BUDAYA FEE PROYEK PENGADAAN BARANG DAN JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi di Lampung) Rinaldy Amrullah, S.H.,M.H Muhammad Habibi Adam Khafi Ferdinand Abdul Aziz Rahmat 1 Abstrak Seyogyanya, pengadaan barang dan jasa pemerintah mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik melalui perekonomian nasional dan daerah serta pembangunan berkelanjutan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, budaya korupsi fee proyek mulai merambat dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Peran pemerintah dalam mewujudkan peningkatan persaingan usaha dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah kerap disalahgunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Bahkan saat ini pemerintah daerah kerap melakukan praktik korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah yang menyebabkan jumlah kerugian negara semakin meningkat. Seperti halnya di Provinsi Lampung, Kepala Daerah justru menjadi pelaku dalam budaya fee proyek suap maupun gratifikasi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Lalu dengan adanya budaya fee proyek yang marak terjadi di Lampung berpotensi merusak prinsip demokrasi dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar serta kerugian negara pada keuangan daerah. Budaya seperti ini harus dihapuskan demi mewujudkan melaksanakan pengadaan barang dan jasa yang lebih transparan, terbuka, dan kompetitif di Provinsi Lampung. Kata Kunci : Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Pemerintah Daerah, Budaya Fee Proyek 1 Penulis merupakan pegiat anti korupsi pada Pusat Kajian Masyarakat Anti Korupsi dan Hak Asasi Manusia Universitas Lampung
23
Embed
BUDAYA FEE PROYEK PENGADAAN BARANG DAN JASA DI …puskamsikham.fh.unila.ac.id/wp-content/uploads/2019/07/PDF.pdf · BUDAYA FEE PROYEK PENGADAAN BARANG DAN JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BUDAYA FEE PROYEK PENGADAAN BARANG DAN JASA DI LINGKUNGAN
PEMERINTAH DAERAH
(Studi Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi di Lampung)
Rinaldy Amrullah, S.H.,M.H
Muhammad Habibi
Adam Khafi Ferdinand
Abdul Aziz Rahmat1
Abstrak
Seyogyanya, pengadaan barang dan jasa pemerintah mempunyai peranan penting dalam
pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik melalui perekonomian
nasional dan daerah serta pembangunan berkelanjutan. Namun seiring dengan perkembangan
zaman, budaya korupsi fee proyek mulai merambat dalam proses pengadaan barang dan jasa
pemerintah. Peran pemerintah dalam mewujudkan peningkatan persaingan usaha dalam proses
pengadaan barang dan jasa pemerintah kerap disalahgunakan oleh berbagai pihak yang
berkepentingan. Bahkan saat ini pemerintah daerah kerap melakukan praktik korupsi dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah yang menyebabkan jumlah kerugian negara semakin
meningkat. Seperti halnya di Provinsi Lampung, Kepala Daerah justru menjadi pelaku dalam
budaya fee proyek suap maupun gratifikasi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Lalu dengan
adanya budaya fee proyek yang marak terjadi di Lampung berpotensi merusak prinsip demokrasi
dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar serta kerugian negara pada keuangan daerah.
Budaya seperti ini harus dihapuskan demi mewujudkan melaksanakan pengadaan barang dan
jasa yang lebih transparan, terbuka, dan kompetitif di Provinsi Lampung.
Kata Kunci : Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Pemerintah Daerah, Budaya Fee
Proyek
1 Penulis merupakan pegiat anti korupsi pada Pusat Kajian Masyarakat Anti Korupsi dan Hak Asasi Manusia
Universitas Lampung
A. PENDAHULUAN
Korupsi telah benar-benar menjadi ancaman yang nyata bagi kelangsungan negeri ini
karena akhir-akhir ini semakin marak terjadi, terlebih dengan mencuatnya pemberitaan terkait
dengan beberapa oknum yang berkiprah di eksekutif, legeslatif dan yudikatif dituding melakukan
penyalahgunaan wewenang, penggelapan serta pemerasan dalam jabatan dan menerima suap.
Seiring dengan itu, muncul juga isu soal kriminalisasi terhadap berbagai penanganan perkara
tindak pidana termasuk korupsi yang dilakukan oleh oknum penegak hukum, makin meramaikan
pemberitaan tentang korupsi diberbagai media cetak dan elektronik serta menambah buramnya
wajah penegakan hukum di negara ini. Lahan korupsi yang sangat subur salah satunya dapat
dicermati dalam lingkup Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Kerugian keuangan negara
yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa sangat besar, hal ini
disebabkan karena dana yang dianggarkan untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah
terbilang sangat besar juga. Berdasarkan Bank Dunia (World Bank), setiap tahunnya lebih dari
10 Milyar Dollar Amerika atau sekitar 85 triliun rupiah anggaran Pemerintah pusat, baik untuk
belanja rutin maupun proyek- proyek pembangunan, dibelanjakan melalui proses pengadaan
barang dan jasa2.
Proses pengadaan barang dan jasa pemerintah dianggap sangat rentan akan adanya
praktek korupsi, hal ini disebabkan setiap tahunnya nilai pengadaan barang dan jasa pemerintah
selalu naik secara signifikan dengan dana yang dianggarkan untuk pengadaan barang dan jasa
cukup besar. Seperi halnya yang terjadi di Lampung belakang ini, catatan Polda Lampung
menunjukkan telah dilakukan penanganan 19 kasus tipikor selama 2016. Dari jumlah itu,
penyelesaian tipikor sebanyak 27 kasus.Angka penyelesaian tersebut termasuk kasus pada
2015.Jumlah ini naik jika dibandingkan tahun lalu yang hanya 17 kasus. Di sisi lain, pada 2016
Kejaksaan Tinggi Lampung melakukan penyidikan terhadap 42 kasus tipikor. Dari angka itu,
tersisa 12 kasus dalam tahap penuntutannya. Dari 42 kasus itu berhasil diputus 30 dari seluruh
perkara di Lampung, termasuk di kabupaten/kota. Sampai tahun 2019, data kasus korupsi yang
masih berjalan maupun yang sudah diputus oleh Pengadilan Negeri Tanjung Karang terdapat 373
perkara tindak pidana korupsi. Sebagian besar pelaku tindak pidana korupsi yang terjadi di
Lampung dilakukan oleh kepala daerah. Diantaranya kasus Bupati non-aktif Tanggamus
2 Amiruddin, Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hlm. 11
Bambang Kurniawan, Bupati non-aktif Lampung Selatan Zainudin Hasan, Bupati nonaktif
Lampung Tengah Mustafa dan Andy Achmad, Bupati nonaktif Lampung Timur Satono dan
Bupati Kabupaten Mesuji Khamami yang masih dalam tahap proses persidangan. Fakta empirik
ini menunjukan bahwa betapa maraknya tindak pidana korupsi yang terjadi dilakukan di
pemerintahan daerah provinsi Lampung.3
Dua terdakwa suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
Kabupaten Mesuji, Sibron Aziz dan Kardinal divonis 2 tahun 3 bulan penjara. Selain hukuman
penjara, Sibron didenda Rp. 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan Kardinal didenda
Rp. 100 juta subsider 1 bulan kurungan. Terdakwa Sibron Aziz dan Kardinal secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, perbuatan kedua
terdakwa dipandang sebagai perbuatan berlanjut. Dua terdakwa melakukan tindak pidana korupsi
secara bersama-sama yang memenuhi pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Tindak Pidana Korupsi. Perbuatan Sibron Aziz dan Kardinal memberikan hadiah Rp.
1,580 Miliar atau 12 persen dari nilai proyek kepada Bupati Khamami untuk mendapatkan
proyek infrastuktur di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Mesuji. “Fee”
diberikan secara bertahap dalam waktu yang tidak lama. Pertama pada Mei 2018 sebesar Rp. 200
Juta, Kedua pada Agustus 2018 sebesar Rp. 100 Juta, dan terakhir pada Desember 2018 sebesar
Rp. 1,280 Miliar.4
Kasus serupa juga terjadi sebelumnya, Bupati Lampung Selatan non aktif Zainudin Hasan
divonis 12 Tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang pada Kamis 25 April
2019. Terdakwa diwajibkan membayar denda Rp. 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Selain itu,
hak politik terdakwa juga dicabut selama tiga tahun setelah selesai menjalani pidana pokoknya.
Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa mengganti kerugian negara sebesar Rp. 66,7
miliar yang harus dibayar paling lama dalam waktu satu bulan setelah putusan ini berkekuatan
hukum tetap. Zainudin Hasan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dan
memenuhi unsur pasal yang didakwakan jaksa. Terdakwa secara sah melanggar Pasal 12 huruf a,
12 huruf i, Pasal 12 huruf B besar dan dakwaan TPPU.5
Terpisah, Majelis Hakim menjatuhkan vonis empat tahun penjara terhadap dua terdakwa
perkara korupsi fee proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Lampung
3 Catatan data tindak pidana Korupsi PUSKAMSIKHAM terhadap kasus Korupsi yang terjadi di Lampung. 4 Berita Harian Tribun Lampung “Sibron-Kardinal Sesenggukan Dipeluk Kerabat”, Jumat 14 Juni 2019. 5 Febi Harumanika dalam berita harian Lampung Post, “Zainudin Hasan Divonis 12 Tahun”, Jumat 26 April 2019
Selatan, Agus Bhakti Nugroho dan Anjar Asmara. Selain divonis empat tahun penjara, keduanya
dijatuhi hukuman denda Rp. 200 juta. Dengan vonis ini, berarti sudah ada tiga orang yang
dijatuhi hukuman. Sebelumnya, pengusaha Gilang Ramadhan divonis 2 tahun dan 3 bulan
penjara karena terlibat korupsi fee proyek di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan. Agus
BN terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan beberapa perbuatan korupsi secara bersama-
sama sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Dalam agenda pembuktian melalui pemeriksaan saksi pada Kamis 20 Juni 2019, KPK
menghadirkan beberapa saksi diantaranya Kepala Unit Layanan Pengadaan (UPL) Dinas PUPR
Andre Alrendra, Bendahara Pengeluaran Dinas PUPR Sumanto, Kabid Pendidikan Mesuji Yoga
Sailendra, anggota PPK Kabupaten Mesuji Jefri Herlanga, staf PUPR Herli Edison dan staf
honore PUPR Mesuji Mitra Ambarukma. Dalam keterangan, Andre Aleindra mengakui adanya
potongan 20 persen dana administrasi umum di Dinas PUPR. Potongan dana ini digunakan untuk
pendanaan kegiatan Pemkab yang tidak menggunakan biaya. Seperti ada acara kegiatan tahun
baru di backup dari dana tersebut. Andre mengaku lupa saat ditanya terkait nama-nama
pemenang proyek oleh Jaksa Penuntut Umum KPK. Andre juga menerangkan tidak berani
menolak usulan dari Wawan Suhendra karena kedekatannya dengan Khamami, walaupun dirinya
bertugas sebagai Kepala ULP Dinas PUPR. Sedangkan Jefri Herlangga selaku anggota Pokja
PUPR menerangkan bahwa ada sejumlah nama instansi yang mendapatkan proyek, lalu setelah
PT. Jasa Promix milik Sibron Aziz mendapatkan paket proyek, dirinya mendapatkan uang
sebesar Rp. 65 juta dalam pemberian dua tahap, tahap pertama sebesar Rp. 40 juta dan tahap
kedua sebesar Rp. 25 juta yang diberikan oleh Silvan (staf CV Sibron Aziz). Herli Edison
menerengkan sempat dipaksa menerbitkan peserta lelang oleh Yoga Sailendra. Herli sempat
kesulitan dalam menerbitkan lelang proyek tersebut dikarenakan paksaan dan bukan karena
berkas HPS belum diterimanya. Sumanto menerangkan bahwa pencairan dana proyek harus
melalui nota dinas, menurutnya ketentuan seperti itu diatur dalam Peraturan Bupati walaupun
dirinya mengatakan tidak pernah membacanya sama sekali dan tidak tahu apakah Peraturan
Bupati tersebut ada atau tidak.19
Agenda sidang pembuktian berikutnya dilakukan pada Senin 24 Juni 2019. Jaksa
Penuntut Umum KPK menghadirkan empat orang saksi diantaranya Tasuri selaku staf PUPR
Kabupaten Mesuji, Lutfi Mediansyah selaku Kasi Jalan Dinas PUPR Kabupaten Mesuji,
18 Ibid, Salinan Dakwaan Jaksa KPK 19 Fakta Persidangan dalam pemeriksaan saksi An. Terdakwa Khamami, Wawan Suhendra, Taufik Hidayat. Kamis
20 Juni 2019 di Pengadilan Tipikor PN Tanjungkarang.
Nyoman Nobel selaku Kabid Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Mesuji, Made Losi Ravon
selaku anggota Pokja Konstruksi Dinas PUPR Kabupaten Mesuji. Tasuri menerangkan pada saat
itu dihubungi oleh Wawan Suhendra karena ada OTT KPK. Dirinya menerangkan sebelum OTT
Wawan Suhendra memberikan kopelan lis plotting proyek. Kopelan tersebut berbentuk kertas
tulis tangan dan kopelan itu beisi tujuh paket proyek di Sumber Daya Air. Lalu Jaksa KPK
memutarkan rekaman percakapan antara dirinya dan Wawan Suhendra yang pada intinya Wawan
memerintahkan agar membuang kopelan penerimaan uang fee proyek bulan Juli 2018.
Sementara Lutfi Mediansyah menerangkan bahwa dirinya diminta Wawan Suhendra untuk
menanyakan soal fee proyek kepada rekanan Kardinal. Sebelum pengumuman pemenang proyek
dirinya pernah berhubungan dengan Kardinal selaku rekanan. Pada saat itu dirinya dipanggil
keruangan Wawan Suhendra untuk membahas kegiatan 2018. Kemudian Wawan Suhendra
memperlihatkan nama-nama calon rekanan plotting untuk 12 paket proyek yang akan
mengerjakan proyek infrastruktur di Dinas PUPR Kabupaten Mesuji, lalu nanti ada yang
menghubungi untuk minta HPS. Lutfi juga menerangkan jika dirinya pernah diperintahkan
Wawan Suhendra untuk menayakan fee sebesar 15 persen kepada Kardinal selaku rekanan. Saat
peretmuan dengan Kardinal dikediamannya, Kardinal menghubungi Silvan meminta 15 persen
dari jumlah proyek. Silvan mengatakan tidak sanggup jika memberikan 15 persen, Silvan hanya
sanggup memberikan fee sebesar 12 persen. Lalu Lutfi kembali menghubungi Wawan Suhendra.
Dirinya menambahkan jika pernah menerima uang sebanyak tiga kali dari Kardinal masing-
masing Rp. 5 juta (total 15 juta), lalu pernah menerima uang dari Ari Maidar (orang kepercayaan
Taufik) sebanyak Rp. 2,250 juta.20
Berlanjut pada agenda pembuktian sidang selanjutnya, kali ini Jaksa Penuntut Umum
KPK menghadirkan tiga orang saksi yaitu Najmul Fikri selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat Kabupaten Mesuji, Fuad Amrullah selaku Ketua DPRD Kabupaten
Mesuji, serta Saply,T.H selaku Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati Kabupaten Mesuji. Najmul Fikri
dalam kesaksiannya menerangkan pada tahun 2018 Plt. Bupati Saply dan Ketua DPRD Fuad
Amrullah turut menerima sejumlah paket proyek di Dinas PUPR, hal tersebut diterangkan
berdasar pada nama-nama ploting yang pernah dilihat seperti Taufik Hidayat, Kepolisian,
Kejaksaan, Ketua DPRD Mesuji serta Wakil Bupati. Dirinya juga menerangkan sesuai dengan
20 Fakta Persidangan dalam pemeriksaan saksi An. Terdakwa Khamami, Wawan Suhendra, Taufik Hidayat. Senin
24 Juni 2019 di Pengadilan Tipikor PN Tanjungkarang.
BAP pemeriksaan dirinya nomor 47 dijelaskan bahwa Bupati Khamami yang menentukan
plotting dan paket-paket pekerjaan itu serta yang menerimanya adalah Taufik Hidayat, Pakcik
kerabat Bupati, Rizon mantan timses pencalonan Bupati, Polda Lampung, Lukman (oknum
wartawan), Kejaksaan Negeri Tulang Bawang, Kejaksaan Tinggi, dengan paket pengadaan
langsung. Lanjut, dirinya menerangkan tidak pernah melihat secara langsung penetuan-penetuan
list proyek tersebut tetapi hanya berdasar pada laporan lisan yang disampaikan Wawan Suhendra
selaku Sekretaris Dinas nya. Saat itu juga Najmul Fikri mengetahui oknum wartawan yang
menerima paket proyek di Dinas PUPR Mesuji salah satunya adalah JS (inisial), kepala biro
sebuah Koran harian di Mesuji. JS mendapatkan proyek mengatasnamakan Plt. Bupati Mesuji
Saply pada APBD murni dan perubahan. Pada APBD murni, JS melalui CV Nabalaga ,mendapat
pengadaan material ruas jalan senilai Rp. 2,3 miliar, kemudian pada pengadaan yang sama
dengan nilai proyek Rp. 2,1 miliar, lalu pada APBD perubahan, JS mendapatkan proyek senilai
Rp. 2,4 miliar. Paket proyek tersebut disebut sebagai hasil plotting proyek untuk menghilangkan
sorotan dari media.21
Plt. Bupati Mesuji Saply, membantah dirinya mendapatkan plotting sebagaimana
diterangkan oleh Najmul Fikri. Dirinya hanya mengetahui bahwa JS merupakan wartawan dan
Sintong (yang memplotting proyek bersama JS) merupakan adiknya JS. Saply menambahkan
bahwa selama ini tidak tahu dan terlibat dalam plotting proyek, tugasnya hanya membantu
Bupati. Menindaklanjuti hasil pertemuan-pertemuan Bupati dengan inspektorat, dirinya juga
menerangkan tidak tahu, bahkan dirinya menegaskan tidak pernah mendapatkan pekerjaan
apapun dari Bupati, dapat fee pun tidak pernah sama sekali. Terkait nota dinas dirinya
mengetahui tetapi tidak pernah terlibat dalam permainan nota-nota dinas yang ada. Mendengar
keterangan-keterangan dari Saply, Jaksa KPK mengingatkan bahwa Saply tidak perlu berbohong
sebab dirinya telah disumpah dalam persidangan dan ada ancaman pidana terkait menerangkan
keterangan palsu di muka persidangan.22
Ketua DPRD Kabupaten Mesuji Fuad Amrullah menerangkan bahwa DPRD Kabupaten
Mesuji sempat mengajukan hak interplasi kepada Pemkab Mesuji. Selanjutnya Fuad
menerangkan bahwa pada tahun 2016 dirinya sempat melapor ke Provinsi terkait nota dinas, dan
21 Fakta Persidangan dalam pemeriksaan saksi An. Terdakwa Khamami, Wawan Suhendra, Taufik Hidayat. Kamis
12 Juli 2019 di Pengadilan Tipikor PN Tanjungkarang. 22 Fakta Persidangan dalam pemeriksaan saksi An. Terdakwa Khamami, Wawan Suhendra, Taufik Hidayat. Kamis
12 Juli 2019 di Pengadilan Tipikor PN Tanjungkarang.
diwaktu yang sama Pemkab Mesuji dilaporkan ke Mabes Polri. DPRD menjadi saksi, namun
tahun 2017 pemilihan kepala daerah sehingga tidak ada dinamika atas laporan tersebut. Pada
tahun 2018 teman-teman DPRD menjadi saksi. Pengawasan terkait nota dinas dilakukan dengan
memanggil Bupati Mesuji berkaitan dengan kebijakan nota dinas serta kebijakan lainnya. Hak
interplasi diinisiasi pada Juni 2018. Pada saat itu Bupati mengatakan dalam penggunaan nota
dinas tujuannya adalah efisiensi anggaran, namun hak interplasi belum membuahkan hasil
dikarenakan telah terjadi OTT yang dilakukan KPK. Interplasi yang dilakukan DPRD tidak
berfokus pada pemotongan anggaran dinas, tetapi ada beberapa pihak dari tahun 2017 hingga
2018 ada OPD yang menyampaikan bahwa ada keluhan pencairan OPD tidak keluar, karena
Bupati menetapkan nota dinas dan hal ini harus ditangani sebab setiap tahun anggaran silpa
making tinggi.23
Pada Kamis 18 Juli 2019, saksi mahkota dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK
yaitu Wawan Suhendra selaku Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Mesuji. Dalam keterangannya,
Wawan menerangkan bahwa Kapolda dan Wakapolda Lampung yang saat itu dijabat Irjen
Suntana dan Brigjen Angesta Romano Yoyol menerima fee proyek. Hal ini diungkapkan Wawan
ketika menjawab pertanyaan Jaksa. Dirinya menerangkan bahwa pemberian uang kepada
Kapolda dan Wakapolda itu bersumber dari Kardinal. Penyerahan uang dilakukan dirumah dinas
Kapolda karena sebelumnya Bupati mengatakan ingin melakukan silaturahmi kepada Kapolda,
lalu Bupati minta carikan uang, dirinya diperintahkan Khamami menemui Kardinal setelah itu
Kardinal memberikan uang Rp. 200 juta. Wawan juga menerangkan diperintahkan oleh Najmul
Fikri untuk bersilaturahmi ke rumah dinas Kajati Lampung. Sesampai dirumah dinas Kapolda,
Wawan menunggu dimobil. Najmul Fikri dan Khamami masuk, tidak beberapa lama keduanya
keluar rumah bersama Kapolda. Lalu Najmul Fikri menghapiri Wawan dan meminta uang Rp.
150 juta yang sebelumnya dimintakan kepada Kardinal. Setelah itu Wawan, Khamami, Najmul
Fikri dan Kapolda berangkat menuju rumah dinas Wakapolda. Sesampainya dirumah dinas
Wakapolda, Khamami langsung memberikan uang sebesar Rp. 50 juta kepada Wakapolda.
Wawan menambahkan bahwa sebelum penyerahan uang tersebut, Khamami meminta Wawan
dan Najmul Fikri mem-plotting calon pemenang proyek. Ada nama-nama permintaan dari
23 Fakta Persidangan dalam pemeriksaan saksi An. Terdakwa Khamami, Wawan Suhendra, Taufik Hidayat. Kamis
12 Juli 2019 di Pengadilan Tipikor PN Tanjungkarang.
Taufik Hidayat, lalu ada empat dari tujuh paket proyek di Bidang Cipta Karya Dinas PUPR yang
tidak bisa dikondisikan, hal ini membuat Khamami marah dan memerintahkan Wawan
mendekati pemenang agar bisa berkontribusi memberikan fee kepada Khamami. Lalu wawan
mengatakan ada ratusan paket proyek penunjukan langsung (PL) yang diberikan kepada oknum
LSM, wartawan dan tim sukses Khamami.24
PUSKAMSIKHAM mencatat setidaknya ada beberapa oknum yang diduga terlibat dalam
fee proyek Dinas PUPR Kabupaten Mesuji ini. Nama-nama oknum telah sering disebut beberapa
saksi terlibat dalam paket proyek Dinas PUPR, diantaranya mantan Kapolda dan Wakapolda
Lampung Irjen Suntana dan Brigjen Angesta Romano Yoyol sebagaimana diterangkan oleh saksi
mahkota dalam perkara ini yaitu Wawan Suhendra selaku Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten
Mesuji. Sementara itu dugaan keterlibatan Kepala Dinas PUPR Najmul Fikri juga harus
diperiksa lebih lanjut oleh KPK, sebab berbagai plotting paket proyek di Dinas PUPR tentunya
berasal dari pengesahan Najmul sebagai Kepala Dinas. Lebih dari itu, walaupun mantan
Wakapolda Lampung Brgijen Angesta Romno Yoyol membantah kepada tim wartawan Radar
Lampung terkait dirinya menerima pemberian uang-uang proyek dari Khamami,25 tetapi yang
disampaikan oleh Wawan Suhendra merupakan fakta persidangan dan terlebih Wawan yang
dihadirkan sebagai saksi mahkota telah disumpah dimuka pengadilan.
Merujuk pada pendapat ahli Hukum Pidana Prof. Dr. Edy O.S Hiraeij menjelaskan bahwa
berdasarkan interpretasi doktriner, kata “bukti” atau “evidence” atau “bewijs” adalah informasi
yang memberikan dasar-dasar yang mendukung suatu keyakinan bahwa beberapa bagian atau
keseluruhan fakta itu benar. Alat bukti yang berlaku universal dalam sistem peradilan pidana
adalah saksi (witness), ahli (expert), dokumen, dan real evidence atau physical evidence yang
dalam konteks hukum acara pidana di Indonesia dikenal dengan istilah barang bukti. Saksi
dimaksud adalah saksi yang memberatkan (de charge) maupun saksi yang meringankan (a de
charge), yang relevan dengan perkara yang sedang diproses. Pembuktian dalam hukum pidana
dimulai sejak tahap penyelidikan dan/atau penyidikan sampai pada tahap pemeriksaan di sidang
pengadilan. Oleh karena itu penyidik maupun penuntut dapat meminta keterangan saksi yang
memberatkan mulai dari tahap penyelidikan dan atau penyidikan sampai tahap persidangan.
Begitu pula sebaliknya, sebagai penyeimbang, tersangka dapat meminta keterangan saksi yang
24 Fakta Persidangan dalam pemeriksaan saksi An. Terdakwa Khamami, Wawan Suhendra, Taufik Hidayat. Kamis
18 Juli 2019 di Pengadilan Tipikor PN Tanjungkarang. 25 Berita Harian Radar Lampung, “Nama Eks Kapolda-Wakapolda Kembali Disebut di Sidang”, Jumat 19 Juli 2019.
meringankan mulai dari tahap penyelidikan dan atau penyidikan sampai tahap persidangan.
Pengajuan bukti oleh tersangka atau terdakwa sesuai dengan prinsip exculpatory evidence yang
berarti tersangka atau terdakwa berhak menunjukan bukti apapun termasuk keterangan saksi
yang meringankan untuk menunjukan bahwa ia tidak bersalah. Hal ini untuk mencegah
terjadinya unfair prejudice atau persangkaan yang tidak wajar terhadap tersangka.26 Artinya
keterangan yang disampaikan Wawan Suhendra merupakan suatu untuk memeriksa Mantan
Kapolda (Irjen Suntana) dan Mantan Wakapolda (Brigjen Angesta Romno Yoyol) terlibat dalam
fee proyek Dinas PUPR Kabupaten Mesuji TA 2018.
Berdasar pada ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatur bahwa “Perintah penangkapan dilakukan
terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan
yang cukup”. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 telah memutuskan
bahwa yang dimaksud dengan “Bukti Permulaan Yang Cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal
17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai dengan minimal
dua alat bukti sesuai dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP.27 PUSKAMSIKHAM menilai adanya
keterangan dari Wawan Suhendra belum bisa dijadikan sebagai bukti permulaan yang cukup
tetapi hal tersebut dapat berubah menjadi bukti permulaan yang cukup jika KPK ingin segera
mengusut dugaan keterlibatan Mantan Kapolda dan Wakapolda Lampung dalam perkara
Khamami tersebut dengan mencari bukti (bewijs) penunjang lain seperti surat atau petunjuk serta
berdasar dari keterangan terdakwa lain (Khamami dan Taufik Hidayat) karena dalam agenda
pembuktian Jaksa Penuntut Umum KPK telah beberapa kali menghadirkan alat bukti surat-surat
yang berakitan dengan list nama pemenang proyek di Dinas PUPR Kabupaten Mesuji.
Selain itu, penyalahgunaan wewenang Terdakwa Khamami selaku Bupati Mesuji pun
menjadi efek domino bagi pelaksanaan proses pengadaan barang dan jasa Dinas PUPR TA 2018.
Sepatutnya, Khamami juga didakwakan melakukan unsur secara melawan hukum dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara. Artinya,
perbuatan Khamami selaku Bupati tidak hanya dipandang sebagai perbuatan menerima proyek
saja, tetapi ada penyelahgunaan kewenangan dimana Khamami memerintahkan Kepala Dinas
26 Lihat pendapat Prof. Dr. Edy O.S Hiraeij sebagai ahli Pemohon dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
65/PUU/VIII/2010 A.N. Pemohon Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H.,M.Si terhadap pengertian keterangan saksi
yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana 27 Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Bukti Permulaan Yang Cukup
dan Sekretaris Dinasnya memenangkan adik kandungnya sendiri (Taufik Hidayat) selaku
pemenang tender - selain proyek Sibron Aziz -. Berdasar pada Yurisprudensi Mahkamah Agung
RI Nomor 183 K/PID/1987 tanggal 29 Juni 1989 dalam pertimbangan hukumnya menyebutkan
bahwa menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, cukup dinilai dari kenyataan
yang terjadi atau dihubungkan dengan perilaku terdakwa sesuai dengan kewenangan yang
dimilikinya karena jabatan atau kedudukan.28 Telebih total dana penerimaan fee proyek yang
diterima Khamami selaku Bupati mencapai Rp. 2,430 miliar (kerugian negara dari pemotongan
anggaran Pengadaan Dinas PUPR Mesuji) dari pemotongan 12 persen dari nilai proyek yang
telah ditentukan oleh Pengguna Anggaran (Khamami).
C. KESIMPULAN
Sepatutnya, berdasarkan uraian fakta persidangan kasus gratifikasi fee proyek di Dinas
PUPR Kabupaten Mesuji ini serta merujuk pada pendapat ahli hukum Prof. Dr. Bagir Manan
yang menganggap bahwa konsep negara kesejahteraan (the walfare state) dan ajaran “demokrasi
materiil” atau “demokrasi sosial”, fungsi pelayanan publik makin dimaknai sebagai fungsi
kesejahteraan, sehingga konsekuensinya fungsi pelayanan semestinya lebih mengedepankan
fungsi manajerial atau fungsi pengelolaan yang bekaitan dengan memenuhi hajat hidup rakyat
banyak, bukan justru hanya mementingkan golongan pribadi (kerabat, sahabat, rekanan). Hal
seperti ini harus terus dibenahi terutama pada sektor Pemerintahan. Tata kelola pemerintahan
yang mengedepankan prinsip “good governance” harus terus diwujudkan, sebab pengadaan
barang dan jasa yang tidak saling mempengaruhi baik langsung ataupun tidak langsung yang
berakibat pada persaingan usaha tidak sehat, adanya pertentangan kepentingan pihak tertentu,