Top Banner
Basic Science II 2012 BAB I PATOLOGI ANATOMI 1.1 Definisi Neoplasma Neoplasma adalah masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan, tidak terkordinasi dengan jaringan normal lainnya dan tumbuh terus- menerus sehingga merugikan bagi tubuh. Penyebab neoplasma adalah mutasi pada DNA sel, sehingga terjadi gangguan pada proses regulasi homeostasis sel. Hal inilah yang menyebabkan transformasi sel karena pembelahan sel tidak terkontrol dan timbul neoplasma. Pada neoplasma, proliferasi berlangsung terus menerus. Proliferasi demikian disebut proliferasi neoplastik, yang mempunyai sifat progresif, tidak bertujuan, tidak memperdulikan jaringan sekitarnya, tidak ada hubungan dengan kebutuhan tubuh dan bersifat parasit. (Chrestella, 2009; Suwandono, 2010) Sel neoplasma bersifat parasitic dan pesaing sel atau jaringan normal atas kebutuhan metabolismenya pada penderita yang berada dalam keadaan lemah . Neoplasma bersifat otonom karena ukurannya meningkat terus. Proliferasi neoplastik menimbulkan massa neoplasma, menimbulkan pembengkakan atau benjolan pada jaringan tubuh membentuk tumor. 1.2 Etiologi Neoplasma 1
72

BASIC SCIENCE II

Jan 28, 2023

Download

Documents

Lia Cerewetzz
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

BAB I

PATOLOGI ANATOMI

1.1 Definisi Neoplasma

Neoplasma adalah masa jaringan yang abnormal,

tumbuh berlebihan, tidak terkordinasi dengan jaringan

normal lainnya dan tumbuh terus- menerus sehingga

merugikan bagi tubuh. Penyebab neoplasma adalah mutasi

pada DNA sel, sehingga terjadi gangguan pada proses

regulasi homeostasis sel. Hal inilah yang menyebabkan

transformasi sel karena pembelahan sel tidak terkontrol

dan timbul neoplasma. Pada neoplasma, proliferasi

berlangsung terus menerus. Proliferasi demikian disebut

proliferasi neoplastik, yang mempunyai sifat progresif,

tidak bertujuan, tidak memperdulikan jaringan

sekitarnya, tidak ada hubungan dengan kebutuhan tubuh

dan bersifat parasit. (Chrestella, 2009; Suwandono,

2010)

Sel neoplasma bersifat parasitic dan pesaing sel

atau jaringan normal atas kebutuhan metabolismenya pada

penderita yang berada dalam keadaan lemah . Neoplasma

bersifat otonom karena ukurannya meningkat terus.

Proliferasi neoplastik menimbulkan massa neoplasma,

menimbulkan pembengkakan atau benjolan pada jaringan

tubuh membentuk tumor.

1.2 Etiologi Neoplasma

1

Page 2: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Neoplasma bisa disebabkan oleh banyak faktor.

(Jong, 2004). Adapun faktor yang dapat menyebabkan

timbulnya tumor adalah:

1. Kelainan kongenital atau konstitusi genetika.

Konstitusi genetika dapat berupa kerusakan:

a. Kerusakan Struktural, disebabkan konstitusi gen

itu rusak

b. Kerusakan Fungsional, kerusakan fungsi atau

sistem kerjanya dan ini menentukan kemampuan

tumbuh untuk:

- Menetralisasi karsinogen yang masuk ke dalam

tubuh

- Mereparasi kerusakan gen dalam chromosom

- Menjaga imunitas tubuh

- Mematikan sel kanker yang baru terbentuk.

(Hegner,2003)

c. Sistem kerja, adanya kerusakan konginetal ini

menentukan apakah seseorang itu mempunyai tidak

bakat atau mudah/ sukar mendapat kanker

2. Karsinogen

Di alam banyak terdapat karsinogen, yaitu zat

atau bahan yang dapat menimbulkan tumor/ kanker.

Menurut Sudiono (2008) ada beberapa macam

karsinogen, yaitu:

a. Karsinogen Kimiawi

Pada saat ini telah ditemukan lebih dari 2000

jenis karsinogen yang berupa zat kimia sehingga

2

Page 3: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

dapat dikatakan hampir tidak ada orang yang bebas

dari karsinogen. Karsinogen kimiawi dapat berupa:

- Karsinogen alami, banyak sekali karsinogen yang

ditemukan di alam bebas seperti:

1. Bahan organic

Seperti Aflatoxin yang terdapat pada biji

kacang-kacangan yang ditumbuhi jamur Aspergillus

flamus, Alfatoxin itu dapat menimbulkan

neoplasma meligna. Selanjutnya, Nitrosamin

yang terdapat di dalam berbagai makanan dan

minuman

2. Anorganik

Contohnya, Berryllium, Cadmium, Plumbum,

Chromium, Arsenikum, Asbes, Radium

- Karsinogen buatan manusia, biasanya digunakan

untuk:

1. Bahan industri di pabrik-pabrik

Contohnya arang dan tir, cat, tekstil, karet,

kulit, plastic, kayu

2. Obat-obatan

Contohnya Arsen, Chlornaphazine,

Immunosupresif, kontrasepsi dan pestisida

- Karsinogen kimiawi dapat digolongkan dalam 3

golongan:

1. Direct acting carcinogen

Bahan ini sangat aktif dan secara langsung

3

Page 4: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

dapat menimbulkan kanker/ tumor. Contoh :

gas mustard, melphalan, dan lain sebagainya.

2. Pro carcinogen

Bahan ini tidak secara langsung dapat

menimbulkan tumor/ kanker, bahan ini melalui

proses metabolisasi dulu oleh enzim-enzim

tubuh. Contoh : nitroramin.

3. Co carcinogen

Bahan ini tidak atau hanya sedikit sekali

mempunyai aktivitas karsinogenesis

Gaya hidup juga dapat mempengaruhi timbulnya

neoplasma, karena gaya hidup itu menentukan banyak,

lama dan seringnya kontak dengan karsinogen. Misalnya,

nutrisi. Makanan yang menambah risiko mandapat kanker

atau tumor yaitu:

1. Lemak tinggi

2. Protein hewani tinggi

3. Alkohol

4. Makanan asin, diasap, dipanggang

5. Nitrate dan pengawet makanan nitrite

6. Kalori tinggi.

1.3 Klasifikasi Neoplasma

Atas dasar sifat biologiknya tumor dapat dibedakan

atas tumor yang bersifat jinak ( tumor jinak ) dan

tumor yang bersifat ganas (tumor ganas) dan tumor yang

4

Page 5: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

terletak antara jinak dan ganas disebut “ Intermediate”

.

1. Neoplasma benigna (tumor jinak)

Tumor jinak berupa benjolan yang bersifat

jinak, tumbuh sangat lamta dan berbatas tegas

sehingga mudah dioperasi dan diangkat. Pada

umumnya tumor jinak dapat sembuh sempurna, tetapi

suatu saat juga bisa menjadi tumor ganas. (Otto,

2003; Somatri, 2007)

2. Neoplasma maligna (tumor ganas)

Tumor ganas lebih dikenal dengan nama

kanker . pertumbuhannya sangat cepat dan tidak

terkendali karena sel-sel jaringan telah berubah

bentuk menjadi sel-sel kanker. Kanker tidak

berbatas tegas, merusak jaringan, dan tumbuh

menjalar ke bagian lain melalui pembuluh darah

atau pembulh getah bening. Perkembangbiakan sel

kanker hingga ke bagian tubuh lain disebut

metastasis. Jika jaringan tumor ganas menyerupai

jaringan embrio disebut blastoma. Jika berasal

dari dua lapis jaringan ebrio disebut

karsinosarkoma, sedangkan jika dari tiga lapis

jaringan embrio disebut teratoma. (Otto,2003;

Pringgoutomo, 2002)

3. Intermediate

Diantara 2 kelompok neoplasma benigna dan maligna

terdapat segolongan kecil tumor yang mempunyai sifat

5

Page 6: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

invasive local tetapi kemampuan metastasisnya

kecil.Tumor demikian disebut tumor agresif local tumor

ganas berderajat rendah. Sebagai contoh ialah karsinoma

sel basal kulit.

Atas dasar dasar asal sel / jaringan

( histogenesis ), neoplasma dibagi menjadi :

1. Neoplasma berasal sel totipoten

Sel totipoten ialah sel yang dapat berdeferensiasi

kedalam tiap jenis sel tubuh.Sebagai contoh ialah zigot

yang berkembang menjadi janin. Paling sering sel

totipoten dijumpai pada gonad yaitu sel germinal. Tumor

sel germinal dapat berbentuk sebagai sel tidak

berdifensiasi, contohnya : Seminoma atau diseger

minoma.Yang berdiferensiasi minimal contohnya :

karsinoma embrional, yang berdiferensiasi kejenis

jaringan termasuk trofobias misalnya chorio carcinoma

dan yolk sac carcinoma. Yang berdiferensiasi somatic

adalah teratoma. (Sudiono,2008)

2. Tumor sel embrional pluripoten

Sel embrional pluripoten dapat berdiferensiasi

kedalam berbagai jenis sel-sel dan sebagai tumor akan

membentuk berbagai jenis struktur alat tubuh. Tumor sel

embrional pluripoten biasanya disebut embiroma atau

biastoma, misalnya retinobiastoma, hepatoblastoma,

embryonal rhbdomyosarcoma.

3. Tumor sel yang berdiferensiasi

6

Page 7: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Kebanyakan tumor pada manusia terbentuk dari sel

berdiferensiasi.

Menurut Barbara (2008), Neoplasma sering diberi

nama sesuai dengan asal jaringan yang terkena, misalnya

tumor jinak:

a. Fibroma berasal dari jaringan ikat fibrosa

b. Khondroma berasal dari jaringan tulang rawan

c. Tumor jinak epitel disebut adenoma jika terbentuk

dari epitel kelenjar misalnya adenoma tiroid,

adenoma kolon

d. Jika berasal dari epitel permukaan dan mempunyai

arsitektur popiler disebut papiloma. Papiloma

dapat timbul dari eitel skuamosa (papiloma

skuamosa), epitel permukaan duktus kelenjar

( papiloma interaduktual pada payudara ) atau sel

transisional ( papiloma sel transisional ).

Sedangkan tumor ganas (maligna), contohnya :

a. Tumor ganas epitel disebut karsinoma. Kata ini

berasal dari kota yunani yang berarti kepiting.

Jika berasal dari sel skuamosa disebut karsinoma

sel skuamosa. Bila berasal dari sel transisional

disebut karsinoma sel transisional. Tumor ganas

epitel yang berasal dari epitel belenjar disebut

adenokarsinoma

b. Tumor ganas jaringan mesenkim yang ditemukan

kurang dari 1 persendiberi nama asal jaringan

(dalam bahasa latin atau yunani ) dengan akhiran

7

Page 8: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

“sarcoma” sebagai contoh tumor ganas jaringan ikat

tersebut Fibrosarkoma dan berasal dari jaringan

lemak diberi nama Liposarkoma.

Terkadang, tumor diberi nama sesuai dengan orang

yang pertama kali menemukannya, misalnya :

a. Penyakit Hodgkin, tumor yang menyerang limfe

b. Tumor Wolm, tumor yang menyerang ginjal

1.4 Sifat Neoplasma Benigna dan Neoplasma Maligna

1. Diferensiasi dan Anaplasia

Istilah diferensiasi dipergunakan untuk sel

parenkim tumor. Diferensiasi yaitu derajat kemiripan

sel tumor ( parenkim tumor ). Jaringan asalnya yang

terlihat pada gambaran morfologik dan fungsi sel tumor.

Proliferasi neoplastik menyebabkan penyimpangan bentuk.

Susunan dan sel tumor. Hal ini menyebabkan set tumor

tidak mirip sel dewasa normal jaringan asalnya. Tumor

yang berdiferensiasi baik terdiri atas sel-sel yang

menyerupai sel dewasa normal jaringan asalnya,sedangkan

tumor berdiferensi buruk atau tidak berdiferensiasi

menunjukan gambaran sel primitive dan tidak memiliki

sifat sel dewasa normal jaringan asalnya. Semua

neoplasma benigna umumnya berdiferensiasi baik. Sebagai

contoh neoplasma benigna otot polos yaitu leiomioma

uteri. Sel tumornya menyerupai sel otot polos. Demikian

pula lipoma yaitu tumor jinak berasal dari jaringan

lemak ,sel tumornya terdiri atas sel lemak

matur,menyerupai sel jaringan lemak normal.

8

Page 9: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Neoplasma maligna yang terdiri dari sel-sel yang

tidak berdiferensiasi disebut anaplastik. Anaplasia

ditentukan oleh sejumlah perubahan gambaran morfologik

dan perubahan sifat, pada anaplasia terkandung 2 jenis

kelainan organisasi yaitu kelainan organisasi sitologik

dan kelainan organisasi posisi. Anaplasia sitologik

menunjukkan pleomorfi yaitu beraneka ragam bentuk dan

ukuran inti sel tumor. Sel tumor berukuran besar dan

kecil dengan bentuk yang bermacam-macam . mengandung

banyak DNA sehingga tampak lebih gelap

(hiperkromatik ). Anaplasia posisionalmenunjukkan

adanya gangguan hubungan antara sel tumor yang satu

dengan yang lain . terlihat dari perubahan struktur dan

hubungan antara sel tumor yang abnormal. (Otto, 2003)

2. Derajat Pertumbuhan

Tumor jinak biasanya tumbuh lambat sedangkan tumor

ganas cepat. tetapi derajat kecepatan tumbuh tumor

jinak tidak tetap,kadang – kadang tumor jinak tumbuh

lebih cepat daripada tumor ganas.karena tergantung pada

hormone yang mempengaruhi dan adanya penyediaan darah

yang memadai.

Pada dasarnya derajat pertumbuhan tumor berkaitan

dengan tingkat diferensiasi sehingga kebanyakan tumor

ganas tumbuh lebih cepat daripada tumor jinak. Derajat

pertumbuhan tumor ganas tergantung pada 3 hal,yaitu :

1. Derajat pembelahan sel tumor

2. Derajat kehancuran sel tumor

9

Page 10: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

3. Sifat elemen non-neoplastik pada tumor

3.Invasi Lokal

Hampir semua neoplasma beligna tumbuh sebagai

massa sel yang kohesif dan ekspansif pada tempat

asalnya dan tidak mempunyai kemampuan

mengilfiltrasi ,invasi atau penyebaran ketempat yang

jauh seperti pada tumor ganas. Oleh karena tumbuh dan

menekan perlahan – lahan maka biasanya dibatasi

jaringan ikat yang tertekan disebut kapsul atau

simpai,yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan

sehat sekitarnya. Simpai sebagian besar timbul dari

stroma jaringan sehat diluar neoplasma, karena sel

parenkim atropi akibat tekanan ekspansi neoplasma. Oleh

karena ada simpai maka neoplasma maligna tumbuh

progresif, invasive, dan merusak jaringan sekitarnya.

Pada umumnya terbatas tidak tegas dari jaringan

sekitarnya. Namun demikian ekspansi lambat dari tumor

ganas dan terdorong ke daerah jaringan sehat

sekitarnya. (Sudiono, 2008)

Kebanyakan tumor ganas invasive dan dapat menembus

dinding dan alat tubuh berlumen seperti usus,dinding

pembuluh darah,limfe atau ruang perineural. Pertumbuhan

invasive demikian menyebabkan reseksi pengeluaran tumor

sangat sulit. Pada karsinoma in situ misalnya di

serviks uteri ,sel tumor menunjukkan tanda ganas tetapi

tidak menembus membrane basal. Dengan berjalannya waktu

sel tumor tersebut akan menembus membrane basal.

10

Page 11: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

4. Metastasis / Penyebaran

Metastasis adalah penanaman tumor yang tidak

berhubungan dengan tumor primer. Tumor ganas

menimbulkan metastasis sedangkan tumor jinak tidak.

Infasi sel kanker memungkinkan sel kanker menembus

pembuluh darah, pembuluh limfe dan rongga

tubuh,kemudian terjadi penyebaran. Dengan beberapa

perkecualian semua tumor ganas dapat bermetastasis.

Kekecualian tersebut adalah Glioma ( tumor ganas sel

glia ) dan karsinoma sel basal , keduanya sangat

infasif, tetapi jarang bermetastasis. (Otto,2003)

Umumnya tumor yang lebih anaplastik, lebih cepat

timbul kemungkinan terjadinya metastasis lebih besar.

Tumor kecil berdiferensiasi baik, tumbuh lambat,

kadand- kadang metastasisnya luas. Sebaliknya tumor

tumbuh cepat ,tetap terlokalisir untuk waktu bertahun-

tahun.

1.5 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Sudiono (2008) dan Hegner (2003) ada

beberapa cara untuk menegakkan diagnosis seseorang

menderita neoplasma atau tidak, yaitu dengan cara:

1. Pemeriksaan makroskopis

Pemeriksaan dengan mata biasa untuk

memperhatikan jaringan tumor, misalnya bercak

berwarna kuning kemerahan menunjukkan adanya

jaringan nekrotik dan perdarahan. Pemeriksaan ini

juga digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

11

Page 12: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

simpah dan rapuh tidaknya konsistensi tumor. Bila

rapuh dan tidak bersimpai maka meunjukkan

keganasan.

2. Pemeriksaann hormone dan enzim

Pemeriksaan ini tidak umu dilakukan untuk

neoplasma rongga mulut. Terbentuknya asam

fosfatase menunjukkan adanya metastasis karsinoma

dalam tulang. Adanya hormone korionik gonadotropin

dalam urine pria dalam serum darah menunjukkan

adanya koriokarsinoma testis atau ekstragonad.

Sedangkan adanya kadar korionik gonadrotopin yang

tinggi dalam urine wanita yang tidak hamil

menunjukkan adanya mola hidatidosa atau

koriokarsinoma.

3. Pemeriksaan darah tepi

Pemeriksaan hematologi dilakukan dengan pulasan

sedimen untuk mencari sel tumor yang terlepas dan

masuk peredaran darah. Sel darah dihancurkan

dengan saponin atau enzim dan sel darah putih

dengan streptolisin O, kemudian disaring dan

filtrate yang mengandung sel tumor disentrifugasi

dengan kecepatan tinggi untuk mengendapkan sel

tumor yang lebih besar. Biasanya sangat sedikit

sel yang ditemukan pada pemeriksaan pulasan darah

rutin. Kebanyakan sel neoplasma ini akan menjadi

rusak. Adanya sel tumor dalam peredaran darah

tidak berhubungan dengan adanya metastasis.

12

Page 13: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

4. Pemeriksaan mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis merupakan cara yang sangat

penting untuk menegakkan diagnosis neoplasma.

Suatu pertumbuhan neoplastik khususnya kegananasan

dini tidak dapat didiagnosis berdasarkan

pengamatan klinis semata.

5. Diagnosis Dini Kanker

Untuk menemukan stadium dini kanker harus

dilakukan pemeriksaan rutin pada pasien yang tidak

menunjukkan gejala. Beberapa usaha penemuan kanker

tingkat dini :

a.Pemeriksaan sitologi serviks rutin tiap tahun pada

wanita berusia > 35 tahun.

b.Usia 50 tahun atau lebih diadakan pemeriksaan

sigmoideskopi tiap 3-5 tahun,untuk menemukan lesi

pada rectum.

c.Memeriksa payudara sendiri ,untuk menemukan

benjolan kecil pada payudara

d.Pemeriksaan kesehatan menyeluruh secara berkala.

6. Pemeriksaan Hispatologis

Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan

patologi anatomi yang dapat digunakan untuk

menegakkan diagnosis pasti suatu lesi, khususnya

yang dicurigai sebagai suatu keganasan.

Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan

prognosis, diagnosis dan rencana keperawatan

1.6. Peran Perawat

13

Page 14: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Dalam pemeriksaan diagnostic, perawat harus

menyispkan pasien untuk melakukan tes yang diminta.

Persiapan pasien yang tidak tepat fdapat mengakibatkan

hasil tes tidak akurat, pengobatan terhambat, biaya

bertambah dan kecemasan pasien meningkat. Peran perawat

dari upaya promotif hingga rehabilitative yaitu

memberikan dukungan pada klien terhadap prosedur

diagnostic, mengenali kebutuhan klien baik psiko social

dan spiritual, berpartisipasi dalam koleksi data

penelitian regitrasi kanker, membantu klien untuk

tindak lanjut pengobatan

14

Page 15: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

BAB II

PATOLOGI KLINIK

2.1 Gambaran Umum Pengambilan Spesimen

Sekarang ini, banyak penyakit yang bertambah dan

merajalela di masyarakat. Akan tetapi, penyakit infeksi

menjadi penyakit yang paling sering menyerang manusia.

Penyakit infeksi yang ditimbul sering diakibatkan

mikroorganisme yang bersifat patogen. Dalam pemeriksaan

penyakit infeksi, biasanya dilakukan pemeriksaan fisik

dan anamnese guna menemukan etiologi penyakit. Cara

lain dalam menegakkan diagnosa guna menemukan

mikroorganisme apa yang menjadi penyebab suatu penyakit

adalah dengan cara pemeriksaan spesimen. Oleh karena

itu, bagi orang yang berprofesi dalam bidang kesehatan,

misalnya perawat, harus mengetahui dan memahami betul

cara pengelolaan spesimen klinik.

Pengambilan spesimen merupakan salah satu dari

serangkaian proses yang dilakukan sebelum melakukan

pemeriksan laboratorium. Supaya spesimen memenuhi

syarat untuk diperiksa, maka proses pengambilan

spesimen harus dilakukan dengan mengikuti kaidah yang

benar. Ssuatu laboratorium untuk mengidentifikasi

penyebab infeksi dikatakan berhasil apabila pengambilan

dan pengiriman specimen pasien ke laboratorium

dilakukan dengan benar. Yang harus diperhatikan pertama

adalah tempat pengambilan specimen harus dipilih secara

15

Page 16: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

berhati-hati agar member hasil terbaik mengenai

organism penginfeksi, toksin. Pengambilan specimen itu

sendiri dilakukan dengan cara meminimalkan pencemaran

oleh flora endogen penjamu. Sedangkan pengiriman

specimen ke laboratorium harus dilakukan di bawah

kondisi yyang mempertahankan vaibilitas agen

infeksiosa. Waktu pengiriman juga harus singkat untuk

membatasi pertumbuhan flora pencemar yang berlebihan.

(Kozier; Erb ,2009)

2.2 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Dilakukan

Pengambilan Spesimen

Secara umum, menurut Johnson (2005) sebelum

melakukan pengambilan spesimen, hal yang dilakukan

adalah persiapan seperti berikut ini :

1. Persiapan pasien. Beritahukan kepada pasien

tentang hal-hal apa yang harus dilakukan dan tidak

boleh dilakukan oleh pasien sebelum dilakukan

pengambilan spesimen.

o Persiapan secara umum, seperti : puasa selama

8-10 jam sebelum pengambilan spesimen (untuk

pemeriksaan glukosa darah puasa, profil

lipid, profil besi), tidak melakukan

aktifitas fisik yang berat, tidak merokok,

tidak minum alkohol, dsb.

o Jika pasien harus melakukan pengambilan

spesimen sendiri (urin, dahak, faeses),

16

Page 17: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

jelaskan tata cara pengambilannya. Misalnya :

kapan harus diambil, bagaimana menampung

spesimen dalam wadah yang disediakan, mencuci

tangan sebelum dan setelah mengambil

spesimen, membersihkan daerah genital untuk

pengambilan sampel urin, dsb.

o Jika pengambilan spesimen bersifat invasif

(misalnya pengambilan sampel darah, cairan

pleura, ascites, sumsum tulang, dsb),

jelaskan macam tindakan yang akan dilakukan.

2. Peralatan sampling. Pastikan semua peralatan

sampling telah disiapkan sesaat sebelum sampling.

Secara umum, peralatan yang diperlukan untuk

pengambilan specimen adalah :

o Tabung tes atau vacutainer yang sesuai warna.

o Label yang sesuai

o Botol kultur darah

Perlengkapan untuk pungsi vena perifer

o Sarung tangan tidak steril

o Bola kapas alcohol

o Torniket

o Bola kapas povidon iodine (jika perlu)

3. Penting untuk diperhatikan bahwa semua peralatan

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

o bersih

o kering

o tidak mengandung detergent atau bahan kimia

17

Page 18: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

o terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-

zat dalam spesimen

o steril, apalagi jika spesimen akan diperiksa

biakan (kultur) kuman

o sekali pakai buang (disposable)

o wadah spesimen tidak retak atau pecah, mudah

dibuka atau ditutup rapat, besar/ukurannya

sesuai dengan volume spesimen yang diambil.

(Ronald; Richard 2004)

4. Antikoagulan

Antikoagulan adalah bahan kimia yang dipergunakan

untuk mencegah pembekuan darah. Umumnya yang

digunakan adalah EDTA (ethylendiamin tetraaceticacid),

natrium citrat, heparin dan natrium fosfat.

Pemilihan antikoagulan harus sesuai dengan jenis

pemeriksaan dan takaran volumenya harus tepat.

Mengenai antikoagulan akan dibahas pada postingan

yang lain.

5. Lokasi sampling. Sebelum melakukan sampling,

tetapkan lokasi pengambilan sesuai dengan jenis

spesimen yang diperlukan. Lokasi pengambilan

spesimen tidak boleh terdapat luka, hematoma,

infeksi, oedema. Untuk pengambilan spesimen darah,

selain tidak dilakukan pada tempat-tempat

tersebut, juga tidak boleh dilakukan pada daerah

dimana darah sedang ditransfusikan dan intravena lines

(infus).

18

Page 19: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

2.3 Macam Pengambilan Spesimen

2.3.1 Pengambilan spesimen Darah

Menurut Ronald; Richard (2004) teknik aseptic

sangat penting dalam pengambilan specimen. Biakan

darah yang tercemar menyebabkan pemborosan dalam

biaya dan waktu. Tempat pungsi vena, karet penuitup

di botol harus didesinfeksi dengan povidon iodium

atau tingtura iodium. Pengambilan specimen darah

ini biasanya digunakan untuk mengetahui Bakteremia,

septicemia, syok pasca operasi dan demam yang tidak

diketahui asalnya.

a. Darah Kapiler

Pada orang dewasa diambil pada ujung jari

atau anak daun telinga untuk mengambil darah

kapiler, sedangkan pada bayi atau anak kecil dapat

diambil di tumit atau ibu jari kaki.Tempat yang

dipilih tidak boleh memperlihatkan gangguan

peredaran darah. (Johnson; Carr, 2005)

b. Darah Vena

Pada orang dewasa dipakai salah satu vena

dalam fossa cubiti, pada bayi dapat digunakan vena

jugularis superficialis atau sinus sagittalis

superior. (Johnson; Carr, 2005)

2.3.2.Pengambilan specimen urine

Waktu ideal untuk memperoleh urine untuk

pemeriksaan laboratorium untuk infeksi adalah pagi

hari, sebelum atau bersamaan dengan buang air kecil

19

Page 20: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

pertama. Penyimpanan specimen pada suhu 4oC setelah

pengambilan dan selama pengiriman ke laboratorium

merupajan tindakan efektif. Tabung pengawet urine

yang mengandung asam borat dapat menstabilkan

hitung koloni pathogen dan pencemar dan bermanfaat

apabila specimen berada dalam suhu kamar yang cukup

lama. Pengambilan specimen urin ini biasanya

digunakan untuk mengidentifikasi E.coli spesies

Klebsiella, Serratia, Shigella, Candida, Enterrobacter.( Ronald;

Richard, 2004)

1. Spesimen Urin dari Kateter

Urine dapat diambil dari klien yang

dikateterisasi untuk tujuan urinalisis, seperti

screening infeksi, tetapi terkadang dilakukan

insersi kateter (berupa residual) untuk memperoleh

sampel yang tidak terkontaminasi. Specimen dari

kateterisasi atau clean catch dari perempuan dan

laki-laki yang tidak disunat memerlukan disinfeksi

daerah peri uretra sebelum pengambilan specimen,

Prinsip yang harus diterapkan adalah :

a.Sterilitas, baik dalam keakuratan hasil

maupun pencegahan infeksi

b.Mempertahankan system drainase terturup,

untuk mencegah infeksi.

c.Screening urine segar

Jenis kantong urine akan menentukan cara

pengambilan specimen:

20

Page 21: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

a. Port specimen dari karet, yang dipasang

kembali setelah pengambilan specimen

b. Port jendela di selang kateter yang dapat

ditutup kembali

2. Pengambilan Spesimen Urine Porsi Tengah

Bila specimen urin akan di screening secara

spesifik untuk mengetahui adanya infeksi, prnting

untuk meminimalisisr adanya bakteri dari vulva atau

uretra agar hasil pemeriksaannya akurat. Untuk itu,

diperlukan pengumpulan urine porsi tengah, yaitu

urine yang keluar lebiah awal membersihkan uretra

dari bakteri. Urin tengah merupakan cara

pengambilan spesiman untuk pemeriksaan kultur urin

yaitu untuk mengetahui mikroorganisme yang

menyebabkan infeksi saluran kemih. Sekalipun ada

kemungkinan kontaminasi dari bakteri di permukaan

kulit, namun pengambilan dengan menggunakan kateter

lebih berisiko menyebabkan infeksi. Perlu mekanisme

khusus agar spesimen yang didapat tidak

terkontaminasi. Pengambilan dilakukan dengan cara:

- Bersihkan area meatus urinarius dengan sabun

dan air atau dengan tisue khusus lalu keringkan

biarkan urin yang keluar pertama dimaksudkan

untuk mendorong dan mengeluarkan bakteri yang

ada di distal, beberapa waktu kemudian tampung

urin yang ditengah. Hati-hati memegang wadah

penampung agar wadah tersebut tidak menyentuh

21

Page 22: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

permukaan perineum. Jumlah yang diperlukan 30-

60mL. (Johnson; Taylor, 2004)

3. Urin Tampung ( Timed Urine Specimen)

Beberapa pemeriksaan urin memerlukan seluruh

produksi urin yang dikeluarkan dalam jangka waktu

tertentu, rentangnya berkisar 1-2 jam – 24 jam. Urin

tampung ini biasanya disimpan di lemari pendingin atau

diberi preservatif (zat aktif tertentu) yang mencegah

pertumbuhan bakteri atau mencegah perubahan/kerusakan

struktur urin. Biasanya urin ditampung di tempat kecil

lalu dipindahkan segera ke penampungan yang lebih

besar.

Adapun tujuan pemeriksaan yang menggunakan urin tampung

adalah:

a. mengkaji kemampuan ginjal mengkonsentrasikan dan

mendilusi urin

b. menentukan penyakit gangguan metabolisme

glukosa,fungsi ginjal

c. menentukan kadar sesuatu dalam urin (misal:

albumin, amilase, kreatinin, hormon tertentu)

4. Pengambilan specimen urine pada bayi

Pengambilan specimen dilakukan pada bayi sakit

sebagai bagian dari screening infeksi. Urine ditampung

dengan mangkok steril (clean catch). Kantong specimen

steril dipasang di genital bayi dan specimen yang

sudah tertampung di kantong tersenut dipindah ke wadah

22

Page 23: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

khusus. Pengambilan specimen yang berulang-ulang dapat

menyebabkan kerusakan kulit. (Johnson; Taylor, 2004)

b.3.3.Pengambilan Spesimen Feses

Spesimen feses diperlukan untuk skrining

infekssi gastrointestinal. Pengambilan specimen

feses ini digunakan melihat ada tidaknya darah.

(Johnson; Taylor, 2004). Pemeriksaan ini mudah

dilakukan baik oleh perawat atau klien sendiri.

Pemeriksaan ini menggunakan kertas tes Guaiac.

analisa produk diet dan sekresi saluran cerna. Bila

feses mengandung banyak lemak (disebut:

steatorrhea), kemungkinan ada masalah dalam

penyerapan lemak di usus halus. Bila ditemukan

kadar empedu rendah, kemungkinan terjadi obstruksi

pada hati dan kandung empedu. Selain itu, digunakan

untuk mendeteksi adanya telur cacing dan parasit.

Untuk pemeriksaan ini dilakukan tiga hari berturut-

turut. mendeteksi virus dan bakteri. Untuk

pemeriksaan ini diperlukan jumlah feses sedikit

untuk dikultur.Pengambilan perlu hati-hati agar

tidak terkontaminasi.Pada lembar pengantar perlu

dituliskan antibiotik yang telah dikonsumsi.

( Ronald; Richard, 2004)

Feses dapat dikirim tanpa medium transport

bila tidak terlalu lama. Apabila jarak pengiriman

jauh sehingga memerlukan waktu lebih dari 4 jam,

maka perlu digunakan media transport yang sekaligus

23

Page 24: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

merupakan medium selektif bagi jenis kuman

tertentu. Medium transport atau selektif ini berupa

medium cair, misalknya : Air peptone alkali,

Selenit Broth, dsb. Perlu diperhatikan suhu dan

hindarkan dari kekeringan.

1.3.4 Pengambilan Spesimen Sputum

Sputum adalah sekret mukus yang dihasilkan

dari paru-paru, bronkus dan trakea.Individu yang

sehat tidak memproduksi sputum.Klien perlu batuk

untuk memdorong sputum dari paru-paru, bronkus dan

trakea ke mulut dan mengeluarkan ke wadah

penampung. Pemeriksaan sputum dilakukan untuk:

a. Menentukan jenis mikroorganisme) dan tes

sensitivitas terhadap obat untuk sitologi

dalam mengidentifikasi asal, struktur,

fungsi dan patologi sel. Spesimen untuk

sitologi (mengidentifikasi kanker paru-

paru dan jenis selnya) seringkali

dilakukan secara serial 3 kali dari sputum

yang diambil di pagi hari.

b. Pemeriksaan bakteri tahan asam, juga

diperlukan serial 3 hari berturut-turut di

pagi hari, untuk mengidentifikasi ada

tidaknya kuman tuberculosis, bronchitis.

(Kozier; Erb, 2009)

2.4 Peran Perawat dalam Pengambilan Spesimen

24

Page 25: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan

kesehatan profesional yang merupakan bagian integral

dari layanan kesehatan yang berlandaskan ilmu dan kiat

keperawatan yang ditujukan bagi individu, keluarga, dan

masyarakat pada umumnya guna mengetahui status

kesehatannya. Dan setiap layanan keperawatan kepada

klien dilakukan dengan menggunakan metode proses

keperawatan yang mencakup tahapan pengkajian, diagnosa,

perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Penerapan dari

proses keperawatan ini, merupakan salah satu wujud

tanggung jawab dan tanggung gugat dari seorang perawat

terhadap kliennya.

Perawat mempunyai kontribusi dalam pengkajian

status kesehatan klien dengan mengumpulkan specimen

cairan tubuh. Semuja klien rawat inap maupun yang

berobat menjalani paling sedikit satu kali pengumpulan

specimen laboratorium. Pemeriksaan laboratorium pada

specimen seperti urine, feses, sputum, dan draainase

luka memberikan informasi tambahan yang penting untuk

mendiagnosis masalah kesehatan dan mengukur respons

terhadap terapi.

Perawat sering diberikan tanggung jawab untuk

mengumpulkan specimen. Tergantung pada jenis specimen

dan ketrampilan yang diperlukan. Menurut Kozier dan Erb

(2009), tanggung jawab perawat dalam pengumpulan

specimen meliputi:

25

Page 26: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

1. Berikan kenyamanan, provasi, dan keamanan bagi

klien. Klien mungkin merasa malu atau tidak nyaman

saat pengambilan specimen. Perawat haru menjaga

privasi klien semaksimal mungkin dan tidak boleh

menghakimi dan sensitive terhadap kemungkinan

kepercayaan social budaya yang dapat mempengaruhi

keinginan klien untuk berpartisipasi dalam

pengumpulan specimen.

2. Jelaskan tujuan pengumpulan specimen dan prosedur

pengambilan specimen. Klien mungkin cemas terhadap

prosedur, terutama bila dirasakan oleh klien

sebagai gangguan atau klien takut terhadap hasil

pemeriksaan yang belum diketahuinya. Keterangan

yang jelas akan membuat klien mau diajak bekerja

sama dalam pengumpulan specimen. Dengan instruksi

yang tepat, klien mampu mengumpulkan specimen

mereka sendiri.

3. Gunakan prosedur yang benar untuk mendapatkan

specimen. Pastikan klien mengikuti prosedur dengan

benar. Teknik aseptic digunakan dalam pengumpulan

specimen untuk mencegah kontaminasiyang dapat

menyebabkan hasil tes tidak akurat. Prosedur

keperawatan atau petunjuk laboratorium tersedia

bila perawat belum terbiasa dengan prosedur

tersebut.

4. Perhatikan informasi yang relevan pada slip

permintaan laboratorium, contohnya pengobatan

26

Page 27: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

yyang sedang digunakan oleh klien yang dapat

mempengaruhi hasil pemeriksaan, sehingga hasil

laboratorium dapat akurat.

5. Bawa specimen ke laboratorium dengan segera.

Specimen yang segar akan memberikan hasil yang

lebih akurat

6. Laporkan hasil pemeriksaan laboratorium yang

abnormal pada tenaga kesehatan yang bertugas

BAB III

RADIOLOGI

3.1 Definisi Radiasi

Radiasi adalah pemancaran/pengeluaran dan

perambatan energi menembus ruang atau sebuah substansi

dalam bentuk gelombang atau partikel. Partikel radiasi

terdiri dari atom atau subatom dimana mempunyai massa

dan bergerak, menyebar dengan kecepatan tinggi

menggunakan energi kinetik. Beberapa contoh dari

partikel radiasi adalah electron, beta, alpha, photon &

neutron.

3.2 Sumber Radiasi

27

Page 28: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Sumber radiasi dapat terjadi secara alamiah maupun

buatan. Sumber radiasi alamiah contohnya radiasi dari

sinar kosmis, radiasi dari unsur-unsur kimia yang

terdapat pada lapisan kerak bumi, radiasi yang terjadi

pada atsmosfir akibat terjadinya pergeseran lintasan

perputaran bola bumi. Sedangan sumber radiasi buatan

contohnya radiasi sinar x, radiasi sinar alfa, radiasi

sinar beta , radiasi sinar gamma

Selama ini kita hanya mengenal radiasi yang

dimanfaatkan di bidang radiologi, prinsip dasar radiasi

di sini merupakan proses ionisasi sehingga dikenal

sebagai radiasi pengion, menggunakan sumber radiasi

tertutup, dan hasil yang terlihat lebih banyak

memberikan informasi mengenai anatomi, dengan peralatan

seperti;  Sinar X, CT scan baik  dalam  bentuk 64, 128

maupun 256 slices, USG (non radiasi namun hasil dalam

bentuk anatomi) dan lainnya. Pada saat ini teknik

nuklir juga banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan

antara lain untuk pengaweta; bank jaringan seperti

placenta untuk luka bakar, bone graft untuk menutupi

bekas tindakan operasi pada tumor di tulang termasuk

juga untuk menambal rahang di bagian gigi dan mulut,

untuk sterilisasi peralatan instrumentasi kedokteran

termasuk juga kondom dan bahan- bahan obat  serta 

makanan.

3.3. Radiasi di Bidang Kedokteran

28

Page 29: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Di bidang kedokteran juga memanfaatkan radiasi,

dan pada saat ini sudah ada keilmuan dengan

memanfaatkan sumber radiasi dibagi atas 3 bagian besar

spesialistik  antara lain;

1. Radiodiagnostik

Kegiatan penunjang diagnostik menggunakan

perangkat radiasi sinar pengion (sinar x), untuk

melihat fungsi tubuh secara anatomi. Prinsip dasar

digunakannya penunjang diagnostik di bidang radiologi

adalah penggunaan pesawat radiologi sebagai sumber

tertutup (Tungsten), dengan energi yang besar (kV)

untuk menghasilkan sinar x (sinar pengion) yang

mengenai tubuh pasien. Transmisi radiasi yang mengenai

tubuh tersebut bergantung dari kepadatan organ yang

dilalui, makin padat akan memberikan gambaran putih

(opakue) hal ini juga dapat ditimbulkan dengan

pemberian kontras bubur barium pada pemeriksaan traktus

intestinal (saluran cerna), juga pada pemeriksaan

traktus urinarius (saluran kemih). Sedangkan sebaliknya

akan memberikan warna hitam (lusence).

2. Radioterapi

Kegiatan terapi radiasi eksternal dengan sumber

radiasi tertutup, menggunakan teknik penyinaran secara

fraksinasi. dalam bentuk brakiterapi maupun teleterapi.

Radioterapi adalah tindakan medis menggunakan radiasi

pengion untuk mematikan sel kanker sebanyak mungkin,

dengan kerusakan pada sel normal sekecil mungkin.

29

Page 30: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Tindakan terapi ini menggunakan sumber radiasi tertutup

pemancar radiasi gamma atau pesawat sinar-x dan berkas

elektron.  Terdapat dua teknik dalam radioterapi yaitu

teleterapi (sumber eksternal) dan brakiterapi (sumber

internal). Pada tindakan teleterapi, posisi sumber

radiasi gamma energi tinggi yang berasal dari Cobalt-60

yang disimpan dalam kontainer metal yang tebal pada

alat, dapat diatur sedemikian rupa sehingga kanker

dapat diradiasi dari berbagai arah yang ditujukan

setepat mungkin pada jaringan tumor. (Jong, 2004)

3. Kedokteran nuklir

Kegiatan penunjang diagnostik secara in- vivo, in-

vitro dan terapi radiasi interna menggunakan sumber

radiasi terbuka. Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu

kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka dari

disintegrasi inti radionuklida buatan (radiofarmaka)

untuk tujuan diagnostik, terapi (kuratif: untuk kanker

tiroid, nodul tiroid, hipertioid (dengan NaI-131),

haemangioma rubra, rekuren pleuritis (dengan P-32),

osteoartritis (dengan Re-186) kanker hati (dengan Y-

90),  paliatif (dengan Sr-89, P-32, Sm-153) berdasarkan

perubahan fisiologi, anatomi, biokimia, metabolisme dan

molekuler dari suatu organ atau sistem dalam tubuh.

Pada kedokteran nuklir, penunjang diagnostik di

dibagiatas in-vivo (non- iamging dan imaging) dan in-

vitro menggunakan radioisotop tertentu sebagai perunut

(tracer).

30

Page 31: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Sinar X

Pemanfaatan sinar-X di bidang kedokteran nuklir

merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan

masyarakat. Aplikasi ini telah cukup beragam mulai dari

radiasi untuk diagnostic, pemeriksaan sinar-X gigi dan

penggunaan radiasi sinar-X untuk terapi. Radioterapi

adalah suatu pengobatan yang menggunakan sinar pengion

yang banyak dipakai untuk menangani penyakit kanker.

Alat diagnosis yang banyak digunakan di daerah adalah

pesawat sinar-X (photo Rontgen) yang berfungsi untuk

photo thorax, tulang tangan,kaki dan organ tubuh yang

lainnya.

Alat terapi banyak terdapat di rumah sakit-rumah

sakit perkotaan karena membutuhkan daya listrik yang

cukup besar. Di negara maju, fasilitas kesehatan yang

menggunakan radiasi sinar-X telah sangat umum dan

sering digunakan. Radiasi di bidang kedokteran membawa

manfaat yang cukup nyata bagi yang menggunakannya.

Dengan radiasi suatu penyakit atau kelainan organ tubuh

dapat lebih awal dan lebih teliti dideteksi, sementara

terapi dengan radiasi dapat lebih memperpanjang usia

penderita kanker atau tumor. (Suyatno, 2008)

3.4 Efek Biologis Radiasi

Interaksi radiasi pengion dengan materi biologik

diawali dengan interaksi fisika yaitu proses ionisasi.

Elektron yang dihasilkan dari proses ionisasi akan

31

Page 32: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung.

Secara langsung bila energi elektron tersebut langsung

diserap oleh molekul organik dalam sel yang secara

biologik penting, seperti DNA. Secara tidak langsung

bila terlebih dahulu terjadi interaksi radiasi dengan

molekul air dalam sel yang efeknya kemudian akan

mengenai molekul organik yang penting. Interaksi secara

fisika-kimia ini dapat menimbulkan kerusakan sel lebih

lanjut yang akhirnya menimbulkan efek biologik yang

dapat diamati.

a. Proses Interaksi Radiasi di dalam Tubuh Manusia

Bila radiasi pengion melalui tubuh manusia maka

akan terjadi interaksi dengan senyawa air di dalam

tubuh, sel, kromosom maupun DNA (Anonim:18).

1). Interaksi dengan Molekul Air (Radiolisis Air)

Penyerapan energi radiasi oleh molekul air dalam

proses radiolisis air akan menghasilkan radikal bebas

(H+ dan OH-). Radikal bebas adalah suatu atom atau

molekul yang bebas, tidak bermuatan dan mempunyai

sebuah elektron yang tidak

berpasangan pada orbit terluarnya. Keadaan ini

menyebabkan radikal bebas menjadi tidak stabil dan

sangat reaktif. Sesama radikal bebas yang terbentuk

dapat saling bereaksi menghasilkan molekul hidrogen

peroksida. Perlu diingat bahwa sekitar 80% dari tubuh

manusia terdiri dari air.

2) Interaksi dengan DNA

32

Page 33: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Interaksi radiasi dengan DNA dapat menyebabkan

terjadinya perubahan struktur molekul gula atau basa,

putusnya ikatan hidrogen antar basa, hilangnya basa,

dan lainnya. Kerusakan yang lebih parah adalah putusnya

salah satu untai DNA, disebut single strand break, atau

putusnya kedua untai DNA, disebut double strand breaks.

Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan

proses perbaikan terhadap kerusakan yang timbul dengan

menggunakan beberapa jenis enzim yang spesifik. Proses

perbaikan dapat berlangsung terhadap kerusakan

yang terjadi tanpa kesalahan sehingga struktur DNA

kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan

fungsi pada sel. Tetapi dalam kondisi tertentu, proses

perbaikan tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga

walaupun kerusakan dapat diperbaiki tetapi tidak secara

tepat atau sempurna sehingga menghasilkan DNA yang

berbeda, atau yang dikenal dengan mutasi.

3) Interaksi dengan Kromosom

Radiasi dapat menyebabkan perubahan baik pada

jumlah maupun struktur kromosom yang disebut dengan

aberasi kromosom. Perubahan jumlah kromosom, misalnya

menjadi 47 buah pada sel somatik yang memungkinkan

timbulnya kelainan genetik. Kerusakan struktur kromosom

berupa patahnya lengan kromosom terjadi secara acak

dengan peluang yang semakin besar dengan meningkatnya

dosis radiasi.

4) Interaksi dengan Sel

33

Page 34: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Kerusakan yang terjadi pada DNA dan kromosom sel

sangat bergantung pada proses perbaikan yang

berlangsung. Bila proses perbaikan berlangsung dengan

baik dan tepat/sempurna, dan juga tingkat kerusakan

yang dialami sel tidak terlalu parah, maka sel bisa

kembali normal seperti keadaannya semula. Bila proses

perbaikan berlangsung tetapi tidak tepat maka sel tetap

dapat hidup tetapi mengalami perubahan. Bila tingkat

kerusakan yang dialami sel sangat parah atau bila

proses perbaikan tidak berlangsung dengan baik, maka

sel akan mati.

Tingkat kerusakan yang dialami sel akibat radiasi

sangat bervariasi bergantung kepada tingkat

sensitivitas sel terhadap radiasi. Sel yang paling

sensitif adalah sel kulit, sedangkan sel yang tidak

mudah rusak akibat pengaruh radiasi adalah sel

otak.Kerusakan sel akan mempengaruhi fungsi jaringan

atau organ bila jumlah sel yang mati/rusak dalam

jaringan/organ tersebut cukup banyak. Semakin banyak

sel yang rusak/mati, semakin parah perubahan fungsi

yang terjadi sampai akhirnya organ tersebut akan

kehilangan kemampuannya untuk menjalankan fungsinya

dengan baik

b. Klasifikasi efek radiasi

Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetik

dan sel somatik. Sel genetik adalah sel telur pada

perempuan dan sel sperma pada lakilaki, sedangkan sel

34

Page 35: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

somatik adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh.

Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat

dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek

genetik atau efek pewarisan adalah efek radiasi yang

terjadi pada sel genetik dan dirasakan oleh keturunan

dari individu yang terkena paparan radiasi. Sedangkan

bila efek radiasi terjadi pada sel somatik maka

akibatnya akan dirasakan oleh individu yang terpapar

radiasi. Hal ini disebabkan karena kematian sel dan

kegagalan pembelahan sel sehingga terjadi kerusakan

jaringan yang akhirnya mengakibatkan kerusakan suatu

organ

Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala

efek somatic sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan

atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah

kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati dalam

waktu singkat setelah pemaparan, seperti rontoknya

rambut, memerahnya kulit, luka bakar dan penurunan

jumlah sel darah. Kerusakan tersebut akan terlihat

dalam waktu beberapa hari sampai minggu setelah dikenai

radiasi dengan dosis yang tinggi. Efek tertunda

merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah selang

waktu yang lama (orde tahunan) setelah terkena radiasi,

contohnya adalah katarak dan kanker (Anonim:20).

3.5 Komplikasi Radioterapi

Komplikasi radioterapi dapat berupa :

1. Komplikasi dini

35

Page 36: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu

setelah radioterapi, seperti:

a. xerostomia

b. mukositosis

c. dermatitis

d. eritema

e. mual-muntah

f. anoreksia

2. Komplikasi lanjut

Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian

radioterapi, dapat berupa :

a. kontraktur

b. kerontokan, biasanya terjadi pada pasien dengan

radioterapi pada otak. Namun tidak seperti

kerontokan pada kemoterapi, kerontokan karena

radioterapi bersifat permanen dan biasanya

terbatas pada daerah yang diobati dengan

radioterapi.

c. kerusakan vaskuler

d. kerusakan aliran limfe

e. kanker, dimana radiasi merupakan sumber

potensial kanker, dan keganasan sekunder dapat

ditemukan pada minoritas pasien dan biasanya

timbul beberapa tahun setelah mendapatkan

pangobatan radiasi.

f. Kematian, radiasi juga memiliki resiko

potensial terhadap kematian karena serangan

36

Page 37: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

jantung yang ditemukan pada pasien post

radioterapi

g. kanker payudara.

3.6 Proteksi Radiasi

Semua ndividu menerima radiasi alami. Namun saat

ini berbagai tes diagnostic merupakan sumber terbesar

seseorang dapat terkena radiasi, sehingga harus

dilakukan usaha untuk mengurangi radiasi tersebut.

Walaupun radiasi ionisasi dianggap memiliki potensi

bahaya, resiko ini harus dipertimbangkan selain manfaat

yang akan didapatkan pasien. Untuk mengurangi dampak

radiasi, ada hal yang harus dilakukan :

- Selalu gunakan dosis minuman, pemeriksaan

penunjang radiologi hanya dilakukan jika

penatalaksannan selanjutnya akan efektif. Harus

selalu memperhatikan dosis radiasi untuk pasien

setiap pemeriksaan penunjang khusus. Dosis dari

radiasi ditentukan dari ukuran, luasnya, tipe dan

stadium tumor bersamaan dengan responnya terhadap

radioterapi. Perhitungan yang rumit telah

dilakukan untuk menentukan dosis dan jadwal

radiasi pada rencana terapi. Seringkali pengobatan

diberikan dari berbagai sudut yang berbeda untuk

mendapatkan efek radiasi yang maksimal terhadap

tumor dan efek yang minimal terhadap jaringan yang

sehat.

37

Page 38: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

- Janin biasanya bersifat sensitive, terutama pada

trisemester pertama dengan kemungkinan mengalami

induksi karsinogenesis atau malformasi janin.

Anamnesa mengenai riwayat menstruasi pada wanita

usia reproduktif, dan jika perlu melakukan

pemeriksaan kehamilan akan mencegah bahaya

terpapar radiasi pada janin.

- Permintaan yang jelas kepada bagian radiologi dan

jenis pemeriksaan penunjang paling sesuai.

3.7 Peran Perawat

Perawat radiologis biasanya mengembangkan dan

mengelola rencana perawatan untuk membantu pasien

memahami prosedur dan, kemudian, memulihkan diri dari

prosedur. Hal ini mungkin juga termasuk bekerja dengan

keluarga pasien. Perawat dapat melakukan pemeriksaan

atau melaksanakan tindakan kesehatan preventif dalam

pedoman yang ditetapkan dan instruksi dari ahli

radiologi. Selain itu, perawat dapat merekam temuan

dokter dan mendiskusikan kasus dengan baik ahli

radiologi atau profesional kesehatan lainnya.

Seringkali, seorang perawat radiologis akan membantu

selama pemeriksaan atau terapi. Perawat radiologis

harus lulus dari sekolah perawat terakreditasi. Setiap

perawat juga harus lulus ujian lisensi nasional.

38

Page 39: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

39

Page 40: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

BAB IV

FARMAKOLOGI

Obat adalah suatu substansi yang melalui efek

kimianya membawa perubahan dalam fungsi biologik yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem

fisiologis atau kondisi patologi dalam rangka penetapan

diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dari rasa

sakit, gejala sakit, dan/atau penyakit, untuk

meningkatkan kesehatan. Efek obat terjadi karena adanya

interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau metabolit

aktif dengan reseptor atau bagian tertentu dari tubuh.

Obat tidak dapat menimbulkan fungsi baru dalam jaringan

tubuh atau organ, tetapi hanya dapat menambah atau

mempengaruhi fungsi dan proses fisiologi . (Batubara,

2008)

Untuk dapat mencapai tempat kerjanya, banyak

proses yang harus dilalui obat. Proses itu terdiri dari

3 fase, yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetik, dan

fase farmakodinamik. Fase farmasetik merupakan fase

yang dipengaruhi oleh cara pembuatan obat, bentuk

sediaan obat, dan zat tambahan yang digunakan Fase

selanjutnya yaitu fase farmakokinetik, merupakan proses

kerja obat pada tubuh (Kozier, 2007; Batubara, 2008).

Farmakokinetik adalah proses masuknya obat ke

dalam tubuh sampai dikeluarkan kembali, yang termasuk

dalam proses farmakokinetik yaitu absorpsi, distribusi,

40

Page 41: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

biotranformasi atau metabolisme dan ekskresi obat

(ADME). Proses ADME ini nantinya menentukan kadar obat

dalam tubuh. Setiap obat memiliki karakteristik ADME

yang berbeda. Contohnya ada obat yang hanya butuh 1 jam

untuk diabsorpsi secara sempurna oleh tubuh, tapi juga

ada obat yang butuh waktu berjam-jam agar bisa

diabsorpsi oleh tubuh. Untuk mencapai tempat kerja,

suatu obat harus melewati membrane sel tubuh, bukan

melewati celah. Setelah obat diangkut ke organ yang

sudah ditentukan, kemudian obat tersebut akan

diabsorpsi ke dalam darah dan didistribusikan ke

masing-masing jaringan di dalam tubuh. (Tanzil, 2008 ;

Syamsuni, 2006)

Farmakokinetik yang paling penting adalah

transportasi lintas membran. Membrane terdiri dari dua

lapisan lemak dalam bentuk fase hidrofilik , sedangkan

diantara keduanya terdapat satu lapisan dalamm bentuk

hidrofobik. Aktifitas transportasi lintas membrane

adalah dalam bentuk transportasi aktif dan pasif.

Membran sel merupakan lapisan yang permeable sehingga

dapat dilewati oleh molekul yang larut dalam air dalam

bentuk kecil. (Bagus, 2003)

Proses pertama adalah absorpsi. Absorpsi adalah

proses masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik

(pembuluh darah). Menurut Michael (2006) dan Yuniarti

41

Page 42: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

(2010), kecepatan absorpsi dipengaruhi banyak faktor,

antara lain :

a.Kelarutan

Untuk dapat diabsorpsi, obat harus dapat melarut

atau dalam bentuk yang sudah terlarut sehingga

kecepatan melarut akan sangat menentukan kecepatan

diabsorpsi ke dalam saluran sistemik. Untuk itu,

sediaan obat padat sebaiknya diminum dengan cairan yang

cukup untuk membantu mempercepat kelarutan obat. Maka

dari itu, obat dalam bentuk larutan adalah obat yang

paling cepat untuk diabsorpsi daripada sediaan lain

seperti serbuk, tablet.

b.pH

Selain dari kecepatan larut, kecapatan absorpsi

obat juga dipengaruhi oleh pH, baik pH tempat obat

tersebut larut maupun pH dari obat itu sendiri. Ketika

obat belum masuk ke dalam tubuh kebanyakan bentuknya

adalah non ionik, dan ketika obat itu masuk ke dalam

tubuh dan melarut dalam cairan tubuh, si obat tadi yang

awalnya tak terion bisa berubah menjadi senyawa yang

terion. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan pH dari

obat dengan tubuh. Misalnya, ada obat basa lemah yang

masuk tubuh. Begitu obat tersebut masuk ke dalam

lambung, maka obat tersebut akan terionisasi karena

lambung mempunyai suasana asam.

c.Tempat Absorpsi

42

Page 43: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Kecepatan absorpsi obat juga dipengaruhi oleh

dimana obat tersebut diabsorsi. Kecepatan absorpsi obat

semakin cepat jika luas permukaan membran semakin luas,

dan bertambah lambat ketika mambran tersebut semakin

tebal. Obat oral sebagian besar diabsorpsi di usus

halus, karena di usus halus memiliki membran lebih luas

daripada di lambung yang hanya memiliki luas permukaan

yang sempit. Selain itu, di usus halus jaringan

epithelnya tipis sehingga lebih mudah digunakan untuk

menyerap obat daripada menembus membran kulit yang

berlapis

d.Sirkulasi darah

Faktor yang mempengaruhi kecepatan absorpsi adalah

sirkulasi darah dimana obat tersebut diabsorpsi. Obat

yang diberikan melalui rute sublingual (di bawah lidah)

akan lebih cepat diabsorpsi karena di bawah lidah

terdapat banyak pembuluh darah. Sedangkan jika

diberikan secara sub kutan maka obat itu akan lebih

lambat diabsorpsi karena aliran darah pada kulit sangat

lambat.

e.Kecepatan pengosongan lambung

Jika kecepatan pengosongan lambung besar, maka

akan terjadi penurunan proses absorpsi obat-obat yang

bersifat asam. Sebaliknya, kecepatan pengosongan

lambung kecil akan terjadi peningkatan proses absorpsi

obat-obat yang bersifat basa.

f. Efek makanan

43

Page 44: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Secara umum absorpsi obat lebih disukai dalam

kondisi lambung kosong.

Kadang-kadang tak bisa diberikan dalam kondisi

lambung kososng karena obat dapat mengiritasi

lambung.

Ex : Asetosal ( dapat menyebabkan iritasi karena

bersifat asam).

Kecepatan absorpsi obat akan berkurang bila

diberikan bersama makanan.

Ex : Digoksin, Paracetamol, Phenobarbital (obat

sukar larut)

Pemakaian antibiotika setelah makan seringkali

mengakibatkan penurunan bioavailabilitasnya,

sehingga harus diberikan sebelum makan.

Ex : Tetraciklin, Penisilin, Rifampisin, Erytromycin

strearat

Proses yang kedua adalah distribusi, yaitu

perpindahan obat dari sirkulasi darah ke suatu tempat

di dalam tubuh (cairan dan jaringan). Setelah obat

masuk ke dalam sirkulasi darah (sesudah absorpsi), obat

tersebut akan dibawa ke seluruh tubuh oleh aliran darah

dan kontak dengan jaringan-jaringan tubuh di mana

distribusi terjadi.

Menurut Kozier; Erb (2009) cairan tubuh total

berkisar antara 50-70% dari berat badan. Cairan tubuh

dapat dibagi menjadi :

44

Page 45: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

1. Cairan ekstraseluler yang terdiri atas plasma

darah (kira-kira 4,5% dari berat badan), cairan

interstisial(16%) dan limfe (1-2%).

2. Cairan intraseluler (30-40% dari berat badan)

merupakan jumlah cairan dalam seluruh sel-sel

tubuh.

3. Cairan transeluler (2,5%) yang meliputi cairan

serebrospinalis, intraokuler, peritoneal, pleura,

sinovial dan sekresi alat cerna.

Untuk dapat masuk ke dalam salah satu cairan tubuh

ini suatu obat harus melewati sel-sel epitel, atau

dengan kata lain obat harus bisa masuk ke dalam sel-

sel.

Volume distribusi (Vd) adalah volume perkiraan

obat terlarut dan terdistribusi dalam tubuh.

Kegunaannya adalah untuk menentukan dosis obat yang

diperlukan untuk memperoleh kadar obat dalam darah yang

dikehendaki.

Vd=Jumlahobatdalamtubuhkadarobatdalamdarah

Semakin besar nilai volume distribusi, semakin

luas distribusinya (Batubara, 2008). Besarnya volume

distribusi ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh,

dan derajat ikatan obat dengan protein plasma dan

dengan berbagai jaringan (Setiawati, 2007).

45

Page 46: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Proses ketiga adalah metabolisme atau

biotransformasi, yaitu suatu proses perubahan struktur

kimia obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalisis

oleh enzim. Metabolisme obat sebagian besar terjadi di

retikulum endoplasma sel-sel hati. Selain itu,

metabolisme obat juga terjadi di sel-sel epitel pada

saluran pencernaan, paru-paru, ginjal, dan kulit.

Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara

lain faktor fisiologis (usia, genetika, nutrisi, jenis

kelamin), serta penghambatan dan juga induksi enzim

yang terlibat dalam proses metabolisme obat. Selain

itu, faktor patologis (penyakit pada hati atau ginjal)

juga berperan dalam menentukan laju metabolisme obat.

Menurut Michael (2005) dan Tanzil (2008), terdapat

2 fase metabolisme obat, yakni fase I dan II. Pada

reaksi ini, senyawa yang kurang polar akan dimodifikasi

menjadi senyawa yang lebih polar. Proses ini dapat

menyebabkan aktivasi atau inaktivasi senyawa obat.

a. Reaksi fase I

Disebut juga reaksi nonsintetik, terjadi melalui

reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, siklikasi,

dan desiklikasi. Reaksi oksidasi terjadi bila ada

penambahan atom oksigen atau penghilangan hidrogen

secara enzimatik. Reaksi oksidasi ini melibatkan

sitokrom P450 monooksigenase (CYP), NADPH, dan oksigen.

Obat-obat yang dimetabolisme menggunakan metode ini

46

Page 47: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

antara lain golongan fenotiazin, parasetamol, dan

steroid.

Reaksi oksidasi akan mengubah ikatan C-H menjadi

C-OH, hal ini mengakibatkan beberapa senyawa yang tidak

aktif (pro drug) secara farmakologi menjadi senyawa yang

aktif.

b. Reaksi fase II

Disebut pula reaksi konjugasi, biasanya merupakan

reaksi detoksikasi dan melibatkan gugus fungsional

polar metabolit fase I, yakni gugus karboksil (-COOH),

hidroksil (-OH), dan amino (NH2), yang terjadi melalui

reaksi metilasi, asetilasi, sulfasi, dan glukoronidasi.

Reaksi fase II akan meningkatkan berat molekul senyawa

obat, dan menghasilkan produk yang tidak aktif. Hal ini

merupakan kebalikan dari reaksi metabolisme obat pada

fase I.

Pada tahap ini terjadi reaksi penambahan yaitu

proses oksidasi atau hidrolisis. Pada fase II, reaksi

ditandai dengan konjugasi zat endogen. Reaksi fase II

merupakan hal yang penting, tidak hanya untuk

menghilangkan obat-obatan tetapi juga untuk

detoksifikasi obat yang metabolitnya reaktif, yang

sebagian besar dihasilkan oleh metabolism. Reaksi

metabolisme yang pertama pada fase II ini terjadi pada

pembentukan glukuronat yang merupakan langkah penting

dalam penghapusan zat endogen yang penting dari tubuh,

termasuk bilirubin, asam empedu, hormon steroid, dan

47

Page 48: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

biogenik amina sebagai serotonin.  Reaksi yang umum

terjadi melalui transfer asam glukuronat, bagian dari

asam glukuronat uridin-difosfat (UDPGA) pada molekul

akseptor. Proses ini disebut juga glukuronosilasi atau

glukuronosidasi.

Reaksi fase II yang terpenting adalah

glukoronidasi melalui enzim UDP-glukoronil-transferase

(UGT), terutama terjadi dalam mikrosom hati, tetapi

juga di jaringan ekstrahepatik (usus halus, ginjal,

paru, kuit). Reaksi konjugasi yang lain (asetilasi,

sulfasi, konjugasi dengan glutation) terjadi di dalam

sitosol (Setiawati, 2007).

Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi

oleh enzim cytochrome P450 (CYP), yang disebut juga enzim

mono-oksigenase, atau MFO (mixed-function oxidase), dalam

endoplasmic reticulum (mikrosom hati). Beberapa enzim yang

penting untuk metabolisme dalam hati antara lain :

CYP3A4/5, CYP2D6, CYP2C9, CYP1A1/2, CYP 2E1 (Setiawati,

2007)

Proses terakhir adalah ekskresi. Obat dikeluarkan

dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk

metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk

asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih

cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi

melalui paru. Ada 3 proses penting pada ekskresi dan

metabolit obat melalui ginjal, yaitu :

48

Page 49: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

a. Filtrasi di glumerolus

Glumerolus merupakan jaringan kapiler yang dapat

melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin

melalui celah antara sel endotelnya sehingga semua obat

yang tidak terikat protein plasma mengalami filtrasi

disana. Kapiler gromeluri akan menyaring darah sehingga

setiap molekul obat yang berat molekulnya di bawah

20.000 akan melewati glomeruli.

b.      Sekresi tubuli dan reabsorpsi

Sekresi tubuli merupakan mekanisme eliminasi yang

palinf cepat melalui ginjal. Hal ini disebabkan

filtrasi di glomeruli hanya menghasilkan paling banyak

20% dari seluruh obat yang ada dalam darah yang bisa

mencapai ginjal. Sisanya, akan melewati lumen tubuli

melalui transport aktif yang bergerak melawan gradient

konsentrasi sehingga mengurangi jumlah obat ynag ada

dalam plasma. Tidak seperti di glomeruli, sistim

transport aktif ini dapat mencapai maksimal walaupun

obat terikat protein plasma.

c.       Reabsorbsi pasif di tubuli proksimal dan distal

Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorbsi

pasif untuk bentuk non ion. Obat yang mempunyai

kelarutan dalam lipid yang tinggi akan berdifusi secara

pasif masuk melewati sel epitel tubuli sehingga terjadi

reabsorpsi obat secara pasif. Sedangkan obat-obat yang

polar akan tetap berada dalam filtrate sebab membrane

tulubi tidak permeable untuk obat-obatan yang

49

Page 50: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

terionisasi dan kurang larut dalam lipid. Adanya

reabsorpsi iniakan menyebabkan kosnsentrasi obat polar

sangat meningkat dalam urine hingga 100 kali dibanding

konsentrasi obat dalam plasma. Contohnya adalah

antibiotic streptomisin dan gentamisin. Untuk obat

berupa elektrolit lemah, proses reabsorbsi ini

bergantung pada pH lumen tubuli yang menentukan derajat

ionisasi. Bila urine lebih basa, asam lemah terionisasi

lebih banyak sehingga reabsorbsinya berkurang,

akibatnya ekskresinya meningkat. Sebaliknya bila urine

lebih asam, ekskresi asam lemah berkurang. Keadaan yang

berlawanan terjadi dalam ekskresi basa lemah. (Waldon,

2008; Tanzil, 2008)

Ekskresi obat dinyatakan sebagai bersihan

(clearance). Bersihan ginjal didefinisikan sebagai

jumlah plasma dari obat atau substansi oleh kerja

ginjal dalam satuan waktu.

CL=Cu.VCp

Cp : Konsentrasi obat dalam plasma

Cu : Konsentrasi obat dalam urine

V : Kecepatan terbentuknya urine

Bersihan obat tergantung pada bagaimana obat

tersebut melewati proses filtrasi glomeruli, sekresi

aktif dan difusi pasif pada ginjal.

Ekskresi obat kedua penting adalah melalui empedu

ke dalam usus dan keluar bersama feses. Selain itu,

50

Page 51: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas

anestetik umum. Ekskresi dalam ASI, saliva, keringat

dan air mata secara kuantitatif tidak penting. Ekskresi

ini bergantung terutama pada difusi pasif dari bentuk

non-ion yang larut lemak melalui sel epitel kelenjar,

dan pada pH. (Setiawati, 2007).

Banyak metabolit obat yang berbentuk di hati di

ekskresi ke dalam usus melalui empedu, kemudian dibuang

melalui feses, tetapi lebih sering diserap kembali di

saluran cerna dan akhirnya diekskresi melalui ginjal.

Setiap orang mempunyai gambaran farmakokinetik obat

yang berbeda-beda. Dosis yang sama dari suatu obat bila

diberikan pada suatu kelompok orang, dapat menunjukkan

gambaran kada dalam darah yang berbeda-beda dengan

intensitas respon yang berbeda-beda pula.

Parameter dalam proses farmakokinetik meliputi

volume distribusi, bersihan (clearance),

bioavailabilitas, dan waktu paruh (Suwarso, 2011).

Waktu paruh didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan

suatu obat agar konsentrasinya menjadi 50% dari

konsentrasi semula. Efek obat akan lebih panjang bila

mempunyai waktu paruh panjang. Waktu patuh ini

dipengaruhi olek konstantsa kecepatan eliminasi dan

volume distribusi obat yang bersangkutan. (Tanzil,

2008).

51

Page 52: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

BAB V

MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI

5.1 Infeksi

Infeksi terjadi jika mikroorganisme bertumbuh dan

mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh. Jika

mikroorganisme ini merusak tubuh maka disebut pathogen.

Suatu pathogen harus berkembang biak dalam tubuh untuk

dapat meenimbulkan infeksi. Virulensi adalah istilah

yang digunakan untuk menjelaskan mikroorganisme yang

diperlukan untuk mengakibatkan infeksi. Mikroorganisme

dapat tumbuh pada seluruh tubuh (infeksi sistemik) atau

pada area tertentu, misalnya pada abses. Pada infeksi

sitemik, mikroorganisme menyebar melalui darah. (James;

Baker; et all, 2002)

Penyebab infeksi bisa berupa virus, bakteri,

jamur, protozoa atau parasit. Beberapa mikroorganisme

yang menyebabkan infeksi dapat memproduksi toksin, saat

bakteri tumbuh, eksotoksin disekresi dari bakteri.

Toksin ini dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh yang

jauh dari lokasi infeksi awal karena toksin ini dapat

menyebar. Misalnya toksin tetanus yang menyebabkan

paralisis spastic tetapi pada umumnya memasuki tubuh

melalui luka tusuk. (Brashers, 2007; James; Baker,

2002)

5.2 Agen Penyebab Infeksi

1. Klamidia, Ricketsia dan Mikoplasma

52

Page 53: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Agen penyebab infeksi ini serupa dengan bakteri,

tetapi tidak memiliki struktur tertentu (mikoplasma

tidak memiliki dinding sel) atau kemampuan metabolic

(klamidia tidak dapat mensitesis adenosine trifosfat

(ATP)) klamidia dan ricketsia merupakan mikroba

intrasel oligat, sedangkan mikoplasma merupakan jenis

terkecil dari semua mikroba yang hidup bebas.

(Mitchell, 2008)

a. Klamidia menyebabkan infeksi urogenital,

konjungtivis, trakoma, dan infeksi pernapasan.

(Corwin, 2009)

b. Mikoplasmaa menyebabkan pneumonia atipik dan

uretritis nongonokokus.

c. Ricketsia ditularkan lewat vector serangga yang

meliputi kutu , sengkenit (Rocky Mountain spotted

Fever) serta tungau ( penyakit scrub thypus) dan

menyebabkan vaskulitis hemoragik.

2. Fungi

Fungi merupakan eukariota dengan dinding sel yang

tebal dan mengandung kitim. Organisme ini tumbuh

didalam tubuh manusia sebagai sel ragi bertunanas dan

struktur silinder berbentuk hifa.

a.Pada orang sehat, jamur menimbulkan infeksi

superficial. Misalnya athele’s foot yang

diisebabkan oleh tinea, absesatau granuloma.

b.Pada hospes yang kekebalannya terganggu, jamur

yang oportunis (Candida, Aspergilus, dan Mucor)

53

Page 54: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

menyebabkan infeksi sistemik dengan nekrosis

jaringan, perdarahan dan penyumbatan vaskuler.

c.Pada pasien AIDS, jamur oportunis Pneumocytis jiroveci

menyebabkan pneumonia.

3. Protozoa

Protozoa merupakan eukariota bersel tunggal yang

motil(dapat bergerak). Mikroorganisme ini dapat

melakukan replikasi dalam sel (Plasmodium di dalam

eritrosit, Leishmania di sel makrofag atau di luar sel

dalam urogenital, usus, dan darah ). (Mitchell, 2008)

a.Trichomonas vaginalis ditularkan lewat hubungan

seksual

b.Protozoa intestinal (Entamoeba hystolitica dan Giardia

lambia) menyebabkan infeksi jika mikroorganisme ini

tertelan.

c.Protozoa yang dibawa dalam darah (spesien

Plasmodium dan Lesihmania) ditularkan oleh

serangga penghisp darah.

4. Helmintes

Cacing gilik (nematoda) menimbulkan infeksi pada

intestinum( Ascaris, cacing tambang, dan Strongyloides)

atau jaringan tubuh (filaris serta Trichinella). Cacing

pipih (cestoda) merupakan cacing pita bersegmen yang

hidup di dalam lumen usus. (Mitchell, 2008)

5. Ektoparasit

54

Page 55: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Ektoparasit merupakan artropoda yang melkat dan

hidup pada kulit. Parasit ini menjadi vector untuk

agen pathogen lainnya.

5.3 Cara Mikroorganisme Menyebabkan Penyakit

Agen penyebab infeksi merusak jaringan tubuh dengan :

a.memasuki sel dan secara langsung menyebabkan

kematian sel

b.melepaskan toksin yang membunuh sel tubuh pada

tempat yang jauh

c.melepaskan enzim yang menguraikan komponen

jaringan atau merusak pembuluh darah

d.menimbulkan respons inflamasi sel hospes yang

secara langsung dapat ikut menyebabkan kerusakan

jaringan. (Mitchell,2008)

5.2 Infeksi Bakterial

1. Infeksi Bakteri Gram Positif

Stafilokokus dan streptokokus merupakan kokus yang

hidunya komensal. Corynebacterium diphteriae, L. monocytogenes

dan B. anthracis merupakan basil (kuman berbentuk batang

Infeksi Stafilokkokus

S. aureus menyebabkan infeksi kulit,

osteomielitis, pneumonia, endokarditis, keracunan

pangan dan sindrom toksis syok.

Faktor virulensi meliputi :

- Protein permukaan yang memungkinkan pelekatan

pada sel hospes

55

Page 56: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

- Enzim yang menguraikan protein hospes dengan

menggalakkan invasi dan destruksi jaringan

- Toksin yang merusak membrane sel hospes.

Infeksi Streptokokus

Kokus gram positif anaerob obligat atau fakultatif

ini tumbuh berpasangan atau berbentuk rantai. Bakteri

ini diklasifikasikan lewat pola hemolisis pada agar

darah. β (hemolisis total atau clear hemolysys), α

(hemolisis parsial atau green hemolysisi), dan γ (tidak

terjadi hemolisis)

Streptococcus β- hemolyticus dikelompokkan berdasar

antigen karbohidratny, meliputi :

- Streptococcus pyogenes (group A), menyebabkan

faringitis, scarlet fever, erysipelas,

impetigo, demam rematik, sindrom toksis

syok, dan glomerulonefritis.

- Streptococcus agalactiae (group B) membentuk

koloni dalam traktuss urogenital wanita

dan menyebabkan korioamnionitis pada

kehamilan. (Mitchell, 2008)

Streptococcus α-hemolyticus meliputi :

- S. penumoniae, kuman yang umumnya menyebabkan

community acquired pneumonia dan

meningitis pada dewasa

- Enterococcus menyebabkan endokarditis dan

infeksi saluran kemih

Stretococcus membawa beberapa faktor virulensi :

56

Page 57: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

- Kapsula yang resisten terhadap fagositosis

(S. pyogenes dan S. penumoniae)

- Protein- M yang mengahmbat lintasan

alternative aktivasi komplemen (S. pyogenes)

- Pneumolisin yang menghancurkan membrane sel

hospes dan merusak jaringan tubuh (S.

pneumoniae)

Difteri

C. diphtheria merupakan penyakit yang dapat membawa

kematian dan ditandai oleh membrane pada tempat

pertumbuhan C. diphtheria di dalam orofaring, kerusakan

yang dimediasi oleh eksotoksin pada jantung, saraf dan

organ lainnya. Toksin difteri merupakan toksin dua

komponen yang dikode faga. Subunit A menyekat sintesis

protein melalui ribosilasi ADP pada faktor elongasi- 2

(yang menyebabkan inaktivasi), fragmen B terikat pada

permukaan sel dan memudahkan masuknya subunit A.

pelepasan toksin dalam faring menyebabkan nekrosis

epitel dengan eksudat fibrinosupuratif. (Timmreck,

2004; Mitchell, 2008)

Listeriosis

L. monocytogenes merupakan basil gram positif

intrasel fakultatif. Listeria menyebabkan sepsis yang

didapat dari makanan dan meningitis pada orang yang

berusia lanjut atau yang kekebalannya terganggu di

samping menyebabkan infeksi plasenta pada ibu hamil

57

Page 58: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

dengan konsekuensi infeksi neonatal (infantiseptika

granulomatosis)

L. monocytogenes memasuki sel-sel epitel dengan

mengikat E-cadherin dan menstimulasi fagositosis,

kemudian basil tersebut menggunakan listeriolisin O dan

dua enzim fosfolipase untuk menguraikan membrane

fagolisosom sehingga bisa lepas ke dalam sitoplasma. L.

monocytogenes menimbulkan inflamasi eksudatif dengan

sejumlah besar sel neutrofil.

Antraks

B.anthracis merupakan basil gram positif yang

membentuk spora dan sering ditemukan pada hewan yang

berkontak dengan tanah yang terkontaminasi spora

tersebut. Manusia tertular antraks lewat pajanan dengan

produk hewan yang terkontaminasi. (Timmreck, 2004)

Ada tiga sindrom antraks yang penting:

- Kutaneus: papula yang gatal tanpa rasa

nyeri, tumbuh menjdi vesikel edematosa,

diikuti oleh pembentukan eskar berwarna

hitam

- Inhalasi: dengan cepat menimbulkan sepsis,

syok, dan kematian.

- Gastrointestinal : tertular karena makan

daging yang terkontaminasi, menyebabkan

diare berat yang mengandung darah dan

kerapkali kematian. (Mitchell, 2008)

2. Infeksi bakteri gram negatif

58

Page 59: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Infeksi Neiseria

Neiseria merupakan diplokokus rgam negative aerob

N. meningitidis menyebabkan meningitides menyebabkan

meningitis bacterial pada individu yang umumnya

berusia 5 hingga 19 tahun.

Bakteri membentuk koloni pada orofaring dan

menyebar lewat jaliur pernafasan. Meningitis

terjadi ketika mereka tinggal dalam lingkungan

yang sesak tertular serotype neiseria sementara

tubuh tidak imun terhadap serotype tersebut.

N. gonorrhoeae merupakan infeksi menular seksual

oleh bakteri.

- Pada laki-laki, N. gonorrhoeae menyebabkan

uretitis simptomatik

- Pada wanita dapat menyebabkan penyakit radang

pelvis, infertilitas dan kehamilan ektopik.

(Mitchell, 2008)

Batuk Rejan

Bordetella pertussis merupakan kokobaasil gram negative.

(Corwin, 2008)

Batuk rejan (pertusis) merupakan penyakit menular

yang ditandai oleh serangan batuk spasmodic yang

kuat. Toksin pertusis ADP melakukan ribolisasi dan

inaktivasi protein yang mengikat nukleotida

guanine, sebagai akibatnya protein G tidak dapat

menghantarkan sinyak reseptor membrane plasma.

59

Page 60: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Infeksi ini menyebabkan laringotrakeobronkitis

dengan erosi mukosa dan eksudat mukopurulen yang

disertai limfositosis perifer.

Infeksi Pseudomonas

Pseudomonas aeruginosa merupakan basil gram negative

aerob yang hidup oportunis.

Kuman pathogen ini sering terlihat pada pasien

fibrosisi kistik, luka bakar, neutropenia

Pada pasien kistik fibrosis, Pseudomonas aeruginosa

dalam paru mensekresikan

eksopolisakarida( alginate) yang membentuk biofilm

berlendir untuk melindungi bakteri tersebut dari

antibody, komplemen, sel fagosit dan antibiotic.

Pada penderita neutropenia, pneumonia Pseudomonas

dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang luas

lewat invasi vaskuler dengan thrombosis yang

timbul kemudian. (Corwin, 2009)

Penyakit Pes

Yersinia merupakan bakteri intrasel gram negative

dengan tiga spesies yang penting secara klinis:

Yersinia pestis menyebabkan penyakit pes (plaque).

Iuman ini ditularkan dari hewan pengerat

(rodensia) kepada manusia lewat gigitan atau

secara aerosol

60

Page 61: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Yersinia enterolitica atau Yersinia pseudotuberculosis

menyebabkan limfadenitis mesenterika dan ileitis

yang ditularkan lewat jalur dekal-oral

Penyakit pes menyebabkan pembesaran kelenjar getah

bening, pneumonia, atau sepsis dengan proliferasi

bakteri yang massif, nekrosis jaringan dan

infiltrasi sel neutrofil. (Timmreck, 2004)

Granuloma Inguinale

Granuloma inguinale merupakan penyakit menular seksual

yang disebabkan oleh Calymmatobacterium donovani, suatu

kokobasilus berkapsul yang ukurannya sangat kecil.

Infeksi dimulai sebagai papul pada daerah

genitalia atau daerah ekstragenital (mukasa oral

atau faring) yang mengalami ilserasi dan granulasi

untuk membentuk massa yang lunak tanpa rasa nyeri.

Jika dibiarkan tanpa pengobatan, lesi tersebut

dapat membentuk parut dan menyebabkan striktur

pada uretra, vulva atau anus.

3. Mikobakteri

Mikobakteri (Mycobacteria) merupakan basil aerob

yang tumbuh dalam bentuk rantai dan memiliki dinding

sel berlilin (wax) yang tersusun dari asam mikolat.

Dinding sel tersebut dapat menahan zat warna tertentu

sesudah dilakukan pewarnaan basil tahan asam.

Tuberkulosis

61

Page 62: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

M. tuberculosis menyebabkan penyakit tuberculosis.

(Timmreck, 2004)

Hasil akhir yang berkaitan dengan infeksi M.

tuberculosis tergantung pada imunitas hospes. Respon

imun dapat mengendalikan infeksi maupun ikut

menimbulkan manifestasi patologik penyakit

tersebut:

- Sel-sel makrofag memfagositosis M. tuberculosis

yang terinhalasi setelah pengikatan

lipoarabinomanan dinding bakteri di sambping

pengikatan komplemen yang melakukan

opsonisasi pada bakteri tersebut.

- Di dalam sel makrofag, M. tuberculosis menyekat

fusi fagososm-lisosom sehingga memungkinkan

proliferasi bakteri tanpa terkendali dalam

fagosom

- Dalam waktu 2 hingga 4 minggu setelah

infeksi, limfosit T yang spesifik untuk M.

tuberculosis mengadakan proliferasi dan

memproduksi IFN-γ (interferon-γ)

- IFN-γ mengaktifkan sel-sel makrofag untuk

membunuh bakteri lewat enzim nitrogen oksida

sintase yang bisa diinduksi dan menghasilkan

nitrogen oksida (NO) yang bersifat

bakterisida. (Mitchell,2008)

Tuberkulosis primer terjadi pada orang yang belum

pernah terkena sebelumnya.

62

Page 63: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

- 95% menderita infeksi asimptomatik dengan

focus infeksi yang laten dan persisten pada

paru. 5% menderita infeksi simptomatik dengan

konsolisadi lobaris, adenopati hiler dan

efusi pleura’

- Penyebaran limfohematogen yang jarang terjadi

dapat menyebabkan meningitis teberkulosis dan

tuberculosis milier.

Tuberkulosis sekunder terjadi pada hospes yang

sudah terkena sebelumnya

- Infeksi biasanya terjadi karena reaktivasi

infeksi laten ketika daya tahan imun melemah

- Secara khas, infeksi menyebabkan kavitasi

pada apeks lobus paru bagian atas dengan

diserta demam yang tidak begitu tinggi,

keringat malam, dan penurunan berat badan.

5.3 Infeksi Virus

Campak (Rubeola)

Penyakit campak disebabkan Infeksi oleh

paramiksovirus RNA ini merupakan penyebab kematian di

seluruh dunia dan bisa dicegah dengan vaksinasi. Agent

campak adalah measles virus yang termasuk dalam famili

paramyxoviridae anggota genus morbilivirus. Virus campak

sangat sensitif terhadap temperatur sehingga virus ini

menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat Celcius atau

bila dimasukkan ke dalam lemari es selama beberapa jam.

63

Page 64: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Dengan pembekuan lambat maka infektivitasnya akan

hilang. (Timmreck, 2004; Yatim ,2001)

Komplikasi Penyakit Campak :

Menurut Mitchell (2008) dan Yatim (2001) ,pada

penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi

sebagai akibat replikasi virus atau karena superinfeksi

bakteri antara lain:

a. Otitis Media Akut

Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder

b. Ensefalitis

Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang

sedang menderita campak atau dalam satu bulan setelah

mendapat imunisasi dengan vaksin virus campak hidup,

pada penderita yang sedang mendapat pengobatan

imunosupresif dan sebagai Subacute sclerosing panencephalitis

(SSPE). Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi

campak adalah 1 : 1.000 kasus, sedangkan ensefalitis

setelah vaksinasi dengan virus campak hidup adalah

1,16 tiap 1.000.000 dosis.

SSPE jarang terjadi hanya sekitar 1 per 100.000

dan terjadi beberapa tahun setelah infeksi dimana

lebih dari 50% kasus-kasus SSPE pernah menderita

campak pada 2 tahun pertama umur kehidupan.

Penyebabnya tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa

virus campak memegang peranan dalam patogenesisnya.

SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan

kira-kira 3 tahun kemudian. (Corwin, 2009)

64

Page 65: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

c. Bronkopneumonia

Dapat disebabkan oleh virus morbilia atau oleh

Pneuomococcus, Streptococcus, Staphylococcus.

Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi

yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi

protein, penderita penyakit menahun misalnya

tuberkulosis, leukemia dan lain-lain.

d. Kebutaan

Terjadi karena virus campak mempercepat episode

defisiensi vitamin A yang akhirnya dapat menyebabkan

xeropthalmia atau kebutaan.

Virus Hepatitis B

Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh Virus

Hepatitis B (VHB) yang bersifat akut atau kronik dan

termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibanding

dengan penyakit hati yang lain karena penyakit

Hepatitis B ini tidak menunjukkan gejala yang jelas,

hanya sedikit warna kuning pada mata dan kulit disertai

lesu. Komplikasi dari VHB ini dapat menyebabkan

sirosis hati. (Misnadiarly, 2007; Corwin, 2009)

Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan

tergolong dalam famili Hepadnaviridae. Nama famili

Hepadnaviridae ini disebut demikian karena virus

bersifat hepatotropis dan merupakan virus dengan genom

DNA. Termasuk dalam family ini adalah virus hepatitis

Woodchuck (sejenis marmot dari Amerika Utara) yang telah

65

Page 66: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

diobservasi dapat menimbulkan karsinoma hati, virus

hepatitis B pada bebek Peking dan bajing tanah (ground

squirrel). (Zain, 2006)

Penyakit Dengue Hemorrhagic Fever

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit

yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang

tergolong arbovirus (Arthropod- borne viruses). Artinya

virus yang yang ditularkan melalui gigitan arthropoda

misalnya nyamuk aedes aegypti (betina). Arthropoda akan

menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain

menjadi vector virus dia jua menjadi hospes reservoir.

Spectrum penyakitnya berkisar dari penyakit akut

yang ringan (demam, sakit kepala, ruam, mialgia,

neutropenia, serta trombositopenia) hingga gangguan

hemidinamik berat dan syok yang bisa membawa kematian..

(Mitchell, 2008)

Infeksi Virus Herpes Simpleks

Penyakit herpes disebabkan oleh virus, yaitu

Herpes simplex tipe 1 (HSV-1) atau Herpes simplex tipe

2 (HSV-2). Gejalanya yaitu berupa luka pada kulit yang

terkena virus, dan disertai dengan rasa nyeri serta

panas, kemudian diikuti dengan lepuhan seperti luka

bakar dan demam. Lepuhan-lepuhan kulit yang menjadi

ciri khas herpes akan mengelupas dengan atau tanpa

pengobatan. Terkadang penderita tetap merasa nyeri dan

panas meskipun lepuhan-lepuhan itu sudah kering dan

66

Page 67: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

mengelupas. Hal itu disebabkan karena virus herpes

menyerang bagian saraf. (Corwin, 2009; Mitchell, 2008)

Komplikasi virus Herpes Simplex 1 dapat

menginfeksi mata, menyebabkan kebutaam

(keratokonjungtivitis). Infeksi herpes simplex 2 primer

selama kehamilan dapat menyebabkan kerusakan susunan

saraf pusat janin sehingga terjadi kebutaan dan

retardasi mental. (Corwin, 2009)

Infeksi Virus Herpes Zoster

Herpes zoster adalah penyakit herpes yang

disebabkan oleh virus Varicella zoster, yaitu virus yang

juga menyebabkan cacar air. VZV menginfeksi membrane

mukosa, kulit serta neuron dengan menimbulkan infeksi

laten di ganglia saraf sensorik. Virus Varicella zoster

ditularkan lewat aerosol, menyebar secara hematogen dan

menyebabkan lesi vesikuler kulit yang dimulai di daerah

badan kemudian ke ekstremitas dan kepala. (Lubis, 2009;

Mitchell, 2008)

Komplikasi pada herpes zoster menurut Lubis (2009)

ialah :

1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan

bakteri

2. Postherpetic neuralgia (PHN)

3. Pada daerah ophthalmic dapat terjadi keratitis,

episcleritis, iritis, dan papilitis dan kerusakan

syaraf

4. Meningoencephalitis

67

Page 68: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

5. Terbentuk scar.

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Ida. (2003). Pengantar Kuliah Obstetri halaman

195. Jakarta: EGC.

Batubara, P. L. 2008. Farmakologi Dasar, edisi II.

Jakarta:Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi.

Brashers, V.L. (2007). Aplikasi Klinis Patofisiologi:

Pemeriksaan dan Manajemen. Jakarta: EGC.

68

Page 69: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Chrestella, Jessy. (2009). Neoplasma.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2053/1/

10E00541.pdf. accessed on July, 9 2012 on 21.13 WIB.

Corwin, E.J. (2009). Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta:

EGC.

Hegner, B.R; Caldwell, E. (2003). Asisten Keperawatan:

Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Edisi 6. Jakarta; EGC.

James, J; Baker, C; Helen,S. (2002). Prinsip-

Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Johnson,Ruth; Taylor, W. (2004). Buku Ajar Praktik

Kebidanan. Jakarta: EGC

Johnson, Joyce. (2005). Prosedur Perawatan di Rumah:

Pedoman Untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Jong, Wim de. (2004). Kanker, Apakah itu ? Pengobatan,

Harapan Hidup, dan dukungan Keluarga. Jakarta: Arcan.

Kozier, Barbara; Erb, Glenora. (2009). Buku Ajar

Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.

Lubis, R.M. (2008) Varicella dan Herpes Zoster.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3425/1/

08E00895.pdf. Accessed on July, 11 2012 on 9.23 WIB.

Michael J. Neal. (2005). At A Glance : Farmakologi Medis

edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

69

Page 70: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Misnadiarly. (2007). Mengenal menanggulangi mencegah

dan mengobati penyakit hati (liver) Abses Hati, Kanker Hati, Leptospirosis,

Sirosis Hati, Tuberculosis Hati Hepatitis karena virus, Hepatitis Akibat

Pengaruh Obat. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Mitchell, R; et al. (2008). Buku Saku Dasar Patologis

Penyakit Robbins Cotran. Jakarta: EGC.

Otto, S. (2003). Buku Saku Keperawatan Onkologi.

Jakarta: EGC.

Pringgoutomo,S, S. Himawan, A. Tjarta. (2002).

Buku Ajar Patologi I (umum). Edisi I. Jakarta: EGC.

Ronald, A; Richard A. (2004). Tinjauan Klinis Hasil

Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Jakarta: EGC.

Setiawati, A. (2007). Farmakokinetik Klinik. Dalam

Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Penerbit

Bagian farmakologi Fakultas Kedokteraan UI. Hal. 876-

877.

Somantri, Irman. (2007). Keperawatan Medikal

Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan

Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Sudiono, Janti. (2008). Pemeriksaan Patologi untuk

Diagnosos Neoplasma Mulut. Jakarta: EGC.

Suharto, H. (2002) Seri Penyakit Tropik Infeksi

Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik

Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press.

70

Page 71: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

Suwandono, Adji. (2010). Neoplasma.

http://adjisuwandono.staff.uns.ac.id/files/2010/07/intr

oducing-neoplasma.pdf. Accessed on July, 9 2012 on

17.35 WIB.

Suwarso, Edy. (2011). Farmakokinetika Deksametason Pada

Kelinci Dengan Menggunakan Baku Murni Deksametason BPFI.

Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.

Suyatno, F. (2008). Aplikasi Radiasi Sinar-X Di

Bidang Kedokteran Untuk Menunjang Kesehatan Masyarakat.

http://jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-content/uploads/2008/

12/53_FerrySuyatno503-509.pdf. Accesses on July, 12

2012 on 11.46 WIB.

Syamsuni. (2006). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi.Jakarta: EGC.

Tanzil, Staf Pengajar Departmen Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. (2008).

Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta: EGC.

Timmreck, T.C. (2004). Epidemiologi: Suatu Pengantar.

Jakarta: EGC.

Waldon, D.J. (2008). Pharmacokinetic and Drug

Metabolism. Cambridge: Amgen, Inc., One Kendall Square,

Building 1000, USA.

Yatim, Faisal. (2001). Macam-Macam Penyakit Menular

dan Pencegahannya. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Zain, L.H. (2006). Orasi Ilmiah : Hepatitis B dan

Permasalahannya. Medan: Universitas Sumatera Utara.

71

Page 72: BASIC SCIENCE II

Basic Science II 2012

72