UNDESENSUS TESTIS BILATERAL Nor Ain, Rizal Basry, Farid Nur Mantu I. PENDAHULUAN Undesensus testis (UDT) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan tidak adanya testis didalam skrotum sewaktu persalinan bayi laki-laki. UDT juga disebut sebagai cryptorchidism, merupakan kelainan bawaan genitalia yang paling sering ditemukan. Sekitar 10% dari kasus UDT adalah bilateral, sedangkan selebihnya adalah unilateral. (1) Normalnya testis terbentuk pada rongga perut bayi dan turun ke dalam skrotum seiring dengan pertumbuhan bayi di dalam kandungan ibu. Testis biasanya turun secara lengkap pada usia 8 bulan kehamilan. Namun pada kasus undesensus, testis tidak turun sepenuhnya hingga ke ruang skrotum. Penanganan dapat dilakukan secara terapi hormonal atau terapi bedah untuk mengoreksi posisi abnormal dari undesensus testis. Komplikasi yang bisa timbul akibat keterlambatan terapi antaranya adalah infertilitas dan timbulnya keganasan. (1) 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UNDESENSUS TESTIS BILATERAL
Nor Ain, Rizal Basry, Farid Nur Mantu
I. PENDAHULUAN
Undesensus testis (UDT) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan
tidak adanya testis didalam skrotum sewaktu persalinan bayi laki-laki. UDT juga
disebut sebagai cryptorchidism, merupakan kelainan bawaan genitalia yang paling
sering ditemukan. Sekitar 10% dari kasus UDT adalah bilateral, sedangkan
selebihnya adalah unilateral.(1)
Normalnya testis terbentuk pada rongga perut bayi dan turun ke dalam skrotum
seiring dengan pertumbuhan bayi di dalam kandungan ibu. Testis biasanya turun
secara lengkap pada usia 8 bulan kehamilan. Namun pada kasus undesensus, testis
tidak turun sepenuhnya hingga ke ruang skrotum. Penanganan dapat dilakukan secara
terapi hormonal atau terapi bedah untuk mengoreksi posisi abnormal dari undesensus
testis. Komplikasi yang bisa timbul akibat keterlambatan terapi antaranya adalah
infertilitas dan timbulnya keganasan.(1)
John Hunter memulakan studi tentang desensus testis fetal pada tahun 1762 dan
menemukan tentang posisi testis di abdominal dan juga suplai neurovaskuler serta
muskulus kremaster. Hunter turut mengemukakan tentang fungsi dari gubernakulum
yang berperan dalam proses penurunan testis. Pada tahun 1820, operasi orchidopexy
pertama kali dilakukan oleh J.F Rosenmerkel namun tidak berhasil karena terjadi
komplikasi infeksi peritonitis setelah operasi. Pada tahun 1877, Tommy Anandale
berhasil melakukan orchidopexy tanpa ada komplikasi yang berakibat fatal.(1,2)
1
II. EPIDEMIOLOGI
Secara keseluruhannya, 3% bayi laki-laki yang lahir cukup bulan mengalami
undesensus testis, dan angka ini turun menjadi 1% pada bayi laki-laki dengan usia 6
bulan hingga 1 tahun. Prevalensi undesensus testis pada bayi laki-laki yang prematur
adalah sebanyak 30%. Jarang terjadi penurunan testis secara spontan setelah umur
anak diatas 1 tahun. Undesensus testis diidentifikasi sebanyak 1,5% hingga 4% pada
ayah dan 6,2% pada saudara laki-laki penderita dengan kondisi medis ini.(1)
III. ANATOMI
Gambar 1: Anatomi skrotum, testis dan struktur sekitar.
2
Gambar 2: Anatomi testis, epididimis, duktus deferens serta vaskularisasi pada testis.
Testis merupakan gonad laki-laki yang dapat memproduksi sperma dan hormon
testosterone. Testis berada dalam skrotum dan digantung oleh spermatic cord.
Permukaan testis dilapisi oleh lapisan visceral tunika vaginalis. Testis mempunyai
lapisan luar berupa fibrosa yang kuat, yang disebut tunika albuginea. Tunika
albuginea akan menebal membentuk mediastinum testis dan akan memanjang
membentuk septa. Septa membatasi lobula yang berada di dalam testis. Testis dibagi
menjadi 200 hingga 300 lobulus yang masing-masing lobulus berisi 1 hingga 3 tubula
seminiferous. Bagian posterior tubula terhubung dengan pleksus yang masuk ke
dalam rete testis yang kemudian akan penetrasi kedalam tunika albuginea di bagian
atas testis. Caput epididymis dibentuk oleh duktus deferens yang berfungsi untuk
membentuk satu tuba yang membentuk kaudal dan korpus dari epididimis.(3,4)
3
Epididimis merupakan struktur perpanjangan dari bagian posterior testis. Duktus
eferen memindahkan sperma menuju ke epididimis. Epididimis berfungsi sebagai
tempat pematangan penyimpanan dan sekresi.(3,4)
Duktus deferens merupakan perpanjangan saluran epididimis yang mempunyai
dinding otot yang tebal dengan lumen yang halus sehingga membentuk satu struktur
yang kuat. Duktus deferens merupakan komponen utama dari spermatic cord yang
masuk ke dinding anterior abdomen melalui inguinal canal dan berakhir dengan
menyatu dengan duktus vesika seminalis untuk membentuk duktus ejakulatori.(3,4)
Testis menerima darah dari arteri testikular yang berasal dari aorta abdominal,
berjalan secara retroperitoneal, melewati ureter dan bagian inferior dari arteri iliaca
eksterna untuk masuk ke dalam kanalis inguinalis dan menjadi satu komponen
daripada spermatic cord. Arteri testikular beranastomosis dengan arteri duktus
deferens. Pembuluh darah vena yang meninggalkan testis dan epididimis membentuk
pleksus pampiniformis yang terletak anterior dari duktus deferens dan mengelilingi
arteri testikular. Vena testikular kanan mengalirkan darah ke vena kava inferior,
sedangkan vena testikular kiri ke vena renalis kiri.(3,4)
Aliran limfatik testis mengikuti pembuluh darah di spermatic cord menuju ke
nodus para-aorta. Testis dipersarafi oleh serabut saraf dari pleksus nervus testikularis
yang dibentuk oleh vagus parasimpatetik dan serabut aferen visceral dari segmen
thorakal T7 korda spinalis.(3,4)
IV. EMBRIOLOGI
Pada minggu ke-6 usia gestasi, primordial germ cells mengalami migrasi dari
yolk sac ke genital ridge. Dengan adanya gen sex determining region Y (SRY), maka
genital ridge akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yang berisi
prekursor sel-sel Sertoli dengan stimulasi FSH yang dihasilkan di kelenjar hipofise
4
mulai berfungsi dengan aktif sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan
Mullerian Inhibiting Factor (MIF). MIF menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus
Mullerian. MIF turut meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig.
Pada minggu ke-10 hingga minggu ke-11 kehamilan, sel-sel Leydig akan mensekresi
testosteron akibat stimulasi dari chorionic gonadotropin yang dihasilkan plasenta dan
hormone luteinizing yang disekresi oleh kelenjar hipofise. Testosteron sangat esensial
dalam proses diferensiasi duktus Wolfian menjadi epididimis, duktus deferens dan
vesika seminalis. (5,6)
Gambar 3: Penurunan testis mulai dari usia 8 minggu kehamilan hingga bulan ke-8
kehamilan.
5
Penurunan testis terjadi mulai minggu ke-10. Mekanisme penurunan testis masih
belum diketahui dengan pasti namun terdapat beberapa faktor yang berperan penting,
yaitu faktor endokrin, mekanik dan neural. Desensus testis terjadi dalam 2 fase yaitu
fase transabdominal dan fase inguinoskrotal. (5,6)
Gambar 4: Proses penurunan testis pada fase transabdominal dan fase inguinoscrotal
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-8 dan ke-15 kehamilan, di mana
testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi
karena adanya regresi ligamentum suspensorium kranialis dibawah pengaruh
androgen disertai pemendekan gubernakulum di bawah pengaruh MIF. Dengan
perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic maka testis akan terbawa turun
ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3 kehamilan, terbentuk processus vaginalis
6
yang secara bertahap berkembang ke arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan
menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan. (5,6)
Fase inguinoskrotal terjadi mulai minggu ke-25 hingga minggu ke-35 kehamilan.
Testis mengalami penurunan dari regio inguinal ke dalam skrotum dibawah pengaruh
hormon androgen. Mekanisme yang pasti masih belum diketahui namun diduga
melalui mediasi pengeluaran calcitonin gene-related peptide (CGRP). Androgen akan
merangsang nervus genitofemoral untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan
kontraksi ritmis dari gubernakulum. Faktor mekanik yang turut berperan adalah
tekanan abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari kavum
abdomen, disamping tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari
processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju skrotum. Proses penurunan
testis ini bisa berlangsung sampai bayi berusia 9 hingga 12 bulan. (5,6)
V. ETIOGENESIS
Penyebab pasti bagi undesensus testis masih belum diketahui dengan jelas.
Namun terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan kondisi ini, antaranya adalah
prematuritas, bayi lahir dengan berat badan yang rendah, berat janin dibawah umur
kehamilan, kelahiran kembar dan ibu-ibu yang terpapar dengan estrogen sepanjang
trimester pertama kehamilan.(1)
Beberapa hal yang dianggap menyebabkan undesensus testis adalah kelainan
aksis hipotalamus-hipofise-testis. Hipotalamus menghasilkan GnRH, hipofise
menghasilkan FSH dan LH sedangkan testis terdiri dari sel Sertoli yang
menghasilkan MIF dan sel Leydig yang menghasilkan hormon testosteron dan
hormon Insulin-like 3 (INSL3). Desensus testis dikatakan tidak terjadi pada mamalia
yang diangkat hipofisenya, dan ini menandakan bahwa kekurangan FSH dan LH
dapat menjadi penyebab kepada terjadinya undesensus testis. Pemberian hormon
7
gonadotropin pada pengobatan undesensus testis ternyata efektif maka dianggap
bahwa undesensus testis juga disebabkan defisiensi sekresi gonadotropin. Hormon
INSL3 berperan dalam pertumbuhan gubernakulum dan desensus testis pada fase
transabdominal, maka kekurangan hormon ini dikatakan menyebabkan undesensus
testis. Demikian juga halnya pada kasus dengan kekurangan hormon testosteron dan
MIF. (1,5)
Undesensus testis dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor mekanik. Kondisi
medis yang berhubungan dengan penurunan tekanan intraabdominal seperti prune
belly syndrome, cloacal exstrophy dan omphalocele meningkatkan resiko terjadinya
undesensus testis. Efek dari penurunan tekanan intraabdominal ini lebih signifikan
pada fase inguinoskrotal berbanding fase intraabdominal.(1,5)
VI. KLASIFIKASI
Gambar 5: Posisi testis yang abnormal pada kasus undesensus testis.
Undesensus testis diklasifikasikan menjadi testis teraba dan testis tidak teraba.
Testis teraba terdiri dari testis retraktil, testis ektopik dan murni undesensus testis,
8
sedangkan testis yang tidak teraba diklasifikasikan menjadi testis intraabdominal dan
kanalikular. Kebanyakan UDT adalah inguinal (63%) diikuti prescrotal (24%),
ektopik (12%) dan intraabdominal (8%).(1)
Testis ektopik merupakan penyimpangan turunnya testis dari saluran yang
normal, tidak melalui cincin inguinalis eksterna dan tidak berhubungan dengan
kerusakan testis atau transformasi keganasan. Umumnya yang menjadi tempat dari
testis ektopik adalah bagian luar dari kantong inguinal, pada perineum, kanalis
femoralis, daerah suprapubik dan kontralateral dari skrotum. Testis retraktil
merupakan bentuk lain dari penurunan testis ke dalam skrotum di mana aktifnya
reflex otot kremaster menyebabkan testis tertarik ke pangkal paha. Testis retraktil
biasanya bilateral dan sering ditemukan pada anak usia 2 hingga 6 tahun. (1,5,7)
Dari testis yang tidak teraba, 50%-60% kasus testisnya masih utuh dan berada
pada posisi intraabdominal atau inguinal, dan 20% kasus lainnya adalah anorchia. (1,5,7)