1 JEJAK LANGKAH KEPAHLAWANAN DAN KENEGARAWANAN KI BAGUS HADIKUSUMA 72 Prof. Munir Mulkan Saya hanya memberi catatan, walaupun yang penting hanya 15 menit terakhir, tapi menurut catatan, Ki Bagus itu sudah 3 kali mengusulkan dihapusnya 7 kata. Bahkan 4 kali. Ki Bagus sebenarnya setuju kalau negara ini diangkat atas dasar-dasar ajaran Islam. Tapi karena tidak memperoleh catatan, dia tidak setuju kompromi, jadi harus netral. Itu yang perlu dicatat. Kalau saya mengangkat netralitas negara memang sumbernya BPUPKI. Saya baca, terang-terangan saja, untuk keadilan dan kewajiban tidak ada kompromi, terang- terangan saja kalau memang ada keberatan akan menerima ideologi umat Islam. Menjadi wilayah satu negara Islam. Kalau tidak, harus netral. Di sinilah sumbangan Ki Bagus. Prof. Jimly Ashiddiqi Saya singkat saja berhubung sudah mau azan maghrib. Saya rasa forum ini baik sekali, dan tentu tidak harus kita tuntaskan sekarang. Nantinya perlu diadakan lagi. Tidak usah terlalu ilmiah juga tak apa-apa. Soal Piagam Jakarta, Pancasila, itu harus kita bahas. Kita juga harus mengkaji Ki Bagus dari berbagai sisi bersejarah. Jangan hanya terpaku pada momen 15 menit itu. Tentang perdebatan Pancasila, saya rasa seperti yang digambarkan tadi, itu menjadi pokok pembahasan kita. Itu sebenarnya sudah selesai pada 22 Juli ’59’. Itulah yang dipakai sampai sekarang menjadi pegangan. Naskah yang sebenarnya adalah 5 naskah yang distaples jadi 1 UUD 45/5 juli plus penjelasannya, lalu lampiran 1 2 3 4. Itulah yang resmi sebagai dokumen kenegaraan. Saya kira salah satu jawaban untuk membumikan ingatan sejarah memang dengan pendidikan. Kalau mau dikasih maka yang tepat saya kira masuk PPKn. Tapi catatan pentingnya saya kira jangan sampai pelajaran sejarah ini hanya menjadi pengajaran yang bersifat kognitif. Tapi bagaimana menanamkan ruh atau jiwa sejarah itu. saya kira begitu. Terima kasih. Assalamu ‘alaikum warrrahmatullahi wabarakatuh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
JEJAK LANGKAH
KEPAHLAWANAN DAN KENEGARAWANAN
KI BAGUS HADIKUSUMA
72
Prof. Munir Mulkan
Saya hanya memberi catatan, walaupun yang penting hanya 15
menit terakhir, tapi menurut catatan, Ki Bagus itu sudah 3 kali
mengusulkan dihapusnya 7 kata. Bahkan 4 kali. Ki Bagus sebenarnya
setuju kalau negara ini diangkat atas dasar-dasar ajaran Islam. Tapi
karena tidak memperoleh catatan, dia tidak setuju kompromi, jadi
harus netral. Itu yang perlu dicatat. Kalau saya mengangkat netralitas
negara memang sumbernya BPUPKI. Saya baca, terang-terangan
saja, untuk keadilan dan kewajiban tidak ada kompromi, terang-
terangan saja kalau memang ada keberatan akan menerima ideologi
umat Islam. Menjadi wilayah satu negara Islam. Kalau tidak, harus
netral. Di sinilah sumbangan Ki Bagus.
Prof. Jimly Ashiddiqi
Saya singkat saja berhubung sudah mau azan maghrib. Saya rasa
forum ini baik sekali, dan tentu tidak harus kita tuntaskan sekarang.
Nantinya perlu diadakan lagi. Tidak usah terlalu ilmiah juga tak
apa-apa. Soal Piagam Jakarta, Pancasila, itu harus kita bahas. Kita
juga harus mengkaji Ki Bagus dari berbagai sisi bersejarah. Jangan
hanya terpaku pada momen 15 menit itu. Tentang perdebatan
Pancasila, saya rasa seperti yang digambarkan tadi, itu menjadi pokok
pembahasan kita. Itu sebenarnya sudah selesai pada 22 Juli ’59’.
Itulah yang dipakai sampai sekarang menjadi pegangan. Naskah
yang sebenarnya adalah 5 naskah yang distaples jadi 1 UUD 45/5
juli plus penjelasannya, lalu lampiran 1 2 3 4. Itulah yang resmi
sebagai dokumen kenegaraan.
Saya kira salah satu jawaban untuk membumikan ingatan sejarah
memang dengan pendidikan. Kalau mau dikasih maka yang tepat
saya kira masuk PPKn. Tapi catatan pentingnya saya kira jangan
sampai pelajaran sejarah ini hanya menjadi pengajaran yang bersifat
kognitif. Tapi bagaimana menanamkan ruh atau jiwa sejarah itu.
saya kira begitu. Terima kasih.
Assalamu ‘alaikum warrrahmatullahi wabarakatuh
2 71
Pahlawan-pahlawan kita itu seperti album foto. Kalau kita lihat
album yang dicari kan diri kita. Kalau tak ada pasti kecewa. Pahlawan
juga begitu, ia harus mewakili daerah masing-masing supaya
semuanya merasa terwakili dalam album itu. ini sangat bermanfaat
bagi integrasi bangsa. Jadi pahlawan-pahlawan ini adalah alat
pemersatu. Menandakan kita satu bangsa. Apalagi kita masih dalam
proses nation building.
Pahlawan itu adalah bagaimana kita merumuskan suatu
personifikasi dari identitas diri kita sebagai bangsa. Jadi tidak usah
debat-debat terlalu rumit. Soal Angkatan Laut, Hatta itu sebagai
sumber sejarah yang sangat kredibel. Dia bercerita tentang opsir
Angkatan Laut, dan Angkatan Laut adalah salah satu kekuatan di
Indonesia Timur. Bayangkan kalau Angkatan Laut melakukan
boikot? Walupun Jepang sudah kalah, tetapi tentaranya masih punya
bedil, jangan pernah lupa itu. lantas kita belum punya senjata. Jadi
konteksnya itu harus dilihat.
Prof. Bahtiar Effendi
Saya kira begini, kenyataannya sekarang Indonesia ini bukan
negara agama atau negara sekular, tidak netral agama, dan bukan
negara Islam. Jadi tidak bisa itu dipakai konsideran untuk
mengusulkan Ki Bagus. Yang relevan adalah momen perubahan
Piagam Jakarta yang 15 menit itu. Pada momen itu juga sekaligus
memasukkan Kasman Singodimejo, karena dialah yang berhasil
meluluhkan hati Ki Bagus.
Saya setuju dengan saudara Lukman. Memang sumber yang kita
pakai ini harus lengkap, jangan hanya yang di risalah UU. Itu tadi
yang saya bilang untuk gampangannya; negara Islam dengan Islam
sebagai dasarnya, atau Islam sebagai agama negara itu juga memang
dua hal yang berbeda. Saya setuju. Soal Piagam Jakarta, kalo dihitung
ada 900 sekian kata. Itu hanya 7 kata yang dihilangkan, kok kita
yang jadi ribut. Sebenarnya bukan 7 kata, bahkan 8 kata. Coba hitung
lagi.
3
JEJAK LANGKAH
KEPAHLAWANAN DAN KENEGARAWANAN
KI BAGUS HADIKUSUMA
UHAMKA PRESS
70
TANGGAPAN-TANGGAPAN
Prof. Taufik Abdullah
Ini bukan masalah UUD, tapi masalah Ki Bagus, pantas sebagai
pahlawan atau tidak? Sebenarya dalam sejarah itu tidak ada
pahlawan. Yang ada hanya aktor-aktor orang yang memegang
perananya. Semuanya adalah aktor. Tapi kemudian orang
menganalisa dan menyimpulkan bahwa ada beberapa hal yang
membuatnya layak dinobatkan menjadi pahlawan. Itu adalah
idealisme tertinggi, perilaku tertinggi, itu semua seakan-akan
personifikasi idealisme kita.
Orang pertama yang secara khas menyebut pahlawan adalah
Bung Hatta. Dalam pidato pembelaannya tahun 1928, Bung Hatta
mengatakan; kalian orang Belanda, bangga dengan pahlawan kalian
si A, B, dan C. Kami juga punya pahlawan Diponegoro dan Imam
Bonjol. Jadi kalau merunut perkataan ini, pahlawan tertua
Indonesia adalah Diponegoro dan Imam Bonjol.
Yang dilupakan dari orang-orang ini adalah proses memasukkan
orang-orang ke dalam Indonesia yang kita ciptakan. Bangsa kita ini
bukan bangsa nenek moyang. Hanya Hatta, Soekarno dan Soeharto
yang mengatakan bangsa nenek moyang. Tidak. Ini adalah bangsa
yang kita ciptakan. Karena itu memerlukan proses inclusion. Ada
unsur-unsur yang dimasukkan ke dalamnya supaya ini menjadi milik
bersama. Karena itulah juga saya barangkali orang pertama di tahun
76-75 yang mengkritik soal pahlawan ini. Pada awalnya gelar
pahlawan ini tidak jelas. Ada perintis kemerdekaan, pahlawan
kemerdekaan, ada pahlawan, ada segala macam. Akhirnya ada
undang-undang yang mengaturnya.
Kemudian saya sadar, tentang pahlawan ini mula-mula saya tahu
ketika Abdul Mu’is, tokoh Serikat Islam, pengarang Salah Asuhan,
meninggal dunia. Saat itu kurang lebih Soekarno berpikir, bagaimana
negara bisa membantu/menyantuni dia. Akhirnya Bung Karno
punya akal agar diangkat saja menjadi pahlawan. Kemudian Ki Hajar
Dewantara, Syahrir, dan seterusnya.
4
DAFTAR ISI
Pengantar Rektor
Sambutan Ketua Umum PP Muhammadiyah
Sambutan Ketua Tim Pengajuan Gelar Kepahlawanan Nasional
(AM Fatwa)
Narasumber
1. Jimly Asshiddiqie
2. Taufik Abdullah
3. Abdul Munir Mulkhan
4. Bachtiar Effendy
Lampiran
69
yang berani menentang Jepang tentang perintah menghormati
matahari yang bertentangan dengan akidah Islam. Jadi beliau adalah
juga ulama kharismatik yang pemberani.
5
DEKLARASI DAN REKOMENDASI
SEMINAR NASIONAL “KENEGARAWANAN
KI BAGUS HADIKUSUMO”
Mengingat : a. Bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai jasa-jasa para pahlawan yang telah
mewakafkan jiwa raganya untuk kepentingan
bangsa
b. Bahwa Ki Bagus Hadikusumo sebagai anak
bangsa yang berjasa besar dalam membangun
fondasi bagi perumusan asas Indonesia merdeka
yang majemuk, tetapi berdaulat, dan bersatu
dalam wadah NKRI dan aktif ber juang
mencerdaskan kehidupan bangsa, telah
memberikan segenap upaya dan perjuangan demi
tegaknya kemerdekaan, kedaulatan, persatuan
dan kemajuan bangsa
Menimbang : Bahwa Ki Bagus Hadikusumo diakui sebagai
perintis kemerdekaan Republik Indonesia, namun
sampai saat ini belum diberikan anugerah dan
pengakuan sebagai PAHLAWAN NASIONAL
Maka melalui momentum Seminar Nasional “Kenegarawanan
Ki Bagus Hadikusumo”, dengan ini keluarga besar Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (UHAMKA) mendeklarasikan
dan merekomendasikan:
1. Perlunya penelusuran dan pelurusan kembali sejarah dan peri
kehidupan Ki Bagus Hadikusumo serta sejumlah tokoh sejarah
lainnya dengan perspektif yang lebih jernih, adil dan tidak bias
pada kepentingan politik tertentu.
68
dibacakan saat proklamasi. Tapi katanya itu hilang, lalu ditulis oleh
Bung Karno. Maka terjadilah teks coret-coretan yang menjadi teks
proklamasi itu. Padahal seharusnya Piagam Jakarta itu.
Lalu yang keempat, saya kira bapak-bapak perlu kembalikan
proporsinya yang benar. Kita perlu ingat bahwa Piagam
Jakarta itu bukan hanya tujuh kata itu. Tapi masih banyak kata di
situ.
Kemudian catatan saya, dalam amandemen kemarin, waktu itu
saya berbeda dengan Pak Fatwa. Saya tetap konsisten dengan yang
tujuah kata ini. Tapi Pak Fatwa justru memasukkan juga menjalankan
syariatnya bagi agama Kristen. Tapi waktu itu terjadi perdebatan,
terjadi tawar-menawar. Ada usulan pasal 31 ditambah, menciptakan
manusia yang beriman dan bertaqwa. Nah, karena itu lalu kita
mundur, berarti yang terakhir disebutkan oleh Pak Amien Rais ada
4 alternatif di situ. Ketika Pak Amien Rais mau mengetuk palu,
saya interupsi, karena teman IMM jadi enak aja mengintrupsi PaK
Amien. MPR berketetapan bahwa dalam sidang ini belum merubah
pasal 29. Jadi itu yang berlaku. Karena waktu itu argumen kami,
kita sudah sepakat, UUD 45 sudah tidak dirubah, tinggal pasal 29
yang mau dirubah.
Pertanyaan [5]
Saya memberi apresiasi yang untuk seminar nasional ini yang
intinya nanti akan muncul rekomendasi atau usulan untuk
menjadikan Ki Bagus Hadikusumo sebagai Pahlawan Nasional.
Kebetulan saya pernah menulis tentang pahlawan dari
Muhammadiyah yaitu KH. Ahmad Dahlan, Nyai Dahlan, KH.
Fachruddin, KH. Mas Mansyur, Jendral Sudirman dan Hamka. Jadi
nanti out put acara ini adalah bagaimana kita menemukan argu-
ment untuk mengusulkan Ki Bagus.
Hal yang harus dirumuskan dengan bahasa yang bagus dan
mencerminkan betul kepahlawanan Ki Bagus. Peran beliau bukan
hanya sebagai negarawan/tokoh bangsa, tokoh negara. Beliau juga
termasuk tokoh yang sangat berani. Pada waktu itu hanya beliaulah
6
2. Perlunya segenap elemen bangsa untuk meneladani jiwa
kenegarawanan dan semangat perjuangan Ki Bagus
Hadikusumo sebagai negarawan, politisi, pendidik, pemikir,
pendakwah yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara jauh di atas kepentingan pribadi, kelompok atau
golongan.
3. Perlunya pemerintah untuk mengevaluasi kembali peran dan
posisi Ki Bagus Hadikusumo dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia untuk kemudian melalui penilaian dan pertimbangan
yang lebih jernih dan adil dapat memberikan penghargaan atas
jasa dari Ki Bagus Hadikusumo bagi negara dan bangsa
Indonesia dengan memberikan gelar PAHLAWAN
NASIONAL.
Demikian deklarasi dan rekomendasi ini disampaikan. Semoga
Allah SWT senantiasa memberkahi kita semua.
Jakarta, 3 Agustus 2012
Panitia Pengusulan
Pemberian
Gelar Pahlawan Nasional
Ki Bagus Hadikusumo,
Kasman Singodimejo dan
Abdul Kahar Mudzakkir
Ketua,
Dr. (HC) A.M. Fatwa
Universitas
Muhammadiyah
Prof. DR. HAMKA
Rektor,
Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd.
67
banyak mahasiswa, tidak mengenal siapa Daan Mogot? Ada yang
ibilang nama pohon, nama buah, padahal itu nama orang yang
asalnya dari Manado. Banyak dari kita dari yang 156 pahlawan
tersebut itu tidak mengenalinya.
Saya kira perjuangan kita orang muslim memang menginginkan
tujuah kata yang dipolemikkan itu. Saya kira ini jelas beda konteks
antara dulu dengan sekarang. Saya kira sejarah biarlah tetap menjadi
sejarah. Sekarang mari kita berpikir sesuai dengan konteks saat ini.
Yang harus digarisbawahi adalah bagaimana kita tetap bersatu dalam
perbedaan.
Saya sepakat sengan kawan saya tadi, Sulaeman. Sekarang ini
aneh. Mengapa pelajaran sejarah malah di sekolah menjadi tidak
ada. Saya kira ini memang menjadi keperihatinan tersendiri. Kita
dapat berkaca pada negara lain. Di Amerika misalnya, kalau mau
menjadi Gubernur, Senator, harus tahu sejarah. Saya kira banyak
juga anggota DPR yang tak tahu sejarah. Ini harus menjadi catatan
penting.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pertanyaan [4]
Kita hadir di sini tentu semua menyetujui bahwa poin utamanya
adalah bagaimana menemukan titik penting yang mendukung Ki
Bagus menjadi pahlawan nasional. Pembicaraan utamanya tadi
adalah masalah negara Islam atau negara netral yang menjadi ide
utama Ki Bagus. Lalu yang kedua Bang Taufiq, dalam pembacaan
kami, Maramis ini kan panitia 9, yang merumuskan Piagam Jakarta
ini, lalu ketika selesai karena ada 7 kata itu maka dia diadili di
perapatan sana bagi oleh orang Manado. Justru itu dia memakai
baju seperti laksmana Angkatan Laut. Itu ternyata ada manipulasi
juga di situ. Jadi bukan Angkatan Laut, tapi hanya pakai baju
Angkatan Laut. Lalu pergi ke Pak Hatta, lalu Pak Hatta
memperhatikan itu untuk merubah. Itu perlu diluruskan.
Berikutnya, ketika Bung Karno mau membacakan proklamasi
mestinya ada kesepakatan, dan Piagam Jakarta itu yang semestinya
7
SAMBUTAN
PANITIA PENGUSULAN PEMBERIAN GELAR PAHLAWAN
NASIONAL KI BAGUS HADIKUSUMO, KASMAN
SINGODIMEDJO, DAN ABDUL KAHAR MUDZAKKIR
PADA PEMBUKAAN SEMINAR NASIONAL
“KENEGARAWANAN KI BAGUS HADIKUSUMO”
UNIVERSITAS PROF. DR. HAMKA
JAKARTA, 3 AGUSTUS 2012
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang terhormat Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Yang terhormat Rektor dan Civitas Academica Universitas Prof. Dr. HAMKA.
Yang terhormat para narasumber yang pada seminar ini akan memberi
pencerahan kepada kita.
Yang terhormat wakil Keluarga Besar Ki Bagus Hadikusumo,
Para peserta seminar dan hadirin yang berbahagia.
Pertama dan terutama, marilah kita menyampaikan rasa sykur
kita yang tidak terhingga ke hadirat Ilahi Rabbi, Allah subhanahu
wa ta’ala, yn berkat rahmat dan karunianya telah memperkenankan
kita hadir dan berpartisipasi dalam seminar tentang “Kenegarawanan
Ki Bagus Hadikusumo” yang sangat penting ini.
Shalawat dan salam, semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarganya,
kepada para sahabatnya, dan kepada para pengikutnya yang setia
menegakkan panji-panji tauhid hingga akhir zaman kelak.
Hadirin yang berbahagia,
Sejarah, kata seorang pakar, hanyalah bagian dari masa lampau
manusia yang dapat disusun kembali secara berarti berdasarkan
rekaman-rekaman yang ada, dan berdasarkan kesimpulan-
kesimpulan lingkungannya. Di sinilah terletak kesulitan menulis
66
menurut saya adalah tiang, dan tiang itu mudah goyah, mudah jatuh.
Kalau pondasi yang dimiliki bangsa Indonesia kokoh maka ke
depannya insya Allah akan menjadi lebih baik. Terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum wrahmatullahi wabarakatuh
Pertanyaan [3]
Seperti yang sudah disampaikan bahwa pahlawan itu banyak.
Saya kira memang benar, setidaknya tahun 2010 kita punya 147
pahlawan dan 2012 bertambah menjadi 156 pahlawan, 135 orang
diantara keseluruhan jumlah pahlawan itu adalah laki-laki. Yang
lucunya ketika saya mengajar di SD, saya bertanya kepada siswa-
siswa kelas 1 tentang Pahlawan Nasional, akan tetapi tidak satupun
diantara mereka satu pun yang tahu pahlawan nasional,
bahkan pahlawan saja mereka masih bingung. Saya mau
memperkenalkannya waktu itu bingung, kemudian saya keluarkan
uang dari yang 1000 sampai 100.000, tidak ada yang kenal satu pun,
lantas ada siswa yang protes, mengapa pahlawan ini hanya ada di
uang Rp. 1000 tidak di Rp.100.000. Kemudian saya menanyakan
hal tersebut kepada teman yang bekerja di Bank Indonesia.
Jawaban yang disampaikan teman tersebut, harusnya anda
bersyukur karena uang Rp. 1000 itu semua orang pegang di Indo-
nesia, tapi uang Rp. 100.000 belum tentu semua orang Indonesia
pegang. Dan saya kira belajar pahlawan itu penting Kalau tadi kiranya
kita bersih kukuh ingin Ki Bagus Hadikusumo menjadi pahlawan,
kiranya memang bukan kita yang menentukan, karena itu sudah
kodrat, dan harus jadi pahlawan. Karena seseorang yang sudah
berjasa untuk bangsa, itu sejatinya memang sudah harus jadi
pahlawan.
Ada pertanyaan-pertanyaan ringan dari temen saya di komunitas,
apa sih yang menyebabkan seseorang itu harus menjadi pahlawan?
Dan apakah hal ini tercantumdi UU No. 20 tahun 2009? Karena
dari daftar nama pahlawan yang saya lihat itu kalau tidak militer,
mereka yang mengalami perang langsung dengan Belanda. Lucunya
lagi ini mengenai pahlawan, ini dari anak-anak juga orang dewasa
8
sejarah. Jarang sekali, untuk tidak mengatakan tidak ada, sejarawan
yang mampu mengisahkan masa lampau -sebagian sekalipun-
“sebagaimana yang sungguh-sungguh terjadi.” Kesulitan tersebut
bukan saja karena tidak lengkapnya rekaman masa lampau, tetapi
juga karena terbatasnya imajinasi dan bahasa manusia untuk
mengungkapkan kembali apa yang sesungguhnya terjadi di masa
lampau.
Dalam konteks seperti inilah kita memahami Ki Bagus
Hadikusumo. Seiring bertambahnya jarak waktu kita dengan
masa ketika Ki Bagus memberikan sumbangsihnya untuk umat,
bangsa, dan negara, makin sedikit pula gambaran kita mengenai Ki
Bagus.
Ingatan kita terhadap Ki Bagus, makin terbatasi pada posisinya
sebagai Ketua PP Muhammadiyah, anggota Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Paling jauh yang kita ingat ialah
beban yang mendadak dia haru terima di sekitar pengesahan
Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945 dan sesudah
itu, seperti dikemukakan dalam pidato K.H. Abdul Kahar Mudzakir
di Konstituante padan 11 Mei 1959, pesan getir (Pak Abdul Kahar
menyebutnya: “jeritan”) Ki Bagus di muka Majelis Tanwir dari
Konsul-konsul Muhammadiyah seluruh Indonesia pada bulan
Agustus 1945 di Yogyakarta mengenai “pasal-pasal yang mengenai
Islam dan umat Islam telah dihapuskan dan dilenyapkan dari
Undang-Undang Dasar 1945.”
Hadirin yang berbahagia,
Ki Bagus Hadikusumo adalah seorang yang sangat yakin
terhadap kesempurnaan ajaran Islam dan relevansi ajaran Islam bagi
kehidupan umat, bangsa, dan negara.
Dalam pidato di BPUPKI pada 31 Mei 1945, Ki Bagus antara
lain mengemukakan keyakinannya bahwa Islam sedikitnya sudah
enam aba menjadi agama kebangsaan Indonesia dan sedikitnya
sudah tiga abad sebelum Belanda menjajah, hukum Islam sudah
65
Dan pidato Pak Kasman waktu di Konstituante, janjinya itu tidak
mudah, akhirnya Ki Bagus tidak menunggu 6 bulan, tapi sampai
akhir hayatnya tidak pernah terlaksana. Saya kira yang perlu adalah
kita harus memahami bahwa pancasila itu buka barang yang sudah
jadi. Itu kata-perkata disusun bersama-sama. Semua merumuskan.
Dan saya mengatakan kalau melihat pasal-pasalnya, Pancasila itu
baru berakhir menjadi dasar negara yang disepakati bersama itu
tanggal 22 Juli 1959, ketika DPR secara aklamasi menerima Dekrit.
Jadi bukan 18 Agustus, 22 Juni atau 22 juli ‘49’. Cuma karena kita
ini kurang referensi, masih banyak yang mengatakan Masyumi
menolak. Tidak. Masyumi itu masuk aklamasi mereka. Makanya
saya usulkan bukunya Pak Prawoto yang sangat bagus itu diakses.
Di situ banyak dokumen-dokumen yang otentik. Penting untuk
dibaca, supaya tidak ada salah paham. Saya kira seperti itu.
Wassalamu ‘alaikum wrahmatullahi wabarakatuh
Pertanyaan [2]
Sebelumnya saya ingin mengutip kata sejarawan Inggris “kita
mempelajari sejarah supaya bijaksana terlebih dahulu”. Pertanyaan saya 2
saja tentang referensi sejarah. Pertama kepada Bapak Jimly Ashidiqi,
tadi saya garis bawahi bahwa gelar kepahlawanan yang diajukan
dari instansi itu tidak hanya untuk kepentingan sesaat, tetapi
memang untuk kepentingan bangsa, lalu tindak lanjut dari itu apa?
Kalau memang misalnya, Ki Bagus Hadikusumo telah menjadi
pahlawan nasional, tetapi tidak ditampilkan dalam dunia pendidikan.
Saya teringat seminar di Kementrian Kebudayaan yang diadakan
oleh Prof. Arif Rahman. Dalam seminar tersebut disampaikan saat
ini dirancang 4 mata pelajaran perekat bangsa yaitu, agama, bahasa,
matematika dan PKn. Dari keempat mata pelajaran tersebut sejarah
tidak termasuk salah satu bidang pelajaran perekat bangsa?
Pertanyaan kedua untuk Prof. Taufik dan Prof. Bahtiar.
Kontekstual bangsa kita saat ini mengenai 4 pilar kebangsaan,
kenapa Pancasila itu dijadikan pilar? Karena memang sudah sejatinya
sejak lahir Pancasila sebagai dasar atau pondasi negara kita. Pilar
9
berlaku di Indonesia dengan sebaik-baiknya. Menurut Ki Bagus,
banyak sekali hukum Islam yang sudah menjadi adat istiadat bangsa
Indonesia, sehingga tidak akan salah lagi bila dikatakan bahwa
hukum Islam sudah menjadi adat istiadat Bangsa Indonesia.
Apa yang disampaikan dengan penuh keyakinan oleh Ki Bagus,
sesungguhnya merupakan fakta dalam sejarah perkembangan
hubungan agama (dalam hal ini Islam) dengan negara. Berbagai
fakta menunjukkan bahwa relijiusitas telah menyatu dan menjadi
jati diri bangsa ini.
Di Kesultanan Bima, Nusa Tenggara Barat, misalnya yang
mengalami proses Islamisasi sekitar pertengahan abad ke-16, sistem
pemerintahannya memberi kedudukan terhormat kepada ajaran dan
hukum Islam. Setiap keputusan pemerintahan Kesultanan Bima
tidak boleh dilaksanakan sebelum mendapat pertimbangan hukum
Syara’, apakah isinya sesuai atau bertentangan dengan hukum Is-
lam. Ini tercermin dalam ungkapan: “syara’ na katenggo kuma
hukum -syara’ harus dikuatkan oleh hukum Islam.”
Para penguasa di Nusantara, dengan kesadaran penuh
mempergunakan idom-idom Islam pada dirinya. Sultan, Sayyidin,
dan Khalifatullah melekat menjadi sebutan para penguasa di
Nusantara.
Bahkan, meskipun kemudian berbagai bangsa Barat datang
untuk menaklukkan dan menjajah berbagai kerajaan di Nusantara,
akan tetapi mereka tidak mampu menghilangkan Islam dari jiwa
penduduk di kepulauan Nusantara. Islam tetap menjiwai,
dilaksanakan, dan menjadi jati diri penduduk di kepulauan ini.
Sepanjang catatan yang ada, sampai sebelum 1882, pemerintah
kolonial Belanda tetap mengakui eksistensi Peradilan Agama Islam
di masyarakat kepulauan Nusantara.
Pada September 1801 pemerintah Hindia-Belanda
memerintahkan kepada seluruh Bupati agar terhadap urusan-urusan
agama orang Jawa tidak dilakukan gangguan, sedangkan kepada
para pemuka agama Islam diberikan keleluasaan untuk memutuskan
perkara-perkara tertentu dalam bidang perkawinan dan kewarisan.
64
SESI TANYA-JAWAB
Pertanyaan [1]
Saya kira pertama harus clear dulu soal istilah. Kalau kita baca
buku hitam itu tidak ada satupun yang berbicara tentang negara
Islam. Dan itu selalu disebut sebagai dasar negara. Negar Islam itu
baru muncul pada masa Kartosuwiryo, tahun 47. Jadi berbeda sekali
itu. Itu stigma yang harus kita hentikan. Yang kedua, yang diusulkan
Ki Bagus untuk dicoret itu bukan 7 kata, tapi 2 kata. Ki Bagus
menghendaki “ketuhanan dan kewajiban melaksanakan syari’at Is-
lam”. Jadi tidak perlu ‘bagi pemeluk-pemeluknya itu’. Karena kata
Ki Bagus negara tidak bisa mengatur itu. Jadi wajib melaksanakn
kewajibannya.
Ini nanti hubungannya kalau kita lihat, kompromi yang
ditawarkan H. Masykur, kalau memang susah rumusan ketuhanan
dan kewajiban melaksanakn syari’at Islam itu, ganti saja; Islam
sebagai agama negara. Itu yang di usulkan oleh H. Masykur. Dan
kompromi H. Masykur juga ditolak. Lantas Pak Kahar menggebrak.
Kalau mau diterima, terima, kalau mau ditolak, tolak! Begitu 18
Agustus beliau di lobi oleh Pak Kasman. Ki Bagus langsung
mengirim telegram ke Jogjakarta. Saat itu Muhammadiyah sedang
sidang Tanwir. Sidang yang sudah akan ditutup akhirnya ditunda
sampai beliau datang. Itu yang oleh Pak Kahar Mudzakir dalam
pidato konstituante bulan Mei tahun dikatakan, “Ki Bagus itu
menjerit di depan majelis”. Kalau menurut Pak Kahar, ujung dari
ucapan Ki Bagus itu, “umat Islam di Indonesia dengan itu masih
terjajah”. Itu keras sekali. Jadi saya kira memang beban psikologis
yang terbesar itu ada di tangan ki bagus.
Dalam soal ini saya setuju pada riwayat Prawoto Mangunsaswito.
Pada waktu itu memang hanya ada Ki Bagus. Ki Wahid Hasyim
belum datang. Jadi sudah di lobi oleh Bung Hatta tidak menyerah,
terakhir Kasman. Jadi kata Pak Kasman, “Ki Bagus, ini kata Bung
Karno kita 6 bulan lagi akan dibikin UUD. Ki Bagus mengalah.
10
Pada tahun 1820, melalui Stanblad No. 22 pasal 13, ditentukan
bahwa para Bupati wajib memperhatikan soal-soal agama Islam
dan menjaga supaya para pemuka dapat melakukan tugas mereka
sesuai dengan adat kebiasaan orang Jawa seperti dalam perkawinan,
pembagian pusaka, dan yang sejenis dengan itu Berturut-turut
sesudah itu, keluar Stanblad No. 58 tahun 1835 dan Stanblad No. 2
tahun 1855 yang mendukung pelaksanaan hukum Islam oleh
orang-orang Islam sendiri, melalui cara-cara yang sesuai dengan
ajaran Islam.
Pada tahun 1882, Pengadilan Agama di Jawa-Madura,
diresmikan. Peresmian itu berlangsung sesudah berkembang
pendapat di kalangan orang-orang Belanda sendiri bahwa hukum
yang berlaku bagi orang-orang bumiputera di Hindia-Belanda adalah
undang-undang agama mereka sendiri, yakni hukum Islam. Inilah
teori hukum yang terkenal dengan nama Receptio in Complexu yang
sejak tahun 1885 telah memperoleh landasan perundang-undangan
Hindia-Belanda melalui Stanblad No. 2 Tahun 1855.
Dalam hubungan ini, menarik untuk menyimak nota Ketua
Komisi Penyesuain Undang-undang Belanda dengan Keadaan
Istimewa di Hindia-Belanda, Mr. Scholten van oud Harlem, kepada
pemerintah Belanda pada tahun 1838 sebagai berikut : “Untuk
mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan, mungkin
juga perlawanan, jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang
bumiputera, maka harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar
mereka itu dapat tinggal tetap dalam lingkungan (hukum) agama
serta adat istiadat mereka.” Pendapat Harlem didukung oleh
Lodewijk Willem Christian van den Berg yang mengatakan bahwa
orang-orang bumiputera yang beragama Islam telah melakukan
resepsi terhadap hukum Islam dalam keseluruhannya dan sebagai
kesatuan.
Perubahan mulai terjadi ketika seorang ahli hukum adat, Cornelis
van Vollenhoven mengeritik dan menyerang teori Receptio in
Complexu. Kritik dan serangan van Vollehnoven didukung oleh
Penasihat Pemerintah Hindia-Belanda tentang Soal-soal Islam dan
63
Ki Bagus masih bersikap seperti itu, saya kira pengesahan
Pancasila dan UUD 1945 pada 18 agustus 1945 tidak terjadi. Saya
kira itu terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
11
Anak Negeri, Christian Snouck Hurgronje. Menurut keduanya, yang
sesungguhnya berlaku di Hindia-Belanda bukanlah hukum Islam,
melainkan hukum adat. Ke dalam hukum adat itu memang masuk
hukum Islam, tetap hukum Islam baru mempunyai kekuatan kalau
sudah diterima sebagai hukum adat. Pendapat kedua orang ini
dikenal sebagai teori Receptie.
Sejak muncul teori inilah, di kalangan masyarakat lahir dua kubu
mengenai hubungan agama (dalam hal ini Islam) dengan negara.
Golongan-golongan dalam masyarakat yang diciptakan oleh
pemerintah kolonial itu secara otomatis akan saling berhadapan
jika dimunculkan isu menyangkut kepentingan mereka.
Hadirin yang berbahagia,
Dalam hubungan dengan semangat kebangsaan, Ki Bagus
mengingatkan, bukankah tokoh-tokoh yang berani menentang
imperalisme Belanda adalah tokoh-tkoh seperti Pengeran
Diponegoro, Teuku Umar, Imam Bonjol, dan kiai-kiai lain yang
merupakan penghanjur dan pendekar rakyat yang bepegang teguh
kepada Islam serta mendasarkan perjuangannya di atas dasar agama
Islam.
Menurut Ki Bagus, jika dilihat perkembangannya pergerakan
rakyat Indonesia pada kurun terakhir di awal abad ke-20, mulai
Indizche Partij, Boedi Oetomo, Sarekat Islam, dan lain-lain, maka
yang mendapat sambutan serta pengaruh yang terbesar dari seluruh
rakyat Indonesia adalah Sarekat Islam.
Sarekat Islam yang mendasarkan pergerakannya kepada ajaran
Islam mampu menggabungkan segenap rakyat dari segala pelosok
kepulauan Indonesia. Tidak hanya di Jawa, pengaruh Sarekat Islam
menyebar ke Sumatera, Kalimantan Sulawesi, Maluku, dan lain-
lain.
Melihat kenyataan tersebut, Ki Bagus menyimpulkan bahwa
di dalam diri umat Islam tersembunyi jiwa yang hidup
dan bersemangat. Dengan pengaruh agama Islam kepada rakyat
Indonesia sangat kuat dan mendalam, maka Ki Bagus yang
62
Termasuk usulan Kiai Maskur mengenai presiden harus beragama
Islam. Karena dalam dasarnya adalah menjalankan kewajiban sesuai
syari’at Islam bagi pemeluknya, maka bagaimana kalau presidennya
Kristen?
Jadi Kiai Masykur menginginkan Islam dimasukkan ke situ. Nah,
itu yang ditolak. Kalau saya tidak salah ingat, pemimpin Islam itu
tidak menginginkan hari libur itu hari Minggu, tapi Jum’at. Kalau
tak salah yang mengusulkan itu Pak Wahid Hasyim. Sebab di
pesantren tradisi liburnya hari jum’at. Kedua hal itu ditolak. Makanya
dia mendukung pandangan Kiai Sanusi yang mengatakan dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam. Kiai Sanusi didukung oleh
Ki Bagus Hadikusumo. Makanya dia mengatakan,”Yang tegas saja,
kalau kita menginginkan negara Islam, ya negara Islam. Kalau bukan,
ya bukan.”
Soekarno lantas menolak usul Mudzakir. Mudzakir kembali
meminta agar sidang memperhatikan usulnya. Saat itulah Ki Bagus
Hadikusumo membela dan tampil mendukung Mudzakir, “... tuan-
tuan sudah kerap kali dituangkan di sini bahwa Islam itu menganut
ideologi negara. Maka tidak bisa negara dipisahkan dari Islam.
Jadi saya menyetujui usul tuan Abul Kahar Mudzakir. Karena
ideologi Islam tidak diterima, maka jangan berkompromi. Jadi
nyata negara ini tidak berdiri di atas agama Islam. Jangan
diambil sedikit kompromis seperti tuan-tuan katakan.” Jadi
memang begitu Ki Bagus. Menurutnya tidak perlu kita berhalus
atau kita berkasar sekalian. Karakter yang ditampilkan Ki Bagus
dia konsisten terhadap apa yang dia yakini sebagai sesuatu
yang benar.
Seperti saya katakan di awal, peran terbesar Ki Bagus yaitu
pada pertemuan dengan Hatta yang berlangsung 15 menit itu,
dengan segala beban psikologis yang ada di pundak beliau. Dia
bersedia menerima rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa. Saya
tidak bisa bayangkan bagaimana kalau Ki Bagus pada 15 menit
terakhir itu bersikap sama seperti sidang-sidang BPUPKI dari
bulan Mei dan awal bulan JSI uni kemudian bulan Juli. Kalau
12
menyebut dirinya sebagai “seorang bangsa Indonesia tulen” dan
“sebagai Muslim yang mempunyai cita-cita Indonesia Raya dan
merdeka mengharapkan agar Indonesia merdeka mendasarkan
dirinya kepada agama Islam, sesuai dengan jiwa rakyat yang
terbanyak.
Bagi Ki Bagus, Islam yang diusulkannya mendadi dasar negara
itu, paling sedikit mengandung : (1). Mengajarkan persatuan atas
dasar persaudaraan yang kukuh, (2). Mementingkan perekonomian
dan mengatur pertahanan negara, (3). Membagun pemerintahan
yang adil dan menegakkan keadilan, (4). Tidak bertentangan, bahkan
sangat sesuai dengan kebangsaan kita, dan (5). Membentuk potensi
kebangsaan lahir dan batin serta menabur semangat kemerdekaan
yang menyala-nyala.
Ki Bagus juga mengingatkan bahwa umat Islam sekarang sudah
insaf, sudah luas pandangannya dan sudah lebar dadanya, suka
bekerja bersama-sama dengan siapa dan di mana saja, asal tidak
tersinggung agamanya.
Hadirin yang berbahagia,
Patut diduga, lantaran keteguhannya menyuarakan aspirasi Is-
lam, maka ketika mula-mula dibentuk Panitia Kecil BPUPKI yang
terdiri atas 8 anggota, karena itu boleh juga disebut Panitia Delapan,
Ki Bagus Hadikusumo dipilih mnjadi salah seorang anggotanya.
Tujuh anggota yang lain ialah : Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta,
Mr. Mohammad Yamin, Mr. A.A. Maramis, R. Otto Iskandardinata,
Mas Setardjo Kartohadikoesoemo, dan K.H.A. Wahid Hasyim.
Tugas Panitia Kecil ini adalah mengumpulkan usul-usul para anggota
yang akan dibahas pada masa sidang yang akan diselenggarakan
pada bulan Juli 1945.
Mengenai dasar negara, Panitia Kecil mencatat 7 usul, yaitu : 1.
Kebangsaan dan Ketuhanan (11 pengusul), 2. Kebangsaan dan
Kerakyatan (2 pengusul), 3. Kebangsaan, Kerakyatan, dan
Kekeluargaan (4 pengusul), 5. Kemakmuran hidup bersama,
kemajuan kerohanian, kecerdasan pikiran bangsa Indonesia
61
paling menyedihkan adalah kesadaran kita untuk memanipulasi
sejarah malah tinggi.
Dalam buku yang saya baca. Buku yang kalau tak salah
diterbitkan oleh sekretariat negara. Di sana emang tidak ada pidato
Ki Bagus Hadikusumo. Jadi yang dimuat itu, yang pertama adalah
pidato Yamin, yang kedua pidato Supomo, yang ketiga adalah
Soekarno. Itu adalah sidang pertama pada tanggal 1 Juni 1945. Baru
revisi yang terbaru ini, yang diberi pengantar Pak Taufiq dan ada
sambutan dari Akbar Tanjung, sebagai sekneg, itu lebih tebal lagi
bukunya.
Kita tidak bisa mengetahui secara konkrit fikiran-fikiran
Ki Bagus kecuali Islam sebagai dasar negara dan akhlak
karimah. Kalau kita baca, dari ungkapan-ungkapan Ki Bagus,
selama sekian itu memang tidak banyak, karena memang
yang dikutip sepintas-sepintas. Yang bisa kita baca adalah
bahwa Ki bagus Hadikusumo itu memang orang yang sangat
teguh di dalam berprinsip.
Dia memang melihat ada dua polarisasi, Islam sebagai dasar
negara, dan Pancasila sebagai dasar negara. Itu memang 2 tubuh
yang sulit untuk dikompromikan. Bagi Ki Bagus Hadikusumo,
kompromi dalam dasar negara itu tidak bisa. Saya agak berbeda
dengan Pak Munir dan sependapat dengan Pak Taufiq. Sikap Ki
Bagus adalah tidak mungkin kita berkompromi di dalam hal yang
sangat prinsip. Saya kira sikap seperti itulah, mungkin, kalau kita
berargumen, saya rasa satu alasan mengapa Ki Bagus tidak masuk
di dalam panitia kecil. Panitia kecil, pemimpin-pemimpin Islam yang
bergabung di situ adalah orang-orang yang relatif bersedia untuk
berkompromi. Makanya, reaksi pertama Ki Bagus Hadikusumo
terhadap hasil kompromi itu ditujukan pada kalimat; ketuhanan
dengan kewajiban yang menjalankan syari’at islam bagi pemeluknya.
Ki Bagus ingin membantahnya. Menurutnya tidak bisa
berkompromi seperti itu. Apalagi kemudian Ki Bagus juga merasa
banyak sekali aspirasi dari pemimpin-pemimpin Islam yang ada
dalam BPUPKI yang oleh Soekarno ditolak atau ditentang.
13
bertakwa, berpegangan teguh pada tuntunan Tuhan Yang Maha
Esa, Agama Negara ialah agama Islam (1 pengusul), 6. Kebangsaan,
Kerakyatan, dan Islam, dengan catatan agama Islam harus diakui
sebagai agama negara dengan kemerdekaan seluas-luasnya bagi
penduduk untuk memeluk agama yang bukan Islam (3 pengusul),
dan 7. Jiwa Asia Raya (4 pengusul).
Melihat kenyataan ususl-usul di atas, tidak mengherankan jika
dalam rumusan Panitia Sembilan (pengganti Panitia Delapan dan
dibentuk atas prakarsa Bung Karno) yang terdiri atas Ir. Sukarno,
Drs. Mohammad Hatta, Mr. Mohammad Yamin, Mr. A.A. Maramis,
K.H. A. Wahid Hasyim, Mr. Achmad Soebardjo, K.H. A. Kahar
Mudzakir, Abikoesno Tjokroseojoso, dan H. Agus Salim; Ketuhanan
dengan kewajiban syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menjadi dasar
yang pertama dari susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat.
Ketika pada 10 Juli 1945 hasil ini dibawa ke rapat besar BPUPKI,
dan mendapat kritik dan sanggahan dari beberapa anggota,
Ir. Sukarno selaku Ketua Panitia Sembilan gigih mempertahankan
rumusan Pembukaan hukum dasar itu. Sesudah melalui
perdebatan panjang, dalam rapat BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945,
rancangan Preambule dan batang tubuh Undang-undang Dasar
diterima dalam kata-kata Ketua BPUPKI Dr. K.R.T. Radjiman
Wedoningrat “dengan suara sebulat-bulatnya.” Preambule rumusan
22 Juni 1945 itulah yang kemudian dikenal dengan nama Piagam
Jakarta.
Sampai di sini, mau tidak mau, kita harus mencatat peranan
seorang lagi kader Muhammadiyah K.H.A Kahar Mudzakkir di
dalam merumuskan konstitusi negara dalam kedudukannya sebagai
anggota Panitia Sembilan. Sayangnya sampai sekarang dokumen
perdebatan di Panitia Sembilan belum ditemukan sehingga belum
terpublikasikan.
Sesudah bersidang pada 16 Juli 1945, BPUPKI “hilang”. Posisi
BPUPKI digantikan oleh PPKI. Berbeda dengan BPUPKI yang
beranggotakan 60 orang ditambah 6 anggota tambahan dan 7 wakil
60
Prof. Bahtiar Effendi
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pertama, saya ingin berterima kasih pada Pak Fatwa yang sudah
mengajak saya untuk hadir dalam diskusi ini.
Baiklah bapak dan ibu sekalian,
Pertama saya ingin mengusulkan, jadi nanti di dalam menulis
prosedur usulan pahlawan dan macam-macamnya itu harus
dicantumkan bahwa untuk Ki Bagus tidak hanya kenegarawanannya
saja. Saya mencatat 2 hal, seperti yang tadi sudah disinggung Pak
Munir. Pertama adalah aspek kenegaraaan. Kedua, aspek
kepemimpinana Ki Bagus di Muhammadiyah. Saya kira selama
hampir 10 tahun memimpin Muhammadiyah, di zaman yang sangat
sulit ketika itu, saya kira itu menjadi suatu pertimbangan.
Kemudian berkenaan dengan konstitusi negeri ini, saya kira
peran utama Ki Bagus dalam menyiapakan dasar negara dan juga
UUD 1945 itu terletak pada 15 menit terakhir itu. Kalau Bung Hatta
memeang referensi ideologisnya sudah jelas ketika itu. Kemudian
kalau kita lihat misalnya Muhammad Hasan, alhamdulillah saya dulu
awal 80-an, saya pernah ketemu dengan Tenku Muhammad Hasan
di rumahnya konon tidak sekeras pemimpin Islam yang lain dalam
memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Bung Hatta sudah
jelas referensinya, kemudian Tenku Muhammad Hasan dan Pak
Kasman jauh lebih lembut dan lebih halus daripada Ki Bagus
Hadikusumo. Jadi sebetulnya yang paling berperan dan berfungsi
desesive moment yang 15 menit itu ya Ki Bagus. Anda bisa
bayangkan kalau Ki Bagus menolak perubahan pada 15 menit
terakhir itu, atau Ki Bagus memperdebatkan. Urusannya bisa
panjang dan barangkali tidak akan ada kreatifasi UUD 1945 dan
Pancasial sebagai dasar negara pada 18 agustus 1945.
Ada satu hal yang membuat kita perihatin. Kesadaran sejarah
kita juga kadang-kadang lemah, kemudian kesadaran kita untuk
mengumpulkan dokumen-dokumen sejarah juga lemah. Yang
14
Jepang sebagai anggota istimewa, PPKI hanya beranggotakan 27
orang. PPKI yang dibentuk pada 7 Agustus 1945, entah mengapa,
baru bersidang pada 18 Agustus 1945.
Di PPKI, yang anggotanya hanya 21 orang plus 6 anggota
tambahan jumlah anggota yang berasal dari kalangan Islam makin
merosot, yaitu hanya 4 orang. Keempatnya ialah Ki Bagus
Hadikoesoemo, K.H. A. Wahid Hasyim, Mr. Kasman
Songodemodjo (aktivis Jong Islamieten Bond dan Muhammadiyah yang
saat itu lebih dikenal sebagai Daidantjo Jakarta), dan Mr. T.M. Hasan
(Ikhwanus Shafa Indonesia yang keanggtaannya dalam PPKI lebih
karena faktor ke-Sumatera-annya).
Di tangan PPKI dengan format seperti itulah, karya besar 60 +
6 anggota BPUPKI berupa Undang-Undang Dasar Negara Indo-
nesia yang dengan susah payah dan dengan penuh kesabaran
dirancang, diperdebatkan, dan pada 16 Juli 1945 dengan suara bulat
disahkan dalam rapat besar BPUPKI, hanya dalam hitungan jam,
serta merta dianulir oleh 20 + 6 anggota PPKI.
Hadirin yang berbahagia,
Situasi pada pagi 18 Agustus 1945 itu, sungguh-sungguh sangat
krusial. Lagi-lagi, beban berat t diletakkan di pundak kader
Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo dan Kasman
Singodemedjo.
Menurut Ketua Umum Partai Masyumi, Prawoto
Mangkusasmito, ketika seluruh eksponen non-Islam menghendaki
tidak ada klausul tujuh kata yang menjadi inti dari Piagam Jakarta.
Pada rapat 18 Agustus 1945 itu, anggota PPKI K.H. A. Wahid
Hasyim tidak ada, karena masih dalam perjalanan di Jawa Timur.
Mr. Kasman Singodimedjo sebagai anggota tambahan, yang baru
mendapat undangan rapat pada pahi hari itu, belum mengetahui
sama sekali persoalannya.Seuruh tekanan psikologis tentang berhasil
atau tidaknya penetapan Undang-Undang Dasar diletakkan di atas
pundak Ki Bagus Hadikusumo sebagai satu-satunya eksponen
perjuangan Islam di PPKI pada saat itu.
59
ada penutup di sekitarnya. Akhirnya ditutuplah dengan tangannya
hinggap pagi. Kalau tidak ada yang menutup itu, air laut akan
memusnahkan Belanda. Demikian juga usaha yang dilakukan oleh
4 orang ini, Hatta, Tenku Hasan, Kasman dan Ki Bagus.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
15
Tidak mudah meyakinkan Ki Bagus untuk menghapus tujuh
kata dari rancangan Preambule Undang-Undang Dasar. Sesudah Bung
Hatta yang konon pada sore 17 Agustus 1945 menerima opsir
Angkatan Laut Jepang untuk menyampaikan keberatan rakyat di
Indonesia Timur atas masuknya tujuh kata dalam Preambule Undang-
Undang Dasar gagal meyakinkan Ki Bagus, dia meminta T. M.
Hasan untuk melobbi Ki Bagus ternyata juga tidak mampu
melunakkan hati Ki Bagus.
Dalam situasi kritis itulah, Hatta meminta Kasman untuk
membujuk Ki Bagus. Dengan menggunakan bahasa Jawa halus,
Kasman meyakinkan Ki Bagus untuk mau menerima usul
perubahan.
Entah karena dilobbi oleh sesama kader Muhammadiyah, atau
karena kepiawaian Kasman melobbi dengan bahasa Jawa halus, Ki
Bagus dapat menerima argumen Kasman. Ki Bagus setuju tujuh
kata dalam rancangan Preambule Undang-Undang Dasar, Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
dihapus dan diganti dengan kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa.
Bersamaan dengan itu Ki Bagus meminta supaya anak kalimat
“menurut dasar” di dalam Preambule Undang-Undang Dasar dihapus,
sehingga penulisannya dalam Preambule Undang-Undang Dasar
menjadi: “... Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan seterusnya.” Usul Ki Bagus disetujui.
Hadirin yang berbahagia,
Panitia berharap, seminar ini dapat memberikan pencerahan,
melengkapi pengetahuan kita terhadap masa lalu bangsa ini dan
menimbang secara adil peran Ki Bagus Hadikusumo, K.H.A. Kahar
Mudzakkir, Mr. Kasman Singodimedjo, dan banyak tokoh lain
seperti dr. Soekiman Wirjosandjojo, K.H.A. Sanusi, dan Abdul
Rahman Baswedan dalam proses pembentukan negara Republik
Indonesia dengan konstitusinya yang kita kenal sebagai Undang-
Undang Dasar 1945.
58
kalau memang tak jelas jangan pakai pernyataan Islam kalau yang
dipakai ujung-ujungnya saja.
Sementara itu haripun sudah larut. Kiai Sanusi mengusulkan
untuk mendinginkan masalah ini. Pada hari itu, jam 21.55, maka
sidang pun ditutup. Jadi sudah jam 10 malam, kemudian ada satu
masalah kalau kita melihat dalam sejarah, ada perilaku-perilaku.
Setiap perilaku orang itu, itu adalah pilihan. Seperti kita datang ke
sini, kalau tidak di sini kan bisa ke tempat lain, jadikan satu pilihan.
Kadang-kadang kita berfikir, mengapa kita yang dipilih? Mengapa
tidak yang lain? Sebab ketika kita melakukan sesuatu ada banyak
pilihan, tetapi mengapa harus dilakukan? Kadang-kadang apa yang
dilakukan itu kurang rasional, adalagi yang rasional. Terkadang kalau
saya baca perilaku-perilaku, status supersemar misalnya, mengapa
Bung Karno mau aja dengan Supersemar. Sebab dari 4 perintah
Supersemar, ada 3 yang dari dia. Terkadang saya berpikir, kok bisa
lupa Soekarno, padahal sudah bertahun-tahun jadi pemimpin.
Padahal Soeharto sudah beberapakali mengusulkan bubarkan PKI.
Tapi kok dia mau aja.
Kemudian, ketika mau merdeka, Jepang mendatangkan 3 or-
ang dari Sumatera, 2 dari Kalimantan, ada 7 atau 9 orang yang
didatangkan dari luar Jawa. Tapi belum sempat rapat mereka. Rapat
dilaksanakan ketika Bung Hatta diculik oleh pemuda-pemuda, dan
setelah itu langsung diadakan proklamasi. Itulah saat akhir, waktu
17 Agustus, dan tanggal 18 Agustus pagi-pagi yang tadi dijelaskan
oleh Pak Fatwa.
Rupanya Bung Hatta didatangi oleh angkatan laut. Nah, yang
tadi saya bilang, yang berkuasa di Indonesia Timur adalah Angkatan
Laut. Yang datang dengan Hatta itu opsir Angkatan Laut. Setelah
itu Bung Hatta memanggil orang yang mewakili Islam, yaitu Ki
Bagus, Kasman, dan satu orang dari Sumatera. Selanjutnya, dalam
15 menit mereka setuju tentang perubahan tujuh kata itu.
Kepahlawanan terkadang didapat hanya karena peristiwa sesaat.
Konon, salah satu pahlawan Belanda adalah seorang anak yang
katanya waktu dia lewat bendungan ada yang bocor. Padahal tidak
16
Dalam proses penyusunan konstitusi, terutama pada saat-saat
kritis dalam proses penetapan Undang-Undang Dasar, terbukti tiga
tokoh Muhammadiyah telah menorehkan peranan yang cukup
signifikan. Anehnya, meskipun Ki Bagus Hadikusumo, K.H. A.
Kahar Mudzakkir, dan Mr. Kasman Singodimedjo memiliki peran
cukup signifikan dalam pembentukan Undang-Undang Dasar,
sampai hari ini pemerintah belum mengakui ketiga tokoh ini sebagai
Pahlawan Nasional.
Wabillahittaufiq wal hidayah.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 3 Agustus 2012
DR. (HC) A.M. Fatwa
57
dan Rajiman yang pergi ke Barat. Saat mereka pulang Jepang sudah
kalah. Tapi itu cerita lain.
Jadi setelah diangkat BPUPKI itu memang terjadi perdebatan.
Ada beberapa hal yang menjadi pangkal perdebatan. Ada beberapa
hal yang diperdebatkan memang, ada yang menduga tentang
republik atau tidak, yang menjadi wakil negara raja atau presiden,
ya presiden. Manakah yang menjadi wilayah indonesia ini? Kalau
Bung Karno dan Yamin, kedua orang ini adalah nasionalis yang
romantis, romantic nasionalis.
Mereka membayangkan Indonesia Raya, yang mereka
maksud seluruh kepulauan Indonesia ini, termasuk Timor Timur,
termasuk Kalimantan, Serawak, Serapah, dan Brunei itu.
Dan termasuk juga tanah Melayu. Itulah yang mereka maksud
Indonesia Raya. Kalau Bung Hatta mengatakan Hindia Belanda
saja. Kalau sekiranya Papua tidak mau, Papua tidak. Sebab
Papua itu dianggap keseluruhan, tidak Papua Barat saja, tapi
Papua sebagai keseluruhan.
Tapi yang menang Soekarno dan Yamin, Indonesia Raya. Dan
yang paling lama perdebatannya ialah apa dasar negara kita. Memang
dasar dari pengertian bukan filosofis. Filosofis itu akan diterima
pancasila, tapi apakah ini negara berdasarkan Islam atau netral. Nah,
itu memang yang belum terjawab. Landasan filosofis dasar negara
itu dirumuskan oleh panitia 9, yaitu Soekarno, Hatta, Mr. Subagyo,
Yamin, Kahar Mudzakkir, Cokro Adikusno, H. Agus Salim,
Ki Bagus.
Kemudian terumuskanlah Piagam Jakarta. Yang jadi perdebatan
adalah tujuh kata itu. Dan yang paling sering tampil dan
memperdebatkannya itu ya Ki Bagus Hadikusumo. Ia ingin itu
dicabut saja, tapi pada pidato terakhirnya ia sempat putus asa, ada
sinisme. Ini saya bacakan sinisme yang terakhir. Pidato terakhir dia,
inikan debat beda dengan pidato, kalau pidato kan langsung, tapi
sekarang dia mulai seperti ini, “Akhirnya saya berlindung kepada
Allah terhadap setan yang merusak, “ begitulah pidatonya itu. Yang
lain sebelum itu belum pernah pakai seperti itu. Menurut Ki Bagus,