Top Banner
www.jeratpapua.org EDISI X JERATPAPUA2014
10

Buletin JERAT Papua (Edisi November 2014)

Apr 07, 2016

Download

Documents

Jerat Papua

Jaringan Kerja Rakyat (JERAT) Papua
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Buletin JERAT Papua (Edisi November 2014)

www.jeratpapua.org

EDISI X

JERAT PAPUA 2014

Page 2: Buletin JERAT Papua (Edisi November 2014)

EDISI

NO VEMBER

J E R A T N E W S L E T T E R | E D I S I X N O V E M B E R 2 0 1 4 H A L . 2

S.MANUFANDU

Sekretaris Eksekutif

E. DIMARA

Manager Office

ENI RUSMAWATI

Manager Keuangan

ASMIRAH

Keuangan

WIRYA.S

Manager PSDA & EKOSOB

SABATA.RUMADAS

Manager PPM

ESRA MANDOSIR

Manager JKL

ANDRIO. NGAMEL

Unit Studio

MARKUS IMBIRI

Unit DIP

JERRY OMONA

Unit DIP

JARINGAN KERJA RAKYAT

www.jeratpapua.org

Kura-Kura Moncong

Babi Terus Diburu

MMP Gelar Seminar

Radikalisasi Agama Ver-

sus Gerakan Papua

Tanah Damai

16 Hari Kampanye Anti

Kekerasan Terhadap

Perempuan, di Awali

dengan Bunga

Rumah Bujang, Jati Diri

Asmat

EDISI X

S epanjang lima tahun terakhir, penye-lundupan lebih dari 2.500 ekor kura-

kura moncong babi lewat Jakarta digagal-kan. Reptil air endemis Papua bagian se-latan ini sangat digemari sebagai hewan peliharaan ataupun santapan di luar negeri. Dalam daftar Konvensi Perdagangan In-ternasional terkait Spesies Terancam Punah dari Tanaman dan Hewan Liar (CITES) 12 Januari 2005, kura-kura dengan bentuk moncong seperti babi ini diklasifikasikan dalam Apendiks II. Artinya, keberadaan di alam tak terancam punah meski perdagangannya harus dikendalikan. Namun, di dalam perundangan konservasi Indonesia, kura- kura moncong babi (Carettochelys insculpta) termasuk satwa dilindungi. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, turunan dari Un-dang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 ten-tang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, satwa ini tidak boleh dimanfaatkan kecuali untuk tujuan penelitian dan penangkaran. Dengan status ini, pemanfaatan kura-kura moncong babi hanya bisa dari pe-nangkaran. Tidak ada kuota pengambilan dari alam. Apalagi dalam Badan Kon-

servasi Dunia (IUCN), kura-kura ini dimasukkan dalam kategori terancam punah (endangered). Artinya, pengambilan kura-kura ini dari alam merupakan bentuk pidana. Upaya penangkaran kura-kura moncong babi secara komersial, menurut catatan Kementerian Kehutanan, hanya pernah diajukan CV Terraria Indonesia. Namun, kurang sukses. Data Kementerian Kehutanan menunjukkan, tahun 2002-2012 baru berhasil menangkarkan 117 ekor. Tahun 2013, mereka mengajukan rencana produksi 25 ekor. Di CITES, selain disebut kura-kura moncong babi (pig-nosed turtle), fauna ini disebut fly river turtle, new guin-ea plateless turtle, dan pitted-shell turtle. “Produksi san-gat rendah, namun penyelundupan sampai ribuan ekor. Ini menunjukkan, minat pasar terhadap kura-kura mon-cong babi sangat tinggi,” kata Novianto Bambang Wa-wandono, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Kehutanan. Harga tukik kura-kura moncong babi sekitar Rp 100.000 per ekor. Harga kura-kura dewasa berukuran lebih dari 35 sentimeter bisa Rp 5 juta per ekor. Tujuan ekspor gelap biasanya ke Hongkong, Taiwan, dan China. Meski dilindungi, di Indonesia belum ada riset menye-luruh yang bisa menggambarkan kondisi hewan ini di alam. Lalu mengapa dimasukkan dalam CITES? Ke-menterian Kehutanan beralasan, perlindungan terhadap spesies ini diutamakan meski minim data ilmiah. “Fauna

Page 3: Buletin JERAT Papua (Edisi November 2014)

J E R A T N E W S L E T T E R | E D I S I X N O V E M B E R 2 0 1 4 H A L . 3

JARINGAN KERJA RAKYAT JARINGAN KERJA RAKYAT

www.jeratpapua.org

EDISI X

ini endemis dan eksotis. Hanya ada di Indonesia, Papua Nugini, dan sebagian Australia. Karena itu, meski belum diketahui kelimpahannya, kami lindungi dulu daripada tiba-tiba sudah punah di alam,” kata Bambang. Sebuah hasil penelitian berupa survei populasi sarang di Sungai Vriendschap, Asmat, Papua, yang dilakukan peneliti Balai Penelitian Kehutanan Manokwari di Papua Barat, Oktober-November 2009 selama 4 minggu, didapatkan populasi sarang ada 720 buah. Penelitian No-vember 2011 selama 3 minggu menemukan 131 sarang. Salah seorang peneliti, Richard GN Triantoro, menga-takan, jumlah sarang belum menggambarkan populasi secara keseluruhan selama puncak musim peneluran yang berlangsung sepanjang September-November. “Namun, dari populasi ini dapat digambarkan masih ban-yaknya jumlah sarang,” katanya. Richard cenderung menyebut kura-kura moncong babi dengan labi-labi moncong babi. Menurut dia, moncong babi memiliki cangkang lunak seperti labi-labi pada umumnya. Adapun cangkang kura-kura keras. Eksploitasi besar-besaran Pemburu telur moncong babi ilegal terus berkeliaran. Pa-da 2011, pemburu berhasil memanen telur di 1.327 sa-rang dengan rentang waktu pemanenan 2 bulan dan pal-ing lama 5 bulan 1 minggu. ”Dapat dibayangkan berapa ribu butir yang dieksploitasi setiap tahun dari alam jika dalam semusim peneluran pencari telur di Sungai Vriend-schap mencapai 20 orang lebih,” ujarnya. Ia mengatakan, pemanenan telur biasanya dilakukan pagi hari setelah labi-labi selesai bertelur. Namun, kini dengan banyaknya pemburu dari luar dan masyarakat lokal, pem-anenan dilakukan dini hari. Tujuannya agar bisa mendapat telur lebih dulu. Pemanenan dilakukan mulai pukul 03.30 menggunakan senter sebagai penerang dan tugal (tongkat penusuk pasir) untuk mendeteksi sarang. Melimpahnya jumlah sarang yang dapat dipanen saat ini membuat para pemburu dan masyarakat lokal berpikir bahwa pemanenan tidak akan memengaruhi kelestarian labi-labi moncong babi di alam. Dampaknya, pemanenan telur dilakukan tanpa memikirkan kelangsungan generasi labi-labi moncong babi di masa depan. Hasil penelitian menunjukkan, intensitas pemanenan sa-rang di Sungai Vriendschap mencapai 100 persen. Artinya, seluruh sarang yang ditemukan dipanen tanpa menyisakan satu pun sarang utuh di alam. Selain telur, penangkapan induk juga dilakukan untuk konsumsi ma-kanan, terutama selama musim peneluran. ”Dikhawatirkan

labi-labi moncong babi makin cepat punah karena beberapa tahun terakhir pemanenan dilakukan secara intensif,” kata Richard. Padahal, kura-kura moncong babi perlu waktu 20 tahun untuk menjadi dewasa atau hampir sama dengan manusia. Bayang-bayang ke arah kepunahan sudah di depan mata. Penyebabnya, beberapa generasi hilang akibat tidak ada penerus yang berkembang di alam sebagai pengganti induk serta hilangnya induk akibat dikonsumsi setiap tahun. Penyelundupan digagalkan Penggagalan penyelundupan tertinggi terjadi pada 12 Februari 2009. Pihak berwajib menyita 12.247 tukik dan induk labi-labi moncong babi dari sebuah kapal yang bertujuan ke Hongkong. Induk labi-labi akan dijual ke sejumlah rumah makan dengan menu kura-kura. Pada Januari 2014, 687 kura-kura moncong babi juga berhasil diga-galkan pengirimannya di Bandara Soekarno-Hatta. Usaha ilegal ini terkuak setelah paket yang membungkus kura-kura ini pecah. Sebelumnya, pada 2011, 609 kura-kura berhasil dikembalikan pihak bea cukai Hongkong melalui Bandara Soekarno Hatta (BSH). Habitat identik tersebut diamankan bea cukai Hongkong sejak Januari 2011 dan ditaksir bernilai hingga Rp10.89 miliar. Meskipun sukses diamankan, hingga saat ini pemerintah Indonesia masih belum bisa mendapatkan penyelundup hewan langka yang dilindungi undang-undang internasional tersebut. “Kami hanya menerima pengembalian hewan langka ini dari Hongkong. Dan lang-sung kami kembalikan ke habitatnya di Papua Selatan,” kata Oza Olivia, Kepala Bea Cukai BSH. Plt Kepala Direktorat Konservasi Keanekaraman Hayati pada Kemen-terian Kehutanan Nunu Nugraha mengatakan, upaya penyelundupan kura-kura ini bukan pertama kalinya. Pada Maret 2010, sebanyak 530 kura-kura berhasil pula diamankan sebelum sampai keluar negeri. Kepala BKSDA BSH Musyaffak Fauzi mengatakan, di luar sana, untuk satu kura-kura diperdagangkan antara 15-20 Dollar Amerika. Dan ditaksir, dengan barang yang langka di habitatnya ini, harga jualnya bisa lebih mahal lagi. “Untuk yang sekarang ini bisa mencapai Rp10.89 miliar kalau dijual. Beruntung, bisa diselamatkan.” Koordinator Konservasi Satwa Langkah WWF, Choirul Sholeh, mengatakan upaya penyelundupan satwa langka tersebut tergolong modus baru. "Biasanya melalui paket dengan memalsukan dokumen pengiriman barang," katanya. Berdasarkan catatan WWF, penye-lundupan satwa langka dari Papua memang cukup banyak. Hewan yang menjadi incaran di antaranya nuri kepala hitam, kakaktua kuning, dan burung Cendrawasih. Habitat Di Papua, kura-kura moncong babi diketahui hidup di beberapa sungai besar di bagian selatan. Namun, seberapa luas wilayah jangkauannya belum diketahui pasti. Spesies ini mendapat nama

Page 4: Buletin JERAT Papua (Edisi November 2014)

J E R A T N E W S L E T T E R | E D I S I X N O V E M B E R 2 0 1 4 H A L . 4 J E R A T N E W S L E T T E R | E D I S I X N O V E M B E R 2 0 1 4 H A L . 5

JARINGAN KERJA RAKYAT

www.jeratpapua.org

EDISI X

"moncong babi" berkat penempatan lubang hidungnya pada akhir moncong yang mirip sepert batang. Ia mem-iliki warna abu-abu atau abu-abu agak kecoklatan di bagian atas wajahnya. Dan, putih ke kuning pada bagi-an bawah wajah. Kayuhannya agak lebar dengan masing-masing dua cakar. Dibanding cangkang kura-kura lain yang agak keras, cangkang kura-kura moncong babi tertutup kulit lembut. Pejantannya tidak pernah meninggalkan air, sedangkan betinanya hanya pergi dari air jika harus ber-telur di tepi sungai. Kura-kura di Asia, apa pun jenisnya, terkena dampak dari perdagangan internasional. Di mana mereka diburu untuk dimakan, bahan obat tradisional, dan dijadikan peliharaan yang di saat bersamaan habitat mereka han-cur karena polusi. Dikatakan para pakar, meski kura-kura dan penyu sudah bertahan selama 220 juta tahun di Bumi, cangkang kerasnya tidak lagi jadi pelindung yang tepat. "Cangkang bekerja efektif melawan predator alam tapi bukanlah tandingan melawan niat manusia yang ingin me-makan mereka," kata Peter Paul van Dijk, Deputi dari Tortoise and Freshwater Turtle Specialist Group (TFTSG). Menurut dia, satwa unik dan memiliki nilai komersial ini perlu dilestari-

kan dan diatur pengelolaannya. Semoga labi-labi eksotik dari Papua ini nantinya tidak han-ya dapat dilihat di akuarium kebun binatang, tetapi juga masih dapat ditemui oleh anak cucu kita di masa depan bergerak lincah dan bebas di alam. (JO/dari berbagai sum-ber)

Majelis Muslim Papua merupakan salah satu organ-isasi keagamaan di Tanah Papua, yang sejak berdirinya pada April 2007, telah dan terus konsisten mnyerukan dan menyebar benih-benih perdamaian sampai saat ini. Bahkan jauh sebelumnya komunitas muslim di Tanah Papua ini telah banyak berbicara dan bergerak dalam upaya-upaya membangun perdamaian di tanah ini, misalnya melalui wadah gerakan Solidari-tas Muslim Papua yang menjadi embrio dari Majelis

Muslim Papua(MMP).

Sebagai organisasi keagamaan MMP menjalankan nilai-nilai keislaman yang mengedepankan sikap dasar dan platform organisasi yaitu sikap moderat, Toleran, Tegak, Seimbang dan Dialogis yang mendorong MMP bertanggungjawab untuk bergandengan tangan dengan berbagai pihak menegakkan keadilan dan perdamaian bagi semua orang yang hidup di Tanah Papua. Atas dasar itulah, MMP kembali menggelar seminar dengan tema : “Radikalisasi Agama Versus Gerakan Papua Tanah Damai” pada Sabtu, 22 Novem-

ber 2014, bertempat di Aula STM Kotaraja Jayapura.

Dalam sambutannya mengawali seminar tersebut, Ketua Umum MMP H. Aroby A. Aituarauw, SE, MM yang sehari sebelumnya telah melakukan Rapat Kerja Konsultasi Tahunan dan Evaluasi Kerja MMP bersama Pengu-rus Pusat dan Wilayah, mengatakan, Majelis Muslim Papua melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat dialog tentang bagaimana melihat Papua

Page 5: Buletin JERAT Papua (Edisi November 2014)

J E R A T N E W S L E T T E R | E D I S I X N O V E M B E R 2 0 1 4 H A L . 4 J E R A T N E W S L E T T E R | E D I S I X N O V E M B E R 2 0 1 4 H A L . 5

JARINGAN KERJA RAKYAT JARINGAN KERJA RAKYAT

www.jeratpapua.org EDISI X

DAPATK

AN

Edisi

New

sLet

ter JE

RAT

di Web

site

www.jeratpapua.org

hari ini dan ke depan, serta kegiatan-kegiatan resolusi konflik, termasuk seminar ini yang

merupakan kelanjutan dari Program MMP.

Beliau berharap melalui seminar ini ada wawa-san bersama, ada silaturahim yang terbagun, sehingga bila terjadi masalah-masalah di masyarakat yang mungkin tidak berkaitan dengan agama tapi bisa saja menyerempet masuk ke wilayah agama, maka semua pihak bisa duduk bersama untuk menyelesaikannya. Juga dengan seminar ini dapat diketahui ten-tang apakah benar sudah ada faham-faham radikalisasi agama yang masuk ke Papua, di titik-titik mana saja, sehingga secara bersama-sama dapat diambil langkah-langkah untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya kerusuhan atau konflik yang menjurus kepada

sara.

Selanjutnya dari presentasi masing-masing narasumber, Ibu Elga Sarapung lebih soroti perbedaan-perbedaan dalam agama baik inter-

nal suatu agama maupun antar agama, klaim-klaim kebenaran yang justru menjadi pemicu berbagai sikap radikalisme yang

kemudian berbuah konflik.

Solahudin, sebagai peneliti radikalisme agama beliau juga banyak menyoroti fahamisme dalam agama yang menjadi alasan sikap radikal yang berujung pada aksi-aksi terorisme di dunia dan terutama di Indonesia. Sedangkan Pastor Jhon Jon-ga dan Thaha M Alhamid menyampaikan berbagai fakta konflik dalam sejarah masa lalu agama dan konflik internal agama yang terjadi di beberapa wilayah di Tanah Papua. Para narasumber juga memberi catatan-catatan yang penting serta hara-pan-harapan bagi upaya membangun

perdamaian di Tanah Papua.

Selain itu, dalam memberi pandangan ten-tang harapan pembangunan perdamaian di Tanah Papua, Fadhal Alhamid ( Wakil Ketua I MMP ) menyampaikan suatu pan-

dangan dengan kesan yang men-dalam, bahwa sebenarnya Radikalisasi Agama tidak akan terjadi apabila semua orang sungguh-sungguh memahami, menyadari serta menghayati makna damai yang sesungguhnya baik dalam ajaran aga-ma maupun dalam pandangan morali-tas manusia. Barangkali pandangan inilah yang menjadi catatan untuk diskusi-diskusi dan kerja-kerja selan-jutnya dalam membangun Tanah Pa-pua sebagai negri yang aman dan damai bagi semua orang, tanpa melihat kepada perbedaan-perbedaan yang hanya menjadi sekat bagi anak-

anak Adam.

( Jerat Papua : Endi )

Page 6: Buletin JERAT Papua (Edisi November 2014)

J E R A T N E W S L E T T E R | E D I S I X N O V E M B E R 2 0 1 4 H A L . 6 J E R A T N E W S L E T T E R | E D I S I X N O V E M B E R 2 0 1 4 H A L . 7

EDISI III JARINGAN KERJA RAKYAT

www.jeratpapua.org JARINGAN KERJA RAKYAT EDISI X

Jayapura, 25/11/2014. 16 Days of Activism Against Gender Violence, atau 16 Hati Kampanye Anti Kekerasan terhadap Perempu-an adalah hari-hari kampanye anti kekerasan terhadap peristiwa-peristiwa penting dunia yang terjadi atas tindak kekerasan, diskrimi-nasi serta pelanggaran hak asasi atas manusia termasuk perempuan. Digagas untuk pertama kali oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Kampanye ini bersifat internasional karena merupakan komitmen dunia mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan

terhadap perempuan di seluruh dunia.

Peristiwa penting dunia, diperingati setiap tahun pada tanggal 25 November sebagai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Ter-hadap Perempuan dan ditutup pada tanggal 10 Desember sebagai Hari HAM Internasional, karena saat itu ditetapkannya dokumen ber-sejarah, yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Dec-laration of Human Rights) yang dicetuskan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa tahun 1948. Ini menandakan bahwa semua orang di dunia punya tanggungjawab menjaga agar setiap orang menjalani ke-hidupan dengan tanpa ada tekanan, kekerasan, intimidasi, diskrimi-nasi, pembunuhan, dan tindak kekerasan lainnya. Dan sebagai nega-ra, kewajiban negara adalah melindungi dan ada kepastian hukum

yang adil bagi setiap warga bangsanya.

Di Jayapura, 16 Hari Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempu-an sedianya akan berlangsung 25 November hingga 10 Desember 2014. Bertempat di halaman kantor Badan Pemberdayaan Perempu-an dan Perlindungan Anak Provinsi Papua (BPPA) taman Imbi Jaya-pura, sebanyak 15 wadah komunitas, LSM, Perguruan Tinggi mem-bentuk 1 Koalisi untuk Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Per-empuan – Papua, di buka oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Per-

empuan Anike Rawar.

Dalam acara pembukaan kegiatan kampanye, kepala BPPA Provinsi Papua Anike Rawar mengapresiasi kegiatan Koalisi dengan beberapa

agenda kegiatan sampai dengan 10 desember nantinya. “Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini, ingat bahwa per-empuan kaum yang membuahkan generasi-generasi penerus, oleh karena itu kami dari Provinsi Papua sangat berterima kasih kepada Koalisi yang terus berkampanye dan mengingatkan pemerintah, masyarakat setiap ta-hunnya untuk isu perdamaian dunia yang dimulai dari ru-

mah tangga” sambutnya.

Pembagian bunga adalah kegiatan awal dari sejumlah kegiatan kampanye. Aksi bunga yang dilakukan dengan berjalan kaki melewati jalan percetakan, purasko, mengunjungi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan

kembali ke BPPA, berlangsung aman dan lancar.

Koalisi ini terdiri dari ;

1. Forum Kerja (FOKER) LSM Papua, 2. Tiki’ Jaringan HAM Perempuan Papua, 3. Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Perempuan dan Anak Papua (LP3A-P), 4. Jaringan Kerja Rakyat (JERAT) Papua, 5. Pusat Pengembangan Pendidikan Wanita Kristen di Tanah Papua (P3W-GKI), 6. Perkempulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), 7. Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Pa-pua (YPKM), 8. Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Papua 9. Yayasan Harapan Ibu (YHI) Papua, 10. Forum Alumni HMI WATI (Forhati) Papua 11. SKPKC Jayapura 12. Kelompok Kerja Wanita (KKW) Papua, 13. Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Muham-madiyah Jayapura, 14. KPKP-HAM Universitas Cenderawasih

Page 7: Buletin JERAT Papua (Edisi November 2014)

J E R A T N E W S L E T T E R | E D I S I X N O V E M B E R 2 0 1 4 H A L . 7

EDISI III JARINGAN KERJA RAKYAT

www.jeratpapua.org EDISI X

15. UN Women

Peristiwa-peristiwa penting yang menjadi alasan peringatan dan perayaan yang

sifatnya kampanye internasional adalah:

25 November 1960. Hari Inter-nasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Tanggal ini dipilih sebagai penghormatan atas meninggal-nya Mirabal bersaudara yang bernama Patricia Minerva dan Maria Teresa. Pembunuhan keji telah terjadi atas dua bersaudara ini pada tanggal 25 Novem-ber 1960. Peristiwa pembunuhan ini dil-akukan oleh Penguasa Diktator Republik Dominika Rafael Trujillo. Mirabal ber-saudara merupakan aktivis politik yang tak henti memperjuangkan demokrasi dan keadilan, serta menjadi simbol perla-wanan terhadap kediktatoran peguasa Republik Dominika pada waktu itu. Berkali-kali mereka mendapat tekanan dan penganiayaan dari penguasa yang berakhir pada pembunuhan keji tersebut. Tanggal ini sekaligus juga menandai ada dan diakuinya kekerasan berbasis jender. Tanggal ini dideklarasikan pertama kali-nya sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Per-empuan pada tahun 1981 dalam Kongres Perempuan Amerika Latin yang pertama.

1 Desember 1988. Hari AIDS Se-dunia. Hari AIDS Sedunia pertama kali dicanangkan dalam konferensi inter-nasional tingkat menteri kesehatan se-dunia pada tahun 1988. Hari ini menan-dai dimulainya kampanye tahunan dalam upaya menggalang dukungan publik ser-ta mengembangkan suatu program yang mencakup kegiatan pencegahan penyeb-aran HIV/AIDS, dan juga pendidikan dan

penyadaran akan isu-isu seputar permasa-lahan AIDS.

2 Desember 1949. Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan. Hari ini merupakan hari diadopsinya Kon-vensi PBB mengenai Penindasan terhadap orang-orang yang diperdagangkan dan eksploitasi terhadap orang lain (UN Con-vention for the Suppression of the traffic in persons and the Exploitation of other) da-lam resolusi Majelis Umum PBB No 317 (IV) pada tahun 1949. Konvensi ini meru-pakan salah satu tonggak perjalanan da-lam upaya memberikan perlindungan bagi korban, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak, atas

kejahatan perdagangan manusia.

Desember 1982. Hari Internasional bagi Penyandang Cacat. Hari ini merupakan peringatan lahirnya Program Aksi Sedunia bagi Penyandang Cacat (the World Programme of Action concerning Disabled Persons). Program aksi ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1982 untuk meningkatkan pemahaman publik akan isu mengenai penyandang cacat dan juga mambangkit-kan kesadaran akan manfaat yang dapat diperoleh, baik oleh masyarakat maupun penyandang cacat, dengan mengintegrasi-kan keberadaan mereka dalam segala

aspek kehidupan masyarakat.

5 Desember 1985. Hari Internasional bagi Sukarelawan. Pada tahun 1985 PBB menetapkan tang-gal 5 Desember sebagai Hari Internasional bagi Sukarelawan. Pada hari ini, PBB mengajak organisasi-organisasi dan nega-ra-negara di dunia untuk menyelenggara-kan aktivitas bersama sebagai wujud rasa terima kasih dan sekaligus penghargaan

kepada orang-orang yang telah memberikan kontribusi amat berarti bagi masyarakat dengan cara mengabdikan hidupnya se-

bagai sukarelawan.

6 Desember 1989. Hari Tidak Ada Tol-eransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan Pada hari ini di tahun 1989, terjadi pem-bunuhan massal di Universitas Montreal Kanada yang menewaskan 14 mahasiswi dan melukai 13 lainnya dengan menggunakan senapan semi otomatis kali-ber 223. Pelaku melakukan tindakan terse-but karena percaya bahwa kehadiran para mahasiswi itulah yang menyebabkan dirinya tidak diterima di universitas tersebut. Sebe-lum pada akhirnya pelaku bunuh diri, lelaki ini meninggalkan sepucuk surat yang berisi-kan kemarahan amat sangat pada para fem-inis dan juga daftar 19 perempuan terkemu-ka yang sangat dibencinya.

10 Desember 1948. Hari HAM Inter-nasional. Hari HAM Internasional bagi organisasi-organisasi di dunia merupakan perayaan akan ditetapkannya dokumen bersejarah, yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manu-sia (Universal Declaration of Human Rights) oleh PBB di tahun 1948, dan sekaligus merupakan momen untuk menyebarluaskan prinsip-prinsip HAM yang secara detil ter-

kandung di dalam deklarasi tersebut.

Tema yang diangkat dalam kampanye tahun 2014 ini ialah “Kekerasan terhadap Per-empuan adalah Pelanggaran HAM” Sub tema: Stop Kekerasan, Lindungi Perempuan dari Kekerasan”. Agenda kegiatan yang akan dilakukan pada kampanye diantaranya ; Dialog Publik, Konfrensi Pers, Semi-nar/diskusi terarah (FGD), Pameran Foto, aksi bunga dan pengumpulan 1000 tanda

tangan. (Markus Imbiri/Jerat)

REDAKSI

Penanggungjawab : pt. JERAT Papua

Pimpinan Redaksi : Septer Manufandu

Editor/Redaktur : Jerry Omona

Kontributor : Wirya Supriyadi, Engelbert Dimara

Desain/Layout : Markus Imbiri

Kantor JERAT Papua

Jalan : Bosnik Blok.C No. 48 BTN Kamkey

Abepura (99351) Kota Jayapura - Papua

Email : [email protected] Telp : (0967) 587836

Website : www.jeratpapua.org

Page 8: Buletin JERAT Papua (Edisi November 2014)

J E R A T N E W S L E T T E R | E D I S I X N O V E M B E R 2 0 1 4

JARINGAN KERJA RAKYAT

www.jeratpapua.org JARINGAN KERJA RAKYAT EDISI X

Suku Asmat di Papua, dikenal dengan hasil ukirannya yang unik. Populasinya tersebar di pesisir pantai dan pedala-man. Mereka mempunyai cara hidup,

struktur sosial dan ritual yang berbeda.

Beberapa kelompok menghuni perkam-pungan antara 100-1000 orang. Setiap kampung mempunyai satu rumah bujang yang dipakai untuk upacara adat, atau upacara keagamaan. Rumah dibangun di daerah kelokan sungai supaya dapat

memantau serangan musuh.

Rumah bujang, atau biasa disebut Jew adalah sebuah bangunan dari kayu be-ratapkan daun sagu atau nipah. Bangunan ini luar biasa panjangnya. Bisa mencapai hingga 50-an meter dengan lebar belasan meter. Tidak ada paku atau pasak untuk mengokohkan rumah. Hanya tali rotan dan akar yang saling menghubungkan satu sama lainnya. Di dalamnya ada perapian, sen-jata tradisional berupa panah, tombak untuk berburu, juga barang yang diang-gap keramat dan bertuah; Noken. Yakni benda berbentuk tas dibuat dari anya-man serat tumbuhan. Tidak sembarang

orang boleh menyentuh benda ini.

Jew selalu didirikan menghadap ke arah sungai. Sebagai tiang penyangga utama rumah adat, digunakan kayu besi bermo-tif ukiran Asmat. Jumlah pintu Jew sama dengan tungku api dan patung Mbis (patung gambaran leluhur Orang As-mat). Jumlah pintu ini juga dianggap mencerminkan rumpun Suku Asmat

yang berdiam di sekitar rumah adat.

Setelah pembangunan Jew selesai, para pria akan melakukan pesta selama semalaman. Menari dan menyanyi diir-ingi oleh suara pukulan alat musik tradi-sional Papua, Tifa. Dengan melakukan atraksi ini, orang Asmat percaya, roh para leluhur akan datang dan menjaga

rumah mereka.

Jew dianggap sakral. Ada sejumlah aturan adat di dalamnya yang harus di-

pelajari dan dipahami oleh Orang As-mat sendiri, termasuk syarat mem-bangun Jew. “Dulu, Jew dipakai untuk melakukan rapat dan ritual sebelum berperang, namun dalam perkem-bangannya, lebih bermanfaat untuk merencanakan pembangunan,” tutur

Jhon Ohoiwirin, warga Asmat.

Bangunan Jew yang begitu kokoh menggambarkan persatuan, dan nilai kegotong-royongan masyarakat As-mat. Dinding Jew terbuat dari kayu dan sebagian dari anyaman daun sa-

gu.

Tangganya terbuat dari rangkaian kayu bulat, panjangnya sama dengan ukuran rumah. Di depan Jew, terdapat dayung dan tombak berhiaskan bulu Burung Kaka Tua berwarnah putih. Benda ini melambangkan keme-nangan. Oleh karena itu, Suku Asmat sangat percaya, apapun yang akan dikerjakan, entah berperang ataupun lainnya, jika telah melalui ritual di da-

lam Jew, pasti berhasil.

Mereka juga percaya, patung-patung

didalam Jew akan menjaga rumah dari

pengaruh jahat. Setelah Jew berdiri,

para lelaki biasanya akan pergi ber-

buru menggunakan perahu Chi untuk

memenggal kepala musuh.

Animisme

Suku Asmat berlatar belakang penganut ani-misme, sama seperti berbagai suku tradisional di seluruh dunia. Kepercayaan terhadap hal gaib berupa roh leluhur yang menjaga mereka, juga

masih ada.

Kepercayaan itu dituangkan lewat keahlian membuat ukiran kayu tanpa sketsa. Mereka percaya, roh leluhur akan membimbing mereka untuk menyelesaikan patung ukiran. Nama patung yang menceritakan tentang arwah para

leluhur, disebut Mbis.

Ukiran bagi Suku Asmat bisa menjadi penghub-ung antara kehidupan masa kini dengan ke-hidupan leluhur. Di setiap ukiran bersemayam citra dan penghargaan atas nenek moyang yang

sarat dengan kebesaran Suku Asmat.

Bagi Orang Asmat, kala mengukir patung, itulah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yang ada di alam lain. Itu dimungkinkan karena mereka mengenal tiga konsep dunia: Amat Ow Capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu Ow Campinmi (alam pesinggahan roh

yang sudah meninggal), dan Safar (surga).

Pesta patung Mbis

Orang Asmat mengenal beberapa pesta adat, salah satunya Pesta patung Mbis. Pesta ini

Page 9: Buletin JERAT Papua (Edisi November 2014)

J E R A T N E W S L E T T E R | E D I S I X N O V E M B E R 2 0 1 4 J E R A T N E W S L E T T E R | E D I S I X N O V E M B E R 2 0 1 4 H A L . 9

JARINGAN KERJA RAKYAT

www.jeratpapua.org EDISI X

merupakan salah satu dari tiga pesta besar Suku Asmat yang dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan. Pesta Patung Mbis dilakukan 4 tahun sekali setelah tetua adat yang

adalah laki-laki bermusyawarah untuk menentukan hari baik.

Pesta dimulai dengan keberangkatan laki-laki ke tengah hu-tan untuk menebang pohon yang akarnya mencuat keluar. Akar yang mencuat ini merupakan simbol kepala lawan, yang sebelum pengayauan ditiadakan, mereka benar-benar harus memenggal kepala lawan. Pohon-pohon ini akan diukir oleh para pemuda (yang belum menikah). Setelah batang kayu

ditebang hingga sore hari, selanjutnya diangkut ke kampung.

Sementara itu, perempuan mesti memangkur, meramah, dan mengolah sagu dalam jumlah besar untuk dijadikan hidangan pesta. Ketika sore tiba, sebelum kembalinya para suami dari menebang pohon, perempuan sudah bersiap di tepi sungai. Mereka menyambut kedatangan para suami dengan meng-genggam senjata tajam seperti pisau, parang, tulang kasuari, panah, dan tombak. Hari itu dianggap istimewa untuk mem-balas kekerasan yang telah dilakukan laki-laki dalam rumah

tangga.

Sebelum saling mengejar, pihak laki-laki terlebih dahulu mel-ontarkan caci maki untuk memancing kemarahan. Setelah itu perempuan akan mulai menyerang tanpa laki-laki boleh membalas. Perempuan akan memukul para suami, namun

tidak boleh melebihi tindak kekerasan yang telah dilakukan suami. Ketika hari mulai gelap, maka pembalasan para istri ini dihentikan. Luka-luka suami dibalut, lalu diteruskan dengan pesta di rumah bu-

jang. Pesta akan berlangsung selama kurang lebih tiga bulan.

Jadi, tiap hari selama tiga bulan itu, mulai petang hingga malam tiba, masyarakat Asmat mengupayakan keseimbangan. Keseim-bangan tersebut dipandang tercapai ketika para istri menyiapkan makanan, para suami menebang pohon yang akarnya mencuat, dan para pengukir mengukir di rumah bujang tanpa boleh dilihat oleh siapapun kecuali tetua adat. Keseimbangan itu juga dicapai saat perempuan membalas kekerasan suaminya selama ini terhadap mereka. Selain itu, keseimbangan juga dicapai pada puncak pesta

di malam sebelum pesta patung Mbis berakhir.

Puncak pesta itu sering disebut sebagai pesta setan, yang dil-

akukan setelah patung-patung selesai diukir dan siap ditanam di

muka rumah bujang keesokan harinya. Setan itu merupakan per-

wujudan dari roh nenek moyang yang turun dan ikut menari di ru-

mah bujang semalam suntuk. Roh itu sebenarnya adalah tetua adat

yang mengenakan pakaian setan. Dalam pesta setan, biasanya

tetua adat akan menari terus mengikuti irama tabuhan tifa hingga

mengalami kesurupan (trance). (JO/dari berbagai sumber)

Page 10: Buletin JERAT Papua (Edisi November 2014)

JERAT PAPUA 2014