http://www.distanbun.acehprov.go.id/ - http://www.penyuluhanaceh.com Jl. T. Nyak Makam No. 24 Lampineung / Jl. T. Nyak Arief (Komp. Keistimewaan Aceh) No.4 WA: 0823 1199 1200 Telp: (0651) 7552041 - 7555324 @pertanian_aceh @Penyuluhan_aceh pertanian aceh Bidang Penyuluhan Distanbun Aceh Distanbun_aceh Bidluhdistanbunaceh [email protected]11 11 HABA TANI Informasi Pertanian Terbaru EDISI IV/2020 14 Jamur Tiram, Bahan Pangan Eksotis yang Makin Digemari Aceh Terima Pin Emas dari Mentan Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu kelompok jamur yang sudah banyak dikenal karena bentuknya sangat familiar. Pemerintah Aceh meraih pin emas dari Menteri Pertanian (Mentan) RI, Syahrul Yasin Limpo. Distanbun Aceh Terima Bantuan dari Kementan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, menerima sejumlah bantuan dari Kementerian Pertanian (Kementan) RI. 03 Bitata Food, Pelopor Bawang Goreng Premium Aceh Kembangkan Pertanian Hulu Hilir
16
Embed
Bitata Food, - Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Jamur Tiram, Bahan Pangan Eksotis yang Makin Digemari
Aceh Terima Pin Emas dari Mentan
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu ke lompok jamur yang sudah banyak dikenal karena bentuknya sa ngat familiar.
Pemerintah Aceh meraih pin emas dari Menteri Pertanian (Mentan) RI, Syahrul Yasin Limpo.
Distanbun Aceh Terima Bantuan dari KementanDinas Pertanian dan Per kebunan (Distanbun) Aceh, me nerima sejumlah bantuan dari Kementerian Pertanian (Kementan) RI.
PENGARAH: Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, A. Hanan, SP, MMPENANGGUNG JAWAB: Kabid Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Perkebunan Distanbun Aceh, Mukhlis, SP, MAPEMIMPIN REDAKSI: Nurlisma, SP, MP DEWAN REDAKSI: Sabri, S.Hut, M.Si dan Syafiie Saleh, SP, MMSEKRETARIAT: Junaidi, SP dan Ir. RosdianaREPORTER/LAYOUTER/ILUSTRATOR: Tim Serambi IndonesiaEMAIL: [email protected], [email protected]
Salam Redaksi
Nurlisma, SP, MPPemimpin Redaksi
D alam sistem agribisnis ada subsistem agroindustri hulu, pertanian, agroindustri hilir, pemasaran dan subsistem pe nun
jang. Mengembangkan sistem agri bisnis yang utuh dapat memperkuat keman dirian dan kedaulatan agri bisnis, meningkatkan nilai tambah, meningkat kan pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran, serta meningkatkan kese jah teraan petani dan masyarakat. Agro industri hulu mempunyai pasar yang besar yaitu sektor pertanian. Sedangkan agroindustri hilir mempunyai bahan baku yang berlimpah yaitu sektor pertanian. Tapi, mengapa agroindustri hulu dan hilir belum berkembang?.
Pertanian hulu dan hilir atau yang lebih dikenal dengan agroindustri hulu dan hilir merupakan titik lemah dalam sistem agribisnis di Indonesia dan berbagai provinsi termasuk Aceh. Padahal, ka lau sistem ini bisa dikembangkan akan me ningkatkan efek multiplier pertanian, mem perkuat kemandirian sistem agribisnis itu sendiri, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Agroindustri hulu adalah kegiatan eko nomi yang menghasilkan bahan/input yang diperlukan pertanian. Sedang kan agroindustri hilir adalah kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian menjadi barang setengan jadi dan ba rang jadi. Agroindustri hulu antara lain meliputi industri pupuk, obatobatan tana man/hewan/ikan, pakan ternak dan ikan, bibit tanaman maupun hewan dan ikan, serta alat dan mesin pertanian (alsintan).
Industri pupuk sudah memproduksi urea, phosphate, kalium (KCl), NPK, dan lainlain. Namun baru pupuk urea yang dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pupuk phosphate dan KCl masih be lum cukup, sehingga masih impor. Karena itu, perlu ada pengembangan pabrik pupuk phosphate dan kalium. Di Aceh sudah ada pabrik PT Pupuk Iskandar Muda dan dulu ada pabrik pupuk ASEAN.
Pabrik obatobatan yang dikenal dengan insektisida, pestisida, herbisida, mitisida dan lainlain sudah banyak diproduksi di dalam negeri. Umumnya pabrik tersebut merupakan pabrik formulasi obatobatan, dan sebagian besar dikelola oleh perusahaan multinasional seperti Mon santo, Dupon, Bayern dan lainlain. Yang memprihatinkan adalah ham pir semua bahan aktifnya masih di impor. Mengembangkan pa brik obatobatan di da lam negeri ha rus bekerja sama dengan per usa haan multi nasi onal tersebut dan perlu meng gali bahan aktif yang terdapat di
dalam negeri.Bibit tanaman su dah banyak
diproduksi di dalam negeri, tapi impor masih besar baik langsung maupun tidak langsung me lalui produksi perusahaan multi nasional. Perusahaan multinasional penghasil bibit antara lain PT Bisi, PT East West Seed, dan PT Syngenta. East West Seed berkiprah di 14 negara dengan omzet 150 miliar dolar AS dan menghasilkan 975 varietas. Sedangkan Syngenta terdapat di 90 negara dengan omzet 13,6 billion dolar AS yang menghasilkan 2500 varietas sayuran.
Pengembangan pabrik bibit dalam negeri perlu menggunakan tenaga ahli dari berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia termasuk Balitbang Provinsi Aceh dan Universitas Syah Kuala (Unsyiah).
Penggunaan alsintan mengikuti perkembangan teknologi mekanisasi, mulai dari pengolahan manual (cangkul), dengan bantuan hewan (bajak), dan penggunaan mesin & listrik (traktor). Revolusi industri 4.0 meng introdusir penggunaan Cobot (Collaborative robot), Drone Technology, IoT(internet of think), nano technology dan lainlain. Karena industri nasional/lokal belum berkembang, penyediaan alsintan masih didominasi oleh per usahaan multinasional seperti John Deere dan Kubota. John Deere terdapat di 30 negara dengan omset tahunan 39 billion dolar AS (2019). Sedangkan Kubota ada di 130 negara dengan omzet tahunan 18 billion dolar AS (2019). Pengembangan pabrik alsintan dapat dilaksanakan atas kerja sama dengan perusahaan multinasional tersebut. Beberapa pa kar perguruan tinggi seperti Universitas Gajah Mada Yogyakata, su dah mengembangkan teknologi re vo lusi indistri 4.0.
Agroindustri hilir pada dasarnya memproduksi produk turunan yang terdapat dalam pohon industri. Penulis sudah mengunjungi pabrik kelapa di Thailand dan pabrik jahe di Quensland, Australia. Semua produk dalam pohon industri kelapa dan jahe sudah diproduksi oleh kedua pabrik tersebut. Bahkan, showroom di pabrik jahe Quensland tersebut berupa supermall yang ha nya berisikan seluruh produk turunan dari jahe.
Kita terlalu bang ga dengan ekspor produk perkebunan se bagai penghasil devisa seperti kelapa sawit, ka ret, kakao, kopi, teh, dan lainlain. Padahal, sebagian besar pro duk tersebut masih merupakan produk setengan jadi. Pabrik turunan produk itu belum dikembangkan. Pabrik produk
final diusahakan oleh negara lain dan produknya diekspor ke Indonesia. Jadi, nilai tambah produk pertanian dinikmati negara lain.
Contoh menarik pada kasus pabrik cokelat kecil ‘Monggo’ di Yogyakarta. Bahan baku pasta cokelat impor dari Eropa, padahal pabrik pasta coklat di Eropa itu bahan bakunya yakni biji cokelat impor dari Indonesia. Karena itu, agroindustri hilir perlu dikembangkan. UGM telah merintis pabrik butter dan pasta cokelat dengan revolusi indistri 4.0. Dengan hanya mempekerjakan 7 karyawan, pabrik tersebut dapat mengolah biji cokelat 25 ton/hari .
Pasta cokelat dapat digunakan oleh ribuan UMKM (Usaha mikro, kecil dan menengah) untuk di olah menjadi berbagai produk ola han cokelat. Itulah perpaduan penggunaan teknologi maju tanpa harus me ngenyampingkan penyerapan tenaga kerja. Rintisan tersebut dapat dikem bangkan di Aceh, tidak hanya cokelat tapi juga untuk berbagai bahan baku hasil pertanian yang ada.
Sebenarnya ada contoh sebaliknya, di mana hasil pertanian tidak ada atau tidak berkembang tapi agro industrinya berkembang di Indonesia yaitu tekstil dan gandum. Kalau industry tekstil dan gandum tersebut dapat diterapkan pada produk hasil pertanian yang lain, maka pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional akan berkembang. Aceh pu nya kopi gayo yang terkenal. Itu merupakan modal dasar yang kuat untuk mengembangkan agroindustri hilir. Dengan mengembangkan agroindustri hulu dan hilir ditambah sistem pemasaran yang terintegrasi dan penunjang yang kuat, maka sistem agribisnis akan mandiri dan da pat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. (*)
nPenulis adalah Guru Besar Eko nomi Pertanian dan Agribisnis Univer sitas
Gadjah Mada Yogyakarta
Membangun Pertanian Terintegrasi
Oleh: Prof. Dr. Ir. Masyhuri
A CEH termasuk salah satu provinsi yang sudah berhasil memproduksi padi guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya dan bahkan di beberapa kabupaten/kota bisa
surplus. Sehingga, selama ini banyak gabah dari bumi Serambi Mekkah yang dijual ke provinsi tetangga seperti Sumatera Utara. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka masalah yang muncul kemudian adalah harga gabah tidak pernah memihak kepada petani.
Karena itu, Menteri Pertanian (Mentan) RI, Dr Syahrul Yasin Limpo SH MH, di selasela melakukan panen raya padi musim gadu di hamparan sawah seluas 8.000 hektare kawasan Desa Tumbo Baro, Kecamatan Kuta Malaka, Aceh Besar, pada Rabu (30/9/2020) lalu, menyatakan siap memberi dukungan penuh terhadap upaya peningkatan perekonomian petani di Aceh. Guna mendukung ekonomi petani, Syahrul berjanji akan membangun tiga pabrik penggilingan padi (rice milling) di Aceh. Sehingga, ke depan gabah Aceh tidak perlu lagi dikirim lagi provinsi tetangga seperti Sumatera Utara. Dengan demikian, pendapatan petani juga akan menjadi lebih besar.
“Aceh memiliki tanah yang subur, pengairan juga tidak kalah. Jadi, saya kira potensi untuk mengembangkan sektor pertanian di Aceh menjadi lebih baik, sangat terbuka,” ungkap Mentan. Karena itu, Syahrul berharap, produksi pertanian di Aceh tidak hanya mampu mencukupi kebutuhan daerah saja, namun juga diharapkan dapat berkontribusi untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Dukungan yang diberikan Menteri Pertanian pada panen raya tersebut merupakan awal yang baik bagi Aceh untuk mengintensifkan pertanian dengan sistem dari hulu ke hilir. Artinya, Aceh tak hanya bisa memproduksi gabah lalu dijual ke sejumlah provinsi tetangga seperti Sumatera Utara. Tapi, Pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota di Aceh bersama seluruh stakeholder terkait harus bergandengan tangan menyukseskan pertanian dari hulu ke hilir seperti yang diharapkan oleh Menteri Pertanian.
Sehingga, dalam waktu yang tidak terlalu lama Aceh tidak lagi hanya mengirim gabah atau hasil pertanian lainnya ke luar daerah. Tapi, lebih dari itu, provinsi di ujung barat Indonesia, ini bisa menghasilkan berbagai produk turunan dari sejumlah komoditas pertanian dan perkebunan. Salah satunya beras. Jika ini bisa dilakukan, maka ke depan Aceh tak hanya dikenal sebagai daerah yang surplus gabah, tapi juga sebagai provinsi yang menghasilkan beras berkualitas.
Jika ini bisa dilakukan, pendapatan petani akan meningkat dan juga membuka lapangan kerja baru di berbagai industri turunan yang mengolah hasil pertanian. Jadi, sekali lagi ini adalah kesempatan ini yang harus dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan di Aceh agar kesejahteraan petani semakin membaik dan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah juga terdongkrak.
Kita optimis, dengan kerja sama semua pihak rencana ini akan berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan. Apalagi, Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh pada tahun ini kembali melaksanakan pola tanam tiga kali setahun (IP300) dengan hasil 8,2 ton gabah kering panen (GKP) per hektare. (*)
Pemerintah Aceh meraih pin emas dari Menteri Pertanian (Mentan) RI, Syahrul Yasin Limpo. Penghargaan itu diperoleh setelah Aceh masuk dalam 10 provinsi dengan produksi padi tertinggi di Indonesia selama tahun 2019. Aceh berada di peringkat kedelapan. Tahun lalu, dengan luas panen 310.012 hektare, Aceh mampu menghasilkan 1.714.438 ton gabah kering
Produksi Padi Meningkat, Aceh Terima Pin Emas
dari Mentan
giling (GKG) atau setara dengan 982.570 ton beras.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Kadistanbun) Aceh, A Hanan SP MM, menjelaskan, rencana awal, pin emas itu akan diserahkan kepada 10 gubernur yang daerahnya mampu memproduksi padi tertinggi di Indonesia. Namun, sebutnya, karena pandemi Covid19, acara seremonial
kami mengucapkan terima kasih kepada petani, kelompok tani, pernyuluh pertanian, dan para pihak lain termasuk TNI yang sudah turut mendukung peningkatan produksi gabah di
Aceh pada tahun lalu.”
A. HANAN, SP, MMKadistanbun Aceh
tersebut batal dilaksanakan.“Rencana awal, Pin Emas akan diserahkan kepada 10 Gubernur yang daerahnya mampu menghasilkan beras tertinggi seIndonesia, salah satunya Gubernur Aceh pada peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) dalam bulan ini. Namun, karena masih dalam kondisi pandemi Covid19, maka acara seremonial tersebut ditiadakan dan tidak dibuat acara khusus penerimaan Pin Emas,” ungkap A Hanan.
Menurutnya, lahan baku sawah Aceh pada tahun 2019 seluas 213.997 hektare (Ha) dengan luas panen 310.012 Ha, merupakan indeks panen terbesar keenam nasional. Produksi ratarata Aceh, sebut A Hanan, meningkat dari 5,43 ton/Ha menjadi 5,53 ton/Ha pada tahun 2019. Jumlah itu berada di atas ratarata produksi Sumatera Utara dan nasional. “Kondisi inilah yang menjadikan Aceh sebagai produsen beras peringkat ke8 nasional,” jelas A Hanan seraya menyampaikan rasa syukur atas hasil tersebut.
Penghargaan pin emas yang diberikan Mentan kepada Pemerintah Aceh pada tahun ini, menurut A Hanan, tak lepas dari kerja keras petani dan Distanbun Aceh dan dinas di 23 kabupaten/kota, serta stakeholder terkait. “Mewakili Bapak Plt Gubernur dan Sekda Aceh, kami mengucapkan terima kasih kepada petani, kelompok tani, pernyuluh pertanian, dan sejumlah pihak lain termasuk TNI yang sudah turut mendukung peningkatan produksi gabah di Aceh pada tahun lalu,” pungkas Kadistanbun Aceh.
Untuk diketahui, Jawa masih menjadi produsen beras tertinggi di Indonesia. Berikut 10 provinsi produsen beras tertinggi di Indonesia tahun 2019. Jawa Tengah menghasilkan padi 9.655.653 ton GKG atau setara 5.539.448 beras. Jawa Timur menghasilkan padi 9.580.933,88 ton GKG atau setara 5.496.581 ton beras. Jawa Barat menghasilkan padi 9.084.957 ton GKG atau setara 5.212.039 ton beras.
Selanjutnya, Sulawesi Selatan
menghasilkan padi 5.054.166 ton GKH atau setara 2.899.575 ton beras. Sumatera Selatan menghasilkan padi 2.603.396 ton GKG atau setara 1.493.568 ton beras. Lampung menghasilkan padi 2.164.089 tin GKG atau setara 1.241.538 ton beras. Sumatera Utara menghasilkan padi 2.078.901 ton GKG atau setara 1.192.665 ton beras. Aceh dengan luas panen 310.012 Ha menghasilkan padi 1.714.438 ton GKG atau setara 982.570 ton beras. Sumatera Barat menghasilkan padi 1.482.996 ton GKG atau setara 850.794 ton beras, serta Banten menghasilkan padi 1.470.503 ton GKG atau setara 843.627 ton beras. (*)
Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sumber daya genetik lokal yang sangat banyak jumlahnya dari berbagai komoditi baik tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan yang tersebar secara merata di 23 kabupaten/kota. Informasi keberadaan sumberdaya genetik lokal Aceh dapat diperoleh melalui serangkaian kegiatan inventarisasi tanaman, baik melalui inventarisasi tanaman dan ternak yang berada di lahan petani maupun kebun koleksi.
Data inventariasi mencakup identitas petani, lokasi, je nis/spe sies tanaman yang dibudidayakan, cakupan dan deskripsi serta pemanfaatan. Hasil inventarisasi keanekaragaman Sumber Daya Genetik (SDG) lokal dapat memberikan informasi tingkat keberagaman/diversitas dan potensi pemanfaatan serta sumber keberadaannya berupa peta sebaran secara spesial.
Penguatan Komda untuk Mendukung Program
Desentralisasi
Kami berharap, proses desentralisasi dengan
diberlakukannya undang-undang otonomi daerah akan membawa Aceh ke era baru pengelolaan
plasma nutfah yang baik.”
MEHRAN, SP, M.SiPenyuluh Pertanian Muda pada
BPTP Aceh
Sumber Daya Genetik (SDG) se bagai wujud keanekaragaman ha yati yang merupakan bahan genetik yang terdiri atas ta na man, he wan, jasad renik, dan lainlain yang mempunyai kemampuan pe warisan sifat (here ditas). Peru bahan iklim ber potensi meng ancam keter sediaan SDG tanaman. Karena itu, SDG tanaman perlu diles tarikan agar dapat tersedia se cara berkelanjutan dalam mendukung ketersediaan dan keta
hanan pangan. “Langkah awal dalam upaya
me lestarikan SDG tanaman adalah melakukan inventarisasi dan doku mentasi data SDG tanaman. Ke mudian, dilanjutkan dengan ke giatan koleksi dan konservasi (pemeliharaan), baik secara insitu atau exsitu (koleksi bank gen,” ujar Penyuluh Pertanian Muda pa da BPTP Aceh, Mehran SP MSi, kepada Haba Tani, pekan lalu.
Menurutnya, SDG pertanian (agrobiodevesity) merupakan sa lah satu plasma nutfah yang sangat mendesak untuk diamankan dari kepunahan atau erosi potensi genetiknya. Aceh sebagai provinsi megabiodi versity seharusnya ka ya akan ko leksi plasma nutfah, ta pi kenya taannya sangat miskin koleksi plas ma nutfah yang dapat di man faatkan secara riil dalam pro ses perakitan varietas atau bi bit unggul.
Kondisi tersebut, sambung Meh ran, perlu disikapi dengan tepat. Karenanya, diperlukan suatu ke bijakan yang kondusif agar pengelolaan dalam memanfaatkan maupun melestarikan plasma nut fah pertanian merupakan ba gian integral dari proses pem bangunan nasional atau wilayah. “Dalam hal ini, kebijakan harus memposisikan masyarakat seba gai pemilik dan pengelola plasma nutfah, sebagai
subyek yang harus memperoleh manfaat yang paling besar, bukan sebaliknya,” tandas Mehran.
Ia berharap, proses desen tralisasi dengan diberlakukannya undangundang otonomi daerah akan membawa Aceh ke era baru pengelolaan plasma nutfah yang baik. Pergeseran kebijakan pemerintah menuju pelibatan ma syarakat dalam pengelolaan plas ma nutfah akan membawa dam pak luas pada upaya pengelolaan plasma nutfah yang berke lanjutan. Desentralisasi memberi kesempatan bagi daerah untuk mengelola sumber daya ge netik secara lebih leluasa. Namun ke mudian, kewenangan daerah un tuk mengelola sumber daya ge netik bila tak terkontrol dapat mengarah kepada ek sploitasi yang sangat intensif demi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Jadi, menurutnya, reformasi dan penguatan kelembagaan pe nge lolaan sumber daya ge ne tik (Komisi Daerah atau Kom da) sangat
diperlukan un tuk mendukung pro gram desentra lisasi. Di anta ra nya, sebut Mehran, pemben tu kan kelembagaan pengelolaan keanekaragaman hayati, pen ciptaan mekanisme koordinasi, pe nye suaian alokasi kewenangan dan sumber daya pengelola, dan pene rapan valuasi yang akurat terhadap sumber daya.
Susunan Komda Plasma Nutfah
terdiri atas pengarah (Bappeda), pelaksana harian, dan anggota yang mencakup bidang pertanian dan perkebunan, perikanan, pe ternakan, kehutanan, biologi, keaneka ragaman hayati dan lingkungan hidup. Sementara pelaksana harian meliputi personel berbagai bidang kepakaran dan mencakup berbagai disiplin ilmu dalam pengelolaan plasma nutfah. (*)
Aceh Berpeluang Miliki Bank Genetik
Kita berharap, pemerintah membuka peluang diskusi lanjutan
dalam menyikapi pembangunan Bank Genetik di Aceh dengan
perencanaan yang sistematis dan melibatkan berbagai stakeholder.”
HABIBURRAHMAN, STP, M.ScSekretaris Umum MPPI Wilayah Aceh
Sekretaris Umum Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI) Wilayah Aceh, Habiburrahman STP MSc, mengungkapkan, secara umum populasi Sumber Daya Genetik lokal Aceh mencapai ribuan varietas. Dari jumlah tersebut, menurutnya, ada komoditi yang sudah dilestarikan di luar negeri. Seperti, Padi lo kal Seulawah yang berhasil dibudidaya oleh petani Jepang pada lahan yang bersalju.
“Salah satu SDG yang potensial adalah tanaman pangan varietas lokal padi yang jum lahnya sudah mencapai 568 jenis. Namun, yang terdaftar di Pusat Perlindungan Vari etas Tanaman Pangan dan Per izinan Pertanian Kemen te rian Pertanian RI baru sekitar 21 jenis. Ironisnya, selama ini varietas lokal tersebut tersimpan di Bank Benih (BB) Bi ogen sebanyak 268 je nis, di Fakultas Pertanian 230 jenis, dan sisanya 70 je nis masih konvensional di la han masyarakat,” jelas Habi
burrahman.Diungkapkan, Pasal 1 ayat
(3) UndangUndang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlin dungan Varietas Tanaman, disebutkan bahwa varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk dan pertumbuhan tanaman, daun bunga, biji dan eksperesi karakteristik genotype atau kom binasi genotype yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurangkurangnya satu sifat yang menentukan dan bila diper banyak tidak mengalami pe rubahan.
Sesuai dengan pengertian itu, sambung Habiburrahman, dapat diketahui bahwa varietas tanaman yang dihasilkan harus berbeda dengan varietas ta naman lain yang ditandai dengan perbedaan bentuk fisik sampai perbedaan karak teristik tanaman.
“Atas keadaan tersebut, ka
mi menyarankan sudah saatnya Aceh mempunyai suatu lo kasi yang representatif untuk membangun Bank Genetik dengan tujuan sebagai tem pat penyimpanan SDG lokal Aceh. Tujuannya, agar varietas lokal tersebut menjadi warisan yang bermanfaat bagi masyarakat, terutama sebagai bahan edukasi dan menjaga ke tahanan pangan lokal Aceh sambil berkontribusi untuk masa depan Aceh dan nasional,” tan das Habiburrahman.
Bank Genetik tersebut, tambahnya, nanti diharapkan memberi kontribusi dalam pelestarian, pengembangan, pemanfaatan, dan rekayasa genetik berbagai varietas yang akan men jadi aset berharga bagi Aceh. Sebab, SDG lokal akan men jadi kekayaan hakiki yang tidak ternilai harganya untuk masa depan generasi Aceh.
“Insya Allah mereka (gene rasi penerus) tetap bisa menikmati hasil warisan enda
tunya yang akan berprospek dari segi komersil, riset, dan edukasi dengan perkembangan zaman. Kita berharap, pemerintah membuka peluang diskusi lanjutan dalam menyikapi pembangunan Bank Ge netik di Aceh dengan peren canaan yang sistematis serta melibatkan berbagai stake holder agar hasilnya bisa diman faatkan secara maksimal oleh berbagai kalangan,” pungkas Habiburrahman yang juga Kepala Seksi (Kasie) Benih dan Perlindungan Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh. (*)
Penyuluh Pertanian Muda pada BPTP Aceh, Mehran SP MSi, saat berada di kebun pala.
Kelapa merupakan satu dari lima komoditi perkebunan andalan Aceh selain kelapa sawit, karet, kakao, dan kopi. Karena hampir semua kabupaten/kota memiliki kebun kelapa dengan luas yang bervariasi, maka komoditi ini sa
ngat mungkin dijadikan salah satu sumber ekonomi tetap bagi masyarakat. Sebab, kelapa mu lai mulai buah hingga lim bahnya dapat dijadikan barang bernilai ekonomis dan dapat menambah pendapatan pemiliknya.
Sementara itu, Kabid Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Dis tanbun) Aceh, Mukhlis SP MA, mengungkapkan, pelatihan teknologi tepat guna (pemanfaatan limbah kelapa) kepada anggota kelompok tani juga merupakan terobosan yang dilakukan Pemerintah Aceh melalui Distanbun Aceh da lam rangka menanggulangi pencemaran lingkungan yang dise babkan oleh limbah kelapa.
“Sabut kelapa kita sebut sebagai limbah karena selama ini sebagian besar warga mem
bakar atau membuangnya begitu saja. Padahal, di bebe rapa daerah sabut kelapa di olah secara kreatif menjadi ba rang berharga dan bernilai eko nomis,” ujarnya.
Jika diolah dengan baik, sam bung Mukhlis, sabut kelapa bisa dijadikan barang ke ra jinan, serta bahan isi jok mo tor dan matras. Bahkan, bisa juga dimanfaatkan oleh peru sahaan sebagai bahan rek lamasi pascatambang batu ba ra, di mana sabut kelapa dija dikan pelapis di bekas tambang agar dapat ditanami tumbuhan. “Peluang inilah yang
Terobosan untuk Menanggulangi Pencemaran Lingkungan
Memanfaatkan Limbah Kelapa Jadi Barang
Bernilai Ekonomis Setelah mengikuti pelatihan
ini, peserta kita harapkan mampu mengolah limbah kelapa menjadi
produk bernilai ekonomis dan dapat disebarluaskan ke
komunitasnya masing-masing.”
IR. SAFITRIKasie Pelatihan dan Pendidikan
Distanbun Aceh
“
kami manfaatkan daripada sabut kelapa menjadi sampah yang mencemari lingkungan,” Mukhlis.
Menurutnya, Pemerintah Aceh melalui Distanbun Aceh ber usaha melakukan pendampingan dengan melatih anggota kelompok tani agar mereka serius menjadikan limbah kelapa sebagai sumber ekonomi ba ru yang dapat menambah pen dapatan mereka.
Muklis menambahkan, peman faatan limbah kelapa menjadi barang bernilai ekonomis sangat mungkin dilakukan di Aceh karena hampir semua kabu paten/kota memiliki ke bun
kelapa. “Kita juga berharap pelatihan yang kita laksanakan ini bisa menjadi contoh ba gi daerahdaerah untuk melaksanakan kegiatan serupa. Sehingga, semua petani atau pe
milik kebun kelapa di Aceh akan terberdayakan. Dan, jika ini bisa terlaksana, maka tak ada lagi limbah kelapa yang mencemari lingkungan,” pungkas Mukhlis SP MA. (*)
Karena itulah, Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distan bun) Aceh mengadakan pelatihan teknologi tepat guna (pe manfaatan limbah ke lapa) kepada anggota kelompok tani. Kegiatan ini dilaksanakan Pemerintah Aceh dalam rangka memberdayakan masya rakat tani.
Pelatihan yang berlangsung pada 2527 Sep tem ber 2020, itu diikuti 50 peserta yang berasal dari dua kelompok tani (masingma sing kelompok tani 25 orang) di Kecamatan Seu limuem, Aceh Be sar, yaitu Kelompok Tani ‘Makmu Beusare’ Desa Lampanah, dan Kelompok Tani ‘Akar Kelapa’ Desa Leungah. Kegiatan yang dipusatkan di Desa Lampanah Le ungah, kecamatan yang sama, dibuka Kadistan bun Aceh yang diwakili Ka bid
Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Perkebunan, Muklis SP MA.
Adapun narasumber yang di undang yaitu Ir Safitri (Kasie Pelatihan dan Pendidikan Bidang Penyuluhan dan Pengembangan SDM PP Distanbun
Aceh), Ir Elvinalita (UPTD BPT PHP Distanbun Aceh), Muham mad Jamil (Pelaku Usaha Olahan Sabut Kelapa ), dan Benni Bàihaqi SP (Ketua Umum Petani Millenial Aceh).
Kasie Pelatihan dan Pendidi kan pada Bidang Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Perkebunan Distanbun Aceh, Ir Safitri, menyebutkan, tujuan dari pelatihan ini adalah, membantu peserta memahami dasar dan prinsipprinsip dari pemanfaatan dan pengolahan limbah kelapa, mem bantu peserta memahami dasardasar dan prinsip pe ngen dalian OPT tanaman ke lapa, serta membantu pe serta untuk malakukan peraktek pem bu atan pupuk cair dan apli kasi pe ngadalian organisme peng gang gu tanaman (OPT) ta na man kelapa.
Tujuan lain, tambah Safitri, adalah membantu peser ta untuk melakukan praktek pengolahan limbah kelapa menjadi tali sabut kelapa, keset kaki dari sabut kelapa, kokopeat, kokopot, dan kompos dari sabut kelapa. “Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta kita ha rap kan memahami secara komprehensif serta mampu me manfaatkan atau mengolah limbah kelapa menjadi produk olahan dan bernilai ekonomis dan selanjutnya disebarluaskan ke komunitasnya di tempat tinggal
masingmasing,” harap Safitri.Sementara materi yang dipa
parkan oleh narasumber kepada peserta, tambah Safitri, meliputi: Pertama, Materi pem buatan dan aplikasi pengen dalian OPT kelapa dengan menggunakan agen hayati ber bahan dasar air kelapa dan praktek pembuatan pu puk cair organik NPK yang meng gunakan bahan dasar sabut kelapa. Materi ini disampaikan oleh pemateri dari UPTDBPTP distanbun Aceh
Kedua, Praktek pembuatan tali sabut kelapa dan keset kaki dari sabut kelapa yang di sampaikan oleh M Jamil. Ketiga, Materi pemanfaatan lim bah kelapa dan praktek pem buatan kokopeat, kokopot, koko dema, disampaikan oleh pe tani milenial, Beni Baihaqi. Sedangkan pembuatan kompos dari sabut kelapa disampaikan oleh pemateri dari kalangan praktisi. (*)
Peserta pelatihan teknologi tepat guna (pemanfaatan limbah kelapa) mengikuti praktek lapangan.
sederhana yang memiliki prospek cerah di masa mendatang. “Budidaya jamur tiram memiliki prospek ekonomi yang baik. Jamur tiram merupakan salah satu pro duk komersial yang dapat dikembangkan dengan teknik sederhana,” ujarnya.
Apalagi, menurut Muksalmina, jamur tiram dapat diolah men jadi berbagai macam makanan seperti tumis jamur, mi jamur, jamur krispy, kerupuk jamur, bakso jamur, sate jamur, kaldu jamur tiram, dan berbagai jenis makanan olahan lain hingga bisa dibuka satu restoran yang menunya serba jamur tiram.
“Dari usaha ini, kita juga berpeluang dapat tambahan pen
Usaha Sederhana yang Berprospek Cerah
Melihat permintaan yang makin tinggi, saya
yakin budidaya jamur tiram adalah usaha sederhana yang
memiliki prospek cerah di masa mendatang.”
MUKSALMINA, A.MdPetani Milenial
dapatan selain dari hasil menjual jamur. Pendapatan tambahan itu bisa berasal dari limbah bag log jamur yang bisa diolah meng gunakan miselium jamur menjadi bahan menyerupai kulit sapi yang umumnya bisa digunakan untuk berbagai produk fashion,” ungkapnya.
Dengan melihat prospek yang ada, Muksalmina berharap kepada pemerintah untuk memberi perhatian kepada warga yang memiliki usaha budidaya jamur. Perhatian, sebutnya, bisa berupa bimbingan usaha atau modal se hingga masyarakat dapat mengem bangakan usahanya menjadi lebih maju lagi.
Ia menyebutkan, permintaan
Jamur Tiram, Bahan Pangan Eksotis yang Makin Digemari
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu ke lompok jamur yang sudah banyak dikenal karena bentuk dan ukuran tubuh buahnya sangat familiar di masyarakat. Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur yang dapat di makan (edible) dan memiliki rasa yang cukup khas. Jamur ini ju ga termasuk jamur kayu yang banyak tumbuh di pepohonan lapuk atau dapat tumbuh dengan tergantung dari sumber nutrien, suhu, kelembapan, air, cahaya, uda ra, dan keasaman.
Jamur dikenal sebagai bahan pangan eksotis dan kini pa
mornya makin menanjak. Banyak restoran, kafe, dan hotel yang menghidangkan jamur sebagai salah satu menunya. Jamur mengandung serat, betaglucan, vitamin B, mineral, kalium dan be berapa jenis karbohidrat. Peminat dan penikmat jamur pun ki ni makin banyak dari berbagai kelas sosial.
Petani Milenial asal Desa Meu nasah Teungoh, Kecamtan Pante Bidari, Aceh Timur, Muksal mina AMd, makin sukses mengembangkan usaha budidaya jamur tiram. Selain itu, jaringan pemasarannya juga tidak hanya di Aceh Timur saja, tapi
sudah merambah ke beberapa kabupaten/kota lain. Melalui Aceh Agro Mandiri yang didirikannya pada 2018, Muksalmina makin fokus pada usaha budidaya jamur tiram
Melalui usaha tersebut, alumni Sekolah Menengah Kejuruan Pembangunan Pertanian (SMKPP) Negeri Saree, Aceh Besar, ini sekarang sudah memiliki omset atau pendapatan Rp 5 juta per bulan. Setiap hari, ia bisa menjual 47 kilogram (Kg) jamur tiram dengan harga Rp 35 ribu per Kg.“Sekarang, saya membudidaya jamur tiram di areal seluas 100 meter persegi dan memiliki dua
kumbung jamur tiram yaitu satu kumbung untuk produksi baglog jamur dan satu kumbung lagi untuk budidaya jamur tiramnya,” jelas Muksalmina kepada Haba Tani, pekan lalu.
Awalnya, sebut Muksalmina, pada tahun 2018 ia coba memproduksi 100 baglog jamur dengan membeli baglog jamur tiram dari Medan (Sumatera Utara). “Saat itu, saya panen jamur setengah 1/2 kilogram saja sudah untuk menjualnya karena kurang peminat. Se bab, masyarakat jarang mau mengonsumsi jamur tiram karena takut beracun seperti jamur liar padan umunya,” ungkap Muksalmina.
Padahal, sambung Muksalmina, pada kenyataannya jamur tiram adalah jamur budidaya yang aman untuk dikomsumsi dan bahkan memberikan berbagai manfaat bagi kesehatan seperti menurunkan kolesterol dalam darah. Sebab, jamur tiram mengandung serat 7,4 sampai 24,6 persen, antitumor, dan antioksidan, yang sangat baik untuk pencernaan. “Karena tak laku, pada saat itu usaha budidaya jamur tiram saya hanya sanggup bertahan selama setahun (sejak awal hingga akhir 2018). Setelah kandas, kala itu saya memilik berhenti sementara dari usaha budidaya jamur tiram selama satu tahun,” timpalnya.
Pada akhir 2019, kata Muksal mina, dirinya mendapat kesempatan untuk mengikuti ma gang petani milenial Aceh un tuk belajar
tentang kelapa pan dan wangi dan pertanian intergrasi ke Provinsi Shonkla, Thailand. Selama magang yang difasilitasi Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, menurut Muksalmina, pihaknya mempelajari bagaimana kemajuan teknologi dan sistem agribisnis pertanian di Thailand yang terstruktur dengan baik.
Setelah pulang dari Thailand, tambah Muksalmina, seluruh pe serta magang termasuk dirinya mendapat bantuan mo dal dari Pemerintah Aceh agar dapat mengembangakan usa ha di bidang pertanian. “Pada awal 2020, saya kembali mengem ba ngakan usaha budidaya ja mur tiram. Kali ini saya me mulai kembali usaha dengan mem budidaya 1.000 baglog ja mur. Alhamdulillah, usaha saya mulai menampakkan ha sil. Sa lah satu buktinya, saya se ka rang sudah menbudidaya 2.000 baglog dengan panen 4 sam pai 7 kilogram per hari,” jelas Muksalmina dengan nada gembira dan bahagia.
Dengan makin intens melakukan promosi berbagai media sosial maupun media mas sa, menurut Muksalmina, permintaan jamur tiram yang dihasilkannya makin hari makin meningkat. Bahkan, katanya, sekarang ia agar kewalahan dalam memenuhi permintaan dari pelanggan yang terus bertambah. “Jamur tiram yang saya budidaya ini juga saya jual ke pasarpasar tradisional, pedagang jamur kispy, penjual mi, dan langsung dijual ke masyarakat dengan menyediakan layanan antar ke tempat,” imbuhnya. (*)
jamur yang sangat tinggi belum bisa diimbangi dengan pro duksi yang sesuai dengan ke butuhan pasar. Sepertinya, ja mur jenis ini akan laku keras di pasaran. Apalagi, orang yang mem budidaya jamur dalam skala besar masih sedikit, dan kebanyakan dari mereka hanya me lakukannya dalam skala rumah tangga.
“Karena itulah, menurut sa ya, usaha ini menjadi bisnis yang memiliki peluang besar di pasar. Sebab, budidaya ini tidak membutuhkan biaya dalam jum lah besar, dan caranya juga sangat mudah,” tutup petani mi lenial asal Aceh Timur, tersebut. (*)
Melihat permintaan yang makin tinggi, Muksalmina yakin, budidaya jamur tiram adalah usaha
“
Muksalmina menyiram jamur tiram di tempat budidaya miliknya kawasan Desa Meunasah Teungoh, Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur.
Jamur tiram hasil budidaya muksalmina yang sudah dikemas dalam plastik.
Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Hortikultura Kementerian Koordinator Bidang Pereko nomian, Yuli Sri Wilanti, me nye butkan, salah satu contoh pe ngem bangan rantai pasok pangan berbasis digital yang sudah dila kukan adalah Pliot project Pengembangan Closed loop Cabai di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sebanyak 13 institusi berkolaborasi untuk melaksanakan program ber sama sesuai fungsi dan peran masingmasing yang dituangkan dalam nota kesepahaman yang ditan datangani oleh para pihak pada 7 Oktober 2020.
Model bisnis rantai pasok terintegrasi dari hulu hingga hilir me nggambarkan proses bisnis yang dilakukan dalam ekosistem rantai pasok
pangan mulai dari penyediaan bibit oleh Eastwest, penyiapan pupuk oleh Pupuk Kujang, pembiayaan KUR BRI, sistem aplikasi Petani digital oleh 8 Villages, dukungan logistik KAI untuk distribusi bahan pa ngan, pengembangan jaringan kerja oleh KADIN, pendampingan oleh Pemda, IPB, Unpad, dan Mercy Corps Indonesia, serta kepastian penyerapan hasil petani oleh Indofood dan Paskomnas yang se muanya dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian.
Menurut Yuli, penerapan digitalisasi rantai pasok pangan ini dapat meningkatkan efisiensi biaya, kualitas produk dan akses pasar bagi petani. “Informasi dari hulu ke hilir dapat dimanfaatkan petani untuk manajemen agribisnis. Kegiatan
Pengembangan Losed Loop Cabai di Garut Jadi Pilot Project
penanaman sampai panen direkam secara rutin oleh sistem digital yang sudah dirancang dalam aplikasi,” ujarnya. Pada saat panen, sambung Yuli, informasi pasar dapat diakses
dengan baik, dan untuk mendukung kelancaran tansportasi barang, sistem logistik berbasis kereta api yang efisien dapat dimanfaatkan de ngan optimal. Pembiayaan yang dibu tuh
kan petani juga dapat diakses me lalui aplikasi yang dibangun.
Secara khusus keunggulan model bisnis sinergi rantai pasok pangan berbasis digital ini dapat memberikan manfaat yang besar untuk petani, yaitu, petani mam pu mengakses pem biayaan per bankan, dapat mem peroleh dan menggunakan bibit terbaik, menggunakan pupuk berkualitas dan lebih efisien, dapat memonitor perkembangan tanaman hingga pemasaran secara digital, adanya kepastian pasar dan harga yang layak bagi petani, dan adanya tran sportasi angkutan bahan pangan yang murah, cepat, dan terjangkau.
Ke depan, tambah Yuli, pengembangan pilot project ini diharapkan menjadi contoh keberhasilan yang akan direplikasi ke daerah lain secara luas. Tujuannya, agar petani dapat meningkatkan produksi dan mampu bekerja sama dengan offtaker, sehingga hasil produksinya dapat dipasarkan dengan baik dan mereka mendapatkan kepastian harga yang layak. (*)
Sinergi Rantai Pasok Pangan untuk Agribisnis
dari Hulu ke Hilir Pengembangan ekosistem rantai pasok digital menjadi
penting dalam rangka memastikan semua proses
agribisnis dari hulu hingga hilir dapat dipantau dengan baik dan
transparan.
YULI SRI WILANTI, S.Pi. MPAsdep Pengembangan Agribisnis Hortikultura
Sektor pertanian sering menghadapi persoalan mismatch antara produksi dan pemasaran. Hal ini terjadi karena adanya time lag yang cukup panjang antara waktu penanaman dengan saat produk dikonsumsi. Jarang sekali ditemui petani atau sekelompok petani dapat memenuhi secara per sis apa yang diinginkan oleh pasar, baik dalam hal kuan titas maupun kualitas. Akibat nya, baik petani maupun kon sumen se ring menghadapi ketidak pas tian pasokan dan harga. Ini memerlukan upaya serius yang melibatkan berbagai aktor untuk dapat memberikan perubahan pa da produktivitas pertanian dan jaminan pasar.
Asisten Deputi (Asdep) Pengem bangan Agribisnis Horti kultura Kementerian Koordinator Bi dang Perekonomian, Yuli Sri Wilanti, mengatakan, pengembangan model rantai pasok pangan yang terintegrasi dapat
memberikan nilai tambah dari sisi efisiensi agroinput dan peningkatan produktifitas yang ber dampak pada peningkatan pen dapatan. “Pengembangan ekosistem rantai pasok digital men jadi penting dalam rangka memastikan semua proses agribisnis dari hu lu hingga hilir dapat dipantau dengan baik dan transparan. Dengan perkembangan situasi global dan domestik yang semakin vulnerable dan uncertain, menurut Yuli Sri Wilanti, perlu sinergi antar aktor untuk menciptakan iklim berusaha yang berdaya saing, seka ligus berkeadilan.
Persoalan kunci yang masih dihadapi oleh petani dalam budidaya dan pemasaran produknya, sebut Yuli, antara lain dalam teknologi produksi, petani masih mengandalkan pengetahuan yang dipe roleh secara turunte mu run. “Selan jutnya, belum semua petani menggunakan benih unggul yang menghasilkan produk yang berkualitas, minimnya keter sediaan air pada saat musim kemarau, fluktuasi harga dari musim ke musim, serta akses petani terhadap pasar dapat dikatakan juga masih terbatas,” jelasnya.
Pengembangan digitalisasi ran tai pasok pangan, menurut Yuli, perlu didasarkan pada delapan pilar. Pertama, Adanya peruba han paradigma agribisnis, yaitu perubahan dari lahan ke cil men jadi konsolidasi lahan (se
hingga memenuhi skala ekonomi yang efisien) dan dikelola secara cor porate farming; perubahan dari bisnis budidaya semata men jadi bisnis terintegrasi hulu hilir; dan perubahan dari ha nya mena nam tanaman padi men jadi mixed farming. Kedua, Kon soli dasi kelembagaan, yaitu terbentuknya kelembagaan/mane jemen pengelola sebagai or ganisasi bisnis; adanya penguatan kelembagaan petani; ada nya edukasi petani menjadi entrepreneur; ser ta adanya pendam
pingan dan ke mitraan.Ketiga, Adopsi inovasi tek
nologi, yaitu berupa kebaruan input produksi dan praktik budidaya; kebaruan teknologi pascapanen; packaging/kemasan. Keempat, Dukungan akses pembiayaan berupa pembiayaan usaha tani; pembiayaan pascapanen; pengolahan produk; dan pembayaran hasil pemasaran serta asuransi pertanian.
Kelima, Pelibatan off taker yaitu adanya penjamin hasil
pro duksi sekaligus sebagai avalis. Keenam, Penerapan IT, yaitu pemanfaatan Internet of Things (IoT) yang mendukung sis tem informasi pertanian yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Ketujuh, Dukungan logistik, yaitu adanya sistem logistik yang efisien dan pemasaran berbasis digital. Terakhir (kedelapan), Sinergi, yang diperlukan untuk menentukan visi bersama dan implementasi kegiatan secara terpadu di antara pelaku dan pendukung. (*)
“
Perwakilan 13 institusi memperlihatkan naskah kerja sama terkait pengembangan closed loop komoditas cabai seusai ditandatangani di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Model bisnis pengembangan closed loop cabai di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Menteri Pertanian (Mentan) RI, Dr Syahrul Yasin Limpo SH MH, Rabu (30/9/2020) lalu, melakukan panen raya padi musim gadu di hamparan sawah seluas 8.000 hektare kawasan Desa Tumbo Baro, Kecamatan Kuta Malaka, Aceh Besar. Mentan melakukan panen ber sama Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, Pang dam Iskandar Muda, Mayjen TNI Hassanuddin, Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali, dan Anggota DPR RI, Salim Fakhri.
Selain ratusan petani setempat, panen raya itu turut disaksikan unsur Forkopimda Aceh Besar, pe jabat eselon II Kementerian Per tanian (Kementan) RI, Staf Khusus Menteri Pertanian, Kadis
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menyatakan, pertanian merupakan sa lah satu sektor prioritas di Aceh. Karena itu, ia meminta Men teri Pertanian (Mentan) RI, Dr Syahrul Yasin Limpo SH MH,
untuk mendukung program tersebut, sehingga Aceh dapat menjadi lumbung pangan nasional.
Pada tahun ini, sebut Nova, Aceh menargetkan penanaman padi di areal seluas 372.000 hektare, dengan luas panen 353.000
Aceh Kembangkan Pertanian Hulu Hilir
Potensi bagus, cuaca bagus, tanah bagus, ini modal Aceh untuk jadi lumbung pangan
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(petani).”
DR. SYAHRUL YASIN LIMPO, SH, MH
Menteri Pertanian RI
Pertanian Aceh Besar, perwakilan Bank BNI 46, Bank BRI, dan Bank Mandiri, utusan Bulog dan Pupuk, serta ratusan tamu undangan lainnya.
Mentan menyatakan siap mem beri dukungan penuh terha dap upa ya peningkatan perekonomian petani di Aceh. Guna mendukung ekonomi petani, Syahrul berjanji akan membangun tiga pabrik peng gilingan padi (rice milling) di Aceh. Dengan adanya pabrik tersebut, ke depan gabah petani Aceh tidak perlu lagi dikirim lagi provinsi tetangga seperti Sumatera Utara. Dengan demikian, income yang diperoleh oleh petani menjadi lebih besar.
“Tolong pak dirjen, kalau bisa
tahun ini kita bangun tiga rice milling di Aceh. Nanti, terserah Pak Gubernur dan Bupati mau bangun di mana. Saya ingin hasil petani di Aceh dihitung dengan beras, jangan gabah lagi,” ujar Syahrul. Ia juga meminta Pemerintah Aceh segera mengajukan pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) untuk pengembangan sektor pertanian.
Menurut Mentan, langkah itu perlu dilakukan demi memper cepat dan memajukan teknologi di sektor pertanian. Untuk mengawasi penggunaan KUR, Syah rul menyatakan siap ber tang gung jawab. “KUR sudah disiapkan pemerintah. Karena itu, kita akan dorong KUR lebih ba nyak diserap. Sehingga modal
Komit Menjaga Ketahanan Pangan di Masa Pandemi
Harapan kami, tahun ini surplus padi lebih meningkat, sehingga Gerakan Aceh Mandiri Pangan yang kita canangkan berjalan
dengan baik dan pada gilirannya dapat berkontribusi untuk menjaga
ketahanan pangan nasional.”
IR. NOVA IRIANSYAH, MTPlt Gubernur Aceh
pro duksi untuk petani akan tertangani,”kata Syahrul.
Mentan menyatakan, sektor per tanian harus dikembangkan. Sebab, sambungnya, pertanian menjadi satusatunya sektor yang pa ling survive pada saat sektor lain terdampak pandemi Covid19 secara signifikan. “Aceh memiliki tanah yang subur, pengairan juga tidak kalah. Jadi, saya kira potensi untuk mengembangkan sektor pertanian di Aceh menjadi lebih baik, sangat terbuka,” ungkap Mentan.
Syahrul juga berharap, produksi pertanian di Aceh tidak hanya mam pu mencukupi kebutuhan daerah saja. Namun, juga diharapkan dapat berkontribusi untuk memenuhi kebu tuhan pangan nasional. “Poten si bagus, cuaca bagus, tanah ba gus, ini mo dal Aceh untuk jadi lum bung pangan dan meningkatkan kesejah teraan masyarakat (pe tani),” tim pal nya seraya menya ta kan perlu ada nya korporasi agar hasil pertanian di Aceh menjadi lebih baik.
Pada kesempatan itu, Mentan bersama Plt Gubernur Aceh, Pang dam IM, Bupati Aceh Be sar, Anggota DPR RI, awalnya memotong padi secara tradisional menggunakan sa bit. Mentan terlihat piawai me megang sabit, me motong padi, kemudian mengangkat dua ikat besar padi yang sudah dipotongnya. Syahrul bersama pejabat lain juga berkesempatan mengoperasikan mesin pemotong padi modern, combine harvester.
Dukungan dan bantuan yang dijanjikan oleh Menteri Pertanian pada acara panen raya tersebut
se pertinya menjadi awal yang baik bagi Aceh untuk mulai menerapkan pertanian dari hulu ke hilir. Siap tidak siap, mau tidak mau, tapi seluruh stakeholder terkait harus mendukung rencana ini. Sebab, dengan menerapkan pertanian dari hulu ke hilir, Aceh tak lagi hanya mengirim gabah ke luar daerah. Tapi, lebih dari itu, provinsi di ujung barat Pulau Sumatera, ini bisa menghasilkan berbagai produk turunan. Salah satunya beras.
Selama ini, walau gabah berasal dari Aceh, namun se telah menjadi beras, maka iden titas Aceh hilang dari be ras tersebut. Sebab, proses penggilingan padi menjadi beras dilakukan di luar daerah. Sangat disayang kan jika kesempatan ini tidak dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan di Aceh. Sebab, penerapan per ta nian dari hulu ke hilir secara tidak langsung akan men dongkrak pendapatan petani dan perekonomian bumi Se rambi Mekkah menjadi lebih baik di masamasa mendatang. Semoga! (*)
hektare. “Sementara produksi padi pada tahun ini, kami target kan sebanyak 2 juta ton gabah ke ring giling. Hitungan kami, ting kat produktivitas lahan pa di di Aceh berkisar 5,6 ton per hektare. Produksi padi Aceh tahun ini memang kita targetkan meningkat dari tahun lalu karena ada kecenderungan cuaca relatif lebih bersahabat bagi petani,” jelas Plt Gubernur
Aceh dalam sambutannya pada panen raya padi musim gadu di hamparan sawah seluas 8.000 hektare ka wasan Desa Tumbo Baro, Keca matan Kuta Malaka, Aceh Besar, Rabu (30/9/2020).
Untuk menjaga ketahanan pangan di masa pandemi Covid19, kata Nova, pada Agustus lalu, pihaknya mencanangkan Gerakan Aceh Mandiri Pangan (GAM PANG). Gerakan itu fokus
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, saat tiba di lokasi panen raya persawahan Gampong Tumbo Baro, Kecamatan Kuta Malaka, Aceh Besar.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, bersama pejabat lainnya melakukan panen raya di lahan IP-300 kawasan Gampong Tumbo Baro, Kecamatan Kuta Malaka, Aceh Besar.
te rus digalakkan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi. Selain program Luas Tambah Tanam (LTT), pemerintah juga mendorong pe tani untuk meningkatkan In deks Pertanaman dari satu ka li menjadi dua kali setahun dan dari dua kali menjadi ti ga kali setahun. Dorongan ini ditujukan kepada daerahdaerah yang sawahnya dialiri irigasi.
Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh pa da tahun 2020 ini kembali melaksanakan pengembangan klas ter padi unggul dengan po la tanam tiga kali setahun (IP300) pada areal seluas 1.600 hek tare (Ha), dan kegiatan dukungan sekitar lokasi klaster pa di unggul seluas 4.700 Ha.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Kadistanbun) Aceh, A Hanan SP MM, menye butkan, kegiatan IP 300 tahun ini berlokasi di empat kabupaten yaitu Aceh Besar dengan areal seluas 500 Ha, Pidie Jaya seluas 300 Ha, Aceh Utara seluas 500 Ha, dan Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) seluas 300 Ha. “Program IP300 tetap menjadi program andalan kita dalam upa ya meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Untuk menyukseskan program ini, kita juga memberikan sejumlah bantuan kepada petani berupa benih sebesar 25 kilogram (Kg)/hektare (Ha), pupuk NPK 100 Kg/Ha, dan biaya pengolahan lahan digratiskan,” jelas A Hanan.
Menurutnya, program klas
ter padi unggul didukung dengan teknologi budidaya meng gunakan benih varietas ber mutu dan bersertifikat yang berpotensi produksi ting gi, pe nerapan pemupukan ber im bang, pupuk organik, kecu kupan pengelolaan air secara optimal, pengendalian organis me pengganggu tanaman (OPT), penerapan teknologi pengelola tanaman sumber daya terpadu (PTT), alat dan mesin pertanian, serta penanganan panen dan pascapanen.
Pada lahan IP300 yang sudah terlaksana pada tahun ini, sebut A Hanan, produktivitas pa di yang dicapai ratarata 8,2 ton/Ha gabah kering pa nen (GKP). Jika program ini terlaksana dengan baik, A Hanan yakin akan meningkat kan pendapatan petani.
“Jika produktivitas padi ratarata 8,2 ton per hektare GKP per setiap musim tanam, dan harga gabah sekitar 4.800/Kg, maka setiap hektare akan menghasilkan uang Rp 39 juta. Dengan demikian, roduksi padi Aceh akan meningkat secara signifikan dan tentunya pendapatan petani juga akan meningkat,” tutup Kadistan bun Aceh seraya menyata kan panen raya yang dilakukan Menteri Pertanian RI, Dr Syahrul Yasin Limpo SH MH, bersama sejumlah pejabat lainnya, di persawahan Desa Tumbo Baro, Kecamatan Kuta Malaka, Aceh Besar, pada Rabu (30/9/2020), termasuk dalam lokasi IP300. (*)
Program IP-300 Tetap Jadi Andalan
pada beberapa komoditas seperti padi dan jagung, budidaya ikan lele, sayursayuran de ngan memanfaatkan lahan peka rangan, ketersediaan telur ayam, serta memastikan ketersediaan air untuk lahan pertanian.
“Harapan kami, tahun ini surplus padi lebih meningkat,
se hingga Gerakan Aceh Mandiri Pa ngan yang kita canangkan ber jalan dengan baik dan pada gili rannya dapat berkontribusi un tuk menjaga ketahanan pangan nasional,” kata Nova.
Plt Gubernur juga menyampaikan terima kasih karena Menteri Syahrul Yasin Limpo yang
sudah bersedia hadir ke Aceh un tuk melakukan panen raya ber sama petani. “Alhamdulillah, hari ini kami sangat bangga karena Bapak Menteri berkenan melakukan panen raya padi di sini. Bapak Menteri tentu bisa melihat sendiri betapa antusiasnya petani menyambut pa
nen raya ini,” demikian Nova Iriansyah.
Sementara itu, Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali, melaporkan, pengembangan sektor pertanian di Aceh Besar masih mengalami sejumlah kendala. Seperti ma sih kurangnya alat dan mesin per tanian (Alsintan)
serta ke mam puan irigasi yang belum mak simal. Begitu juga dengan pu puk subsidi dan pembagian bibit gratis. “Karena itu, dengan hadirnya Pak Menteri, kami ber harap masalah yang dialami pe tani di Aceh Besar bisa terse lesaikan,” harapnya. (*)
Program IP-300 tetap menjadi program andalan kita dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Untuk menyukseskan program ini, kita juga memberikan sejumlah bantuan kepada petani.”
A. HANAN, SP, MMKadistanbun Aceh
Dalam rangka menyejahte rakan petani dan meng anti sipasi krisis pangan se ba gai dam pak pan demi Covid19, In do nesia di tuntut meme
nuhi seluruh kebu tuhan pangan dalam negeri. Un tuk mewujudkan hal tersebut, langkah utama yang harus dila ku kan adalah meningkatkan pro
duk si pangan nasional ber basis pertanian rakyat dan keberpihakan pada petani kecil.
Program peningkatan produksi dan produktivitas padi
Pengembangan UPH berbasis kelompok akhirnya
dapat meningkatkan pendapatan petani sekaligus meningkatkan kesempatan
atau lapangan kerja.”
SAFRIZAL, SP, MPAKabid Tanaman Pangan
Distanbun Aceh
Kembangkan Fasilitas UPH untuk Tingkatkan Pendapatan Petani
Penanganan pengolahan ha sil meru pa kan proses lanjutan yang perlu dilakukan untuk mem pe roleh nilai tambah produk tanaman pangan. Untuk men capai maksud ter sebut. Pe merintah Aceh me lalui Di nas Pertanian dan Per kebunan (Distanbun) Aceh mem berikan bantuan kepada kelompok tani/pelaku usaha tanaman pangan berupa alat pengolahan dan bangunan unit pengolahan hasil (UPH).
Kepala Bidang Tanaman Pangan Distabun Aceh, Safrizal SP MPA, kepada Haba Tani, bebe rapa waktu lalu, meng ungkapkan, pemberian ban tuan ini dimaksudkan agar petani/kelompok tani mendapatkan nilai tambah pada komoditi tanaman pa ng an seperti jagung, kedelai dan tanaman pangan lain nya. Penguatan nilai tam bah melalui pengolahan hasil, me nurut Safrizal, dapat men dorong variasi produk ber basis sumber da ya lokal, me ning katkan daya saing, daya simpan, kemudahan distribusi, perluasan pasar pro duk, pemenuhan nutrisi, pe ning katan keamanan pro duk, op timalisasi sumber daya dan peningkatan nilai eko nomi.
“Pengembangan UPH ber basis kelompok pada akhir nya dapat meningkatkan pen dapatan pe tani seka ligus meningkatkan ke sempatan atau la
pangan ker ja. Pemberdayaan dalam usaha yang dilakukan dapat bermanfaat un tuk semua anggota kelompok,” ujar Safrizal.
Selain memberikan fasilititasi UPH, sambung Safrizal, pembinaan secara berkelnajutan opti malisasi pemanfaatan UPH tana man pangan perlu dilakukan untuk mendukung penguatan pro ses bisnis, seperti membantu memperluas pasar produk de ngan cara memfasilitasi kelom pok untuk mendapatkan pe luang pasar dan
memfasilitasi kepengurusan sertifikat Halal. “Pen cantuman lebel halal ini adalah salah satu poin uta ma untuk mendapatkan keper ca yaan konsumen terhadap pro duk,” imbuhnya.
Salah satu penerima ban tuan Fasilitasi UPH, sebut Safrizal, adalah Kelompok Tani ‘Jaya Miko’ Desa Tebes Lues, Ke camatan Bies, Aceh Tengah. Me nurutnya, ke lompok ini me mulai usaha pengolahan tempe pada tahun 2015 secara manual dengan kapa sitas produksi 1020 kilogram (Kg)/hari. Pada tahun 2019, lanjut Safrizal, ke lompok tersebut men da pat ban tuan berupa Fasilitasi UPH. Ha silnya, saat ini kapasitas pro duksinya bertambah men jadi 2530 Kg/hari dengan wilah pe masaran yang masih lokal dan antarkecamatan dalam Kabupaten Aceh Tengah.
Kelompok yang berang go takan 26 orang ini, kata Safrizal, memberdayakan se lu ruh anggotanya dalam se tiap ta hapan pe ngolahan ke de lai menjadi tempe, se hing ga dapat me nambah pen dapatan mereka. Dalam perkembangannya, ke lom pok ini berhasil mem per ta hankan kontinuitas dan diharap kan ke de pan dapat terus berinovasi, menambah ka pasitas pro duksinya, memper luas pemasaran dengan cara meningkatkan promosi dan pengenalan produknya kepada usahausaha retail terdekat dan memiliki sertifikat halal.(*)
Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah MT, bersama Pangdam IM, Mayjen TNI Hassanudin SIP MM, mengoperasikan mesin pemotong padi (combine harvester), saat panen raya di persawahan Gampong Tumbo Baro, Kecamatan Kuta Malaka, Aceh Besar.
Secara geografis, Kota Lhok seumawe merupakan dataran rendah dengan ketinggian ratarata kurang lebih 24 meter di atas permukaan laut (dpl). Dengan luas wilayah 181,06 km2, Lhokseumawe terdiri atas 4 kecamatan dengan 68 gampong. Keempat kecamatan itu adalah Banda Sakti, Blang Mangat, Muara Dua, dan Kecamatan Muara Satu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ‘Lhokseumawe dalam Angka 2020,’ luas lahan sawah di kota ini adalah 1.080 hektare (Ha) yang tersebar di tiga kecamatan yakni Blang Mangat 1.147 Ha (747 Ha lahan sawah semi irigasi dan 400 Ha lahan sawah tadah hujan), Muara Dua 90 Ha (sawah tadah hujan), dan Kecamatan Muara Satu 590 Ha (sawah tadah hujan).
Salah satu desa yang mengha silkan padi di Lhokseumawe adalah Desa Cot Trieng, Kecamatan Muara Satu. Secara geografis, desa ini tidak berbatasan dengan laut. Namun, menurut tofografi, wilayahnya berada di lembah (desa yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah rendah yang terletak di antara dua pe
Dari hasil penelitian, didapati juga bahwa semakin padat bibit padi yang dimasukkan ke dalam satu lubang, maka akan se makin banyak pula menghasilkan padi yang berkualitas baik dan
siap berkompetisi dengan bibit yang dihasilkan dengan sistem lain. “Salah satunya, dapat memi nimalkan serangan hama keong yang suka pada tanaman padi yang masih muda,” ujar
Dapat Meminimalkan Serangan Hama Keong
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Cot Trieng, Sri Sapta Murniati SPt.
Ia menyebutkan, metode Haz ton memiliki beberapa keunggulan yaitu hasil produksi meningkat, penanaman mudah, tanaman tidak mudah stress dan cepat beradaptasi, tahan terhadap hama seperti keong karena menggunakan bibit ber usia tua, gulma akan sulit tum buh karena jarak tanaman
sa ngat rapat, mempercepat masa panen hingga 15 hari, dan ga bah yang dihasilkan bernas.
Namun, sambung Sri, di balik kelebihannya, metode ini ju ga memiliki beberapa kelema han. Seperti: metode ini memerlukan banyak benih, karena tanaman rimbun maka per lu dikawal dengan agensia hayati, perlu pupuk tambahan dari dosis normal, dan perlu keahlian khusus dalam pemeliharaan.
“Tanaman padi meng gunakan sistem Hazton seperti yang sudah dilakukan di Bireuen mampu meng hasilkan gabah 12 ton gabah per hektare. Jumlah itu me ningkat hampir 50 persen dari sebelumnya yang hanya 56 ton per hektare. Insya Allah, di Desa Cot Trieng, kami berharap bisa menyamai apa yang dihasilkan oleh petani di Bireuen,” pungkas Sri Sapta Murniati. (*)
Hazton, Cara Baru Tingkatkan Produksi Padi
di Lahan Pasang Surut Kebanyakan orang
berpendapat, bibit tua tidak menghasilkan bulir padi yang
banyak. Namun, pendapat tersebut dapat ditepis oleh metode
Hazton. Sebab, dengan sistem ini, makin tua bibit padi, justru
semakin tahan terhadap penyakit.”
SRI SAPTA MURNIATI, SPtPPL Desa Cot Trieng
gunungan atau daerah yang mempunyai kedudukan lebih rendah dibanding daerah lain).
Banyak lahan di Cot Trieng yang masih dalam bentuk rawa rawa. Dengan kondisi demikian, desa ini akan banjirlahan sawah ikut tergenangbila diguyur hujan terus menerus dan lahan sawah akan mengalami kekeringan jika kemarau melanda. Sehingga, produksi padi di Cot Trieng hanya 45 ton per hektare per tahun.
Selama ini, peran Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh, dan Pemko Lhokseumawe Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, dan Pangan (DKP3) setempat sudah berjalan. Peran itu terlihat dalam bentuk pem banguan jalan usaha tani, serta pembangunan tempat long sto rage dan sumur bor. Meski demikian, masih perlu dukungan dan perhatian dari pemerintah un tuk menunjang keberhasilan per tanian di Kecamatan Muara Sa tu pada umumnya dan Desa Cot Trieng pada khususnya.
Peningkatan prouksi padi terus diupayakan antara lain melalui kegiatan demplot dan denfarm dengan metode Jarwo 2:1 maupun jarwo Super. “Alhamdulillah, saat ini Desa Cot Trieng mendapat perhatian dari Bank Indonesia dengan memfasilitasi pelaksanaan budidaya padi menggunaakan me tode Hazton pada areal seluas lima hektare (Ha),” ujar Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Cot Trieng, Sri Sapta Murniati SPt, kepada Haba Tani, pekan lalu.
Menurutnya, Metode Hazton mungkin tidak setenar metode ja jar legowo atau SRI dalam hal penanaman padi. Namun, sambung
Sri, metode hasil karya dua putra Kalimantan Barat (Ir H Hazairin MS dan Anton Kamarudin SP M.Si), ini bisa menjadi harapan baru untuk meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya tanaman padi. “Metode itu mereka temukan setelah melakukan riset yang he bat,” katanya.
Untuk diketahui, Hazton adalah suatu metode dalam budidaya tanaman padi dengan jumlah bibit 2030 batang per lubang tanam, dimana bibit sudah berumur 3035 hari. Hazton mempunyai dua arti yaitu singkatan dari hasil bertonton dan singkatan dari nama dua penemu yaitu Hazairin dan Anton.
Metode Hazton, kata Sri, lebih menekankan pada jumlah bibit
yang ditanam dengan tujuan meng hasilkan indukan yang produktif dan tidak terfokus terhadap jumlah anakan pada tiap rumpun. Sehingga akan menghasilkan indu kan produktif yang sama dan ha sil panen yang maksimal.
Dengan memanfaatkan adaptasi fisiologi dari tanaman padi, me nurut Sri Sapta Murniati, jumlah bibit yang ditanam tersebut akan sulit mengeluarkan anakan untuk bibit yang berada di tengah rumpunan padi. Sehingga bibit tersebut akan menjadi indukan produktif. Namun, sambungnya, un tuk bibit yang berada di pinggir rumpunan padi akan menghasilkan 23 anakan dengan tujuan menjadikan anakan tersebut se
bagai anakan yang produktif dengan hasil maksimal.
Dengan menggunakan metode Hazton, bibit padi yang dibutuhkan untuk satu hektare lahan adalah sekitar 125 kilogram (Kg). Jumlah ini jauh lebih banyak dibanding cara bercocok tanam padi pada umumnya yakni sekitar 25 Kg/hektare.
Kebanyakan orang berpendapat, bibit tua tidak menghasilkan bulir padi yang banyak. Namun, tambah Sri Sapta Murniati, pendapat tersebut dapat ditepis oleh metode Hazton. “Sebab, pada ke nya taaannya, dengan sistem Hazton, makin tua bibit padi, justru semakin tahan terhadap penyakit,” tandasnya. (*)
“
Penyuluh Pertanian Desa Cot Trieng, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, Sri Sapta Murniati SPt, foto bersama dengan petani seusai meninjau tanaman padi yang ditanam dengan sistem Hazton di desa tersebut.
Tanaman padi di Desa Cot Trieng, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, yang ditanam menggunakan sistem Hazton.
Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh melalui Bidang Hortikultura, Senin (12/10/2020), menyalurkan bantuan berupa produk hortikultura (sayuransayuran) kepada 250 orang yang berasal dari sejumlah kalangan. Kegiatan itu dipusatkan
Distanbun Aceh Terima Program PATB dari Kementan
Kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kementan RI atas pemberian program ini. Sebab, program tersebut
sangat bermanfaat untuk mendukung pembangunan sektor pertanian di Aceh.”
A. HANAN, SP, MMKadistanbun Aceh
“
Salurkan Produk Hortikultura untuk Sejumlah Kalangan
Karena itu, kami berharap bantuan ini dapat meringankan
beban para penerima dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari bagi keluarganya.”
A. HANAN, SP, MMKadistanbun Aceh
Kantor Distanbun Aceh Unit I, kawasan Lampineung, Banda Aceh.
Penyerahan bantuan yang dimulai sekitar pukul 09.00 WIB
itu dihadiri Kadistanbun Aceh, A Hanan SP MM, Pelaksana tugas (Plt) Kabid Hortikultura, Fakhrurrazi SP MSc, dan Kasie PPHH, Yuni Saputri STP, be serta sejumlah staf Bidang Horti kul tura, serta para penerima bantuan.
Bantuan tersebut diserahkan secara simbolis oleh Kadistanbun Aceh, A Hanan SP MM, dan Plt Kabid Hortikultura, Fakhrurrazi SP MSc. “Adapun penerima bantuan adalah staf Bidang Hortikultura 31 orang, tenaga kontrak Unit I se banyak 62 Orang, tenaga kontrak Unit II sebanyak 14 orang, tenaga harian lepas 10 orang, dan pelaku usaha di Pasar Tani sebanyak 133 orang,” rinci Fakhrurrazi, dalam laporannya pada acara tersebut.
Kadistanbun Aceh, A Hanan SP MM, dalam sambutannya antara lain menyampaikan, karena ma sih dalam suasana pandemi Covid19, harga sejumlah bahan
ke butuhan pokok seperti sayursayuran, melonjak naik. Karena itu, A Hanan berharap bantuan ini dapat meringankan beban para penerima dalam memenuhi kebutuhan seharihari bagi keluarganya.
“Menyalurkan produk horti kul tura, sama artinya de ngan menam pung hasil pertanian langsung dari petani agar dapat mensejahterakan me reka. Sehingga, produk yang dibagikann kepada penerima masih baik dan segar,” jelasnya.
Dengan adanya bantuan ini, A Hanan berharap dapat mem bantu mengurangi biaya ope rasional masyarakat untuk membeli sayursayuran. Apalagi, selama masa pandemi ini har ganya meningkat drastis. “Pe nyaluran bantuan ini juga men jadi bagian dari upaya mempererat silaturahmi antara pemerintah, petani, dan masyarakat,” demikian Kadistanbun Aceh. (*)
Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, menerima sejumlah program terkait perluasan area tanam baru (PATB) dari Kementerian Pertanian (Kementan) RI. Komitmen program tersebut diserahkan Menteri Pertanian (Men tan) RI, Syahrul Yasin Lim po, kepada Kadis Pertanian dan Perkebunan (Kadistanbun) Aceh, A Hanan SP MM, seusai melakukan panen raya padi di tengah hamparan sawah seluas 8.000 hektare, kawasan De sa Tumbo Baro, Kecamatan Ku ta Malaka, Aceh Besar, Rabu (30/9 /2020) lalu.
Kadistanbun Aceh, A Hanan SP MM, menyebutkan, program yang diberikan adalah mesin peng gilingan padi (rice milling) tiga unit serta sarana produksi (seperti be nih, pupuk, dan herbisida) untuk pelaksanaan perluasan areal tanam baru (PATB) sebanyak 50 ribu hektare (Ha) di seluruh kabupaten/kota di Aceh.
“Pemberian saprodi ter sebut dalam rangka mendukung operasional alat dan mesin per tanian di lokasi PATB,” ujarnya di dampingi Kabid Tanaman Pangan, Safrizal SP MPA.
A Hanan mengungkapkan, untuk pengadaan dan pelaksanaan program tersebut semuanya berada atau dilakukan oleh Kementeria Pertanian (Kementan) RI me lalui Ditjen Tanaman Pangan. “PATB di lak sanakan di luar lahan baku sawah yang ada. Artinya, penanaman di perluas ke lahan tegalan baik yang ada di perkebunan maupun pe gunungan. Program ini dilakukan da lam rangka peningkatan produksi tanaman pangan di masa pandemi Covid19 ini,” ungkap A Hanan
Karena program ini sepenuhnya dilaksanakan di kabupaten/kota seAceh, menurut A Hanan, masingmasing pemerintah kabu paten/kota melalui dinas yang mem bidangi per tanian sudah menyiapkan usulan ca lon petani dan calon lo kasi un tuk PATB. “Kabupaten/kota me nyampaikan usulan itu ke pro vinsi dan selanjutnya kami me nyampaikan ke Kementan me lalui Dirjen Tanaman Pangan,” tim pal Ka distanbun Aceh seraya menyebutkan hingga kini sudah terkumpul calon lokasi PATB seluas 24 ribu hektare (Ha) lebih.
Ia berharap, program yang di serahkan Kementan ini dapat di serap atau direalisasikan oleh petani di seluruh Aceh. Untuk itu, A Hanan memohon dukungan dari bantuan dari penyuluh pertanian, dinas yang membidangi pertanian di 23 kabupaten/kota, serta stakeholder terkait lainnya, agar
program PATB yang diberikan Kementan terlaksana dengan baik dan sesuai harapan.
Soal tiga unit kilang padi yang dijanjikan Mentan saat berkunjung ke Aceh beberapa waktu lalu, kata A Hanan, saat ini sedang dilakukan pendataan un tuk kesesuaian lokasi dengan calon penerima manfaat. Ia berharap program tersebut dapat terlaksana pada tahun ini. “Kami menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ke mentan RI atas pemberian program ini. Se bab, program ter sebut sangat ber manfaat untuk mendukung pem bangunan sektor pertanian di Aceh,” imbuhnya.
A Hanan juga berharap agar ke depan Kementan RI terus
memberikan berbagai program lain yang dapat menunjang aktivitas sektor pertanian di Ta nah Rencong. Sebab, tambah Kadistanbun Aceh, dalam beberapa waktu terakhir banyak petani di provinsi ujung barat barat Pulau Sumatera, ini kurang maksimal menjalankan usahanya akibat berbagai faktor. Salah satunya, sebut A Hanan, program dari peme rintah masih kurang memadai.
Sementara itu, Menteri Per tanian Syahrul Yasin Limpo, me ngatakan, pemberian pro gram tersebut diharapkan da pat membantu peningkatan pro duksi pertanian guna me me nuhi kebutuhan dalam negeri, mengurangi impor, dan mening katkan volume ekspor. “Dalam peningkatan produksi, Kementan
juga melakukan beberapa upaya dengan menyalurkan sarana produksi (saprodi), alat prapanen dan pascapanen, mendorong petani un tuk menggunakan fasilitas kredit usaha rakyat (KUR) serta pengembangan pertanian berbasis kor porasi dan klaster,” ungkap Menteri yang akrab disapa SYL, ini.
Syahrul juga berharap kepada Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota di Aceh untuk melakukan gerakan di lapangan dan menggerakkan Kostratani di kecamatan sebagai ujung tombak sektor pertanian. “Komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat di masingmasing tingkatan akan menjadi indikator keberhasilan pencapaian sasaran penanaman padi,” jelas Mentan.(*)
Kadistanbun Aceh, A Hanan SP MM, menerima bantuan dari Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo, di sela-sela panen raya kawasan persawahan Gampong Tumbo Baro, Kecamatan Kuta Malaka, Aceh Besar.
Pelaksana tugas (Plt) Kabid Hortikultura Distanbun Aceh, Fakhrurrazi SP MSc (kanan), menyerahkan produk hortikultura kepada masyarakat di Kantor Distanbun Aceh Unit I, kawasan Lampineung, Banda Aceh.
Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe ber asal dari Asia Pasi fik yang tersebar dari India sam pai ke Cina yang dike nal se bagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan mi nu man, bumbu masak dan obatobatan tradisional. Jahe termasuk dalam suku temutemuan (Zingiberaceae). Nama daerah dari tanaman jahe antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali),jhai (Madura), melito (Gorontalo), dan geraka (Ternate).
Penanaman jahe di Aceh tersebar hampir di semua kabupaten/kota dengan luas areal mencapai ratusan ribu hek tare pada tahun 2019.Pa da tahun 2020, popularitas kon sumsi tanaman ini ma kin meningkat aki bat mewabah nya virus Covid19. Hal itu ter jadi karena re busan ek strak jahe dipercayai dapat me ningkatkan imunitas tubuh da lam melawan gejala virus Corona.
Kondisi ini tentu saja memberi keuntungan secara ekonomi bagi petani yang giat
Jika Ada Kendala, Hubungi Fungsional POPT
Adapun penyakit yang sering dijumpai pada tanaman jahe antara lain:1. Penyakit layu bakeri
Gejala yang disebabkan oleh penyakit ini mulamula helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Selanjutnya tu nas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati rebah. Rimpang yang sakit akan berwarna gelap dan se dikit membusuk, jika rimpang dipotong maka akan mengeluarkan lendir berwarna pu tih susu sampai kecoklatan. Penyakit ini biasanya menyerang tanaman jahe pada umur 34 bulan yang dipengaruhi
adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lem bab. Cara pengendalian pe nyakit layu bakteri adalah, menggunakan bibit jahe yang sehat, tanaman jahe yang terkena penyakit harus dikaran tina, pengolahan tanah yang baik serta budidaya tanaman yang sehat, serta pengendalian dengan peng gunaan fungisida yang berbahan aktif Mankozeb 80% dan Carbendazin 50%.
2. Penyakit busuk rimpangPenyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 2025 derajat oC dan te rus berkembang akhirnya menyebabkan rimpang menjadi
busuk. Gejala: daun bagian ba wah yang berubah menjadi ku ning dan layu hingga akhirnya tanaman mati. Pengendalian dapat dilakukan de ngan penggunaan bibit yang se hat, penerapan pola tanam yang baik, dan penggunaan fungi sida.
3. Penyakit bercak daunPenyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, kemudian masuk melalui luka mau pun tanpa luka. Gejala se rangan pada daun yang ber cakbercak berukuran 35 mm, selanjutnya
bercakber cak itu berwarna abuabu dan ditengahnya terdapat bintikbintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah. Tanaman yang terserang bisa mati. Pengendalian da pat dilakukan dengan tinda kan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan caracara yang dijelaskan di atas.Bagi petani/kelompok ta
ni yang mengalami kendala menge nai hama dan penyakit pa da tanaman jahe di lapangan da pat
menghubungi petugas lapa ngan Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) yang ter sebar di setiap Kecamatan di Aceh. Untuk konsultasi dan rekomendasi pengendalian dapat juga menghubungi Fungsional POPT pa da UPTD BPTPHP ACEH dengan ala mat Jalan P Nyak Makam Nomor 24A Lampineung, Banda Aceh, telepon (0651)7551004. (*)
nPenulis adalah Pengelola Organisme Penganggu Tanaman
pada UPTD BPTPHP Aceh
Penyakit Layu Bakteri Penyakit Busuk Rimpang Penyakit Bercak Daun
Mengenal Hama dan Penyakit pada Tanaman Jahe
Oleh: Bintra Mailina, SP, M.Sc
membudidaya tanaman ja he di Aceh. Dalam budidaya tanaman jahe sering dijumpai serangan yang disebabkan oleh organisme pengganggu tumbuhan (OPT) berupa hama dan penyakit. Sehingga akhirnya mempengaruhi produksi, produk tivitas, serta kualitas jahe. Berikut dipaparkan bebe ra pa jenis hama dan penya kit dominan yang sering menye rang tanaman jahe.1. Kepik yang menghisap cai ran
daun tanaman jahe hing ga menyebabkan bercak kecokelatan dan berlubang.
2. Ulat penggesek akar yaitu Aspi diotus hartii, Formosina flavipes, Chalcidomyia atri
cornis, Eumerus albifrons, Mimegralla coeruleifrons, Ca lo bata sp., Celyphus sp. me nyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe menjadi ke ring dan mati.
3. Kum bang pada tanaman jahe, Holotrichia longipennis (tem payak putih) dan Conogethes punctiferalis (penggerek tunas).Sementara pengendalian da
pat dilakukan menggunakan bahanbahan yang ramah lingku ngan serta diaplikasikan se cara terpadu sejak awal per tanaman un tuk menghindari se rangan ha ma tersebut yang dikenal dengan pengendalian hama ter
padu (PHT). Adapun langkahlangkah pengendalian yang dapat dilakukan sebagai berikut:1. Mengusahakan pertum bu
han tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman.
2. Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh alami dari hama.
3. Menggunakan varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama.
4. Menggunakan pengen dalian fisik/mekanik yaitu de ngan mengumpulkan kelompok telur, larva, pupa
dan imago dari hama.5. Menggunakan teknik budi
daya tanaman sehat misalnya budidaya tumpang sari, rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama potensial.
6. Penggunaan insektisida ala mi yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu pada tanaman yang dipanen maupun pada tanah. (*)
Kepik yang menyerang daun tanaman jahe. Gejala serangan yang disebabkan oleh ulat Aspidiotus hartii pada akar jahe
Salah satu tahapan dalam kegiatan penanganan pascapanen bijibijian pertanian seperti padi, ja gung, kedelai, dan kacang adalah proses penyimpanan. Penyim panan bijibijian tidak bisa di hindari, karena umumnya bijibijian tersebut dimanfaatkan setiap hari, baik untuk dikonsumsi maupun untuk keperluan industri, se mentara panen hanya dapat dilakukan satu sampai tiga kali dalam setahun.
Karena itu, untuk memenuhi ke butuhan antarwaktu panen tersebut, maka bijibijian harus disimpan. Bijibijian hasil pertanian akan melewati beberapa tahap pe nanganan pascapanen sebelum dapat disimpan. Secara umum, setelah bijibijian dipanen, maka perlu dilakukan perontokan atau pemipilan, kemudian pengeringan untuk menurunkan kadar air sampai batas aman untuk penyimpa nan, dilanjutkan dengan pembersihan kemudian setelah bersih dan kering baru dapat disimpan.
Metode penyimpananSecara garis besarnya terdapat
dua metode penyimpanan, yaitu
Selama penyimpanan, perlu dila kukan beberapa kegiatan untuk menjaga agar kualitas bijibijian yang disimpan tetap terjaga dengan baik. Minimal ada tiga perlakuan yang harus dilaksanakan selama proses penyimpanan yaitu: aerasi, fumigasi, dan monitoring suhu. Namun demikian, umumnya masyarakat masih belum melaksanakan ketiga perlakuan tersebut dengan baik, atau bahkan sama sekali tidak pernah melakukannya.
Karena itu, sering kita temukan bijibijian hasil penyimpanan dengan kualitas yang jelek seperti ber bau apek, banyak serangga, dan warnanya menjadi kusam. Hal ini terjadi sebagai akibat dari tidak dilakukannya perlakuanperla kuan perawatan selama proses penyimpanan tersebut. Berikut dijelaskan secara rinci tentang ketiga jenis perlakuan tersebut.
AerasiSelama dalam penyimpanan
bijibijian tersebut masih mela kukan respirasi sehingga menghasil kan uap air dan panas. Bila uap
Teknologi Penyimpanan Biji-Bijian Hasil Pertanian
Oleh: Dr. Ir. Nursigit Bintoro, M.Sc
Tiga Perlakuan agar Kualitas Tetap Terjaga
penyimpanan dengan karung dalam gudang (bag storage) atau penyimpanan curah da lam silo (bulk storage). Kedua cara penyimpanan tersebut dapat dilaku kan, namun untuk kepentingan perlindungan kualitas serta kemudahan operasional dan penanganannya selama penyimpanan, maka penyimpanan curah dalam silo akan jauh lebih menguntungkan.
Namun sayang sekali, di Indonesia metode penyimpanan curah dalam silo ini masih belum di praktekan secara luas, hanya ter batas pada perusahaanperusa haan besar saja seperti pada pe ru sahaan pakan ternak atau te pung gandum. Untuk keperluan penelitian, pe nulis bersama de ngan bengkel las di wilayah Sle man, Yogyakarta telah membuat beberapa macam silo ter utama dari bahan pelat besi yang di lengkapi dengan sistem aerasi uda ra dingin. Silo telah diuji untuk penyimpanan biji jagung kering dan dapat bertahan hingga 6 bulan tanpa kerusakkan yang berarti.
PersyaratanSelama penyimpanan kualitas
bijibijian tidak dapat ditingkatkan, apabila kualitas awal bijibijian buruk, maka hasil penyimpanan akan tetap buruk meskipun cara
menyimpannya bagus. Karena itu sebelum dilakukan penyimpanan, bijibijian pertanian tersebut ha rus ditangani dengan baik. Bebe rapa hal penting yang ha rus diper hatikan sebelum bijibi jian disimpan yaitu: bijibijian ha rus kering dengan kadar air maksimum 14% untuk gabah dan jagung; bersih dari bahanbahan
pengotor; bersih dari serangga dan jamur; serta bersih dari bijibiji yang patah/pecah, karena bagian terbuka dari biji yang pecah akan cepat mendatangkan serangga.
Sedangkan faktor penting yang harus diperhatikan dari bangunan penyimpan baik gudang maupun silon adalah: bangunan penyimpanan harus benarbenar
rapat dan kedap air; bangunan harus bersih dan perlu disemprot dengan iksektisida sebelum penyimpanan; bangunan mampu menjaga suhu dan kelembabannya agar tidak meningkat sehingga perlu dilengkapi dengan sis tem aerasi; dan bangunan harus mampu memberikan perlindungan sehingga hama tidak mudah masuk. (*)
air dan panas ini terus terakumulasi didalam massa bijian yang disimpan, maka akan dapat meningkatkan kelembaban dan suhu udara ruang simpan. Peningkatan kelembaban dan suhu ini akan me micu timbulnya jamur dan juga serangga. Karena itu, perlu dilakukan pembuangan uap air dan panas tersebut dengan cara mela kukan aerasi.
Aerasi dilakukan dengan cara meng alirkan udara kedalam ba ngu nan simpan untuk tujuan men dinginkan bijibijian dan membuang akumulasi uap air dari dalam bangunan simpan. Pada penyimpanan dalam silo, aerasi dapat dilakukan dengan mudah, karena umumnya silo yang baik sudah dilengkapi dengan sistem aerasi yang terdiri dari kipas penghembus uda
ra, saluransaluran udara, serta mesin pendingin udara (chiller).
Untuk daerah tro pis sebaiknya udara lingkungan di dinginkan de ngan chiller ter lebih dahulu, ba ru kemudian di ma sukkan keda lam bangunan pe nyimpan untuk keperluan aerasi. Da pat ju ga menggunakan udara dingin dari air conditioner (AC) de ngan kelembaban yang rendah. Aerasi hanya akan efektif dilakukan untuk bangunan silo, penerapannya untuk penyimpanan karung dalam gudang tidak akan banyak memberi manfaat. Hal ini juga merupakan salah satu sisi kelemahan dalam penyimpanan dalam gudang.
Fumigasi Di daerah tropis, dimana suhu
dan kelembaban yang tinggi setiap hari, merupakan kondisi yang merugikan untuk penyimpanan bijibijian, karena kondisi tersebut mendukung perkembangan serangga maupun jamur. Karena itu, kita akan dapat menjumpai serangga setiap hari sepanjang tahun. Demikian pu la yang terjadi pada bangunan simpan bijibijian, umumnya serang ga akan tetap muncul meskipun cara penyimpanan yang baik telah dipraktekan, untuk itu diperlukan perlakuan fumigasi.
Fumigasi merupakan suatu per lakuan untuk memberantas serangga pada massa bijibijian yang
disimpan. Kegiatan ini salah satunya dilakukan dengan cara memasukan uap obat fumigant yang beracun kedalam bangunan simpan. Untuk bangunan silo, fumigasi ini dapat dilakukan dengan mudah, obat fumigant ini bekerja seperti kapur barus dan cukup diletakkan pada saluran masuk udara aerasi.
Monitoring suhuSuhu bijibijian yang disimpan
perlu dimonitor dengan melakukan pengukuran setiap hari. Suhu massa bijian merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahui tingkat kerusakkan bijibijian dalam penyimpanan. Suhu yang tinggi biasanya timbul akibat dari adanya serangan serangga, jamur, peningkatan kadar air atau ter jadinya akumulasi air dan panas didalam massa bijibijian yang disimpan.
Dengan melakukan pengukuran suhu massa bijibijian, maka bila terjadi kenaikkan suhu yang tidak wajar bisa segera diambil tindakan untuk penyelamatan. Tindakan tersebut dapat berupa pengaliran udara aerasi, fumigasi, atau bahkan mengeluarkan bijibijian untuk dikeringkan lagi.
nPenulis adalah Dosen Teknik Pertanian dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta
Silo hasil konstruksi penulis untuk keperluan penelitian dari kapasitas 0,5-20 ton jagung pipil.
Kondisi jagung yang masih bagus setelah disimpan dalam silo selama enam bulan.
B itata merupakan sing ka tan dari “Biar Tambah Taq wa.” Tujuannya sebagai
ma ta pencarian yang berkah ber bentuk harta, pahala, dan man faat bertambah. Bitata Food adalah usaha yang bergerak di bidang kuliner, didirikan oleh Anshar Zulhelmi MA, pada 28 Maret 2017. Lulusan S2 International Islamic University Islam abad, Pakistan, ini menjalan kan usaha bersama istrinya Ratu Nur Annisa SH.
Bitata Food dengan tagline ‘Selera Khas Aceh’ ini memiliki lima produk terlaris (best seller) yaitu bumbu nasi minyak ori ginal khas Aceh, bawang go reng premium, crispy gar lic, stik keju, dan keripik kentang.
Bitata Food, Pelopor Bawang Goreng Premium
Un tuk me menuhi per min taan konsu men yang ma kin hari ma kin meningkat, usaha mi lik pasangan suami istri ini se tiap bulan mem butuhkan ba han baku ber upa bawang me rah 2 ton, bawang pu tih setengah ton, dan kentang 1 ton.
“Saat memulai usaha ini, saya dan suami yang kerja sendiri. Tapi, lama kelamaan permin taan produk kami mulai me ningkat. Seiring dengan itu, se cara bertahap kami juga menam bah tenaga kerja. Saat ini ada tujuh pekerja tetap dan 10 pekerja lepas. Sekarang, rumah produksi kami berlokasi di Gampong Peunyerat, Kecamatan Banda Raya, Banda Aceh,” jelas CEO Bitata Food, Ratu Nur Annisa SH, menjawab Haba Tani, pekan lalu.
Menurut Ratusapaan akrab
Ratu Nur Annisa, bahan baku un tuk produk yang dihasilkan pi haknya ada yang dibeli dari se jumlah pasar tradisional di Banda Aceh serta ada juga yang di beli langsung dari petani di Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. “Kita sengaja membeli bahan baku di beberapa tempat, agar banyak pihak yang ikut menerima manfaat dari usaha yang kami jalankan,” ujarnya.
Untuk area pemasaran produk, Ratu mengatakan, saat ini produk Bitata Food sudah tersedia di 47 stores yang ada di Aceh, seperti Suzuya Banda Aceh, Indomaret, se jumlah mini mar ket, dan be be ra pa to ko lain. “Ka mi juga ada mem buka Sub Distributor di Medan, Jakarta, dan Bandung. Se dang kan mela lui on line, aneka makanan yang kami produksi bisa dipesan me lalui Shopee, Bukalapak, dan Tokopedia,” timpal Ratu.
Soal strategi pemasaran yang digunakan hingga usaha Bitata Food bisa berkembang dengan cepat, Ratu mengatakan, pihaknya memasarkan produk me lalui berbagai me dia (wahana) baik online mau pun offline. “Ka lau media online, ka mi mema sar kan produk me lalui face book dan in stagram @bita tafood, market pla ce (Shopee, Buka lapak, dan Toko pedia), media cetak melalui
brosur, pameran (Banda Aceh Expo, Aceh Cullinary Festival, PKA, AgroExpo, dan UMKM Expo), serta promo seba potong,” rincinya.
Ditanya berapa harga jual masingmasing produk yang dihasilkan pihaknya, Ratu menye butkan, untuk bumbu nasi minyak khas Aceh dijual 1 botol isi 200 mililiter (ml) Rp 30.000 dan 1 sachet isi 70 ml Rp 12.000. “Bumbu nasi minyak dari Bitata Food hadir untuk memudahkan masyarakat yang ingin menikmati ‘bu mi nyeuk’ khas Aceh dengan cepat dan har ga ter jangkau,” kata
Ratu. Bawang go reng pre mium yang
d i p r o d u k s i de ngan resep khusus da ri nenek
( n e k t u ) , m e n u r u t Ratu, menggunakan bawang merah Aceh berkualitas pilihan, sudah teruji proses produksinya secara modern, dan ada sertifikat halal dari LPPOM MPU Aceh. Bawang goreng premium 100 gram dikemas dalam botol yang menarik/ekslusif,
se hingga mu dah dibawa dan disantap dimana saja dan dengan menu apa saja. “Satu bo tol bawang go reng pre mium isi 100 gram harganya Rp 35.000,” im buh nya.
Adapun stik ke ju dengan varian rasa original, ba lado, jagung bakar, dan cokelat, sebut Ratu, dijual Rp 20.000 untuk 1 kemasan isi 80 gram. Sementara harga 1 botol crispy garlic premium isi 100 gram Rp 30.000. Sedangkan keripik kentang organik memakai bumbu tabur alami rasa balado dan jagung bakar, tambah Ratu, harga satu kemasan isi 100 gram Rp 20.000. “Dalam menjalankan usaha ini, kami juga bermitra dengan Pemerintah Aceh dan Pemko Banda Aceh, Bank Indonesia, serta koperasi,” ujar Ratu.
Selain menjual dengan beberapa cara dan di sejumlah tempat, tambah Ratu, pihaknya juga me
nerima order untuk semua produk pa da harihari be sar
Islam ter utama Hari Raya Idul Fitri dan
Idul Adha ser ta berbagai aca ra lainnya. “Ta pi, pesannya harus ce pat karena kami harus
menyetok bahan bakunya. Jika ada
yang ingin mencoba snack khas Aceh produksi
Bitata Food, bisa menghubungi admin melalui nomor 082259679534. Untuk info katalog produk kami juga bisa dilihat di website www.bitatafood.com,” pungkas Ratu Nur Annisa. (*)
Sekolah Lapangan Agribisnis untuk Petani Kentang
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan salah satu komoditi prioritas untuk di kembangkan karena dapat di gunakan sebagai sumber karbohidrat, bernutrisi tinggi terutama vitamin dan mineral, yang mempunyai potensi dalam diversifikasi pangan. Permintaan kentang dalam beberapa tahun terakhir ini juga cen derung meningkat seja lan dengan banyaknya makanan yang diproduksi oleh masyarakat, selain untuk sayuran. Dalam konteks Aceh, kentang menjadi salah satu sumber penghasilan masyarakat dataran tinggi (Bener Meriah dan Aceh Tengah).
Karena itu, Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh melalui Bidang Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Perkebunan, pada 79
Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh, Mukhlis SP MA, mengatakan, tujuan dari pelatihan ini adalah membantu peserta memahami dasardasar dan prinsip berbudidaya kentang, serta pengen dalian HPT, membantu peserta untuk malakukan peraktek budidaya dan pengendalian HPT, serta meningkatkan keterampilan petani tentang tehnik pengolahan pasca panen komoditi kentang menjadi produk olahan berupa do nat kentang, stik kentang, dan keripik kentang. Sehingga pe tani memperoleh penghasilan tam bahan dari olahan kentang.
Selanjutnya, sebut Muklis, ke giatan ini diadakan guna meningkatkan keterampilan petani tentang teknik pengemasan produk olahan komoditi kentang serta fungsi dan manfaat kemasan. “Se telah mengikuti pelatihan ini, peserta kita harapkan me ma hami secara komprehensif dan mampu melakukan budidaya dan pengolahan pascapanen kentang menjadi produk olahan dan menyebarluaskan ke komunitasnya di lokasi masingmasing,” jelas
Muklis didampingi Kasie Pela tihan dan Pendidikan, Ir Safitri.
Adapun narasumber yang di ha dirkan pada kegiatan pelatihan sekolah lapang agribisnis komo diti kentang ini berasal dari Dis tanbun Aceh serta Dinas Perta nian dan Pangan Bener me riah. Materi budidaya komoditi ken tang dan pengendalian hama penyakit tanaman, sebut Safitri, disampaikan oleh petani berhasil di wilayah itu, Syahrial, bersama Koordinator BPP Redelong, Ikhsan SP.
Materi tentang peranan pupuk organik untuk memper baiki kesuburan tanah dan meningkatkan hasil panen dijelaskan oleh Kasie Penyuluhan Dinas Pertanian dan Pangan Bener Meriah Materi mengenai pengemasan dan pe masaran komoditi ken tang disampaikan oleh Kasie Pengolahan dan Pemasaran hortikul tura Distanbun Aceh, Yuni Safitri SPT. Sedangkan materi soal pengolahan dan praktek pe ngo lahan komoditi kentang men jadi produk olahan kentang disampaikan oleh Rita dari SMKPP Negeri Saree, Aceh Besar. (*)
Oktober 2020, mengadakan pelatihan sekolah lapang agribisnis komoditi kentang untuk petani di Bener Meriah. Peserta pelatihan ini sebanyak 50 orang peserta yang berasal dari Kelompok Tani ‘Permata Tani’ Desa Bale Purnama,
Kecamatan Permata, dan Kelompok Tani Cempaka ‘Cempaka’ Desa Kute Tanyung, Kecamatan Bukit. Masingmasing kelompok tani mengirim 25 peserta.
Kabid Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Perkebunan
Peserta pelatihan petani dan pelaku agribisnis komoditas kentang di Bener Meriah memperlihatkan produk olahan mereka.
Gandum adalah tanaman yang banyak tumbuh di Eropa uta ra. Roti gandum adalah hasil olahan gan dum yang menjadi ma kanan pokok dengan sejarah panjang. Mengapa gandum sejak lama sering disebut sebagai jenis Serealian (padipadian) unggul? Menjawab pertanyaan ter sebut, singkatnya karena gan dum adalah material yang mem buat roti jadi istimewa. Sejarah telah
menjawabnya. Kan dungan di dalamnya memungkinkan gandum (beragi atau tidak) menyesuaikan diri dengan panggangan yang berbeda, seperti panggangan yang berbeda di Mesir atau Romawi.
Itu akhirnya memungkinkan variasi bentuk roti yang berbedabeda di banyak tempat, seperti yang dilihat pada perbedaan pretzel dan roti panggang (toast). Warisan
Wakil Sekretaris Jenderal Pusat Administrasi Provinsi Perbatasan Thailand Selatan (SBPAC), Chonthan Saengphum, menggelar perte muan dan lokakarya dengan lima federasi petani di Thailand Sela tan di Hotel Garden, Distrik Hat Yai, Provinsi Songkhla, beberapa waktu lalu. Prtemuan tersebut membahas pembangunan eko nomi di lima provinsi perbatasan Thailand Selatan, yakni Yala, Pattani, Narathiwat, Songkhla, dan Provinsi Satun. Pertemuan juga mendiskusikan fondasi pemba ngunan ekonomi di Thailand Selatan.
Chonthan Saengphum mengatakan, pertanian industri di provinsi perbatasan Thailand se la tan adalah salah satu cara pen ting untuk menyelesaikan permasa lahan ekonomi. Pertanian indus tri bertujuan meningkatkan kua litas hidup dan kesejahteraan masyarakat Thailand Selatan sesuai dengan kebijakan peme rintah Thailand. Industri perta nian di Thailand Selatan, menurutnya, akan diperbaiki dan diintegrasikan dari hulu ke hilir. Hubungan produksi dan perdagangan akan ter integrasi agar menghasilkan pem bangunan ekonomi yang mensejah terakan masyarakat Thailand Selatan.
SBPAC telah memulai lokakarya untuk mengembangkan dasar eko nomi di 5 provinsi perbatasan Thailand Selatan. Tujuannya agar para petani di 5 provinsi per batasan Thailand Selatan bisa melihat gambaran yang jelas ten tang keberhasilan bersama di masa depan. Para petani juga di ajak berkontribusi secara te rus menerus
Gandum, Roti Eropa Utara yang Berubah dari Masa ke Masa
budaya telah membentang di seluruh dunia soal roti gandum. Itu mengapa roti gandum jadi sa ngat dicintai. Ia menawarkan begitu banyak hal untuk dipelajari. Eropa Utara, misalnya, lekat sekali dengan kultur kuliner roti gandum. Kawasan itu, dari Finlandia sampai Irlandia, adalah rumah bagi gandum dan jelai musim semi.
Korn berarti jelai dalam bahasa Swedia dan Norwegia, sementara di Skotlandia corn berarti gandum. Keduanya memang sering dipadukan, baik di ladang pertanian mau pun ketika sudah jadi tepung. Bahanbahan tersebut banyak dikon sumsi sebagai bubur atau bir. Jenis roti di sana adalah roti tipis tak beragi yang dikeringkan untuk penyimpanan jangka panjang, serta
roti goreng tradisional bannock yang berbentuk bundar dan tipis. Roti itu dipanggang di batu datar atau pelat besi di atas api, biasanya di perapian rumah.
Di utara Swedia dan Irlandia, bannock dimiringkan menghadap api dan dipanggang lewat hantaran panasnya saja. Roti tipis biasanya dipanggang dua kali setahun dan disimpan, atau dikonsumsi ketika terdapat kelangkaan pasokan. Pada abad pertengahan, roti gandum mengalami kelangkaan dan hanya tersedia untuk sedikit orang yang punya hak istimewa. Penemuan puisi yang berasal dari kawasan Eropa Utara sekitar tahun 1.100 M menjelaskan dewa Heimdall mengunjungi dunia dalam bentuk manusia bernama Rig. Kemanapun
Rig pergi, dia dijamu denga baik, meski menunya berbeda.
Di rumah para budak Rig dilayani “bannock pucat yang berat dan tebal, penuh dengan sekam gan dum, tepung kasar dicampur dengan air, tanpa ragi dipanggang di atas bara yang diselimuti daun kayu atau kubis.” Roti seperti itu ditemukan di Swedia bagian tengah, diper kirakan berasal dari tahun 700 M.
Di mansion Earl, Rig ditawarkan makanan yang lebih enak. Meja itu ditaruh dengan kain lenan halus dan roti yang diberikan adalah tuna hleifa, roti tawar tipis dan putih. Diceritakan bannock dipanggang di atas batu datar atau wajan besi, teksturnya halus dan warnanya putih hasil ayakan gandum. (kulineria.id)
Industri Pertanian Sejahterakan Petani Thailand
dalam “Pertanian indus tri” untuk kebutuhan lokal dan ekspor.
Lebih dari 1 juta masyarakat Thailand Selatan berprofesi sebagai petani. Dibutuhkan pengembangan bidang pertanian yang terarah dan berkelanjutan. Dibutuhkan pula pedoman yang dapat menghubungkan semua organisasi untuk saling bekerja sama.
Chonthan Saengpum mengatakan menghubungkan industri pertanian di Thailand Selatan ada lah hal penting, karena provinsi perbatasan selatan memiliki la han yang subur dan berpotensi dikem bangkan men
jadi perta nian industri. Tujuan dari perta nian industri itu sendiri untuk kese jahteraan masyarakat Thailand Selatan.
Ia mengungkapkan, dalam lokakaryaa itu dibahas rencana kerja mencakup; pengalokasian lahan subur untuk petani agar dapat sepenuhnya memanfaatkan lahan pertanian; memperkuat struktur dasar pertanian seperti sistem irigasi, sistem struktur tanah, teknik cocok tanam, dan agroindustri; memecahkan masalah utang pe tani dengan sistem keuangan masyarakat berbasis dana petani di tingkat
desa.Selain itu menghubungkan
sek tor pertanian ke pertanian in dustri dengan berbagai perusahaan pertanian untuk memasok kebutuhan lokal dan ekspor; serta mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul di bidang pertanian. SBPAC, tambah Chonthan Saengpum, sudah bekerja sama dengan sektor swas ta untuk meningkatkan pertanian di Thailand Selatan, termasuk pertanian industri di Chana, Songkhla. Daerahdaerah lain juga akan dikembangkan
un tuk pertanian industri yang akan membawa stabilitas dan kemakmuran bagi para petani Thailand Selatan di masa depan.
“SBPAC telah bekerja sama dengan sektor swasta untuk meningkatkan pertanian di Thailand Selatan, termasuk pertanian in dustri di Chana, Songkhla. Daerahdaerah lain juga akan dikembangkan untuk pertanian industri yang akan membawa stabilitas dan kemakmuran bagi para petani Thailand Selatan di masa depan,” pungkasnya. (suarapatani.com)
FOTO PIONEER.COM
Peneliti melihat serangan hama pada tanaman jagung di Thailand.