BISNIS INTERNASIONAL
Management Global Revolusi Industri
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bisnis
Internasional
yang dibina oleh Nadiyah Hirfiyana Rosita, SE., MM.
Oleh Kelompok 10:
Siti Fahriyah115020201111033
Jenyarti Dewi Arganata115020201111041
Ulfah Purwaningsih115020201111043
M. Syahril Mubarok115020207111025
Universitas Brawijaya Malang
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jurusan Manajemen
Desember 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat, taufik serta karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan lancar. Pembuatan makalah ini tidak akan
terwujud apabila tidak mendapatkan kehendak-Nya.
Penulisan makalah yang berjudul “Manajemen Global Revolusi
Industri” ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bisnis
Internasional Kelas BF Jurusan Manajemen angkatan 2011.
Kami sadar, dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan
dan kelemahannya, oleh karena itu penulis sangat berharap adanya
kritikan dan saran dari berbagai pihak demi sempurnanya makalah
ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Kami berharap studi
kelayakan ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi
pembaca.
Malang, Desember 2013
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi memberikan peluang sekaligus masalah kepada semua
orang, tergantung dari antisipasi yang disiapkan dan dilaksanakan.
Globalisasi memberikan masalah atau berdampak negatif pada dunia
usaha dalam arti persaingan yang sangat ketat dan tajam serta
suasana yang sangat mudah meledak, apabila SDM dan dunia usaha
bisnis tidak siap atau tidak memiliki nilai jual untuk menghadapi
tantangan yang akan terjadi.
Dampak global yang sudah terjadi misalnya pada tahun 2009 Cina
mampu menggeser Amerika Serikat sebagai negara pengekspor ke posisi
ke-2. Hal tersebut tentunya tak semata-mata Cina raih karena
keajaiban, namun dengan menerapkan pola manajemen yang disiplin dan
kerja keras. Negara yang memiliki sumber daya manusia terbanyak di
dunia ini juga mulai menduduki peringkat pertama di Asia sebagai
negara produsen dengan menggeser kedudukan Jepang.
Seiring semakin nyata adanya globalisasi, praktek-praktek
manajemen pun tentunya harus semakin menjurus ke arah yang dapat
menanggulangi tantangan-tantangan global. Manejemen global tak
semata bagaimana mengetahui isu-isu manajemen internasional tetapi
bagaimana mengaplikasinkan manajemen yang bermutu global di dalam
sebuah organisasi atau perusahaan hingga mampu bersaing secara
global. Pola pikir global manajerial harus mewadahi setiap level
yang ada di perusahaan, kompleksitas dan ketidakpastian selayaknya
menjadi tantangan manajerial untuk terus berkembang. Fenomena
global yang berslogan “dunia tanpa batas” ini memicu organisasi
atau perusahaan untuk mengembangkan pola-pola yang inovatif dalam
setiap aktivitasnya. Manajemen global yang akan dibahas dalam bab
selanjutnya memberikan gambaran mengenai dinamika yang terjadi
dalam era gobalisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Ada beberapa masalah yang dirumuskan dalam makalah ini, yaitu
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan sourcing global dan apa
pentingnya?
2. Apa yang dimasud dengan sistem produksi just-in-time
(JIT)?
3. Bagaimana usaha-usaha Jepang untuk meningkatkan kualitas dan
menurunkan biaya?
4. Apa saja masalah-masalah yang berkaitan dengan JIT?
5. Apa yang dimaksud dengan manufaktur tersinkronisasi?
6. Apa yang dimaksud dengan sistem Six Sigma?
7. Bagaimana penghalang-penghalang bagi standardisasi global
dari proses dan prosedur produksi?
8. Bagaimana memahami solusi rancangan?
9. Bagaimana hambatan-hambatan untuk memenuhi standar-standar
manufaktur?
1.3 Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa mampu:
1. Mengetahui definisi serta memahami pentingnya sourcing
global.
2. Mengetahui sistem produksi just-in-time (JIT).
3. Memahami usaha-usaha Jepang untuk meningkatkan kualitas dan
menurunkan biaya.
4. Memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan JIT.
5. Memahami manufaktur tersinkronisasi.
6. Memahami sistem Six Sigma.
7. Mengidentifikasi penghalang-penghalang bagi standardisasi
global dari proses dan prosedur produksi.
8. Mengetahui beberapa solusi rancangan yaitu rancangan
persilangan dan teknologi lanjutan.
9. Mengetahui hambatan-hambatan untuk memenuhi standar-standar
manufaktur.
.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 SOURCING GLOBAL
2.1.1 Penggunaan Sumber Global
Ketika perusahaan-perusahaan memasuki pasar global, kompetisi
pun meningkat. Hal ini memaksa manajemen perusahaan-perusahaan
internasional dan nasional untuk mencari cara-cara menurunkan biaya
sekaligus meningkatkan produk-produk mereka agar tetap kompetitif.
Seringkali solusi untuk masalah ini adalah outsourcing, yaitu
dengan menyewa pihak-pihak lain untuk mengerjakan kegiatan-kegiatan
yang tidak bersifat inti.
Bisnis global adalah bisnis yang melakukan transaksi barang dan
jasa melewati batas suatu Negara untuk tujuan memperoleh
keuntungan. Dalam perekonomian global, segala bentuk dan ukuran
bisnis internasional/multinational merupakan dasar dari perdagangan
dunia serta perpindahan bahan baku, barang jadi dan jasa-jasa
khusus dari satu Negara ke Negara lain. Cara-cara yang ditempuh
untuk memulai bisnis global salah satunya adalah sourcing
global.
Sourcing Global merupakan proses pengolahan dan/atau pembelian
komponen-komponen dari berbagai penjuru dunia, kemudian merakitnya
ke dalam suatu produk akhir. Dengan kata lain, cara ini merupakan
pembagian kerja secara internasional, artinya kegiatan-kegiatan
tertentu akan dilakukan di Negara-negara yang bisa melakukannya
dengan biaya paling murah.
2.1.2 Alasan-alasan Sourcing Global
Alasan-alasan untuk sourcing global antara lain:
· Untuk mendapatkan biaya yang rendah.
· Produk tertentu yang dibutuhkan oleh perusahaan tidak tersedia
di pasar lokal dan harus diimpor.
· Pesaing asing menggunakan komponen-komponen yang memiliki
kualitas atau rancangan yang lebih baik dibandingkan dengan yang
tersedia di negeri sendiri, sehingga agar kompetitif maka
perusahaan juga harus mendapat komponen-komponen atau mesin-mesin
produksi dari luar negeri.
Perusahaan juga mempunyai pilihan mengenai fasilitas-fasilitas
sistem produksinya, apakah perusahaan akan mengadakan fasilitas itu
sendiri atau menyewa sistem produksi ke perusahaan-perusahaan lain.
Dengan outsourcing, perusahaan bisa fokus pada kompetensi inti
perusahaan dan menggunakan keahlian perusahaan-perusahaan lain
untuk mengurangi biaya dan investasi modal, meningkatkan
fleksibilitas dan kecepatan respon, dan meningkatkan kualitas.
2.1.3 Pengaturan Sourcing Global
Pengaturan sumber produk asing bagi perusahaan dapat berbentuk
sebagai:
1. Anak perusahaan yang dimiliki secara penuh
Mungkin terjadi di suatu Negara dengan biaya tenaga kerja rendah
untuk memasok komponen-komponen bagi pabrik di Negara sendiri, atau
anak perusahaan mungkin menghasilkan suatu produk yang tidak dibuat
di Negara sendiri.
2. Usaha patungan dengan perusahaan asing
Terjadi apabila biaya tenagakerja lebih rendah dibandingkan
tenaga-tenaga kerja di Negara sendiri untuk memasok
komponen-komponen bagi Negara sendiri.
3. Proyek pabrik terikat kontrak (in-bond)
Pabrik di negara sendiri mengirimkan komponen-komponen untuk
diproses dengan mesin-mesin dan dirakit atau hanya dirakit oleh
kontraktor lepas yang terikat dengan proyek.
4. Kontraktor independen di luar negeri
Pada umumnya industry pakaian, perusahaan-perusahaan yang tidak
dimiliki fasilitas-fasilitas produksi, misalnya DKNY, Nike, dan Liz
Claiborne, melakukan kontrak dengan perusahaaan manufaktur asing
untuk membuat pakaian atas spesifikasi yang mereka tentukan dan
dengan label perusahaan sendiri.
5. Perusahaan manufaktur independen di luar negeri.
2.1.4 Pentingnya Sourcing Global
Kekompleksan suatu produk dan tekanan-tekanan yang semakin
meningkat pada perusahaan untuk memfokuskan diri pada bisnis inti
mereka dan menyewa kegiatan-kegiatan lainnya di mana mereka
kekurangan daya saing yang kuat. Selain itu, tekanan-tekanan
persaingan dan penekanan pada berkurangnya siklus dari
konsep-sampai-pemasaran dalam banyak produk dan sektor jasa telah
menghasilkan peningkatan tajam dalam jumlah produk baru yang
tersedia di pasar. Diperkirakan setidaknya 50 persen dari
produk-produk yang sekarang ada di pasar tidak tersedia pada lima
tahun yang lampau. Perkembangan ini telah menciptakan tekanan
tambahan untuk mencari pemasok di seluruh dunia yang mampu
memberikan input dengan harga dan kualitas yang bersaing dan dengan
kecepatan respons yang tinggi terhadap perubahan pasar.
2.1.5 Semakin Meningkatnya Pembelian Elektronik untuk Sourcing
Global
Di banyak perusahaan, fungsi pembelian telah diabaikan selama
bertahun-tahun, sering kali dipandang sebagai kandidat utama untuk
dilakukan secara outsourcing ke perusahaan lain. Namun, pembelian
sekarang semakin dipandang sebagai fungsi yang strategis, tren ini
didorong oleh perkembangan yang sangat cepat melalui
E-procurement.
Tahun-tahun terakhir ini, banyak firma yang mengadakan pengadaan
secara elektronik (e-procurement), baik secara sendiri-sendiri
maupun bekerja sama dengan firma lainnya, untuk menemukan pemasok
atau pelanggan yang potensial, dan memfasilitasi interaksi yang
efisien dan dinamis di antara para pembeli dan pemasok yang
berpeluang tersebut. Suatu media pemasaran elektronik
“business-to-business” (B2B) ini bertujuan untuk mengurangi
ongkos-pengadaan, mempersingkat jalur penawaran, dan menjangkau
pasar yang baru. Sementara bertahun-tahun manajemen perusahaan
berfokus pada alat-alat yang secara langsung memproduksi barang,
sebenarnya pembelian barang-barang dan jasa yang bukan merupakan
bagian dari produk akhir-yang diistilahkan sebagai pengadaan tidak
langsung-adalah juga merupakan hal yang penting. Biaya pengadaan
tidak langsung untuk perawatan, perbaikan, alat-alat operasi,
perlengkapan kantor, serta jasadan perlengkapan lainnya, bisa
mencapai hingga 70 persen dari total biaya yang dikeluarkan oleh
suatu perusahaan. Meskipun total pengeluaran untuk barang-barang
nonproduksi diperkirakan mencapai sekitar $1,4 triliun, banyak
organisasi yang masih terus mengadakan proses pencatatan
tradisional untuk pengadaan tidak langsung ini, meskipun hal itu
dianggap tidak efisien dan memakan biaya yang besar.
2.1.6 Manfaat dari Sistem Pengadaan Elektronik Global
Manfaat-manfaat dari inisiatif pembelian secara elektronik cukup
besar. Suatu penelitian yang dilakukan oleh American Express dan
Ernst & Young menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang
beralih dari pemesanan pembelian secara manual ke sistem pengadaan
secara elektronik otomatis dan telah disederhanakan dapat
mengurangi biaya pemrosesan transaksi sampai dengan 95 persen.
Perusahaan-perusahaan kecil juga menggunakan Internet untuk
membeli bahan-bahan baku, sekaligus menjual produk mereka kepada
konsumen, yang sering kali berada di berbagai belahan dunia. Tentu
saja, munculnya transaksi industry B2B yang dapat diakses secara
luas khususnya bermanfaat untuk pemasok yang lebih kecil dan
memiliki sumber daya terbatas, yang mungkin tidak dapat membangun
dan mempertahankan praktik pengadaan elektronik atau transaksi
pembelian dengan kompetitif secara mandiri, atau sebaliknya untuk
mengeksploitasi manfaat potensial dari pemasok global atau pasar
para pembeli.
Secara keseluruhan, munculnya transaksi B2B berdasarkan industri
dapat membantu optimisasi rantai penawaran yang melintasi seluruh
jaringan organisasi, bukan hanya terjadi dalam satu perusahaan.
Pertukaran-pertukaran ini dapat menciptakan nilai dengan
menggabungkan kekuatan pembelian para pembeli, meningkatkan
efisiensi proses, integrasi rantai penawaran, mendorong penyebaran
informasi isi, dan meningkatkan efisiensi pasar secara keseluruhan
dalam dan antarnega.
2.1.7 Masalah-Masalah dalam Sourcing Global
Alasan utama perusahaan melakukan pembelian ke luar negeri
adalah harga yang lebih murah, namun mereka mungkin terkejut bahwa
ternyata apa yang dibeli tersebut tidaklah benar-benar murah ketika
semua biaya yang berkaitan dengan pembelian tersebut
diperhitungkan.
Untuk pembelian barang-barang modal seperti peralatan
manufaktur, sekarang banyak perusahaan yang menggunakan perhitungan
biaya berdasarkan siklus hidup (life cycle costing). Cara
perhitungan ini digunakan untuk menganalisis keputusan pembelian
berdasarkan masa produktif barang yang dibeli, termasuk nilai tukar
tambah atau perkiraan nilai sisa barang pada masa datang.
Perkiraan biaya-biaya tambahan untuk pembelian impor:
· Angkutan internasional, asuransi, dan pengemasan (10-12%)
· Bea impor (0-50%)
· Biaya pialang pabean (3-5%)
· Persediaan transit atau pipeline (5-15%)
· Biaya Letter of Credit (1%)
· Biaya-biaya perjalanan dan komunikasi internasional (2-8%)
· Tenaga ahli impor perusahaan (5%)
· Pengerjaan kembali produk-produk yang tidak sesuai dengan
spesifikasi (0-15%)
Untuk memastikan biaya angkutan, asuransi, dan pengemasan, calon
importir sebaiknya meminta perhitungan harga dengan syarat-syarat
penjualan CIF pelabuhan masuk dan mensyaratkan barang-barang
dikemas untuk ekspor, kecuali jika seluruh pengiriman dilakukan
dengan angkutan udara. Jika barang-barang tersebut memasuki daerah
bebas bea, maka bea harus ditambahkan sebagai bagian dari biaya
pendaratan. Untuk memperkirakan bea impor, importir sebaiknya
meminta bantuan pialang pabean. Para pialang memiliki pengalaman
mengenai klasifikasi pabean dan biasanya dapat memperoleh saran
yang tidak mengikat dari para inspektur pabean yang bekerja sama
dengannya. Jika barangnya akan diimpor secara rutin, importir
sebaiknya meminta pabean memberikan klasifikasi bea masuk yang
mengikat. Perjanjian tersebut dibuat secara tertulis dan harus
diakui oleh para pejabat paben.
Dalam banyak kasus, suatu perusahaan dapat menggunakan Internet
untuk memperoleh data calon pemasok dengan lebih cepat dan secara
umum dari sumber informasi yang jauh lebih luas daripada yang
pernah ada sebelumnya. Namun memastikan bahwa pemasok yang dipilih
dapat memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan dalam hal kualitas,
pengiriman, harga, dan lain-lain, tetap merupakan suatu tantangan,
khususnya dalam jaringan E-procurement berskala luas yang
melibatkan pemasok-pemasok yang tidak dikenal oleh perusahaan
tersebut.
Faktor keamanan juga sering kali menjadi pertimbangan penting
dalam E-procurement. Agar perdagangan elektronik B2B berhasil,
akses dari luar ke dalam system internal perusahaan menjadi sangat
penting. Perusahaan-perusahaan sangat berhati-hati dalam membuka
detail bisnis mereka-termasuk harga, persediaan, atau spesifikasi
rancangan-kepada competitor, termasuk berisiko kehilangan brand
equity dan margin.
Standar yang berbeda di tiap Negara juga menjadi pertimbangan
dalam menerapkan sistem E-procurement internasional. Di banyak
Negara, dokumen berbentuk kertas diperlukan untuk menerima
pengembalian pajak, dan peraturannya tidak sama di semua Negara.
Kekhawatiran pemerintah akan potensi efek antikompetisi yang
disebabkan kolaborasi antarkompetitor juga dapat menyebabkan
masalah bagi transaksi B2B di seluruh industri.
2.2 SISTEM MANUFAKTUR
2.2.1 Teknologi Produksi Maju – Jepang
Perusahaan internasional memiliki fasilitas manufaktur di
berbagai Negara dengan tingkat kemajuan yang berbeda maka sistem
manufaktur perusahaan bisa berbeda-beda meskipun berada dalam satu
perusahaan.
2.2.2 Sistem Manufaktur Just-in-time
Perusahaan manufaktur Jepang menyadari bahwa akibat keterbatasan
ukuran perekonomian negaranya, mereka harus melakukan ekspor untuk
mencapai pertumbuhan. Mereka juga menyadari bahwa kurangnya sumber
daya alam di negara mereka menyebabkan mereka harus memperoleh
devisa dari ekspor untuk membayar impor minyak, batu bara, dan
bahan-bahan baku. Apa yang harus dilakukan Jepang agar bisa
bersaing secara internasional?
Agar kompetitif di pasar dunia, perusahaan-perusahaan Jepang
harus menawarkan produk-produk berkualitas tinggi dengan harga
rendah. Tetapi saat setelah Perang Dunia II, “Made in Japan”
dianggap berkualitas buruk di seluruh dunia. Tahun 1950-an Jepang
mengundang beberapa pakar AS seperti Juran, Feigenbaum, dan Deming,
yang diabaikan oleh perusahaanperusahaan manufaktur AS.
Untuk mengatasi hal ini, Jepang mengadopsi sistem manufaktur
justin-time (JIT). JIT adalah suatu sistem keseimbangan dalam
manufaktur, dimana terdapat hanya sedikit atau tidak ada penundaan
waktu dan waktu luang dalam proses serta persediaan barang
jadi.
2.2.3 Usaha Jepang Untuk Menurunkan Biaya dan Meningkatkan
Kualitas
A. Menurunkan Biaya
Untuk beroperasi tanpa persediaan, ada syarat-syarat yang harus
dipenuhi:
1. Komponen-komponen (baik yang dibeli dari pemasok luar maupun
yang dibuat dalam pabrik yang sama) haruslah bebas dari kerusakan.
Jika tidak, lini produksi harus dihentikan dan para pekerja pada
semua lini operasi berikutnya harus menunggu input yang dapat
digunakannya.
2. Suku cadang dan komponen-komponen harus dikirimkan ke setiap
titik dalam proses produksi tepat pada waktu yang diperlukan
(karena itu disebut just-in-time).
3. Agar dapat mengurangi persediaan barang jadi namun tetap
dapat merespon pesanan konsumen dengan cepat, perusahaan manufaktur
perlu membentuk unit-unit produksi fleksibel yang mensyaratkan
waktu persiapan yang cepat.
4. Harus ada pengurangan waktu pemrosesan; antara lain dengan
memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut barang
setengah-jadi dari satu operasi ke operasi lainnya. Ini dapat
dicapai dengan mengatur lay-out mesin mengikuti aliran kerja.
5. Manufaktur yang fleksibel memungkinkan perubahan produk
dilakukan dengan cepat, tetapi setiap perubahan dalam lini produksi
tetap memakan biaya. Karena itu, perusahaan manufaktur
menyederhanakan lini-lini produk dan merancang produk-produk yang
menggunakan sebanyak mungkin komponen yang sama.
6. Agar JIT berhasil, perusahaan manufaktur harus bekerja sama
dengan para pemasoknya. Mereka tidak dapat meneruskan cara Amerika
yang memiliki banyak penjual dan kemudian saling mempermainkan
mereka untuk memperoleh harga terbaik.
7. Untuk menekan biaya, meningkatkan kualitas, dan mempersingkat
waktu produksi, manajemen Jepang mengharuskan perancang produk,
manajer produksi, staf pembelian, dan para agen pemasaran untuk
bekerja sebagai sebuah tim, bukan menggunakan ”metode pemadam
kebakaran”.
8. Pertemuan tim tersebut memungkinkan para pemasok untuk
menyarankan pemakaian komponen standar yang lebih murah yang mereka
produksi rutin, bagian manufaktur dapat menunjukkan bagaimana
perubahan rancangan dapat menyederhanakan proses produksi, dan
bagian pemasaran bisa menyumbangkan informasi dari sudut pandang
konsumen; semuanya sebelum produk pertama diproduksi.
B. Meningkatkan Kualitas
Untuk meningkatkan kualitas, para manajer Jepang harus
menggunakan pendekatan hubungan antarmanusia yang berbeda dari
pendekatan yang lazim dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa setiap
orang mulai dari manajemen puncak hingga para pekerja – harus
berkomitmen terhadap kualitas. Konsep yang mereka ambil, seperti
banyak konsep lainnya, berasal dari Amerika Serikat. Manajemen
kualitas total (total quality management – TQM), suatu pendekatan
manajemen menyeluruh perusahaan untuk memastikan kualitas di
seluruh organisasi, ditemukan di Bell Laboratories pada tahun
1920-an.
Diperlukan beberapa tim dalam implementasi TQM, dan salah satu
bentuk tim yang berhasil adalah lingkaran kualitas (quality
circle), gagasan dari Ishikawa, seorang pakar kualitas Jepang.
Lihatlah bagaimana direktur perusahaan Komatsu, pesaing perusahaan
Caterpillar dari Jepang, menjelaskan penggunaan lingkaran kualitas
di perusahaannya.
Sasaran lingkaran kualitas adalah mengambil sebagian tanggung
jawab atas tujuan kualitas setiap bagian: “Anggota lingkaran
kualitas menyadari sejauh mana pencapaian sasaran-sasaran mereka
akan memberikan andil kepada prestasi departmen mereka, dan juga
kepada bisnis perusahaan secara keseluruhan.”
C. Permasalahan dalam Penerapan Sistem JIT Jepang
Banyak perusahaan manufaktur Amerika berbondong-bondong ke
Jepang untuk mempelajari kewajiban just-in-time dan, dengan keliru
hanya meniru satu bagian JIT yaitu: fokus yang sempit pada
penjadwalan persediaan barang-barang, yang disebut oleh sebagian
orang sebagai “JIT kecil.” Mereka gagal untuk menyadari bahwa
bagian yang penting adalah “JIT besar,” yaitu keseluruhan sistem
yang menyangkut manajemen sumber daya manusia, bahan, dan hubungan
dengan para pemasok (disebut juga sebagai lean production). Selain
itu, banyak orang tidak memahami bahwa JIT melibatkan TQM, di mana
perbaikan yang terus menerus merupakan bagian tidak terpisahkan.
Kesulitan lainnya adalah perbedaan sikap (pengaruh budaya) antara
para manajer Jepang dan manajer Negara Barat. Para manajer dan
serikat pekerja Amerika masih sangat menghargai spesialisasi
fungsi-fungsi pekerja berdasarkan sistem manajemen ilmiah Taylor
(Taylor’s scientific management system). Sistem ini bertentangan
dengan prinsip-prinsip lingkaran kualitas. (1) pengambilan
keputusan bersifat partisipatif dan (2) kemampuan para pekerja
untuk memecahkan masalah. Masalah yang lebih jauh dalam
implementasi sistem JIT adalah kegagalan dalam melatih dan
mengintegrasikan pemasok ke dalam sistem tersebut.
2.2.4 Teknologi Produksi Mutakhir – Amerika Serikat
A. Permasalahan dengan JIT
Para pakar produksi Amerika juga menyadari adanya beberapa
permasalahan dengan JIT itu sendiri:
1. JIT terbatas pada operasi yang memproduksi komponen-komponen
yang sama secara berulang-ulang karena JIT merupakan sistem
keseimbangan; di mana semua operasi dirancang untuk memproduksi
komponen dengan jumlah yang sama.
2. Karena JIT adalah suatu sistem keseimbangan, jika suatu
operasi berhenti, maka keseluruhan lini produksi berhenti – tidak
ada persediaan yang menjaga operasi berikutnya terus berjalan.
3. Sulit untuk mencapai sebuah sistem yang seimbang karena
kapasitas produksi berbeda untuk berbagai golongan mesin. Masalah
ini tentunya tidak begitu berat untuk unit-unit produksi besar.
4. JIT tidak mengizinkan rombongan (kontingen), sehingga setiap
keping harus bebas dari kerusakan ketika barang itu diterima dan
janji pengiriman harus dipenuhi. Pemeliharaan pencegahan atau
terencana (preventive/ planned maintenance) sangatlah penting.
Kerusakan mesin yang tiba-tiba akan menghentikan seluruh proses
produksi.
5. Perlu melakukan banyak teknik trial-and-error untuk
menjalankan sistem itu.
B. Manufaktur Tersinkronisasi
Permasalahan dengan JIT, terutama lama waktu yang dibutuhkan
untuk instalasinya dalam sebuah sistem manufaktur, menyebabkan
beberapa perusahaan Amerika menyadari bahwa diperlukan hal lain
untuk membantu mereka memperoleh kembali bagian pasar yang diambil
oleh Jepang. Banyak dari mereka yang beralih ke manufaktur
tersinkronisasi (synchronous manufacturing), yang disebut juga
sebagai teori kendala (theory of constraints – TOC), suatu sistem
pengendalian jadwal dan manufaktur yang berusaha menemukan dan
kemudian menghapuskan atau meminimalkan kendala apa pun yang
menghalangi output produksi yang lebih besar, seperti mesin, orang,
peralatan, dan fasilitas-fasilitas. Output sistem tersebut
ditentukan dan dibatasi oleh output dari operasi yang paling lambat
(bottleneck) yang sedang bekerja dengan kapasitas penuh. Ini mirip
dengan keadaan di mana kecepatan iring-iringan kendaraan dibatasi
oleh kecepatan kendaraan yang paling lambat.
Perbedaan penting lainnya antara JIT dan manufaktur
tersinkronisasi adalah kerusakan suku cadang atau komponen pada
suatu titik proses produksi dapat menghentikan sebuah sistem JIT.
Tetapi karena sistem manufaktur tersinkronisasi memiliki kapasitas
berlebih di semua operasi kecuali pada bottleneck, setiap komponen
rusak yang diproduksi sebelum bottleneck dapat diubah kembali,
dengan demikian seuruh sistem tidak terhenti.
C. Manufaktur Lunak
Manufaktur lunak telah membuat pabrik-pabrik menjadi sangat
gesit. Sebuah perusahaan dapat membuat produk khusus satu demi satu
dengan kecepatan poduksi massal.
D. Six Sigma
Six Sigma adalah suatu proses manajemen bisnis yang
menghubungkan alat bantu analisis yang diteliti dengan
infrastruktur yang jelas dan kepemimpinan dari atas, untuk
mengatasi masalah dan mengoptimalkan proses-proses. Six Sigma
memusatkan perhatian untuk mengurangi variasi dan mengeliminasi
barang-barang rusak sehingga seiring dengan menurunnya jumlah
barang yang rusak, biaya dan siklus waktu pun ikut menurun,
sementara kepuasan konsumen meningkat.
Langkah Six Sigma antara lain:
1. Mendefinisikan proses, menentukan konsumen yang dituju dan
masalah mereka.
2. Memperhatikan pengukuran proses, termasuk mengategorikan
karakteristik utama, memastikan kebenaran sistem pengukuran, dan
mengumpulkan data.
3. Analisis data, mengubah data mentah menjadi informasi yang
menyajikan pemahaman mengenai proses dan mengidentifikasi penyebab
masalah atau kerusakan yang paling utama dan mendasar.
4. Memutuskan perhatian pada perbaikan proses, termasuk
mengembangkan solusi masalah, mengimplementasikan perubahan, dan
menilai perlu tidaknya melakukan perubahan lainnya.
5. Proses dikendalikan untuk mengawasi dan mempertahankan
kinerjanya dari waktu ke waktu.
Intinya Six Sigma adalah metode penciptaan sistem lingkaran
tertutup untuk perbaikan terus-menerus dalam proses bisnis.
E. Teknologi Produksi Eropa
Menurut sumber yang dapat dipercaya, perusahaan manufaktur Eropa
tertinggal lebih kurang dua tahun di belakang rekan-rekan mereka di
Amerika. Akan tetapi, mereka semakin menyadari bahwa mereka harus
melakukan perubahan-perubahan besar, dan bukan hanya kemajuan
bertahap dalam proses dan organisasi, untuk mencapai tingkat
kinerja tinggi seperti yang dimiliki perusahaan-perusahaan di
Amerika dan Jepang. Di Jerman, misalnya, krisis ekonomi yang
disebabkan oleh gaji yang tinggi dan jam kerja yang pendek telah
memaksa manajemen untuk melakukan rekayasa ulang (reengineering),
pembuangan lapisan (delayering), dan pencarian sumber dari luar
(outsourcing) agar memperoleh kembali daya saing globalnya.
2.2.5 Perbandingan Produktivitas dan Daya Saing
Karena manajemen Eropa mempunyai akses pada teknologi produksi
mutakhir dan teknik-teknik manajemen yang sama seperti yang
dilakukan oleh manajemen AS, seharusnya tidak ada perbedaan yang
berarti dalam kinerja perusahaan-perusahaan AS dan Eropa. Meskipun
hasil-hasil perusahaan Eropa telah meningkat di akhir tahun 1990an,
perbedaan penting dalam kinerja tetap ada di awal abad ke-21, dan
masih terdapat beberapa area kunci di mana Eropa masih
ketinggalan.
A. Pemerintah Perlu Menciptakan Perubahan Struktural
Langkah pertama yang dilakukan pemerintah Eropa adalah memerangi
tingkat pengangguran yang tinggi dan menciptakan lingkungan bagi
perluasan bisnis dengan membuat perubahan-perubahan structural
seperti: lebih banyak deregulasi, pajak yang lebih rendah, dan
undang-undang kerja yang tidak terlalu kaku.
B. Upaya Internasional untuk Memperbaiki Kualitas dan Menekan
Biaya
Perusahaan-perusahaan di seluruh dunia telah berhasil
menempatkan sistem JIT atau telah sangat mensinkronisasikan sistem
manufaktur mereka. Lebih dari itu, mereka telah menginstalasikan
proses manufaktur yang terintegrasi dengan komputer
(computer-integrated manufacturing – CIM), yang menggunakan
komputer dan robot untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas
lebih jauh. Contohnya adalah perusahaan Ford yang dapat mengurangi
biaya pengembangan model-model barunya hingga $200 juta per
tahun.
2.2.6 Alasan Standarisasi Sistem Manufaktur Global
Standar adalah dokumentasi dari suatu kesepakatan yang berisi
spesifikasi teknis atau criteria khusus lainnya yang akan digunakan
secara konsisten sebagai pedoman, aturan, atau definisi
karakteristik suatu proses, atau jasa. Standar membantu untuk
memastikan bahwa bahan, produk, proses, dan jasa cocok dengan
kegunaannya.
Di banyak Negara, standar dikembangkan untuk semua lini produk
dan fungsi yang bermacam-macam. Di Amerika Serikat, contohnya, ada
America Sociey for Testing of Materials (ASTM), dan standar yang
dikembangkan oleh ASTM serta organisasi lainnya digunakan sebagai
pengganti persyaratan yang detail dan spesifik untuk memastikan
kualitas dan tingkat kegunaan seperti yang diharapkan. Di Eropa,
standar kualitas yang paling banyak digunakan adalah ISO 9000. ISO
9000 adalah satu kumpulan sistem penjamin kualitas yang terdiri
atas lima standar universal yang telah disepakati oleh
International Organization for Standards (ISO), suatu federasi
badan standar dari sekitar 100 negara. Maksudnya adalah agar
standar ISO 9000 bisa diterapkan di seluruh dunia, untuk
menghindari rintangan teknis dalam perdagangan yang disebabkan oleh
adanya standar yang tidak seimbang di antara Negara-negara, dan
dengan demikian memfasilitasi perdagangan barang dan jasa secara
internasional.
A. Organisasi dan Penempatan Staf
Sebagian dari alasan penggunaan standarisasi global pada sistem
manufaktur sebuah perusahaan adalah pengaruhnya terhadap organisasi
dan penempatan staf.
1. Standarisasi Menjadi Lebih Sederhana dan Lebih Murah.
Standarisasi proses dan prosedur produksi menyederhanakan
organisasi manufaktur di kantor pusat, karena replikasinya
memungkinkan pekerjaan diselesaikan dengan staf personel pendukung
yang lebih sedikit. Lebih sedikit jam kerja yang digunakan untuk
merancang pabrik karena setiap pabrik baru, pada intinya merupakan
versi besar atau kecil dari pabrik yang sudah ada.
2. Logistik Pasokan. Manajemen telah semakin menyadari bahwa
mereka bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan mengatur
seluruh fasilitas produksi perusahaannya dalam sebuah sistem pasoka
logistik yang mencakup semua aktivitas yang diperlukan untuk
memindahkan bahan baku, suku cadang, dan persediaan barang jadi
dari para penjual, antara fasilitas perusahaan satu dengan lainnya,
dan kepada konsumen.
3. Rasionalisasi. Rasionalisasi manufaktur (manufacturing
rationalization), demikian strategi produksi ini disebut,
melibatkan perubahan, dari manufaktur oleh sebuah anak perusahaan
hanya untuk pasar nasionalnya sendiri, menjadi produksi sejumlah
komponen tertentu untuk digunakan oleh semua anak perusahaan. Mobil
Ford Escort, contohnya, bersumber dari sejumlah pabrik Ford.
Perusahaannya memperlihatkan bahaw mobil global tersebut menerima
komponen dari 15 negara.
4. Pembelian. Ketika anak-anak perusahaan asing tidak dapat
membeli bahan baku dan mesin-mesin secara lokal, mereka pada
umumnya mencari bantuan dari departemen pembelian di kantor pusat.
Karena proses yang seragam memerlukan bahan-bahan yang sama di mana
pun, maka para pembeli dapat menangani kebutuhan di luar negeri
hanya dengan menambah pesanan regulernya kepada para pemasok mereka
dan memberikan potongan harga, yang didapatkan dari pembelian dalam
jumlah banyak, kepada anak-anak perusahaan itu.
B. Pengendalian
Semua keuntungan standarisasi global yang telah disebutkan di
atas juga terkait dengan fungsi-fungsi manajemen yang lain.
Terdapat tiga aspek pengendalian, yaitu:
1. Pengendalian kualitas. Ketika peralatan produksi serupa,
pengendalian kualitas oleh kantor pusat terhadap afiliasi luar
negeri menjadi tidak begitu sulit karena manajemen dapat berharap
bahwa semua pabrik mengacu pada standar yang sama. Kantor pusat
dapat membandingkan laporan berkala yang diserahkan semua afiliasi
dan dengan cepat melihat penyimpangan-penyimpangan dari aturan yang
memerlukan tindakan perbaikan, seperti adanya sejumlah besar produk
yang ditolak.
2. Pengendalian Produksi dan Pemeliharaan. Standar tunggal juga
mengurangi tugas pengendalian produksi dan pemeliharaan. Mesin yang
sama seharusnya berproduksi dengan tingkat output yang sama dan
mempunyai frekuensi pemeliharaan yang sama, di mana pun ia berada.
Dalam praktiknya, akan terjadi penyimpangan-penyimpangan yang
disebabkan oleh faktor manusia dan fisik (debu, kelembapan,
temperatur), tetapi paling tidak mesin yang serupa memungkinkan
kantor pusat menetapkan standar-standar untuk menentukan
efektivitas manajemen lokal
C. Perencanaan
Ketika sebuah pabri baru dapat dibangun sebagai duplikat dari
pabrik lain yang telah berfungsi, baik perencanaan maupun
rancangannya akan menjadi lebih sederhana dan lebih cepat.
Dengan kata lain, duplikasi pabrik yang telah ada sangat
mengurangi waktu teknis yang diperlukan dalam merencanakan dan
merancang fasilitas-fasilitas baru serta mengeliminasi sebagian
besar kesulitan yang biasa terjadi setiap memulai operasi baru.
Pastinya, sebuah pabrik yang baru dirancang menimbulkan masalah
ketika didirikan di dalam negeri, tetapi masalah-masalah itu
cenderung menjadi lebih besar jika pabrik itu ditempatkan di
lingkungan berbeda dengan jarak yang sangat jauh dari kantor
pusat.
2.2.7 Penghalang-penghalang Globalisasi Fasilitas Manufaktur
Pada umumnya lebih mudah bagi perusahaan-perusahaan
internasional untuk melakukan standardisasi konsep-konsep manajemen
kulaitas total dan manufaktur tersinkronisasi di afiliasi luar
negeri mereka dibandingkan melakukan standardisasi
fasilitas-fasilitas manufaktur yang sebenarnya. Unit-unit operasi
suatu perusahaan multipabrik internasional berbeda-beda dalam hal
ukuran, mesin-mesin, dan prosedur-prosedurnya karena adanya
intervensi kekuatan lingkungan di luar negeri, terutama kekuatan
ekonomi, budaya, dan politik.
A. Pengaruh Lingkungan
Kekuatan Ekonomi. Elemen terpenting dari kekuatan ekonomi yang
menghalangi standardisasi produksi adalah beraneka ragamnya ukuran
pasar. Faktor ekonomi lain yang mempengaruhi proses oleh perancang
adalah biaya produksi. Automasi cenderung meningkatkan
produktivitas per pekerja karena memerlukan lebih sedikit kerja dan
menghasilkan output yang lebih tinggi per mesin. Tetapi jika output
yang diinginkan mengharuskan mesin-mesin untuk dioperasikan hanya
sebentar, maka biaya modal yang tinggi dari peralatan otomatis
mungkin mengakibatkan biaya produksi yang berlebihan meskipun biaya
tenaga kerjanya rendah.
Kekuatan Budaya. Ketika sebuah pabrik akan dibangun di suatu
Negara industrinyang punya pasar cukup besar dan biaya tenaga kerja
tinggi, proses padat modal jelas akan digunakan. Namun, proses
seperti itu juga mungkin digunakan di Negara-negara berkembang yang
umumnya kekurangan pekerja terampil meskipun terdapat pasokan
tenaga kerja yang melimpah.
Kekuatan politik. Dalam perencanaan sebuah fasilitas manufaktur
baru di suatu Negara berkembang, manajemen sering kali menghadapi
paradoks menarik. Walaupun Negara tersebut sangat memerlukan
penciptaan lapangan kerja baru, yang cenderung padat karya, namun
para pejabat pemerintah sering kali menuntut penggunaan peralatan
paling modern.
B. Beberapa Solusi Rancangan
Sering kali, setelah mempertimbangkan variabel-variabel
lingkungan, rancangan pabrik yang dihasilkan akan berupa
persilangan (hybrid) atau rancangan yang menggunakan teknologi
lanjutan (intermediate).
Rancangan Persilangan (Hybrid Design). Secara umum, dalam
merancang pabrik-pabrik untuk negara berkembang, para insinyur akan
menggunakan persilangan dari proses padat modal ketika mereka
memperlimbangkan pentingnya memastikan kualitas produk dan proses
padat karya untuk mengambil keuntungan dari berlimpahnya tenaga
kerja tidak terlatih.
Teknologi Lanjutan (Intermediate Technology). Tahun-tahun
terakhir ini, tekanan pertumbuhan populasi dan kenaikan biaya modal
telah memaksa pemerintahan negara-negara berkembang untuk mencari
proses yang tidak berautomasi tinggi. Mereka yakin bahwa pasti ada
suatu jalan tengah antara proses padat modal dan padat karya yang
akan menciptakan lebih banyak Iapangan kerja, memerlukan lebih
sedikit modal, tetapi tetap menghasilkan kualitas produk yang
dikehendaki. Pemerintah mendorong para investor untuk
mempertimbangkan suatu teknologi lanjutan (intermediate technology)
yang sayangnya, belum tersedia di negara-negara industri. Ini
berarti bahwa perusahaan-perusahaan internasional (IC) tidak dapat
mentransfer teknologi yang biasa mereka gunakan, tetapi harus
mengembangkan metode-metode manufaktur yang baru dan berbeda.
Mungkin juga penghematan karena berkurangnya biaya modal dari
teknologi lanjutan ini terhapus oleh biaya memulai yang lebih
tinggi dan biaya transfer yang lebih besar.
2.2.8 Sistem Manufaktur Lokal
A. Dasar untuk Perusahaan
Kecuali untuk pabrik-pabrik di negara-negara industri besar,
perusahaan manufaktur lokal biasanya merupakan versi skala kecil
dari organisasi yang dibentuk di induk perusahaan. Jika di negara
asal perusahaan itu diorganisasikan oleh perusahaanperusahaan atau
divisi-divisi produk (ban, produk industri, kimia), anak perusahaan
akan dibagi dalam departemen-departemen produk.
Perusahaan-perusahaan manufaktur yang menggunakan organisasi proses
(dibagi dalam departemen-departemen menurut proses-proses produksi)
dalam operasi domestik akan menetapkan struktur yang serupa pada
afiliasi mereka di luar negeri. Dalam sebuah pabrik kotak kertas,
departemendepartemen yang terpisah akan memotong kayu gelondongan,
memproduksi kertas, clan merakit kotak-kotak. Perbedaan yang dapat
dilihat antara operasi-operasi luar negeri dan domestik hanyalah
bahwa dalam pabrik di luar negeri semua proses ini kemungkinan
besar terjadi di satu lokasi karena ukuran dari tiap-tiap
departemen lebih kecil.
B. Integrasi Horizontal dan Vertikal
Perusahaan manufaktur lokal jarang terintegrasi baik secara
vertikal maupun horizontal sejauh induk perusahaannya. Beberapa
integrasi vertikal bersifat tradisional, seperti dalam kasus pabrik
kotak kertas tadi, dan sebagian akan terjadi apabila diperlukan
untuk memastikan pasokan bahan baku. Dalam situasi ini, anak
perusahaan mungkin lebih terintegrasi secara vertikal dibandingkan
induk perusahaan, yang inputnya banyak bergantung pada
sumber-sumber dari luar. Meskipun demikian, investasi tambahan
adalah suatu penghambat integrasi vertikal, sama halnya seperti
keuntungan tambahan yang diperoleh dengan memasok input kepada
konsumen yang terperangkap dari pabrikpabrik negara asal.
Integrasi horizontal sangat jarang terjadi di anak-anak
perusahaan asing, meskipun restoran, bank, pabrik pemrosesan
makanan, clan indusfri-industri lain yang bercirikan unit-unit
produksi kecil, tentu saja, berintegrasi secara horizontal dalam
bentuk perusahaan domestik. Afiliasi-afiliasi di luar negeri
sendiri menjadi konglomerasi ketika induk perusahaannya mengambil
alih sebuah perusahaan multinasional.
C. Rancangan Sistem Manufaktur
Sebuah sistem manufaktur pada intinya merupakan sekelompok
kegiatan yang terkait secara fungsional dengan tujuan menciptakan
nilai. Meskipun sistem manufaktur yang diuraikan di bawah ini pada
dasarnya digunakan pada produksi barang-barang berwujud (tangible
goods), hampir semua uraian tersebut berlaku juga untuk produksi
jasa. Faktor-taktor yang terkait dalam operasi sebuah sistem
manufaktur yang efisien mencakup:
1. Lokasi pabrik.
Lokasi pabrik penting karena berpengaruh pada biaya produksi dan
distribusi, yang sering kali bertentangan. Keuntungan dari insentif
pemerintah serta biaya lahan dan tenaga kerja yang lebih murah,
yang didapatkan dengan menempatkan pabrik jauh dari kota-kota
besar, mungkin diimbangi oleh naiknya ongkos gudang dan
transportasi untuk melayani pasar-pasar itu. Setelah memastikan
tersedianya cukup pekerja, bahan baku, air, dan tenaga listrik,
manajemen akan mencari lokasi dengan biaya yang paling rendah, atau
lokasi yang jumlah biaya produksi dan pengirimannya dapat
diminimalkan. Pilihan pertama manajemen mungkin kemudian
dimodifikasi oleh kebutuhan pasar, pengaruh lokasi para pesaing,
preferensi karyawan (iklim, fasilitas rekreasi), dan
kondisi-kondisi yang ditetapkan oleh penguasa setempat.
2. Tata letak pabrik.
Praktik modern menvatakan bahwa pengaturan mesin-mesin,
personel, dan fasilitas pelayanan seharusnya dilakukan sebelum
pendirian bangunan. Dengan begitu, bangunan disesuaikan dengan tata
letak yang dinilai paling mampu mencapai suatu sistem produksi yang
dapat berfungsi dengan lancar. Para perancang harus berusaha
mencapai penggunaan ruang gedung yang mahal secara maksimal
sekaligus menyediakan lahan untuk perluasan setiap departemen di
masa depan.
3. Penanganan Bahan.
Penghematan yang cukup besar dalam biaya produksi dapat dicapai
dengan perencanaan penanganan bahan yang cermat, yang, seperti
telah Anda lihat, merupakan pertimbangan utama dalam manufaktur
tersinkronisasi. Para manajer operasi sering gagal memahami bahwa
penanganan bahan yang tidak efisien dapat menyebabkan kelebihan
persediaan komponen setengah jadi menumpuk di beberapa tempat
kerja, sementara di tempat-tempat lainnya mesin-mesin yang mahal
menganggur karena kekurangan pekerjaan (bottleneck).
4. Unsur Manusia. Efektivitas sistem manufaktur bergantung pada
manusia, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh sistem itu pula.
Produktivitas akan menurun pada kondisi panas atau dingin yang
berlebihan, suara yang terlalu keras, atau penerangan yang kurang
baik. Warna juga memengaruhi perilaku manusia-warna-warna pucat
memberikan perasaan tenang dan tidak mengganggu, sementara
warna-warna terang menarik perhatian. Para perancang pabrik menarik
keuntungan dari fakta ini dengan mengecat dinding-dinding area
kerja dengan warna biru dan hijau pucat, tetapi menandai jalan
keluar dengan warna kuning cerah clan mengecat peralatan
keselamatan dengan warna merah.
2.2.9 Hambatan-hambatan untuk Memenuhi Standar-standar
Manufaktur
Manajemen harus siap menghadapi hambatan-hambatan dalam
pemenuhan standar-standar manufaktur. Di antara hambatan-hambatan
ini adalah (1) output yang rendah, (2) kualitas yang rendah, dan
(3) biaya manufaktur yang berlebihan
1. Output yang rendah. Sejumlah faktor mungkin menjadi penyebab
kegagalan sistem untuk memenuhi standar-standar rancangan untuk
output, dan faktor-faktor tersebut dapat menjadi sumber dari
ketidakpastian manajerial.
a. Para pemasok bahan baku mungkin gagal memenuhi janji tanggal
pengiriman atau mungkin mengirimkan bahan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi. Ini biasa terjadi di pasar penjual negara-negara
berkembang, tetapi sering juga merupakan masalah yang terjadi di
negara-negara industri. Departemen pembelian harus berusaha
mendidik penjual tentang pentingnya tanggal pengiriman dan
spesifikasi, meskipun efektivitas strategi ini terbatas jika,
seperti sering terjadi di negara berkembang, hanya ada satu
pemasok.
b. Koordinasi yang lemah dalam penjadwalan produksi memperlambat
pengiriman produk jadi ketika, misalnya, mobil yang sudah dirakit
secara utuh menunggu bempernya dipasang. Personel penjadwalan
mungkin memerlukan pelatihan tambahan atau supervisi yang lebih
ketat. Sering kali, personel penjadwalanatau para pekerja produksi
mana pun, dalam hal ini-tidak menyadari pentingnya tugas mereka
karena mereka belum melihat "gambar besarnya."
c. Kemangkiran, yang selalu menjadi masalah bagi para manajer
produksi di mana pun dalam memenuhi standar-standar produksi,
bahkan semakin berandil besar dalam terjadinya bottleneck operasi
suatu sistem manufaktur tersinkronisasi. Bayangkan masalah yang
timbul ketika seluruh departemen menganggur karena para pekerja
membantu keluarga besarnya mengerjakan panen di rumah. Ketika
sistem transportasi yang buruk mempersulit mereka pergi ke tempat
kerja, perusahaan-perusahaan sering kali menyediakan angkutan.
Untuk mengatasi absensi karena sakit dan kecelakaan, mereka
mensubsidi makan siang para pekerja-disiapkan oleh ahli gizi yang
terlatih-serta menyediakan sepatu khusus dan pakaian pelindung.
Tentu saja manajemen perlu mendidik para pekerja agar tidak
melepaskan pakaian pelindung yang belum pernah mereka kenakan
sebelumnya.
2. Kualitas Produk yang Rendah. Kualitas yang baik itu relatif.
Apa yang dinilai berkualitas baik di negara-negara industri mungkin
sebenarnya berkualitas jelek di mana kurangnya keahlian
pemeliharaan dan operasi memerlukan pemasangan bantalan roda yang
longgar dan komponen yang kuat tetapi lebih sulit digerakkan. Jika
produk atau jasa memuaskan tujuan pembeliannya, maka pembeli akan
menganggapnya berkualitas baik.
3. Biaya Manufaktur yang Berlebihan. Setiap biaya manufaktur
yang melampaui biaya yang telah dianggarkan adalah berlebihan dan
tentu saja menjadi perhatian Perkiraan penjualan yang terlalu
optimistik, kegagalan pemasok menepati tanggal pengiriman,
kegagalan pemerintah mengeluarkan izin impor bahan baku pokok pada
waktunya, dan padamnya aliran listrik atau terhentinya saluran air
secara tidak terduga adalah beberapa alasan kemungkinan output
lebih rendah dari yang diharapkan.
BAB IV
Unilever – casestudy on Human Resources Management
Factual Summary
PT. Unilever Indonesia (ULI) merupakan cabang dari perusahaan
multinasional Inggris-Belanda. Dengan mempekerjakan karyawan
sebanyak 2000 orang, ULI memproduksi barang kebutuhan sehari-hari
(Consumer Goods) seperti Lux, Lifebuoy, Rinso, Sunlight, Blue Band,
Flora, Royco, Walls, Lipton, Pepsodent, Close Up, Sunsilk,
Dimension, Brisk, Citra, Ponds, Rexona dan Axe.
Produk yang dihasilkan ULI merupakan hasil lisensi dari
perusahaan-perusahaan lain yang telah memiliki patent,
copyright, dan tradename. Dengan lisensi tersebut ULI
mempunyai hak untuk memproduksi, memakai merk dan memasarkan produk
dari lisensor dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati
dengan memberikan imbalan berupa royalti.
Sejak berdiri sampai dengan saat ini ULI menunjukkan
perkembangan usaha yang pesat dilihat dari skala usaha dan hasil
usaha. Salah satu kunci sukses ULI terletak pada strategi
pengembangan Sumber Daya Manusianya, yaitu penerapan program
indonesianisasi manajemennya. Keberhasilan program ini membawa
hasil yaitu diangkatnya Sri Urip Simeon sebagai Presiden Direktur
ULI, dengan jabatan ini Sri Urip Simeon merupakan wanita yang
paling senior dalam jajaran pimpinan Unilever di seluruh dunia.
Untuk diketahui bahwa Sri Urip Simeon telah mengabdikan dirinya dan
berkarier di ULI selama 25 tahun.
Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia berorientasi pada
tujuan dan kebutuhan bisnis di masa kini dan yang akan datang, yang
berarti harus selalu menyesuaikan diri dan mengantisipasi setiap
terjadinya perubahan-perubahan lingkungan bisnis dalam menghadapi
era perdagangan bebas, pengaruh globalisasi dan perkembangan
teknologi sistem informasi yang sangat cepat.
Prestasi Unilever sebagai perusahaan yang menganggap Sumber Daya
Manusia paling berharga atau penting dalam suatu organisasi, adalah
diraihnya penghargaan dari Japanese Institute of Productive
Maintenance yaitu untuk pelaksanaan TPM (Total Productive
Maintenance), di samping itu juga diperoleh penilaian oleh dunia
usaha sebagai salah satu dari 20 perusahaan terbaik dunia.
Visi yang menjadi pedoman Unilever adalah menjadi perusahaan
warga dunia yang menyediakan keperluan berbagai bangsa –
produk-produk yang menyentuh kehidupan manusia sehari-hari sejak
bangun pagi, mandi, mencuci, membersihkan rumah, makan, minum,
merawat diri. Visi ini didukung nilai-nilai sebagai berikut:
Pelanggan : Inovasi adalah pandangan hidup Unilever, hal
ini yang membuat Unilever terdepan terhadap semua kegiatan yang
dilakukan.Excellence merupakan hal penting untuk tetap menjaga
komitmen Unilever dalam memberikan layanan produk yang
terbaik, Best Practice is Everything yaitu selalu
konsiten dalam menjaga standar-standar operasi perusahaan maupun
riset yang tiada henti terhadap produk yang dihasilkan Unilever
agar memiliki kualitas yang terbaik bagi pelanggan.
Karyawan : Unilever tetap menganut falsafah Karyawan adalah
aset perusahaan yang paling berharga, disamping memberikan
keunggulan kompetitif dalam hal pelayanan konsumen.
Produk : Menghasilkan produk-produk yang selalu
memperhatikan aspirasi konsumen secara kreatif dan kompetitif.
Problem Statement
Masalah yang dihadapi ULI adalah perpindahan manajernya ke
perusahaan lain (exodus). Mengingat manajer tempaan/didikan ULI
adalah manajer karir dan profesional yang telah menguasai dan
memahami bidangnya, seberapa besar dampak yang ditimbulkan dengan
adanya masalah tersebut? Dan bagaimana kesiapan ULI dalam
menghadapi era perdagangan bebas yang tak lama lagi akan bergulir?
Bagaimana manajemn ULI mengatasi persoalan tersebut?
Problem Analysis
ULI dalam menjalankan operasi/usahanya selalu menjaga komitmen
untuk mengembangkan karyawan secara sungguh-sungguh, disamping itu
juga dilakukan pembinaan terpadu secara terus menerus dalam upaya
menciptakan karyawan yang mampu berkarya dengan kualitas tinggi
sepanjang masa kerja mereka meskipun dalam kondisi lingkungan yang
berubah setiap saat baik dalam bidang teknologi maupun karena
pengaruh arus globalisasi. Dalam pembinaan tersebut ULI melihat
pada diri karyawannya ada 4 dimensi manusia yang saling berkaitan:
kompetensi, motivasi, semangat belajar dan wawasan. ULI
memperlakukan karyawan secara fair dan sebagai mitra kerja sehingga
dalam proses mempekerjakan dan mempromosikan karyawannya hanya
menilai kualitas dan kinerja karyawan tanpa membedakan/terpengaruh
unsur lain (ras, agama, gender, dan sebagainya). Strategi
pengembangan sumberdaya manusia ULI antara lain sebagai
berikut:
1. Mengembangkan kompetensi dalam bidang pekerjaan melalui
pelatihan lapangan dan kursus-kursus.
2. Meningkatkan
wawasan aspiratif dan ethical melalui
pendidikan umum baik secara formal maupun informal.
3. Memacu motivasi kerja dan semangat belajar
dengan mendorong karyawan untuk meningkatkan kemampuan diri serta
menciptakan suasana yang kondusif.
4. Melakukan recruitment setiap tahun untuk
mendapatkan management trainee melalui seleksi yang
ketat, dilakukan secara terbuka untuk mendapatkan calon manajer
yang tepat dan terbaik untuk perkembangan di masa yang akan
datang.
5. Menyelenggarakan training bagi management
trainee dengan berbagai metode seperti lokakarya, seminar,
kerja lapangan dancoaching on the job yang terpadu.
6. Pengembangan wawasan bagi para manajernya dengan
cara “cross posting” yaitu menempatkan manajer suatu bagian ke
bagian lain sehingga wawasan lebih luas dan menguasai berbagai
bidang pekerjaan. Di samping itu juga dilakukan lokakarya
/seminar, on the job training di luar negeri, pertukaran
manajer antar negara jangka pendek, atau
penugasan expatriate di luar negeri dalam jangka panjang.
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar terjadi penyerbukan silang
ide-ide (cross fertilization ideas).
Strategi pemgembangan sumber daya manusia yang dilakukan ULI
tersebut bertujuan agar diperoleh kinerja sumber daya manusia yang
optimal sehingga akan memberikan hasil yang maksimal terhadap
bisnis ULI secara keseluruhan. Dalam analisis ini akan dibahas
apakah strategi pengembangan sumber daya manusia tersebut sudah
tepat, mengingat dalam kenyataannya masih terjadi perpindahan
manajer ULI ke perusahaan lain yang akan mengakibatkan
tingkat Labor Turn Over menjadi tinggi.
Labor Turn Over
Labor Turn Over (LTO) perputaran karyawan adalah tingkat
perpindahan melewati batas keanggotaan dari sebuah organisasi.
Perputaran karyawan akan menambah jumlah orang yang dibutuhkan. Hal
ini akan menyita perhatian perusahaan karena mengganggu operasi,
melahirkan permasalahan moral pada karyawan yang tinggal, dan juga
melambungkan biaya dalam rekruitmen, tunjangan, orientasi
danopportunity cost yang hilang karena karyawan baru harus
mempelajari keahlian yang baru.
Tingkat perputaran karyawan yang tinggi berarti bahwa departemen
sumber daya manusia haruslah secara konstan mencari karyawan.
Tingkat perputaran karyawan yang tinggi merupakan ukuran yang
sering digunakan sebagai indikasi adanya masalah yang mendasar pada
organisasi. Dua variabel paling signifikan yang berkaitan
dengan perputaran karyawan adalah ketidakpuasan kerja dan
kondisi-kondisi ekonomi. Ketidakpuasan menyulut perputaran karyawan
yang tinggi dan juga biaya merekrut dan melatih karyawan baru.
Ketidakpuasan juga memicu ketidakhadiran yang berlebihan, biaya
pengurangan produksi, biaya keluhan konsumen dan perusakan secara
sengaja terhadap produk serta juga pencurian/manipulasi dalam
perusahaan.
Tingkat perputaran paling tinggi dijumpai di dalam
perusahaan-perusahaan dimana karyawannya melaporkan paling banyak
ketidakpuasan kerja. Karyawan akan meninggalkan pekerjaan dan
posisinya pada saat terbuka peluang pekerjaan alternatif yang
secara lebih baik memenuhi kebutuhan mereka. Hubungan antara
kepuasan kerja dan perputaran karyawan akan semakin nyata pada
waktu tingkat pengangguran rendah. Semakin rendah kepuasan kerja
maka semakin besar kemungkinan karyawan akan meninggalkan
posisinya. Sebaliknya bila tingkat pengangguran tinggi maka
karyawan menyadari bahwa mereka akan sulit mendapatkan pekerjaan
lain sehingga akan cenderung tetap bertahan pada pekerjaannya
meskipun mereka tidak puas. Pada saat kondisi ekonomi depresi dan
tingkat pengangguran tinggi, perputaran di sebagian besar
perusahaan adalah rendah. Karyawan akan ragu-ragu meninggalkan
pekerjaan jika belum bisa memastikan bahwa pekerjaan lain telah
tersedia/ditawarkan. Perusahaan tidak dapat mengendalikan tingkat
pengangguran ataupun kondisi-kondisi ekonomi.
Ukuran tingkat perputaran karyawan (LTO) :
Jumlah yang keluar selama 1 periode
LTO = _________________________________
x 100 %
Jumlah rata-rata karyawan selama 1 periode
Jumlah rata-rata karyawan selama 1 periode :
Jumlah karyawan awal periode + jumlah karyawan akhir
periode
=
__________________________________________________
Jumlah karyawan keseluruhan pada periode
Jika kita menghubungkan tingkat perputaran karyawan dengan
masalah perpindahan karyawan ULI pasti akan muncul pertanyaan
“Apakah terjadi ketidakpuasan kerja dalam manajemen ULI, sehingga
para karyawannya pindah ke perusahaan lain?”. Untuk menjawab
pertanyaan ini secara pasti tidaklah mudah, jika hanya membaca
kasus ULI yang ada, karena terdapat keterbatasan-keterbatasan
misalnya tidak tersedianya informasi dan data yang menjelaskan
besarnya tingkat LTO, pada level manajemen apa, dan ukuran
tingkat kepuasan kerja dalam manajemen ULI, tetapi paling tidak
secara umum penulis akan mencari hubungan antara perpindahan
manajer ULI tersebut dengan perencanaan sumberdaya manusia dan
pekerjaan.
Orientasi Strategis dan Strategic Staffing Policies
Unilever merupakan perusahaan yang mempunyai tipe orientasi
strategis yaitu Analyzer, tipe organisasi ini berusaha untuk
mempertahankan produk dan jasa agar stabil dan dalam lini yang
terbatas, sementara pada waktu yang sama bergerak secara cepat
mengikuti sekumpulan pengembangan baru yang menjanjikan dalam
indutri yang dipilih secara hati-hati. Jarang tipe ini “first in”
dalam produk atau jasa baru. Namun demikian dengan pemantauan
secara cermat terhadap aktivitas dan aksi dari pesaing utama dalam
area yang sesuai dengan basis pasar produk yang stabil, organisasi
secara berkala dapat “second in” dengan cost produk dan
jasa yang lebih efisien. Dalam strategic staffing policiesnya
ULI termasuk dalam kategori academy, karena memenuhi kriteria
atau ciri-ciri sebagai berikut :
Human Resources Strategy : Pengembangan
Entry : Karir awal yang ketat.
Development :extensive training, for pecifics job, elaborate
career paths/job ladder.
Exit : low turn over, retirement, dimial for poor
performance.
Kebijakan academy ini mensyaratkan sumber tenaga kerja
lebih banyak direkrut/diambil dari dalam perusahaan dibanding
dari external perusahaan, serta kriteria untuk penugasan dan
promosi lebih diarahkan pada kontribusi individu terhadap
perusahaan. Dengan memiliki tipe orientasi strategis
berupa Analyzer dan strategic staffing
polices yaitu Academy maka ULI dalam mengelola
sumber daya manusianya harus benar-benar baik dan sistematis dalam
merencanakan SDM, rekruitmen dan seleksi, pengembangan dan
evaluasi, kompensasi, hubungan karyawan dan riset SDM, terlebih
lagi dalam persepsi ULI yang menilai karyawan sebagai aset yang
paling berharga.
Penyebab Perputaran Karyawan
Strategi pengembangan sumberdaya manusia yang diterapkan ULI
sebenarnya sangat baik dan integral karena mencakup
bermacam aspek positif dalam pembinaan dan pemeliharaan sumber daya
manusianya. Tujuan yang ingin dicapai ULI dengan strategi ini
adalah untuk membentuk dan mematangkan para manajer dari segi
pendidikan, ketrampilan, kapabilitas, moral, integritas, wawasan,
pengalaman dan loyalitas. Hanya ada satu kelemahan terhadap
strategi ini yaitu menimbulkan beban keuangan atau biaya yang
tinggi (high cost) dalam pelaksanaannya, tetapi perusahaan sekelas
Unilever pasti telah mengestimasikan cost yang akan timbul, dan
anggaran untuk keperluan tersebut telah dibuat dan diperhitungkan
dengan cermat. Apabila strategi tersebut sudah dijalankan dan
dinilai berhasil tetapi masih juga terjadi perpindahan manajer ke
perusahaan lain, maka perlu dicari penyebab yang lain. Penyebab
lain yang dapat mempengaruhi diantaranya sebagai berikut :
Pasar Tenaga Kerja
Kemampuan menarik dan mempertahankan karyawan yang cakap
merupakan kebutuhan prasyarat bagi sukses perusahaan. Ada tiga
faktor yang paling mempengaruhi kegiatan pemenuhan kebutuhan
personalia perusahaan, yaitu reputasi perusahaan di mata angkatan
kerja, tingkat pertumbuhan angkatan kerja , dan tersedianya tenaga
kerja dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan. Ketiga
kondisi ini sangat berpengaruh pada kegiatan-kegiatan penarikan,
seleksi dan administrasi personalia lainnya.
Reputasi perusahaan adalah unsur pokok yang tercermin pada
kemampuan perusahaan untuk memuaskan kebutuhan jangka panjang para
karyawannya. Ini ditentukan oleh kebijaksanaan kompensasi,
perhatian kesejahteraan karyawan dan sebagainya. Disamping itu
masih langkanya karyawan yang terampil dan berpengalaman
menyulitkan kegiatan pengadaan. Perusahaan harus bersaing untuk
mendapatkan karyawan yang qualified, padahal ahli di bidang
tertentu kebanyakan tidak bersedia ditempatkan disembarang posisi
dan lokasi. Oleh karena itu perusahaan perlu menawaran
kebijaksanaan kompensasi yang impresif dan memberikan
berbagai bentuk pelayanan karyawan lainnya.
Kegiatan Para Pesaing
Kasus perpindahan para manajer adalah contoh mengenai pengaruh
kegiatan pesaing terhadap manajemen sumberdaya manusia perusahaan.
Bila suatu perusahaan menetapkan kenaikan gaji untuk tahun yang
akan datang, perusahaan-perusahaan lain dapat diperkirakan akan
mengikutinya. Memang untuk hampir semua bisnis, berbagai
kebijaksanaan sumber daya manusia adalah faktor krusial untuk
memelihara postur pengerjaan yang kompetitif, menarik, dan
mendapatkan karyawan terbaik. Ada ungkapan untuk memperjelas
masalah ini: “ Bila kita tidak ingin kehilangan orang-orang terbaik
perusahaan, kita harus secara konsisten mengikuti kebijaksanaan
pengupahan, fringe-benefits dan administrasi personalia
para pesaing.”
ULI dalam kenyataannya menghadapi dan terlibat persaingan dengan
perusahaan-perusahaan lain, baik yang sejenis maupun tidak sejenis.
Untuk yang sejenis misalnya Procter & Gamble, Reckit &
Coleman, Prodenta, adalah pesaing nyata dalam kegiatan operasi,
produksi, pemasaran dan pengembangan sumber daya manusia. ULI harus
benar-benar “bertarung” dengan mengerahkan segala daya dan sumber
dayanya jika ingin tetap leading dalam percaturan
bisnis/industri consummer goods ini.
Disamping penyebab di atas perlu juga untuk dianalisis
mengenai manajemen karir, diantaranya career paths (jalur
karir). Dalam kasus ULI ini disebutkan bahwa Sri Urip Simeon
menempuh masa kerja yang lama untuk mencapai posisi presiden
direktur, hal ini juga berarti begitu panjang dan berliku jalur
karir dalam manajemen ULI. Jika memang demikian kenyataannya maka
untuk menempuh Top manajemen diperlukan waktu puluhan tahun, bagi
seorang profesional muda yang dinamis mungkin ini terlalu lama dan
bukan tidak mungkin mereka merasa tidak mempunyai tantangan
sehingga begitu ada tawaran posisi yang strategis dan menantang
dari perusahaan lain yang merupakan pesaing maka mereka tidak
ragu-ragu lagi untuk pindah.
Dalam Problem Analysis ini sebenarnya masih banyak
lagi yang bisa dianalisis tetapi karena keterbatasan informasi dan
data-data mengenai kasus ULI ini, maka penulis hanya membatasi
ulasan hanya seperti tersebut dalam problem analysis di
atas.
Solutions
Solusi yang akan kami berikan menitikberatkan pada upaya
memaksimalkan kepuasan kerja dalam hal ini untuk mengurangi
tingkat Labor Turn Over, karena kepuasan kerja seorang manajer
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, karakteristik pekerjaan
dan perusahaan, benefits, apresiasi, kepastian jenjang karir
yang ada/yang diberikan oleh perusahaan.
Berikut ini adalah beberapa solusi yang dapat digunakan untuk
memecahkan problem yang dihadapi ULI :
1. Membangun komitmen
karyawan.
2. Menyempurnakan proses
rekruitment.
3. Membuat perencanaan dan
peramalan pekerjaan dengan lebih baik.
4. Mendesain ulang
pekerjaan.
5. Merevisi analisis
pekerjaan untuk jabatan-jabatan manajerial.
6. Memperbaiki strategi dan
proses penilaian kinerja.
7. Memperbaiki perencanaan
karir.
8. Meningkatkan efektifitas
program kompensasi.
9. Membuat jaringan intelejen
perusahaan untuk memantau perkembangan strategi dan kebijaksanaan
manajemen sumber daya manusia di perusahaan lain yang merupakan
kompetitor.
10. Memberikan kesempatan kepada top manajer untuk
memiliki saham/kepemilikan perusahaan.
11. Menyempurnakan Sistem Informasi Sumber Daya
Manusia.
Recommended Solutions
Dari solusi di atas diambil beberapa solusi yang kami
rekomendasi untuk diimplementasikan pada ULI. Solusi yang kami
rekomendasikan adalah sebagai berikut :
1. Membangun komitmen
karyawan
Perusahaan-perusahaan saat ini membutuhkan karyawan yang setia
(loyal) kepada perusahaan mereka. Karyawan yang mengidentifikasikan
diri dengan nilai-nilai dan tujuan-tujuan serta memperlakukan
perusahaan seperti milik mereka sendiri. Karyawan cenderung untuk
setia kepada perusahaan yang setia kepada mereka. Terjadinya
komunikasi dua arah menjamin perilaku yang adil dan keamanan
jabatan merupakan beberapa hal yang dapat diberikan oleh sistem SDM
perusahaan untuk memperlihatkan bahwa perusahaan itu benar-benar
setia kepada karyawannya. Namun banyak karyawan akhirnya akan
mengukur komitmen perusahaan mereka dengan sampai tingkat mana
mereka mampu mencapai tujuan karir mereka.
Untuk membangun komitmen antara karyawan dengan perusahaan
secara baik perlu memperhatikan kesadaran akan hak dan kewajiban
masing-masing, sehingga akan dicapai kesamaan persepsi yang
menguntungkan kedua belah pihak, serta memahami tanggung jawab dan
wewenang masing-masing.
2. Menyempurnakan proses
rekruitment
Rekruitment dari perguruan tinggi merupakan sumber utama
kebutuhan tenaga manajerial, profesional, dan teknis bagi ULI,
meskipun rekruitment dari perguruan tinggi juga memiliki fungsi
lain. Banyak perusahaan yang merekrut dari perguruan tinggi
walaupun mereka hanya mempunyai beberapa posisi lowong yang perlu
diisi. Rekruitmen dari perguruan tinggi bergengsi mungkin hanya
menjadi citra dari perusahaan, atau perusahaan ingin tetap
mempunyai nama yang tak asing lagi di kalangan orang-orang yang
kemungkinan dapat menjadi karyawan atau pelanggan potensialnya. ULI
sebaiknya menggunakan rekruitmen dari perguruan tinggi bila mereka
hendak mengangkat karyawan-karyawan dengan pengetahuan paling
mutakhir yang dapat dengan segera memberikan kontribusi kepada
perusahaan dan mengkonsentrasikan upaya rekruitmen mereka dimana
mereka dapat memperoleh hasil yang paling tinggi, sekaligus melacak
karakteristik-karakteristik suplai tenaga kerja yang tersedia
3. Mendesain ulang pekerjaan
yang dinilai memiliki kelemahan atau kekurangan
Dalam manajemen SDM ULI yang perlu diperhatikan adalah
efektifitas pos-pos pekerjaan, maksudnya pos pekerjaan tersebut
tidak menimbulkan kelebihan beban kerja (overload). Hal lain yang
mendapat perhatian adalah tingkat spesialisasi suatu pekerjaan.
Job Simplification
Bila tingkat spesialisasi suatu pekerjaan terlalu rendah
(underpecialization) yang harus dilakukan adalah simplifikasi
(penyederhanaan) pekerjaan. Risiko simplifikai pekerjaan adalah
bahwa pekerjaan bisa menjadi terspesialisasi sehingga menimbulkan
kebosanan yang kemudian menyebabkan kesalahan atau permintaan
keluar. Masalah potensial ini lebih mungkin terjadi dalam
perusahaan dengan karyawan terdidik dan terampil.
Job Enlargement
Perluasan perusahaan secara horizontal di lain pihak berarti
penambahan lebih banyak tugas kepada karyawan untuk meningkatkan
variasi pekerjaan dan mengurangi sifat monoton dan membosankan. Ini
bukan berarti meningkatkan pengetahuan atau ketrampilan yang
diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang telah diperluas tersebut.
Dalam kasus job enlargement masalah pokok adalah
menghentikan spesialisasi yang berlebihan, dengan kemungkinan
kehilangan sedikit efisiensi untuk mengurangi kebosanan. Dengan
demikian hal ini akan membuat para karyawan lebih terpuaskan dan
termotivasi secara efektif.
Job Enrichment
Yaitu memperluas pekerjaan dan tanggung jawab secara vertikal.
Perluasan ini merupakan suatu perubahan yang direncanakan (planned
change) pada berbagai kegiatan pekerjaan untuk memberikan variasi
yang lebih besar kepada karyawan yang mempunyai pengetahuan dan
ketrampilan lebih. Perluasan secara vertikal diterapkan untuk dapat
memberikan kepuasan kepada karyawan yang lebih besar bagi
pengembangan pribadi. Karyawan diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan manajerial pekerjaan mereka
disamping kegiatan operasionalnya.
Rotasi Jabatan
Yaitu memindahkan karyawan dari ssuatu pekerjaan ke pekerjaan
lain. Rotasi mengatasi sifat monoton dari pekerjaan yang sangat
terspesialisasi melalui pemberian kesempatan untuk menggunakan
berbagai keterampilan dan kecakapan lain. Perusahaan memperoleh
manfaat karena karyawan menjadi cakap dalam beberapa pekerjaan
bukan hanya satu pekerjaan. Penguasaan terhadap berbagai macam
pekerjaan memberikan kesempatan tumbuh dan membuat karyawan merasa
lebih bernilai bagi perusahaan.
4. Memperbaiki perencanaan
karir
Melalui perencanaan karir, seseorang mengevaluasi kemampuan dan
minatnya sendiri, mempertimbangkan kesempatan karir alternatif,
menyusun tujuan karir dan merencanakan aktivitas-aktivitas
pengembangan praktis. Fokus utama perencanaan karir haruslah
pada matching tujuan pribadi dan kesempatan yang secara
realistis tersedia. Perencanaan karir sepatutnya tidak hanya
terkonsentrasi pada kesempatan promosi. Pada beberapa poin,
perencanaan karir perlu pula terfokus pada pencapaian keberhasilan
psikologis yang tidak harus selalu memerlukan promosi.
Tujuan perencanaan karir adalah untuk menyelaraskan kebutuhan,
kemampuan, dan tujuan karyawan dengan kesempatan dan tantangan saat
ini dan di masa mendatang di dalam perusahaan. Dengan kata lain
perencanaan karir dirancang untuk meningkatkan kesempatan bahwa
perusahaan menempatkan orang-orang yang tepat di tempat yang benar
pada waktu yang tepat. Jadi perencanaan karir ditujukan untuk
menserasikan keahlian-keahlian, pengetahuan, kemampuan, dan
tuntutan pekerjaan dengan kepribadian, minat, preferensi dan
imbalan pekerjaan.
5. Meningkatkan efektifitas
program kompensasi
Kepuasan kerja dapat ditentukan oleh tingkatan gaji yang
diberikan oleh perusahaan, hal ini juga berdampak pada sikap
karyawan untuk mengundurkan diri dan menerima pekerjaan pekerjaan
di tempat lainnya. Keputusan untuk keluar dari perusahaan
melibatkan dua pertimbangan, pertama adalah keinginan karyawan
untuk meninggalkan perusahaan, kedua yaitu kemampuan karyawan untuk
keluar. Karena karyawan mempunyai informasi lebih mengenai keadilan
(ketidakadilan) internal, ada kemungkinan ketidakpuasan terhadap
gaji mempunyai dampak lebih besar terhadap perputaran karyawan
daripada ketersediaan pekerjaan yang dibayar lebih baik di
perusahaan lain. Kecuali untuk karyawan yang luar biasa berbakat
atau sangat ahli, sebagian besar karyawan tidak secara rutin
mendapat tawaran kerja yang tidak diminta dari perusahaan lain.
Dengan demikian keinginan untuk keluar mungkin berakar dalam
ketidakpuasan kerja daripada ketersediaan pekerjaan yang lebih
menguntungkan di tempat lainnya.Terdapat dua pertimbangan kunci
dalam sistem kompenasi yang efektif. Pertama, sistem kompensasi
harus tanggap terhadap situasi. Sistem harus sesuai dengan
lingkungan dan mempertimbangkan tujuan-tujuan sumber daya dan
struktur organisasi. Kedua, sistem kompensasi harus memotivasi
karyawan. Sistem sebaiknya memuaskan kebutuhan mereka, memastikan
perlakuan adil terhadap karyawan, dan memberikan imbalan terhadap
kinerja.
6. Menyempurnakan sistem
informasi SDM
Landasan keputusan-keputusan SDM yang sehat adalah informasi SDM
yang baik. Informasi SDM patut disediakan bagi manajer SDM dan
manajer-manajer lini dalam cara sedemikian rupa sehingga
memfasilitasi pengambilan keputusan. Konsep ini disebut sistem
dukungan keputusan (Decision Support System).
Sistem dukungan keputusan menempatkan informasi untuk
pengambilan keputusan secara harfiah di ujung jari pengambil
keputusan. Dengan menggunakan komputer pribadi manajer SDM dan
manajer lini dapat mengakses semua informasi yang dibutuhkan untuk
keputusan-keputusan perekrutan, promosi, penggajian dan
pengembangan. Sistem Informasi SDM harus dirancang untuk
menyediakan informasi yang tepat waktu, akurat, ringkas, relevan
dan lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Jarrell, Donald W., Human Reources Planning : A Business
Planning Approach, Englewood Cliffs, New Jersey : Prentice-Hall,
Inc. 1993
Schuler, Randall and Jackson, Susan, Human Resources
Management : Positioning for 21st Century/6th ed. :
New York : West Publishing 1996
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia,
Yogyakarta : Liberty 1985
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Suatu perusahaan mungkin mendirikan anak perusahaan dengan
kepemilikan penuh di sebuah negara yang biaya tenaga kerjanya
rendah untuk memasok komponen-komponen ke pabrik di negara asal
atau untuk memasok suatu produk yang tidak diproduksi di negara
asal. Sebuah usaha patungan di luar negeri mungkin didirikan di
sebuah negara di mana biaya tenaga kerja lebih rendah untuk memasok
komponen-komponen ke negara asal.
Penetapan sistem pembelian elektronik di suatu perusahaan atau
basis industri dapat memengaruhi jumlah dan jenis pemasok yang
tersedia secara internasional bagi perusahaan.
Perusahaan manufaktur Jepang menyadari bahwa dengan keterbatasan
ukuran perekonomian negaranya, mereka harus melakukan ekspor untuk
mencapai pertumbuhan. Untuk melakukannya, mereka harus kompetitif
dengan negara-negara lain, yang berarti meningkatkan kualitas
produk mereka dan menekan biaya. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini,
mereka menciptakan suatu sistem produksi, just-in-time, yang pada
pokoknya didasarkan pada konsep produksi Amerika Serikat.
Perbedaan-perbedaan dalam kekuatan lingkungan luar negeri,
terutama kekuatan-kekuatan ekonomi, budaya, dan politik,
menyebabkan unit-unit operasi suatu perusahaan multipabrik
internasional berbeda-beda dalam hal ukuran, mesin-mesin, dan
prosedur-prosedurnya.
Suatu sistem manufaktur pada pokoknya adalah sekelompok
aktivitas yang terkait secara fungsional untuk menciptakan nilai.
Setelah sistem itu dapat bekerja, dua golongan aktivitas yang umum,
yaitu aktivitas produktif dan aktivitas pendukung, harus
dilaksanakan. Aktivitas produktif adalah semua fungsi yang menjadi
bagian dari proses manufaktur. Di antara aktivitas-aktivitas
pendukung yang penting adalah pembelian, pemeliharaan, dan fungsi
teknik.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, Donald A., dkk. Bisnis Internasional: Tantangan Persaingan
Global, Edisi 9, Salemba Empat, Jakarta, 2011.
Dessler, Gary, Human Resources Management 7th ed.,
Upper Saddle River, New Jersey : Prentice-Hall, Inc. 1997
Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta :
Bagian Penerbitan STIE YKPN 1997
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia,
Yogyakarta : Liberty 1985
42