1 Pendahuluan Cervical Root Syndrome terjadi akibat iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan diskus intervertebralis. Gejalanya adalah nyeri pada leher yang menyebar hingga bahu, lengan atas, atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan atau spasme otot. Brachial palsy merupakan kelumpuhan lengan akibat cederanya pleksus brakialis. Pleksus brakialis merupakan anyaman saraf C.6 sampai T.1 yang mempersarafi bahu, lengan, dan dada. Cervical Root Syndrome dan Brachial Palsy adalah gangguan pada sistem saraf atas yang cukup banyak ditemukan di bagian Rehabilitasi Medik. Kedua gangguan ini bersifat reversibel bila dideteksi dengan cepat dan ditangani dengan tepat. Sehingga penting untuk tenaga medis mengetahui cara mendiagnosis hingga tatalaksana serta tindakan rehabilitasi apa yang dibutuhkan pada kasus ini, guna menurunkan ireversibilitas gangguan fungsi akibat kerusakan saraf.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Pendahuluan
Cervical Root Syndrome terjadi akibat iritasi atau penekanan akar saraf
servikal oleh penonjolan diskus intervertebralis. Gejalanya adalah nyeri pada
leher yang menyebar hingga bahu, lengan atas, atau lengan bawah, parasthesia,
dan kelemahan atau spasme otot.
Brachial palsy merupakan kelumpuhan lengan akibat cederanya pleksus
brakialis. Pleksus brakialis merupakan anyaman saraf C.6 sampai T.1 yang
mempersarafi bahu, lengan, dan dada.
Cervical Root Syndrome dan Brachial Palsy adalah gangguan pada sistem
saraf atas yang cukup banyak ditemukan di bagian Rehabilitasi Medik. Kedua
gangguan ini bersifat reversibel bila dideteksi dengan cepat dan ditangani dengan
tepat. Sehingga penting untuk tenaga medis mengetahui cara mendiagnosis
hingga tatalaksana serta tindakan rehabilitasi apa yang dibutuhkan pada kasus ini,
guna menurunkan ireversibilitas gangguan fungsi akibat kerusakan saraf.
1
2
Isi
Cervical Root Syndrome
DEFINISI
Cervical Root Syndrome atau syndroma akar saraf leher adalah suatu
keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh
penonjolan discus invertebralis, gejalanya adalah nyeri leher yang menyebar ke
bahu, lengan atas atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan atau spasme
otot.
Salah satu contoh penyakitnya adalah Syndrome radikulopati.
Radikulopati berarti radiks posterior dan anterior yang dilanda proses
patologik. Gangguan itu dapat setempat atau menyeluruh.
Dalam mempelajari tentang Cervikal Root Syndroma, ada beberapa istilah yang
perlu diketahui sebagai berikut :
1. Anasthesia : hilang perasaan ketika dirangsang ; hipestesia
2. Hiperesthesia : perasaan terasa berlebihan jika dirangsang (kebalikan
Memelihara sendi otot yang fleksibel dan kuat dengan latihan yang benar.
Pencegahan nyeri cervical ulangan yaitu dengan memperhatikan posisi
saat duduk, mengendarai kendaraan, dan posisi leher yang berkaitan
dengan berbagai pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
Brachial Palsy
A. Definisi Pleksus Brachialis
Pleksus brachialis adalah anyaman (plexus) serat saraf yang dibentuk oleh
belahan anterior saraf spinal C.5,6,7, dan 8 serta hampir seluruh saraf spinal T.1.
Cabang dari C.5 dan C.6 membentuk trunkus superior, saraf spinalis C.7
merupakan trunkus medius dan cabang dari C.8 dan T.1 membentuk trunkus
inferior. Cabang-cabang ini mempersarafi bahu, dada, dan lengan.
Cabang-cabang tersebut saling terjalin. Cabang-cabang anterior trunkus
superior dan medius (C.5,6 dan C.7) kemudian tergabung menjadi satu berkas
yang dinamakan fasikulus lateralis. Cabang anterior trunkus medius (C.7) dan
trunkus inferior (C.8 dan T.1) membentuk fasikulus medialis. Cabang-cabang
posterior ketiga trunkus di atas menyusun fasikulus posterior. Fasikulus-fasikulus
dinamakan medialis, dan posterior karena kedudukan masing-masing terhadap
arteria subklavia. Ketiga trunkus terletak disamping batang leher, sedangkan
ketiga fasikulus berada di daerah aksila.
Ketiga fasikulus merupakan berkas induk dari saraf perifer untuk lengan
dan tangan, yaitu n. Radialis (berinduk pada fasikulus posterior), n.
Muskulokutaneus (berinduk pada fasikulus lateralis), n. Medianus ( berinduk pada
gabungan fasikulus lateralis dan medialis) dan akhirnya n. Kutaneus medialis
brakii serta n. Ulnaris (berinduk pada fasikulus medialis).
13
Singkatnya, untuk lengan atas dan bawah, separuh bagian lateral diurus
semua serabut dalam fasikulus posterior dan oleh serabut yang berasal dari
fasikulus lateralis. Separuh bagian medial lengan atas dan bawah disarafi serabut
sensorik yang berasal dari fasikulus medialis.
B. Definisi Brachial Palsy
Brachial palsy adalah kelumpuhan lengan akibat cederanya pleksus
brakialis. Pleksus brakialis adalah jaringan saraf tulang belakang yang berasal
dari bagian belakang leher, meluas melalui aksila (ketiak), dan mempersarafi
ekstremitas atas (lengan).
Brachial palsy dibagi menjadi atas dan bawah, tergantung batang pleksus
yang terluka. Kelumpuhan pleksus brakialis atas disebut Erb’s palsy, sedangkan
kelumpuhan pleksus brakialis bawah disebut Klumpke palsy, bisa juga terjadi
kelumpuhan total pleksus brakialis.
C. Klasifikasi Brachial Palsy
1. Erb-Duchenne palsy
Kerusakan cabang-cabang C.5-C.6 dari pleksus brakialis yang
menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi, dan
memutar lengan keluar serta hilangnya refleks biseps dan moro. Lengan berada
dalam posisi abduksi, putaran ke dalam, lengan bawah dalam pronasi, dan telapak
tangan ke dorsal. Pada trauma lahir Erb, perlu diperhatikan kemungkinan
terbukanya pula serabut saraf frenikus yang menginervasi otot diafragma.
Pada trauma ringan, hanya berupa edema atau perdarahan ringan pada
pangkal saraf. Secara klinis disamping gejala kelumpuhan Erb, akan terlihat pula
adanya sindrom gangguan nafas. Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis
ditujukkan untuk mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan
mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi otot. Upaya ini
dilakukan dengan imobilisasi pada posisi tertentu selama satu sampai dua minggu
yang kemudian diikuti dengan program latihan. Pada trauma ini, imobilisasi
14
dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi berlawanan dengan
posisi karakteristik kelumpuhan Erb. Lengan yang sakit difiksasi dalam posisi
abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 900.
2. Erb-Duchenne-Klumpke
Lesi yang melibatkan C.4 sampai T.1.
3. Klumpke palsy
Kerusakan cabang-cabang C.8 sampai T.1 pleksus brakialis yang
menyebabkan kelemahan otot-otot pergelangan sehingga terdapat kesulitan untuk
mengepal. Penyebabnya adalah penarikan lengan yang berlebihan. Pada bayi
dapat dijumpai pada bayi letak sungsang atau letak kepala dengan distosia bahu.
Sedangkan pada orang dewasa dijumpai pada orang yang jatuh dan untuk
menyelamatkan dirinya ia menyambar tangkai pohon dan dengan demikian
bergantung dengan tangan memegang tangkai tersebut terlalu lama.
Gejala yang menonjol ialah gejala motorik yang terdiri atas kelumpuhan
LMN pada jari-jari dan tangan, sehingga terdapat claw hand. Pola gangguan
somatesianya berupa anesteia pada kawasan sempit yang membujur dari tepi ulnar
jari kelingking, tangan sampai sepertiga bagian distal lengan bawah.
Tatalaksana klumpke berupa imobilisasi dengan memasang bidang pada
telapak tangan yang sakit pada posisi netral yang dilanjutkan dengan program
latihan.
15
Klumpke Palsy
C. Pencegahan
Sebagai pencegahan umum, dapat dilakukan bedan sesar jika bayi tampak
sangat besar atau terdapat disproporsi cephalopelvic. Namun, tidak semua kasus
dapat dicegah.
D. Epidemiologi
Saat ini, insiden Brachial palsy adalah 0.8 per 1000 kelahiran hidup. Erb-
Duchenne palsy memiliki angka kejadian empat kali lebih banyak dari Klumpke
palsy. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada kasus ini.
F. Etiologi dan Faktor Risiko
Erb-Duchenne palsy merupakan hasil dari traksi ke bawah di bahu atau
lengan, atau traksi lateral terhadap leher. Biasa terjadi akibat trauma lahir.
Klumpke palsy merupakan sekunder untuk traksi ke atas pada lengan. Keduanya
terjadi karena gaya yang dibutuhkan dalam ekstraksi sulit atau traksi yang
dilakukan terlalu kuat dan lama. Beberapa faktor risiko Brachial palsy, yaitu:
Malposisi janin
Distosia bahu
16
Disproporsi cephalopelvic
Ibu diabetes
Manuver Berisiko Brachial Palsy
G. Diagnosis
1. Tanda dan Gejala
Gangguan motorik lengan atas.
Jika diangkat, lengan tampak lemas dan menggantung.
Hiperekstensi dan fleksi pada jari-jari.
Refleks meraih dengan tangan tidak ada.
Atrofi otot yang terlibat.
2. Riwayat
Terdapat riwayat distosia bahu, ibu diabetes, atau disproporsi
cephalopelvic sebagai faktor risiko saat kelahiran, maka dilihat apakah terdapat
penurunan gerakan lengan bayi, kadang-kadang sudah terlihat sejak lahir. Dalam
kasus dewasa terdapat riwayat pernah menggantung lama dengan beban tubuh.
3. Pemeriksaan Fisik
Palpasi clavicula proksimal, humerus proksimal, dan tulang rusuk
Uji sensasi dengan cahaya, sentuhan, dan cubitan
Uji fungsi otot siku, bahu, dan tangan dengan stimulasi dan observasi
Pada Erb-Duchenne palsy, bahu diputar kearah dalam, dan tidak bisa
berotasi keluar.
17
Pada Klumpke palsy, terdapat kehilangan fungsi jari dan interoseus.
4. Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen
CT scan
Elektromiogram
H. Diagnosis Banding
1. Fraktur klavikula
2. Fraktur humeri proksimal physeal
3. Arthritis septik bahu
I. Tatalaksana
1. Tindakan umum
Orang tua di ajarkan untuk meluruskan lengan bayi beberapa kali
sehari.
Pasien dirujuk ke dokter bedah ortopedi untuk pemantauan dan
tatalaksana lebih lanjut
Observasi dan Fisioterapi dengan gerakan dan terapi panas.
18
19
2. Tindakan khusus
Terapi Fisik, dilakukan oleh terapis okupasi, untuk membantu dan
mengedukasi orang tua agar dapat melakukan latihan peregangan dan
ROM pasif dirumah.
Operasi, rekonstruksi saraf dapat dilakukan dengan mikroskop operasi
dengan perbaikan langsung atau grafting saraf terluka jika fungsi pasien
tidak kembali dalam 6 bulan.
Transfer tendon, dapat dilakukan untuk memulihkan rotasi eksternal ke
bahu.
Rilis rotator internal yang ketat, atas indikasi.
Osteotomi humerus, merupakan cara lain mengembalikan posisi
eksternal.
Transfer otot, untuk memulihkan fleksi siku, terutama transfer
Latissimus.
J. Prognosis
80% pasien dengan kelahiran Brachial palsy dapat sembuh secara spontan
pada usia satu tahun. Fisioterapi dan pembedahan dapat membantu lebih banyak
pada kasus anak maupun dewasa. Pasien harus kontrol setiap dua sampai tiga
bulan pemantauan fungsi dan perlu perencanaan tes diagnostik yang tepat.
K. Komplikasi
Kontraktur bahu, siku, dan pergelangan tangan
Gangguan sensoris
Dislokasi bahu
20
Penutup
1. Kesimpulan
Cervical Root Syndrome atau syndroma akar saraf leher adalah
suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf
servikal oleh penonjolan discus invertebralis, gejalanya adalah nyeri
leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah,
parasthesia, dan kelemahan atau spasme otot.
Brachial palsy adalah kelumpuhan lengan akibat cederanya pleksus
brakialis. Pleksus brakialis adalah jaringan saraf tulang belakang yang
berasal dari bagian belakang leher, meluas melalui aksila (ketiak), dan
mempersarafi ekstremitas atas (lengan).
Brachial palsy dibagi menjadi atas dan bawah, tergantung batang
pleksus yang terluka. Kelumpuhan pleksus brakialis atas disebut Erb’s
palsy, sedangkan kelumpuhan pleksus brakialis bawah disebut
Klumpke palsy, bisa juga terjadi kelumpuhan total pleksus brakialis.
Rehabilitasi dapat membantu dalam memperbaiki kondisi dan
pemulihan akibat gangguan saraf, seperti pada kasus Cervical Root
Syndrome dan Brachial Palsy.
Daftar Pustaka
20
21
Alexander, F. Psychosomatic Medicine. George Allen dan Unwin Ltd., London. 1952.
Brodal, D. Neurological Anatomy in Relation to Clinical Medicine. Oxford Press. Toronto. 1969.
Dorfman, L.J. dan Waxman, S.G. Pheripheral nerve. Di Pearlman, A. L. Dan Collins, R.C. (editor) Neurological Pathophysiology. Oxford University Press. New York. Oxford. 1984. Hal. 25-40.
Editorial Committee for the Garantors of Brain 1984. Aids to the Examination of the Peripheral Nervous System. Bailliere Tindall, London Philadelphia Toronto etc. 1986.
Sidharta, P. Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek Umum. PT Dian Rakyat, Jakarta. 1984.
Sidharta, P dan Mardjono, M. Neurologi Klinik Dasar. P.T. Dian Rakyat Jakarta. Cetakan ke-15. 2010. Hal. 77-87.
Spurling, R.G. Lession of the Cervical Intervertebral Disc. Charles C. Thomas. Publication. Springfield Illinois. USA. 1956.