilakukan adalah

eksperimental in vitro. Besar sampel dalampenelitian ini dihitung menggunakan rumusFrederer dan didapatkan hasil bahwa jumlahperlakuan (t) yang dipakai adalah 6, artinyapada kelompok I-VI dilakukan sebanyak 4 kalipercobaan. Efektifitas bahan uji ditetapkanberdasarkan diameter zona hambat yangmengindikasikan potensi hambat Averrhoabilimbi dalam berbagai konsentrasi uji,terhadap S mutans.

Penelitian ini menggunakan metodecakram disc diffusion yang mengandunginfusum daun belimbing wuluh. Carapembuatan cakram disc mengacu pada metodeKirby-Bauer. Sebanyak 24 cakram kosongdirendam ke dalam 4 wadah berbeda, yangberisi infusum daun belimbing wuluh dengankonsentrasi berbeda (100%, 75%, 50%, 25%)dan aquades serta etanol (70%) selama 15menit. Selanjutnya, Sebanyak 1-2 sengkelitmengandung biakan murni bakteri uji (S.mutans ATCC) yang telah ditumbuhkan dandisuspensikan dengan menggunakan NaCl0,9% sampai diperoleh kekeruhan yang setaradengan standard Mc.Farland (108/ml).

Page 14: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 8-12

10 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Setelah itu disiapkan cawan petri berisiBlood Agar yang akan digunakan sebagaimedia uji bakteri. Streptococcus mutans yangtelah disuspensi diambil denganmenggunakan pipet volume lalu diteteskankeseluruh permukaan cawan petri yang berisiBlood Agar dan disebarkan denganmenggunakan triangle glass rod secaramerata. Kemudian cakram kosong yang telahdirendam bahan uji diletakkan pada berbagaiarea pada cawan petri. Setelah itu cawan petridimasukkan ke dalam inkubator pada suhu37ºC. Setelah 24 jam, cawan-cawan petritersebut lalu dikeluarkan dari inkubator dandilakukan penamatan untuk menganalisiszone hambat yang terbentuk di sekitar setiapcakram. Pengukuran diameter zona beningyang tampak disekeliling cakram, dilakukandengan menggunakan kaliper Slide Vernier,MiLESEEY.

HASILDitemukan tidak terdapat zona hambat

disekitar cakram mengandung bahan uji dgnonsentrasi 25% dan 50% Sebaliknya, hasilobservasi menunjukkan; bahwa di sekitarcakram menandung bahan uji dgn konsentrasi50% dan 100% (Tabel 1).

Tabel 1. Rata-rata diameter zona hambatkelompok perlakuan

Perlakuan n

Rata-rataZonaHambat

StandarDeviasi

25% 4 0,00 0,00

50% 4 0,00 0,00

75% 4 7, 43 5,75

100% 4 11,46 6,06

Aquades 4 0,00 0,00

Etanol 70% 4 19,07 6,23

Uji statistik yang digunakan padapenelitian ini menggunakan uji normalitasShapiro-Wilk. Hasil menunjukkan data tidaknormal maka dilanjutkan dengan uji Kruskalwallis untuk melihat perbedaan rata-ratadiameter zona bening Streptococcus mutans.

Tabel 2. Perbedaan Rata-rata DiameterZona Bening Streptococcus mutans

Perlakuan N MeanRank

P(value)

25%50%75%100%Kontrol(+)

44444

6.506.5014.5018.5022.50

0,001

Uji Kruskal Wallis menunjukkan p<0,05 yang artinya terdapat perbedaan rata-rata rank diameter zona beningStreptococcus mutans antar kelompokperlakuan dan kelompok kontrol

PEMBAHASAN

Zona hambat S. mt akibat dipaprkandengan infusum daun belimbing wuluhdengan konsentrasi 100% dan 75%.menunjukkan bahwa peningkatankonsentrasi infusum, berdampak padapotensi hambat bahan uji.14. Hal inimenjelaskan bahwa konsentrasi rendahinfusum daun belimbing tidak berpotensimerusak membran sel bakteri Gram positip,yang dalam penelitian ini direpresentasikanoleh S.mutans.15 Pengujian denganmenggunakan cakram yang sudah direndamdengan etanol 70% menghasilkan zonahambat, hal ini karena etanol 70% memilikiaktivitas bakterisidal.16,17 Pemilihan etanolberdasarkan standar yang ditetapkan olehBPOM, bahwa ekstraksi suatu bahan yangakan digunakan sebagai obat harusmenggunakan etanol sebagai pelarut.14

Sesuai dengan penelitian Sukandardkk (2010) bahwa semakin tinggikonsentrasi infusum, semakin banyak zataktif, termasuk bahan yang mempunyai efekantibakteri yang terkandung didalamnya,sehingga potensi antibakterinya semakinbesar, kemungkinan potensi bahan ujithadap Gram negatip oral bakteri. Artinya,konsentrasi mempengaruhi daya kerjaantibakteri bahan uji.16 Peningkatan rata-ratadiameter zona hambat yang terbentukdiakibatkan oleh kandungan zat aktif padadaun belimbing wuluh yaitu flavonoid,tannin, saponin dan alkaloid.

Page 15: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 8-12

11 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Mekanisme kerja flavonoid sebagaiantibakteri adalah membentuk senyawakomplek dengan protein ekstra selulersehingga dapat merusak membran selbakteri dan diikuti dengan keluarnyasenyawa intraseluler.18 Saponin sebagai antibakteri bekerja dengan menurunkantegangan permukaan sehinggamengakibatkan naiknya permeabilitas ataukebocoran sel yang akan mengakibatkansenyawa intraseluler keluar.19

Tanin merupakan salah satu senyawagolongan fenol. Tanin akan menimbulkanwarna coklat hitam karena adanya enzimpoliphenolase s e h i n g g a s enyawa inilarut dalam air panas. Mekanisme kerjatanin sebagai antibakteri denganmenargetkan pada polipeptida dinding selbakteri sehingga pembentukan dinding selmenjadi kurang sempurna. Hal inimenyebabkan sel bakteri menjadi lisiskarena tekanan osmotik maupun fisiksehingga sel bakteri akan mati.20Mekanismekerja alkaloid sebagai antibakteri melaluipenghambatan sintesis dinding selyang akan menyebabkan lisis pada selsehingga sel akan mati.21 Menurut Rahayu(2013)22 pengukuran kekuatan antibakteriberdasarkan metode David-Stout(Referensi), menyatakan bila diameter zonabening ≤ 5 mm menunjukkan aktivitasantibakteri lemah, diameter 5-10 mmmenunjukkan aktivitas antibakteri sedang,diameter 10-20 mm menunjukkan aktivitasantibakteri kuat, dan diameter > 20 mmmenunjukkan aktivitas antibakteri sangatkuat. Berdasarkan klasifikasi ini infusumdaun belimbing wuluh 100 % dengan rata-rata diameter zona bening 11,46 mmtermasuk kuat, infusum daun belimbingwuluh 75 % dengan rata-rata diameter zonabening 7,43 termasuk sedang, sedangkanpaparan bahan uji pada konsentrasi 50 %dan 25% tidak mengakibatkan terbentuknyazona hambat.23

KESIMPULAN DAN SARANInfusum daun belimbing wuluh

mempunyai potensi untuk digunakansebagaimaterial biologi penghambatpertumbuhan Streptococcus mutans, namunpotensi ini hanya ditemukan pada

konsentrasi 100 % dan 75 % Konsentrasi100% yang paling efektif dalammenghambat pertumbuhan Streptococcusmutans.Namun hasil penelitian ini belumdapat menjelaskan bahan aktif mana ygterkandung di dalam infusum daunbelimbing yang menentukan efektifitas anti-S. mutans, Diperlukan penelitian lebihlanjut untuk menjawab pertanyaanpenelitian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA1. Liljemark WF, Blooquist C. Human oral

microbial ecology and dental caries andperiodontal diseases. Crit Rev Oral BiolMed; 1996;7(2): 108-98

2. Dinas Kesehatan Kota Padang. 2013.Laporan Tahunan.

3. Dhika, T. S. Perbandingan EfekAntibakterial Berbagai Konsentrasi Daunsirih (Piper Betle Linn) terhadapStreptococcus mutans. Skripsi. Semarang:Fakultas Kedokteran, UniversitasDiponegoro.2007:1-17

4. Rahman, M.S and M.A. Rashid.Antimicrobial activity and Cytotoxicity ofEclipta Prostrata. Oriental Pharm. Exp.Med 2008; 47-52.

5. Purnamasari, devi ayu, Elly Munadziroh,R.Mohammad Yogiartono. Konsentrasiekstrak biji kakao sebagai material alamdalam menghambat pertumbuhanStreptococcus mutans. Jurnal PDGI ;2010; 59 (1): 14-18.

6. Parikesit, M. Khasiat dan ManfaatBelimbing Wuluh. 2011. Surabaya:Stomata.

7. Orwa C, Mutua A, Kindt R, Jamnadass Rdan Simons A .2009. A Tree GuideVersion 4.0. Agroforestree Database.

8. Monalisa, Putri, Rina Widiana, LinceMeriko. Pengaruh Sari Daun BelimbingWuluh (averrhoa bilimbi L.) terhadapPertumbuhan Candida albicans. 2012

9. Zakaria, Z.A, H.Zaiton, E.F.P. Henie,A.M.Mat Jais dan E.N.H EngkuZainuddin. In vitro Antibacterial Activityof Avverhoa bilimbi L.Leaves and FruitsEkstracts. International Journal ofTropical Medicine. 2007; 2(3): 96-100.

10. Karon, Bijoy, Mohammed Ibrahim,Ayeasha Mahmood, A K M Moyneel

Page 16: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 8-12

12 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Huq, Mohi U.c, Aslam Hossain, danMohammad A.R. Preliminaryantimicrobial, cytotoxic and chemicalinvestigation of avverhoa bilimbi linn.And zizyphus mauritiana lam.Bangladesh Pharmaceutical Journal2011; 14: 127- 131.

11. Aziz, Abdullah, S.Rahman, M.Islam, danA.A. Begum. A comparative Study onAntibacterial Activities and CytotoxicProperties of Various Leaves Extracts ofAvverhoa bilimbi. International Journalof Pharmaceutical Sciences andResearch. 2014; 5(3): 913-918.

12. Hariana, Arief. 262 Tumbuhan Obat.2013. Jakarta: Penebar Swadaya.

13. Sugianti, B. Pemanfaatan TumbuhanObat Tradisional dalam PengendalianPenyakit Ikan. Makalah Pribadi FalsafahSains Institut Pertanian Bogor 2005; 3:1-7.

14. Badan Pengawasan Obat dan Makanan.Acuan Sediaan Herbal. Direktorat ObatAsli Indonesia. 2010. Jakarta:Departemen Kesehatan RI.

15. Ningrum, Herawati Cahya, BambangSupriyanta dan Eni Kurniati. PengaruhBerbagai Konsentrasi Infusa DaunJambu Monyet (Anacardium occidentalL.) terhadap Daya Hambat PertumbuhanBakteri Staphylococcus aureus secara InVitro. 2011. Yogyakarta: PoltekesKemenkes.

16. Ariyanti, Ni Kadek, Ida Bagus GedeDarmayasa, Sang Ketut Sudirga. DayaHambat Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya(Aloe barbadensis Miller) TerhadapPertumbuhan Bakteri Staphylococcusaureus ATCC 25923 Dan Escherichiacoli ATCC 25922. Jurnal Biologi. 2012;XVI (1): 1 - 4.

17. Sukandar, Dede, Nani Radiastuti, IraJayanegara dan Adeng Hudaya.Karakterisasi Senyawa AktifAntibakteri Ekstrak Air BungaKecombrang (Etlingera elatior) SebagaiBahan Pangan Fungsional. Valensi.2010; 2: 1-7.

18. Noer, Siti Fauziah. Pengaruh KadarFenol Dalam Sediaan Gel AntiseptikaTerhadap Pertumbuhan BakteriSalmonella thyposa. Program StudiFarmasi F.MIPA Universitas IslamMakassar, ILTEK. 2011; 6 (12): 1-5.

19. Yunus, Renos, Andi Hairil Alimuddin,Puji Adiningsih. Uji AktivitasAntibakteri Ekstrak Kulit BuahTampoi. 2014.

20. Baccaurea macrocarpa TerhadapBakteri Escherichia coli danStaphylococcus aureus. JKK. 2014;3(3): 19-24

21. Nuria, M.C., A. Faizatun., danSumantri. Uji Antibakteri EkstrakEtanol Daun Jarak Pagar ( Jatrophacuircas L) terhadap BakteriStaphylococcus aureus ATCC 25923,Escherichia coli ATCC 25922, danSalmonella typhi ATCC 1408. JurnalIlmu – ilmu Pertanian.2009; 5: 26–37

22. Sari, F.P., dan S. M. Sari. Ekstraksi ZatAktif Antimikroba dari TanamanYodium (Jatropha multifida Linn)sebagai Bahan Baku AlternatifAntibiotik Alami. Fakultas Teknik.2011. Undip, Semarang.

23. Rahayu, Triastuti. Potensi AntibiotikIsolat Rare Actinomycetes DariMaterial Vulkanik Gunung MerapiErupsi Tahun 2010. Seminar NasionalX Pendidikan Biologi FKIP UNS. 2013:1-5

24. Lamothe, R.G. Plant AntimicrobialAgents and Their Effects on Plant andHuman Pathogens. Int. J. Mol. Sci.2009; 10: 3400-19.

Page 17: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 13-22

13 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

POTENSI ANTIMIKROBA PHOTO ACTIVATED DISINFECTION TERHADAP Enterococcusfaecalis PADA PERAWATAN SALURAN AKAR GIGI

ANTIMICROBIAL POTENCY of PHOTOACTIVATED DESINFECTIONTOWARD Enterococcus faecalis in ROOT CANAL TREATMENT

Sinta DeviyantiFakultas Kedokteran Gigi Universitas.Prof.DR.Moestopo (Beragama)

Correspondence email to: [email protected]

AbstrakDisinfeksi sistem saluran akar gigi sangat penting dalam perawatan saluran akar gigi. Instrumenmekanik dan agen desinfeksi atau larutan irigasi seperti NaOCL tidak efektif mengurangi jumlahbakteri di dalam saluran akar yang terinfeksi karena anatomi akar gigi yang kompleks. Kegagalanperawatan endodontik sering meninggalkan bakteri di sistem saluran akar gigi. Enterococcus faecalismerupakan salah satu mikroorganisme terpenting yang bertanggungjawab pada kegagalan perawatansaluran akar gigi. Bakteri ini kebal terhadap agen antimikroba dan mampu berkoloni membentukbiofilm di saluran akar gigi. Saat ini perangkat baru seperti photoactivated disinfection telah dicobauntuk disinfeksi saluran akar gigi. Photoactivated disinfection merupakan strategi antimikroba yangmenggunakan energi laser berkekuatan rendah untuk mengaktivasi suatu pewarna tidak toksik yangdiaktivasi sinar (photosensitizer). Energi yang dipindahkan dari photosensitizer teraktivasi ke oksigenyang tersedia, akan membentuk oksigen singlet sebagai spesies oksigen toksik. Spesies oksigen yangsangat reaktif secara kimia ini dapat merusak membran dan DNA bakteri patogen. Beberapapenelitian menunjukkan bahwa photoactivated disinfection dapat efektif mengurangi E.faecalis didalam saluran akar selama prosedur antimikroba bila digunakan bersama dengan prosedur disinfeksikonvensional untuk sterilisasi saluran akar. Photoactivated disinfection merupakan pendukung untukprotokol standar disinfeksi saluran akar gigi.Kata kunci: photoactivated disinfection, Enterococcus faecalis, perawatan saluran akar.

ABSTRACTDisinfection of the root canal system is crucial in root canal treatment. Mechanical instrument anddisinfection agent or irrigation solution such as NaOCL are not effective at reducing bacterial count inthe infected root canal due to the complex anatomy of the root. Failed endodontic treatment oftenleaves bacteria within the root canal system. Enterococcus faecalis is the one of most importantmicro-organism responsible for failed root canal treatment. Its resistance to antimicrobial agent andhas the ability to colonize the root canal in biofilm. Recently, newer devices such as photoactivateddisinfection are being tried for disinfection of root canal. Photoactivated disinfection is anantimicrobial strategy in which low energy laser uses to activate a nontoxic photoactivate dye(photosensitisizer).The energy which is transferred from the activated photosensitizer to availableoxygen result into the formation singlet oxygen which are toxic oxygen species. This highly reactivechemical spesies can damages the membranes and DNA of the pathogenic bacteria. Several studyindicate that photoactivated disinfection can be effectively to reducing intracanal E.faecalis duringantimicrobial procedure if its used along with conventional disinfection procedure for sterilization ofroot canals. Photoactivated disinfection is a possible supplement to the standard protocols for rootcanal disinfection.Keywords: photoactivated disinfection, Enterococcus faecalis, root canal treatment.

Page 18: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 13-22

14 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

PENDAHULUANKeberhasilan perawatan saluran akar

gigi didasarkan pada efisiensi disinfeksi sistemsaluran akar gigi dan pencegahan infeksiberulang (reinfeksi). Enterococcus faecalistelah lama diketahui merupakan spesies bakterigram positif anaerob yang ditemukan disaluran akar gigi dengan lesi pasca perawatansaluran akar gigi 1,2. Virulensi E.faecalis telahdiyakini berkaitan dengan berkembangnyaresistensi terhadap medikamen intracanal dankemampuannya bertahan di saluran akarsebagai bakteri tunggal tanpa dukungan bakterilain3. Penggunaan bahan irigasi sepertiNaOCL sebagai suatu bahan disinfeksi dalamperawatan saluran akar konvensional yangmembutuhkan kontak langsung denganbakteri, hanya mampu menghilangkansebagian dari bakteri ini. Bakteri E.faecalisjuga dapat membentuk biofilm di bagian luardan dalam akar gigi sehingga sulit di kontrol.Meskipun perbaikan teknik instrumentasi danpenggunaan medikamen intrakanal terusdikembangkan, kegagalan perawatan saluranakar gigi telah dilaporkan dari berbagaipenelitian4. Penggunaan instrumentendodontik secara mekanik serta larutan irigasisebagai desinfektan, tidak cukup efektif untukmengurangi jumlah bakteri tersebut di saluranakar gigi yang terinfeksi karena anatomisaluran akar gigi yang kompleks. Kegagalanperawatan saluran akar gigi juga seringkalimeninggalkan bakteri tersebut di sistemsaluran akar gigi5. Berkaitan dengan faktatersebut diatas, disinfeksi saluran akar gigi kinimasih menjadi tantangan utama padaperawatan saluran akar gigi dan merupakandasar utama dari keberhasilan perawatansaluran akar gigi 6. Salah satu upaya yang kinidikembangkan untuk mengatasi kendala terkaitfakta tentang keterbatasan disinfeksi saluranakar gigi adalah penggunaan photoactivateddisinfection (PAD).3,4,7

Photoactivated disinfection merupakanstrategi antimikroba yang menggunakan energilaser untuk mengaktivasi suatu photosensitizer(photosensitivity dye) non toksik.

Photosensitizer yang teraktivasi akanmelepaskan oksigen singlet yang dapatmerusak membran dan DNA mikroorganismeserta memiliki tingkat selektivitas yang tinggiuntuk membunuh mikroorganisme tanpamempengaruhi viabilitas pada

sel pejamu (host).8,9 Photoactivateddisinfection juga telah menunjukkankeberhasilan dalam membasmimikroorganisme yang resisten terhadapberbagai obat.10

Tujuan penulisan makalah ini adalahmemberi informasi dan mengkaji potensiantimikroba photoactivated disinfectionterhadap bakteri Enterococcus faecalis padaperawatan saluran akar gigi. Manfaatpenulisan makalah ini diharapkan dapatmemperluas wawasan pengetahuan danmenjadi dasar pertimbangan pembacakhususnya praktisi di bidang kedokteran gigi,untuk memilih dan mengembangkan teknikdisinfeksi saluran akar gigi yang lebih efektifdan aman sehingga dapat membantumeningkatkan keberhasilan perawatan saluranakar gigi secara umum.

KAJIAN PUSTAKAEnterococcus faecalis Sebagai Bakteri DiSaluran Akar Gigi

Enterococcus faecalis merupakan salahsatu bakteri terpenting yang sering dijumpaipada gigi dengan kasus lesi periradikularpersistent setelah perawatan saluran akar gigiatau gigi dengan kegagalan perawatan saluranakar gigi 11. Bakteri ini tergolong sebagaibakteri gram positif fakultatif anaerob yangpaling sering diisolasi dari sistem saluran akargigi. Bakteri E.faecalis ini mampu berkolonimembentuk biofilm sehingga sangat sulitdihilangkan dari saluran akar gigi denganprosedur desinfeksi standar. Bakteri ini jugaresisten terhadap agen antimikroba danmemiliki kemampuan menyebabkan infeksitunggal (mono-infection).di saluran akar gigi.Kemampuan bertahan hidupnya yang sangattinggi diketahui karena bakteri E.faecalisdilindungi oleh struktur dinding sel yangsangat tahan terhadap panas. Irigasikonvensional juga tidak dapat menghilangkanbakteri ini secara menyeluruh karena bahanirigasi konvensional hanya mampu mencapaikedalaman penetrasi yang rendah di tubulidentin dari dinding saluran akar gigi. Bakteri Efaecalis diketahui berkolonisasi di tubulidentin dari dinding saluran akar gigi hinggakedalaman lebih dari 600-1000 µm12,sedangkan irigasi konvensional hanya mampuberpenetrasi pada kedalaman tidak lebih dari60-150 µm13.

Page 19: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 13-22

15 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Prinsip Tahap Pembersihan DalamPerawatan Saluran Akar Gigi

Perawatan saluran akar gigi pada gigidengan pulpa vital, lebih sering mencapaikeberhasilan perawatan dibandingkan gigidengan pulpa nekrotik dan kelainanperiradikular. Alasan yang mendasari haltersebut adalah terdapatnya keberadaanmikroorganisme dan produk metabolitnyayang menetap. Faktor paling penting dariketidakmampuan klinisi untuk membersihkanmikroorganisme secara menyeluruh di saluranakar adalah anatomi dan morfologi saluranakar gigi (seperti adanya saluran akar lateral,saluran akar tambahan, lekukan saluran akar,ketidakteraturan bentuk saluran akar, finsmaupun cul-de-sacs). Instrument endodontikyang dibantu larutan irigasi, diyakini mampuberkontak dengan dinding saluran akar gigiuntuk membersihkannya, namun kompleksitasanatomi dan morfologi saluran akar tersebutmembuat pembersihan secara menyeluruhmenjadi hal yang sulit dilakukan. Oleh karenaitu tujuan pembersihan saluran akar secarapraktis hanya sebatas mengurangi iritan, tidakdapat membersihkannya secara menyeluruh.14

Tahap pembersihan saluran akar padaperawatan saluran akar gigi pada dasarnyabertujuan memungkinkan pembersihan danmenyediakan tempat untuk meletakkan bahanpengisian (obturasi) saluran akar gigi.Pembersihan saluran akar gigi terutama jugabertujuan mempertahankan atau membentukkelancipan (tapering) saluran akar yangberkelanjutan dari muara saluran akar (orifice)hingga ujung akar (apical). Penggunaaninstrument yang digerakkan dengan tangan(hand instruments) maupun yang digerakkandengan mesin (rotary files) dalam perawatansaluran akar gigi dilakukan untuk pembersihanmenyeluruh saluran akar gigi, namun belumdapat membuat saluran akar gigi menjadisteril. Dibutuhkan penggunaan larutan irigasiantimikroba sebagai tambahan untuk preparasimekanis saluran akar gigi yang telah dilakukantersebut. Kriteria untuk tahap pembersihandan pembentukan saluran akar gigi juga harusdidasarkan pada kemampuan menghantarkansejumlah larutan irigasi secara memadai kedalam saluran akar gigi. Kemampuan larutanirigasi mencapai daerah apical dari saluranakar gigi, tergantung dari ukuran saluran akar,bentuk kelancipan saluran akar dan perangkatirigasi yang digunakan.14

Pengertian dan Fungsi Desinfeksi SaluranAkar Gigi

Desinfeksi saluran akar gigi sebagaibagian dari tahap pembersihan (cleaning) danpembentukan (shaping) saluran akar gigi,merupakan salah satu faktor penting yangmenentukan tercapainya keberhasilanperawatan saluran akar gigi.14Disinfeksi secaraumum merupakan suatu proses untukmengurangi jumlah mikroorganisme hidupatau perusakan seluruh mikroorganismepatogen seperti bentuk vegetatif dari bakteri,jamur dan virus sampai tahap yang dapatditerima melalui penggunaan bahan kimia(disinfektan), namun tidak menonaktifkanspora virus dan bakteri dari suatu permukaanyang tidak hidup (seperti dinding, peralatandan perlengkapan ).15

Desinfeksi di bidang endodontik yangdikenal dengan istilah tindakan irigasi saluranakar gigi, didefinisikan sebagai upaya“membilas ruangan gigi (body cavity) denganair atau cairan medikasi”. Penggunaandesinfektan sebagai bahan untuk irigasi,didefinisikan sebagai suatu bahan yangmerusak atau menghambat aktivitasmikroorganisme yang menyebabkan penyakit.4

Fungsi irigasi sebagai proses desinfeksisaluran akar gigi secara mekanik dan kimiawiadalah membilas atau membuang debris,melumasi saluran akar gigi, melarutkanjaringan organik dan inorganik, mencegahpembentukan smear layer selamainstrumentasi atau melarutkan smear layeryang terbentuk selama instrumentasi saluranakar gigi. Efektivitas fungsi irigasi secaramekanik tergantung dari kemampuan bahanirigasi untuk menimbulkan kekuatan aliranyang optimum di seluruh sistem saluran akargigi. Sedangkan efektivitas fungsi irigasisecara kimiawi, tergantung dari konsentrasiantimikroba bahan irigasi, luas daerah kontak,lama waktu interaksi antara bahan irigasidengan bahan infeksius.4.14Irigasi sebagaiproses desinfeksi saluran akar gigi jugamemiliki fungsi biologis dalam kaitannyadengan sifat antimikroba bahan irigasi yaitumemiliki efikasi yang tinggi terhadapmikroorganisme anaerob dan fakultatif padakondisi planktonic maupun biofilm, mampumenonaktifkan endotoksin, mampu menjadinontoksik saat berkontak dengan jaringan vitalserta tidak menimbulkan reaksi anafilaktik.Efisiensi bahan irigasi dalam menghilangkan

Page 20: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 13-22

16 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

debris dan bakteri, tergantung dari kedalamanpenetrasi jarum untuk irigasi, diameter saluranakar gigi, diameter jarum untuk irigasi,tekanan irigasi, viskositas bahan irigasi, jenisserta arah bevel jarum untuk irigasi.4

Berbagai Teknik, Bahan dan Alat DisinfeksiPada Perawatan Saluran Akar Gigi

Disinfeksi saluran akar pada perawatansaluran akar gigi, dapat dilakukanmenggunakan berbagai alat serta teknik,meliputi 4:1. Disinfeksi menggunakan alat syringe

Aplikasi bahan irigasi ke dalam saluranakar dalam hal ini dilakukan menggunakanalat syringe dan jarum, mulai daripenempatannya ke dalam saluran akar,pengisian kembali cairan irigasi, membilaspartikel debris besar keluar saluran akar sertamemungkinkan terjadinya kontak langsungdengan mikroorganisme di daerah saluran akargigi. Posisi ujung jarum pada teknik irigasisecara pasif menggunakan syringe, diletakkanberjarak 1-1,5 mm dari daerah apikal saluranakar gigi dengan pergerakan cairan irigasididaerah dekat bagian lubang keluar jarum.Volume dan kecepatan aliran cairan irigasisesuai dengan efisiensi pembersihan didalamsaluran akar gigi. Oleh karena itu diameter danposisi lubang keluar jarum, menentukankeberhasilan pembersihan khemomekanis.Penempatan jarum yang mencapai daerahpanjang kerja diperlukan untuk menjaminpertukaran cairan irigasi di bagian apikalsaluran akar gigi, namun kontrol diperlukanuntuk mencegah ekstrusi dari saluran akar gigi.Oleh karena itu penting memilih jarum irigasiyang sesuai. Walaupun jarum dengan ukuranyang besar memungkinkan pertukaran cairanirigasi secara cepat dan banyak, diameterjarum yang besar tidak memungkinkanpembersihan daerah apikal dan daerah sistemsaluran akar yang lebih sempit. Tekananberlebihan atau tertahannya jarum ke saluranakar selama irigasi yang tidak memungkinkanaliran balik dari cairan irigasi, harus dicegahuntuk menghindari ekstrusi di daerahperiapikal.

Pada gigi yang belum sempurnapertumbuhannya dengan foramen apikal yanglebar atau belum terbentuk konstriksi apikal,perlu dilakukan prosedur yang lebih cermatuntuk mencegah ekstrusi bahan irigasi potensikecelakaan.

Terdapat berbagai jenis dan ukuranjarum irigasi. Ukuran jarum irigasi yangdipilih, tergantung dari ukuran dan bentukkeruncingan (tapering) saluran akar gigi.Pemilihan jarum irigasi yang memungkinkanlarutan irigasi dikeluarkan melalui lubang dibagian samping jarum dengan ujung jarumtertutup (a closed,safe-ended tip) lebihdirekomendasikan untuk memperbaikikeamanan irigasi dan mencegah mencegahekstrusi larutan irigasi melalui foramen apikal.

Larutan irigasi yang paling umumdigunakan pada desinfeksi saluran akar gigiadalah NaOCL 0,5-5,2%. Penggunaan NaOCLpada konsentrasi 2,5% berpotensi mengurangitoksisitasnya tanpa mengurangi kemampuanpelarutan jaringan dan aktivitas antimikroba.Larutan NaOCL memiliki kemampuanmembilas debris dari saluran akar, melarutkanjaringan vital dan nekrotik, bersifatantimikroba dan sebagai lubrikasi (pelumas).Ekstrusi larutan irigasi ini ke jaringanperiapikal perlu dihindari karena sifatnya yangtoksik. Kelemahan larutan irigasi NaOCLselain toksik yaitu tidak memiliki kemampuanmembersihkan smear layer di saluran akargigi. Pilihan larutan irigasi lainnya adalahEDTA (Ethylenediaminetetraacetic acid) 17%yang bersifat khelasi sehingga memilikikemampuan untuk membersihkan smear layertersebut, namun tidak memiliki dayaantimikroba. Penggunaan larutan irigasiEDTA 17% direkomendasikan selama 1 menitdiikuti dengan pembilasan akhir menggunakanNaOCL pada perawatan saluran akar gigi.Jenis larutan irigasi lainnya yaituchlorhexidine gluconate 2 % juga dapatmenjadi pilihan karena memiliki kemampuanantimikroba dengan spektrum luas dan tidakbersifat toksik, namun tidak memilikikemampuan melarutkan jaringan nekrotik dansmear layer di saluran akar gigi.2. Irigasi yang Diaktivasi Secara Manual

(Manually activated irrigation)Dilakukan pergerakan cairan Irigasi dalamsaluran akar gigi pada teknik desinfeksi ini,agar lebih efektif mecapai daerah celah dandaerah yang tidak tersentuh secaramekanik.Selanjutnya direkomendasikan untukmelakukan gerakan jarum irigasi dalamsaluran akar gigi ke arah arah coronal-apical(mahkota-ujung akar), gerakan mengadukdengan instrumen endodontik yang kecil dan

Page 21: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 13-22

17 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

gerakan menarik-mendorong denganmenggunakan gutta-percha terbesar (mastercone).3. Irigasi yang Diaktivasi Sonik (Sonically

activated Irrigation)Merupakan teknik desinfeksi saluran

akar gigi yang dilakukan dengan alat yangdikenal sebagai sistem endoaktivator. Ujungalat pada hand piece subsonik dari sistemendoaktivator tersebut terbuat dari polimeryang tidak bersifat memotong (noncuttingpolimer tips) dan mudah digunakan dengancepat serta mengaduk kencang larutan irigasiselama perawatan saluran akar gigi.Berdasarkan penelitian terkait aspek keamananberbagai sistem irigasi dalam saluran akaryang dianalisa melalui pengukuran ekstrusi didaerah apikal, disimpulkan bahwaendoaktivator menghasilkan ekstrusi apikalsejumlah kecil larutan irigasi yang tidakbermakna secara statistik bila dibandingkandengan irigasi secara manual dan ultrasonik.

Analisa tingkat kebersihan saluran akargigi dari hasil peneltian juga menjelaskanbahwa irigasi sonik dan utrasonik membuatsaluran akar lebih bersih secara bermaknadibandingkan irigasi manual dengan syringe.Namun bila irigasi sonik dibandingkan denganutrasonik, hasilnya masih kontroversi.Penelitian umumnya menjelaskan bahwairigasi ultrasonik lebih menguntungkan.Perbedaannya terletak pada getaran alat irigasisonik berkisar antara 1500 Hz dan 6000 Hzsedangkan ultrasonik membutuhkan getaran(vibrasi) yang lebih besar yaitu 20.000 Hz.Bila alat irigasi sonik digunakan dalam saluranakar gigi pada periode waktu yang lebihpanjang, efek pembersihan saluran akarnyaakan lebih baik.

Irigasi sonic dan ultrasonic dapatdilakukan dengan menggunakan kawat halusatau sisipan plastik, instrument endodonticatau jarum irigasi yang diaktivasi. Contoh alat-alat irigasi dengan teknik irigasi yangdiaktivasisonik yaitu EndoSonor (Dentsply Mailefer),EndoSoft ESI (EMS Electro MedicalSystems,Nyon,Switzerland), IrriSafe (ActeonSatelec), EndoActivator System (DentsplyTulsa DentalSpecialties), Vibringe sonicsyringe (Vibringe B.V, Amsterdam,Netherlands).4. Irigasi Ultrasonik Pasif (Passive Ultrasonic

Irrigation)

Desinfeksi dengan teknik inimenggunakan files yang digerakkan mesindengan getaran pada frekuensi ultrasonik 25hingga 30 kHz di dalam saluran akar gigi.Files ultrasonik yang digerakkan mesin inidianggap efektif untuk mengaktivasi cairanirigasi dalam saluran akar gigi secara mekanikdengan menginduksi aliran akustik dancavitation. Ada dua jenis irigasi ultrasonik,meliputi jenis irigasi yang dikombinasidengan instrument ultrasonik yang simultandan jenis irigasi tanpa instrument ultrasonikyang simultan yang disebut irigasi ultrasonikpasif. Selama irigasi ultrasonik , file secaradisengaja akan berkontak dengan dindingsaluran akar. Namun karena saluran akarmemiliki anatomi yang kompleks, irigasiultrasonik, tidak pernah berkontak denganseluruh dinding saluran akar dan mungkindapat memotong dinding saluran akar secaratidak terkontrol tanpa desinfeksi yang efektif.Istilah pasif pada Irigasi ultrasonik dikaitkandengan aksi yang tidak memotong dari fileyang diaktivasi ultrasonik. Irigasi ultrasonikpasif menggunakan aksi non cutting dari fileyang diaktivasi ultrasonik dan mengandalkanpada penghantaran energi akustik dari suatugetaran file atau kawat halus ke bahan irigasidalam saluran akar gigi.

Irigasi yang diaktivasi ultrasonik secarain vitro tampak meningkatkan kemampuanpembersihan sistem saluran akar gigi. Namunsecara in vivo hasilnya masih kontroversi. ThePro Ultra Piezo Flow (Dentsply, Tulsa DentalSpecialitie)merupakan contoh alat irigasidengan jarum yang diaktivasi ultrasonik,terhubung dengan reservoir NaOCL,memungkinkan penghantaran irigasi secarasimultan berkelanjutan dengan aktivasiultrasonik. Penelitian menunjukkanpembersihan debris serta penetrasi irigankedalam tubuli dentin yang lebih baik.5. Irigasi dengan Tekanan Apikal Negatif

(Negative Apical Pressure)Teknik ini dikembangkan untuk mendapatkanakses yang lebih baik dari larutan irigasi kedaerah apical saluran akar gigi. Larutan irigasidihantarkan ke akses ruang pulpa dan sebuahjarum yang sangat halus terhubung denganperangkat suction dari dental unit untukdiletakkan ke dalam saluran akar gigi. Larutanirigasi yang berlebihan dari daerah akseskemudian di bawa ke daerah apical danakhirnya dibuang melalui suction.

Page 22: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 13-22

18 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Macrocanula digunakan untuk membersihkandebris di daerah coronal dan microcanuladigunakan untuk membersihkan partikel yangtertimbun di daerah panjang kerja. EndoVacDiscus Dental adalah contoh produk komersialuntuk sistem irigasi jenis ini. Salah satu sifatutama dari sistem irigasi ini adalah aspekkeamanannya. Penelitian menyebutkan bahwaEndoVac tidak menyebabkan ekstrusi larutanirigasi melalui ujung akar. Larutan irigasi jugamengalir secara pasif dengan gerakan laminardi daerah apical karena deposit awal larutanirigasi dilakukan di daerah coronal.Produkkomersial lain dari irigasi jenis ini adalahRinsEndo system (DurrDental,Bietigheim-Bissingen,Germany). Lautan irigasidihantarkan melalui jarum irigasi yangditempatkan di daerah panjang kerja dan padasaat yang bersamaan, jarum diaktivasi dengangetaran amplitudo 1,6 Hz.6. Irigasi Safety-Irrigator

Safety-Irrigator (Vista Dental Products)merupakan sistem irigasi dengan penghantaranlarutan irigasi ke apical dibawah tekananpositif melalui jarum tipis dengan bukaan dibagian samping dan pengosongan larutanirigasi melalui jarum besar di muara saluranakar gigi. Pipa besar untuk pengosonganlarutan irigasi di bagian coronal,memungkinkan penggunanya melakukanirigasi dengan aman dan pengosongan secarasimultan. Teknik irigasi ini juga sesuai denganstandar Luerlock syringe, dirancang untukmembatasi resiko “kecelakaan NaOCL”.Pengujian teknik ini menunjukkan efikasipembersihan yang lebih baik dibandingkanirigasi dengan syringe.7. Irigasi Gentle Wave System

Sonendo Inc telah mengembangkanteknik irigasi ini, disebut juga sebagaiteknologi pembersihan multisonik. Hanyamembutuhkan akses di ruang pulpa gigi, tanpainstrument dantelah diuji klinis memberikanhasil yang menjanjikan. Teknik irigasi iniberpotensi menjangkau daerah saluran akargigi yang tidak dapat diakses danmenghasilkan permukaan yang lebih bersihsecara bermakna dibandingkan sistem lainnya.Penelitian in vitro menunjukkan potensipembersihan yang lebih baik dari teknik irigasiini dibandingkan teknik irigasi konvensionalmenggunakan jarum dan irigasi yang

diaktifkan ultrasonik.8. Irigasi yang diaktivasi Laser

Perangkat laser telah dikembangkanuntuk memperbaiki kemampuan irigasi. Energilaser dapat digunakan untuk mengaktivasilarutan irigasi. Pemanfaatan energi laser padatingkat molekular misalnya dengan teknikphotoactivated disinfection. Pemanfaatanenergi laser pada tingkat aliran yang lebihbesar misalnya dengan irigasi yang diaktivasilaser. Laser jenis Er:YAG dengan panjanggelombang 2940 nm memiliki daya serap airbesar dan afinitas yang tinggi terhadapterhadap hidroksiapatit sehingga cocokdigunakan untuk perawatan saluran akar gigi.Penelitian pada irigasi yang diaktivasi lasertelah menunjukkan kemampuan yangmenjanjikan untuk membersihkan smear layerdan serpihan dentin dalam waktu yang lebihsingkat dibandingkan irigasi ultrasonik pasif.Penelitian terkait penyinaran laser jenisNg:YAG telah menjelaskan bahwapenggunaannya bukan sebagai alternatif,namun sebagai penunjang desinfeksi saluranakar gigi.9. Irigasi dengan Nanopartikel Antibakteri

Nanopartikel merupakan partikeldengan ukuran berkisar 1-100 nm. Partikel inimemiliki aktivitas antimikroba denganspektrum luas dan memiliki kecenderunganyang lebih rendah dalam menimbulkanresistensi mikroba dibandingkan antibiotik.Keberhasilan aplikasi nanopartikel ini dalamperawatan saluran akar gigi tergantung dariefektivitas antimikrobanya dan teknikpenghantaran partikel ini pada sistem saluranakar gigi dengan antomi yang kompleks.10.Irigasi dengan Superoxidized Water

Teknik irigasi ini menggunakan salinyang secara efektif telah di elektrolisa untukmembentuk superoxidized water, asamhipoklorit dan radikal klorin bebas. Teknik inidisebut juga dengan istilah electrochemicallyactivated water atau oxidative potential water.Produk komersial yang tersedia misalnyaSterilox (Sterilox Technologies,Radnor,PA).Larutan ini tidak toksik terhadap jaringanbiologis dan dapat membunuhmikroorganisme. Larutan ini telah diujimampu membersihkan saluran akar gigi,menghilangkan smear layer, membunuhbakteri dan spora bakteri serta bersifat

Page 23: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 13-22

19 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

biokompatibilitas.Pengertian, Karakteristik dan Mekanismekerja Photoactivated Disinfection SebagaiPengembangan Terbaru Teknik DisinfeksiSaluran Akar Gigi

Berbagai teknik dan alat desinfeksidalam perawatan saluran akar gigi masihmemiliki sejumlah kendala . Teknik irigasiyang menggunakan syringe dan jarumdiketahui kurang memadai dalammenghantarkan larutan irigasi di sistem saluranakar gigi karena kecepatan aliran terbesar darilarutan irigasi hanya dijumpai di sekitar lumendan ujung jarum irigasi. Tegangan permukaanyang tinggi dari larutan irigasi NaOCL jugadapat mencegah kontak langsung antaralarutan irigasi dengan dinding saluran akardengan anatominya yang kompleks.Penggunaan teknik desinfeksi lainnya denganalat sonik (EndoAktivator) juga masihkontroversial karena tidak banyakmenghilangkan bakteri dari berbagai hasilpenelitian. Teknik desinfeksi dengan laser jugatidak lebih efektif dibandingkan penggunaanlarutan irigasi NaOCL. Kekuatan energi laseryang besar untuk desinfeksi saluran akar gigijuga berpotensi menimbulkan dentinecharring,ankylosis, resorpsi akar gigi dannekrosis periradikular.16 Fakta-fakta tersebutdiatas mendorong dikembangkannya teknikdesinfeksi baru yaitu Photoactivateddisinfection (PAD) sebagai strategiantimikroba yang menggunakan energi laserberkekuatan rendah untuk mengaktifkan suatuphotosensitizer non toksik sehinggamenghasilkan oksigen singlet dengankemampuan membunuh mikroorganisme disaluran akar gigi.8

Photoactivated disinfection (PAD)disebut juga dengan istilah photodynamictherapy (PDT) atau Light-activated therapy(LAT). Aplikasi teknik irigasi ini dalamperawatan saluran akar gigi dipertimbangkankarena kemampuan antimikrobanya.4 Bakteri-bakteri di saluran akar gigi diketahui tidakmengembangkan sifat resisten terhadapphotoactivated disinfection ini.Photoactivated disinfection juga efektifterhadap virus, jamur, protozoa dan mampumembunuh bakteri secara cepat seketika.17

Photoactivated disinfection juga memilikitingkat selektifitas yang tinggi untukmembunuh mikroorganisme tanpamempengaruhi viabilitas sel pejamu (host).9

Aplikasi photoactivated disinfectionmenunjukkan keberhasilan dalam membasmimikroorganisme yang resisten terhadapberbagai obat10 Produksi panas yang dihasilkanoleh photoactivated disinfection selamapaparan di saluran akar gigi hanya sedikit dantidak memberikan efek samping17.

Photoactivated disinfection sebagaistrategi baru antimikroba di saluran akar gigi,menggunakan laser berenergi rendah untukmengaktivasi photosensitizer.8 Methyleneblue, toluidine blue dan acridine orangemerupakan jenis-jenis photosensitizer yangbiasanya digunakan pada sistem desinfeksiini.18 Prosedur Photoactivated disinfectionterdiri dari dua tahap yang saling bersinergimenghasilkan aksi antimikroba . Tahappertama meliputi fotosensitisasi dari jaringanterinfeksi dilanjutkan dengan penyinarancahaya/sinar. Tahap berikutnya yaitupenyinaran dari jaringan yang telahterfotosensitisasi yang akan menimbulkansuatu fotokimia toksis di sel target sehinggamengakibatkan lisisnya sel.4 Photoactivateddisinfection menggunakan suatu photoactivedye tidak toksik yang disebut photosensitizeryang diaktivasi dengan cahaya tampak (visiblelight) pada intensitas rendah dengan kombinasikeberadaan oksigen, akan menghasilkanspesies oksigen sitotoksik yang dapatmenyebabkan kematian bakteri.8

Efektivitas Antimikroba PhotoactivatedDisinfection Terhadap Bakteri E.faecalisPada Perawatan Saluran Akar Gigi

Penelitian Balakrisna N et al tahun 2017telah dilakukan untuk menguji perbandinganefikasi sodium hipoklorit (NaOCL) danPhotoactivated Disinfection (PAD) pada 50buah sampel gigi premolar kedua rahangbawah yang baru dilakukan pencabutandengan alasan perawatan orthodontic atauperiodontal. Sampel gigi diinokulasi denganbakteri E.faecalis ke dalam ruang pulpanyaserta diinkubasi pada suhu 360 C selama 24jam. Sampel gigi dibagi menjadi duakelompok yaitu kelompok 1 diirigasikonvensional dengan syringe menggunakan2,25% NaOCL dan 1,7% EDTA serta dibilasdengan salin. Kelompok 2 yaitu PADmenggunakan laser diode 980 nm +photosensitizer toluidine blue selama 120 detiksetelah irigasi konvensional dengan 2,25%NaOCL dan 1,7% EDTA serta dibilas dengansalin. Evaluasi mikrobial pada kedua

Page 24: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 13-22

20 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

kelompok menunjukkan adanya penguranganyang bermakna pada nilai rata-rata colonyforming unit (CFU) dari E.faecalis. Nilai rata-rata CFU dari E.faecalis pada kelompok 2lebih rendah secara bermakna (14,68)dibandingkan kelompok 1 (163,72) padaP=0,001. Hasil penelitian tersebutmenyimpulkan bahwa aplikasi PAD sebagaisuatu teknik disinfeksi terbaru yangmelengkapi desinfeksi konvensional NaOCL,memiliki potensi antimikroba yang lebihefektif dibandingkan penggunaan tunggalNaOCL dalam mengurangi jumlah bakteriE.faecalis di saluran akar gigi.7

Penelitian sebelumnya yang sejalandengan hasil penelitian Balakrisna N et altahun 2017, telah dilakukan oleh Poggio C etal tahun 2011 untuk mengevaluasi efekantimikroba antara teknik PAD (denganspektrum sinar merah pada panjang gelombang628 nm) dan larutan irigasi konvensional5,25% terhadap bakteri Enterococcus faecalis,Streptococcus mutans dan Streptococcussanguis. Evaluasi viabiltas bakteri secara invitro dengan uji MTT dalam penelitiantersebut dilakukan menggunakan 100 buahsampel gigi manusia yang baru dilakukanpencabutan. Setelah dipreparasi, saluran akardari sampel gigi diirigasi dengan 5% NaOCLdan 17% EDTA dilanjutkan dengan 5%NaOCL. Sampel gigi dibagi menjadi 5kelompok dengan jumlah sampel masing-masing kelompok 10 gigi. Kelompok 1:sampel gigi yang dilakukan desinfeksi denganteknik PAD selama 30 detik; kelompok 2:sampel gigi di irigasi 5% larutan NaOCL laludilakukan PAD selama 30 detik; kelompok 3:sampel gigi diirigasi dengan TBO (toluidineblue O sebagai suatu dyephotoactive/photosensitizer); kelompok 4 :sampel gigi dengan teknik PAD denganpaparan waktu yang lebih lama yaitu 90 detik;kelompok 5 : sampel gigi di irigasi 5%NaOCL sebagai kontrol positif. Hasilpenelitian tersebut menunjukkan bahwakelompok 2 dan 5 menghasilkan persentasepenurunan terbesar pada jumlah ketiga bakteriuji bila dibandingkan kelompok lainnya(p<0,001). Kelompok 4 menghasilkanpersentase penurunan terbesar dari jumlahbakteri uji dibandingkan kelompok 1 dan 3.Persentase penurunan jumlah bakteri uji yangpaling rendah, dijumpai pada kelompok 3.Kesimpulan hasil penelitian tersebut yaitu

teknik PAD yang digunakan setelah (sebagaipelengkap) aplikasi larutan bakteriostatikkonvensional dan agen khelasi konvensional,merupakan teknik yang ideal untukmemperbaiki efek larutan irigasi konvensionalpada perawatan saluran akar gigi.19

Selanjutnya, penelitian Bago I et al tahun 2012juga telah mengevaluasi efek antimikroba dariberbagai teknik disinfeksi saluran akar gigiterhadap E.faecalis pada 110 sampel gigiincisive rahang bawah dan gigi premolarrahang atas manusia yang telah dicabut.Teknikdisinfeksi saluran akar yang evaluasi meliputiiradiasi laser, PAD (dengan laser diode selama3x20 detik), irigasi konvensional dan irigasiyang diaktivasi sonik .Hasil penelitiannyamenunjukkan bahwa terdapat penurunanjumlah CFU dari E.faecalis yang bermaknadari seluruh teknik disinfeksi yang dilakukan(P<0,001). Teknik disinfeksi PAD dan irigasiNaOCL yang diaktivasi sonik lebih efektifsecara bermakna dalam menyebabkanpenurunan jumlah CFU dari E.faecalisdibandingkan iradiasi laser diode dan irigasiNaOCL tunggal (P<0,05). Teknik irigasidengan iradiasi laser diode memiliki efekantimikroba yang setara dengan irigasi NaOCLtunggal. Penelitian tersebut menyimpulkanbahwa teknik disinfeksi PAD dan irigasiNaOCL yang diaktivasi sonik (EndoActivatorsystem) lebih berhasil mengurangi jumlahinfeksi E.faecalis dibandingkan teknik laserdiode dan irigasi NaOCl tunggal menggunakansyringe.16

Penelitian lainnya terkait efikasi teknikPAD dalam menurunkan jumlah CFU daribakteri E.faecalis pada saluran akar gigi yangterinfeksi, telah dilakukan oleh Mohan D et altahun 2015. Penelitian yang menggunakan 53sampel gigi incisive rahang atas manusia inidibagi menjadi kelompok 1: PAD; kelompok2a : perawatan endodontik konvensionaldengan preparasi khemo-mekanis(conventional endodontic therapy/CET selama4 menit; kelompok 2b : perawatan endodontikkonvensional dengan preparasi khemo-mekanis (conventional endodontictherapy/CET selama 2 menit; kelompok 3a :kombinasi CET-PAD selama 4 menit;kelompok 3b : kombinasi CET-PAD selama 2menit. Kelompok CET dilakukan irigasidengan 2,5% NaOCL dan 17% EDTA.Kelompok PAD menggunakan laser diodepada panjang gelombang 670 nm dan kekuatan

Page 25: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 13-22

21 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

65mW. Hasil penelitian menunjukkan bahwapenurunan jumlah bakteri E.faecalis padakelompok 3a sebanyak 99,5% dan kelompok3b sebanyak 98,89%. Penelitian tersebutmenyimpulkan bahwa Teknik PAD dapatmenjadi prosedur pendukung/pelengkap untukmembunuh bakteri E.faecalis di sistem saluranakar gigi setelah dilakukannya preparasikhemomekanis sebagai preparasi saluran akarstandar.3

Penjelasan terhadap kemampuanlarutan irigasi NaOCL sebagai agendisinfektan dalam mengurangi jumlah bakteriE.faecalis di saluran akar gigi pada hasil-hasilpenelitian tersebut diatas, dimungkinkankarena molekul chlorin bebas di dalamNaOCL memiliki efek antibakteri dan efekproteolitik (memecah protein menjadi asamamino) yang mampu membunuh E.faecalisseketika saat berkontak secara langsung. Efekproteolitik NaOCL juga efektif melarutkan sisajaringan pulpa vital dan nekrotik serta kolagendi dalam ruang pulpa dan saluran akar gigi.4,14

Namun mekanisme antimikroba NaOCL inimenjadi tidak efektif terhadap bakteri patogenseperti E.faecalis yang berada di daerahanatomi saluran akar gigi yang sulit dicapai(tidak tersentuh) oleh larutan irigasi maupunpreparasi mekanik oleh instrumen endodontikpada tahap pembersihan saluran akar gigi. 20

Penggunaan sinar laser bernergi rendahpada PAD dapat membantu mencapai daerahsaluran akar gigi yang tidak tersentuh olehpreparasi mekanik instrumen endodontik danlarutan irigasi NaOCL pada prosedur preparasisaluran akar gigi standar secarakonvensional.21,22 PAD yang menggunakansinar laser berenergi rendah memilikikemampuan berpenetrasi lebih dalam ke tubulidentin di dinding saluran akar gigi untukmembunuh bakteri E.faecalis yang diketahuiberkoloni pada kedalaman 600-1000 µm.12

Penelitian Bumb dkk tahun2014 telahmenunjukkan kemampuan PAD berpenetrasike dalam tubuli dentin di dinding saluran akarhingga kedalaman 890-900 µm,22 sedangkanpenetrasi NaOCL hanya mampu mencapaikedalaman 60-150µm.13 Potensi antimikrobaPAD terhadap E.faecalis di saluran akar gigidapat efektif terjadi karena PADmenggunakan suatu photoactive dye tidaktoksik yang disebut photosensitizer yangdiaktivasi dengan cahaya tampak (visible light)

pada intensitas rendah dengan kombinasikeberadaan oksigen, akan menghasilkanspesies oksigen sitotoksik. Mekanismekerjanya yaitu bila iradiasi dengan cahayapada panjang gelombang tertentu sesuaidengan puncak absorpsi dari photosensitizerakan menghasilkan energi . Energi yangditransfer dari photosensitizer teraktivasitersebut akan diteruskan pada oksigen yangtersedia sehingga bertransformasi membentukoksigen singlet sebagai spesies oksigen yangsangat reaktif dan toksik. Kontak antaraoksigen singlet dengan dinding sel bakteriakan merusak protein,lemak,asam nukleat dankomponen selular sel bakteri sehinggamenyebabkan pecahnya sel bakteri sertakematian bakteri.8

KESIMPULANPenggunaan teknik Photoactivated

disinfection terbukti mampu mengurangijumlah bakteri E,faecalis di saluran akar gigiyang terinfeksi secara efektif. Potensiantimikroba dari Photoactivated disinfectionterhadap E.faecalis di saluran akar gigi dapatmenjadi prosedur pelengkap/penunjang dariprosedur preparasi saluran akar standar secarakhemomekanis dengan bahan irigasi NaOCL.

SARANPerlu terus dikembangkan penelitian

secara in vitro maupun in vivo terkait potensiantimikroba dari teknik Photoactivateddisinfection terutama karena terbukti efektiftanpa efek samping dalam mengurangi jumlahbakteri E,faecalis yang memiliki resistensitinggi dan membentuk biofilm di saluran akargigi.

DAFTAR PUSTAKA1. Ercan E, Dalli M, Yavuz L, Ozekinci T.

Investigation of microorganism ininfected dental root canals.BiotechnolEquipt.2006;20(2):166-172.

2. Engstrom B.The significance ofenterococcus in root canaltreatment.Odontol Revy 1964;15:87-106.

3. Mohan D, Maruthingal S, Indira R,Divakar DD Al Kheraif AA,Ramakrishnaiah R, Durgesh BH.Photoactivated disinfection (PAD) ofdental root canal system-An ex-vivostudy. Saudi Journal of Biological

Page 26: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 13-22

22 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Science 2016;23:122-127.4. Peters OA, Peters CI,Basrani B. Cleaning

and shaping the root canal system.In:Hargreaves K, Berman LH (Editor).Cohen’s Pathways of The Pulp.11th

ed.St.Louis:Elsevier,2016: 249-265.5. Schiffner U, Cachovan G, Bastian J,

Sculean A, Eick S. In vitro activity ofphotoavtivated disinfection using a diodelaser in infected root canals.Journal ActaOdontologica Scandinavica 2014;72:673-679.

6. Schoop U, Goharkhay K, Klimsha J,Zagler M,Wernish J, Georgopoulos A,Sperr W, Moritz A. Use of ErCrYSGGlaser in endodontic treatment.JournalAmerican Dental Assiciation2007;138(7):949-955.

7. Balakrishna N, Moogi P,Kumar GV,Prashanth BR, Shetty NK, Rao KR. Effectof conventional irrigation andphotoactivated disinfection onEnterococcus faecalis in root canals: Anin vitro study.Journal of ConservativeDentistry 2017;20(2): 125-128.

8. Bonsor SJ, Nichol R, Reid TMS, PearsonGJ. Microbiological evaluation ofphotoactivated disinfection in endodontics(An in vivo study).Br Dent J2006;200(6):337-341.

9. Lee MT, Bird PS, Walsh LJ.Photoactivated disinfection of the rootcanal: a new role for laser inendodontics.Australian EndodonticJournal 2004;30:93-98.

10. Garces AS, Nunez SC, Hamblim MR,Suzuki H, Ribiero M. Photodynamictherapy associated with conventionalendodontic treatment in patients withantibiotic-resistant microflora: apreliminary report.Journal of Endodontics2010;36:1463-1466.

11. Stuart CH, Schwartz SA, Beeson TJ,Owatz CB. Enterococcus faecalis:its rolein root canal treatment failure and currentconcepts in retreatment.J Endod2006;32(2):93-98.

12. George S, Kishen A, Song KP.The role ofenvirontment changes on monospeciesbiofilm formation on root canal wall byEnterococcus faecalis,J Endod2005;31(12):867-872.

13. Berkiten M, Berkiten R,Okar.Comparative evaluation of

antibacterial effect of Nd:YAG laserirradiation in root canals and dentinaltubules. JOE 2000;26(5):268-270.

14. Torabinejad M, Walton RE, FouadAF.Endodontics Principles andPractice.5th ed.St.Louis:Elsevier,2015:273-281.

15. Chitre AP. Manual of Local Anesthesia inDentistry.3rd ed.New Delhi:Jaype BrotherMedical Publisher(P)Ltd,2016:101-106.

16. Bago I, Plecko V, Panduric DG,Schauperl Z, Baraba A, Anic I.Antimicrobial efficacy of a high powerdiode laser, photo-avtivated disinfection,conventional and sonic activatedirrigation during root canal treatment.International Endodontic Journal 2012;1-9.

17. Kanopka K, Goslinski T. Photodynamictherapy in dentistry.Journal of DentalResearch 2007;86(8):694-707.

18. Shrestha A, Kishen A. The effect of tissueinhibitors on the antibacterial activity ofchitosan nanoparticles and photodynamictherapy.J Endod 2012;48:1275-1278.

19. Poggio C, Arciola CR, Dagna A, FlorindiF, Chiesa M, Saino E, Imbriani M, VisaiL. Photoactivated disinfection (PAD) inendodontics: an in vitro microbiologicalevaluation. Int J Artif Organs 2011:1-9.

20. Radcliffe CE, Potouridou L, Qureshi R,Habahbeh N, Qualthrough A,Worthington H. Antimicobial activity ofvarying concentration of sodiumhypochlorite on theendodontic microorganisms Actinomycesisraelii, A.naeslundii, Candida albicansand Enterococcus faecalis.Int Endod J2004;37:438-436.

21. Odor TM, Watson TF, Pitt ford TR, McDonald F. Pattern of transmission of laserlight in teeth. International EndodonticsJournal 1996;29:228-234.

22. Bumb SS, Bhaskar DJ, Agali CR, PuniaH, Gupta V, Singh V, Kadtane F.Assesment of photodynamic therapy(PDT) in disinfection of deeper dentinaltubules in a root canal system: An in vitroStudy. Available in http://www.jcdr.netPublish Nov 20, 2014.

Page 27: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 23-32

23 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta indica) TERHADAPPERTUMBUHAN Enterococcus faecalis SECARA IN-VITRO

Cut Soraya, Sunnati, Fenny WulandariBagian Konservasi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

Correspondence email to: [email protected]

AbstrakPerawatan saluran akar adalah perawatan yang dilakukan untuk mempertahankan gigi agar dapatberfungsi di lengkung gigi selama mungkin. Penyebab dominan dari kegagalan perawatan endodontikadalah adanya bakteri di dalam saluran akar. Bakteri yang paling sering ditemukan pada isolasi darigigi yang mengalami kegagalan perawatan saluran akar adalah Enterococcus faecalis (E.faecalis).Salah satu jenis tanaman herbal yang memiliki sifat antibakteri yang tinggi adalah tanaman mimba(A.indica). Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efek antibakteri ekstrak daun mimba (A.indica)terhadap pertumbuhan E. faecalis. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorisdengan desain penelitian true experimental posttest only control group. Penelitian dilalukan denganmenguji ekstrak daun mimba (A.indica) pada konsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%terhadap pertumbuhan E. faecalis yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas KedokteranHewan (FKH) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Hasil uji fitokimia yang dilakukan menunjukkanbahwa ekstrak daun mimba (A. indica) positif mengandung triterpenoid, phenolic compound, tanin,steroid dan saponin yang berperan sebagai antibakteri. Hasil uji efek antibakteri ekstrak daun mimba(A. indica) menunjukkan adanya pembentukan zona hambat di sekitar kertas cakram pada setiapkonsentrasi. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak daun mimba memiliki efek antibakteri yangmemiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan E. faecalis. Uji statistik digunakanmenggunakan one way ANOVA. Kemudian dilakukan uji lanjut (Post hoc test) menggunakan LeastSignificant Difference untuk menganalisis perbedaan efek antibakteri ekstrak daun mimba (A. indica)dalam konsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% terhadap pertumbuhan E.faecalis.Kesimpulan penelitian ini ekstrak daun mimba (A. indica) berpotensi menghambatpertumbuhan E. faecalis.Kata Kunci: Azadirachta indica, Enterococcus faecalis, perawatan saluran akar.

AbstractRoot canal treatment is a treatment performed to maintain the teeth to function in the dental arch foras long as possible. The failure dominan cause of endodontic treatment is presence of bacteria in theroot canal. Most common bacteria found in isolation from teeth with root canal failure isEnterococcus faecalis (E. faecalis). The plant that has antibacterial activity is the mimba tree(A.indica). Purpose of this study was to determine the antibacterial effect of mimba leaf extract againE. faecalis. It’s a laboratory experimental research with true experimental posttest only control groupdesign. The research was conducted by examining mimba leaf extract at concentrations of 10%, 20%,40%, 60%, 80% and 100% again E. faecalis conducted at Microbiology Laboratory of Faculty ofVeterinary Medicine (FKH) of Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Phytochemical test resultsshowed that mimba leaf extract contain triterpenoid, phenolic compound, tannin, steroid and saponinwhich act as antibacterial. The results of antibacterial effect of mimba leaf extract showed theformation of drag zone around paper disc at each concentration. The mimba leaf extract has anantibacterial effect that has the ability to inhibit the growth of E. faecalis. Statistical test was usingone way ANOVA. Post hoc test was performed using Least Significant Difference to see thedifference of antibacterial effect of mimba leaf extract in concentrations 10%, 20%, 40%, 60%, 80%and 100% on growth of E. faecalis. Conclusion of this study, mimba leaf extract has an effect on thegrowth of E. Faecalis.Keyword: Azadirachta indica, Enterococcus faecalis, root canal treatment.

Page 28: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 23-32

24 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

PENDAHULUANPerawatan saluran akar bertujuan untuk

menghilangkan jaringan yang terinfeksi,mengeliminasi bakteri dan mencegahkontaminasi ulang pasca pengobatan.1 Taylor(1984) mengemukakan prinsip perawatansaluran akar yang dikenal dengan “TriadEndodontik” mencakup preparasi saluran akar,sterilisasi saluran akar serta obturasi. Prosedurini dilakukan untuk meminimalisir kegagalanperawatan saluran akar.2,3

Terdapat beberapa hal yang dapatmenyebabkan kegagalan pada perawatanendodontik, yaitu restorasi korona yang tidakadekuat, debridemen dan atau desinfeksi saluranakar yang tidak adekuat, kesalahan pada obturasimeliputi obturasi yang tidak hermetis dan keluardari saluran akar, serta keberadaan bakteri didalam saluran akar.4 Dari semua faktor yangdapat menyebabkan kegagalan pada perawatansaluran akar, keberadaan bakteri di dalamsaluran akar merupakan faktor yang palingsering menyebabkan kegagalan pada perawatansaluran akar.5

Enterococcus faecalis adalah bakteriGram-positif fakultatif anaerob.6 E. faecalismemiliki beberapa faktor virulensi yang dapatmembantunya dalam proses perlekatan, invasi,dan pertahanan dalam sel dan jaringan hostmeliputi: aggregation substance, cytolysin,extracellular superoxide production, gelatinase,hyaluronidase, lipotheichoic acid, sexpheromones, dan surface adhesions.7,8

Pada perawatan endodontik untukmengeliminasi E. faecalis dan membersihkansaluran akar dari jaringan nekrotik, debris,darah, dan kontaminan lainnya dilakukan prosesdebridemen yang dilanjutkan dengan prosesirigasi.9 Irigasi saluran akar akan melarutkansisa-sisa zat organik dan membunuhmikroorganisme kemudian membersihkan debrisdari rongga saluran akar.10

Bahan irigasi yang paling efektif untukmembunuh bakteri dan paling sering digunakanpada perawatan saluran akar adalah kombinasiantara sodium hipoklorit (NaOCl) danklorheksidin (Chx).11,12 Akan tetapi, kombinasidari kedua bahan tersebut menyebabkanterbentuknya Parachloroaniline (PCA) yangdapat menyumbat tubulus dentin dan bersifat

toksik.13 Merujuk kepada hal tersebut, makamulai banyak dilakukan penelitian untukmenemukan bahan irigasi berbahan dasar herbalyang efektif untuk menghambat pertumbuhnbakteri di dalam saluran akar infektif,khususnya E. Faecalis, namun dengan sifattoksik yang rendah terhadap sel inang.10

Mimba (Azadirachta indica) atau yangsering disebut neem adalah tumbuhan hijauasli India.14 Hasil penelitian yang dilakukan olehIrshad (2011) menunjukkan bahwa mimbamemiliki kandungan alkaloid, flavonoid,triterpenoid, phenolic compound, karotenoid,steroid dan keton.15 Penelitian lain yangdilakukan oleh Susmitha (2013) menunjukkanbahwa mimba memiliki kandungan alkaloid,steroid, saponin, tanin dan flavonoid. Padabidang kesehatan, mimba dapat digunakansebagai bahan anti inflamasi, antiartritik,hipoglikemik, antipiretik, diuretik, dan anti-gastric ulcer, antifungi, atibakteri, spemisidal,antimalaria, antitumor, immunomodulotory,hepatoprotektif dan antioksidan.16,17

Berdasarkan tinjauan literatur di atas,maka penelitian ini dimaksudkan untukmengevaluasi potensi antibakteri daun mimba(A. indica) terhadap terhadap pertumbuhanbakteri E. faecalis. in vitro.

SAMPEL PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian

eksperimental laboratoris dengan desainpenelitian true experimental posttest onlycontrol group. Sampel penelitian adalah ekstrakdaun mimba (A. indica) pada konsentrasi 10%,20%, 40%, 60%, 80% , 100% yang dibuat diLaboratorium Kimia dan Hayati FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam(FMIPA) Universitas Syiah Kuala Banda Acehdan E. faecalis ATCC 29212 yang berasal daristok Laboratorium Mikrobiologi FakultasKedokteran Hewan (FKH) Universitas SyiahKuala Banda Aceh.

PROSEDUR PENELITIAN1. Sterilisasi Alat

Sebelum prosedur penelitian dilakukan,terlebih dahulu melalui sterilisasi alat. Semuaalat dicuci bersih, dikeringkan dan dibungkusdengan kertas aluminium foil. Selanjutnya alat

Page 29: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 23-32

25 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

dan bahan disterilisasi di dalam autoklaf padasuhu 121°C selama 15 menit. Alat-alat lainseperti jarum ose disterilkan dengan caradilewatkan di atas api spiritus.17

2.Preparasi Ekstrak Daun Mimba(Azadirachta indica)

Sebanyak 1,5 kg daun mimba (A. indica)dengan kriteria segar yang diperoleh dariDarussalam, Kecamatan Syiah Kuala dicucihingga bersih, kemudian dikeringkan dengancara diangin-anginkan (tidak dikeringkandengan sinar matahari agar zat kimia didalamnya tidak rusak) pada suhu ruangan.Setelah daun mimba (Azadirachta indica)kering, daun tersebut dipotong agar berukuranlebih kecil lalu dihaluskan dengan menggunakanblender hingga menjadi serbuk.18

Selanjutnya daun mimba (A. indica) yangtelah dijadikan serbuk, diekstraksi denganmetode maserasi menggunakan pelarut etanol96%. Serbuk daun mimba (A. indica) tersebutdimasukkan ke dalam toples dan direndamdengan etanol 96% selama 3 hari pada suhuruangan sampai ekstrak dan pelarut tercampursemua serta dilakukan pengadukan setiapharinya. Setelah itu dilakukan penyaringandengan menggunakan kertas saring sehinggadidapat filtrat dan ampas. Filtrat tersebut laludiuapkan dengan alat rotary evaporator padasuhu 40°C sehingga pelarut etanol menguap dandidapatkan ekstrak murni daun mimba(A.indica).19,20

3. Uji Fitokimia Ekstrak Daun Mimba (A.indica)

Uji fitokimia pada ekstrak daun mimbadilakukan untuk mengetahui kandungan zat aktifdi dalam ekstrak.21 Identifikasi kandungansenyawa alkaloid dilakukan dengan meneteskansatu ml pereaksi Dragendorff (larutan potassiumbismuth iodide) pada satu ml ekstrak. Apabilaekstrak mengandung alkaloid maka akanterbentuk endapan merah bata.22 Identifikasikandungan senyawa flavonoid dilakukan denganShinoda’s test yaitu menambahkan satu ml HCl,etanol dan Mg ke dalam ekstrak. Perubahanwarna menjadi merah atau jingga menunjukkanbahwa ekstrak tersebut mengandung flavonoid.23

Uji tanin dan senyawa fenol dilakukandengan Breamer’s test. Lalu ekstrakditambahkan empat tetes larutan ferric chloride

(FeCl3). Apabila terbentuk warna hijau atau birukehitaman menunjukkan adanya kandungantanin pada ekstrak dan jika terbentuk warnahitam pekat menunjukkan bahwa ekstrakmengandung senyawa fenol.23,25 Uji kandungansaponin dilakukan dengan Foam test. Sebanyak0,5 ml ekstrak dimasukkan ke dalam tabungreaksi kemudian ditambahkan akuades steril laludikocok secara vertikal selama 10 detik. Apabilaterjadi pembentukan busa setinggi 1-10 cm yangstabil selama 10 menit maka ekstrak tersebutpositif mengandung saponin.25

Identifikasi steroid dan triterpenoiddilakukan dengan uji Liebermann-Bucchardyaitu dengan menambahkan asam asetat anhidratdan asam sulfat pekat pada satu ml ekstrakkental yang telah dimasukkan ke dalam tabungreaksi. Apabila terbentuk warna hijau atau birumengindikasikan bahwa terdapat kandungansteroid dalam ekstrak. Sedangkan ekstrak yangmengandung triterpenoid akan berwarna unguatau jingga.26

4. Pembuatan Variabel Konsentrasi EkstrakDaun Mimba (A. indica)

Hasil ekstrak murni yang telah didapatkemudian dilakukan pengenceran denganmenambahkan CMC 1% agar didapatkonsentrasi yang diperlukan yaitu 10%, 20%,40%, 60%, 80% dan 100%. Hasil pengenceranlalu dihomogenkan menggunakan vortex.Adapun rumus pengenceran yang digunakanadalah sebagai berikut:

Keterangan: C1 : konsentrasi awalC2 : konsentrasi akhirV1 : volume awalV2 : volume akhir

5. Preparasi Medium bakteriPada penelitian ini, Medium Mueller

Hinton Agar (MHA) digunakan untuk membiakE. faecalis. Sebanyak 2,28 grbubuk mediaMueller Hinton Agar (MHA) dituankan kedalam 60 ml akuades. Kemudian dipanaskan dihot plate sampai mendidih, dan Mediadimasukkan ke dalam autoklaf selama 15 menitdengan tekanan udara 2 atm pada suhu 121°Clalu didiamkan dalam suhu kamar sampaimencapai suhu kurang lebih 50oC, dituangkan

C1.V1 = C2.V2

Page 30: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 23-32

26 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

ke dalam cawan petri secara asepsis dandibiarkan hingga dingin dan mengeras pada suhukamar.27

6. Kultur Enterococcus faecalisE. faecalis ditumbuhkan pada medium

Mueller Hinton Agar (MHA) dengan cara ;cawan petri dibagi menjadi 3 bagianmenggunakan spidol marker. Kemudian, denganmenggunakan jarum ose yg telah dipanaskandengan cara dilewatkan di atas api (spiritus) laluditunggu sebentar. Langkah selanjutnya adalahmengambil biakan E. faecalis untuk diinokulasike daerah 1 dengan goresan zig-zag. Kemudianpanaskan kembali jarum ose dengan caradilewatkan di atas api spiritus lalu ditungguhingga dingin. Selanjutnya dilakukanpengkulturan dengan goresan zig-zag padadaerah 2, tegak lurus dengan goresan pertama.Kemudian panaskan kembali jarum ose dengancara dilewatkan di atas api spiritus lalu ditungguhingga dingin , lalu dilanjutkan pengkulturan kedaerah 3 dengan goresan zig zag tegak lurusdaerah kedua.27 Cawan petri yang telah dikulturbakteri kemudian ditutup rapat dan dimasukkankedalam toples yang telah diletakkan lilin yangmenyala. Ketika lilin di dalam toples mati, makasuasana di dalam toples menjadi anaerob ataudapat pula menggunakan anaerobic jar.Kemudian diinkubasi dalam inkubator selama 48jam pada suhu 37°C.28

7. Pembuatan Suspensi Enterococcus faecalisKoloni E. faecalis yang sudah dikultur

pada media Mueller Hinton Agar (MHA)diambilmenggunakan jarum ose yang telah distrerilkansebanyak satu ose. Kemudian dimasukkan kedalam tabung yang berisi Nutrient Broth (NB)sebanyak 5 ml lalu dihomogenkan denganvortex. Suspensi diinkubasi selama 48 jamdalam suasana anaerob pada suhu 37°C. Lalukekeruhan suspensi bakteri tersebut disetarakandengan standar Mc Farland 0,5 yang setaradengan 1,5 x 108 CFU/ml.17

8. Uji Pengaruh Ekstrak Daun Mimba (A.indica) terhadap Pertumbuhan E. faecalis

Langkah pertama, sterile wooden cottondicelupkan ke dalam suspensi bakteri yang telahsetara dengan larutan Mc Farland 0,5. Sterilewooden cotton lalu ditekan pada dinding bagiandalam tabung sampai tidak ada cairan yangmenetes. Kemudian dioles secara merata pada

masing-masing permukaan media MuellerHinton Agar (MHA) dengan teknik swab dandibiarkan selama 5 menit. Selanjutnya kertascakram ditetesi masing-masing stok variabelekstrak daun mimba (A. indica) dengankonsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%, 80% dan100%, klorheksidin 2% sebagai kontrol positif,dan akuades sebagai kontrol negatifmenggunakan mikropipet.28

Kertas cakram yang telah ditetesi masing-masing konsentrasi ekstrak daun mimba (A.indica) serta bahan kontrol diletakkan padapermukaan media Mueller Hinton Agar (MHA)yang telah diolesi suspensi bakteri. Jarak antarakertas cakram harus cukup luas sehinggawilayah jernih tidak berhimpit. Kertas cakramditekan menggunakan pinset pada permukaanmedia sehingga terdapat kontak yang baik antarakertas cakram dan media agar. Selanjutnyamedia Mueller Hinton Agar (MHA) diinkubasidalam inkubator pada suhu 37°C selama 48 jampada suasana anaerob. Eksperimen dilakukansebanyak 3 kali pengulangan, pada waktu yangberbeda . Setelah 48 jam dilakukan pengukuranzona terang untuk tiap konsentrasi ekstrak daunmimba (A. indica), dengan menggunakanjangka sorong.29 Hasil pengukuran yangdiperoleh diinterpretasikan berdasarkanklasifikasi seperti diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Respon Hambat PertumbuhanBakteri Berdasarkan Ahn29

DiameterZona Terang

Respon HambatPertumbuhan

>20 mm Kuat

16-19 mm Sedang

10-15 mm Lemah

<10 mm Tidak ada

9. Analisis DataData hasil penelitian ini dianalisis secara

statistik dengn menggunakan One Way Analysisof Variance (ANOVA), dengan nilai P < 0,05ditetapkan sebagai batas kemaknaan. Kemudiandilakukan uji lanjut (Post hoc test)menggunakan Least Significant Difference untukmenganalisis perbedaan efek antibakteri ekstrakdaun mimba (Azadirachta indica) dalamkonsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%, 80% dan100% terhadap pertumbuhan E. faecalis.30

Page 31: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 23-32

27 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

HASIL1. Hasil Ekstraksi Daun Mimba (A. indica)

Hasil pengeringan 1,5 kg daun mimbadidapatkan 285 gr serbuk daun mimba, setelahdiekstraksi didapatkan, 52 gr ekstrak daunmimba (Gambar 1.).

Gambar 1. Ekstrak Daun Mimba (A. indica)

2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Mimba(A. indica)

Hasil uji fitokimia menunjukkan adanyasenyawa aktif pada ekstrak daun mimba tabel 2

Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun MimbaNo Uji

FitokimiaEkstrak Daun

Mimba1 Alkaloid -2 Flavonoid -3 Triterpenoid +

Fenol +5 Tanin +6 Steroid +7 Saponin +

Hasil pewarnaan Gram diamatimenggunakan mikroskop dengan pembesaran1000x. Gambaran yang terlihat adanya E.faecalis berbentuk kokus dan berwarna ungu(Gambar 2).

Gambar 2. E Faecalis berbentuk kokus ungu

4. Hasil Pembuatan Suspensi E. faecalisHasil pembuatan koloni E. faecalis yang

kekeruhannya telah disetarakan dengan standarMc Farland 0,5 yang setara dengan 1,5 x 108

CFU/ml (Gambar 3).

Gambar 3. Suspensi E. faecalis yang ditumbuhkanpada medium cair

5. Hasil Uji Efek Antibakteri Ekstrak DaunMimba terhadap Pertumbuhan E.faecalis

Hasil uji daya hambat ekstrak daunmimba (A. indica) dengan beberapa konsentrasiserta kontrol positif dan negatif terhadappertumbuhan E. faecalis menunjukkanterbentuknya zona bening di sekeliling cakram.Hasil pengukuran rata-rata zona hambatdiinterpretasikan menurut klasifikasi Ahn dkk(Tabel 5.1.). Konsentrasi ekstrak yang diuji yaitu10%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% sertaklorheksidin 2% sebagai kontrol positifmenunjukkan terbentuknya zona bening disekitar cakram, sedangkan akuades sebagaikontrol negatif tidak menunjukkan zona beningdi sekitar cakram (Gambar 4. (Gambar 4).

Gambar 4. Zona Hambat Ekstrak Daun Mimbadengan Konsentrasi 10%, 20%, 40%, 60%,80%,100%, Kontrol Positif dan Kontrol Negatif.

a. b.

10%

20%

40%

60%

100%%

K -

K +

80%%

Page 32: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 23-32

28 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Tabel 3 .Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Enterococcus faecalis dariEkstrak Daun Mimba, Kontrol Positif dan Kontrol Negatif.

KonsentrasiBahan Uji

Zona Hambat (mm) Rata-rataZona Hambat

(mm)

Ahn dkk

1 2 3 Diameter ZonaTerang (mm)

Respon Hambat

10% 9,9 10,1 10,3 10,1 10-15 mm Lemah

20% 13,6 14,1 13,2 13,6 10-15 mm Lemah

40% 14,5 15,6 15,2 15,1 10-15 mm Lemah

60% 19,4 19,1 19,2 19,2 16-19 mm Sedang

80% 19,5 19,9 20,1 19,8 16-19 mm Sedang

100% 20,1 20,0 20,4 20,1 >20 mm Kuat

Chx 2% 28,1 28,7 28,9 28,5 >20 mm Kuat

Akuades 6 6 6 6 <10 Tidak ada

Keterangan : P1 : Pengulangan 1, P2 : Pengulangan 2, P3 : Pengulangan 3

Berdasarkan interpretasi dari tabel diatasdapat disimpulkan bahwa zona hambat palingrendah yang ditunjukkan oleh ekstrak daunmimba berada pada konsentrasi 10% sedangkanzona hambat paling tinggi yang ditunjukkanoleh ekstrak daun mimba berada padakonsentrasi 100%.

Uji statistik pada penelitian inimenggunakan one way ANOVA dengan syaratlebih dari dua kelompok, distribusi data normal,dan varian data sama. Penelitian ini memiliki 8kelompok dengan 2 kelompok kontrol dan 6kelompok perlakuan. Hasil uji normalitas daridata penelitian menunjukkan P>0,05 yangberarti data tersebut berdistribusi normal. Ujihomogenitas menunjukkan data pada penelitianini homogen sehingga dapat dilanjutkan denganuji ANOVA. Hasil uji one way ANOVAmenunjukkan nilai p= 0,000 yang berarti p<0,05membuktikan bahwa terdapat pengaruh darikelompok uji terhadap pertumbuhan E. faecalis.Hasil uji lanjut Least Significant Difference(LSD) menunjukkan bahwa adanya perbedaanyang bermakna dari setiap konsentrasi dankelompok kontrol.

PEMBAHASANPenelitian ini diawali dengan pembuatan

ekstrak daun mimba (A. indica) yang diperolehdari daerah Darussalam, Kecamatan SyiahKuala, Kota Banda Aceh. Daun mimba dipetikselanjutnya dicuci dengan air mengalirkemudian dikeringkan selama 7 hari.31 Tujuandilakukannya pengeringan adalah untukmengurangi kadar air, selain itu juga untukmendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak

dan dapat disimpan dalam waktu lebih lama.32

Hasil uji fitokimia yang dilakukanmenunjukkan bahwa ekstrak daun mimba (A.indica) positif mengandung triterpenoid,phenolic compound, tanin, steroid dan saponinyang berperan sebagai antibakteri. Hasil ujifitokimia tersebut tidak sejalan dengan hasilpenelitian Irshad (2011) yang menyatakanbahwa ekstrak daun mimba memiliki kandunganalkaloid, flavonoid, triterpenoid, phenoliccompound, karotenoid, steroid dan keton.15

Namun, penelitian lain yang dilakukan olehSusmitha (2013) mendukung hasil penelitianyang menyatakan adanya kandungan senyawasaponin dan tanin pada ekstrak daun mimba.31

Adanya perbedaan kandungan senyawa aktifpada tumbuhan dipengaruhi oleh faktor internaldan eksternal. Faktor internal yaitu genetik danumur tanaman, sedangkan faktor eksternalseperti perbedaan cuaca, temperatur, curahhujan, cahaya, keadaan tanah dan kandungannutrisi dalam tanah.36 Tidak terkandungnyasenyawa alkaloid dan flavonoid pada ekstrakdaun mimba menyebabkan melemahnya sifatantibakteri yang dimiliki oleh ekstrak daunmimba. Hal ini disebabkan apabila ekstrak daunmimba mengandung alkaloid dan flavonoidmaka senyawa aktif yang akan membunuhbakteri akan semakin kompleks.

Senyawa kimia yang dikandung olehekstrak daun mimba memiliki mekanisme yangberbeda dalam memberikan efek antibakteri.Triterpenoid bereaksi dengan protein porin(transmembran) pada membran luar dinding selbakteri, membentuk ikatan polimer yang kuatsehingga mengakibatkan rusaknya porin.

Page 33: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 23-32

29 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Rusaknya porin akan mengurangi permeabilitasdinding sel bakteri dan menyebabkan bakterikekurangan nutrisi sehingga pertumbuhanbakteri terhambat atau mati. Saponin dapatbersifat antibakteri dengan cara membentuksenyawa kompleks dengan membran sel melaluiikatan hidrogen, sehingga dapat menghancurkansifat permeabilitas dinding sel dan akhirnyamenimbulkan kematian sel.37 Phenoliccompound dan tanin akan bereaksi denganmembran sel, menginaktivasi enzim reversetranskriptase dan DNA topoisomerase, sertadestruksi atau inaktivasi materi genetik bakteri.38

Steroid memiliki sifat antibakteri karena dapatmenyebabkan kebocoran pada dinding selbakteri.19

Hasil uji efek antibakteri ekstrak daunmimba (A. indica) menunjukkan adanyapembentukan zona hambat di sekitar kertascakram pada setiap konsentrasi. Hal inimembuktikan bahwa ekstrak daun mimbamemiliki efek antibakteri yang memilikikemampuan dalam menghambat pertumbuhan E.faecalis.6

Berdasarkan Tabel 4.2. menurutklasifikasi Ahn, diketahui bahwa ekstrak daunmimba pada konsentrasi 10%, 20% dan 40%menunjukkan rata-rata zona hambat masing-masing 10,1 mm, 13,6 mm dan 15,1 mm yangmenandakan respon hambat ekstrak daun mimbaterhadap pertumbuhan E. faecalis pada ketigakonsentrasi ini adalah lemah. Ekstrak daunmimba pada konsentrasi 60% dan 80%menunjukkan rata-rata zona hambat masing-masing 19,2 mm dan 19,8 mm yangmenandakan respon hambat ekstrak daun mimbaterhadap pertumbuhan E. faecalis pada keduakonsentrasi ini adalah sedang. Ekstrak daunmimba pada konsentrasi 100% menunjukan rata-rata zona hambat 20,1 mm yang menandakanrespon hambat ekstrak daun mimba terhadappertumbuhan E. faecalis pada konsentrasi iniadalah kuat.29 Hasil tersebut menunjukkanbahwa terdapat peningkatan diameter zonahambat bakteri sesuai dengan meningkatnyakonsentrasi dari ekstrak. Peningkatan diameterzona hambat bakteri dapat meningkat apabilaekstrak yang digunakan semakin tinggikonsentrasinya. Hal ini disebabkan semakintinggi konsentrasi dari ekstrak maka semakin

banyak zat aktif yang terkandung di dalamnya,sehingga zona hambat bakteri yang terbentuksemakin besar pula. Hasil penelitian ini sejalandengan penelitian Subramaniam (2005) yangmeneliti kemampuan ekstrak daun mimba dalammenginhibisi pertumbuhan Streptococcusmutans, hasil penelitian tersebut menunjukkanbahwa kemampuan ekstrak daun mimba dalammenginhibisi pertumbuhan S. mutans meningkatseiring dengan peningkatan konsentrasiekstrak.40

Hasil uji daya hambat klorheksidin 2%sebagai kontrol positif menunjukkan rata-ratazona hambat yang paling luas yaitu 28,5 mmyang menandakan respon hambat klorheksidinterhadap pertumbuhan E. faecalis adalah kuat.Kemampuan klorheksidin dalam menghambatpertumbuhan E.faecalis disebabkan klorheksidinmampu mendenaturasi dinding sel bakteridengan cara membentuk pori-pori di membransel. Klorheksidin bermuatan hidrofilik danlipofilik yang berinteraksi dengan phospolipiddan lipopolisakarida yang terkandung di dalammembran sel. Akibatnya terjadi gangguan darimembran sel yang memungkinkan klorheksidinmemasuki sel dan mengakibatkan toksisitasintraselular.41 Sedangkan pada kontrol negatifyaitu akuades tidak menunjukkan adanya zonahambat bakteri, sehingga dapat disimpulkanbahwa akuades tidak memiliki sifat antibakteriyang mampu menghambat pertumbuhan E.faecalis.

Hasil uji statistik menggunakan one wayANOVA menunjukkan nilai p=0,00 yang berartip<0,05, sehingga hipotesis yang menyatakanbahwa ekstrak daun mimba (Azadirachta indica)berpengaruh terhadap pertumbuhan E. faecalisditerima. Pada uji lanjut (post hoc)menggunakan Least Significant Difference(LSD)menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yangbermakna antara kelompok konsentasi dankelompok kontrol yang diuji. Perbedaan yangsignifikan ditunjukkan antara konsentrasi 10%,20%, 40%, dan 60% terhadap konsentrasi lain.Hal ini disebabkan oleh rentan diameter zonahambat pada keempat konsentrasi tersebutterhadap konsentrasi lain cukup jauh. Perbedaanyang signifikan juga ditunjukkan padakonsentrasi 80% terhadap konsentrasi 10%,20%, 40%, 60%, dan kontrol positif serta

Page 34: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 23-32

30 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

kontrol negatif. Namun, konsetrasi 80%terhadap konsentrasi 100% menunjukkan nilaip=0,238 yang berarti tidak terdapat perbedaanyang signifikan antara kedua konsentrasitersebut. Hal ini disebabkan karena padakonsentrasi 80% pengencer yang ditambahkansedikit sehingga kandungan senyawa aktif yangterkandung pada kedua konsentrasi ini tidakberbeda jauh. Zona hambat paling tinggiterhadap pertumbuhan E. faecalis ditunjukkanoleh ekstrak daun mimba pada konsentrasi100%. Pada uji lanjut untuk membandingkanantara konsentrasi 100% dengan klorheksidinmenunjukkan nilai p=0,000 yang berarti terdapatperbedaan yang signifikan antara zona hambatyang ditunjukkan oleh konsentrasi 100% denganklorheksidin 2%.

Berdasarkan analisis ini dapatdisimpulkan bahwa ekstrak daun mimba(Azadirachta indica) mempunyai efekantibakteri dan dapat menghambat pertumbuhanE. Faecalis. Semakin tinggi konsentrasi ekstrakdaun mimba maka semakin efektif potensihambat hambatnya terhadap pertumbuhan E.Faecalis, in vitro.

Keterbatasan penelitian ini adalah hanyamenggunakan metode Kirby Bauer dalammelihat zona hambat.

SARANUntuk penelitian lanjutan disarankan

menggunakan metode yang lebih sensitiveseperti spektrofotometri serta dilakukanpengukuran KHM dan KBM.

KESIMPULANKandungan triterpenoid, phenolic

compound, tanin, steroid dan saponin padaekstrak daun mimba (A. indica) memiliki potensihambat terhadap pertumbuhan E. FaecalisATCC 29212.

DAFTAR PUSTAKA1. Mathew S, Boopathy T. Enterococcus

faecalis - An endodontic challange.Institute of Dental Science & Report TamilNadu: Department of ConservativeDentistry & Endodontics.

2. Grossman LI, Oliet S, Rio CED. Ilmuendodontik dalam praktek. 11 ed. Jakarta:

EGC; 1995.3. Walton RE. Preparasi akses dan penentuan

panjangKerja. In: Walton RE, TorabinehadM, editors. Prinsip dan Praktik IlmuEndodonsia. 3 ed. Jakarta: EGC; 2008. p.205-28.

4. Sigurdsson A. Evaluasi keberhasilan dankegagalan. In: Walton RE, Torabinejad M,editors. Prinsip &praktik ilmu endodontik.3 ed. Jakarta: EGC; 2008. p. 373-86.

5. Siqueira JF Jr. Aetiology of root canaltreatment failure: why well-treated teethcan fail. International Endodontic Journal2001;34:1-10.

6. Suvarna R, Bhat SS, Hedge S. Antibacterialactivity of turmeric against Enterococcusfaecalis - An in vitrostudy. InternationalJournal of Current Microbiology andApplied Science 2014;3(2):498-504.

7. Kadhum AKTJ, Sameer SF, Saeed MSA.Virulence factors of Enterococcus faecalis.Medical Journal of Babylon 2010;7(4):579-83.

8. Kayaoglu G, Orstavik D. Virulence factorsof Enterococcus faecalis:relationship toendodontic disease. International andAmerican Associations for Dental Research2004;15(5):308-20.

9. Walton RE, Rivera EM. Pembersihan danpembentukan saluran akar. In: Walton RE,Torabinejad M, editors. Prinsip dan praktikilmu endodontik. 3 ed. Jakarta: EGC; 2008.p. 229-65.

10. Hegde V, Kesaria DP. Comparativeevaluation of antimicrobial activity ofneem, propolis, turmenic, liquorice andsodium hypoclorite as root canal irrigantsagainst E. faecalis and C. albicans - An invitro study: Departement of ConservativeDentistry and Endodontics; 2013. p. 38-45.

11. Manikandan R, Hegde MN, Shetty V.Comparative evaluation of biofilmformation ability of E. faecalis in alkalineconditions and its suspectibility toendodontic irrigant regimens - An in vitromicrobiological study. IOSR Journalof Dental and Medical Sciences2013;4(2):49-52.

12. Mistry KS, Sanghvi Z, Parmar G. Theantimicrobial activity of Azadirachta

Page 35: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 23-32

31 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

indica, Mimusoph elengi, Tinosporacardifolia, Ocimum sanctum and 2%chlorhexidine gluconate on commonendodontic pathogens: An in vitro study.European Journal of Dentistry2014;8(2):172-77.

13. Woo KJ. Precipitate from a combination ofsodium hypoclorite and chlorhexidine.Journal Restorative Dentistry andEndodontics 2012;37(3):185-86.

14. Hashmat I, Azad H, Ahmed A. Neem(Azadirachta indica A. Juss) - A naturedrugstore: An overview.InternationalResearch Journal of Biological Science2012;1(6):76-79.

15. Irshad S, Butt M, Younus H. In-vitroantibacterial activity of two medicalplants neem (Azadirachta indica) andpeppermint. International Research Journalof Pharmaceuticals2011;1(1):9-14.

16. Bhowmik D, Chiranjib, Yadav J. Herbalremedies of Azadirachta indica and itsmedicinal application. Journal of Chemicaland Pharmaceutical Research 2010; 2(1):62-72.

17. Hashmat I, Azad H, Ahmed A. Neem(Azadirachta indica A. Juss) - A naturedrugstore: An overview.InternationalResearch Journal of Biological Science2012;1(6):76-79.

18. Petunjuk praktikum mikrobiologi dasar.Purwokerto: Laboratorium MikrobiologiUniversitas Jendral Sudirman; 2008.

19. Geethashi A, Manikandan A, Shetty V.Comparative evaluation of biofilmsuppression by plant extracts on oralpathogenic bacteria. Journal of AppliedPharmaceutical Science 2014;4(3):20-23.

20. Rahayu D. Efek antibakteri daun salamsegar (Syzygium polyanthum (Wight) Walp)terhadap pertumbuhan Enterococcusfaecalis. Banda Aceh: Universitas SyiahKuala, 2014. (Skripsi)

21. Dewi I, Astuti KW, Warditiani NK.Skrining fitokimia ekstrak etanol 95% kulitbuah manggis (Garcinia mangostana L).Jurnal Farmasi Udayana 2013:1

22. Idady D, Astuti KW, Warditiani NK.Skrining fitokimia ekstrak etanol 95% kulitbuah manggis (Garcinia mangostona L).

Jurnal Farmasi Udayana 2013;1.23. Mehta DK, Das R, Bhandari A.

Phytochemical screening and HPLC

analysis of flavonoid and anthraquinoneglycoside in Zanthoxylum armatum fruit.International Journal of Pharmacy andPharmaceutical Sciences 2013;5(3):190-193

24. Putra AA, Bogoriani NW, Diantariani NP,Sumadewi NLU. Ekstraksi zat warna alamdari bonggol tanaman pisang (Musaparadiasciaca L.) dengan metode maserasi,refluks, dan sokletasi. Jurnal Kimia2014;8(1):113-119.

25. Pandey A, Tripathy S. Concept ofstandarization, extraction andprephytochemical screening strategies forherbal drug. Journal of Pharmacognosyand Phytochemistry 2014;2(5):115-19

26. Aiyelaagbe O, Osamudiamen PM.Phytochemical screening for activecompound in Mangivera indica Leavesfrom Ibadan, Oyo State. MedwellJournals2009;2(1):11-13.

27. Padmasari PD, Astuti KW, Warditiani NK.Skrining fitokimia ekstrak etanol 70%rimpang bangle (Zingiber purpureumRoxb). Jurnal Farmasi Udayana 2013; 1-7.

28. Penuntun praktikum mikrobiologi. FakultasKedokteran Hewan: Universitas SyiahKuala; 2008.

29. Soraya C, Chismirina S, Ishlahuddin A.Aktivitas antibakteri propolis terhadappertumbuhan Streptococcus mutans danEnterococcus faecalis secara in vitro.Cakradonya Dental Journal 2011;3(2):332-399.

30. Mulyani Y, Bachtiar E, Kurnia MU.Peranan senyawa metaboliksekundertumbuhan mangrove terhadap infeksibakteri Aeromonas hydrophila pada ikanmas (Cyprinus carpio L). 2013;4(1):1-9.

31. Dahlan MS. Statistika untuk kedokterandan kesehatan. 4 ed. Jakarta: SalembaMedika; 2009. p. 83-85.

32. Susmitha S, Vidyamol KK, Ranganayaki P.Phytochemical extraction and antimicrobialproperties of Azadirachta indica (neem).Global Journal of Pharmacology

Page 36: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 23-32

32 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

2013;7(3):316-20.33. Manoi F. Pengaruh cara pengeringan

terhadap mutu simplisia sambiloto. BuletinLittro (Balai Penelitian Tanaman Obat danAromatik) 2006;17(1):1-5

34. Mistry KS, Sanghvi Z, Parmar G. Theantimicrobial activity of Azadirachtaindica, Mimusoph elengi, Tinosporacardifolia, Ocimum sanctum and 2%chlorhexidine gluconate on commonendodontic pathogens: An in vitro study.European Journal of Dentistry2014;8(2):172-77.

35. Nurmuhaimina SA, Maulia R, Yuniarti I.Uji aktivitas antioksidan dari ekstrakcampuran tumbuhan alang-alang (Imperatacylindrica) dan lidah ular (Hedyotiscorymbosa) sebagai peredam radikal bebasasam linoleat. Jurnal Sains dan TerapanKimia 2009;2(1):85-93.

36. Senja RY, Issusilaningtyas E, Nugroho AK.Perbandingan metode ekstraksi dan variasipelarut terhadap rendeman dan aktivitasantioksidan ekstrak kubis ungu (Brassica

oleracea L. var. capitata f. rubra).Traditional Medicine Journal2014;19(1):43-48.

37. Suryani M. Farmakognosi. academia.edu.Accessed 10 February 2016.

38. RatihMS, Praharani D, Purwanto. Dayaantibakteri ekstrak daun pare (Momordicacharantia) dalam menghambatpertumbuhan Streptococcus viridans.Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa2012:1-5

39. Tiwari P, Kumar b, Kaur M. Phytochemicalscreening and extraction. InternationalePharmaceutica Sciencia 2011;1(1):98-106.

40. Bruckner MZ Microbial life, educationalresources. Montana State University.Accessed 10 February 2016.

41. Subramaniam SK, Siswomihardjo W,Sunarintyas S. The effect of differentconcentrations of Neem (Azadirachtaindica) leaves extract on the inhibition ofStreptococcus Mutans(in vitro). DentalJournal.2005;38(4):176-79

Page 37: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 33-37

33 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

EFEKTIFITAS PELATIHAN PENANGANAN KEDARURATAN TRAUMA DENTALDENGAN METODE SIMULASI

EFFECTIVENESS OF DENTAL TRAUMA EMERGENCY HANDLING USING SIMULATIONMETHOD

Bertha Aulia1, Sri Wahyuni2, Annisa Indita Riami3

1,3 Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Inderalya2 Politeknik Kesehatan Keperawatan Gigi, Kementerian Kesehatan, Palembang

Correspondence email to: [email protected]

AbstrakLatar Belakang: Trauma dental yang terjadi di sekolah sering kali tidak ditangani dengan baik.Menurut data 97,55% kejadian tidak dirawat dan akhirnya menyebabkan kecacatan. Dokter kecilsebagai kader kesehatan sekolah diharapkan dapat melakukan prosedur penanganan kegawatdaruratantrauma dental sebelum dirujuk ke tenaga medis profesional, sehingga diperlukan pelatihankegawatdaruratan bagi mereka. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh pelatihan dokter kecil dalampenanganan kedaruratan trauma dental dengan metode simulasi. Metode: Jenis penelitian ini adalahquasi experiment. Penelitian ini adalah eksperimetal semu dengan rancangan pre-test and post-testgroup. Subjek penelitian adalah 60 dokter kecil yang dibagi menjadi 2 kelompok; 30 dokter kecilkelompok metode simulasi, dan 30 dokter kecil kelompok metode demonstrasi. Analisis datamenggunakan uji T berpasangan. Hasil: Metode simulasi meningkatkan rata-rata pengetahuan dokterkecil sebesar 55,6%, sedangkan kelompok metode demonstrasi sebesar 44,6%. Hasil uji Tberpasangan pada perbandingan metode simulasi dan demonstrasi didapatkan nilai p=0,03 (p-value<0,05). Kesimpulan: Pelatihan penanganan kedaruratan trauma dental dengan metode simulasilebih efektif dibandingkan metode demonstrasi dalam meningkatkan pengetahuan dokter kecil.Kata Kunci: trauma dental, dokter kecil, metode simulasi

AbstractBackground: Dental trauma that occurs at school is often not handled properly. Out of cases, 97,55%were untreated and caused disablement. Dokter kecil as school health cadre was expected to performemergency management of dental trauma before it was done by medical professionals, thereforeducational intervention with a proper method was needed. Aim: To determine the effectiveness ofdokter kecil training in dental trauma emergency management using simulation method. Methods:The subjects were 60 dokter kecil who were divided into 2 groups; 30 dokter kecil group of simulationmethod and 30 dokter kecil group of demonstration method. Knowledge of dental trauma emergencytreatment before and after intervention of each group were measured using a questionnaire totaling 17questions. Data analysis used in this study was paired T test. Results: Simulation method increasedthe average knowledge of dokter kecil by 55,6%, while demonstration method 46,6%. Paired T testresults of the comparison simulation and demonstration method was p-value=0,03 (p-value <0.05).Conclusions: Dental trauma emergency management training using simulation method was moreeffective than demonstration method to improve dokter kecil’s knowledge.Keywords: dental trauma, dokter kecil, simulation method

Page 38: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 33-37

34 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

PENDAHULUANTraumatic Dental Injury (TDI) atau

trauma dental merupakan suatu masalah yangsering terjadi pada anak sekolah dan remaja.Data statistik dari berbagai negara di duniahampir seluruhnya menunjukkan bahwa 25%dari seluruh anak usia sekolah pernahmengalami trauma dental.1 Pada penelitianyang dilakukan di Medan, Indonesia padatahun 2014 menunjukkan prevalensi traumadental anak usia 12-14 tahun adalah 23,10%.2

Dua et al (2012), menyatakan jenistrauma dental yang paling sering dijumpaiadalah fraktur enamel dengan prevalensi 50%,sedangkan jenis trauma dental yang palingberbahaya adalah avulsi dengan prevalensi4,6%.3-4 Gigi anterior merupakan gigi yangpaling sering terkena dampak trauma dental,terutama gigi sentral maksila denganprevalensi 83%.1,5

Prognosis trauma dental sangatdipengaruhi oleh penanganan kedaruratanyang cepat dan tepat, namun 97,55% kasus trauma dental

tidak mendapatkannya.5 Hal di atas sering bergantungpada pengetahuan nonprofesional yang ada dilokasi kejadian. Menurut beberapa penelitianyang telah dilakukan, tingkat pengetahuanpenanganan kedaruratan trauma dentalmasyarakat masih sangat rendah.6-10

Prevalensi trauma dental di sekolahmenempati posisi kedua tertinggi setelahrumah, yaitu sebesar 41%.3,5,11 Di Indonesia,Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)bertanggung jawab dalam menangani masalahkesehatan gigi dan mulut yang dialami siswasekolah dasar ataupun sederajat selama disekolah. Upaya pelaksanaan program UKGSdibantu oleh kader kesehatan, salah satunyadokter kecil.12 Dokter kecil diharapkan dapatmelakukan prosedur penanganan kedaruratantrauma dental sebelum dilakukan perawatanoleh tenaga medis profesional, sehinggaprognosis yang dicapai baik.

Pendidikan kesehatan dengan metodeyang tepat diperlukan untuk melatih dokterkecil dalam menghadapi kasus kedaruratantrauma dental. Pemilihan metode pendidikankesehatan bergantung pada beberapa faktor,

salah satunya karakteristik sasaran.13 Dokterkecil yang berada dalam tahap operasionalkonkret, mampu berpikir logis dan memilikiketerampilan mengklasifikasi dalam keadaankonkret atau nyata.14 Hal di atas menjadikanmetode simulasi pilihan yang sesuai dengankriteria sasaran.

Berdasarkan latar belakang tersebut,maka penelitian ini dilakukan bertujuan untukmengetahui pengaruh pelatihan dokter kecildalam penanganan kedaruratan trauma dentaldengan metode simulasi.

BAHAN DAN METODEJenis penelitian adalah quasi

experiment.15 Penelitian telah dilaksanakanpada 8 Oktober 2015 di SD IT Al-FurqonPalembang.

Subek penelitian 60 dokter kecil dibagimenjadi kelompok eksperimen (metodesimulasi) dan kelompok kontrol (metodedemonstrasi) secara purposive.16

Pengetahuan penanganan kedaruratantrauma dental diukur menggunakan kuisioneryang terdiri dari 17 pertanyaan telah dilakukanuji validitas sebelumnya. Uji validitas danreliabilitas dilakukan pada 30 dokter kecil diSD IBA Palembang.

Pada kelompok metode eksperimen,dilakukan pembagian menjadi 4 kelompokkecil yang terdiri dari 7-8 dokter kecil. Setiapkelompok akan mendapatkan satu orang cobadan didampingi oleh seorang tutor. Kelompokkecil tersebut diminta mensimulasikanpenanganan kedaruratan trauma dental padaorang coba dan tutor akan memperbaiki jikaterjadi kesalahan. Pada kelompok metodekontrol, dokter kecil akan dipertontonkanvideo edukasi penanganan kedaruratan traumadental.

Setelah perlakuan, pengetahuanpenanganan kedaruratan trauma dental dokterkecil di kedua kelompok kembali diukurmenggunakan kuesioner yang sama.

Hasil kuesioner akan ditabulasi dandilakukan analisis menggunakan programSPSS versi 22. Analisis data yang digunakanpada penelitian ini adalah uji-t berpasangan.17

Page 39: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 33-37

35 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

HASILPerbandingan pengetahuan dokter kecil

sebelum dan setelah diberi perlakuan denganmetode simulasi (Tabel 1)

Tabel 1. Hasil Analisis Uji-T Berpasanganpada Kelompok Metode Simulasi

Rata-rata± SD

Selisih± SD

p-value

Pengetahuansebelum(n=30)

10,43 ± 1,99 5,80±2,17

0,00

Pengetahuansetelah (n=30)

16,23 ± 0,93

Tabel 1. menunjukkan rata-rata skorpengetahuan dokter kecil sebelum diberiperlakuan dengan metode simulasi adalah10,43, sedangkan setelah perlakuan adalah16,23. Dari hasil perhitungan uji-t didapatkannilai p=0,00 (p-value<0,05). Jadi denganmenggunakan alpha 5% berarti secara statistikada perbedaan bermakna antara hasil skorpengetahuan dokter kecil sebelum dan setelahdiberi pendidikan penanganan kedaruratantrauma dental menggunakan metode simulasi.Perbandingan pengetahuan dokter kecilsebelum dan setelah diberi perlakuan denganmetode demonstrasi. (Tabel 2)

Tabel 2. Hasil Analisis Uji-T Berpasanganpada Kelompok Metode Demonstrasi

Rata-rata ±SD

Selisih ±SD

P-value

Pengetahuansebelum (n-30)

10,07 ± 1,85 4,50 ± 1,810,00

Pengetahuansetelah (n=30)

14,57± 1,38

Tabel 2. menunjukkan rata-rata skorpengetahuan dokter kecil sebelum diberiperlakuan dengan metode demonstrasi adalah10,07, sedangkan setelah perlakuan adalah14,57. Dari hasil perhitungan uji-t didapatkannilai p=0,000 (p-value<0,05). Jadi denganmenggunakan alpha 5% berarti secara statistikada perbedaan bermakna antara hasil skorpengetahuan dokter kecil sebelum dan setelahdiberi pendidikan penanganan kedaruratan

trauma dental menggunakan metodedemonstrasi.

Perbandingan pengetahuan dokter kecilantara kelompok metode simulasi dankelompok metode demonstrasi (Tabel 3)Analisis ini digunakan untuk mengetahuiperbandingan efektivitas metode simulasi dandemonstrasi penanganan kedaruratan traumadental terhadap pengetahuan dokter kecil diSD IT Al-Furqon Palembang. Hal tersebutdidapat dengan cara membandingkan selisihskor pretest dan posttest antara kelompokmetode simulasi dan kelompok metodedemonstrasi.

Tabel 3. Hasil Analisis Uji-T BerpasanganPerbandingan Pengetahuan Dokter Kecil padaKelompok Metode Simulasi dan Demonstrasidi SD IT Al-Furqon Palembang Tahun 2015

Rata-rata ±SD

Selisih ± SD P-value

MetodeSimulasi(n=30)

5,80 ± 2,17 1,30 ± 3,14 0,03

MetodeDemonstasi(n=30)

4,50 ± 1,81

Hasil perhitungan didapatkan nilaip=0,03 (p-value<0,05), maka dapat diputuskanH0 ditolak. Jadi dengan menggunakan alpha5% berarti secara statistik ada perbedaanbermakna antara hasil skor pengetahuan dokterkecil pada kelompok metode simulasi dankelompok metode demonstrasi.

PEMBAHASANPenelitian ini menunjukkan penggunaan

metode simulasi dan demonstrasi secarastatistik meningkatkan pengetahuanpenanganan kedaruratan trauma dental dokterkecil di SD IT Al-Furqon Palembang.Meskipun penggunaan metode simulasi dandemonstrasi dapat meningkat pengetahuanpenanganan kedaruratan trauma dental dokterkecil, namun terdapat perbedaan efektivitasdiantara keduanya. Kelompok metode simulasi

Page 40: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 33-37

36 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

memperoleh peningkatan rata-rata skorpengetahuan sebesar 55,6% (5,8), sedangkankelompok metode demonstrasi memperolehsebesar 44,6% (4,5). Hal tersebutmenunjukkan bahwa dokter kecil yang diberipelatihan penanganan kedaruratan traumadental dengan metode simulasi memilikipeningkatan pengetahuan yang lebih tinggidibandingkan dengan dokter kecil yang diberipelatihan penanganan kedaruratan traumadental dengan metode demonstrasi.

Hasil penelitian ini mendukungpenelitian yang dilakukan oleh YetyPurnawirawanti (2013) mengenai pendekatankontekstual melalui metode demonstrasi dansimulasi dalam pembelajaran IPA pada siswakelas 5 SD. Yety menjelaskan bahwapendekatan kontekstual melalui metodedemonstrasi dan simulasi berpengaruhterhadap prestasi belajar, namun metodesimulasi berpengaruh lebih efektif daripadametode demonstrasi.18

Penggunaan metode yang berbedamemungkinkan terjadinya perbedaan pengaruhterhadap peningkatan pengetahuan penanganankedaruratan trauma dental dokter kecil. Padakelompok metode simulasi dilakukan livesimulated patient, dimana dokter kecil akanmencoba langsung proses penanganankedaruratan trauma dental denganmenggunakan alat dan bahan yang tersediaterhadap orang coba yang memainkan skenariokasus trauma dental. Sedangkan, padakelompok demonstrasi, dokter kecil akandipertontonkan video edukasi yangmenjelaskan dan mempraktikkan penanganankedaruratan trauma dental.

Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaandalam aplikasi kedua metode. Pada kelompokmetode simulasi, selain melibatkan aspekaudio visual, aspek kinestetik juga berperanpenting dalam jalannya proses pendidikan,sedangkan pada kelompok demonstrasi, hanyaaspek audio visual yang dilibatkan. MenurutDaluba (2013), anak yang diajarkanmenggunakan metode pembelajaran aktif akanmendapatkan skor yang lebih tinggi daripadayang tidak.19 Selain itu menurut teori DaleEdgar, semakin banyak indera yang dilibatkan,

maka pemahaman, daya ingat dan daya serapakan meningkat.20

Interaksi antara pendidik dan pesertadidik juga memiliki peran penting terhadaphasil pembelajaran. Menurut Esti Lestari(2014), interaksi antar guru (pendidik) danmurid (peserta didik) berpengaruh positifterhadap prestasi belajar. Semakin baikinteraksi belajar mengajar, prestasi belajarsiswa akan semakin tinggi atau meningkat.Sebaliknya, semakin rendah interaksi belajarmengajar, maka prestasi belajar siswa jugaakan semakin rendah atau menurun.21 Terbuktipada kelompok metode simulasi yang terjadikomunikasi dua arah antara tutor dan dokterkecil mendapat rata-rata skor lebih tinggidibandingkan kelompok metode demonstrasiyang hanya terjadi komunikasi satu arah.

Selain hal di atas, dalam metodesimulasi juga terdapat unsur bermain sehinggamenghindari kebosanan pada peserta. Hal inisejalan dengan prinsip belajar yaitu merupakanproses emosional dan intelektual. Dalammendukung proses tersebut, situasi belajarharus diciptakan sedemikian rupa sehinggatidak tegang, situasi menjadi hidup, gembira,dan tidak terlalu formal, namun tidakmeninggalkan prinsip penting dari pendidikanitu sendiri.18

Berdasarkan penjabaran diatas dapatdiartikan bahwa metode simulasi lebih efektifpenggunaannya dibandingkan metodedemonstrasi dalam meningkatkan pengetahuanpenanganan kedaruratan trauma dental dokterkecil. Hal tersebut dikarenakan simulasi yangmenghadirikan situasi nyata ke dalam kelasdapat meningkatkan partisipasi semua peserta,sehingga akan terjadi pertukaran pengalamandan informasi. Adanya unsur permainanmenjadikan situasi lebih hidup, tidak tegangdan peserta tidak cepat merasa jenuh. Selainitu, keterlibatan emosi dalam proses simulasijuga menyebabkan pemahaman materi yangdiajarkan menjadi lebih mendalam.

KESIMPULAN DAN SARANPelatihan penanganan kedaruratan

trauma dental dengan metode simulasi lebihefektif dibandingkan metode demonstrasi

Page 41: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 33-37

37 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

dalam meningkatkan pengetahuan dokter kecildi SD IT Al-Furqon Palembang dengan p-value =0,031 (p<0,05). Metode simulasimeningkatan rata-rata pengetahuanpenanganan kedaruratan trauma dental dokterkecil sebesar 55,6%, sedangkan metodedemonstrasi meningkatan rata-ratapengetahuan penanganan kedaruratan traumadental dokter kecil sebesar 44,6%.

Diharapkan dapat dilakukan penelitianlanjutan untuk melihat efektivitas penggunaanmetode simulasi yang telah dibentuk menjadisuatu kurikulum atau program yangdiaplikasikan dalam batas waktu tertentuterhadap pengetahuan dan keterampilan anak.

DAFTAR PUSTAKA1. Glendor Ulf. Epidemiology of traumatic

dental injuries—a 12 year review of theliterature. Dental Traumatology. 2008; 24:603-11.

2. Ridho Fernandes. Prevalensi trauma gigipermanen anterior anak usia 12-14 tahunpada sekolah menengah pertama dikecamatan medan barat dan medansunggal [Skripsi S1]. Medan, Indonesia:Universitas Sumatera Utara; 2014.

3. Rohini Dua, Sunila Sharma. Prevalence,causes, and correlates of traumatic dentalinjuries among seven to twelve yearold school children in Dera Bassi.Contemporary Clinical Dentistry. 2012;3(1): 28-41.

4. Glendor U, Marcenes W, Andreasen J.Textbook and color atlas of traumaticinjuries to the teeth. 4th ed. Oxford:Blackwell Munksgaard; 2007.

5. Patel MC, Sujan SG. The prevalence oftraumatic dental injuries to permanentanterior teeth and its relation withpredisposing risk factors among 8–13years school children of vadodara city:an epidemiological study. Journal ofIndian Society of Pedodontics andPreventive Dentistry. 2012; 30(2)

6. Sezin Ozer, Elif Ipek Yilmaz, SuleBayrak, Emine Sen Tunc. Parentalknowledge andattitudes regarding the emergencytreatment of avulsed permanent teeth.European Journal of Dentistry. 2012; 6:370-375.

7. Kruthika Murali, Ramesh Krishnan,Suresh Kumar V., Shankar Shanmugam,Prakash Rajasundharam. Knowledge,attitude, and perception of motherstowards emergency management of dentaltrauma in Salem district, Tamil Nadu: Aquestionnaire study. Journal of IndianSociety of Pedodontics and PreventiveDentistry. 2014; 32 (3).

8. Cecilia Young, Kin Yau Wong, Lim K.Cheung. A survey on Hong Kongsecondary school students’ knowledge ofemergency management of dental trauma.Plos One. 2014 Jan; 9(1).

9. Cecilia Young, Kin Yau Wong, Lim K.Cheung. Emergency management ofdental trauma: knowledge of Hong Kongprimary and secondary school teachers.Hong Kong Med J. 2012 Oct; 18(5): 362-70.

10. Claudia Londero Pagliarinand, ClacirLondero Zenkne, Fernando BrancoBarletta. Knowledge of physical educationteachers about emergency management oftooth avulsion. Stomatos, 2011; 17(33):32-42.

11. Malikaew P, Watt RG, Sheiham A.Prevalence and factors associated withtraumatic dental injuries (TDI) to anteriorteeth of 11–13 year old Thai children.Community Dent Health 2006; 23: 222–7.

12. Direktorat Jenderal Bina UpayaKesehatan; Kementrian Kesehatan RI.Pedoman Usaha Kesehatan Gigi Sekolah.Jakarta (Indonesia); 2012.

13. Nursalam, Ferry Efendi. Pendidikan dalamkeperawatan. Jakarta: Salemba Medika;2010.

Page 42: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 38-47

38 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

REHABILITASI RONGGA MULUT PADA ANAK DISABILITAS INTELEKTUAL

ORAL REHABILITATION IN CHILD WITH INTELLECTUAL DISABILITIE

Ulfa Yasmin1, Eriska Riyanti2

1 Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya2 Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas PadjadjaranCorrespondence email to: [email protected]

AbstrakDisabilitas intelektual atau yang sebelumnya disebut dengan retardasi mental merupakan suatugangguan cacat umum adaptif dan fungsi intelektual yang berhubungan dengan onset usiaperkembangan seharusnya. Prevalensi disabilitas intelektual pada anak-anak di bawah umur 18 tahundi negara maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5% sedangkan di negara berkembang berkisar 4,6%.Laporan kasus ini memaparkan seorang anak perempuan usia 12 tahun yang menderita disabilitasintelektual dengan keadaan kebersihan mulut yang sangat buruk. Pemeriksaan intra oral menunjukkanbanyaknya gigi persistensi, nekrosis gigi molar pertama permanen kiri rahang bawah disertai kistaradikalis, serta gingivitis marginalis kronis rahang atas dan bawah. Pasien selalu mengeluarkan air liur(drooling) secara berlebihan sehingga selalu membuat baju serta barang disekitarnya menjadi basah.Pasien mendapatkan perawatan dibawah anestesi umum dikarenakan banyaknya tindakan pencabutanyang harus dilakukan dan pasien tidak dapat mengikuti instruksi dokter gigi. Edukasi diberikankepada pasien dan orangtua mengenai cara pemeliharaan rongga mulut dan latihan myofungsionaluntuk mengurangi drooling yang terjadi. Kerjasama dokter gigi, orangtua dan pasien sangat pentingdalam perawatan anak disabilitas intelektual dengan tujuan menjaga kebersihan rongga mulut anak.Kata Kunci : Rehabilitasi, disabilitas intelektual, anastesi umum, drooling.

AbstractIntellectual disability or previously referred to as mental retardation is a disorder of general adaptivedisability and intellectual function related to the age of development should be. The prevalence ofintellectual disability in children under 18 years in developed countries is estimated at 0.5-2.5% whilein developing countries it is around 4.6%. This case report describes a 12-year-old girl who sufferedintellectual disability with a very poor state of oral hygiene. Intra-oral examination revealed a largenumber of persistent teeth, necrosis of left mandibular first molar with radical cysts, and chronicmarginaly gingivitis upper and lower jaw. Patients always drooling excessively and always makeclothes and items around her wet. Patients get treatment under general anesthesia due to the largenumber of extractions that must be performed and the patient cannot follow the dentist's instructions.Education is given to patients and parents about how to maintain the oral cavity and myofunctionalexercises to reduce drooling that occurs. The collaboration of dentists, parents and patients is veryimportant in care of children with intellectual disabilities with the aim of maintaining the oral hygieneof the child's.Keywords: Rehabilitation, intellectual disability, general anesthesia, drooling.

Page 43: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 38-47

39 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

PENDAHULUANDisabilitas intelektual atau yang

sebelumnya disebut dengan retardasi mentalmerupakan suatu gangguan cacat umumadaptif dan fungsi intelektual yangberhubungan dengan onset usia perkembanganyang seharusnya.1 American Association onMental Retardation (AAMR) yang telahberganti nama menjadi American Associationon Intellectual and Developmental Disabilities(AAIDD) menjelaskan bahwa definisidisabilitas intelektual sama dengan definisiretardasi mental. Alasan utama perubahanistilah ini dikarenakan istilah disabilitasintelektual dinilai tidak merendahkan akantetapi perubahan istilah tersebut tidak merubahdefinisi kondisi tersebut.2, 3

Prevalensi disabilitas intelektual padaanak-anak di bawah umur 18 tahun di negaramaju diperkirakan mencapai 0,5-2,5%, dinegara berkembang berkisar 4,6%. Insidensdisabilitas intelektual di negara maju berkisar3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahunterakhir. Angka kejadian anak disabilitasintelektual berkisar 19 per 1000 kelahiranhidup dengan prevalensi akibat faktor genetiksebesar 17 – 47%.3,4 Terjadinya disabilitasintelektual tidak dapat dipisahkan dari tumbuhkembang seorang anak. Faktor penentutumbuh kembang seorang anak pada garisbesarnya adalah faktor genetik yangmenentukan sifat bawaan anak tersebut danfaktor lingkungan. Penyebab terjadinyadisabilitas intelektual juga dikelompokkan ataspenyebab biologis (prenatal, perinatal, post-natal) dan psikososial.

Perawatan gigi dan mulut terhadap anakdisabilitas intelektual tidak terbatas pada hal-hal yang darurat saja seperti ekstraksi gigi,namun pemeliharaan kesehatan gigi dan mulutsejak gigi pertama muncul. Penting untukmenekankan kontrol pola makan danpendidikan mengenai kesehatan gigi danmulut. Kesulitan komunikasi karena keadaandisabilitas intelektual membuat anak lambatdalam menerima instruksi yang diberikan.Oleh karena itu, bantuan orangtua ataupengasuh sangat dibutuhkan.5,6

Peran serta dokter gigi spesialiskedokteran gigi anak sangat dibutuhkan dalammenjaga kesehatan rongga mulut pasiendisabilitas intelektual. Perawatan gigi danmulut terhadap anak dengan disabilitasintelektual tidak terbatas pada hal-hal yangdarurat saja, namun mereka perlu juga

memperoleh rehabilitasi yang menyeluruh agargigi mereka dapat berfungsi dengan baik.

Laporan kasus ini akan membahasmengenai rehabilitasi rongga mulut seoranganak perempuan berusia 12 tahun yangmenderita disabilitas intelektual.

LAPORAN KASUSSeorang anak perempuan usia 12 tahun

datang ke Poliklinik Kedokteran Gigi AnakRumah Sakit Gigi dan Mulut UniversitasPadjadjaran diantar oleh ibunya dengankeluhan banyak gigi yang bertumpuk baikpada rahang atas maupun rahang bawah, ibupasien juga mengeluhkan adanya gigi sulungbagian depan atas yang goyang sudah sekitarsatu bulan tapi belum dicabut, serta pasienselalu mengeluarkan air liur secara berlebihansehingga selalu membuat baju serta barangdisekitarnya menjadi basah. Pasien dan ibunyapernah ke dokter gigi di RS Dustira tetapitidak dapat dilakukan perawatan dan dirujukke RSGM UNPAD dikarenakan pasienmenderita disabilitas intelektual sehinggatidak dapat mengikuti instruksi dokter gigi.

Pemeriksaan fisik menunjukkan beratbadan 43 kg dan tinggi badan 135 cm.Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan profilwajah cembung, lip seal negatif, bibirhipotonus, drooling, postur tubuh tegak, bahutidak seimbang, kaki tipe X, bentuk jari tangantidak normal terlihat bengkok dan memanjangserta kaku, ukuran lingkar kepala kecil yaitu44 cm, rambut normal, mata serta telingadalam batas normal (Gambar 1 dan 2).

Gambar 1. Postur Tubuh Pasien; a. tampak depan,b. tampak saping kanan, c. tampak samping kiri, d.

tampak belakang

Gambar 2. Bentuk Jari Tangan Pasien

Page 44: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 38-47

40 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Berdasarkan hasil pemeriksaan intraoraldidapatkan persistensi gigi 55,53,63,65,73,74,83. Gigi 36 Nekrosis pulpa disertaikista radikalis, 46 pulpitis irreversible, 26pulpitis reversibel, dan 16,27,37,47 fisurdalam serta gingivitis marginalis kronis RA&RB. (Gambar 3).

Awalnya pasien masih gemarmengkonsumsi cemilan dan makanan bergula,kurang konsumsi sayuran, tetapi pada hariberikutnya pasien sudah mengkonsumsisayuran dan mengurangi cemilan. Berdasarkancaries risk assessment yang dilakukan, pasientermasuk pada risiko tinggi (Tabel 1).

Gambar 3. Odontogram

Tabel 1. Caries Risk Assessment Pasien Berdasarkan AAPD21

Berdasarkan riwayat prenatal,perkawinan orangtua merupakan perkawinankeluarga tapi sudah melewati tiga generasi,pada masa kehamilan, usia ayah 37 tahun danibu 34 tahun, tidak sedang mengonsumsi obat-obatan akan tetapi ayah merokok di dekat ibusaat mengandung. Berdasarkan riwayatperinatal, anak lahir saat usia kandungan 32minggu, persalinan ditolong oleh bidan dengan

alat bantu vaccum, bayi tidak langsungmenangis selama sekitar 5 menit dengan beratbadan 2,8 kg dan dirawat 1 minggu di rumahsakit karena ikterus. Berdasarkan riwayat post-natal diperoleh bahwa pasien mendapatkanASI eksklusif selama 6 bulan, riwayatkesehatan anak selama satu tahun pertamasehat dan mengalami berat badan sesuaidengan usianya.

Faktor RisikoTinggi

RisikoMenengah

RisikoRendah

BiologisOrangtua/pemberi pelayanan dengan status sosioekonomi rendahAnak dengan konsumsi gula >3 kali/hari, termasuk snackAnak berkebutuhan khususAnak dengan status imigran

tidakya

yatidak

ProtektifAnak yang mendapat air minum mengandung fluoride secaraoptimal atau suplemen fluorAnak yang menyikat gigi dengan pasta gigi berfluoride setiap hariAnak yang menerima topikal fluor dari praktisi medisMendapat antimikroba atau xylitolAnak yang menerima perawatan gigi secara rutin

tidak

yatidaktidaktidak

Gambaran klinisPasien memiliki ≥ 1 lesi interproksimalPasien memiliki lesi aktif white spot atau defek enamelPasien memiliki low salivary flowPasien memiliki restorasi yang kurang baikPasien memakai alat intraoral

tidakya

tidaktidaktidak

Penilaian risiko karies secara keseluruhan : Risiko tinggi

Page 45: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 38-47

41 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Riwayat perkembangan keterampilanpasien melewati batas usia normal dan pasienbaru bisa berjalan pada usia 2 tahun 8 bulan.Mulai berbicara mengeluarkan suku kata padausia sekitar 5 tahun. Terdapat gangguanpertumbuhan fisik, yaitu lingkar kepala yangkecil.

Saat ini pasien menderita disabilitasintelektual sedang berdasarkan penilaiansekolah tetapi belum dilakukan pemeriksaanIQ. Melalui anamnesa terhadap ibu pasien,pada saat usia 1 tahun mulai memperlihatkangejala karena keterlambatan perkembangananak. Pasien didiagnosa menderita disabiitasintelektual pada usia 3 tahun oleh dokterspesialis anak. Anak hanya mendapatkanterapi berjalan sampai usia 3 tahun. Riwayatpedigree memperlihatkan ada keluarga yangmengalami penyakit serupa yaitu sepupupasien (anak perempuan dari saudara laki- lakiibu).

Pasien bersekolah di SLB Purnama Asihsejak usia 7 tahun. Anak mendapatkanpelajaran keterampilan, olahraga danberhitung. Anak memiliki kontak mata namunpengucapan kata-kata masih belum jelas.Kemandirian dalam menyelesaikan tugassehari-hari umumnya masih dibantu orangtua.

Pasien direncanakan mendapatkanperawatan dibawah anestesi umum denganpersetujuan dari orangtua pasien dikarenakanbanyaknya tindakan pencabutan yang harusdilakukan dan pasien tidak dapat mengikutiinstruksi dokter gigi. Rencana perawatanterhadap pasien adalah dilakukan Mouthpreparation dengan tindakan: Skeling RA danRB; pit dan fisur sealant gigi16,26,27,37,46,47; pencabutan gigi persistensi55,53,65,63,74,84; pencabutan gigi 46,pencabutan dan kuretase kista radikalis gigi36, serta aplikasi topikal fluor. DiberikanDental Health Education (DHE). DilanjutkanPerawatan Drooling.

PENATALAKSANAAN KASUSKunjungan awal (13 Maret 2018),

dilakukan perkenalan dengan pasien danorangtua, dilanjutkan dengan anamnesis,pemeriksaan fisik, ekstraoral, intraoral danoral hygiene instruction. Pemeriksaanintraoral belum dilakukan dengan maksimalkarena pasien belum dapat mengikuti instruksidokter gigi, pada saat kaca mulut masuk ke

rongga mulut, pasien langsung menutupmulutnya. Drooling yang diderita pasiencukup parah dan menurut keterangan orangtua,pasien membutuhkan penggantian bib 3-5 kaliperhari.

Kunjungan kedua (15 Maret 2018),dilakukan pemeriksaan intraoral kembali danpenegakan diagnosa dibantu dengan hasil fotopanoramik yang dibawa orangtua pasien(Gambar 5). Hasil pemeriksaan intraoralterdapat persistensi gigi 55,53,63,65,73,74,83,gigi 36 nekrosis pulpa disertai kista radikalis,46 pulpitis irreversible, 26 pulpitis reversibel,gigi 16,27,37,47 fisur dalam, gingivitismarginalis kronis RA& RB.

Orangtua pasien diberi penjelasanmengenai rencana perawatan yang akandilakukan dibawah anestesi umum karenatindakan perawatan yang harus dilakukancukup banyak dan pasien tidak bisa mengikutiinstruksi. Pasien diminta melengkapipersyaratan untuk keperluan tindakan anestesiumum diantaranya pemeriksaan laboratoriumdarah, rontgen thoraks dan persetujuan dokterspesialis anak.

.

Gambar 4. Pedigree Pasien; A. Pedigree 3 generasidari pihak ibu. B. Pedigree 3 generasi pihak ayah

Page 46: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 38-47

42 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Gambar 5. Gambaran Panoramik

Kunjungan ketiga (19 Maret 2018),orangtua pasien juga telah melengkapi semuapemeriksaan yang diperlukan dan membawapersetujuan perawatan gigi dibawah anestesiumum dari dokter spesialis anak ( Tabel 2.3).Pasien dirujuk ke dokter spesialis anestesiuntuk mendapatkan persetujuan tindakananestesi umum. Pasien kemudian dijadwalkanuntuk dilakukan perawatan gigi dengananestesi umum di RSGM UNPAD.

Kunjungan keempat (1 April 2018),pasien masuk rawat inap untuk persiapantindakan perawatan gigi dengan anestesiumum keesokan harinya. Pasien diinstruksikanuntuk puasa 6 jam sebelum tindakan dandilakukan pemeriksaan tanda vital yaitukesadaran compos mentis; nadi 90 x/menit;suhu tubuh 36,6oC afebris; respirasi 22kali/menit. Hasil skin test menunjukkan pasientidak alergi terhadap Amoksisilin.

Tindakan perawatan dimulai dengantindakan induksi inhalasi (N2O danSevoflurane), pemasangan infus dengan terapicairan Ringer Laktat serta medikasi intravenaFentanyl 50 µg, Propofol 100 mg danAtracurium 25 mg, dan antibiotik profilaksisAmoksicillin 1000mg, kemudian dilakukanintubasi nasal ETT. Dilakukan foto intraoral,pencetakan, tindakan asepsis ekstra dan intraoral dengan povidone iodine (Gambar 6,7,8).

Gambar 6. Pemasangan Intubasi dan Tindakan asepsis

Perawatan yang dilakukan dengananestesi umum yaitu: sekeling rahang atas danrahang bawah, penambalan gigi 26 denganresin komposit, dilakukan fissure sealant gigi

16,27,37,47 dengan resin komposit. Ekstraksigigi 55,53,63,65,73,74,83, ekstraksi gigi 46,ekstraksi gigi 36 dan kuretase kista radikalisserta aplikasi topikal fluor (Gambar 9).

Gambar 7. Foto Intra Oral Sebelum Perawatan (a)Oklusal rahang atas, (b) Tampak depan, (c) Oklusal

rahang bawah, (d) Tampak samping kanan, (e)Tampak samping kiri

Gambar 8. Model pencetakan RA dan RB

Gambar 9. Keadaan Rongga Mulut SetelahDilakukan Perawatan

Setelah tindakan operasi pasiendiobservasi tanda vital, ada tidaknyapembengkakan, perdarahan dan demam.Feeding test boleh dilakukan apabilakesadaran pasien sudah sadar penuh, flatus (+),diuretik (+) serta bising usus(+). Keesokanharinya pasien diperbolehkan pulang daninstruksi kontrol kembali setelah 7 hari.

Page 47: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 38-47

43 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Kunjungan kelima (10 April 2018) yaitukontrol setelah tindakan operasi, bekas lukapencabutan sudah sembuh tetapi terdapatbanyak ulser pada daerah bibir bawah, gingivadan palatum, sehingga pasien merasa sakit saatmakan dan minum (Gbr 10). Orangtua pasienmenjelaskan sariawan sering terjadi padapasien dari usia balita tetapi semakin parahsemenjak dewasa terutama saat menstruasi.

Pasien dirujuk ke dokter gigi spesialispenyakit mulut. Pemeriksaan laboratoriumdarah memberikan nilai positif dari IgG HSV1dan defisiensi vitamin D (Tabel 3). Pasiendidiagnosa menderita Oral Herpes SimplexVirus 1 dan Coated tongue. Pasien diberikanvitamin Vitaplex Syrp® 60ml satu sendok tehperhari secara oral dan aplikasi Kenalog® 3kali sehari.

Gambar 10. Lesi pada mukosa labial dan gingiva

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan LaboratoriumDarahJenispemeriksaan

Hasil Unit Nilairujukan

Vitamin D 25OH

8,8 ng/mL Deficiency:<12Insufficiency: 12-20Sufficiency:>20-80

IgG HSV1 Positif:48,7 U/mL Negatif:<20Boederline:20-25Positif:>25

Kunjungan keenam (19 April 2018)keadaan rongga mulut pasien sudah cukupbaik, keluhan sudah sangat berkurang dan lesisudah mengalami penyembuhan. Dokterspesialis penyakit mulut menganjurkanpemakaian Chlorhexidine Gluconate 0,1%untuk membersihkan lidah pasien danpemberian vitamin diteruskan (Gbr.12).

Pasien belum dapat dilakukanperhitungan OHI-S karena masih belummaksimal dalam menikuti instruksi membukamulut, namun tetap diajarkan cara penyikatangigi dengan tetap melibatkan orangtua pasien.Tangan yang kaku memberikan kesulitan

dalam memegang sikat gigi sehingga diberikanpenambahan foam tube dengan tujuanmenambah volume gagang sikat gigi gunamemudahkan pasien melakukan penyikatangigi, pasien dan orangtua diajarkan carapenyikatan gigi yang benar. Orang tua pasienjuga dinstruksikan untuk menggunakansedotan saat pasien minum dan latihan meniup(balon, gelembung, lilin ataupun alat musiktiup) sebagai salah satu latihan otot sekitarrongga mulut guna memperbaiki lipsealdengan tujuan mengurangi drooling.

Gambar 11. Keadaan Mukosa Setelah Perawatan

Kunjungan keenam (27 April 2018),pasien sudah lebih mengerti instruksimembuka mulut dengan bantuan mediagambar, sehingga dapat dilakukanpemeriksaan OHI-S (skor 2) sekaligus edukasipenyikatan gigi yang tetap melibatkanorangtua pasien (Gbr 13&14). Pasien masihsangat kesulitan dalam penyikatan daerahanterior, sehingga bantuan orangtua masihsangat diperlukan.

Gambar 12. Edukasi Penyikatan Gigi danPemeriksaan Skor OHI-S serta Pembersihan Lidah

Pasien Menggunakan Klorheksidin

Gambar 13. Keadaan Rongga Mulut Pasien PadaKunjungan Keenam

Page 48: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 38-47

44 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Kunjungan ketujuh (30 Mei 2018),dilakukan pengukuran skor OHI-S (skor 1,8)dan dilakukan kembali edukasi penyikatan gigi(Gbr 15). Keluhan drooling pada pasien sudahsangat berkurang, penggunaan bib hanya satukali penggantian dalam satu hari.

Orangtua pasien selalu diedukasi akanpentingnya menjaga kebersihan mulut pasiensehingga dapat mencegah terjadinya karies danmeningkatkan kualitas hidup pasien. Pasienakan terus di follow up untuk observasidrooling yang terjadi dan pemeliharaankebersihan rongga mulutnya.

Gambar 14. Keadaan Rongga Mulut Pasien PadaKunjungan Ketujuh

PEMBAHASANDisabilitas intelektual merupakan istilah

umum yang sebelumnya dijelaskan sebagairetardasi mental. Disabilitas intelektual(gangguan kecerdasan) merupakan kondisiseumur hidup yang dikarakteristikkan olehgangguan perkembangan kognitif dan adaptifkarena kelainan struktur dan fungsi otak.1,2

Etiologi retardasi mental dapat terjadimulai dari fase pranatal, perinatal danpostnatal.3,4 Beberapa penulis secara terpisahmenyebutkan lebih dari 1000 macam penyebabterjadinya retardasi mental, dan banyakdiantaranya yang dapat dicegah. Ditinjau daripenyebab secara langsung dapat digolongkanatas penyebab biologis dan psikososial.1

Riwayat keluarga diperoleh adanya keluargapasien yang menderita kelainan yang samayaitu anak perempuan dari saudara laki lakiibu pasien (Gambar 4). Berdasarkan riwayatprenatal diketahui ayah merokok didekat ibusaat mengandung, riwayat perinatal kelahiranprematur pada usia kandungan 32 minggu danterjadi hipoksia lebih dari 5 menit dikarenakanpasien tidak langsung menangis saat lahir,mengalami ikterus neonatorum. Riwayatkeluarga, prenatal maupun perinatal daripasien merupakan multifaktor yang dapat

menjadi etiologi disabilitas intelektual yangdialami pasien.

Bayi yang mengalami ikterusneonatorum akan mengakibatkan serumbilirubin dapat terus meningkat sampai kadarberbahaya yang dapat mengakibatkankerusakan pada otak yaitu acute bilirubinencephalopathy yang dapat mengakibatkankern icterus. Keadaan kern icterus ditemukanpengendapan bilirubin pada otak yangberakibat kerusakan neuron yang permanendan dapat mengakibatkan terjadinya cerebralpalsy, disabilitas intelektual, gangguanpendengaran, bahkan kematian akibat adanyabillirubin induces cell toxicity.5,6 Hipoksia danprematur yang dialami pasien dapat menjadifaktor penyebab ikterus yang terjadi, hal inisesuai dengan Mansjoer yang menyatakanpeningkatan kadar bilirubin yang berlebih padabayi ikterus dapat dipengaruhi oleh beberapafaktor, yaitu berat lahir <2.000 gram (BBLR),masa gestasi <36 minggu (prematur), riwayatasfiksia/ hipoksia, infeksi dan trauma padakepala, hipoglikemia, hiperkarbia danhemolisis akibat inkompatbilitas darah.7,8

Pemeriksaan intra oral menunjukkanpasien mengalami maloklusi klas II disertaidengan open bite anterior, adanya gigipersistensi yang cukup banyak dan karies padagigi permanen yang sudah mengenai pulpa,penilaian risiko karies juga menunjukkanpasien mempunyai risiko karies tinggi.Maloklusi yang terjadi dapat dikaitkan dengandisabilitas intelektual yang terjadi sesuaidengan penelitian yang dilakukan Cuoghi et al,anak dengan disabilitas intelektual mempunyaipotensi lebih besar untuk terjadinya maloklusiterutama klas II karena anak disabilitasmemiliki tingkat kebiasaan non-nutrisi yanglebih tinggi dan kelainan fisiologis yangmengakibatkan terjadinya maloklusi ini.9

Insiden karies lebih tinggi pada pasienberkebutuhan khusus karena kontrol plak yangtidak adekuat akibat gangguan motorik,sensorik, ataupun disabilitas intelektual padapasien.10

Pasien menderita oral herpes simplexvirus tipe 1, ditandai dengan sering munculnyaulser pada daerah rongga mulut pasien, lesisudah sering muncul semenjak masih anak-anak dan semakin sering semenjak sudahdewasa dan akan semakin parah pada saatmenstruasi. Manifestasi klinis penyakit HSVsangat bervariasi, dapat bersifat infeksi lokal

Page 49: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 38-47

45 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

ataupun sistemik. Manifestasi klinis bisaasimtomatik hingga gejala sistemik berat.Secara klinis penyakit HSV dapat digolongkanmenjadi lesi mukokutaneus, gingivostomatitisherpetika akut, stomatitis, dan herpes labialisrekuren, eksim herpetikum, infeksi ocular,herpes genital dan infeksi SSP. Pasien seringmengalami stomatitis yang merupakan infeksirekuren yaitu reaktifasi infeksi laten padapenderita yang telah memiliki imunitass HSV.Reaktifasi dapat terjadi akibat stimulasinonspesifik seperti perubahan external milieu(misalnya dingin, cahaya ultraviolet) atauinternal milleu (misalnya menstruasi, demam,atau stress emosional).11,12,13 Pemberianmultivitamin dan instruksi konsumsi makananyang tinggi vitaminn D seperti jamur, tahu,tempe, telur dan ikan bertujuan untukmeningkatkan daya tahan tubuh pasiensehingga reaktivasi virus dapat dikurangi.14

Pasien juga mengalami drooling dengankategori keparahan “profuse” dan kategorifrekuensi konstan berdasarkan skala penilaiandrooling Thomas-Stonell dan Greenberg.15

Terjadi sebagai akibat dari beberapa bentukgangguan neurologis baik secara sentral,seperti pada orang dengan cerebral palsy atauketerbelakangan mental, atau secara perifer,seperti yang terlihat pada kasus kelumpuhansaraf kranial ketujuh atau kesembilan.Drooling terjadi kira-kira pada 10% anak-anakdengan disabilitas intelektual. Penelanan danpenutupan bibir yang tidak adekuatmerupakan penyebab utama drooling anakdengan retardasi mental dan cerebral palsy.Banyak drooler memiliki dorongan lidahinfantil, yang dapat menyebabkan masalahdengan makan dan menelan. Ketidakmampuanmenyatukan bibir membuatnya lebih sulituntuk menelan dengan benar dan ini dapatmenyebabkan drooling.16 Adanya karies dansariawan menimbulkan rasa tidak nyamanpada pasien yang merupakan faktor lokalpenyebab drooling. Leung AK menyatakanInfeksi akut yang melibatkan mulut atautenggorokan seperti gingivostomatitis dariherpes virus simpleks atau coxsackie virusdapat menyebabkan hipersekresi saliva. Lesiorofaringeal lainnya dapat menyebabkandrooling karena rasa sakit atau kesulitanmenelan.16

Manajemen drooling dapatdikelompokkan menjadi metode bedah dannon bedah. Perawatan non bedah diantaranya;

metode konservatif, penggunan alat,radioterapi, dan obat-obatan. Perawatandrooling yang dilakukan pada pasien padalaporan kasus ini merupakan perawatankonservatif yaitu menghilangkan faktor lokaldengan merawat semua gigi yang karies danmengurangi risiko rekurensi oral herpessimplek virus yang diderita pasien. Pasien jugadiberikan latihan meniup balon dan lilin ataualat musik seperti harmonika dan seruling.Hasil yang cukup memuaskan diperoleh dariperawatan yang sudah dilakukan, droolingyang terjadi sangat berkurang, terukur denganpengurangan penggunaan bib dari lima buahmenjadi satu buah perhari.

Penatalaksanaan pasien ini di ruanganoperasi berjalan dengan baik dan berjalanselama kurang lebih 2 jam dengan laporanoperasi terlampir. Pasien kontrol pada harisetelah operasi dan merespon baik terhadapperawatan yang telah diberikan. Pendekatanfarmakologis dipilih pada pasien dikarenakanbanyaknya tindakan perawatan yang harusdikerjakan dan pasien tidak koperatif.Anestesi umum merupakan pendekatanfarmakologis tidak sadar dan lebih dipilihdibanding dengan sedasi intravena karena padaanestesi umum didapatkan monitoring yanglebih baik terhadap jalan nafas pasien.17,18

Pemilihan anestesi umum juga sesuai denganAAPD dalam panduannya mengenai indikasipertama tindakan perawatan gigi dengananestesi umum adalah untuk pasien yang tidakdapat bekerja sama atau kurangnyakematangan psikologis atau emosional dan /atau mental, cacat fisik atau medis. AAPDjuga menyatakan bahwa anestesi umumdiindikasikan untuk pasien yang sangat takut,cemas atau tidak komunikatif.19,18

Tindakan anestesi umum mempunyaibeberapa keuntungan diantaranya; 1) Kerjasama pasien tidak penting, 2) Pasien tidaksadar selama perawatan, 3) Pasien tidakmerespons rasa sakit, 4) Amnesia hadir setelahprosedur 5) Onset aksi anestesi umumbiasanya cepat. Kerugiannya antara lain; 1)Pasien tidak sadar selama perawatan (dapatdianggap sebagai keuntungan dan jugakerugian), 2) Refleks protektif pasienmengalami depresi, 3) Tanda-tanda vitalmengalami depresi, 4) Pelatihan lanjutandiperlukan untuk orang yang mengelolaanestesi umum, 5) Sebuah tim profesional(bukan dokter gigi individu) diperlukan untuk

Page 50: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 38-47

46 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

memberikan perawatan, 6) Diperlukanperalatan anestesi khusus, 7) Area pemulihanharus tersedia untuk pemantauan pascaoperasi, 8) Komplikasi intraoperatif dan pascaoperasi lebih umum selama anestesi umumdaripada selama prosedur sedatif, 9) Haruspuasa cairan bening setidaknya selama 2 jamsebelum operasi, dan makanan padat dan susu(selain ASI) selama minimal 6 jam sebelumoperasi, 10) Memerlukan evaluasi danpengujian pra operasi yang luas.19

Saat pemeriksaan, pasien memilikiketerbatasan daya tangkap, perhatian yangcepat berpindah dan belum dapat mengikutiinstruksi. Pasien memperlihatkan kemajuantingkah laku sejak awal kunjungan hinggakunjungan akhir dalam hal menyikat gigiwalaupun tetap harus dibantu oleh orangtuapasien. Teknik penyikatan gigi yang diajarkanmelalui metode Tell-Show-Do dengan mediagambar, boneka maupun video dapatmeningkatkan kemampuan motorik dankognitif pasien. Secara bertahap pasien dapatmenyikat gigi daerah posterior kanan dan kiritetapi masih kesulitan untuk regio anterior,sehingga bantuan orangtua masih dibutuhkan.Penggunaan modifikasi pegangan sikat gigipada kasus ini adalah untuk memperbesardiameter pegangan sikat agar sesuai dengankeadaan tangan pasien. Metode palingsederhana untuk memperbaiki pegangandiantaranya memasukkan pegangan sikat kebahan lain untuk memperbaiki ukuran, bentukatau karakteristik permukaannya. Modifikasipegangan pada kasus ini menggunakan FoamTube yang membuat pasien lebih nyamandalam memegang sikat gigi.20

Perawatan terhadap pasien akan terusdilanjutkan, observasi terhadap keaadaanrongga mulut dan drooling akan dilakukanminimal setiap dua bulan. Orang tua pasiendiedukasi untuk terus menjalankan instruksiyang telah diberikan yaitu; 1) Menjagakebersihan mulut pasien sebagai upayapencegahan terjadinya karies kembali. 2)Meningkatkan daya tahan tubuh pasien denganmengkonsumsi makanan yang dianjurkansebagai upaya pencegahan rekurensi oral HSV.3) Melakukan latihan meniup balon, lilin atauseruling serta memakai sedotan saat minum.

KESIMPULANPerawatan gigi dan mulut pada anak

berkebutuhan khusus dengan orang normal

pada dasarnya sama, namun pemilihan metodependekatan, teknik dan manajemen tingkahlaku yang dilakukan lebih lama dan tergantungdari manifestasi atau karekteristiknya, sepertihalnya pada pasien dengan riwayat disabilitasintelektual. Dokter gigi spesialis anak harusdapat menentukan secara tepat pendekatan nonfarmakologis ataupun farmakologis yang akandigunakan dalam perawatan pasienberkebutuhan khusus.

DAFTAR PUSTAKA1. Sularyo TS, Kadim M. Retardasi Mental.

Sari Pediatri. 2000;2(3):170-177.2. Fisch GS. Mental retardation or

intellectual disability? Time for a change.Am J Med Genet Part A.2011;155(12):2907–8.

3. Ahuja R, Jyoti B, Shewale V, Shetty S,Subudhi SK, Kaur M. ComparativeEvaluation of Pediatric Patients withMental Retardation undergoing DentalTreatment under General Anesthesia: ARetrospective Analysis. J Contemp DentPract [Internet]. 2016;17(8):675–8.

4. Solanki J, Khetan J, Gupta S, Tomar D,Singh M. Oral rehabilitation andmanagement of mentally retarded. J ClinDiagnostic Res. 2015;9(1):ZE01-ZE06.

5. Watchko JF. Neonatalhyperbilirubinemia—what are the risks?Mass Medical Soc; 2006.

6. Zahra N L, Suganda T AB. Hubunganantara Apgar Score Dengan IkterusNeonatorum Fisiologis di RSUD Al IhsanKabupaten Bandung Tahun 2014.Prosiding Pendidik Dokter UNISBA.2014;83–90.

7. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius; 2002.Prawirohardjo S. Buku Acuan NasionalMaternal dan Neonatal. Jakarta: JPNKR-POGI; 2002.

8. Gomella TL, Cunningham D, Eyal FG,Zenk KE. Hyperbilirubinemia.Neonatology: management, procedures,on call problems, diseases and drugs. 5thed. New York: McGraw-Hill; 2003. p.351-95.

9. Cuoghi OA, Faria LP, Micheletti KR,Miranda-Zamalloa YM, De MendonçaMR. Prevalence of malocclusion inpeople with disabilities. Brazilian DentSci [Internet]. 2016;19(4):19.

Page 51: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 38-47

47 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

10. Wang YC, Lin IH, Huang CH, Fan SZ.Dental anesthesia for patients with specialneeds. Acta Anaesthesiol Taiwanica[Internet]. 2012;50(3):122–5.

11. Simmons BP, Gelfand MS. HerpesSimplex Virus. Herpes Simplex VirusAuthor Infect Control [Internet].1986;7(7):380–3.

12. Rosenthal P. Neonatal hepatitis andcongenital infections. Liver Dis Child.2001;2:239–52.

13. Arduino PG, Porter SR. Oral and perioralherpes simplex virus type 1 (HSV-1)infection: Review of its management.Oral Dis. 2006;12(3):254–70.

14. Harvey NC, Cantorna MT. Vitamin D andthe immune system. Diet, ImmunInflamm. 2013;59(6):244–63.

15. Fairhurst CBR, Cockerill H. Managementof drooling in children. Arch Dis ChildEduc Pract Ed. 2011;96(1):25–30.

16. Leung AK, Kao CP. Drooling in children.Paediatr Child Health [Internet].1999;4(6):406–11.

17. Brundan J, Kleschchev A. On translationfunctors for general linear and symmetricgroups. Proc London Math Soc.2000;80(1):75–106.

18. AAPD. Guideline on Bahvior Guidancefor the Pediatric Dental Patient. ClinGuidel Ref Man 2006-2007. 2006;(6):97–105.

19. Dougherty N. The dental patient withspecial needs: A review of indications fortreatment under general anesthesia. SpecCare Dent. 2009;29(1):17–20.

20. Dougall A, Fiske J. Access to special caredentistry, part 4. Education. Br Dent J.2008;205(3):119–30.

Page 52: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

48 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

GAMBARAN PERLEKATAN BAKTERI Staphylococcus aureus PADA BERBAGAI BENANGBEDAH (STUDI KASUS PADA TIKUS WISTAR)

REPRESENTATION OF Staphylococcus aureus ADHERENCE ON VARIOUS SURGICALSUTURES (CASE STUDY IN WISTAR RAT)

Teuku Ahmad Arbi, Putri Rahmi Noviyandri, Novita Vindy Valentina

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah KualaCorrespondence email to: [email protected]

AbstrakBenang bedah memiliki peran yang penting dalam intervensi bedah yaitu untuk menyatukan tepi–tepiluka, meningkatkan penyembuhan luka, dan memberikan kontrol perdarahan. Walaupun begitu,keberadaan benang bedah dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pada luka. Infeksi initerjadi akibat kontaminasi dari mikroorganisme yang berinteraksi dengan benda asing pada lukaseperti benang bedah. Infeksi pada luka atau area bedah ini dikenal sebagai surgical site infection(SSI). Benang bedah sudah lama dihubungkan dengan awal terjadinya SSI. Staphylococcus aureusmerupakan bakteri yang paling sering diisolasi dari kejadian SSI. Untuk itu tujuan dari penelitian iniadalah untuk melihat perlekatan S. aureus terhadap beberapa benang bedah yang umum digunakan,yaitu silk, vycril, catgut, dan nylon. Staphylococcus aureus yang melekat pada benang bedah ditelitidengan metode pengenceran bertingkat/lempeng sebar dan dihitung dengan menggunakan metodestandard plate count. Jumlah koloni S. aureus yang melekat pada benang bedah yang ditemukan padabenang bedah silk sebesar 2.4x104 Cfu/ml, vycril sebesar 6.0x104 Cfu/ml, catgut sebesar 18.6x104

Cfu/ml, dan nylon sebesar 2.6x104 Cfu/ml. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah koloni S.aureus pada seluruh benang dikatakan aman, tidak meningkatkan risiko SSI karena jumlah S. aureusmasih dibawah 105 mikroorganisme per gram jaringan. Selain itu, jumlah kolonisasi S. aureus padabenang bedah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bahan pelindung yang melapisi suatubenang, bahan benang, dan konfigurasi fisikalnya.Kata Kunci: Benang bedah, Staphylococcus aureus, SSI

AbstractSurgical sutures have an important role in surgical intervention that is allowing the approximation ofwound edges, promotion of wound healing and control of hemorrhage. Nevertheless the presence ofsurgical suture increases the susceptibility of infection. It could happen as a result of bacterialcontaminating the foreign material for instance the surgical suture. That infection develops at the areaof surgical site is known as surgical site infection (SSI). It has been a long time that the surgical sutureassociated with the onset of SSI. Staphylococcus aureus is the most isolated bacteria from SSI.Therefore, the aim of this study is to figure out the adherence of S. aureus on four common usedsurgical suture consist of silk, vycril, catgut, and nylon. The colonization of S. aureus adheres onsurgical suture was studied by dilutions/spread plate method and counted by standard plate countmethod. The amount of S. aureus adheres on surgical sutures were recovered, silk about 2.4x104

Cfu/ml, vycril about 6.0x104 Cfu/ml, catgut about 18.6x104 Cfu/ml, and nylon about 2.6x104 Cfu/ml.The results of this study demonstrate that the amount of bacterial colonization on the overall studiedsurgical sutures was secured not to increase the risk of SSI because the amount of bacterialcolonization is less than 105 microorganism per gram of tissue. Additionally, the amount of bacterialcolonization on surgical suture depends on a number of factors, including the suture coating material,the nature of suture material, and the physical configuration.Keyword: Surgical suture, Staphylococcus aureus, SSI

Page 53: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

49 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

PENDAHULUANSuturing atau penjahitan telah

digunakan selama masa ke masa untukmembantu penyembuhan jaringan padamanusia, dengan menyatukan ujung – ujungluka dan mengurangi jaringan yang telah mati(dead space). Dahulu, serat tanaman atauhewan digunakan sebagai benang danjarumnya dibentuk dari tulang hewan ataumetal. Pada era modern, benang yang sterildan jarum telah banyak menggantikan bahan–bahan tersebut tetapi prinsip dasarnya tetapsama.1 Penjahitan memiliki peran yang pentingterhadap penyembuhan luka setelah intervensibedah, memberikan penyatuan kembalijaringan yang terpisah karena bedah atautrauma kecelakaan, meningkatkanpenyembuhan awal (primary healing) dankontrol perdarahan.2 Tujuan dari penutupanluka adalah untuk menyatukan tepi – tepi lukatidak hanya dengan kekuatan yang cukupuntuk mencegah adanya kerenggangan ataucelah, tetapi juga dengan ketegangan dantekanan yang minimal terhadap jaringan.3

Kebanyakan intervensi bedah mulutmembutuhkan penyembuhan luka awal denganmenjaga penutupan luka sebelumnya.4 Untuktujuan ini, benang bedah dibagi menjadiabsorbable dan nonabsorbable (berdasarkanketahanannya pada jaringan host).4,5 Benangbedah yang baik memiliki karakteristik fisikyang baik, seperti memiliki resistensi yangbaik terhadap penarikan, stabilitas dimensiyang baik, mudah diatur (lack of memory),keamanan simpul yang baik, dan fleksibilitasyang cukup untuk mencegah kerusakan padamukosa oral. Selain itu, harus mencegah ataumembatasi proliferasi dan perlekatan bakteriterhadap bagian – bagian yang terpapar cairanoral sehingga mencegah kontaminasi di dalamluka.2

Benang bedah dapat terkontaminasi olehbakteri dari lingkungan atau flora normalmanusia.6 Faktanya, benang bedah yangdiaplikasikan pada gingiva dan mukosa oralmenyebabkan respon jaringan yangberkepanjangan yang paling sering diakibatkanoleh kontaminasi bakteri di sepanjang benangbedah secara terus–menerus.2 Diketahui bahwabakteri berkolonisasi pada permukaan sebagaikomunitas yang terdiri dari populasi bakteridalam suatu biofilm.6 Karena bakteri yangtumbuh dalam suatu biofilm resisten terhadapterapi antimikroba, biofilm menyebabkan

masalah yang serius bagi kesehatanmasyarakat. Setelah operasi bedah mulut,biofilm dapat berkembang pada membran,drainase luka, implan, atau benang bedah.7

Akibatnya adalah inflamasi pada jaringansekitar dan terbentuknya tempat atau reservoiruntuk patogen. Pada biofilm, bakteritersembunyi dari respon imun host dan sangatkurang efektif terhadap antiiotik.2, 7

Keberadaan benang bedah pada lukabedah diketahui dapat menyebabkan efek yangmerugikan pada kondisi jaringan danmeningkatkan kerentanan terhadap infeksiluka.8 Benang bedah merupakan benda asingyang dapat memungkinkan terjadinya infeksiketika diaplikasikan dan kemampuan jaringantersebut terhadap infeksi tergantung padamaterial yang digunakan. Benang bedah dapatberpotensi menimbulkan infeksi denganmenyembunyikan bakteri yang melekat padabenang tersebut.9 Pada penelitian GiulianaBanche dkk. pada tahun 2007, lebih banyakbakteri ditemukan pada benang nonabsorbabledaripada benang absorbable.2

Infeksi pada luka yang diakibatkan olehprosedur bedah invasif umumnya disebutsebagai surgical site infection (SSI).10 Infeksiini berkembang pada lingkungan operasi yangkelihatan steril ketika terdapat kontaminasidari sejumlah mikroorganisme yangberinteraksi dengan jaringan devital dan bendaasing (seperti benang bedah, alat–alatprostetik) sedemikian rupa untuk tetapbertahan hidup dalam menghadapiantimikrobial dan pertahanan host.11 Sudahlama dikatakan bahwa adanya benang bedahdapat meningkatkan infeksi, SSI, danpertumbuhan bakteri sebagai biofilm.6

National Nosocomial Infections SurveillanceSystem (NNIS) mengkategorikan 17.671 isolatyang diperoleh dari pasien dengan SSI daritahun 1986–1996. Lebih dari setengah isolatadalah bakteri Gram-positif berbentuk kokus;Staphylococcus aureus adalah bakteri yangpaling umum diisolasi, diikuti oleh Coagulase-negative Staphylococci, dan Enterococcus spp.Kira–kira sepertiga dari isolat adalah bakteriGram-negatif berbentuk basil, denganEschericia coli, Pseudomonas aeruginosa, danEnterobacter spp menjadi bakteri Gram-negatif yang paling sering ditemukan. Sekitar5% dari isolat adalah bakteri anaerob.12 Padapenelitian Deverick J. Anderson dkk. terhadap9 rumah sakit selama 6 tahun di United States

Page 54: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

50 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

dari tahun 2000–2005, S. aureus memilikiketerlibatan sebanyak 40% terhadap SSI.13

Seperti dikatakan sebelumnya, keberadaanbenang bedah dapat meningkatkan terjadinyaSSI namun penggunaan benang bedahdiperlukan dalam prosedur bedah di berbagairumah sakit termasuk salah satunya adalahRumah Sakit Gigi dan Mulut Unsyiah diBanda Aceh. Sementara itu, belum adapenelitian yang dilakukan untuk melihatperbandingan S. aureus pada benang bedahyang biasa digunakan dalam prosedur bedahterkait dengan SSI. Berdasarkan hal tersebut,peneliti tertarik untuk melihat dan mengetahuiperbandingan perlekatan S. aureus padaberbagai benang bedah guna meminimalisirterjadinya infeksi pada area bedah (surgicalsite infection) akibat perlekatan bakteri padabenang bedah.

BAHAN DAN METODEJenis penelitian ini merupakan

penelitian eksperimental laboratorik yangbersifat deskriptif dengan desain penelitianpost-test only. Penelitian ini dilakukan diLaboratorium Mikrobiologi FakultasKedokteran Hewan Universitas Syiah Kualapada bulan Januari 2016. Sampel penelitian iniadalah 4 macam benang bedah yangdiaplikasikan pada 8 ekor tikus putih galurwistar (Rattus norvegicus) yang memenuhikriteria inklusi dan isolat bakteri S. aureusyang berasal dari hasil pemeriksaan bakteripada benang bedah. Tikus putih galur wistar(Rattus norvegicus) tersebut diperoleh darikandang hewan Fakultas Kedokteran HewanUniversitas Syiah Kuala. Teknik samplingyang digunakan dalam penelitian ini adalahpurposive sampling dengan berdasarkan padajumlah benang bedah yang diteliti.

Sebelum memulai penelitian, tangan danmeja terlebih dahulu distrerilkan menggunakanalkohol 70% agar cemaran mikroba dapatminimal. Seluruh alat yang tahan panas,seperti gelas ukur, jarum ose, batang L, cawanpetri, tabung reaksi dicuci bersih dandikeringkan. Kemudian sterilisasi dilakukandengan menggunakan sterilisator kering (oven)dengan suhu 160oC selama 2 jam. Sedangkanbahan–bahan yang disiapkan seperti mediayang akan digunakan disterilkan denganmenggunakan sterilisator basah (autoclave)dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama20 menit. 14-16

Hewan coba tikus putih galur wistarjantan dengan berat 200-250 gramdikelompokkan atau dipisahkan menjadi 4kelompok berdasarkan tipe benang bedah yangakan dijahitkan pada mukosa bibir bawahtikus. Hewan coba tikus putih galur wistar(Rattus norvegicus) diadaptasikan selama satuminggu di laboratorium dengan suhu ruangansebelum diberikan perlakuan. Tikus diberimakan dua kali sehari pagi dan sore denganpellet yang dilunakkan dengan air danditimbang berat badannya setelah beberapahari. 17-20

Sebelum perlukaan dilakukan, tikusdianastesi umum menggunakan 0,2 mgketamine hydrochloride dan 0,1 mg xylazinehydrochloride secara intravena pada ekor tikusyang sebelumnya telah dilakukan tindakanaseptik dengan alkohol 70%.18,21 Saat tikussudah berada dibawah pengaruh anestesi,perlukaan dibuat dengan menggunakan scalpeldiinsisi sepanjang 3,5 mm dengan kedalaman0,5 mm pada mukosa bibir bawah tikus dandiakhiri dengan irigasi menggunakan aquadessteril. 18

Setiap satu tipe benang bedah dijahitpada mukosa bibir bawah tikus denganmenggunakan teknik interrupted suturing.Diberikan 2 jahitan pada setiap perlukaan yangada di mukosa bibir bawah tikus. Benangbedah tersebut diaplikasikan di tempat yangsama pada setiap tikus untuk membandingkankolonisasi dari bakteri S. aureus yangmenempel pada benang bedah.7

Media yang digunakan telah tersediadalam kemasan dan pembuatannya sesuaidengan instruksi yang terdapat dalam masing-masing kemasan. Pembuatannya hanya denganmelarutkan bahan media ke dalam 1200 mlakuades sambil dipanaskan dan diaduk denganmagnetic stirrer untuk membantukelarutannya, kemudian disterilisasi denganautoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit,dituang ke dalam cawan petri, dan didiamkanpada suhu kamar hingga memadat.22

Metode yang digunakan untuk kultur S.aureus yang melekat pada benang bedahadalah metode pengenceran bertingkat/lempeng sebar. Pewarnaan gram dilakukandengan cara mengambil bakteri uji denganmenggunakan jarum ose, lalu dioleskan padakaca preparat dan difiksasi di atas api (lampuspiritus). Kemudian kaca preparat ditetesi zatwarna kristal violet dibiarkan selama 1 menit

Page 55: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

51 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

lalu bilas dengan air. Selanjutnya kaca preparatditetesi dengan iodin Gram, dibiarkan selama 1menit lalu dibilas dengan air mengalir.Kemudian ditetesi dengan etil alkohol 95%selama 10 detik hingga zat warna tidak terlihatdiatas kaca preparat dan bilas kembali denganair. Setelah itu, kaca preparat ditetesi safranin,diamkan selama 45 detik lalu bilas dengan airdan keringkan. Setelah mengering, kacapreparat ditetesi minyak emersi lalu diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran1000x.14,23,24

Uji katalase dilakukan denganmencampurkan satu ose inokulum dengan satuose hidrogen peroksida pada kaca preparat.Staphylococcus aureus ditandai denganbentukan gelembung-gelembung udara.25

Setelah dilakukan kultur dan identifikasibakteri S. aureus, koloni S. aureus denganbentuk bulat, cembung, mengkilat, danberwarna kuning keemasan yang tumbuh padamedia MSA kemudian dihitung secaralangsung menggunakan penghitung koloniQuebec.23

Data yang diperoleh ditabulasi,kemudian dilakukan uji normalitas danhomogenitas varians untuk mengetahui apakahdata tersebut normal dan homogen. Jika hasiluji menunjukkan distribusi yang normal, makadilanjutkan dengan uji statistik parametrikdengan menggunakan uji analisis one wayANOVA dengan derajat kemaknaan 95% (р =0,05). Bila hasil uji tersebut menunjukkanperbedaan yang signifikan maka dilanjutkandengan uji Post hoc.

HASILHasil perhitungan kuantitatif perlekatan

S. aureus pada setiap benang bedah yang diujidapat dilihat pada Tabel 5.1. Setiap benangbedah yang diuji pada 8 tikus diteliti pada harike-delapan postoperatif untuk melihatperlekatan S. aureus. Sebelum dilakukanperhitungan S. aureus pada setiap benangbedah yang diuji, sampel benang bedah yangdidapat diencerkan dari 10-1-10-8 dandibiakkan dengan metode lempeng sebar padamedia MSA (Mannitol Salt Agar). Kemudiankoloni bakteri yang sudah tumbuh pada mediaMSA (Mannitol Salt Agar) dikonfirmasidengan melakukan pewarnaan Gram dan ujiKatalase untuk selanjutnya dilakukanperhitungan bakteri dengan menggunakan

penghitung koloni Quebec dan prosedur SPC(Standard Plate Count).

Koloni S. aureus yang tumbuh padamedia MSA (Mannitol Salt Agar) dapatdiamati secara langsung setelah diinkubasiselama 24 jam. Koloni S. aureus yang tumbuhpada media MSA (Mannitol Salt Agar)ditandai dengan koloni yang berwarna kuningdan juga memiliki zona berwarna kuning disekeliling pertumbuhannya. Hal ini dapatdilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bakteri Staphylococcus aureus yangtumbuh pada media MSA (Mannitol Salt Agar)

Koloni S. aureus yang tumbuhselanjutnya dilakukan uji pewarnaan Gram danuji Katalase. Dari hasil pewarnaan Gram, S.aureus ditandai dengan hasil pewarnaan yangberwarna ungu dan berbentuk kokus dibawahpengamatan pada mikroskop.

Gambar 2. Hasil pewarnaan Gram terhadap isolatbakteri dari benang bedah (pembesaran 1000x)

Hasil uji katalase terhadap kolonibakteri yang memiliki warna dan zonapertumbuhan berwarna kuning yang tumbuhpada media MSA (Mannitol Salt Agar) padapenelitian ini didapatkan bahwa kolonitersebut menunjukkan reaksi positif. Hal iniditandai dengan adanya gelembung udarayang terbentuk pada saat hidrogen peroksidadicampurkan dengan satu ose inokulumbakteri menggunakan ose. Gelembung udarayang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 56: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

52 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Gambar 3. Hasil uji Katalase terhadap isolat bakteridari benang bedah. Reaksi positif ditunjukkandengan adanya gelembung udara yang terbentuk(ditunjukkan dalam lingkaran merah).

Setelah dilakukan uji pewarnaan Gramdan uji Katalase, koloni–koloni S. aureus yangtumbuh pada setiap cawan petri dapat dihitungsecara langsung menggunakan penghitungkoloni Quebec. Hasil perhitungan koloni–koloni S. aureus dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Perhitungan Kuantitatif Perlekatan S.aureus pada benang Silk, Vycril, Catgut, danNylon.

Dari Tabel 1. dapat dilihat jumlahkoloni S. aureus pada setiap benang bedahberbeda memiliki nilai yang bervariasi. Jumlahtotal koloni S. aureus pada benang bedah Silksebesar 2.4x104 Cfu/ml, Vycril sebesar 6.0x104

Cfu/ml, Catgut sebesar 18.6x104 Cfu/ml, danNylon sebesar 2.6x104 Cfu/ml. Sedangkanjumlah rata–rata koloni S. aureus pada benangbedah Silk sebesar 0.6x104 Cfu/ml, Vycrilsebesar 1.5x104 Cfu/ml, Catgut sebesar

4.6x104 Cfu/ml, dan Nylon sebesar 0.65x104

Cfu/ml. Hasil perhitungan kuantitatifperlekatan S. aureus menunjukkan bahwabenang bedah Catgut memiliki jumlah kolonitotal dan rata – rata paling banyak.

PEMBAHASANUntuk mengidentifikasi S. aureus yang

melekat pada sampel benang bedah yang diuji,sampel dikultur dengan metode lempeng sebarmenggunakan media MSA (Mannitol SaltAgar) dimana sebelumnya sampel telahdiencerkan dengan pengenceran 10-1-10-8.Sampel yang telah diencerkan dan dikulturpada media MSA (Mannitol Salt Agar)tersebut diinkubasi secara aerob pada suhu 37o

C selama 24 jam.26-28

Mannitol Salt Agar merupakan mediayang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteriGram-positif (Staphylococcus) danmenghambat pertumbuhan bakteri Gram-negatif lainnya.29 Media MSA (Mannitol SaltAgar) merupakan media selektif karenamemiliki konsentrasi garam yang tinggi(7.5%) yang dapat menghambat hampirseluruh pertumbuhan bakteri. Namun,Staphylococcus dapat mentoleransi kadargaram yang tinggi tersebut.30, 31

Malik dkk. pada tahun 2015,mengatakan bahwa media MSA (Mannitol SaltAgar) adalah media selektif untukpertumbuhan S. aureus karena hanya S. aureusyang dapat tumbuh pada media ini dan dapatbertahan pada konsentrasi garam yangtinggi.28,31 Media MSA (Mannitol Salt Agar)juga merupakan media diferensial karenamengandung gula mannitol dan phenol merahyang merupakan suatu indikator pH. Ketikamannitol difermentasi akan terbentuk asamdan pH turun. Phenol merah akan menjadiberwarna kuning di bawah pH 6.8 sehinggamannitol fermenter seperti S. aureus akanmenghasilkan halo berwarna kuning disekeliling pertumbuhannya.30, 31 Kriteria untukidentifikasi S. aureus pada media kultur inidilihat menurut morfologi koloni berwarnaputih kekuningan yang mengubah warnaphenol merah menjadi berwarna kuning yangmengindikasikan adanya fermentasimannitol.26,28-30,32,33

Untuk meyakinkan koloni bakteriyang mengubah warna media MSA (MannitolSalt Agar) menjadi berwarna kuningmerupakan S. aureus dilakukan pewarnaan

No. Sampel Cfumin Cfumax

Jumlahkolonitotal

(Cfu/ml)(dari 4sampelsetiap

benangbedah)

Jumlahkoloni rata

– rata(Cfu/ml)(dari 4sampelsetiap

benangbedah)

1.Benang

Silk1x104 13x101 2.4x104 0.6x104

2.BenangVycril

<104 192.5x101 6.0x104 1.5x104

3.BenangCatgut

3.5x104

193x101 18.6x104 4.6x104

4.BenangNylon

1x104 107x101 2.6x104 0.65x104

*Colony-forming unit

Page 57: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

53 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Gram dan uji Katalase. Pewarnaan Gramdikembangkan oleh Hans Christian’s Gram,seorang bakteriologis berkebangsaanDenmark, pada tahun 1884 yang bertujuanuntuk mengamati bentuk, ukuran, morfologisel, dan susunan dari sel bakteri.29,30,34

Pewarnaan Gram merupakan pewarnaan yangpaling sering digunakan karena merupakanmetode empiris yang digunakan untukmengklasifikasi bakteri menjadi duakelompok, yaitu Gram-positif dan Gram-negatif.29,34 Pada hasil pewarnaan Gram,bakteri Gram-positif akan terlihat berwarnaungu dan bakteri Gram-negatif akan terlihatberwarna merah.23 Sedangkan uji Katalaseberfungsi untuk membedakan Staphylococcusdan Streptococcus, dimana kelompokStaphylococcus bersifat katalase positifditandai oleh terbentuknya gelembung–gelembung udara dari hasil uji Katalase.34 Darihasil pewarnaan Gram dan uji Katalase, kolonibakteri yang berwarna kuning pada mediaMSA (Mannitol Salt Agar) menunjukkan hasilpewarnaan yang berwarna ungu (bakteriGram-positif) dan terdapat gelembung udarayang terbentuk pada saat uji Katalase (katalasepositif) yang merupakan karakteristik dari S.aureus.

Staphylococcus aureus adalah bakterianaerob fakultatif, Gram-positif, dengan hasilyang positif pada uji katalase dan koagulase,berbentuk kokus, serta paling patogen di antaraStaphylococci lainnya.35-37 Bakteri ini dapattumbuh pada suhu 6oC–48oC dalam kondisikekurangan atau ketiadaan oksigen, namunpertumbuhan optimalnya pada suhu 37oC.35

Pada penelitian ini, S. aureus yang dikulturpada media MSA (Mannitol Salt Agar)diinkubasi dalam suasana aerob pada suhu37oC selama 24 jam dapat tumbuh optimal.Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitianBelay dan Rasooly pada tahun 2002 yangmenyatakan bahwa pertumbuhan S. aureuslebih lambat secara anaerob daripada aerob,yaitu waktu pertumbuhan S. aureus selamafase eksponensial pada media BHI (brainheart infusion) pada suhu 37oC sekitar 35menit pada kondisi aerob sedangkan padakondisi anaerob menghabiskan waktu 80menit.35,36 Pertumbuhan S. aureus dapatdihambat oleh adanya kadar garam yang tingginamun dapat bertahan terhadap panas.35,38

Bakteri ini dapat mentoleransi konsentrasi

garam (NaCl) antara 2.5% sampai 20%.35

Pada penelitian ini, untuk melihatperlekatan bakteri pada beberapa benangbedah yang umum digunakan (silk, vycril,catgut, dan nylon) dihitung berdasarkanprosedur SPC (Standard Plate Count) yaitucawan yang digunakan untuk perhitunganadalah cawan yang mengandung 30-300koloni.39-41 Oleh karena itu, pada penelitian ini,pengenceran yang digunakan adalahpengenceran 10-1–10-4.

Dari hasil penelitian, pada benangnonabsorbable (silk dan nylon) memilikijumlah total koloni S. aureus sebesar 2.5x104

Cfu/ml dan jumlah rata–rata koloni S. aureussebesar 0.63x104 Cfu/ml. Sedangkan padabenang absorbable (catgut dan vycril)memiliki jumlah total koloni S. aureus sebesar12.3x104 Cfu/ml dan jumlah rata–rata koloni S.aureus sebesar 6.1x104 Cfu/ml. Hasilpenelitian ini menunjukkan lebih banyakbakteri yang diisolasi pada benang absorbabledaripada benang nonabsorbable. Berdasarkanpenelitian J-E Otten dkk. pada tahun 2005,melaporkan lebih banyak bakteri yangditemukan pada benang nonabsorbable(supramid, synthofil, ethibond excel, ti-cron)daripada benang absorbable (monocryl).7

Penelitian lain dengan menggunakan benangyang sama oleh Giuliana Banche dkk. padatahun 2007, lebih banyak bakteri yang diisolasipada benang nonabsorbable daripada benangabsorbable.2 Penelitian ini tidak sejalandengan pernyataan J-E Otten dan Giuliana B.bisa dikarenakan oleh benang bedah yangditeliti tidak sama dan subjek penelitian yangdipilih berbeda. Pada penelitian sebelumnyamemilih subjek penelitian pada manusia yangmemiliki kondisi rongga mulut berbedadengan tikus berdasarkan kebersihannyasehingga bisa menjadikan hasil penelitian yangberbeda. Selain itu, ukuran diameter, bentukdan lengkung jarum pada benang juga bisamempengaruhi perlekatan bakteri. Ukurandiameter benang yang lebih besar akanmemberikan tempat yang lebih luas untukbakteri melekat sehingga pada ukuran diameterbenang yang berbeda – beda hasil perlekatanbakteri juga akan berbeda. Jenis (reversedcutting dan tapper cut) dan bentuk jarum yangsemakin luas dan besar akan memberikantrauma yang lebih besar sehingga jenis danbentuk jarum yang berbeda–beda juga akan

Page 58: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

54 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

memberikan dampak yang berbeda.Hasilpenelitian dilihat dari konfigurasi fisikalbenang (multifilament dan monofilament),pada benang catgut (multifilament) memilikijumlah total koloni S. aureus sebesar 18.6x104

Cfu/ml dan jumlah rata–rata koloni S. aureussebesar 4.6x104 Cfu/ml, pada benang vycril(multifilament) memiliki jumlah total koloni S.aureus sebesar 6.0x104 Cfu/ml dan jumlahrata–rata koloni S. aureus sebesar 1.5x104

Cfu/ml, sedangkan pada benang nylon(monofilament) memiliki jumlah total kolonibakteri S. aureus sebesar 2.6x104 Cfu/ml danjumlah rata – rata koloni S. aureus sebesar0.65x104 Cfu/ml. Penelitian ini didukung olehpernyataan Henry-Stanley dkk. pada tahun2010 pada penelitiannya bahwa benangmultifilamen lebih cenderung untuk memilikiperlekatan bakteri lebih banyak karenamemiliki area lebih besar dan permukaan yangkompleks tetapi masih perlu studi lebih lanjutuntuk mengkonfirmasi hal tersebut.6 Namunhasil penelitian pada benang silk(multifilament) memiliki lebih sedikit isolatbakteri, yaitu jumlah total koloni S. aureussebesar 2.4x104 Cfu/ml dan jumlah rata–ratakoloni S. aureus sebesar 0.6x104 Cfu/mldibandingkan dengan benang nylon(monofilament). Hasil penelitian ini tidaksejalan dengan pernyataan Henry-Stanley dkk.bisa dikarenakan oleh jumlah simpul yangdiberikan pada beberapa macam benang bedahyang dijahitkan berbeda. Pada benang nylondiberikan simpul lebih banyak dari benanglainnya yaitu 5 kali simpul dikarenakanbenang nylon merupakan benang monofilamenyang memiliki sifat untuk kembali ke bentuksemula dan kualitas simpul yang tidak kuatsehingga simpul yang lebih banyak akanmenyebabkan panjang benang bedah yangdiaplikasikan berbeda dan menghasilkanperlekatan bakteri yang lebih banyak.

Hasil penelitian dilihat dari bahanbenang (alami atau sintetis), pada benang silk(alami nonabsorbable) memiliki isolat bakterilebih sedikit, yaitu jumlah total koloni S.aureus sebesar 2.4x104 Cfu/ml dan jumlahrata–rata koloni S. aureus sebesar 0.6x104

Cfu/ml dibandingkan dengan benang nylon(sintetis nonabsorbable) yang memiliki jumlahtotal koloni S. aureus sebesar 2.6x104 Cfu/mldan jumlah rata–rata koloni S. aureus sebesar0.65x104 Cfu/ml. Hal ini didukung olehpernyataan Chu dan William pada tahun 1984

yang mengatakan bahwa perlekatan bakteritergantung pada sejumlah faktor, termasukkonfigurasi fisikal (monofilament vs.multifilament), bahan benang, juga bahan yangmelapisi benang dimana benang yang dilapisisuatu bahan pelindung lebih memilikipengaruh daripada hanya dilihat darikonfigurasi fisikalnya.6

Hasil penelitian dilihat dari bahan yangmelapisi benang, pada benang vycril (sintetisabsorbable) memiliki isolat bakteri yang lebihsedikit, yaitu memiliki jumlah total koloni S.aureus sebesar 6.0x104 Cfu/ml dan jumlahrata–rata koloni S. aureus sebesar 1.5x104

Cfu/ml dibandingkan dengan benang catgut(alami absorbable) yang memiliki jumlah totalkoloni S. aureus sebesar 18.6x104 Cfu/ml danjumlah rata–rata koloni S. aureus sebesar4.6x104 Cfu/ml. Hal ini didukung olehpernyataan Chu dan William bahwa benangyang dilapisi dengan suatu bahan pelindungmemiliki pengaruh yang lebih daripada hanyadilihat dari bahan benang dan konfigurasifisikalnya. Pada saat ini sudah tersedia benangantimikrobial yang dilapisi dengan triclosanyaitu benang vycril.42 Benang vycril yangbanyak tersedia sekarang ini sudah dilapisidengan triclosan sehingga dapatmempengaruhi jumlah total dan rata–ratakoloni bakteri dimana jumlah total dan rata–rata koloni bakteri pada benang vycril yangberbahan sintetis lebih sedikit dibandingkandengan benang catgut yang berbahan alamitanpa dilapisi suatu bahan pelindung.

Jumlah kolonisasi bakteri pada benangbedah yang dikaitkan dengan SSI (SurgicalSite Infection), menurut penelitian Krizek danRobson pada tahun 1975, risiko terjadinya SSI(Surgical Site Infection) akan meningkat jikaarea bedah dikontaminasi lebih dari 105

mikroorganisme per gram jaringan.43 Darihasil penelitian, tidak ada benang yangmemiliki jumlah total maupun rata–rata kolonibakteri lebih dari 105 mikroorganisme pergram jaringan sehingga dapat dikatakan bahwabenang – benang bedah yang diuji tetap amandigunakan dan tidak akan meningkatkan risikoterjadinya SSI (Surgical Site Infection).

Dapat dilihat dari hasil penelitian inibahwa faktor yang paling mempengaruhijumlah maupun rata–rata kolonisasi bakteripada benang adalah bahan pelindung yangmelapisi suatu benang diikuti dengan bahanbenang (alami atau sintetis) dan konfigurasi

Page 59: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

55 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

fisikalnya. Sedangkan jika dilihat dariabsorbable dan nonabsorbable, benangabsorbable belum tentu memiliki jumlahkolonisasi bakteri yang lebih sedikit daripadabenang nonabsorbable. Jika dilihat dari jumlahbakteri yang melekat pada benang, seluruhbenang–benang bedah yang diuji tidakmemiliki risiko terhadap peningkatanterjadinya SSI (Surgical Site Infection).Walaupun diantara seluruh benang bedah yangdiuji, benang catgut memiliki jumlah kolonibakteri yang paling banyak tetapi benang inimasih tetap aman digunakan dan tidak berisikomenimbulkan SSI (Surgical Site Infection)karena jumlah koloni bakteri yang melekatpada benang ini tidak melebihi dari 105

mikroorganisme per gram jaringan. Dapatdisimpulkan bahwa perlekatan suatu bakteripada benang bergantung pada bahan pelindungyang melapisi suatu benang dan bahan benang(alami atau sintetis) tersebut serta perlekatanbakteri pada benang tidak akan menimbulkanSSI (Surgical Site Infection) jika jumlah kolonibakteri tidak lebih dari 105 mikroorganismeper gram jaringan.

KESIMPULAN DAN SARANPenelitian ini menunjukkan bahwa

benang catgut memiliki jumlah koloni palingbanyak diantara benang–benang bedah lainnyanamun benang ini tetap aman digunakankarena jumlah koloni bakteri yang melekattidak melebihi 105 mikroorganisme per gramjaringan sehingga tidak akan menimbulkan SSI(Surgical Site Infection).

Benang–benang bedah yang umumdigunakan baik silk, vycril, nylon maupuncatgut aman dan tidak menimbulkan SSI.Faktor yang paling mempengaruhi perlekatanbakteri pada benang bedah adalah bahanbenang yang dilapisi suatu pelindung diikutioleh bahan benang alami ataupun sintetis sertakonfigurasi fisikal benangnya yaitumonofilamen ataupun multifilamen.

Pada penelitian ini, benang – benangbedah yang diuji terbatas hanya menggunakanempat macam benang bedah sehingga penelitiberharap untuk penelitian selanjutnya dapatmenggunakan jenis benang bedah yang lebihbervariasi.

Jenis dan bentuk jarum yang digunakanpada beberapa benang bedah tidak samasehingga peneliti berharap untuk penelitianselanjutnya dapat menggunakan jenis dan

bentuk jarum yang sama. Jumlah simpul yangdiberikan pada beberapa benang bedah tidaksama sehingga peneliti berharap untukpenelitian selanjutnya dapat memberikanjumlah simpul yang sama terhadap benangbedah yang akan digunakan.

DAFTAR PUSTAKA1. Young K. An Overview of Suture in

Surgical Practice. World Journal ofMedical Education and Research2013;3(1).

2. Banche G, Roana J, Mandras N, et al.Microbial Adherence on Various IntraoralSuture Materials in Patients UndergoingDental Surgery. J Oral Maxillofac Surg2007;65(8):1503 - 07.

3. Srinivasulu K, Kumar DN. A Review onProperties of Surgical Sutures andApplications in Medical Field.International Journal of Research inEngineering & Technology (IMPACT :IJRET) 2014;2(2): 85-96

4. Javed F, Al-Askar M, Almas K, RomanosGE, Al-Hezaimi K. Review Article :Tissue Reactions to Various SutureMaterials Used in Oral SurgicalInterventions. International ScholarlyResearch Network 2012.

5. Kim JS, Shin SI, Herr Y, et al. TissueReaction to Suture Materials in The OralMucosa of Beagle Dogs. J PeriodontalImplant Sci 2011;41:185-91.

6. Henry-Stanley MJ, Hess DJ, BarnesAMT, Dunny GM, Wells CL. BacterialContamination of Surgical SutureResembles A Biofilm. Surgical Infection2010;11:433,34,36.

7. Otten JE, Al-Ahmad MW, Jahnke H, PelzK. Bacterial Colonization on DifferentSuture Materials - A Potential Risk forIntraoral Dentoalveolar Surgery. JBiomed Mater Res Part B : ApplBiomater 2005;74B:627-35.

8. Katz S, Izhar M, Mirelman D. BacterialAdherence to Surgical Sutures : APossible Factor in Suture InducedInfection. Ann. Surg 1980:35.

9. Masini BD, Stinner DJ, Waterman SM,Wenke JC. Bacterial Adherence to SutureMaterials. Journal of Surgical Education2011;68(2): 101-4.

10. Welsh A. Surgical Site Infection :Prevention and Treatment of Surgical

Page 60: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

56 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Site Infection. London: RCOG Press;2008.

11. Dai T, Kharkwal GB, Tahaka M, et al.Animal Models of External TraumaticWound Infections. Virulence2011;2(4):296-315.

12. Kirby JP, Mazuski JE. Prevention ofSurgical Site Infection. Surg Clin N Am2009;89:365 - 89.

13. Anderson DJ, Sexton DJ, Kanafani ZA,Auten G, Kaye KS. Severe Surgical SiteInfection in Community Hospitals :Epidemiology, Key Procedures, and TheChanging Prevalence of Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus.Infection Control and HospitalEpidemiology 2007;28: 1047-53.

14. Andayani R, Gani BA, Handa AG,Handasari W. Uji Hambat EkstrakMethanol Daun Saga (Abrus prectionlinn) terhadap PertumbuhanStreptococcus mutans. CakradonyaDent J 2011;4(1): 427-74.

15. Penyusun T. Buku Petunjuk PraktikumMikrobiologi. Malang: Fakultas Sainsdan Teknologi Universitas Islam Negeri(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang;2014.

16. Kharisma A, Manan A. KelimpahanBakteri Vibrio sp. pada Air PembesaranUdang Vannamei (Litopenaeusvannamei) Sebagai Deteksi DiniSerangan Penyakit Vibriosis. JurnalIlmiah Perikanan dan Kelautan2012;4(2): 129-34.

17. Setiaji ZE. Penurunan Imunitas AdaptifRongga Mulut Tikus Wistar JantanAkibat Stresor Rasa Sakit [Skripsi]:Universitas Jember; 2012.

18. Famela I, Sabrina IPR, Yuslianti ER.Pengaruh Gel Ekstrak Etanol DaunMengkudu terhadap Penyembuhan LukaMukosa Palatum Tikus Galur WistarBionatural-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati danFisik 2014;16(3): 159 - 62.

19. Marlina N, Yuslianti ER, Adiantoro S.Pengaruh Madu Rambutan terhadapPenyembuhan Luka Eksisi MukosaMulut Tikus Galur Wistar Dilihat dariLuas Luka dan Vaskularisasi.Bionatural-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati danFisik 2014;16(3): 172 - 75.

20. Nisa VM, Meilawaty Z, Astuti P. EfekPemberian Ekstrak Daun Singkong

(Manihot esculenta) terhadap ProsesPenyembuhan Luka Gingiva Tikus(Rattus norvegicus). 2013.

21. Al-Henhena N, Mahmood AA, Al-Magrami A. Histological Study ofWound Healing Potential by EthanolLeaf Extract of Strobilanthes cripus inRats. Journal of Medicinal PlantsResearch 2011;5(16): 3660-66.

22. Wardani YD. Aktivitas AntibakteriEkstrak Etanol Kayu Secang(Caesalpinia sappan l.) terhadapStaphylococcus aureus ATCC 25923,Shigella sonnei ATCC 9290 danEschericia coli ATCC 25922.Universitas Muhammadiyah Surakarta;2012.

23. Cappuccino JG, Sherman N. ManualLaboratorium Mikrobiologi 8ed.Jakarta: EGC; 2013.

24. Rosdiana N. Gambaran Daya HambatMinyak Kelapa Murni dan MinyakKayu Putih dalam MenghambatPertumbuhan Streptococcus mutans[Skripsi]. Banda Aceh: UniversitasSyiah Kuala; 2010.

25. Khusnan, Prihtiyantoro W, SlipranataM. Identifikasi dan KarakterisasiFenotipe Staphylococcus aureus AsalKasus Bumblefoot dan Arthritis padaBroiler Jurnal Kedokteran Hewan 2012;6(2): 102-04.

26. Bautista-Trujillo GU, Solorio-Rivera JL,Renteria-Solorzano I, et al. Performanceof Culture Media for The Isolation andIdentification of Staphylococcus aureusfrom Bovine Mastitis. Journal ofMedical Microbiology 2013; 62(Pt 3):369-76.

27. Veeh RH, Shirtliff ME, Petik JR, et al.Detection of Staphylococcus aureusBiofilm on Tampons and MensesComponents. The Journal of InfectiousDiseases 2003; 188(4): 519-30.

28. Akbar A, Anal AK. Prevalence andAntibiogram Study of Salmonella andStaphylococcus aureus in Poultry Meat.Asian Pacific Journal of TropicalBiomedicine 2013; 3(2): 163-68.

29. Espinoza AJ. Prevalence of MethicillinResistant Staphylococcus aureus onComputer Mice on The Campus ofSouthern Adventist University.Collegedale, Tennessee: Southern

Page 61: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 48-57

57 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Adventist University; 2011.30. Malik K, Naeem N. Study of Bacteria

on Computers Mice and Keyboards.International Journal of CurrentMicrobiology and Applied Sciences2014; 3(4): 813-23.

31. Malik K, Noor S, Mushtaq M, Anwar N,Basit H. Screening of StaphylococcusSpecies from Beef, Mutton, Fish, andQuail Meat Samples Collected fromDifferent Localities of Lahore. Bulletinof Environment, Pharmacology and LifeSciences 2015; 4(5): 137-42.

32. Shittu A, Lin J, Morrison D, KolawoleD. Identification and MolecularCharacterization of Mannitol SaltPositive, Coagulase-NegativeStaphylococci from Nasal Samples ofMedical Personnel and Students.Journal of Medical Microbiology2006;55: 317-24.

33. Soliman MK, Ellakany HF, Gaafar AY,et al. Epidemiology and AntimicrobialActivity of Methicillin ResistantStaphylococcus aureus (MRSA)Isolated from Nile Tilapia (Oreochromisniloticus) during an Outbreak in Egypt.Life Science Journal 2014; 11(10): 186-194.

34. Dewi AK. Isolasi, Identifikasi dan UjiSensitivitas Staphylococcus aureusterhadap Amoxicillin dari Sampel SusuKambing Peranakan Ettawa PenderitaMastitis di Wilayah Girimulyo,Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal SainVeteriner 2013;31(2): 138-50.

35. Cretenet M, Even S, Loir YL. UnveilingStaphylococcus aureus EnterotoxinProduction in Dairy Products : AReview of Recent Advances to FaceNew Challenges. Dairy Sci. & Technol.2011;91: 127-50.

36. Belay N, Rasooly A. Staphylococcusaureus Growth and Enterotoxin AProduction in An AnaerobicEnvironment. J Food Prot 2002; 65(1):199-204.

37. Dezfulian A, Salehian MT, Amini V, etal. Catalase-negative Staphylococcusaureus Isolated from A Diabetic FootUlcer. Iranian Journal of Microbiology2010; 2(3): 165-67.

38. Harris LG, Foster SJ, Richards RG. AnIntroduction to Staphylococcus aureus,and Techniques for Identifying andQuantifyings S. aureus Adhesins inRelation to Adhesion to Biomaterials :Review. European Cells and Materials2002;4:39-60.

39. Effendi F, Roswiem AP, Stefani E. UjiAktivitas Antibakteri Teh KombuchaProbiotik terhadap Bakteri Eschericiacoli dan Staphylococcus aureus.Program Studi Farmasi Sekolah TinggiTeknologi Industri dan Farmasi Bogor.

40. Ramadhani R. Distribusi BakteriNitrifikasi (Nitrosomonas danNitrobacter) di Muara Sungai TalloKota Makassar [Skripsi]. Makassar:Universitas Hasanuddin. 2015.

41. Muhiddin NH. KomposisiMikroorganisme pada Fermentasi UmbiUbi Kaya Pahit Menjadi "WikauMaombo". Bionature 2011; 12(1): 7-14.

42. A O, J S, P F, et al. In Vitro Evaluationof Novel Antimicrobial Coatings forSurgical Sutures Using Octenidine.BMC Microbiology 2015; 15(186): 1-8.

43. Alyousef MA, Aloqiel SA, Aldallah SD,et al. Study of Bacteria Isolated PostOperative Wound Infection and TheirAntibiogram in Hafr Albatin Hospitals.American Journal of Pharmacy andPharmaceutical Sciences 2015; 2: 1-6.

Page 62: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 58-62

58 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

PERAWATAN APEKSOGENESIS GIGI INSISIVUS PERMANEN DENGAN AKAR MASIHTERBUKA DISERTAI PULPA TERBUKA KARENA TRAUMA

(LaporanKasus)

APEXOGENESIS TREATMENT OF PERMANENT INCISIVE TEETHWITH OPEN APEX AND EXPOSED PULP DUE TO TRAUMA

(Case Report)

MaulidarStaf Medis RSUD Kab. Aceh Besar

Correspondence email to: [email protected]

AbstrakPasien umur 9,8 tahun, dirujuk dari bagian umum untuk penambalan giginya yang patah akibatterjatuh 14 hari lalu. Pemeriksaan klinis gigi 21 mengalami fraktur 2/3 korona. Pemeriksaan subjektifpasien tidak merasakan sakit atau ngilu. Pemeriksaan objektif hasil perkusi negatif, palpasi negatif, tesdingin negatif, kegoyangan negatif dan tes bur positif. Pemeriksaan radiografis apeks belum tertutupsempurna dan tidak ada kelainan periapeks. Diagnosis gigi 21 adalah pulpitis reversibel. Rencanaperawatannya adalah apeksogenesis. Pada kunjungan pertama dilakukan prosedur pulpotomi dangkaldengan hidroksida kalsium. Pada kontrol 3 bulan kemudian, kondisi klinis baik dan secara radiografisterlihat ada penutupan apeks, Ca(OH)2 dibersihkan dan gigi diberi SIK dan kemudian direstorasidengan resin komposit Kelas IV dengan retensi pin. Kunjungan ketiga (1 minggu kemudian), tidakada keluhan. Kontrol terakhir (11 bulan setelah kunjungan pertama) tidak ditemukan keluhan secaraklinis dan secara radiografis apeks makin menutup, tetapi ada perubahan warna komposit di servikal.Kesimpulan: perawatan pulpotomi dangkal pada gigi vital dengan apeks yang belum menutupsempurna dan pulpa terbuka akibat terkena trauma dapat berhasil dengan baik.Kata Kunci : apeks terbuka, pulpotomi dangkal, apeksogenesis

AbstractAlmost 10 years old patient was referred for restoration of maxillary central incisor with coronalfracture and exposed pulp due to trauma two weeks before. Clinically, 2/3 of crown was fractured, nopain symptom, negative response to cold, percussion, and palpation, no mobility, but was sensitive topreparation test. Radiographically, the apex of 21 was not completely developed and no periapicallesion. The 21 was diagnosed as pulpitis reversible and the treatment planning was apexogenesis bycalcium hydroxide shallow pulpotomy. The pulpotomy was conducted at first visit. At the secondvisit, three month later, no signs and symptoms clinically, and radiographically there was continuationof apex development. At this visit, the Ca(OH)2 was removed and substituted with glass ionomercement and finally restored with pin retained Class IV composite. On last visit, (eleven months afterfirst visit) there was no clinical symptom and apical foramen became narrower radiographically. Itwas concluded that apexogenesis on vital 21 with exposed pulp and open apex was successfullytreated with Ca(OH)2 shallow pulpotomy.Key words : open apex, shallow pulpotomy, apexogenesis

Page 63: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 58-62

59 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

PendahuluanGigi dengan apeks terbuka dan

mengalami kelainan pulpa atau periapeks akanmenimbulkan masalah tertentu. Apeks yangbelum tertutup dan masih terbuka lebar tidakdiindikasikan untuk dilakukan perawatansaluran akar secara konvensional serta tingkatkeberhasilannya sulit diprediksi.1,2

Pulpa vital dengan apeks terbuka karenatrauma, pembentukan normal dentin pada akarharus dapat terus berlangsung denganperawatan pulpotomi dangkal. Tujuannyauntuk mempertahankan vitalitas pulpa bagianakar.1,3

Apeksogenesis adalah suatu perawatanpulpa vital pada gigi yang akarnya belumtumbuh sempurna, untuk memberikankesempatan pada akar gigi melanjutkanpertumbuhan dan menutup apeks.2 Perawatanyang dapat dilakukan adalah secara pulpotomi.Pulpotomi berarti mengangkat jaringan pulpasampai atau dibawah garis servikal gigi.Pulpotomi dangkal memungkinkan jaringankeras bagian akar untuk tumbuh lebihkuat.1,3,4,5

Indikasi apeksogenesis adalah untukgigi-gigi dengan apeks terbuka dan akar belumterbentuk sempurna disertai kerusakan pulpapada bagian korona tetapi diperkirakan pulpapada akar masih sehat. Mahkota harus cukuputuh dan dapat direstorasi.1,6

Kontraindikasi apeksogenesis adalahpada gigi yang mengalami avulsi danreplantasi atau sangat goyang, gigi denganfraktur akar horizontal yang tidak baik yaitudekat dengan margin gingiva, fraktur mahkotayang berat sehingga memerlukan tumpatandengan retensi intraradikuler, dan karies yangtidak dapat ditumpat lagi.1,7,8

Tujuan laporan kasus ini adalah untukmerawat gigi insisivus satu permanen mudarahang atas kiri yang mengalami fraktur 2/3korona dan akarnya belum tumbuh sempurna.

Laporan KasusPasien anak-anak umur 9 tahun 8 bulan,

dirujuk dari bagian pedodontik. Pasien barudatang kembali kurang lebih satu minggukemudian. Pasien mengiginkan giginya segeraditambal karena patah akibat terjatuh 14 hariyang lalu. Berdasarkan pemeriksaan klinisdidapati gigi 21 mengalami fraktur 2/3 korona

(Gambar 1 dan 2). Pemeriksaan subjektif padapasien tidak merasakan sakit apa pun.Pemeriksaan objektif pada 21: perkusi negatif,palpasi negatif, tes dingin negatif, kegoyangannegatif dan tes bur positif.

Pemeriksaan radiografis menunjukkanapeks belum tertutup sempurna dan tidak adakelainan periapeks.

Diagnosis gigi tersebut adalah pulpitisreversibel. Prognosis baik karena kebersihanmulut baik, pasien sangat kooperatif, tidak adakelainan sistemik dan gigi masih dapatdilakukan restorasi. Rencana perawatannyaadalah apeksogenesis dan restorasi denganlabial veneer dengan menggunakan pin retensi.

Prosedur PerawatanKunjungan pertama tanggal 9 Desember2005

Setelah pemeriksaan, dilakukan anestesidan gigi diisolasi menggunakan cotton roll.Preparasi akses kedalam pulpa menggunakanbur bulat (kira-kira bur bulat ukuran #4)dengan kecepatan tinggi menggunakanpendingin air dan bersihkan secara hati-hatipermukaan lapisan jaringan pulpa mulai daridaerah pembukaan dan meluas kedalam pulpasedalam lebih kurang 2 mm di bawah lokasiterbukanya pulpa. Pengangkatan jaringanpulpa yang relatif kecil ini merupakan alasanmengapa disebut pulpotomi dangkal atausebagian. 9

Setelah pemotongan pulpa mencapaibagian yang ditentukan, bentuklah retensi padadentin di sekitar pulpa. Setelah itu cucilahpulpa dengan hati-hati memakai cairan salindan tunggu sampai terjadi pembekuan.Kemudian pulpa dicuci lagi untuk mengangkatbekuan dan diberi pelapik hidroksida kalsiumyang cepat mengeras. Sisa kavitas dengan hati-hati ditutup dengan semen glass ionomer, laludikontrol.

Gambar 1. Foto gigi yang frakturakibat trauma jatuh

Page 64: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 58-62

60 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Gambar 2. Foto diagnosis gigi 21

Kunjungan kedua tanggal 7 Maret 2006Tiga bulan kemudian pasien dikontrol

hasil perawatan pulpotominya. Gigi berfungsidengan baik dan tes perkusi negatif, palpasinegatif, tes termal dingin positif. Darigambaran radiografis terlihat ada perubahandari saluran akar yang sudah mulai mengecil,pertumbuhan akar berlanjut dan terjadipembentukan dentin.

Hidroksida kalsium diangkat, digantidengan bahan semen ionomer kaca. Setelahitu, dilakukan pembuatan restorasi kompositKelas IV dengan menggunakan retensi pin(Gambar 3,4,5). Penambalan dilakukan denganmenggunakan komposit resin merek Esthex.Penambalan dengan teknik selapis demiselapis dengan cara disinar. Setelah dilakukanpembentukan dan pemolesan.

Gambar 3. Foto kontrol setelah tiga bulanPulpotomi

Gambar 4. Foto gigi yang telah direstorasi akhir

Kunjungan ketiga tanggal 18 Maret 2006Pada ketiga, pemeriksaan objektif

menunjukkan perkusi negatif, palpasi negatif,kegoyangan negatif dan tes termal positif.Adaptasi vahan restorasi masih cukup baik(Gambar 6).

Gambar 5. Foto kontrol penambalan

Kunjungan keempat tanggal 31 Januari2007

Sebelas bulan kemudian pada saatpemeriksaan dijumpai perkusi negatif, palpasinegatif, kegoyangan negatif dan tes termalpositif. Gambaran radiograf terlihatpertumbuhan akar meskipun belum sempurna.Restorasi mengalami sedikit perubahan warnapada daerah servikal.

Gambar. 6. Kontrol 11 bulan

PembahasanSuatu apeks yang terbuka ditemukan

pada akar gigi yang belum terbentuksempurna dan bila tidak disertai kelainan pulpamaka merupakan suatu keadaan yang normal.Apeksogenesis adalah suatu perawatan pulpa

Page 65: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 58-62

61 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

vital pada gigi yang akarnya belum tumbuhsempurna, untuk memberikan kesempatanpada akar melanjutkan pertumbuhan danmenutup apeksnya.1

Kebanyakan gigi yang belum sempurnapertumbuhannya dan mengalami frakturmahkota dengan pulpa terbuka, pulpanya vitaldan inflamasi terbatas pada permukaan pulpasaja. Perawatan yang memungkinkan akarmelanjutkan pertumbuhannya dapat jugadiindikasikan untuk gigi yang apeks belumsempurna dengan pulpa yang terbuka sedikitkarena karies, keberhasilannya bergantungkepada luasnya kerusakan pulpa, lamanyapulpa terbuka dan baik tidaknya gigi untukdirestorasi. Terbukanya pulpa karena kariesyang besar atau karena trauma mungkinmemerlukan pulpotomi agar pulpa di daerahakar tetap vital.1,2,5

Pulpotomi dangkal maupun pulpotomikonvensional merupakan indikasi untukfraktur mahkota gigi anterior dengan pulpa danapeks terbuka.1 Pada kasus gigi 21 dilakukanpulpotomi dangkal, karena fraktur mahkotadengan pulpa yang masih vital, dan hanyajaringan meradang yang diangkat. Gigi initerlihat belum selesai pertumbuhan akarnya.Pada keadaan ini biasanya gigimempunyaidindingakar yang tipis dansaluranakar yang besar.10 Pada gigi sepert iiniharus dilakukan upaya untuk mempertahankanpulpa agar dapat melanjutkan pertumbuhanakarnya.

Lamanya waktu sejak cedera dapatmempengaruhi kesehatan pulpa. Umumnyamakin cepat dirawat, makin baik prognosisnyauntuk mempertahankan pulpa. Pulpa yangterbuka kurang dari satu minggu dapat dirawatdengan pulpotomi, jika itu merupakanperawatan pilihan. Telah dilaporkankeberhasilan kasus-kasus perawatan pulpotomidengan pulpa terbuka beberapa minggulamanya, tetapi prognosis akan lebih burukbila waktunya lebih lama.2,9

Dalam kasus ini pulpa terbuka selamadua minggu, upaya perawatan pulpotomi tetapdilakukan dengan menggunakan bahanhidroksida kalsium. Alasan utama dilakukanpulpotomi dangkal pada kasus ini adalah untukmempertahankan vitalitas pulpa. Hal inipenting terutama pada gigi yang apeks terbukakarena berlanjutnya pertumbuhan akar akanmemperkuat gigi dan membuatnya lebihresisten terhadap fraktur dari pada gigi dengan

dinding akar yang tipis.9 Penggunaan bahanlainnya seperti mineral trioxide aggregate(MTA) terbukti sukses dalam menutupi ujungakar gigi yang terbuka.11

Pada kasus ini tidak langsung dilakukanrestorasi permanen, tetapi perawatandievaluasi selama tiga bulan sebelum restorasiakhir. Pasien ini dikontrol selama tiga bulankarena pertimbangan lamanya waktu pasiensetelah terjadi trauma pada gigi, dikhawatirkanperawatan pulpotomi akan gagal. Selain ituhidroksida kalsium lama kelamaan akan rusak,yang akan menyebabkan kebocoran tepi padadaerah tempat rusaknya hidroksida kalsiumyang pertama sehingga’ mengakibatkanadanya ruangan di antara jembatan dentin yangbaru dengan restorasi di atasnya.1

Setelah tiga bulan hasil perawatanpulpotomi, gigi dapat berfungsi dengan baikdan tidak menimbulkan gejala sakit. Gambaranradiografis tidak menunjukkan kelainanperiodontitis apikalis, tidak ada resorpsi akardan terjadi pertumbuhan akar danpembentukan dentin. Kontrol sebelas bulankemudian dari kunjungan kontrol pertama,pembentukan akar belum begitu terbentuk.Perlu dilakukan kontrol kembali untuk melihatkeadaan apeks. Bila pulpa menjadi nekrotikatau pembentukannya berhenti, diperlukanperawatan apeksifikasi.7,9

KesimpulanPerawatan gigi dengan fraktur mahkota

pulpa terbuka dan pertumbuhan akarnya belumsempurna dapat dirawat baik denganperawatan pulpotomi dangkal. Perawatanpulpotomi dapat terus merangsangpembentukan apeks. Perawatan denganpulpotomi ini juga dapat mempertahankanvitalitas pulpa. Dari hasil perawatan padakasus ini terlihat daerah apeks terus terjadipembentukan akar dan dari gambaranradiografis saluran akar terlihat sudah mulaimengecil.

Keberhasilan perawatan pulpotomidangkal ini juga didukung oleh keadaan gigiyang belum terinfeksi dengan mikroorganisme,usia pasien masih muda, lama dan luasnyatrauma pada gigi.

SaranGigi dengan fraktur pada daerah korona

yang melibatkan dentin, pulpa dan gigi yangbelum selesai pertumbuhannya, diusahakan

Page 66: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 58-62

62 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

untuk melakukan perawatan sesegeramungkin. Umumnya makin cepat dilakukanperawatan, makin baik prognosisnya. Kontrolperiodik sebaiknya tetap dilakukan untukmelihat keadaan gigi dalam jangka panjang.

Daftar Pustaka1. Pitt Ford TR. Apeksifikasi dan

Apeksogenesis. In: Walton danTorabinejad (editor). (Principle andPractice of Endodontics) 2nd ed. Alihbahasa Sumawinata N, Sidharta W,Bambang Nursasongko (penerjemah),Sumawinata N (editor terjemahan).Jakarta: EGC, 1998: 490- 504

2. Forghani M, Parisay I. Maghsoudlou A.Apexogenesis and RevascularizationTreatment Procedures for TwoTraumatized Immature PermanentMaxillary Incisors: A Case Report. TheKorean Academy of ConservativeDentistry. 2013: 178-81

3. Sazak H, Garip Y. Pulpotomy andApexogenesis: a case report. OHDMBSC. 2004; 3 (1): 65-68

4. Grossman LI. Ilmu Endodontik dalamPraktek.11nd ed. Jakarta: EGC, 1995:112-26

5. Bergenholtz G, Hørsted-Bindslev P, ReitC. Vital Pulp Therapies In:Endodontology. 2nd edition. UK:Blackwell Munksgaard, 2003: 66-89

6. Jr Dummett C.O., Kopel H. M. PediatricEndodontics. In: Endodontic, 5th ed.Ingel J. I. BC Decker Inc, 2002: 861-76

7. Camp JH, Barrett EJ, and Pulver F.Pediatric Endodontics: EndodonticTreatment for the Primary and Young,Permanent Dentition. In: Pathways of thePulp. 8th ed. London: Mosby: 2002: 797-844

8. Weine FS. Alternatives to RoutineEndodontic Treatment. In: EndodonticTherapy. 6nd ed. Philadelphia: Mosby,2004; 513-25

9. Bakland LK, Andreasen FM, AndreasenJO. Management of Traumatized Teeth.In: Walton dan Torabinejad (editor).(Principles and Practice of Endodontics)3nd ed. Toronto: W.B. SaundersCompany; 2002: 445-65

10. Gutmann J, Lovdahl P. Problem-SolvingVital Pulp Therapy Including theManagement of the Incompletely FormedRoot Apex. In: Problem Solving inEndodontics. 4nd ed. Philadelphia:Elsevier Mosby, 2006: 57-71

11. Ghafoor R. Post-Traumatic Apexogenesisof Immature Non-Vital PermanenIncicors. Journal of The College ofPhysicians and Surgeons. Pakistan. 2012;22 (7): 452-54

Page 67: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 63-66

63 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

STUDI KASUS: “FRENEKTOMI SEBAGAI TERAPI PENDAHULUAN SEBELUMPERAWATAN ORTODONTIK”

Laporan Kasus

A CASE REPORT: “ESTHETIC FRENECTOMY BEFORE ORTHODONTICTREATMENT”

Case Report

Sulistiawati*, Ina Hendiani**

*Bagian Periodonsia, Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Sriwijaya*Residen Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran

**Bagian Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas PadjadajaranCorrespondence email to: [email protected]

AbstrakFrenektomi frenulum labialis superior sering kali dilakukan untuk mengatasi masalah diastemasentral. Bedah frenektomi ini diharapkan akan memperbaiki estetik pasien dan biasanya diikutidengan perawatan ortodontik. Pasien wanita berusia 19 tahun datang ke Klinik Residen PeriodonsiaFakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran dirujuk dari Klinik Ortodonsia untuk dilakukanfrenektomi, setelah dilakukan pemeriksaan diketahui terdapat aberansia frenulum labialis superioryang menjadi penyebab diastema sentral. Pada kasus ini dilakukan bedah frenektomi dengan teknikklasik menggunakan hemostat dan skalpel dengan tujuan memperbaiki perlekatan frenulum labialissuperior yang menyebabkan diastema sentral. Perdarahan yang terjadi saat bedah dapat dikontroldengan baik. Hasil perawatan menunjukkan perlekatan frenektomi diperbaiki dan diikuti denganperawatan ortodontik untuk menutup diastema sentral.Kata kunci: Aberansia frenulum labialis superior, diastema sentral, frenektomi, teknik klasik

AbstractSuperior labialis frenulum frenectomy is often performed to treat central diastema problems. Thissurgical frenectomy was performed to improve aesthetics and followed by orthodontic treatment. A19-year-old female patient was came to the Periodontics Resident Clinic of the Faculty of Dentistry,Padjadjaran University, referred from the Orthodontics Clinic for frenectomy. Objective examinationrevealed that there were superior labialis frenulum which caused of central diastema. In this case aclassical technique of frenectomy was performed using a hemostat and scalpel to fixed attachment ofthe superior labialis frenulum. Bleeding that occured during surgery can be controlled properly. Theresults of the treatment showed that the attachment of the frenectomy was repaired and followed byorthodontic treatment to close the central diastema.Keyword: Aberantia frenulum, central diastema, frenectomy, classical technique

Page 68: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 63-66

64 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

PENDAHULUANFrenulum merupakan lipatan membran

mukosa yang dikelilingi otot dan berfungsiuntuk menghubungkan mukosa bibir, pipi, danlidah dengan jaringan gingiva.1 Frenulum dirongga mulut terdiri dari 3 jenis, yaitu frenulumlabialis, lingualis dan bukalis. Frenulum labialissendiri menurut letaknya dibagi menjadifrenulum labialis superior dan inferior. Secaranormal, frenulum labialis terdapat di antara gigiinsisivus.2

Berdasarkan ekstensi perlekatan seratnya,frenulum diklasifikasikan sebagai berikut: (1)mukosa, ketika serat frenulum melekat padamucogingival junction; (2) Gingiva, ketika seratfrenulum melekat pada gingiva cekat; (3)Papilla, ketika serat frenulum perlekatannyameluas ke papilla interdental; (4) Penetrasipapilla, ketika serat frenulum melewati alveolardan meluas hingga ke papilla palatina.3

Frenulum aberansia adalah istilah yangdigunakan apabila terdapat kelainan/abnorma-litas bentuk anatomis maupun perlekatanfrenulum. Secara klinis perlekatan frenulumpada papilla interdental dan penetrasi papilladipertimbangkan sebagai kondisi patologis.Kondisi ini dapat menyebabkan resesi,akumulasi plak dan diastema.1,3 Pemeriksaanabnormalitas perlekatan frenulum secara visualbiasanya dilakukan dengan memberikan tensi/tegangan saat menarik frenulum dan mengamatidaerah iskemi (pucat).4 Apabila kondisi initerjadi pada frenulum labialis superior, akanmenyebabkan diastema sentralis danmengurangi aspek estetis pasien, serta menjadihambatan dalam perawatan ortodontik.5 Dalammengatasi hal-hal tersebut diperlukan suatutindakan bedah yang disebut dengan frenektomi,sehingga perlekatan yang tidak menguntungkantersebut dapat diminimalisir. Selain itu, indikasilain frenektomi yaitu untuk menghilangkanakumulasi iritan, mencegah defleksi dindingperiodontal poket yang dapat memperparahpenyakit periodontal, mencegah gangguan saatpenyembuhan paska tindakan bedah, mencegahpembentukan poket, serta mencegah luka saatmenyikat gigi.6

Frenektomi adalah pengangkatan totalfrenulum, termasuk jaringan yang melekat padatulang di bawahnya, dan mungkin diperlukan

dalam koreksi diastema sentral.1,7 Frenektomidapat dilakukan dengan menggunakan pisauskalpel, electrosurgery, atau pun dengan laser.8

Salah satu metode frenektomi denganmenggunakan skalpel yang umum digunakanyaitu teknik konvensional/klasik. Teknik inidiperkenalkan pertama kali oleh Archer.Tahapan prosedurnya dimulai dari anestesiinfiltrasi dengan menggunakan anestesi lokal,selanjutnya hemostat diinsersikan hinggakedalaman vestibulum dan insisi dilakukan padabagian atas dan bawah dari hemostat hinggahemostat terbebas. Bagian triangular selanjutnyadihilangkan, dan dilakukan diseksi pada tulanguntuk menghilangkan perlekatan fibrosa.1,3,9

Seperti halnya perawatan periodontal lain,kesuksesan frenektomi tergantung padaketepatan diagnosis, pemilihan kasus, dankooperatif pasien.10

LAPORAN KASUSSeorang pasien wanita berusia 19 tahun,

datang ke Klinik Residen Periodonsia FakultasKedokteran Gigi Universitas Padjadjaran dengankeluhan gigi depan atas bercelah. Keluhan inimulai disadari pasien sejak 6 tahun yang lalu.Kondisi ini mengganggu estetik dan pasien tidakpercaya diri.

Pemeriksaan obyektif menunjukkanadanya diastema sentral rahang atas sebesar 4mm, aberansia frenulum labialis superior, blanchtest (+), skor plak 38,39% (indeks O’Leary), dangingiva berwarna sedikit kemerahan di seluruhregio. Dari pemeriksaan darah diketahui pasientidak menderita penyakit sistemik. Pemeriksaanradiologi (Gambar 1) menunjukkan adanyadepresi celah pada tulang alveolar diantara gigi11 dan 21. Berdasarkan pemeriksaan subyektifdan obyektif, disimpulkan bahwa diagnosiskasus pada pasien adalah gingivitis marginaliskronis generalisata disertai aberantia frenulumlabialis superior.

Gambar 1. Ronsen Panoramik

Page 69: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 63-66

65 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Perawatan yang diberikan kepada pasienyaitu skeling dan polishing, memberikanDental Health Education (DHE), pemeriksaandarah rutin, dan bedah estetik frenektomi. Satubulan setelah skeling dan DHE skor plakpasien turun menjadi 8,9%. Hasil pemeriksaandarah pasien menunjukkan bahwa pasien tidakmenderita penyakit sistemik, sehinggadisimpulkan bahwa pada pasien dapatdilakukan frenektomi.

Frenektomi pada pasien dilakukanmenggunakan teknik klasik atau teknikkonvensional. Sebelum bedah frenektomi,dilakukan tindakan asepsis dengan povidoneiodin dilakukan sebelum bedah frenektomidimulai. Selanjutnya dilakukan anestesidengan Injeksi supraperiosteal pada lipatanmukobukal daerah interdental gigi 11,21 untukmenganastesi saraf alveolaris superior anterioryang menuju gigi insisivus atas ditambahinjeksi pada palatal regio 11-21 (Gambar 2).Lalu bagian atap frenulum pada mukosa labialsampai batas fornik (dasar vestibulum) dijepitdengan hemostat yang berparuh sedikitmelengkung (Gambar 3). Insisi jaringan yangberada di atas dan bawah hemostat denganmenggunakan pisau bedah nomor 15, sehinggajaringan yang dijepit terlepas. Dilanjutkandengan fibroektomi, yaitu pemotonganjaringan fibrous hingga ke palatal (Gambar 4).

Gingiva post pemotongan frenulumdipisahkan agar mempermudah penjahitan.Buang sisa-sisa jaringan frenulum yang masihmelekat di sekitar pinggir luka. Perdarahandiatasi dengan penekanan daerah operasidengan tampon steril yang telah dibasahiadrenalin 1: 80.000. Daerah operasi diirigasidengan larutan NaCl fisiologis 0,9%, danaquadest secara bergantian sampai bersih.Pembersihan dan pengeringan daerah operasidengan tampon steril (Gambar 6). Terakhirdilakukan penjahitan daerah operasi padamukosa labialis dengan jahitan interrupted,menggunakan jarum steril, benang silk ukuran5-0 dan dipasang pek periodontal (Gambar 7dan 8). Setelah frenektomi selesai pasien diberiresep dan intruksi paska bedah.

Kontrol paska bedah dilakukan padahari ke-7 dan ke-30. Pada hari ke-7 dilakukanpembukaan jahitan, telihat kondisi jaringantelah menutup (Gambar 9). Sedangkanpadakontrol hari ke 30, pasien sudah memakai

alat ortodontik cekat (Gambar 11). Gambar 10dan gambar 11 memperlihatkanperbedaaan sebelum dan sesudah dilakukanfrenektomi.

Pada gambar 10 terlihat perlektanfrenulum pasien hingga ke papilla interdentalgigi incisivus sentral rahang atas(gambar 10)sedangkan pada gambar 11 perlekatanfrenulum pada mucogingival junction.(Gambar 10).

2 3

4 5

6 7

8 9

10 11

Page 70: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 63-66

66 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

PEMBAHASANPada kasus diastema sentral maksila

yang disebabkan oleh perlekatan frenulumlabialis superior yang tinggi dapat dirawatdengan reseksi frenulum yang dikenal jugadengan istilah frenektomi. Frenektomi padakondisi seperti ini diikuti dengan perawatanortodontik untuk menutup celah diantara gigiinsisivus sentral. Pada beberapa kasus,penutupan celah yang spontan dapat terjadisetelah frenektomi, biasanya hal ini terjadi bilajarak diastema sentral sangat kecil. Namunpada kasus ini diastema sentral berjarak lebihkurang 4 mm, sehingga perlu dilakukanperawatan ortodontik setelahnya.

Frenulum labialis superior merupakansisa struktur embrio yang menghubungkantuberkula bibir atas ke papilla palatinus. Padaperiode gigi desidui, frenulum labialis superiorseringkali terlihat melekat pada prosesusalveolaris diantara gigi insisivus sentral rahangatas.

Pada kondisi normal, bersamaandengan pertumbuhan dentoalveolar, prosesusalveolaris akan tumbuh ke oklusal dan daerahperlekatan frenulum labialis superior akanlebih ke arah apikal atau mendekativestibulum. Kegagalan perlekatan frenulumberpindah ke arah apikal inilah yangmenyebabkan terjadinya diastema sentral.

Seperti halnya pada kasus, diduga halinilah yang menyebabkan diastema sentralpada pasien. Perlekatan frenulum tinggi lebihsering ditemukan pada rahang atas. Pemilihanmetode frenektomi dengan menggunakanskalpel dan teknik konvensional pada kasus inidilakukan karena teknik ini sederhana, mudah,murah, efektif dan efisien. Tidak seperti bedahdengan electrosurgery dan laser yangmembutuhkan peralatan yang mahal.

Kekurangan metode ini adalah seringterjadi komplikasi perdarahan. Namun padakasus ini, perdarahan dapat dikontrol denganbaik menggunakan tampon yang telah dibasahiadrenalin 0,1% terlihat pada Gambar 6.

Kunjungan pada hari ke-7 paskafrenektomi memperlihatkan penyembuhanjaringan lunak yang baik, sehingga dilakukanpengambilan jahitan. Pada kontrol hari ke-30

terlihat perlekatan frenulum sudah normal danpasien sudah menggunakan alat ortodontikcekat untuk menutup diastema sentral.

DAFTAR PUSTAKA1. Carranza, Fermin A.., dan Newman.,

Michael G., Takei, Henry A.,danKlokkevold, Perry R., ClincalPeriodontology, 10th ed. Philadelphia:W.B Sounders. 2006:1936

2. Suryono. Bedah Dasar Periodonsia.Yogyakarta: Ash-Shaff. 2012: 10-31

3. Hungund S, Dodani K, Kambalyal P,Kambalyal P. Comparative results offrenectomy by three surgical techniques-conventional, unilateral displaced pedicleflap and bilateral displaced pedicle flap.Dentistry 2013; 4: 183

4. Devishree, Gujjari SK, Shubhashini.Frenectomy : A review with the reports ofsurgical techniques. J Clin Diagn Res.2012 November, Vol-6(9): 1587-1592

5. Suryono. Perbandingan PenggunaanScalpel dan Electrosurgery padaFrenektomi Frenulum Labialis Superior.Maj Ked Gi 2011; 18(2): 187-190

6. Shantipriya Reddy. Essentials of ClinicalPeriodontology and Periodontics. NewDehli: Jaypee Brothers MedicalPublishers. 2011: 372-7

7. Shalu Bathla. Periodontics Revisited.New Dehli: Jaypee Brothers MedicalPublishers. 2011: 404-5

8. Patel RM, Varma S, Suragimath G,Abbayya K, Zope SA, Kale V.Comparison of labial frenectomyprocedure with conventional surgicaltechnique and diode laser. J Dent Lasers2015;9:94-9

9. Fedi, Peter F., Vernino, Arthur R., Gray,John L., Amaliya., Juwono, Lilian.Silabus Periodonti. Ed.4. Jakarta: EGC.2004:156

10. Thahir H, Djais AI, Wendy S, AchmadMH, Akbar FH.Management of maxillarylabial frenum and comparison betweenconventional techniques and incision-belowthe-clamp technique (case report). JDentomaxillofac Sci. 2018(1):61-6

Page 71: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 67-73

67 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

STUDI KEKASARAN PERMUKAAN ANTARA RESIN AKRILIK HEAT CURED DANTERMOPLASTIK NILON YANG DIRENDAM DALAM KOPI

ULEE KARENG (Coffea robusta)

THE SURFACE ROUGHNESS OF HEAT CURED ACRYLIC RESINS ANDTHERMOPLASTIC NYLON BEFORE AND AFTER IMMERSION IN A SOLUTION OF

ULEE KARENG COFFEE (Coffea robusta)

Iin Sundari, Liana Rahmayani, Deliga Serpita

Bagian Ilmu Material Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah KualaCorrespondence email to: [email protected]

ABSTRAKResin akrilik heat cured merupakan material yang paling sering digunakan dalam pembuatan basis

gigi tiruan. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termoplastik nilon juga menjadipilihan bagi material basis gigi tiruan. Material basis gigi tiruan mempunyai kekurangan pada sifatfisiknya, diantaranya adalah kekasaran permukaan. Kekasaran permukaan dapat terjadi pada resinakrilik heat cured dan termoplastik nilon diantaranya disebabkan karena terpaparnya material denganlarutan yang mengandung asam, salah satunya adalah kopi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahuiperbedaan kekasaran permukaan antara resin akrilik heat cured dan termoplastik nilon sebelum dansetelah direndam dalam larutan kopi Ulee Kareng (Coffea robusta). Jumlah spesimen pada penelitianini ada 8 spesimen, 4 resin akrilik heat cured Meliodent dan 4 termoplastik nilon BIO TONE denganukuran 20x20x2 mm. Spesimen direndam dalam larutan kopi selama 4 hari (mensimulasikanmengkonsumsi larutan kopi selama 1 tahun) dengan larutan kopi diganti setiap hari. Kekasaranpermukaan sebelum dan setelah perendaman diukur menggunakan alat surface roughness tester. Hasiluji t berpasangan pada kedua kelompok menunjukkan perbedaan bermakna kekasaran permukaansebelum dan setelah perendaman (p<0.05), hasil uji t tidak berpasangan antara resin akrilik heat cureddan termoplastik nilon sebelum perendaman menunjukkan terdapat perbedaan bermakna (p<0.05) dansetelah perendaman juga menunjukkan perbedaan bermakna (p<0.05). Nilai kekasaran permukaanresin akrilik heat cured lebih tinggi dibandingkan termoplastik nilon setelah direndam dalam kopiUlee Kareng (Coffea robusta).Kata Kunci: Resin akrilik, termoplastik nilon, kopi

AbstractHeat cured acrylic resin is material that mostly used as material of denture base in dentistry,nowadays thermoplastic nylon is also used. Denture base material has a surface roughness in itsphysical properties. Surface roughness can occur in heat cured acrylic resin and thermoplastic nylon,caused the exposure of material with a solution containing acid, which one is coffee. This study wasconducted to determine the difference between the surface roughness of heat cured acrylic resins andthermoplastic nylon before and after immersion in a solution of Ulee Kareng coffee (Coffea robusta).There were 8 specimens, 4 Meliodent heat cured acrylic resins and 4 BIO TONE thermoplastic nylonwith a size of 20x20x2 mm. The specimen was immersed in a solution of coffee for 4 days (tosimulate consume coffee solution over 1 year) with a solution of coffee replaced every day. Surfaceroughness before and after immersion was measured using a surface roughness tester. Results ofpaired t-test in both groups showed significant differences in surface roughness before and afterimmersion (p<0.05), the unpaired t test between acrylic resin heat cured and thermoplastic nylonbefore immersion showed that there were significant differences (p<0.05) and after immersion wellshowed significant differences (p<0.05). Values of surface roughness on heat cured acrylic resinshowed a higher roughness values than thermoplastic nylon after immersion in Ulee Kareng coffee(Coffea robusta).Keywords: heat cured acrylic resin, thermoplastic nylon, Ulee Kareng coffee, surface roughnes

Page 72: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 67-73

68 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

PENDAHULUANResin akrilik digunakan sebagai material

basis gigi tiruan yang ideal, karena mempunyaikekuatan, kekerasan dan kekakuan yangmemadai, warna yang sesuai dengan warnajaringan yang digantikan, tidak toksik, mudahdiperbaiki dan mudah dimanipulasi.Kekurangan resin akrilik diantaranya dapatmelepaskan monomer sisa yang bisamenyebabkan alergi, mudah menyerap cairan,baik air maupun material kimia, sehinggamudah mengalami porus, kekuatan impakrendah sehingga mudah muncul retakan mikro,serta tidak tahan abrasi.1-3

Seiring dengan perkembangan ilmumaterial kedokteran gigi, selain resin akrilik,resin termoplastik juga digunakan sebagaimaterial pembuatan basis gigi tiruan, terutamauntuk basis gigi tiruan sebagian lepasan(GTSL).4 Resin termoplastik memilikikelebihan dalam hal estetis, fleksibilitas,elastisitas, biokompatibilitas, tidakmengandung monomer sehingga tidak adamonomer sisa yang dapat menyebabkan alergidan tidak menggunakan cengkeram logamsehingga mengurangi tekanan pada gigipenyangga.5 Menurut material dasarnya, resintermoplastik dibagi menjadi empat jenis, yaitu:resin termoplastik asetal, resin termoplastikpolikarbonat, resin termoplastik akrilik danresin termoplastik nilon (poliamida).6

Termoplastik nilon merupakan basisgigi tiruan fleksibel yang pertama di dunia dandiperkenalkan dalam kedokteran gigi padatahun 1950.7 Material dasar dari termoplastiknilon adalah poliamida yang berasal dari asamdiamina dan monomer asam dibasik.8

Termoplastik nilon merupakan basis gigitiruan yang tidak mengandung monomer,ringan, bersifat hipoalergenik sehingga dapatmenjadi alternatif yang berguna bagi pasienyang sensitif terhadap resin akrilikkonvensional, nikel dan kobalt. Menghasilkanpenampilan alami dan memberikan tampilanklinis yang memuaskan karena bersifat tembuspandang sehingga gingiva pasien terlihat jelasserta tidak mempunyai cengkeram logam.9,10

Penelitian Wieckiewics dkk.11 mengenai sifatfisik material basis gigi tiruan resin akrilikheat cured dibandingkan dengan termoplastiknilon menunjukkan bahwa kekasaranpermukaan resin akrilik heat cured sebelumdan setelah direndam dalam larutan kopi lebihrendah dibandingkan nilai kekasaran

termoplastik nilon sebelum dan setelahdirendam dalam larutan kopi.11

Kekasaran permukaan merupakanketidakteraturan dari suatu permukaanterutama pada basis gigi tiruan yangdipengaruhi banyak hal, termasuk diantaranyajenis minuman yang dikonsumsi penggunabasis gigi tiruan terutama minuman yangmengandung asam. Menurut penelitian Sorayadkk.12 menyatakan bahwa kopi robusta (Coffearobusta) merupakan minuman yangmengandung asam dengan pH 5,25-5,40, dapatmempengaruhi kekasaran dan kekerasan basisgigi tiruan resin akrilik.12,13 Maka hal inilahyang diduga kuat bahwa dalam waktu lamamenyebabkan kekasaran pada permukaan basisgigi tiruan resin akrilik jenis heat cured dantermoplastik nilon.14 Kopi mengandung 24 zat,yang dominan adalah kafein (1-2,5%), hidratarang (7%), zat-zat asam (chlorogenic acid,caffeic acid), tannin, zat-zat pahit, lemak(10%) dan minyak terbang (zat-zat aroma).15

Kandungan asam seperti asamklorogenat pada kopi inilah yang didugamenjadi penyebab terjadinya kekasaranpermukaan basis gigi tiruan resin akrilik heatcured dan termoplastik nilon pada pasienpengguna gigi tiruan. Sehingga diperlukanpenelitian untuk mengetahui perbedaankekasaran permukaan basis gigi tiruan resinakrilik heat cured dan termoplastik nilon yangdirendam dalam kopi Ulee Kareng (Coffearobusta).

BAHAN DAN METODEPembuatan spesimen dilakukan dengan

cara menyediakan spesimen dari potonganbase plate wax dan dimasukkan kedalamkuvet. Pengolahan akrilik denganmencampurkan bubuk polimer dan monomerdengan perbandingan 4,8 g : 2 ml (sesuaidengan aturan pabrik) diaduk pada potporselen sampai mencapai tahap dough stage.Selanjutnya dilakukan packing, curing danpolishing kemudian disimpan dalam wadahpenyimpanan.

Pola cetakan dari material base platewax dibuat sesuai dengan ukuran spesimen dandilakukan flasking dalam kuvet. Kuvetdisiapkan untuk proses injeksi denganmemasukkan silinder pemanas ke dalam slotpemanas dan dibiarkan hingga 300ºC. Setelahitu masukkan cartridge ke dalam silinderpemanas selama 11 menit agar butiran

Page 73: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 67-73

69 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

termoplastik dalam cartridge mencair. Selamawaktu itu, kuvet yang berisi cetakan darimodel ditempatkan di dalam unit injeksi dalamposisi vertikal diatas kuvet. Material dalamcartridge diinjeksi ke dalam cetakan denganpenekanan sebesar 0,7 MPa. Setelah 5 menittekanan dilepas dan keluarkan kuvet dari unitinjeksi dan dibiarkan dingin pada suhu kamar.Kuvet lalu dibuka, keluarkan lempengtermoplastik dari gips keras menggunakanhook dan mallet. Sprue dipotong menggunakanbur karbid dan bur intan kecepatan rendah.Rapikan spesimen termoplastik, buangkelebihan spesimen, haluskan menggunakansoft brushes dan rag wheel. Poles hinggamengkilapmenggunakan pasta poles. Spesimendisimpan di dalam wadah penyimpanan.

Spesimen resin akrilik heat cureddirendam dalam akuades selama 24 jam padasuhu ruangan (250C) sebelum direndam didalam kopi robusta untuk mengurangimonomer sisa. Media perendaman dibuatdengan mengunakan 30 gr bubuk kopi robustaulee kareeng yang diseduh dalam 300 ml airbersuhu 1000C.54 Kemudian dimasukkan kedalam vial plastik dan didiamkan hinggamencapai suhu 370C baru kemudiandimasukkan ke dalam inkubator.

Sebelum dilakukan perendaman,seduhan kopi robusta Ulee Kareng terlebihdahulu diukur derajat keasamannya (pH).Pengukuran pH seduhan kopi robusta UleeKareng menggunakan pH meter yang terlebihdahulu dikalibrasikan untuk memastikan pHmeter dapat digunakan. Spesimen dimasukkanke dalam vial plastik yang telah berisi seduhankopi Ulee Kareng masing-masing sebanyak 20mL dan disimpan dalam inkubator bersuhu370C. Seluruh spesimen direndam selama 4hari mensimulasikan rata-rata orang minumkopi dalam sehari selama 15 menit dalamwaktu 1 tahun (15 menit x 365 hari = 5475menit = 91,25 jam = 3,8 hari). Mediaperendaman diganti setiap hari. Setelahperendaman, spesimen dibilas dengan air dandikeringkan.

Pengukuran kekasaran permukaan resinakrilik heat cured dan termoplastik nilondilakukan sebelum dan setelah perendaman didalam larutan kopi Ulee Kareng. Pengukurandilakukan dengan menggunakan surfaceroughness tester (profilometer) denganketelitian 0,01 µm. Tahapan yang dilakukanpertama kali adalah meletakkan spesimen pada

bidang datar. Spesimen diukur sebanyak tigakali dengan meletakkan jarum/stylus mulaidari ujung spesimen yang telah ditandaidengan jarak masing- masing garis paralel 2,5mm pada kecepatan 0,5 mm/s kemudianaktifkan alatnya maka monitor alat uji akanmenunjukkan nilai kekasaran permukaanspesimen. Pengukuran kekasaran permukaandilakukan dengan mengadaptasikan metoderata-rata, dimana kekasaran diukur di tiga titikpengukuran kemudian hasil yang didapatkandirata-ratakan. Nilai rata-rata lalu dijadikansebagai nilai kekasaran permukaan.

HASILPenelitian kekasaran permukaan resin

akrilik heat cured dan termoplastik nilondilakukan di Laboratorium Politeknik MesinUniversitas Sumatera Utara (USU) Medanpada bulan Maret 2016. Spesimen yangdigunakan pada penelitian ini adalah resinakrilik heat cured merek Meliodent dantermoplastik nilon merek BIO TONE yangdirendam dalam kopi Ulee Kareng. Kekasaranpermukaan resin akrilik heat cured dantermoplastik nilon dihitung denganmenggunakan surface roughness tester merekMahr dan didapatkan hasil yang bervariasipada setiap spesimen (Tabel 1).

Tabel 1 Analisis Statistik Perbedaan KekasaranPermukaan Resin Akrilik Heat Cured danTermoplastik Nilon Sebelum dan SetelahPerendaman dalam Kopi Ulee KarengMenggunakan Uji t Berpasangan.

Jenis SpesimenNilai Rata- Rata

Kekasaran Permukaan(µm)

p

Sebelum( ± SD)

Sesudah( ± SD)

Resin AkrilikHeat Cured

0,148 ±0,074

0,405 ±0,234

0,012*

TermoplastikNilon

0,068 ±0,020

0,136 ±0,063

0,007*

* Nilai signifikansi p<0,05 dengan analisis uji tberpasangan

Nilai rata-rata kekasaran permukaanresin akrilik heat cured sebelum perendamanadalah 0,148 dan setelah perendaman adalah0,405. Nilai rata-rata kekasaran permukaantermoplastik nilon sebelum perendaman adalah0,068 dan setelah perendaman adalah 0,136.

Page 74: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 67-73

70 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

Hasil uji t berpasangan pada keduakelompok menunjukkan adanya perbedaanbermakna (p<0.05) rata-rata kekasaranpermukaan antara sebelum dan setelahdirendam dalam larutan kopi Ulee Kareng(Coffea robusta).

Data yang diperoleh pertama kalidilakukan uji normalitas dengan menggunakanuji Shapiro-Wilk. Hasil uji menunjukkanbahwa data resin akrilik heat cured sebelumperendaman adalah berdistribusi normal, tetapidata setelah perendaman tidak berdistribusinormal (p<0.05). Data setelah perendamandilakukan transformasi dengan fungsi sin dantelah berdistribusi normal dengan nilai p>0.05,sedangkan data termoplastik nilon sebelumdan setelah perendaman masing- masingadalah berdistribusi normal dengan nilaip>0.05.

Selanjutnya dilakukan uji t tidakberpasangan untuk melihat perbedaankekasaran permukaan antara resin akrilik heatcured dan termoplastik nilon sebelum dansetelah perendaman dalam kopi Ulee Kareng(Coffea robusta). Hasil uji kekasaranpermukaan termuat pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Analisis Statistik Perbedaan KekasaranPermukaan Resin Akrilik Heat Cured danTermoplastik Nilon Sebelum Perendaman dalamKopi Ulee Kareng (Coffea robusta) MenggunakanUji t Tidak BerpasanganJenis Spesimen Nilai Rata- Rata

KekasaranPermukaan (µm)

( ± SD)

p

Resin Akrilik HeatCured

0,148 ± 0,0740,019*

Termoplastik Nilon 0,068 ± 0,020

* Nilai signifikansi p<0.05 dengan analisis uji ttidak berpasangan

Tabel 2. di atas menunjukkan adanyaperbedaan bermakna (p<0,05) kekasaranpermukaan antara resin akrilik heat cured dantermoplastik nilon sebelum dilakukanperendaman dalam kopi Ulee Kareng.

Tabel 3. menunjukkan bahwa adaperbedaan bermakna (p<0,05) antara resinakrilik heat cured dan termoplastik nilonsetelah perendaman dalam kopi Ulee Kareng.

Tabel 3. Analisis Statistik Perbedaan KekasaranPermukaan Resin Akrilik Heat Cured danTermoplastik Nilon Setelah Perendaman dalamKopi Ulee Kareng Menggunakan Uji t TidakBerpasanganJenis Spesimen Nilai Rata- Rata

Kekasaran Permukaan )( ± SD)

p

Resin AkrilikHeat Cured

0,405 ± 0,234

0,136 ± 0,063

0,014*

TermoplastikNilon

*Nilai signifikansi p<0,05 dengan analisis uji ttidak berpasangan

Berdasarkan tabel di atas nilai rata-ratakekasaran permukaan akhir pada resin akrilikheat cured setelah direndam dalam kopi UleeKareng selama 4 hari adalah 0,405, sedangkantermoplastik nilon adalah 0,136. Hasilpengukuran ini menunjukkan bahwa resinakrilik heat cured memiliki kekasaranpermukaan yang lebih tinggi dibandingkantermoplastik nilon setelah direndam dalamkopi Ulee Kareng. Pengukuran pH kopi UleeKareng dilakukan setiap hari denganpengulangan sebanyak 3 kali kemudian dirata-ratakan. Hasil pengukuran rata-rata pH kopiUlee Kareng selama 4 hari adalah 5.33. Hal inimenunjukkan bahwa kopi Ulee Karengmemiliki pH asam.

PEMBAHASANPenelitian ini dilakukan untuk menilai

perbedaan kekasaran permukaan antara resinakrilik heat cured dan termoplastik nilon yangdirendam dalam kopi Ulee Kareng. Spesimenresin akrilik heat cured merek Meliodent dantermoplastik nilon merek BIO TONE direndamdalam larutan kopi Ulee Kareng selama 4 hariyang mensimulasikan efek mengkonsumsiminuman kopi Ulee Kareng selama satu tahun.

Nilai rata-rata kekasaran permukaanresin akrilik heat cured sebelum direndamselama 4 hari dalam larutan kopi Ulee Karengadalah 0.148 dan dan setelah direndam adalah0.405. Nilai rata-rata kekasaran permukaantermoplastik nilon sebelum direndam selama 4hari dalam larutan kopi Ulee Kareng adalah0.068 dan setelah direndam adalah 0,136.

Page 75: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 67-73

71 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

0,00

5,00

Sebelum PerendamanSesudah Perendaman

Kekasaran Permukaan

Resin Akrilik Termoplastik Nilon

Gambar 1. Diagram Kekasaran Permukaan AntaraResin Akrilik Heat Cured dan Termoplastik NilonSebelum dan Setelah Direndam dalam Kopi UleeKareng.

Maka menunjukkan adanya peningkatankekasaran permukaan yang bermakna (p<0,05)pada resin akrilik heat cured sebelum dansetelah direndam dalam larutan kopi UleeKareng. Hal ini diakibatkan karena sifatpenyerapan air yang dimiliki oleh resin akrilikheat cured. Penyerapan air tergantung derajathidropobisitas dan porositas dari suatumaterial.16 Material resin akrilik heat cureddirendam di dalam larutan kopi Ulee Kareng.Di dalam kopi robusta terkandung 10% asamklorogenat. Selama penyangraian asamklorogenat terdekomposisi menjadi senyawavolatil dan dan melanoidin. Di dalam senyawavolatile terdapat senyawa fenol yangmeningkat setelah penyangraian.17 MenurutShen, larutan fenol 5% yang berkontak denganmaterial dapat menyebabkan peningkatanpenyerapan air pada material tersebut.18

Sehingga hal inilah yang diduga bisamempengaruhi derajat hidrophobositas darisuatu material termasuk resin akrilik heatcured. Penyerapan air dapat terjadi akibatdifusi molekul air melalui celah yang terdapatpada resin akrilik heat cured. Difusimerupakan perpindahan substansi melaluirongga atau melalui substansi kedua. Molekulzat cair dapat menembus kepadatan PMMAbergabung dalam struktur makromolekul resinakrilik yang mengakibatkan rantai polimertedesak dan memisah, sehingga akanmengubah karakteristik fisik dari polimertersebut. Selain itu, rantai polimer yangterpisah juga dapat mengakibatkan terajadinyaporositas. Banyaknya porositas pada resinakrilik heat cured dapat mengakibatkanpermukaannya menjadi kasar.19

Larutan kopi Ulee Kareng juga memilikikeasaman yang dapat menyebabkan erosi atau

pengikisan pada permukaan resin akrilik jenisheat cured. Erosi ini diperkirakan dapatmenciptakan porus yang lebih banyaksehingga mempermudah penetrasi molekul airkedalam material resin akrilik heat cured.20 Zatasam ini juga diduga menyebabkan pengikisanpada permukaan resin akrilik heat curedsehingga kekasaran permukaan pada resinakrilik heat cured dan meningkat.Termoplastik nilon juga menunjukkanpeningkatan kekasaran permukaan yangbermakna (p<0,05) sebelum dan setelahdirendam dalam larutan kopi Ulee Kareng.Peningkatan kekasaran permukaan yangsignifikan pada termoplastik nilon diduga jugakarena sifat penyerapan air pada termoplastiknilon dan larutan perendaman yang bersifatasam yang digunakan, sehingga termoplastiknilon juga mengalami gangguan pada strukturkimiawi penyusun molekulnya.

Pada penelitian ini diketahui bahwaresin akrilik heat cured memiliki kekasaranpermukaan yang lebih tinggi dibandingkandengan termoplastik nilon. Namun hasilpenelitian ini berbeda dengan PenelitianWieckiewics dkk.11 mengenai sifat fisikmaterial basis gigi tiruan poliamida 12dibandingkan dengan PMMA yang direndamdi dalam larutan kopi, resin akrilik heat curedmemiliki kekasaran permukaan yang lebihrendah dibandingkan termoplastik nilonsebelum dan setelah direndam didalam larutankopi.14 Hal ini diduga karena perbedaan jenisresin akrilik heat cured dan termoplastik nilonyang digunakan serta metode pembuatanspesimen yang juga berbeda.

Pada Tabel 2 menunjukkan nilaikekasaran awal resin akrilik heat cured adalah0,148 dan termoplastik nilon adalah 0,068. Halini diduga karena ada perbedaan kehalusanpermukaan antara resin akrilik heat cured dantermoplastik nilon sebelum direndam di dalamlarutan kopi Ulee Kareng. Hal ini didugakarena perbedaan dalam pembuatan spesimenresin akrilik heat cured dan termoplastik nilon.

Spesimen resin akrilik heat cured dibuatoleh peneliti sendiri, sedangkan termoplastiknilon dibuat oleh teknisi lab sehingga berbedadalam metode pembuatan spesimennya. Nilaikekasaran permukaan awal ini masihmemenuhi ambang batas kekasaran permukaanmaterial yang dapat diterima di rongga mulutyaitu 0,2 µm.19 Nilai kekasaran awal padaresin akrilik heat cured yang lebih rendah dari

Page 76: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 67-73

72 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

0,2 µm karena pemolesan resin akrilik heatcured selain menggunakan kertas pasir sampaino. 2000 juga menggunakan pumis. Menurutpenelitian Serra21 mengenai perumaterialmorfologi resin akrilik selama fase finishingdan polishing menunjukkan bahwa kekasaranpermukaan yang paling rendah terdapat padaresin akrilik yang dipoles denganmenggunakan pumis.21

Tabel 3. menunjukkan nilai kekasaranakhir resin akrilik heat cured setelah direndamdalam larutan kopi Ulee Kareng adalah 0,450dan termoplastik nilon adalah 0,136.Perbedaan kekasaran permukaan inidikarenakan media perendaman kopi UleeKareng mempunyai derajat keasaman (pH)rata-rata adalah 5,33. Nilai ini mendekati pHkopi robusta seperti pada penelitian Farida22

yang menemukan pH kopi robusta adalahsenilai 5,49 dan penelitian Soraya12 yangmenunjukkan pH kopi robusta sebesar 5,54.Resin akrilik heat cured terdiri dari polimetilmetakrilat dan sejumlah kecil etilen glikoldimetakrilat yang akan membentuk gugus ester(R-COOR’) yang bersifat hidrofilik dantermoplastik nilon merupakan hasil kondensasidiamina NH2-(CH2)6-NH2 dan asam dibasicCO2H-(CH2)4-COOH.6,20,23

Kandungan asam pada kopi robustaadalah asam karboksilat dan trigonelin.Senyawa asam ini diketahui mengandungbanyak ion H+, ion ini diduga dapatmenurunkan tegangan permukaan resin akrilikheat cured dan termoplastik nilon sehingga ionH+ inilah yang memiliki akses yang lebihmudah untuk masuk diantara molekul resinakrilik serta mengganggu rantai kimiawi resinakrilik heat cured dan termoplastik nilonsehingga mengakibatkan terjadinyapeningkatkan kekasaran permukaan pada resinakrilik dan termoplastik nilon.14

Nilai kekasaran permukaan yang lebihtinggi pada resin akrilik heat cureddibandingkan termoplastik nilon diduga karenaperbedaan struktur permukaan yang dimilikikeduanya. Nilon mempunyai struktur kristalin,dimana struktur molekul penyusunnyatersusun secara teratur berdasarkan panjangdan sudut ikatan dan juga memiliki ikatanhidrogen yang kuat pada struktur kimiawinyasehingga sulit untuk dimasuki molekul lain.PMMA mempunyai struktur amorf(amorphous), struktur molekulnya tersusunsecara tidak teratur, sehingga panjang dan

sudut ikatannya juga tidak teratur. Namunmemiliki cross linking agent pada strukturkimiawinya yang membuat resin akrilik heatcured sulit untuk dimasuki molekul air. 23,24

Selain itu, kadar monomer sisa pada resinakrilik heat cured juga memiliki yang peranandalam tingkat penyerapan air dari resin akrilikheat cured yang dapat juga mempengaruhikekasaran dan kekerasan permukaan basis gigitiruan resin akrilik heat cured.23 Hal inilahyang diduga mengakibatkan nilai kekasaranpermukaan pada resin akrilik heat cured lebihtinggi dibandingkan termoplastik nilon(Gambar 1).

KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil penelitian tentang

studi kekasaran permukaan antara resin akrilikheat cured dan termoplastik nilon yangdirendam dalam kopi Ulee Kareng (Coffearobusta), dengan nilai kekasaran permukaanpada resin akrilik heat cured menunjukkannilai kekasaran yang lebih tinggi dibandingkantermoplastik nilon setelah direndam dalamkopi Ulee Kareng (Coffea robusta)

DAFTAR PUSTAKA1. Anusavice. Phillips Science of Dental

Materials 11th ed. Philadelphia:W.B.Saunders Company;2003: p.210

2. Diansari V, Rahmayani L, Rahim AT.Pengaruh kesadahan air sebagai mediaperendaman terhadap pelepasan monomersisa resin akrilik heat cured. CakradonyaDent J 2014; 6(1): 672-7

3. Rao S, Mahesh P, Kumar HC, Rao RN,Sankar V. Comparison of residualmonomer and water absorption in acrylicresin samplea processesd with microwaveand conventional heat cured polymerizationmethods- Invitro study. Annals andEssences of Dentistry J. 2012; 4(1): 25-9

4. Fueki K, Yatabe M, Arita M, Kanamori T,Kawara M, Suzuki T, et al. Clinicalapplication of removable partial denturesusing thermoplastic resin. Part I: Materialproperties and clinical features of non metalclasp dentures. J Prosthodont 2014;58(2):71-84

5. Wuragian I. Aplikasi dan disain valplastpada gigi tiruan sebagian lepasan.JITEKGI 2010; 7(2): 63-8

6. Sharma A, Sashidara HS. A Review:Flexible Removable Partial Dentures. IQSR

Page 77: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Cakradonya Dent J; 11(1): 67-73

73 Cakradonya Dental Journal p-ISSN: 2085-546X; e-ISSN: 2622-4720.Available at http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ

J of Dent and Med Science. 2014;13(12):58-62

7. Soygun K, Bolayir G, Boztug A.Mechanical and thermal properties ofpolyamide versus reinforced PMMAdenture base materials. J Adv Prosthodont2013; 5:153-60

8. Gladstone S, Sudeeep S, Kumar A. Anevaluation of the flexible denture baseresins. Health Sciences J 2012; 1(3):JS003B

9. Singh K, Aeran H, Kumar N, Gupta N.Flexible Thermoplastic Denture BaseMaterials for Aesthetical Removable PartialDenture Framework. J Clin Diagn Res.2013; 7(10) : 2372-3

10. Salman M, Saleem S. Effect of differentdenture cleanser solutions on somemechanical and physical properties ofnylon and acrylic denture base materials. JBagh College Dentistry 2011; 23(specialissue): 19-24

11. Wieckiewicz M, Opits V, Ritchter G,Boening KW. Research Article; Physicalproperties of polyamide-12 versus PMMAdenture base material. Biomed Res Int.2014; 1-8.

12. Soraya C, Sunnati, Munawar S. Pengaruhkopi robusta dan kopi arabika terhadapperumaterial ph saliva (in vitro).Cakradonya Dent J. 2013; 5(1): 517-22

13. Putri RD, Diansari V, Sundari I. Pengaruhkopi Aceh ulee kareng terhadap kekerasanbasis gigi tiruan resin akrilik. Dentofasial J2011; 5(1): 135-9

14. Daulay AY, Ningsih DS, Diansari V.Pengaruh durasi perendaman resin akrilikheat cured dalam minuman kopi uleekareng terhadap perumaterial dimensi.Cakradonya Dent J. 2012; 4(2): 475-542

15. Diansari V, Sundari I, Jannah M.Pengaruh durasi perendaman dalam

minuman kopi ulee kareng terhadapperubahan warna resin komposit hibrid.Cakradonya Dent J. 2011; 3(1): 252-331

16. Anusavice. Phillips Science of DentalMaterials 10th ed. Philadelphia:W.B.Saunders Company;1996: p.197

17. Shah J, Bulbule N, Kulkarni S, Shah R,Kakade D. Comparative evaluation ofsorption, solubility and microhardness ofheat cured polymethylmethacrylate denturebase resin and flexible denture base resin JClin Diagn Res. 2014; 8(8) : ZF01-ZF04

18. Shen CCs. The Effect of GlutaraldehideBase Desinfectans of Denture Base Resins.J Prost Dent.1989; 61(5): 583-8

19. Setyohadi R. Pengaruh PerendamanLempeng Akrilik Serat Kaca 3% dalamLarutan Kopi Robusta terhadap KekuatanImpak. [Skripsi] Universitas Brawijaya2013. 1-8

20. Ainul J. Pengaruh perendaman resin akrilikheat cured dalam ekstrak biji kakao(Theobroma cacao) 50% terhadapkekasaran permukaan.[Skripsi]. BandaAceh: Syiah Kuala University; 2013: hal.1-49

21. Serra G, Morais LS, Elias CN. Surfacemorphology changes of acrylic resinsduring finishing and polishing phases.Dental Press J of Orthodontics. 2013;18(6): 26-30

22. Farida A, Ristanti E, Kumoro AC.Penurunana kadar kafein dan asam totalpada biji kopi robusta menggunakanteknologi fermentasi anaerob fakultatifdengna mikoba nopkor MZ-15. JurnalTeknologi Kimia dan Industri 2013; 2(3):70-75

23. Vodjani M, Giti R. Polyamide as a DentureBase Material: A Literature Review. J DentShiraz Univ Med Sci. 2015;16 (1 Suppl):1-9

Page 78: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Petunjuk Bagi Penulis

pISSN: 2085-546X eISSN: 2622-4720

Cakradonya Dental Journal (CDJ) adalah jurnal ilmiah yangterbit dua kali setahun, Februari dan Agustus. Artikel yangditerima CDJ akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuanyang sesuai (peer-review) bersama redaksi. Sekiranya peer-review menyarankan adanya perubahan, maka penulis diberikesempatan untuk memperbaikinya.CDJ menerima artikel konseptual dari hasil penelitian originalyang relevan dengan bidang kesehatan, kedokteran gigi dankedokteran. CDJ juga menerima literature review, danlaporan kasus.

Artikel yang dikirim adalah artikel yang belum pernahdipublikasi, untuk menghindari duplikasi CDJ tidak menerimaartikel yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktubersamaan untuk publikasi. Penulis memastikan bahwa seluruhpenulis pembantu telah membaca dan menyetujui isi artikel.

1. Artikel PenelitianTatacara penulisan: Judul dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia & Inggris,

dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlahmaksimal 200 kata, harus mencerminkan isi artikel,ringkas dan jelas, sehingga memungkinkan pembacamemahami tentang aspek baru atau penting tanpaharus membaca seluruh isi artikel. Diketik denganspasi tunggal satu kolom.

Kata Kunci dicantumkan pada halaman yang samadengan abstrak. Pilih 3-5 buah kata yang dapatmembantu penyusunan indeks.

Artikel utama ditulis dengan huruf jenis Times NewRoman ukuran 11 poin, spasi satu.

Artikel termasuk tabel, daftar pustaka, dan gambarharus diketik 1 spasi pada kertas dengan ukuran 21,5x 28 cm (kertas A4) dengan jarak dari tepi 2,5 cm,jumlah halaman maksimum 12. Setiap halaman diberinomor secara berurutan dimulai dari halaman judulsampai halaman terakhir.

Laporan tentang penelitian pada manusia/hewan cobaharus memperoleh persetujuan tertulis (signedinformed consent) dan lolos etik (Ethical clearance)

Sistematika penulisan artikel hasil penelitian, adalahsebagai berikut: Judul Nama dan alamat penulis disertai pas photo Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris Kata kunci Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar

belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, danmasalah/tujuan penelitian). Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan dan Saran Daftar Pustaka.

2. Tinjauan pustaka/artikel konseptual (setara hasilpenelitian) merupakan artikel review dari jurnal dan ataubuku mengenai ilmu kedokteran gigi, kedokteran dankesehatan mutakhir memuat: Judul Nama penulis Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris

Pendahuluan (tanpa subjudul) Subjudul-subjudul sesuai kebutuhan Penutup (kesimpulan dan saran) Daftar pustaka

3. Laporan Kasus. Berisi artikel tentang kasus di klinik yangcukup menarik, dan baik untuk disebarluaskan di kalangansejawat lainnya. Formatnya terdiri atas: Pendahuluan,Laporan kasus, Pembahasan dan Daftar pustaka.

4. Gambar dan tabel. Kirimkan gambar yang dibutuhkanbersama makalah. Tabel harus diketik 1 spasi.

5. Metode statistik. Jelaskan tentang metode statistik secararinci pada bagian “metode”. Metode yang tidak lazim,ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut.

6. Judul ditulis dengan huruf besar 11 point, baik judulsingkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasukhuruf dan spasi. Diletakkan di bagian tengah atas darihalaman pertama. Subjudul dengan huruf 11 point denganhuruf kapital.

7. Nama dan alamat penulis disertai pas photo. Nama penulistanpa gelar dan alamat atau lembaga tempat bekerja ditulislengkap dan jelas. Alamat korespondensi, nomor telepon,nomor facsimile, dan alamat e-mail. Pas photo terbaruukuran 3x4.

8. Ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih hanya untukpara profesional yang membantu penyusunan naskah,termasuk pemberi dukungan teknis, dana dan dukunganumum dari suatu institusi.

9. Daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis sesuai denganaturan penulisan Vancouver, yaitu diberi nomor urutsesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks danditulis secara super script. Jumlah refernsi dalam Daftarpustaka minimal 10 referensi. Disebutkan 6 namapengarang kemudian at al.Contoh- Jurnal: Hendarto H, Gray S. Surgical and non surgical

intervation for speech rehabilitation in Parkinsondisease. Med J Indonesia 2000; 9 (3): 168-74.

- Buku: Lavelle CLB. Dental placque In Applied OralPhysiology,2nd ed. London: Wright. 1988:93-5.

- Book Section: Shklar G, Carranza FA. The HistoricalBackground of Periodontology. In: Carranza's ClinicalPeriodontology (Newman MG, Takei HH, KlokkevoldPR, Carranza FA, (Eds), 10th ed. St. Louis: SaundersElsevier, 2006: 1-32.

- Website : Almas K. The antimicrobial effects of sevendifferent types of Asian chewing sticks. Available inhttp://www.santetropicale.com/resume/49604.pdfAccessed on April, 2004.

10. Artikel dikirim sebanyak 1 (satu) eksemplar, dalambentuk hard dan soft copy, tuliskan nama file dan programyang digunakan, kirimkan paling lambat 2 (dua) bulansebelum bulan penerbitan kepada:Ketua Dewan PenyuntingCakradonya Dental Journal (CDJ)Fakultas Kedokteran Gigi-UnsyiahDarussalam Banda Aceh 23211Telp/fax. 0651-7551843

11. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akandiberitahukan secara tertulis. Penulis yang artikelnyadimuat mendapat imbalan berupa nomor bukti pemuatansebanyak 1 (satu) eksemplar. Artikel yang tidak dimuattidak akan dikembalikan kecuali atas permintaan penulis.

Page 79: cakradonya - e-repository.unsyiah.ac.id

Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh

Aceh-IndonesiaTelp.Fax/0651 7555183

E-mail: [email protected]

pISSN 2085.546X eISSN 2622-4720