Top Banner
11

BERTEOLOGI DALAM KONTEKS - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/Prosiding-Berteologi-Dalam... · dia, mengenai persekutuan gerejawi

May 01, 2019

Download

Documents

phungkien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BERTEOLOGI DALAM KONTEKS - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/Prosiding-Berteologi-Dalam... · dia, mengenai persekutuan gerejawi
Page 2: BERTEOLOGI DALAM KONTEKS - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/Prosiding-Berteologi-Dalam... · dia, mengenai persekutuan gerejawi

BERTEOLOGI DALAM KONTEKS:Meretas Jalan Menuju Perdamaian, Keadilan, dan Keutuhan Ciptaan

ISBN978-979-8558-11-5

Hak Cipta @2012 pada Penerbit

Penyusun/PenulisEditor

: Komisi Teologi PGI: Pdt. Prof. Dr. Jan S. Aritonang

Olvi Prihutami, S.Th, MPDIr. Tonggor Siahaan, S.Si. TeoL, M.Min.

: Ir. Tonggor Siahaan, S.Si. TeoL, M.Min.Tata letak

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang inemperbanvak atau memindahkonsebagtan a/au seluruh isi buku ini dalam bentuk OPO/)//I7. baik SCC(1/'(/ elektronikmaupun mekanik, termasuk menggandakan, merekam atau dengan sistem penvim-panan lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit,

Penerbit:

_l_Jillt•

Page 3: BERTEOLOGI DALAM KONTEKS - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/Prosiding-Berteologi-Dalam... · dia, mengenai persekutuan gerejawi

Berteologi dalam Kontehs

= Terimakasih kepada Panitia pelaksana di bawah komando Pdt. Joh~

Calvin Pindo yang mempersiapkan segala sesuatunya bersama Ibu Olvi

Prihutami, Sekretaris Eksekutif Bidang Koinonia PGI.

f Pdt Roy Suryanegara dari GKITerimakasih kepada pelayan irman, .

Maulana Yusuf, Bandung, dan seluruh pendukung ibadah hari ini.

Akhirnya, terimakasih juga kepada pimpinan gereja/Sf" /Iembaga yang

mengutus Bapak/lbu menghadiri konsultasi ini.

Selamat berkonsultasi.

Sekretaris Umum PGI

Pdt. Gomar Gultom, M.Th.

x

DAi-IAK lSI

Halaman

KATA PENGANTAR MPH PGI v

KATA SAMBUTAN SEKRETARIS UMUM PGI PADA PEMBUKAAN

KTN 2011 . vii

DAFTAR 151 xi

Dokumen BERJUANG MEWUJUDKAN KEBENARAN DAN KEADILAN .... xv

BAG IAN 1: PENDAHULUAN 1

1.1 BERTEOLOGI DALAM KONTEKS: Meretas Jalan Menuju Perdamaian,

Keadilan, dan Keutuhan Ciptaan 1

1.2 Kajian Tema

Oleh: Pdt. Dr. Andreas A. Yewangoe 12

1.3 Pendalaman 20

1.4 Pengantar kepada Topik per Cluster

Oleh: Pdt. Anwar Tjen, Ph.D 22

BAGIAN 2: CLUSTER I: BERDAMAI DENGAN ALLAH, DIRI SENDIRI DAN

SESAMA 27

2.1 Position Paper

Oleh: Pdt. Dr. Daniel Susanto dan Novel Matindas, M.Th. 27

2.2 Abstrak .. 30

332.3 Sesi 1: Manusia yang Bertumbuh .

2.3.1 Manusia yang BertumbuhOleh: Pdt. Dr. Daniel Susanto . 33

2.3.2 Tumbuh dalam Hubungan dengan Allah dan SesamaOleh: Dr. Debora Malik 49

Xl

Page 4: BERTEOLOGI DALAM KONTEKS - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/Prosiding-Berteologi-Dalam... · dia, mengenai persekutuan gerejawi

Konsultosi Teologi Nmionol2011

5124 Sesi 2: Manusia dalam Relasi =:': ~ ..k.~.~..~.~;b;d;.d.~.I~.~..~~;~.~;.d~n. 2.4.1 Tatapan Teologi-Trinitaris atas a

Komunitas 51Oleh: Pdt. Dr. Joas Adiprasethyad······~ii~·h ..~;~·i Sendiri dan Sesama

2.4.2 Manusia dalam Relasinva ter a ap ..:................................ 61Oleh: Pdt. Dr. Dewi Sinaga .

. 010 is Rekomendasi, dan Rencana Tindak2.5 Pendalaman: Refleksi Te g, 76.......... , .Lanjut .

NUJU PERDAMAIAN DAN KEADILANBAG IAN 3: CLUSTER II: ME .ANTARMASYARAKAT . 83

3.1 Position Paper .Oleh: Pdt. Dr. Albertus Patty .

...................................................3.2 Abstrak & Antardenominasi. 91Perdamaian dan Keadilan Antaragama

3.3 Sesi 3: . dan Keadilan Antaragama

3.3.1 Perdarnaian min F. Intan, Ph.D .Oleh: Pdt. Benya . di l.ingkungan Intern Umat. dan Keaddan I I

3.3.2 Per damaian Antardenominasi KristenBeragama: khususnya. 97Oleh: Pdt. Prof. Dr. Jan S. Antonang ) 110

. . dan Keadilan Lintas Agama (Interfaith .S . 4' Perdarnaian3.4 eSI. d 'an dan Keadilan Lintas Agama3.4.1 Per amai

Oleh: Pdt. Dr. Albertus Patty .. ··...Perernpuan Kristen Lokal:. 5 dan Nar asi er I .

34 2 Afermoth, Survivors, . S bi k dan Ruang Berteo ogl.. Sebuah Perspektif Alter natif atas . u Je

Lintas Agama di Indonesia Saat lni 116Oleh: Pdt. Dr. Septemmy E. Lakawa . k

d i dan Rencana TindaRefleksi Teologis, Rekomen as, 1333.5 Pendalaman: .........................Lanjut .

NUJU PERDAMAIAN DAN KEADILANBAG IAN 4: CLUSTER III: ME .DENGAN PASAR .

83

88

91

110

142

4 1 Position Paper 142. Oleh: Samsudin Berlian, M Th 151

.........................................4.2 Abstrak .

xii

Berteologi do/om KonteRs

=-4.3 Sesi 5: Ekonomi Berkeadilan: Tantangan Kultural dan Struktural ..... 153

4.3.1 Ekonomi Berkeadilan

Oleh: Prof. Dr. Dawam Rahardjo " 1534.3.2 Ekonomi yang Berkeadilan

Oleh: Pdt. Rudiyanto, M.Th 167

4.4 Sesi 6: Studi Kasus Pemberdayaan Rakyat '" 1894.4.1 Ketidakadilan Sosial, Kemiskinan dan Problem Kebangsaan

Oleh: Sri Palupi (Ecosoc Indonesia) 1894.4.2 Keselamatan bagi Orang Miskin

Oleh: Dr. Ignatius L. Madya Utama, S.J 1974.4.3 Studi Kasus dan Refleksi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat

Oleh: Sri Bayu Selaadji, SPsi, MPD 212

4.5 Pendalaman: Refleksi Teologis, Rekomendasi, dan Rencana Tindak

Lanjut 218

BAGIAN 5: CLUSTER IV; REV/TAlISASI GERAKAN OIKOUMENE YANG

BERWAWASAN KEBANGSAAN .5.1 Position Paper Oleh:

Pdt. Dr. Andreas A. Yewangoe dan Pdt. Prof. Dr. Jan S. Aritonang 226

5.2 Abstrak '" .. . 233

226

5.3 Sesi 7: Revitalisasi Gerakan Oikoumene yang Berwawasan Kebangsaan

(Lintas Denominasi) 2385.3.1 Revitalisasi Gerakan Oikoumene yang Berwawasan Kebangsaan

Oleh: Pdt. Dr. Andreas A. Yewangoe (PGI) 2385.3.2 Revitalisasi Gerakan Oikoumene yang Berwawasan Kebangsaan:

Perspektif Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta di Indonesia

Oleh: Pdt. Dr. Japarlin Marbun (PGPI) " . .. 2415.3.3 Revitalisasi Gerakan Oikoumene yang Berwawasan Kebangsaan:

Perspektif Kaum Injili di Indonesia

Oleh: Pdt. Dr. Nus Riemas (PGLlI) . 248

5.4 Sesi 8: Revitalisasi Pendidikan Teologi 2555.4.1 Revitalisasi Pendidikan Teologi di Indonesia

Oleh: Pdt. Dr. Julianus Mojau (PERSETIA) .=255

XIII

Page 5: BERTEOLOGI DALAM KONTEKS - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/Prosiding-Berteologi-Dalam... · dia, mengenai persekutuan gerejawi

6' MATERI PEMAHAMAN AlKITAB .BAG IAN . .. ..6.1 Pemahaman Alkitab 1 . .

6.2 Pemahaman Alkitab 2 ..

6.3 Pemahaman Alkitab 3 , .6.4 Pemahaman Alkitab 4 .

283

283

287

292

293

Konsultasi Teologi Nasional2011

5.4.2Revitalisasi Pendidikan Teologi . 268Oleh: Ruth Wangkay, M.Th. (PERUATI) ..

d . dan Rencana Tindak5.4 Pendalaman: Refleksi Teologis, Rekomen aSI, 275...................................... , .... ,.Lanjut ..

...........................................................................EPilOG . 295

305BIODATA NARASUMBER , , .

......................DAFTAR PESERTA .. 310

.................DOKUMENTASI KTN 2011 .. 318

xiv

Page 6: BERTEOLOGI DALAM KONTEKS - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/Prosiding-Berteologi-Dalam... · dia, mengenai persekutuan gerejawi

Konsultasi Teologi Nosional 2011

dibutuhkan kesetiaan dan ketaatan kepada Tuhan.

2.4 Sesi 2: Manusia dalam Relasi

2.4.1 Tatapan Teologis - Trinitaris atas Makna Pribadi dalamRelasi dan Komunitas

Oleh: Pdt. Dr. Joas Adiprasetya

Pribadi, Gambar Allah, dan Trinitas

Antropologi Kristen, sebagaimana dituturkan oleh Kitab Suci dan yang

kemudian dilestarikan di dalam tradisi Kristen, memandang manusia seba-

gai entitas yang diciptakan menurut gambar Allah (Kej. 1:26). Kitab Suci ti-

dak pernah menyatakan bahwa manusia "adalah" gambar Allah melainkan

diciptakan "rnenurut" gambar Allah. Kristuslah Gambar Allah itu (eikan tau

theau); model penciptaan manusia (2Kor. 4:4; Kol, 1:15; 3:10).36 Kolose 1:15

-16 secara khusus sangat indah untuk dilewatkan dan karenanya perlu kita

baca secara khusus,

I:'la adalah gambar Allah yang tidak kclihaian. yang sulung, lebih utarnadari sega!a yang diciptakan. 16karcna di dalarn Dialah telah dicipiukanscgala SCSlI<1lLl, yang ada di sorga linn yang ada eli bumi. yang kclihatandan yang ridak kclihatan, baik singgasana. maupun kerajaan. baik pc-mcriruah, maupun penguasa: scgala scsuatu dicipiakan oleh Din danuntuk Dia. (Kol I: 15-(6)

Gagasan ini lantas memperoleh bentuk teologisnya yang lebih trinitaris

dengan menegaskan bahwa Kristus, Ikon ilahi itu, merupakan cara Allah un-

tuk menyatakan diri-Nya sepenuh-penuhnya di dalam kuasa Roh. la yang

adalah "gambar Allah yang tidak kelihatan" itu [Kol. 1:15) adalah Penyata

dan Penyataan Allah sendiri, kehadiran penuh dari Sang Misteri, yang di

dalam-Nya segala sesuatu diciptakan, serta melalui-Nya semua ciptaan

16 Gagasan ini dikcmbangkan sccaru mcndalnm olch lun A. McFarland. dcngan mcminjambanyak pcmikiran Maximus si Pengaku dan bchcrapa iokoh lainnyu (Mcf'arland 2005).

51

Page 7: BERTEOLOGI DALAM KONTEKS - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/Prosiding-Berteologi-Dalam... · dia, mengenai persekutuan gerejawi

Berteologi dalam KonteRs

mengenal Allah.Semiotika Kristen menghayati bahwa keunikan ikon dibandingkan den-

gan semua penanda yang lain adalah bahwa ikon menunjuk pada sesuatu diluar diri-Nya sekaligus ia berpartisipasi, mengambil bagian, di dalam apa

yang ditunjuknya. Kristus sebagai ikon Sang Bapa menunjuk pada Sang Bapasekaligus mengambil bagian sepenuh-penuhnya dalarr hakikat ilahi SangBapa. Gagasan merdasar ini tentulah memiliki implikasi teologis yang besar.

Pertama, dengan meletakkan gambar Allah pada Kristus, Sang Ikon ilahiitu, dan bukan pada manusia, kita dimungkinkan untuk membingkai antro-

pologi Kristen dalam sebuah struktur teologis yang lebih trinitaris, Kristosen- .

tris, sekaligus soteriologis. Karena ikon Allah tidak hanya menunjuk pada

Allah namun juga menjadi bagian dar; yang ilahi itu, maka kita dimung-kinkan untuk mempercakapkan makna pribadi (person) pertama-pertama

secara trinitaris. Trinitas adalah persekutuan ilahi tiga Pribadi yang teramatakrab, sedemikian hingga ketiganya saling-masuk, saling-rangkul dan saling-memberi-ruang. "Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku," ujar Yesusdalam Yohanes 14:10-11. Secara teologis kita menggambarkannya melalui

konsep perichoresis atau circumincessio, yang mengacu pada Pribadi-pribadi(trinitaris) yang saling-masuk, saling-rangkul, saling-memberi-ruang; bahkan,sebuah tarian ilahi tperichoreuoi yang mencerminkan relasi intim saling

memberi dan rnengasihi."Itu sebabnya, secara teologis "pribadi" berbeda, bahkan berlawanan,

dengan "individu." Sementara yang pertama mengacu pada identitas-relasional, yang kedua menunjuk pada subjek yang terpisah (in-divisa).

37 Catherine M. LaCugna menggambarkan periclioresis scbagai iarian ilahi dengan begituindah,

Even if the philological warrant for this [translation] is scant, the metaphor of dance iseffective. Choreography suggests the partnership of movement, symmetrical but notredundant, as each dancer expresses and at the same time ful [ills him/hersel f towards theother. In interaction and inter-course, the dancers (and the observers) experience onefluid motion of encircling, encompassing, permeating, enveloping, outstretching. Thereare neither leaders nor followers in the divine dance, only an eternal movement of recip-rocal giving and receiving, giving again and receiving again. To shin metaphor for amoment, God is eternally begetting and being begotten, spiraling and being spirated.The divine dance is fully personal and interpersonal, expressing the essence and unity of

52

Konsultcsi Teologi Nasional 2011

Raimundo Panikkardengan gamblang menolak apa yang disebutnya "mites

individualisme" Barat (Panikkar 1996,265), sebab konsep tersebut mengan-daikan adanya diri yang otonom, terbebas dari yang lain, dan karenanya

mengaburkan makna pribadi/person yang secara mendalam senantiasa ber-

makna relasional. Dengan meminjam kalimat Panikkar, kita bisa berujarbahwa "a person being is always society" (Panikkar 1973, 254), sebab didalam satu pribadi kita melihat pribadi-pribadi lain. "Barangsiapa telah meli-hat Aku, ia telah melihat Bapa ..." (Yoh. 14:9).

Lebih dari itu, yang kedua, kita juga dimampukan untuk memahami-

dalam tradisi penciptaan-bahwa manusia tercipta bukan hanya menurutgambar Allah, yaitu Kristus, namun juga dengan tujuan agar dapat berpar-

tisipasi ke dalam persekutuan trinitaris (koinonia tou theou) tersebut atau,dengan meminjam metafora "tartan," kita diundang untuk ikut menari di

dalam tarian ilahi. Dalam perspektif itulah, teologi Kristen menegaskanbahwa manusia adalah pribadi-dalam-relasi. Martabat manusia tak pernahdimiliki secara inheren di dalam dirinya secara individualistik (sebagaimanadipahami oleh Deklarasi Universal HAM, misalnya), namun dalam relasinyadengan Allah dan seluruh ciptaan lainnya. Format relasi manusia denganAllah dalam perspektif personalitas trinitaris ini muncul lewat dua model

yang memperoleh penekanan secara berbeda di dalam teologi Barat danTimur.

Yang pertama memaknainya sebagai "peneladanan" (modelling).

God. The image of the dance forbids us to think or God as solitary. The idea of pericho-resis provides a marvelous point of entry into contemplating what it means to say thatGod is alive from all eternity as love. (LaCugna 1993,272)

Setahun scbclumnya, Elizabeth A. Johnson bahkan rnenegaskan keberagarnun pcnari dalarntarian ilahi tersebut dengan bcrkata,

Dancers whirl and intertwine in unusual patterns; the 11001' is circled in seemingly cha-otic ways; rhythms are diverse; at times all hell breaks loose; resolution is achievedunexpectedly. Music, light and shadow, color, and wonderfully supple motion coalescein dancing that is not smoothly predictable and repetitive, as is a round dance, and yet isjust as highly disciplined. Its order is more complex. Casting the metaphor ill yet anotherdirection, we can say that the eternal now of life is stepped to the contagious rhythms ofspicy salsas, merengues, calypsos, or reggaes where dancers in free motion are yetbonded in the music. (Johnson 1992, 220-221)

53

Page 8: BERTEOLOGI DALAM KONTEKS - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/Prosiding-Berteologi-Dalam... · dia, mengenai persekutuan gerejawi

Berteologi dalam Kontehs

Manusia sebagai person meneladani persekutuan trinitaris dengan cara

mengusahakan persekutuan yang serupa di dalam relasinya dengan ciptaanlain. Model ini secara signifikan ditekankan oleh teologi Barat. Anna Case-Winters, misalnya, sepuluh hari yang lalu (22 Oktober 2011), mempresenta-

sikan gagasannya di dalam Konsultasi "think-tank" WCRC di Mangalore, In-

dia, mengenai persekutuan gerejawi dan insani yang meneladani perseku-tuan ilahi. la berkata (perhatian kata-kata kunci yang saya tekankan secara

sengaja ),

The pattern for our communion should be the divine communion, as webecome living rejlections of the "image" of God ... Though this[doctrine of perichoresis] is a unity beyond our imagination, it providesthe model for us ... As the people 0 f God and as persons in the image ofGod, this becomes the model of how we may be in communion. Thechurch in its life together should be a true reflection of the divine com-munion of love. The Trinitarian relation, with its pattern of differencewithout division, is the pat/ern for our work for a unity that is not staticuniformity, but dynamic communion. (Case-Winter 2011)

Sementara itu, teologi Timur lebih mengambil jalan kedua, yaitu jalan"partisipasi" (participation, partaking). Kenyataan bahwa manusia diciptamenurut Kristus Sang Gambar Allah di dalam persekutuan Roh Kudus den-

gan Sang Bapa memberi jalan masuk bagi manusia untuk juga mengambilbagian (partaking) ke dalam persekutuan ilahi terse but. Itu sebabnya Yesusberkata .... (Yoh. 17:21). Persekutuan insani, di dalam model ini, disambut kedalam rengkuhan hospitalitas ilahi yang mengizinkan ciptaan untuk men-gambil bagian ke dalam persekutuan kasih-sayang ilahi. Gagasan ini kini

makin mendapatkan simpati bahkan di kalangan teolog-teolog Barat, sepertiJurgen Moltmann dan Catherine M. LaCugna. Izinkan saya mengutip kalimatindah dari LaCugna untuk menggambarkan model kedua ini.

There are not two sets of communion-one among the divine persons,the other among human person, with the latter supposed to replicate theformer. The one perichoresis, the one mystery of communion includesGod and humanity as beloved partners in the dance. (LaCugna 1993,274)Beberapa usaha bisa saja dikerjakan untuk menjembatani kedua para-

54

Konsultasi Teologi Nasional 2011

digma, khususnya melalui konsep "persekutuan" (koinonia, communion)

yang juga laris-manis di banyak dokumen eklesial dari badan-badanekumenis global seperti WCC dan WCRe. Dokumen The Nature and Mission

of the Church (WCC 2005), misalnya, mengadopsi kedua pendekatan terse-but bersama-sama tanpa berusaha menyelesaikannya:

§13 The Church is not merely the sum of individual believers in com-munion with God, nor primarily the mutual communion of individualbelievers among themselves. It is their common partaking in the life ojC?od (2 Pet I :4), who as Trinity is the source and focus of all cornmun-Ion.

§34 As a reflection oj the communion in the Triune Cod, the Church isGod's instrument in fulfilling this goal. The Church is called to manifestGod's mercy to humanity, and to bring humanity to its purpose - topraise and glorify God together with all the heavenly hosts.

Atau, jalan tengah teologis yang lain adalah, kita bisa berkata bahwasementara partisipasi ciptaan secara paripurna ke dalam persekutuan ilahi(serat Timur) merupakan pengharapan eskatologis kita, seluruh ciptaan kinitengah menjalani ziarah menuju titik itu sembari mengadegankan atau me-neladani persekutuan ilahi tersebut di dalam persekutuan dengan sesamaciptaan (serat Barat).

Beberapa Butir Pemikiran mengenai TeoJogi Relasional-Trinitarisdan Beberapa Implikasi Etis-Sosial

Gagasan trinitaris mengenai personalitas manusia yang dicipta di dalamKristus, Sang Gambar Allah, dalam relasi perich ore tic (saling-masuk dansaling-rangkul) dengan Bapa di dalam kuasa Roh Kudus di atas jika dirajut

dengan hati-hati dapat membantu kita mengkonstruksi sebuah teologi re-lasional yang sehat. Beberapa contoh bisa dipaparkan di bawah sekalipunperlu dikembangkan lebih lanjut.

1. Relasionalitas setiap pribadi dengan Allah Trinitas dan dengan sesama-

nya dengan tegas menggugat segala bentuk individualisme yang men-galienasi manusia dari sesamanya dan mendesakkan pentingnya relasi

55

Page 9: BERTEOLOGI DALAM KONTEKS - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/Prosiding-Berteologi-Dalam... · dia, mengenai persekutuan gerejawi

Berteologi dalam Kontebs

dan komunitas insani yang senantiasa menghargai keunikan setiap pri-

badi. Atau, lewat kalimat JLirgen Moltmann, "community without uni-

formity, and personality without individualism" (Moltmann 2000, 113).2. Jika manusia diciptakan di dalam Kristus Sang Gambar ilahi dan dengan

demikian dipersatukan ke dalam koinonia ilahi, maka ditolak juga quasi-

individualism yang tampak dalam banyak model teologi yang sekadarmenekankan relasi individual dengan Allah. Allah tidak pernah mungkin

dijumpai di dalam ruang vakum-sesama. Bahkan, sebuah momen doa-baca: saat teduh-di dalam sebuah bilik kecil pun senantiasa mengikatdan melibatkan si pendoa dengan seluruh komunitas dan masyarakat-nya. Relasinya dengan Allah di dalam Kristus hanya dimungkinkan ketika

ia hadir dalam keseluruhan tubuh Kristus itu. Di sini gagasan Augustinusbahwa keseluruhan Kristus (totus Christus) hadir dalam persekutuan

insani menjadi sangat penting.3. Berkat (by virtue of) Kristus, setiap perjumpaan insani pada saat ber-

samaan senantiasi merupakan perjumpaan dengan yang ilahi itu sendiri.Sebuah epiphanic event! Sehubungan dengan ini, menarik sekali ga-gasan Mayra Rivera yang menegaskan bahwa yang ilahi atau yang tran-senden itu tidak hanya dipahami sebagai realitas ekstra-kosmis namundapat dijumpai, "disentuh," dalam perjumpaan intra-kosmik, dalam per-

jumpaan antarinsan yang menubuh (embodied) (Rivera 2007). Karena

itu, teologi apapun yang menjustifikasi usaha meraup sesama secaradominatif sama halnya telah melukai yang ilahi itu sendiri. Teologi sosial

yang sehat hanya memungkinkan seorang pribadi untuk menyentuhpribadi lain, atau menawarkan sebuah rangkulan yang mutual (mutualembrace) bagi sesama. Dan ketika itu terjadi, teralami jugalah rangkulan

ilahi yang menciptakan sebuah persekutuan kasih-sayang.4. Rangkulan mutual (mutual embrace) tidak terjadi begitu saja tanpa se-

buah inisiatif etis. Sama halnya Kristus merupakan tanda inisiatif ilahi

(baca: "anugerah yang menubuh") yang menawarkan rangkulan ilahiyang mengundang manusia untuk berpartisipasi ke dalam tarian ilahi,

demikian pun dibutuhkan inisiatif insani untuk mencipta-ulang-baca:berpartisipasi ke dalam karya kreatif ilahi untuk mencipta-relasi insani

56

Konsultasi Teologi Nasional 2011

yang etis. Dalam hal ini kita diingatkan oleh banyak filosof Yahudi

(khususnya Emmanuel Levinas) tentang dimensi sosial-etis dari relasiantarinsan itu. Respons atas inisiatif ilahi itu menciptakan sebuah suru-

han etis untuk hid up bagi yang lain. Perjumpaan antarinsan yang mutual(I and You) tidak muncul dan diandaikan begitu saja (sebagaimana mun-cui dalam Buber), namun diusahakan dari dalam batin moral yang me-

mahami diri hidup untuk yang lain (I for You, dalam pemikiran Levinas).Tentu saja, usaha melibatkan Levinas ke dalam percakapan ini penuh

risiko " dan karenanya mernbutuhkan telaah lebih lanjut di kali lain.5. Perichoresis trinitaris yang membuka kemungkinan bagi partisipasi in-

sani yang personal itu juga menjadi dasar bagi pendamaian antarinsanyang berawal dari pendamaian Allah dan manusia (at-one-ment). Jika

pendamaian berarti diizinkannya tarian insani terorkestrasi ke dalamtarian ilahi, tanpa terjadi sebuah pemanunggalan monolit, maka pen-damaian sejati harus tetap mengizinkan munculnya keberagaman, baikdi dalam diri Allah, antara Allah dan insan, maupun antarinsan. Hasilyang diharapkan, dengan meminjam kalimat Calvin O. Schrag, sangatlah

menjanjikan: "a convergence without coincidence, an interplay withoutsynthesis, an appropriation without totalization, and a unification thatallows for difference" (Schrag 1992, 158-159). Di kesempatan lain sayamenggali secara khusus relasi konsep perichoresis ini dengan kemungki-nan teologi agama-agama yang lebih konstruktif (Adiprasetya 2008).39

33 Penuh risiko, sebab penolakan Levinas atas onto-teologi atas nama erika mcmbuat usahamendampingkan Levinas dan teologi trinitaris tampak aneh. Bahkan, Levinas scndiri mernper-tanyakan sekaligus menggugat perspektif onto-teologis alas peristiwa trinitaris dari kunjungantiga tarnu ilahi kepada Abraham. Ia berkata, "Does the monotheist God haunt the roads of theunconscious? Whcn Abraham receives the three visitors, does he receive the Lord because ofthe Trinity which the visitors prefigure or because of his hospitality?" (Levinas 1990, 121).Narnun risiko ill! saya arnbil, sebab teologi trinitaris sebenarnya rncmarnpukan kita untuk rne-masuki Icvel praktikalitas dengan rnernpercakapkan etika triniiaris atau dirnensi etis dari Trini-tas. Untuk usaha konstruktif rnernpertautkan Lcvinas dan Triniras, lihat tulisan apik MichaelPurcell (1999). Lihat pula artikel Catherine Laf.ugna tentang praktikalitas doktrin Trinitas(1992).39 Narnun, sctidaknya, saya berusaha mernpertautkan kajian eli scsi kcdua cluster pertarna inidengan topik yang akan dibahas eli dalam cluster kcdua nanti malam.

57

Page 10: BERTEOLOGI DALAM KONTEKS - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/Prosiding-Berteologi-Dalam... · dia, mengenai persekutuan gerejawi

Berteologj dalam Kontehs

6. Jika locus relasi antarpribadi (baik tiga Pribadi ilahi, Allah dan insan,serta antarinsan) ditemukan di dalam tarian perichoresis yang dinamisdan indah itu, maka muncul pulalah kemungkinan untuk merefleksikan

relasi personal tersebut lewat sebuah imajinasi teologis atas ruang per-

jumpaan personal. Setiap relasi intersubjektif senantiasa mengandaikanruang bersama (common space) atau ruang ketiga (third soocei'" SetiapPribadi ilahi saling mencipta ruang bagi Prlbadi ilahi lainnya. Dan izin

bagi ciptaan untuk terlibat ke dalam tarian ilahi itu dimungkinkankarena ruang kosong ilahi tersebut cukup luas bagi partisipasi ciptaan kedalamnya. Dan ruang kosong itu adalah Kristus, yang menjadi prinsip

penciptaan, sedemikian hingga seluruh yang berwarna-warni tersebutmendapat kepenuhannya di dalam Kristus. Kristus adalah "ruang bagi

semua ciptaan yang hidup" (he khora ton zonron)." Di dalam Ruangilahi itulah, menu rut John Manoussakis, Kristus adalah "khora yangutama, yang menerima bagi umat manusia maupun ciptaan secara men-yeluruh, namun tanpa peleburan, ke dalam Pribadi-Nya yang berinkar-

nasi" (Manoussakis 2007, 92). Maka, menjumpai Sang Manusia itu kita

menjumpai Allah sendiri, hadir menubuh.7. Ruang bersama bagi tarian perichoretic itu kerap dimaknai dengan se-

buah terminologi teologis: oikos atau "rurnah." Relasi Allah-insan adalahsebuah ekonomi atau oikonomia (oikos-nomos) yang menghamburkanrahmat ilahi secaa melimpah (excess, superabundance, surplus), yangseharusnya membuat seluruh makhluk hidup dalam kecukupan dalamsemangat berbagi. Di dalam sesi-sesi cluster tiga kita akan membahassecara teologis bagaimana ekonomi ilahi tersebut seharusnya berdam-pak pada cara kit a menghayati situasi ekonomi dunia kontemporer. Na-mun, dalam kesempatan ini, saya tertarik untuk menarik ide ini ke arahyang berbeda, yaitu pada sebuah imaji oikos yang menjadi ruang yang

40 Lihat catatan kaki 41 di bawah.41 Sebuab inskripsi di sebuah biara di Istanbul mcnunjuk Kristus atau Sang Anak scbagai hekhora ton zonton, "ruang bagi sernua yang hidup." Yang menarik, perichoresis sendirimerniliki akar kata khora yang berarti "ruang." Saya tidak akan rnembahas sejarah panjangdiskusi rnengenai khora, baik dalarn filsafat maupun teologi.

58

Konsultosl Teologi Nmional2011

memungkinkan perjumpaan yang ramah-tamah berlangsung. Di dalamrumah yang terbuka, hospitalitas berlangsung ketika dua orang aslng'"berjumpa dan terjadi rekonsiliasi yang mentransformasi keduanya men-

jadi dua sahabat, dalam interaksi tuanrumah dan tarnu." Maka, eke-

nomi dan hospitalitas harus berjalan berbarengan. Tanpa hospitalitas,ekonomi berubah menjadi kapitalisasi dan pembedaan manusia. Tanpaekonomi, hospitalitas menjadi moralisme yang justru berpotensi men-

yembunyikan sebuah struktur ketidakadilan. Ketika ekonomi dan hospi-talitas bertemu, maka sebuah komunitas-dan dalam pengharapaneskatologis, seluruh dunia-akan menjadi ikon bagi Allah trinitas, se-

buah imago Trinitatis.

Daftar Acuan

Adiprasetya, Joas. 2008. Toward a perichoretic theology of religions. Diser-tasi Th.D., School ofTheology, Boston University.

Anzaldua, Gloria. 1999. Borderlands/to frontera: The new mestiza. 2nd edi-tion. San Francisco: Aunt Lute Books.

Bhabha, Homi. 1994. The location of culture. London: Routledge.

Case-Winter, Anna. 2011. Communion and theology. Paper presented at theWCRC network of theologians, Mangalore, India.

";_:

42 Istilah Yunani yang dipakai di dalarn Alkitab untuk hospitalitas adalah philoxenia. yangberarti "kasih bagi orang asing."43 Saya merasa perlu mernasukkan ke dalam catatan kaki ini reflcksi tambahan mcngcnai per-jumpaan antarinsan yang menghasilkan mutuat transformation, yang mernbuat identitas insanisenantiasa cair dan berubah. Keterasingan terjaeli keuka perjumpaan tak berlangsung, Paclasaat itulah masing-rnasing berada di pusat hiclupnya sendiri, di dalam kemurniannya (purity).Narnun, ketika perjumpaan terjadi, setiap insan bergcrak menuju tepian atau margin danberternu pad a sebuah common space, yang mirip dcngan apa yang olch Homi Bhabha disebutsebagai sebuah "ruang ketiga" (third space) (Bhabha 1994) atau oleh Gloria Anzaldua sebuahsebuah "borderland" (Anzaldua 1999). Di dalam perjurnpaan itu, masing-rnasing menjadi"ciptaan baru" eli dalam Kristus. Dan di situlah, yaitu di dalarn Kristus, berlangsung pulalahsebuah peritiwa epifanik, sebuah pcrjurnpaan ilahi. Maka, menjadi relevan pula definisi Khal-sedon tentang dua tabiat Kristus: kesatuan tanpa bercampur dan berubah, sekaligus perbedaantanpa terpisah atau terbagi. Tradisi teologis lain rnernang rnenernpatkan Roh Kudus sebagaithird space bagi perjurnpaan tersebut; lihat misalnya tulisan Catherine Keller, Face of theDeep (2003, 231).

59

Page 11: BERTEOLOGI DALAM KONTEKS - karyailmiah.sttjakarta.ac.idkaryailmiah.sttjakarta.ac.id/wp-content/uploads/2017/08/Prosiding-Berteologi-Dalam... · dia, mengenai persekutuan gerejawi

Berteologi dol am KonteR~

Johnson, Elizabeth A. 1992. She who is: The mystery of God in feminist theo-logical discourse. New York: Crossroad.

Keller, Catherine. 2003. Face of the deep: A theology of becoming. New

York: Routledge.

LaCugna, Catherine M. 1992. The practical Trinity. The Christian century 15-22, no. July: 678-682.

. 1993. God for us: The Trinity and Christian life. New York:----HarperSa nFrancisco.

Levinas, Emmanuel. 1990. Difficult freedom. London: Athlone Press.

Manoussakis, John P. 2007. God after metaphysics: A theological aesthetic.

Bloomington: Indiana University Press.McFarland, Ian A. 2005. The divine image: Envisioning the invisible God.

Minneapolis: Fortress Press.Moltmann, Iurgen. 2000. Perichoresis: An old magic word for a new

Trinitarian theology. In Trinity, community, and power: Mappingtrajectories in Wesleyan theology, ed. M. Douglas Meeks: 111-125.

Nashville, TN: Kingswood Books.

Panikkar, Raimundo. 1973. The meaning of Christ's name in the universaleconomy of salvation. In Service and salvation, ed. Joseph Pathra-pankal: 125-258. Bangalore: Theological Publications.

. 1996. A self-critical dialogue. In The inter.:ultural challenge of--R-a-im-on Punikkar, ed. Joseph Prabhu: 227-291. Maryknoll, NY: Orbis

Books.

Purcell, Michael. 1999. Leashing God with Levinas: Tracing a Trinity withLevinas. Heythrop Journal 40: 301-318.

Rivera, Mayra. 2007. The touch of transcendence: A postcolonial theology ofGod. Louisville, KY& London: Westminster John Knox Press.

Schrag, Calvin O. 1992. The resources of rationality: A response to the post-modern challenge. Bloomington: Indiana University Press.

WCe. 2005. The nature and mission of the church: A stage on the way to acommon statement. Faith & order paper, no. 198.

I;~

60

Konsultasi Teologi Ncsioncl zon

2.4.2 Manusia dalam Relasinya Terhadap Allah, Diri Sendiri,dan Sesama: dalam Perspektif Antropologis BiblisOleh: Pdt. Dr. Dewi Sinaga

Pendahuluan

Berbicara tentang manusia dalam relasi-nya terhadap Allah, diri sendiridan sesamanya dalam perspektif antropologis biblis sangatlah luas,

sehingga saya perlu membatasinya hanya dalam perspektif Perjanjian Baru

(sesuai dengan bidang saya khusus dalam Perjanjian Baru), sekalipunperspektif Perjanjian Baru tetap berdiri dalam hubungannya denganPerjanjian Lama. Suatu tinjauan Biblis Theologis tentu saja didasarkan pada

pekerjaan hermeneutis kritis disertai penafsiran yang maksimal pada

sumber-sumber asli teks Perjanjian Baru, sehingga akan diperoleh maknadan pengertian yang maksimal tentang arti relasi secara tersurat dantersirat. Beberapa istilah yang berkaitan dengan relasi akan dilihat dandigali, sehingga saya harapkan bahwa pembahasan ini tidak membosankan,sebab tidak semua orang menyukai pembahasan hermeneutis kritis yangbanyak menggunakan istilah-istilah yang mungkin sedikit asing buat kita.

Berdasarkan judul dari Position Paper Cluster 1, maka saya melihatbahwa ada istilah yang bernafaskan teologi yang sangat perlu mendapatperhatian, yaitu kata "Berdamai"; saya tafsirkan bahwa kata itu lahir dari

kata "pendamaian" yang juga akan dibahas dalam tulisan ini, khusus dalamkonteks teks 2 Korintus 5:16-21.

Apakah Kata "relasi" Ditemukan di dalam Alkitab?

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kata atau istilah "relasi" tidakada ditemukan dalam Alkitab, baik dalam PL dan PB. Kata ini tentu munculdari istilah "relation" yang artinya "hubungan". Kata "hubungan" (relasi)

hanya ada 4 kali ditemukan dalam PB.44 Para penulis PB menggunakan be-berapa istilah untuk mengatakan kata "hubungan" (relasi) antara Allah dan

manusia dan sesama manusia. Dalam injil Matius 19:10 digunakan kata

44 Lihat D.F. Walker, Konkordansi Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999) 180.

61