BAB 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Anak-anak sangat rentan terhadap berbagai penyakit yang bisa disebabkan oleh kuman, virus, dan mikroorganisme lain seperti Bronkupneumonia ini. Faktor lingkungan merupakan salah satu penyebabnya. Anak sangat suka bermain di dalam ataupun di luar rumah sehingga perlu memperhatikan lingkungan di sekitar anak. Penyakit yang sering tejadi pada anak yaitu penyakit pada saluran pernafasan. Salah satu penyakit saluran pernafasan pada anak adalah bronkopneumonia. Di negara maju penyakit ini banyak ditemukan. Selain itu, di negara berkembang juga banyak ditemukan dan penyakit ini merupakan penyakit yang menyebabkan kematian pada anak usia 0 sampai 6 tahun. Penyakit Bronkopneumonia di Indonesia berada di posisi kedelapan dari sepuluh penyakit yang dirawat di Rumah Sakit di seluruh Indonesia setelah diare, demam berdarah dengue, tipoid, demam peyebabnya tidak diketahui, dsypepsia, hipertensi, ISPA. Peran perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non
infeksi yang perlu dipertimbangkan.
Anak-anak sangat rentan terhadap berbagai penyakit yang bisa disebabkan oleh
kuman, virus, dan mikroorganisme lain seperti Bronkupneumonia ini. Faktor lingkungan
merupakan salah satu penyebabnya. Anak sangat suka bermain di dalam ataupun di luar
rumah sehingga perlu memperhatikan lingkungan di sekitar anak. Penyakit yang sering
tejadi pada anak yaitu penyakit pada saluran pernafasan. Salah satu penyakit saluran
pernafasan pada anak adalah bronkopneumonia. Di negara maju penyakit ini banyak
ditemukan. Selain itu, di negara berkembang juga banyak ditemukan dan penyakit ini
merupakan penyakit yang menyebabkan kematian pada anak usia 0 sampai 6 tahun.
Penyakit Bronkopneumonia di Indonesia berada di posisi kedelapan dari sepuluh
penyakit yang dirawat di Rumah Sakit di seluruh Indonesia setelah diare, demam berdarah
dengue, tipoid, demam peyebabnya tidak diketahui, dsypepsia, hipertensi, ISPA. Peran
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
meliputi usaha promotif yaitu dengan selalu menjaga kebersihan baik fisik maupun
lingkungan, upaya preventif dilakukan dengan cara memberikan obat sesuai dengan
indikasi yang di anjurkan oleh dokter, dan upaya kuratif perawat dalam memulihkan
kondisi klien dengan menganjurkan orang tua klien unutk membawa ke rumah sakit. Hal
ini dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan klien.
1
1.2 Tujuan
1.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan bronkopneumonia.
1.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan etiologi bronkopneumonia.
1.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala serta patofisiologi
bronkopneumonia.
1.2.4 Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis bronkopneumonia.
1.2.5 Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan, pencegahan, dan pemeriksaan
penunjang bronkopneumonia.
1.2.6 Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan
bronkopneumonia.
1.3 Implikasi Keperawatan
1.3.1 Perawat sebagai care giver, memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada
pasien dengan kelaian bronkupneumonia.
1.3.2 Perawat sebagai konselor , menjelaskan tentang kelainan yang terjadi pada pasien
kepada keluarga pasien
1.3.3 Perawat memberikan penjelasan tentang penatalaksanaan dan pengobatan kepada
keluarga klien
2
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Peneumonia merupakan infeksi akut pada jaringan paru yang disebabkan
mikroorganisme, dan sebagian besar diakibatkan oleh bakteri seperti Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia
merupakan infeksi saluran napas bagian bawah (Corwin, 2009).
Peradangan akibat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh
eksudat, sehingga pertukaran gas tidak dapat terjadi. Bronkopneumonia adalah pneumonia
yang menyerang satu atau lebih lobus ditandai dengan bercak berdiameter 3-4 cm
mengelilingi dan mengenai bronkhus (Soemantri, 2007).
Kesimpulannya bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah
peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa
distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat
disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.
Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau
bronkiolitis.
2.2 Epidemiologi
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan
WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi
pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan
penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian
akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab
pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan
3
waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia
diberikan antibiotika secara empiris.
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang terbesar
penyebab kematian anak usia di balita (Depkes RI, 2008). Pneumonia membunuh anak
lebih banyak daripada penyakit lain apapun, mencakup hampir 1 dari 5 kematian balita,
membunuh lebih dari 2 juta balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara
berkembang. Oleh karena itu pneumonia disebut sebagai pembunuh anak nomor satu. Di
negara berkembang pneumonia merupakan penyakit yang terabaikan atau penyakit yang
terlupakan karena begitu banyak anak yang meninggal karena pneumonia, namun sangat
sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia (Kemenkes RI, 2010).
2.3 Etiologi
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,
mikrobakteri, mikoplasma, dan riketsia.
a) Bakteri : Streptococcus, Staphylococus, H. Influenza, Klebsiella.
b) Virus : Legionella pneumonia
c) Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
Selain faktor infeksi bronkopneumonia dapat terjadi akibat :
a) Bronkopneumonia hidrokarbon dapat terjadi oleh karena aspirasi selama
penelanan muntah atau pemasangan selang NGT (zat hidrokarbon seperti pelitur,
minyak tanah dan bensin).
b) Bronkopneumonia lipoid dapat terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung
minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang
mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan
dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak
ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis
minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak
tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
4
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang
daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut
dank arena adanya pneumocystis crania (Smeltzer, 2002).
2.4 Tanda dan Gejala
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris bagian atas,
kemudian ditandai dengan:
1) Suhu tubuh meningkat selama beberapa hari (39,5-40,5 derajat Celcius) yang
disertai kejang.
2) Gelisah dan malaise
3) Nafsu makan berkurang dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk.
4) Takhipnea (25 sampai 45 kali/menit).
5) Dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung.
6) Sianosis disekitar hidung dan mulut.
7) Kadang disertai muntah dan diare.
8) Pada permulaan penyakit jarang ditemukan penyakit, tapi setelah beberapa hari
akan muncul kering, kemudian menjadi produktif (sputum hijau dan prulen)
9) Terdengar suara ronchi basah nyaring halus dan sedang ketika di auskultasi.
(Ngastiyah, 2005 dan Mansjoer, 2000)
2.5 Patofisiologi
Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus influenza atau karena aspirasi
makanan dan minuman. Bakteri masuk ke dalam jarinagn paru-paru melalui saluran
pernafasan dari atas untuk mencapai bronkiolus dan kemudian alveolus sekitarnya.
Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru-paru, lebih
banyak pada bagian basal. Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang
ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus
5
infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkhioli
dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang
kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial.
Kuman pnemukokus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli ke seluruh segmen
atau lobus. Eritrosit mengalami pembesaran dan beberapa lekosit dari kapiler paru-paru.
Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin dan
serta relative sedikit lekosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak
berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah
menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relative lebih sedikit eritrosit. Kuman
pnemukokus di fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag
masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman pnemokokus di dalamnya.
Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak abu-abu kekuning-kuningan.
Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin di buang dari alveoli
sehingga terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan
kemampuan dalam pertukaran gas. Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat
berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka
membrane dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan
proses difusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada
penurunan jumlah oksigen yang di bawa oleh darah. Penurunan itu yang secara klinis
penderita mengalami pucat sampai sianosis.
Terdapatnya cairan purulen pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan pada paru sehingga dapat mengakibatkan penurunan kemampuan mengambil
oksigen dari luar dan berkurangnya kapasitas paru. Selain itu organisasi eksudat dapat
terjadi karena absorsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh,
mengandung banyak kuman penyebab (strepkokus, virus dan lain-lain). Selanjutnya
eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus.
Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita
mengalami sesak nafas. Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan
mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen
bronkus sehingga timbul peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus sehingga timbul
peningkatan reflek batuk. Perjalanan patofisiologi di atas bias berlangsung sebaliknya
6
yaitu didahului dulu dengan infeksi pada bronkus kemudian berkembang menjadi infeksi
pada paru.
Di alveoli akan terjadi respon yang khas yang terdiri dari 4 tahap yang berurutan,
yaitu:
1) Kongesti (4 s/d 12 jam pertama). Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya). Paru-paru tampak merah dan bergranula
karena sel-sel darah merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli.
3) Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari). Paru-paru tampak kelabu karena lekosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4) Resolusi (7 s/d 11 hari). Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula. Bercak-bercak infiltrat yang
terbentuk adalah bercak-bercak yang difus, mengikuti pembagian dan penyebaran
bronkus dan ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang
mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil.
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang timbul dari bronkopneumonia antara lain:
1. Empiema, yaitu penumpukan nanah di ruang antara paru-paru dan permukaan bagian
dalam dari dinding dada (rongga pleura).
2. Otitis media akut adalah peradangan pada sebagian atau seluruh dari selaput
permukaan telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid akibat
infeksi bakteri atau virus.
3. Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal.
4. Emfisema adalah Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
5. Meningitis adalah peradangan serius dari meninges, membran tipis penutup otak dan
sumsum tulang belakang. Disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau jamur. 7
6. Efusi pleura adalah koleksi abnormal cairan di ruang antara lapisan tipis yang
menyelubungi paru dan melapisi dinding rongga dada (pleura).
7. Abses paru adalah lesi paru berupa supurasi dan nekrosis jaringan.
8. Pneumothoraks
9. Gagal napas dan sepsis.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1) Bronkoscopy. Pengambilan sekret secara broncoscopy untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sukar.
2) Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000-40.000 / m dengan pergeseran
LED meninggi.
3) Pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation
perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung
kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal nafas.
4) Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat
membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.
5) Pada foto torax terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan
paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya sebanding dengan derajat
klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya
lebih berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai :
a. Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris
b. Penebalan pleura pada pleuritis
c. Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum,
pneumotoraks, abses, pneumatokel
2.8 Penatalaksanaan
1. Menjaga kelancaran pernafasan
8
2. Memenuhi kebutuhan istirahat. Pasien sering mengalami hiperpireksia, sehingga
semua kebutuhan pasien harus ditolong di tempat tidur.
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan. Pasien dengan bronkopneumonia hampir selalu
mengalami masukan makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama
beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi.
Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan cairan
glukosa 5% dan NaCl 0,9%.
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Pengobatan dengan pemberian sesuai dengan etiologi dan uji resisten. Jika pasien
membutuhkan terapi secepatnya maka diberikan Penisilin ditambah
Cloramfenikal atau antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti Amphisilin.
Pengobatan diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Karena sebagian besar
pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang nutrisi dan hipoksia.
Dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
Berikut dosis obat yang diberikan sesuai usia:
1. Umur kurang dari 3 bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia,
Stafilokokus atau Entero bacteriaceae. Kombinasi : Penisilin prokain 50.000-100.000
KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari atau
kombinasi: Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Gentamisin 5-7
mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari. Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan
dengan malnutrisi berat atau penderita immunocompromized.
2. Umur 3 bulan sampai 5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus
pneumonia, Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak dapat diketahui
kuman penyebabnya, maka secara praktis dipakai kombinasi: Penisilin prokain 50.000-
100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam
IV/oral, 4 kali sehari atau kombinasi: Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali
sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari atau kombinasi: Eritromisin
50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sda).
3. Anak-anak lebih dari 5 tahun yang non toksis, biasanya disebabkan oleh Streptokokus
pneumonia, maka gunakan:
a. Penisilin prokain IM; 9
b. Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari;
c. Eritromisin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari;
d. Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari;
e. Mikoplasma pneumonia : Eritromisin 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose 5% dan Nacl