Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU 24/2007). Bencana alam merupakan suatu kejadian yang tidak akan pernah dapat dilepaskan dengan kehiduan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat. Telah cukup banyak riwayat kejadian bencana alam yang terekam dari informasi tersebut kita dapat melihat bahwa dimanapun dan kapanpun sebenarnya terdapat potensi akan suatu bencana. Hal ini dapat dikarenakan oleh faktor alam, lingkungan dan manusia, terutama faktor manusia yang masih kurangnya pemahaman, kesiapsiagaan dan kewaspadaan dalam menghadapi bencana yang akan muncul. Salah satu bencana yang sering terjadi adalah bencana kebakaran, bencana ini kerap kali terjadi di area yang pemukimannya padat penduduk, kesalahan dalam penanganan ketika terjadi ancaman kebakaran dan perilaku masyarakat yang kurang antisipasif terhadap datangnya bencana kebakaran. Wilayah kelurahan baros yang mempunyai luas 179,15 Ha yang terbagi menjadi 18 RW dengan jumlah penduduk 15.118
30

Bencana

May 27, 2017

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bencana

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor

alam atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban

jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU

24/2007).

Bencana alam merupakan suatu kejadian yang tidak akan pernah dapat dilepaskan

dengan kehiduan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat. Telah cukup

banyak riwayat kejadian bencana alam yang terekam dari informasi tersebut kita dapat

melihat bahwa dimanapun dan kapanpun sebenarnya terdapat potensi akan suatu

bencana. Hal ini dapat dikarenakan oleh faktor alam, lingkungan dan manusia, terutama

faktor manusia yang masih kurangnya pemahaman, kesiapsiagaan dan kewaspadaan

dalam menghadapi bencana yang akan muncul.

Salah satu bencana yang sering terjadi adalah bencana kebakaran, bencana ini

kerap kali terjadi di area yang pemukimannya padat penduduk, kesalahan dalam

penanganan ketika terjadi ancaman kebakaran dan perilaku masyarakat yang kurang

antisipasif terhadap datangnya bencana kebakaran.

Wilayah kelurahan baros yang mempunyai luas 179,15 Ha yang terbagi menjadi

18 RW dengan jumlah penduduk 15.118 jiwa. Sementara untuk RW 18 sendiri berjumlah

penduduk 590 jiwa. Daerah ini berada 520 diatas permukaan laut yang terdiri sebagian

besar area pemukiman padat penduduk dengan sebagian besar masyarakatnya berprofesi

sebagai buruh harian lepas.

Hasil observasi dan wawancara di wilayah RW 18 menunjukan bahwa bencana

apapun dapat terjadi termasuk kebakaran, terlihat dari tata letak perumahan warganya

berdempetan satu sama lain dengan kontruksi rumah masih terdapat semi permanen dan

bilik.

Page 2: Bencana

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah “Bagaimana

kesiapsiagaan warga RW 18 Kelurahan Baros Kecamatan Baros Kota Sukabumi

dalam menghadapi bencana kebakaran?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum adalah untuk diketahuinya kesiapsiagaan warga tentang kerentanan

bencana kebakaran di RW 18 Kelurahan Baros Kecamatan Baros Kota Sukabumi

2013.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus, diharapkan dapat :

a. Memberikan pengetahuan kepada warga tentang cara penanggulangan

bencana kebakaran

b. Meningkatkan kewaspadaan warga terhadap kemungkinan bencana kebakaran

yang terjadi di wilayahnya.

c. Memberikan pemahaman tentang bagaimana cara pengevakuasian saat terjadi

bencana kebakaran.

D. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

Menambah wawasan dalam cara pengelolaan dan penanggulan bencana

kebakaran.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Menambah literatur dalam cara penanggulangan bencana kebakaran.

3. Kelurahan Baros, RW 18

a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang bencana kebakaran

b. Meningkatkan pencegahan dan kesiapsiagaan warga terhadap bencana

kebakaran

Page 3: Bencana

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Kebakaran

Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar yang tidak kita

kehendaki, merugikan pada umumnya sukar dikendalikan (Perda DKI, 1992). Kebakaran

juga merupakan bencana yang lebih banyak disebabkan oleh kelalaian manusia (human

erroe) dengan dampak kerugian harta benda, stagnasi atau terhentinya usaha,

terhambatnya perekonomian dan pemerintahan bahkan korban jiwa (Bakornaspb).

Klasifikasi kebakaran adalah golongan atau pembagian atas kebakaran

berdaasarkan pada jenis benda/ bahan yang terbakar. Dengan adanya klasifikasi

kebakaran tersebut diharapkan akan lebih mudah atau lebih cepat dan lebih tepat

mengadakan pemilihan media pemadaman yang akan dipergunakan untuk melaksanakan

pemadaman (Perda DKI, 1992). Menurut Perda DKI (1992) klasifikasi sesuai dengan

bahan bakar yang terbakar dan bahan pemadaman untuk masing-masing kelas yaitu:

a. Kelas A

Termasuk dalam kelas ini adalah pada bahan yang mudah terbakar biasa,

misalnya: kertas, kayu, maupun plastik. Cara mengatasinya yaitu bisa dengan

menggunakan air untuk menurunkan suhunya sampai di bawah titik penyulutan,

serbuk kering untuk mematikan proses pembakaran atau menggunakan halogen

untuk memutuskan reaksi berantai kebakaran.

b. Kelas B

Page 4: Bencana

Kebakaran pada kelas ini adalah yang melibatkan bahan seperti cairan

combustible dengan cairan flammable, seperti bensin, minyak tanah, dan bahan serupa

lainnya. Cara mengatasinya dengan bahan foam.

c. Kelas C

Kebakaran yang disebabkan oleh listrik yang bertegangan untuk mengatasinya

yaitu dengan menggunakan bahan pemadaman kebakaran non kondusif agar terhindar

dari sengatan listrik.

d. Kelas D

Kebakaran pada bahan logam yang mudah terbakar seperti titanium,

alumunium, magnesium, dan kalium. Cara mengatasinya yaitu powder khusus kelas

ini.

Menurut Depnaker ILO (1980) Kerugian akibat kebakaran meliputi :

a. Asap

b. Gas beracun

c. Kekurangan oksigen

d. Panas

e. Terbakar

Menurut Depnaker UNDP ILO (1987) menyebutkan akibat kebakaran dan segala

akibat yang ditimbulkan disebabkan adanya ketimpangan sebagai berikut:

a. Tidak adanya saranda deteksi/ alarm

b. Sistem deteksi/ alarm tidak berfungsi

c. Alat pemadam api tidak sesuai/ tidak memadai

d. Alat pemadam api tidak berfungsi

e. Sarana evakuasi tidak tersedia

Page 5: Bencana

f. Dan banyak faktor lain seperti manajemen K3 program inpeksi, dan pemeliharaan.

Sedangkan klasifikasi bahaya kebakaran menurut Perda DKI Jakarta (2008) terdiri

dari:

a. Bahaya kebakaran ringan

Bahaya kebakaran ringan adalah ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai

nilai dan kemudahan terbakar rendah, apabila kebakaran melepaskan panas rendah,

sehingga penjalaran api lambat. Yang dimaksud bahaya kebakaran ringan ialah

hunian: Tempat ibadah, Perkantoran, Pendidikan, Ruang makan, Ruang rawat inap,

Penginapan, Hotel, Museum, Penjara, Perumahan

b. Bahaya Kebakaran Sedang

1) Bahaya Kebakaran Sedang I

Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan

terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak

lebih dari 2,5 m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang,

sehingga penjalaran api sedang. Yang dimaksud bahaya kebakaran sedang I

ialah bangunan, tempat penjualan dan penampungan susu, restoran, pabrik

gelas/ kaca, pabrik asbestos, pabrik balok beton, pabrik es, pabrik kaca/ cermin,

pabrik garam, restoran/ kafe, penyepuhan, pabrik pengalengan ikan, daging,

buah-buahan dan tempat pembuatan perhiasan.

2) Bahaya Kebakaran Sedang II

Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahna

terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak

lebih dari 4m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga

penjalaran api sedang.

Page 6: Bencana

Yang dimaksud dengan bangunan gedung yang diklasifikasikan dalam

bahaya kebakaran sedang II antara lain: penggilingan produk biji-bijian, pabrik

roti/ kue, pabrik minuman, pabrik permen, pabrik destilasi/ penyulingan minyak

asiri, pabrik makanan ternak, pabrik pengolahan bahan kulit, pabrik mesin,

pabrik baterai, pabrik bir, pabrik susu kental manis, konvensi, pabrik bohlam

dan neon, pabrik film/ fotografi, pabrik kertas ampelas, laundry dan dry

cleaning, penggilingan dan pemanggangan kopi, tempat parkir mobil dan motor,

bengkel mobil, pabrik mobil dan motor, pabrik teh, toko bir/ anggur dan spirtus,

perdagangan retail, pelabuhan, kantor pos, tempat penerbitan dan percetakan,

pabrik ban, pabrik rokok, pabrik perakitan kayu, teater dan auditorium, tempat

hiburan/ diskotik, karaoke, sauna, klab malam.

3) Bahaya Kebakaran Sedang III

Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan

terbakar agak tinggi, menimbulkan panas agak tinggi serta penjalaran api agak

cepat apabila terjadi kebakaran. Yang dimaksudkan dengan bangunan gedung

yang diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran sedang III antara lain: pabrik

yang membuat barang dari karet, pabrik yang membuat barang dari plastik,

pabrik karung, pabrik pesawat terbang, pabrik peleburan metal, pabrik sabun,

pabrik gula, pabrik lilin, pabrik pakaian, toko dengan pramuniaga lebih dari 50

orang, pabrik tepung gterigu, pabrik kertas, pabrik semir sepatu, pabrik sepatu,

pabrik karpet, pabrik minyak ikan, pabrik perakityan elektronik, pabrik kalu

lapis dan papan partikel, tempat penggergajian kayu.

c. Bahaya Kebakaran Berat I

1) Bahaya Kebakaran Berat I

Page 7: Bencana

Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan

terbakar tinggi, menim,bulkan panas tinggi serta penjalaran api cepat apabila

terjadi kebakaran. Yang dimaksud dengan bangunan gedung yang

diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran berat I antara lain: bangunan bawah

tanah/ bismen, subway, hangar pesawat terbang, pabrik korek api gas, pabrik

pengelasan, pabrik foam plastik, pabrik foam karet, pabrik resin dan terpentin,

kilang minyak, pabrik wool kayu, tempat yang menggunakan hidrolik yang

mudah terbakar, pabrik pengecoran ligam, pabrik yang menggunakan bahan

baku yang mempunyai titik nyala 37,9°C (100°F), pabrik tekstil, pabrik benang,

pabrik yang menggunakan bahan pelapis dengan foam plastik (upholstering

with plastic foams).

2) Bahaya Kebakaran Berat II

Ancaman bahaya kebakaran yang memepunyai jumlah dan kemudahn

terbakar sangat tinggi, menimbulkan panas tinggi serta penjalaran api sangat

cepat apabi;la terjadi kebakaran. Yanhg dimaksud dengan bangunan gedung

diklasifikasikan dalam bahaya kebakaran berat II antara lain: pabrik selulosa

nitrat, pabrik yang menggunakan dan/ atau menyimpan bahan berbahaya.

A. Managemen Bencana Kebakaran

1. Media Alat Pemadam, Karakteristik dan Sifat Pemadamannya

1) Hydrospray

Alat pemadam dengan air ini umumnya digunakan untuk kebakaran

kelas A. Alat ini biasanya dilengkapi dengan penera untuk mengetahui

tekanan air. Penera berwarna hijau menunjukkan alat aman untuk digunakan,

sedangkan warna merah menunjukkan tekanan sudah berkurang.

Page 8: Bencana

2) Drychemical Powder

Jenis bubuk kering digunakan untuk kelas A,B, C dan D, sedang sifat

pemadaman jenis bubuk kering antara lain :

a. Menyerap panas dan mendinginkan obyek yang terbakar. 

b. Menahan radiasi panas. 

c. Bukan penghantar arus listrik. 

d. Menutup dengan cara melekat pada obyek yang terbakar karena adanya

reaksi kimia bahan tersebut saat terjadi kebakaran (reaksi panas api). 

e. Menghambat terjadinya oksidasi pada obyek yang terbakar.

f. Tidak berbahaya. 

g. Efek samping yang muncul adalah debu dan kotor.

h. Dapat berakibat korosi dan kerusakan pada mesin ataupun perangkat

elektronik.

i. Sekali pakai pada tiap kejadian.

Page 9: Bencana

2. Gas Cair Hallon Free/AF 11/Halotron 1

Alat pemadam gas cair ini bisa digunakan untuk semua jenis klasifikasi

kebakaran. Sifat alat pemadam ini antara lain :

a. Bukan penghantar listrik

b. Tidak merusak peralatan 

c. Non Toxic (tidak beracun)

d. Bersih tidak meninggalkan bekas.

e. Memadamkan api dengan cara mengikat O2 disekitar area kebakaran

f. Penggunaan yang multi purpose (semua klas kebakaran)

g. Bisa digunakan berulang-ulang 

h. Lebih tepat digunakan di dalam ruangan

3. Carbon dioksida

Page 10: Bencana

Racun api CO2 ini cocok dan efektif digunakan untuk pemadaman api kelas B

dan C. Sifat-sifatnya antara lain :

a. Bersih tidak meninggalkan bekas.

b. Non Toxide ( tidak beracun ).

c. Bukan penghantar listrik.

d. Tidak merusak peralatan ( elektronik / mesin )

e. Cara pemadaman dengan mendinginkan dan menyelimuti obyek yang

terbakar.

f. Tepat untuk area generator dan instalasi listrik.

g. Tekanan kerja sangat besar.

4. Racun Api Busa

Racun api berupa busa hanya digunakan untuk jenis kebakaran kelas A dan B.

Cara kerjanya menyelimuti dan membasahi obyek yang terbakar. Jika obyek yang

terbakar benda cair, racun api busa ini bekerja menutup permukaan zat cair.

Sifat lainnya yaitu penghantar arus listrik sehingga tidak dapat digunakan pada

ruang yang berisi peralatan komponen listrik.

5. Fire Sprinkler System

Page 11: Bencana

Alat ini biasanya terinstal didalam gedung dan bersifat mengandung Hg.

Mekanisme kerja sprinkler yaitu secara otomatis akan mengeluarkan air bila kepala

sprinkler terkena panas.

Prinsip dasar alat ini adalah mampu menyerap kalor yang dihasilkan dari

bahan yang terbakar.

6. Hydrant 

Digunakan untuk jenis api kelas A dan B.

Secara ringkas, penggunaan media racun api berdasarkan klasifikasi bahan terbakar

jadi begini :

Agar bisa bekerja cepat dalam keadaan darurat perlu diperhitungkan persyaratan dan

cara pemasangan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) yang antara lain : 

1) Tempat mudah dilihat dan dijangkau, tidak boleh digembok atau diikat mati.

2) Jarak jangkauan maksimum 15 m.

Page 12: Bencana

3) Tinggi pemasangan maksimum 125 cm.

4) Jenis media dan ukuran sesuai dengan klasifikasi kebakaran dan beban api.

5) Diperiksa secara berkala.

6) Bisa diisi ulang (Refill).

7) Kekuatan konstruksi terstandar

Usaha Preventif  Tanggap Kebakaran

1) Penyuluhan dan pelatihan tentang pemadam kebakaran 

2) Adanya SOP cara pengoperasian pada tabung pemadam 

3) Pastikan listrik/api telah padam sebelum meniggalkan laboratorium 

4) Usahakan bak kamar mandi selalu penuh

Cara pelaksanaan pemadaman :

1) Selalu siap mental dan jangan panik 

2) Perhatikan arah angin (dengan melihat lidah api) 

3) Membelakangi arah angin menghindar dari sisi lain 

4) Semprotkan/arahkan pada sumber api 

5) Harus tahu jenis benda yang terbakar 

6) Usahakan mengatur dan menahan nafas

Sedangkan prosedur emergensi evakuasi seperti berikut :

Page 13: Bencana

a. Bunyikan / tekan alarm terdekat 

b. Keluar lewat pintu terdekat 

c. Berkumpul ditempat yang berjarak minimal 30 meter dari sumber kebakaran 

d. Beritahu petugas emergensi mengenai orang-orang yang ada didalam 

e. Beritahu petugas emergensi mengenai alasan pengosongan ruangan

G. Sumber Daya Manusia

Ketika bencana kebakaran terjadi, secanggih apa pun alat yang tersedia untuk

menanggulanginya tidak akan maksimal jika sumber daya manusianya tidak tanggap

dan tidak mengetahui cara menggunakan peralatan tersebut secara benar. Oleh karena

itu faktor SDM yang memahami dan tanggap terhadap bencana kebakaran sangat

berperan penting terhadap penanggulanagan kebakaran itu sendiri. Pelatihan dan

simulasi first responder untuk penanggulangan bencana kebakaran seharusnya

diberikan secara rutin dalam janggak waktu tertentu setiap tahunnya kepada pihak-

pihak terkait di wilayah yang rentan bahaya bencana kebakaran.

Tujuan dan prinsip untuk menjadi first responder adalah untuk mengamati

dengan cepat dan seksama situasi lingkungan di sekitar tempat kejadian sehingga

bantuan dapat dimulai secepat mungkin dari tempat kejadian dalam kondisi seadanya

tanpa alat dan sarana memadai dan do no further harm. Dengan tugas – tugas first

responden adalah sebagai berikut :

1. Memahami proses initial assesment

2. Memiliki kemampuan dalam mengintegrasi pengetahuan dalam berfikir untuk

memprioritaskan pengambilan keputusan dalam menempatkan system TRIAGE.

Page 14: Bencana

3. Megetahui cara mengevakuasi korban dari tempat yang berbahaya ke tempat yang

lebih aman

4. Mengetahui cara meminta bantuan yang tepat

5. Mengetahui cara menyelamatkan korban dalam memenuhi bantuan hidup dasar

6. Memilki kemapuan dalam melakukan proses stabilisasi korban kebakaran

H. Tehnik atau cara mengatasi bencana api

Sesuai dengan amanat Permen PU No. 25/PRT/M/2008 dan memperhatikan

berbagai aspek terkait dalam penanggulangan kebakaran serta profil / kondisi kota-

kota dan kabupaten di Indonesia dan arah pengembangannya kedepan, maka

diperlukan suatu Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) yang dapat

digunakan sebagai acuan baku dalam penyusunan Rencana Kerja / Program Dinas

Pemadam Kebakaran kota dan kabupaten untuk sekurang-kurangnya sepuluh atau dua

puluh tahun ke depan.

Disamping itu berbagai tuntutan yang berkembang akibat derap perkembangan

kota dan kabupaten, implikasinya dikaitkan dengan resiko kebakaran serta munculnya

berbagai paradigma baru dalam sistem proteksi kebakaran dan kondisi kinerja Institusi

Pemadam Kebakaran (IPK) saat ini semakin meningkatkan urgensi disusunnya

Rencana Induk (Fire Safety Master Plan) Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

(RISPK) di kota-kota / kabupaten di Indonesia. Pengaturan manajemen

penanggulangan kebakaran di perkotaan dimaksudkan untuk mewujudkan bangunan

gedung, lingkungan, dan kota yang aman terhadap bahaya kebakaran melalui

penerapan manajemen penanggulangan bahaya kebakaran yang efektif dan efisien.

Page 15: Bencana

Manajemen tersebut meliputi penanggulangan di wilayah kota, lingkungan dan

bangunan (termasuk mengenai Satuan Relawan Kebakaran / SATLAKAR).

Namun dalam penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

(RISPK) yang sesuai dan tepat kiranya memerlukan berbagai konsep dan pendekatan

metodologis yang dapat diterapkan dengan memperhatikan karakteristik dan

kekhususan daerah yang bersangkutan serta mempelajari pengalaman di berbagai

negara maju

Cara pelaksanaan pemadaman

1. Selalu siap mental dan jangan panik 

2. Perhatikan arah angin (dengan melihat lidah api) 

3. Membelakangi arah angin menghindar dari sisi lain 

4. Semprotkan/arahkan pada sumber api 

5. Harus tahu jenis benda yang terbakar 

6. Usahakan mengatur dan menahan nafas

Beberapa konsep dan pendekatan yang dapat diterapkan sebagai upaya

penanggulangan kebakaran khususnya di kawasan permukiman padat adalah sebagai

berikut :

a. Konsep Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK) / Fire Management

Area (FMA)

Konsep Fire Management Area (FMA) atau sering disebut sebagai konsep

Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK). WMK merupakan salah satu dasar

pokok dalam perencanaan sistem penanggulangan kebakaran di perkotaan yang

menentukan efektivitas pemadaman suatu areal atau wilayah, disamping

penentuan penyediaan air untuk pemadaman. Untuk menentukan jumlah

Page 16: Bencana

kebutuhan air untuk pemadaman di setiap WMK dibutuhkan analisis resiko

kebakaran, dimana di dalam analisis tersebut diperhitungkan volume total

bangunan, angka resiko bahaya kebakaran, serta angka klasifikasi konstruksi

bangunan. Konstruksi suatu bangunan harus mampu menciptakan kestabilan

struktur selama kebakaran untuk memberikan waktu bagi penghuni untuk

menyelamatkan diri dan memberikan kesempatan petugas untuk beroperasi.

Bangunan di k awasan padat / kumuh ser ingk al I menggunakan bahan – bahan

bangunan yang sangat sederhana dan rentan terhadap api. Direkomendasikan agar

bahan bangunan adalah :

1. papan plester dengan ketebalan 13 mm, atau bisa juga menggunakan material

lain dengan ketahanan api yang relatif sama;

2. lembaran semen serat selulosa dengan ketebalan 12 mm;

3. plester berserat yang diperkuat kawat anyam besi galvanis yang dipasang

tidak lebih dari 6 mm dari permukaan.  

Secara fisik, WMK dibentuk dengan mengelompokkan hunian yang

memiliki kesamaan kebutuhan proteksi kebakaran dalam batas wilayah yang

ditentukan secara alamiah maupun buatan. Konsep WMK dirancang untuk

mendukung tercapainya sistem penanggulangan kebakaran yang efektif yang

ditentukan melalui waktu tanggap (respond time) dan bobot serangan (weight of

attack). Waktu tanggap terhadap pemberitahuan kebakaran adalah total waktu

dari saat menerima berita – pengiriman pasukan dan sarana pemadaman

kebakaran ke lokasi kebakaran sampai dengan kondisi siap untuk melaksanakan

pemadaman kebakaran. Waktu tanggap terdiri atas waktu pengiriman pasukan

dan sarana pemadam kebakaran (dispatch time), waktu perjalanan menuju lokasi

kebakaran, dan waktu menggelar sarana pemadam kebakaran sampai siap untuk

Page 17: Bencana

melaksanakan pemadaman (lihat Peraturan Menteri PU No. 25/PRT/M/2008

sebagai referensi). Untuk kondisi di Indonesia, waktu tanggap tidak lebih dari 15

(lima belas) menit. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu tanggap adalah :

1. Sistem pemberitahuan kejadian kebakaran untuk menjamin respon yang

tepat;

2. Tipe layanan yang dilakukan oleh instansi penanggulangan kebakaran;

3. Ukuran atau luasan wilayah yang dilayani termasuk potensi bahaya di

lokasi WMK dan kapasitas kemampuan yang ada;

4. Perjalanan petugas & kendaraan pemadam menuju ke lokasi kebakaran.

Untuk menjamin kualitas bobot serangan dan respond time yang tepat

termasuk unsur jarak atau aksesibilitas maka ditentukan pos-pos pemadam

kebakaran dalam setiap WMK. Secara kuantitas disebutkan bahwa daerah

layanan dalam setiap WMK tidak melebihi radius 7,5 km, di luar daerah tersebut

dikategorikan sebagai daerah yang tidak terlindung (unprotected area). Daerah

yang sudah terbangun harus mendapatkan perlindungan dari mobil pemadam

kebakaran yang pos terdekatnya berada dalam jarak 2,5 km dan berjarak 3,5 km

dari sektor.

Berdasarkan unsur-unsur di atas, maka selanjutnya dibuat peta jangkauan

layanan penanggulangan kebakaran secara rinci yang menunjukkan lokasi dari

setiap pos pemadam di wilayah tersebut. Peta jangkauan layanan penanggulangan

kebakaran secara geografis bisa kurang tepat dengan mengingat adanya jalan atau

infrastruktur lainnya, sungai, bukit-bukit dan batas-batas fisik lainnya. Penerapan

WMK memiliki peran strategis dalam penentuan persyaratan sumber air untuk

pemadaman kebakaran di wilayah kota yang sebagaimana telah disebutkan diatas,

merupakan unsur utama dalam perencanaan Master Plan.

Page 18: Bencana

Kebutuhan air untuk setiap WMK ditentukan dengan analisis resiko

kebakaran dengan memperhitungkan potensi bahaya kebakaranyang terdapat

dalam WMK, yang dinyatakan dalam volume bangunan yang terkena kebakaran,

kelas bahaya hunian, kelas konstruksi bangunan dan factor bahaya kebakaran.

Bagan Alir untuk menyusun Rencana Induk Sistem Penanggulangan Kebakaran

Kota / kabupaten (Permen PU No. 25/PRT/M/2008) Dari kebutuhan air total

yang dibutuhkan pada setiap WMK, serta dengan memperhitungkan laju

pengeluaran air (delivery rate) dan laju penerapan air efektif (application rate)

untuk pemadaman kebakaran, maka dapat ditentukan kebutuhan pos atau stasiun

kebakaran yang memadai termasuk sarana hidran, mobil tangki dan titik-titik

penghisapan air yang diperlukan untuk menjamin efektivitas pemadaman

kebakaran. Dari volume ini dapat direncanakan jumlah dan kualifikasi personil,

sarana, peralatan dan kelengkapan penunjang lainnya. Peralatan sederhana seperti

Alat Pemadam Api Ringan (APAR) sebaiknya tersedia pada tiap pos kebakaran

lingkungan (min 10 buah @ 10 kg). Untuk lingkungan atau gugus bangunan yang

berada dalam kelompok beberapa kepemilikan tertentu harus dianggap sebagai

satu WMK tersendiri dan berlaku ketentuanketentuan bagi WMK. Bagan alir

proses penyusunan rencana induk sistem penanggulangan kebakaran kota

diperlihatkan pada Bagan .

Page 19: Bencana

b. Pendekatan Analisis Resiko Kebakaran

Resiko dalam konteks kebakaran diartikan sebagai kombinasi antara

kecenderungan terjadinya kebakaran dan konsekwensi potensi yang

ditimbulkannya. Kecenderungan terjadi kebakaran dan bencana lainnya

dipengaruhi oleh faktor-faktor :

1. Pertumbuhan kebakaran (fire history)

2. Penggunaan lahan (land use)

3. Kepadatan penduduk

4. Kerapatan bangunan

Page 20: Bencana

5. Level proteksi terpasang

6. Level kesiapan masyarakat

Sedang konsekwensi potensial ditunjukkan antara lain dengan korban luka

atau meninggal, kerugian materi dan terjadinya stagnasi bisnis atau usaha. Ilustrasi

mengenai resiko ini digambarkan pada Bagan 2. Dalam penaksiran resiko bahaya

kebakaran perlu dipertimbangkan faktor-faktor sbb :

1. Kecenderungan terjadinya kebakaran

2. Konsekwensi potensial (yang paling berbahaya)

3. Pertimbangan bobot serangan

4. Memerinci penaksiran resiko

5. Perlakuan terhadap resiko

6. Kondisi institusi pemadam kebakaran

7. Peran masyarakat

8. Manfaat yang ingin diperoleh (outcome)

Page 21: Bencana

Oleh karena itu maka hal penting yang perlu disusun adalah pembuatan

peta zonasi bahaya (hazard mapping) dalam rangka memandu IPK untuk mencapai

tingkat atau bobot serangan yang paling efektif. Penaksiran resiko dapat dirinci

dengan melihat atau memperhitungkan peta resiko bahaya tersebut diatas yang bisa

didasarkan pada :

1. Kategori resiko yang lazim digunakan oleh IPK

2. Pembagian zoning yang ditetapkan oleh IPK berdasarkan RTRW

3. Sistem lain seperti adanya benda-benda berbahaya,

Fasilitas industri yang mengandung bahan atau benda berbahaya Dapat

disimpulkan bahwa efektivitas pemadaman tidak semata-mata tergantung

pada response time dan kualitas serangan, tetapi harus sudah diperluas kepada hal-

hal yang menyangkut kondisi apakah upaya pencegahan kebakaran telah

dilakukan, sejauh mana analisis resiko bahaya kebakaran telah diterapkan dan

Page 22: Bencana

setiap pengerahan kendaraan operasional, SDM dan peralatan lain ke lokasi

kebakaran atau bencana lainnya didasarkan pada peta resiko bahaya yang sudah

ditetapkan sebelumnya.