Page 1
Basic Science II 2012
BAB I
PATOLOGI ANATOMI
1.1 Definisi Neoplasma
Neoplasma adalah masa jaringan yang abnormal,
tumbuh berlebihan, tidak terkordinasi dengan jaringan
normal lainnya dan tumbuh terus- menerus sehingga
merugikan bagi tubuh. Penyebab neoplasma adalah mutasi
pada DNA sel, sehingga terjadi gangguan pada proses
regulasi homeostasis sel. Hal inilah yang menyebabkan
transformasi sel karena pembelahan sel tidak terkontrol
dan timbul neoplasma. Pada neoplasma, proliferasi
berlangsung terus menerus. Proliferasi demikian disebut
proliferasi neoplastik, yang mempunyai sifat progresif,
tidak bertujuan, tidak memperdulikan jaringan
sekitarnya, tidak ada hubungan dengan kebutuhan tubuh
dan bersifat parasit. (Chrestella, 2009; Suwandono,
2010)
Sel neoplasma bersifat parasitic dan pesaing sel
atau jaringan normal atas kebutuhan metabolismenya pada
penderita yang berada dalam keadaan lemah . Neoplasma
bersifat otonom karena ukurannya meningkat terus.
Proliferasi neoplastik menimbulkan massa neoplasma,
menimbulkan pembengkakan atau benjolan pada jaringan
tubuh membentuk tumor.
1.2 Etiologi Neoplasma
1
Page 2
Basic Science II 2012
Neoplasma bisa disebabkan oleh banyak faktor.
(Jong, 2004). Adapun faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya tumor adalah:
1. Kelainan kongenital atau konstitusi genetika.
Konstitusi genetika dapat berupa kerusakan:
a. Kerusakan Struktural, disebabkan konstitusi gen
itu rusak
b. Kerusakan Fungsional, kerusakan fungsi atau
sistem kerjanya dan ini menentukan kemampuan
tumbuh untuk:
- Menetralisasi karsinogen yang masuk ke dalam
tubuh
- Mereparasi kerusakan gen dalam chromosom
- Menjaga imunitas tubuh
- Mematikan sel kanker yang baru terbentuk.
(Hegner,2003)
c. Sistem kerja, adanya kerusakan konginetal ini
menentukan apakah seseorang itu mempunyai tidak
bakat atau mudah/ sukar mendapat kanker
2. Karsinogen
Di alam banyak terdapat karsinogen, yaitu zat
atau bahan yang dapat menimbulkan tumor/ kanker.
Menurut Sudiono (2008) ada beberapa macam
karsinogen, yaitu:
a. Karsinogen Kimiawi
Pada saat ini telah ditemukan lebih dari 2000
jenis karsinogen yang berupa zat kimia sehingga
2
Page 3
Basic Science II 2012
dapat dikatakan hampir tidak ada orang yang bebas
dari karsinogen. Karsinogen kimiawi dapat berupa:
- Karsinogen alami, banyak sekali karsinogen yang
ditemukan di alam bebas seperti:
1. Bahan organic
Seperti Aflatoxin yang terdapat pada biji
kacang-kacangan yang ditumbuhi jamur Aspergillus
flamus, Alfatoxin itu dapat menimbulkan
neoplasma meligna. Selanjutnya, Nitrosamin
yang terdapat di dalam berbagai makanan dan
minuman
2. Anorganik
Contohnya, Berryllium, Cadmium, Plumbum,
Chromium, Arsenikum, Asbes, Radium
- Karsinogen buatan manusia, biasanya digunakan
untuk:
1. Bahan industri di pabrik-pabrik
Contohnya arang dan tir, cat, tekstil, karet,
kulit, plastic, kayu
2. Obat-obatan
Contohnya Arsen, Chlornaphazine,
Immunosupresif, kontrasepsi dan pestisida
- Karsinogen kimiawi dapat digolongkan dalam 3
golongan:
1. Direct acting carcinogen
Bahan ini sangat aktif dan secara langsung
3
Page 4
Basic Science II 2012
dapat menimbulkan kanker/ tumor. Contoh :
gas mustard, melphalan, dan lain sebagainya.
2. Pro carcinogen
Bahan ini tidak secara langsung dapat
menimbulkan tumor/ kanker, bahan ini melalui
proses metabolisasi dulu oleh enzim-enzim
tubuh. Contoh : nitroramin.
3. Co carcinogen
Bahan ini tidak atau hanya sedikit sekali
mempunyai aktivitas karsinogenesis
Gaya hidup juga dapat mempengaruhi timbulnya
neoplasma, karena gaya hidup itu menentukan banyak,
lama dan seringnya kontak dengan karsinogen. Misalnya,
nutrisi. Makanan yang menambah risiko mandapat kanker
atau tumor yaitu:
1. Lemak tinggi
2. Protein hewani tinggi
3. Alkohol
4. Makanan asin, diasap, dipanggang
5. Nitrate dan pengawet makanan nitrite
6. Kalori tinggi.
1.3 Klasifikasi Neoplasma
Atas dasar sifat biologiknya tumor dapat dibedakan
atas tumor yang bersifat jinak ( tumor jinak ) dan
tumor yang bersifat ganas (tumor ganas) dan tumor yang
4
Page 5
Basic Science II 2012
terletak antara jinak dan ganas disebut “ Intermediate”
.
1. Neoplasma benigna (tumor jinak)
Tumor jinak berupa benjolan yang bersifat
jinak, tumbuh sangat lamta dan berbatas tegas
sehingga mudah dioperasi dan diangkat. Pada
umumnya tumor jinak dapat sembuh sempurna, tetapi
suatu saat juga bisa menjadi tumor ganas. (Otto,
2003; Somatri, 2007)
2. Neoplasma maligna (tumor ganas)
Tumor ganas lebih dikenal dengan nama
kanker . pertumbuhannya sangat cepat dan tidak
terkendali karena sel-sel jaringan telah berubah
bentuk menjadi sel-sel kanker. Kanker tidak
berbatas tegas, merusak jaringan, dan tumbuh
menjalar ke bagian lain melalui pembuluh darah
atau pembulh getah bening. Perkembangbiakan sel
kanker hingga ke bagian tubuh lain disebut
metastasis. Jika jaringan tumor ganas menyerupai
jaringan embrio disebut blastoma. Jika berasal
dari dua lapis jaringan ebrio disebut
karsinosarkoma, sedangkan jika dari tiga lapis
jaringan embrio disebut teratoma. (Otto,2003;
Pringgoutomo, 2002)
3. Intermediate
Diantara 2 kelompok neoplasma benigna dan maligna
terdapat segolongan kecil tumor yang mempunyai sifat
5
Page 6
Basic Science II 2012
invasive local tetapi kemampuan metastasisnya
kecil.Tumor demikian disebut tumor agresif local tumor
ganas berderajat rendah. Sebagai contoh ialah karsinoma
sel basal kulit.
Atas dasar dasar asal sel / jaringan
( histogenesis ), neoplasma dibagi menjadi :
1. Neoplasma berasal sel totipoten
Sel totipoten ialah sel yang dapat berdeferensiasi
kedalam tiap jenis sel tubuh.Sebagai contoh ialah zigot
yang berkembang menjadi janin. Paling sering sel
totipoten dijumpai pada gonad yaitu sel germinal. Tumor
sel germinal dapat berbentuk sebagai sel tidak
berdifensiasi, contohnya : Seminoma atau diseger
minoma.Yang berdiferensiasi minimal contohnya :
karsinoma embrional, yang berdiferensiasi kejenis
jaringan termasuk trofobias misalnya chorio carcinoma
dan yolk sac carcinoma. Yang berdiferensiasi somatic
adalah teratoma. (Sudiono,2008)
2. Tumor sel embrional pluripoten
Sel embrional pluripoten dapat berdiferensiasi
kedalam berbagai jenis sel-sel dan sebagai tumor akan
membentuk berbagai jenis struktur alat tubuh. Tumor sel
embrional pluripoten biasanya disebut embiroma atau
biastoma, misalnya retinobiastoma, hepatoblastoma,
embryonal rhbdomyosarcoma.
3. Tumor sel yang berdiferensiasi
6
Page 7
Basic Science II 2012
Kebanyakan tumor pada manusia terbentuk dari sel
berdiferensiasi.
Menurut Barbara (2008), Neoplasma sering diberi
nama sesuai dengan asal jaringan yang terkena, misalnya
tumor jinak:
a. Fibroma berasal dari jaringan ikat fibrosa
b. Khondroma berasal dari jaringan tulang rawan
c. Tumor jinak epitel disebut adenoma jika terbentuk
dari epitel kelenjar misalnya adenoma tiroid,
adenoma kolon
d. Jika berasal dari epitel permukaan dan mempunyai
arsitektur popiler disebut papiloma. Papiloma
dapat timbul dari eitel skuamosa (papiloma
skuamosa), epitel permukaan duktus kelenjar
( papiloma interaduktual pada payudara ) atau sel
transisional ( papiloma sel transisional ).
Sedangkan tumor ganas (maligna), contohnya :
a. Tumor ganas epitel disebut karsinoma. Kata ini
berasal dari kota yunani yang berarti kepiting.
Jika berasal dari sel skuamosa disebut karsinoma
sel skuamosa. Bila berasal dari sel transisional
disebut karsinoma sel transisional. Tumor ganas
epitel yang berasal dari epitel belenjar disebut
adenokarsinoma
b. Tumor ganas jaringan mesenkim yang ditemukan
kurang dari 1 persendiberi nama asal jaringan
(dalam bahasa latin atau yunani ) dengan akhiran
7
Page 8
Basic Science II 2012
“sarcoma” sebagai contoh tumor ganas jaringan ikat
tersebut Fibrosarkoma dan berasal dari jaringan
lemak diberi nama Liposarkoma.
Terkadang, tumor diberi nama sesuai dengan orang
yang pertama kali menemukannya, misalnya :
a. Penyakit Hodgkin, tumor yang menyerang limfe
b. Tumor Wolm, tumor yang menyerang ginjal
1.4 Sifat Neoplasma Benigna dan Neoplasma Maligna
1. Diferensiasi dan Anaplasia
Istilah diferensiasi dipergunakan untuk sel
parenkim tumor. Diferensiasi yaitu derajat kemiripan
sel tumor ( parenkim tumor ). Jaringan asalnya yang
terlihat pada gambaran morfologik dan fungsi sel tumor.
Proliferasi neoplastik menyebabkan penyimpangan bentuk.
Susunan dan sel tumor. Hal ini menyebabkan set tumor
tidak mirip sel dewasa normal jaringan asalnya. Tumor
yang berdiferensiasi baik terdiri atas sel-sel yang
menyerupai sel dewasa normal jaringan asalnya,sedangkan
tumor berdiferensi buruk atau tidak berdiferensiasi
menunjukan gambaran sel primitive dan tidak memiliki
sifat sel dewasa normal jaringan asalnya. Semua
neoplasma benigna umumnya berdiferensiasi baik. Sebagai
contoh neoplasma benigna otot polos yaitu leiomioma
uteri. Sel tumornya menyerupai sel otot polos. Demikian
pula lipoma yaitu tumor jinak berasal dari jaringan
lemak ,sel tumornya terdiri atas sel lemak
matur,menyerupai sel jaringan lemak normal.
8
Page 9
Basic Science II 2012
Neoplasma maligna yang terdiri dari sel-sel yang
tidak berdiferensiasi disebut anaplastik. Anaplasia
ditentukan oleh sejumlah perubahan gambaran morfologik
dan perubahan sifat, pada anaplasia terkandung 2 jenis
kelainan organisasi yaitu kelainan organisasi sitologik
dan kelainan organisasi posisi. Anaplasia sitologik
menunjukkan pleomorfi yaitu beraneka ragam bentuk dan
ukuran inti sel tumor. Sel tumor berukuran besar dan
kecil dengan bentuk yang bermacam-macam . mengandung
banyak DNA sehingga tampak lebih gelap
(hiperkromatik ). Anaplasia posisionalmenunjukkan
adanya gangguan hubungan antara sel tumor yang satu
dengan yang lain . terlihat dari perubahan struktur dan
hubungan antara sel tumor yang abnormal. (Otto, 2003)
2. Derajat Pertumbuhan
Tumor jinak biasanya tumbuh lambat sedangkan tumor
ganas cepat. tetapi derajat kecepatan tumbuh tumor
jinak tidak tetap,kadang – kadang tumor jinak tumbuh
lebih cepat daripada tumor ganas.karena tergantung pada
hormone yang mempengaruhi dan adanya penyediaan darah
yang memadai.
Pada dasarnya derajat pertumbuhan tumor berkaitan
dengan tingkat diferensiasi sehingga kebanyakan tumor
ganas tumbuh lebih cepat daripada tumor jinak. Derajat
pertumbuhan tumor ganas tergantung pada 3 hal,yaitu :
1. Derajat pembelahan sel tumor
2. Derajat kehancuran sel tumor
9
Page 10
Basic Science II 2012
3. Sifat elemen non-neoplastik pada tumor
3.Invasi Lokal
Hampir semua neoplasma beligna tumbuh sebagai
massa sel yang kohesif dan ekspansif pada tempat
asalnya dan tidak mempunyai kemampuan
mengilfiltrasi ,invasi atau penyebaran ketempat yang
jauh seperti pada tumor ganas. Oleh karena tumbuh dan
menekan perlahan – lahan maka biasanya dibatasi
jaringan ikat yang tertekan disebut kapsul atau
simpai,yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan
sehat sekitarnya. Simpai sebagian besar timbul dari
stroma jaringan sehat diluar neoplasma, karena sel
parenkim atropi akibat tekanan ekspansi neoplasma. Oleh
karena ada simpai maka neoplasma maligna tumbuh
progresif, invasive, dan merusak jaringan sekitarnya.
Pada umumnya terbatas tidak tegas dari jaringan
sekitarnya. Namun demikian ekspansi lambat dari tumor
ganas dan terdorong ke daerah jaringan sehat
sekitarnya. (Sudiono, 2008)
Kebanyakan tumor ganas invasive dan dapat menembus
dinding dan alat tubuh berlumen seperti usus,dinding
pembuluh darah,limfe atau ruang perineural. Pertumbuhan
invasive demikian menyebabkan reseksi pengeluaran tumor
sangat sulit. Pada karsinoma in situ misalnya di
serviks uteri ,sel tumor menunjukkan tanda ganas tetapi
tidak menembus membrane basal. Dengan berjalannya waktu
sel tumor tersebut akan menembus membrane basal.
10
Page 11
Basic Science II 2012
4. Metastasis / Penyebaran
Metastasis adalah penanaman tumor yang tidak
berhubungan dengan tumor primer. Tumor ganas
menimbulkan metastasis sedangkan tumor jinak tidak.
Infasi sel kanker memungkinkan sel kanker menembus
pembuluh darah, pembuluh limfe dan rongga
tubuh,kemudian terjadi penyebaran. Dengan beberapa
perkecualian semua tumor ganas dapat bermetastasis.
Kekecualian tersebut adalah Glioma ( tumor ganas sel
glia ) dan karsinoma sel basal , keduanya sangat
infasif, tetapi jarang bermetastasis. (Otto,2003)
Umumnya tumor yang lebih anaplastik, lebih cepat
timbul kemungkinan terjadinya metastasis lebih besar.
Tumor kecil berdiferensiasi baik, tumbuh lambat,
kadand- kadang metastasisnya luas. Sebaliknya tumor
tumbuh cepat ,tetap terlokalisir untuk waktu bertahun-
tahun.
1.5 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Sudiono (2008) dan Hegner (2003) ada
beberapa cara untuk menegakkan diagnosis seseorang
menderita neoplasma atau tidak, yaitu dengan cara:
1. Pemeriksaan makroskopis
Pemeriksaan dengan mata biasa untuk
memperhatikan jaringan tumor, misalnya bercak
berwarna kuning kemerahan menunjukkan adanya
jaringan nekrotik dan perdarahan. Pemeriksaan ini
juga digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
11
Page 12
Basic Science II 2012
simpah dan rapuh tidaknya konsistensi tumor. Bila
rapuh dan tidak bersimpai maka meunjukkan
keganasan.
2. Pemeriksaann hormone dan enzim
Pemeriksaan ini tidak umu dilakukan untuk
neoplasma rongga mulut. Terbentuknya asam
fosfatase menunjukkan adanya metastasis karsinoma
dalam tulang. Adanya hormone korionik gonadotropin
dalam urine pria dalam serum darah menunjukkan
adanya koriokarsinoma testis atau ekstragonad.
Sedangkan adanya kadar korionik gonadrotopin yang
tinggi dalam urine wanita yang tidak hamil
menunjukkan adanya mola hidatidosa atau
koriokarsinoma.
3. Pemeriksaan darah tepi
Pemeriksaan hematologi dilakukan dengan pulasan
sedimen untuk mencari sel tumor yang terlepas dan
masuk peredaran darah. Sel darah dihancurkan
dengan saponin atau enzim dan sel darah putih
dengan streptolisin O, kemudian disaring dan
filtrate yang mengandung sel tumor disentrifugasi
dengan kecepatan tinggi untuk mengendapkan sel
tumor yang lebih besar. Biasanya sangat sedikit
sel yang ditemukan pada pemeriksaan pulasan darah
rutin. Kebanyakan sel neoplasma ini akan menjadi
rusak. Adanya sel tumor dalam peredaran darah
tidak berhubungan dengan adanya metastasis.
12
Page 13
Basic Science II 2012
4. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis merupakan cara yang sangat
penting untuk menegakkan diagnosis neoplasma.
Suatu pertumbuhan neoplastik khususnya kegananasan
dini tidak dapat didiagnosis berdasarkan
pengamatan klinis semata.
5. Diagnosis Dini Kanker
Untuk menemukan stadium dini kanker harus
dilakukan pemeriksaan rutin pada pasien yang tidak
menunjukkan gejala. Beberapa usaha penemuan kanker
tingkat dini :
a.Pemeriksaan sitologi serviks rutin tiap tahun pada
wanita berusia > 35 tahun.
b.Usia 50 tahun atau lebih diadakan pemeriksaan
sigmoideskopi tiap 3-5 tahun,untuk menemukan lesi
pada rectum.
c.Memeriksa payudara sendiri ,untuk menemukan
benjolan kecil pada payudara
d.Pemeriksaan kesehatan menyeluruh secara berkala.
6. Pemeriksaan Hispatologis
Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan
patologi anatomi yang dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis pasti suatu lesi, khususnya
yang dicurigai sebagai suatu keganasan.
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan
prognosis, diagnosis dan rencana keperawatan
1.6. Peran Perawat
13
Page 14
Basic Science II 2012
Dalam pemeriksaan diagnostic, perawat harus
menyispkan pasien untuk melakukan tes yang diminta.
Persiapan pasien yang tidak tepat fdapat mengakibatkan
hasil tes tidak akurat, pengobatan terhambat, biaya
bertambah dan kecemasan pasien meningkat. Peran perawat
dari upaya promotif hingga rehabilitative yaitu
memberikan dukungan pada klien terhadap prosedur
diagnostic, mengenali kebutuhan klien baik psiko social
dan spiritual, berpartisipasi dalam koleksi data
penelitian regitrasi kanker, membantu klien untuk
tindak lanjut pengobatan
14
Page 15
Basic Science II 2012
BAB II
PATOLOGI KLINIK
2.1 Gambaran Umum Pengambilan Spesimen
Sekarang ini, banyak penyakit yang bertambah dan
merajalela di masyarakat. Akan tetapi, penyakit infeksi
menjadi penyakit yang paling sering menyerang manusia.
Penyakit infeksi yang ditimbul sering diakibatkan
mikroorganisme yang bersifat patogen. Dalam pemeriksaan
penyakit infeksi, biasanya dilakukan pemeriksaan fisik
dan anamnese guna menemukan etiologi penyakit. Cara
lain dalam menegakkan diagnosa guna menemukan
mikroorganisme apa yang menjadi penyebab suatu penyakit
adalah dengan cara pemeriksaan spesimen. Oleh karena
itu, bagi orang yang berprofesi dalam bidang kesehatan,
misalnya perawat, harus mengetahui dan memahami betul
cara pengelolaan spesimen klinik.
Pengambilan spesimen merupakan salah satu dari
serangkaian proses yang dilakukan sebelum melakukan
pemeriksan laboratorium. Supaya spesimen memenuhi
syarat untuk diperiksa, maka proses pengambilan
spesimen harus dilakukan dengan mengikuti kaidah yang
benar. Ssuatu laboratorium untuk mengidentifikasi
penyebab infeksi dikatakan berhasil apabila pengambilan
dan pengiriman specimen pasien ke laboratorium
dilakukan dengan benar. Yang harus diperhatikan pertama
adalah tempat pengambilan specimen harus dipilih secara
15
Page 16
Basic Science II 2012
berhati-hati agar member hasil terbaik mengenai
organism penginfeksi, toksin. Pengambilan specimen itu
sendiri dilakukan dengan cara meminimalkan pencemaran
oleh flora endogen penjamu. Sedangkan pengiriman
specimen ke laboratorium harus dilakukan di bawah
kondisi yyang mempertahankan vaibilitas agen
infeksiosa. Waktu pengiriman juga harus singkat untuk
membatasi pertumbuhan flora pencemar yang berlebihan.
(Kozier; Erb ,2009)
2.2 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Dilakukan
Pengambilan Spesimen
Secara umum, menurut Johnson (2005) sebelum
melakukan pengambilan spesimen, hal yang dilakukan
adalah persiapan seperti berikut ini :
1. Persiapan pasien. Beritahukan kepada pasien
tentang hal-hal apa yang harus dilakukan dan tidak
boleh dilakukan oleh pasien sebelum dilakukan
pengambilan spesimen.
o Persiapan secara umum, seperti : puasa selama
8-10 jam sebelum pengambilan spesimen (untuk
pemeriksaan glukosa darah puasa, profil
lipid, profil besi), tidak melakukan
aktifitas fisik yang berat, tidak merokok,
tidak minum alkohol, dsb.
o Jika pasien harus melakukan pengambilan
spesimen sendiri (urin, dahak, faeses),
16
Page 17
Basic Science II 2012
jelaskan tata cara pengambilannya. Misalnya :
kapan harus diambil, bagaimana menampung
spesimen dalam wadah yang disediakan, mencuci
tangan sebelum dan setelah mengambil
spesimen, membersihkan daerah genital untuk
pengambilan sampel urin, dsb.
o Jika pengambilan spesimen bersifat invasif
(misalnya pengambilan sampel darah, cairan
pleura, ascites, sumsum tulang, dsb),
jelaskan macam tindakan yang akan dilakukan.
2. Peralatan sampling. Pastikan semua peralatan
sampling telah disiapkan sesaat sebelum sampling.
Secara umum, peralatan yang diperlukan untuk
pengambilan specimen adalah :
o Tabung tes atau vacutainer yang sesuai warna.
o Label yang sesuai
o Botol kultur darah
Perlengkapan untuk pungsi vena perifer
o Sarung tangan tidak steril
o Bola kapas alcohol
o Torniket
o Bola kapas povidon iodine (jika perlu)
3. Penting untuk diperhatikan bahwa semua peralatan
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
o bersih
o kering
o tidak mengandung detergent atau bahan kimia
17
Page 18
Basic Science II 2012
o terbuat dari bahan yang tidak mengubah zat-
zat dalam spesimen
o steril, apalagi jika spesimen akan diperiksa
biakan (kultur) kuman
o sekali pakai buang (disposable)
o wadah spesimen tidak retak atau pecah, mudah
dibuka atau ditutup rapat, besar/ukurannya
sesuai dengan volume spesimen yang diambil.
(Ronald; Richard 2004)
4. Antikoagulan
Antikoagulan adalah bahan kimia yang dipergunakan
untuk mencegah pembekuan darah. Umumnya yang
digunakan adalah EDTA (ethylendiamin tetraaceticacid),
natrium citrat, heparin dan natrium fosfat.
Pemilihan antikoagulan harus sesuai dengan jenis
pemeriksaan dan takaran volumenya harus tepat.
Mengenai antikoagulan akan dibahas pada postingan
yang lain.
5. Lokasi sampling. Sebelum melakukan sampling,
tetapkan lokasi pengambilan sesuai dengan jenis
spesimen yang diperlukan. Lokasi pengambilan
spesimen tidak boleh terdapat luka, hematoma,
infeksi, oedema. Untuk pengambilan spesimen darah,
selain tidak dilakukan pada tempat-tempat
tersebut, juga tidak boleh dilakukan pada daerah
dimana darah sedang ditransfusikan dan intravena lines
(infus).
18
Page 19
Basic Science II 2012
2.3 Macam Pengambilan Spesimen
2.3.1 Pengambilan spesimen Darah
Menurut Ronald; Richard (2004) teknik aseptic
sangat penting dalam pengambilan specimen. Biakan
darah yang tercemar menyebabkan pemborosan dalam
biaya dan waktu. Tempat pungsi vena, karet penuitup
di botol harus didesinfeksi dengan povidon iodium
atau tingtura iodium. Pengambilan specimen darah
ini biasanya digunakan untuk mengetahui Bakteremia,
septicemia, syok pasca operasi dan demam yang tidak
diketahui asalnya.
a. Darah Kapiler
Pada orang dewasa diambil pada ujung jari
atau anak daun telinga untuk mengambil darah
kapiler, sedangkan pada bayi atau anak kecil dapat
diambil di tumit atau ibu jari kaki.Tempat yang
dipilih tidak boleh memperlihatkan gangguan
peredaran darah. (Johnson; Carr, 2005)
b. Darah Vena
Pada orang dewasa dipakai salah satu vena
dalam fossa cubiti, pada bayi dapat digunakan vena
jugularis superficialis atau sinus sagittalis
superior. (Johnson; Carr, 2005)
2.3.2.Pengambilan specimen urine
Waktu ideal untuk memperoleh urine untuk
pemeriksaan laboratorium untuk infeksi adalah pagi
hari, sebelum atau bersamaan dengan buang air kecil
19
Page 20
Basic Science II 2012
pertama. Penyimpanan specimen pada suhu 4oC setelah
pengambilan dan selama pengiriman ke laboratorium
merupajan tindakan efektif. Tabung pengawet urine
yang mengandung asam borat dapat menstabilkan
hitung koloni pathogen dan pencemar dan bermanfaat
apabila specimen berada dalam suhu kamar yang cukup
lama. Pengambilan specimen urin ini biasanya
digunakan untuk mengidentifikasi E.coli spesies
Klebsiella, Serratia, Shigella, Candida, Enterrobacter.( Ronald;
Richard, 2004)
1. Spesimen Urin dari Kateter
Urine dapat diambil dari klien yang
dikateterisasi untuk tujuan urinalisis, seperti
screening infeksi, tetapi terkadang dilakukan
insersi kateter (berupa residual) untuk memperoleh
sampel yang tidak terkontaminasi. Specimen dari
kateterisasi atau clean catch dari perempuan dan
laki-laki yang tidak disunat memerlukan disinfeksi
daerah peri uretra sebelum pengambilan specimen,
Prinsip yang harus diterapkan adalah :
a.Sterilitas, baik dalam keakuratan hasil
maupun pencegahan infeksi
b.Mempertahankan system drainase terturup,
untuk mencegah infeksi.
c.Screening urine segar
Jenis kantong urine akan menentukan cara
pengambilan specimen:
20
Page 21
Basic Science II 2012
a. Port specimen dari karet, yang dipasang
kembali setelah pengambilan specimen
b. Port jendela di selang kateter yang dapat
ditutup kembali
2. Pengambilan Spesimen Urine Porsi Tengah
Bila specimen urin akan di screening secara
spesifik untuk mengetahui adanya infeksi, prnting
untuk meminimalisisr adanya bakteri dari vulva atau
uretra agar hasil pemeriksaannya akurat. Untuk itu,
diperlukan pengumpulan urine porsi tengah, yaitu
urine yang keluar lebiah awal membersihkan uretra
dari bakteri. Urin tengah merupakan cara
pengambilan spesiman untuk pemeriksaan kultur urin
yaitu untuk mengetahui mikroorganisme yang
menyebabkan infeksi saluran kemih. Sekalipun ada
kemungkinan kontaminasi dari bakteri di permukaan
kulit, namun pengambilan dengan menggunakan kateter
lebih berisiko menyebabkan infeksi. Perlu mekanisme
khusus agar spesimen yang didapat tidak
terkontaminasi. Pengambilan dilakukan dengan cara:
- Bersihkan area meatus urinarius dengan sabun
dan air atau dengan tisue khusus lalu keringkan
biarkan urin yang keluar pertama dimaksudkan
untuk mendorong dan mengeluarkan bakteri yang
ada di distal, beberapa waktu kemudian tampung
urin yang ditengah. Hati-hati memegang wadah
penampung agar wadah tersebut tidak menyentuh
21
Page 22
Basic Science II 2012
permukaan perineum. Jumlah yang diperlukan 30-
60mL. (Johnson; Taylor, 2004)
3. Urin Tampung ( Timed Urine Specimen)
Beberapa pemeriksaan urin memerlukan seluruh
produksi urin yang dikeluarkan dalam jangka waktu
tertentu, rentangnya berkisar 1-2 jam – 24 jam. Urin
tampung ini biasanya disimpan di lemari pendingin atau
diberi preservatif (zat aktif tertentu) yang mencegah
pertumbuhan bakteri atau mencegah perubahan/kerusakan
struktur urin. Biasanya urin ditampung di tempat kecil
lalu dipindahkan segera ke penampungan yang lebih
besar.
Adapun tujuan pemeriksaan yang menggunakan urin tampung
adalah:
a. mengkaji kemampuan ginjal mengkonsentrasikan dan
mendilusi urin
b. menentukan penyakit gangguan metabolisme
glukosa,fungsi ginjal
c. menentukan kadar sesuatu dalam urin (misal:
albumin, amilase, kreatinin, hormon tertentu)
4. Pengambilan specimen urine pada bayi
Pengambilan specimen dilakukan pada bayi sakit
sebagai bagian dari screening infeksi. Urine ditampung
dengan mangkok steril (clean catch). Kantong specimen
steril dipasang di genital bayi dan specimen yang
sudah tertampung di kantong tersenut dipindah ke wadah
22
Page 23
Basic Science II 2012
khusus. Pengambilan specimen yang berulang-ulang dapat
menyebabkan kerusakan kulit. (Johnson; Taylor, 2004)
b.3.3.Pengambilan Spesimen Feses
Spesimen feses diperlukan untuk skrining
infekssi gastrointestinal. Pengambilan specimen
feses ini digunakan melihat ada tidaknya darah.
(Johnson; Taylor, 2004). Pemeriksaan ini mudah
dilakukan baik oleh perawat atau klien sendiri.
Pemeriksaan ini menggunakan kertas tes Guaiac.
analisa produk diet dan sekresi saluran cerna. Bila
feses mengandung banyak lemak (disebut:
steatorrhea), kemungkinan ada masalah dalam
penyerapan lemak di usus halus. Bila ditemukan
kadar empedu rendah, kemungkinan terjadi obstruksi
pada hati dan kandung empedu. Selain itu, digunakan
untuk mendeteksi adanya telur cacing dan parasit.
Untuk pemeriksaan ini dilakukan tiga hari berturut-
turut. mendeteksi virus dan bakteri. Untuk
pemeriksaan ini diperlukan jumlah feses sedikit
untuk dikultur.Pengambilan perlu hati-hati agar
tidak terkontaminasi.Pada lembar pengantar perlu
dituliskan antibiotik yang telah dikonsumsi.
( Ronald; Richard, 2004)
Feses dapat dikirim tanpa medium transport
bila tidak terlalu lama. Apabila jarak pengiriman
jauh sehingga memerlukan waktu lebih dari 4 jam,
maka perlu digunakan media transport yang sekaligus
23
Page 24
Basic Science II 2012
merupakan medium selektif bagi jenis kuman
tertentu. Medium transport atau selektif ini berupa
medium cair, misalknya : Air peptone alkali,
Selenit Broth, dsb. Perlu diperhatikan suhu dan
hindarkan dari kekeringan.
1.3.4 Pengambilan Spesimen Sputum
Sputum adalah sekret mukus yang dihasilkan
dari paru-paru, bronkus dan trakea.Individu yang
sehat tidak memproduksi sputum.Klien perlu batuk
untuk memdorong sputum dari paru-paru, bronkus dan
trakea ke mulut dan mengeluarkan ke wadah
penampung. Pemeriksaan sputum dilakukan untuk:
a. Menentukan jenis mikroorganisme) dan tes
sensitivitas terhadap obat untuk sitologi
dalam mengidentifikasi asal, struktur,
fungsi dan patologi sel. Spesimen untuk
sitologi (mengidentifikasi kanker paru-
paru dan jenis selnya) seringkali
dilakukan secara serial 3 kali dari sputum
yang diambil di pagi hari.
b. Pemeriksaan bakteri tahan asam, juga
diperlukan serial 3 hari berturut-turut di
pagi hari, untuk mengidentifikasi ada
tidaknya kuman tuberculosis, bronchitis.
(Kozier; Erb, 2009)
2.4 Peran Perawat dalam Pengambilan Spesimen
24
Page 25
Basic Science II 2012
Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan
kesehatan profesional yang merupakan bagian integral
dari layanan kesehatan yang berlandaskan ilmu dan kiat
keperawatan yang ditujukan bagi individu, keluarga, dan
masyarakat pada umumnya guna mengetahui status
kesehatannya. Dan setiap layanan keperawatan kepada
klien dilakukan dengan menggunakan metode proses
keperawatan yang mencakup tahapan pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Penerapan dari
proses keperawatan ini, merupakan salah satu wujud
tanggung jawab dan tanggung gugat dari seorang perawat
terhadap kliennya.
Perawat mempunyai kontribusi dalam pengkajian
status kesehatan klien dengan mengumpulkan specimen
cairan tubuh. Semuja klien rawat inap maupun yang
berobat menjalani paling sedikit satu kali pengumpulan
specimen laboratorium. Pemeriksaan laboratorium pada
specimen seperti urine, feses, sputum, dan draainase
luka memberikan informasi tambahan yang penting untuk
mendiagnosis masalah kesehatan dan mengukur respons
terhadap terapi.
Perawat sering diberikan tanggung jawab untuk
mengumpulkan specimen. Tergantung pada jenis specimen
dan ketrampilan yang diperlukan. Menurut Kozier dan Erb
(2009), tanggung jawab perawat dalam pengumpulan
specimen meliputi:
25
Page 26
Basic Science II 2012
1. Berikan kenyamanan, provasi, dan keamanan bagi
klien. Klien mungkin merasa malu atau tidak nyaman
saat pengambilan specimen. Perawat haru menjaga
privasi klien semaksimal mungkin dan tidak boleh
menghakimi dan sensitive terhadap kemungkinan
kepercayaan social budaya yang dapat mempengaruhi
keinginan klien untuk berpartisipasi dalam
pengumpulan specimen.
2. Jelaskan tujuan pengumpulan specimen dan prosedur
pengambilan specimen. Klien mungkin cemas terhadap
prosedur, terutama bila dirasakan oleh klien
sebagai gangguan atau klien takut terhadap hasil
pemeriksaan yang belum diketahuinya. Keterangan
yang jelas akan membuat klien mau diajak bekerja
sama dalam pengumpulan specimen. Dengan instruksi
yang tepat, klien mampu mengumpulkan specimen
mereka sendiri.
3. Gunakan prosedur yang benar untuk mendapatkan
specimen. Pastikan klien mengikuti prosedur dengan
benar. Teknik aseptic digunakan dalam pengumpulan
specimen untuk mencegah kontaminasiyang dapat
menyebabkan hasil tes tidak akurat. Prosedur
keperawatan atau petunjuk laboratorium tersedia
bila perawat belum terbiasa dengan prosedur
tersebut.
4. Perhatikan informasi yang relevan pada slip
permintaan laboratorium, contohnya pengobatan
26
Page 27
Basic Science II 2012
yyang sedang digunakan oleh klien yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan, sehingga hasil
laboratorium dapat akurat.
5. Bawa specimen ke laboratorium dengan segera.
Specimen yang segar akan memberikan hasil yang
lebih akurat
6. Laporkan hasil pemeriksaan laboratorium yang
abnormal pada tenaga kesehatan yang bertugas
BAB III
RADIOLOGI
3.1 Definisi Radiasi
Radiasi adalah pemancaran/pengeluaran dan
perambatan energi menembus ruang atau sebuah substansi
dalam bentuk gelombang atau partikel. Partikel radiasi
terdiri dari atom atau subatom dimana mempunyai massa
dan bergerak, menyebar dengan kecepatan tinggi
menggunakan energi kinetik. Beberapa contoh dari
partikel radiasi adalah electron, beta, alpha, photon &
neutron.
3.2 Sumber Radiasi
27
Page 28
Basic Science II 2012
Sumber radiasi dapat terjadi secara alamiah maupun
buatan. Sumber radiasi alamiah contohnya radiasi dari
sinar kosmis, radiasi dari unsur-unsur kimia yang
terdapat pada lapisan kerak bumi, radiasi yang terjadi
pada atsmosfir akibat terjadinya pergeseran lintasan
perputaran bola bumi. Sedangan sumber radiasi buatan
contohnya radiasi sinar x, radiasi sinar alfa, radiasi
sinar beta , radiasi sinar gamma
Selama ini kita hanya mengenal radiasi yang
dimanfaatkan di bidang radiologi, prinsip dasar radiasi
di sini merupakan proses ionisasi sehingga dikenal
sebagai radiasi pengion, menggunakan sumber radiasi
tertutup, dan hasil yang terlihat lebih banyak
memberikan informasi mengenai anatomi, dengan peralatan
seperti; Sinar X, CT scan baik dalam bentuk 64, 128
maupun 256 slices, USG (non radiasi namun hasil dalam
bentuk anatomi) dan lainnya. Pada saat ini teknik
nuklir juga banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan
antara lain untuk pengaweta; bank jaringan seperti
placenta untuk luka bakar, bone graft untuk menutupi
bekas tindakan operasi pada tumor di tulang termasuk
juga untuk menambal rahang di bagian gigi dan mulut,
untuk sterilisasi peralatan instrumentasi kedokteran
termasuk juga kondom dan bahan- bahan obat serta
makanan.
3.3. Radiasi di Bidang Kedokteran
28
Page 29
Basic Science II 2012
Di bidang kedokteran juga memanfaatkan radiasi,
dan pada saat ini sudah ada keilmuan dengan
memanfaatkan sumber radiasi dibagi atas 3 bagian besar
spesialistik antara lain;
1. Radiodiagnostik
Kegiatan penunjang diagnostik menggunakan
perangkat radiasi sinar pengion (sinar x), untuk
melihat fungsi tubuh secara anatomi. Prinsip dasar
digunakannya penunjang diagnostik di bidang radiologi
adalah penggunaan pesawat radiologi sebagai sumber
tertutup (Tungsten), dengan energi yang besar (kV)
untuk menghasilkan sinar x (sinar pengion) yang
mengenai tubuh pasien. Transmisi radiasi yang mengenai
tubuh tersebut bergantung dari kepadatan organ yang
dilalui, makin padat akan memberikan gambaran putih
(opakue) hal ini juga dapat ditimbulkan dengan
pemberian kontras bubur barium pada pemeriksaan traktus
intestinal (saluran cerna), juga pada pemeriksaan
traktus urinarius (saluran kemih). Sedangkan sebaliknya
akan memberikan warna hitam (lusence).
2. Radioterapi
Kegiatan terapi radiasi eksternal dengan sumber
radiasi tertutup, menggunakan teknik penyinaran secara
fraksinasi. dalam bentuk brakiterapi maupun teleterapi.
Radioterapi adalah tindakan medis menggunakan radiasi
pengion untuk mematikan sel kanker sebanyak mungkin,
dengan kerusakan pada sel normal sekecil mungkin.
29
Page 30
Basic Science II 2012
Tindakan terapi ini menggunakan sumber radiasi tertutup
pemancar radiasi gamma atau pesawat sinar-x dan berkas
elektron. Terdapat dua teknik dalam radioterapi yaitu
teleterapi (sumber eksternal) dan brakiterapi (sumber
internal). Pada tindakan teleterapi, posisi sumber
radiasi gamma energi tinggi yang berasal dari Cobalt-60
yang disimpan dalam kontainer metal yang tebal pada
alat, dapat diatur sedemikian rupa sehingga kanker
dapat diradiasi dari berbagai arah yang ditujukan
setepat mungkin pada jaringan tumor. (Jong, 2004)
3. Kedokteran nuklir
Kegiatan penunjang diagnostik secara in- vivo, in-
vitro dan terapi radiasi interna menggunakan sumber
radiasi terbuka. Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu
kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka dari
disintegrasi inti radionuklida buatan (radiofarmaka)
untuk tujuan diagnostik, terapi (kuratif: untuk kanker
tiroid, nodul tiroid, hipertioid (dengan NaI-131),
haemangioma rubra, rekuren pleuritis (dengan P-32),
osteoartritis (dengan Re-186) kanker hati (dengan Y-
90), paliatif (dengan Sr-89, P-32, Sm-153) berdasarkan
perubahan fisiologi, anatomi, biokimia, metabolisme dan
molekuler dari suatu organ atau sistem dalam tubuh.
Pada kedokteran nuklir, penunjang diagnostik di
dibagiatas in-vivo (non- iamging dan imaging) dan in-
vitro menggunakan radioisotop tertentu sebagai perunut
(tracer).
30
Page 31
Basic Science II 2012
Sinar X
Pemanfaatan sinar-X di bidang kedokteran nuklir
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat. Aplikasi ini telah cukup beragam mulai dari
radiasi untuk diagnostic, pemeriksaan sinar-X gigi dan
penggunaan radiasi sinar-X untuk terapi. Radioterapi
adalah suatu pengobatan yang menggunakan sinar pengion
yang banyak dipakai untuk menangani penyakit kanker.
Alat diagnosis yang banyak digunakan di daerah adalah
pesawat sinar-X (photo Rontgen) yang berfungsi untuk
photo thorax, tulang tangan,kaki dan organ tubuh yang
lainnya.
Alat terapi banyak terdapat di rumah sakit-rumah
sakit perkotaan karena membutuhkan daya listrik yang
cukup besar. Di negara maju, fasilitas kesehatan yang
menggunakan radiasi sinar-X telah sangat umum dan
sering digunakan. Radiasi di bidang kedokteran membawa
manfaat yang cukup nyata bagi yang menggunakannya.
Dengan radiasi suatu penyakit atau kelainan organ tubuh
dapat lebih awal dan lebih teliti dideteksi, sementara
terapi dengan radiasi dapat lebih memperpanjang usia
penderita kanker atau tumor. (Suyatno, 2008)
3.4 Efek Biologis Radiasi
Interaksi radiasi pengion dengan materi biologik
diawali dengan interaksi fisika yaitu proses ionisasi.
Elektron yang dihasilkan dari proses ionisasi akan
31
Page 32
Basic Science II 2012
berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung bila energi elektron tersebut langsung
diserap oleh molekul organik dalam sel yang secara
biologik penting, seperti DNA. Secara tidak langsung
bila terlebih dahulu terjadi interaksi radiasi dengan
molekul air dalam sel yang efeknya kemudian akan
mengenai molekul organik yang penting. Interaksi secara
fisika-kimia ini dapat menimbulkan kerusakan sel lebih
lanjut yang akhirnya menimbulkan efek biologik yang
dapat diamati.
a. Proses Interaksi Radiasi di dalam Tubuh Manusia
Bila radiasi pengion melalui tubuh manusia maka
akan terjadi interaksi dengan senyawa air di dalam
tubuh, sel, kromosom maupun DNA (Anonim:18).
1). Interaksi dengan Molekul Air (Radiolisis Air)
Penyerapan energi radiasi oleh molekul air dalam
proses radiolisis air akan menghasilkan radikal bebas
(H+ dan OH-). Radikal bebas adalah suatu atom atau
molekul yang bebas, tidak bermuatan dan mempunyai
sebuah elektron yang tidak
berpasangan pada orbit terluarnya. Keadaan ini
menyebabkan radikal bebas menjadi tidak stabil dan
sangat reaktif. Sesama radikal bebas yang terbentuk
dapat saling bereaksi menghasilkan molekul hidrogen
peroksida. Perlu diingat bahwa sekitar 80% dari tubuh
manusia terdiri dari air.
2) Interaksi dengan DNA
32
Page 33
Basic Science II 2012
Interaksi radiasi dengan DNA dapat menyebabkan
terjadinya perubahan struktur molekul gula atau basa,
putusnya ikatan hidrogen antar basa, hilangnya basa,
dan lainnya. Kerusakan yang lebih parah adalah putusnya
salah satu untai DNA, disebut single strand break, atau
putusnya kedua untai DNA, disebut double strand breaks.
Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan
proses perbaikan terhadap kerusakan yang timbul dengan
menggunakan beberapa jenis enzim yang spesifik. Proses
perbaikan dapat berlangsung terhadap kerusakan
yang terjadi tanpa kesalahan sehingga struktur DNA
kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan
fungsi pada sel. Tetapi dalam kondisi tertentu, proses
perbaikan tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga
walaupun kerusakan dapat diperbaiki tetapi tidak secara
tepat atau sempurna sehingga menghasilkan DNA yang
berbeda, atau yang dikenal dengan mutasi.
3) Interaksi dengan Kromosom
Radiasi dapat menyebabkan perubahan baik pada
jumlah maupun struktur kromosom yang disebut dengan
aberasi kromosom. Perubahan jumlah kromosom, misalnya
menjadi 47 buah pada sel somatik yang memungkinkan
timbulnya kelainan genetik. Kerusakan struktur kromosom
berupa patahnya lengan kromosom terjadi secara acak
dengan peluang yang semakin besar dengan meningkatnya
dosis radiasi.
4) Interaksi dengan Sel
33
Page 34
Basic Science II 2012
Kerusakan yang terjadi pada DNA dan kromosom sel
sangat bergantung pada proses perbaikan yang
berlangsung. Bila proses perbaikan berlangsung dengan
baik dan tepat/sempurna, dan juga tingkat kerusakan
yang dialami sel tidak terlalu parah, maka sel bisa
kembali normal seperti keadaannya semula. Bila proses
perbaikan berlangsung tetapi tidak tepat maka sel tetap
dapat hidup tetapi mengalami perubahan. Bila tingkat
kerusakan yang dialami sel sangat parah atau bila
proses perbaikan tidak berlangsung dengan baik, maka
sel akan mati.
Tingkat kerusakan yang dialami sel akibat radiasi
sangat bervariasi bergantung kepada tingkat
sensitivitas sel terhadap radiasi. Sel yang paling
sensitif adalah sel kulit, sedangkan sel yang tidak
mudah rusak akibat pengaruh radiasi adalah sel
otak.Kerusakan sel akan mempengaruhi fungsi jaringan
atau organ bila jumlah sel yang mati/rusak dalam
jaringan/organ tersebut cukup banyak. Semakin banyak
sel yang rusak/mati, semakin parah perubahan fungsi
yang terjadi sampai akhirnya organ tersebut akan
kehilangan kemampuannya untuk menjalankan fungsinya
dengan baik
b. Klasifikasi efek radiasi
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetik
dan sel somatik. Sel genetik adalah sel telur pada
perempuan dan sel sperma pada lakilaki, sedangkan sel
34
Page 35
Basic Science II 2012
somatik adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh.
Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat
dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek
genetik atau efek pewarisan adalah efek radiasi yang
terjadi pada sel genetik dan dirasakan oleh keturunan
dari individu yang terkena paparan radiasi. Sedangkan
bila efek radiasi terjadi pada sel somatik maka
akibatnya akan dirasakan oleh individu yang terpapar
radiasi. Hal ini disebabkan karena kematian sel dan
kegagalan pembelahan sel sehingga terjadi kerusakan
jaringan yang akhirnya mengakibatkan kerusakan suatu
organ
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala
efek somatic sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan
atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah
kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati dalam
waktu singkat setelah pemaparan, seperti rontoknya
rambut, memerahnya kulit, luka bakar dan penurunan
jumlah sel darah. Kerusakan tersebut akan terlihat
dalam waktu beberapa hari sampai minggu setelah dikenai
radiasi dengan dosis yang tinggi. Efek tertunda
merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah selang
waktu yang lama (orde tahunan) setelah terkena radiasi,
contohnya adalah katarak dan kanker (Anonim:20).
3.5 Komplikasi Radioterapi
Komplikasi radioterapi dapat berupa :
1. Komplikasi dini
35
Page 36
Basic Science II 2012
Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu
setelah radioterapi, seperti:
a. xerostomia
b. mukositosis
c. dermatitis
d. eritema
e. mual-muntah
f. anoreksia
2. Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian
radioterapi, dapat berupa :
a. kontraktur
b. kerontokan, biasanya terjadi pada pasien dengan
radioterapi pada otak. Namun tidak seperti
kerontokan pada kemoterapi, kerontokan karena
radioterapi bersifat permanen dan biasanya
terbatas pada daerah yang diobati dengan
radioterapi.
c. kerusakan vaskuler
d. kerusakan aliran limfe
e. kanker, dimana radiasi merupakan sumber
potensial kanker, dan keganasan sekunder dapat
ditemukan pada minoritas pasien dan biasanya
timbul beberapa tahun setelah mendapatkan
pangobatan radiasi.
f. Kematian, radiasi juga memiliki resiko
potensial terhadap kematian karena serangan
36
Page 37
Basic Science II 2012
jantung yang ditemukan pada pasien post
radioterapi
g. kanker payudara.
3.6 Proteksi Radiasi
Semua ndividu menerima radiasi alami. Namun saat
ini berbagai tes diagnostic merupakan sumber terbesar
seseorang dapat terkena radiasi, sehingga harus
dilakukan usaha untuk mengurangi radiasi tersebut.
Walaupun radiasi ionisasi dianggap memiliki potensi
bahaya, resiko ini harus dipertimbangkan selain manfaat
yang akan didapatkan pasien. Untuk mengurangi dampak
radiasi, ada hal yang harus dilakukan :
- Selalu gunakan dosis minuman, pemeriksaan
penunjang radiologi hanya dilakukan jika
penatalaksannan selanjutnya akan efektif. Harus
selalu memperhatikan dosis radiasi untuk pasien
setiap pemeriksaan penunjang khusus. Dosis dari
radiasi ditentukan dari ukuran, luasnya, tipe dan
stadium tumor bersamaan dengan responnya terhadap
radioterapi. Perhitungan yang rumit telah
dilakukan untuk menentukan dosis dan jadwal
radiasi pada rencana terapi. Seringkali pengobatan
diberikan dari berbagai sudut yang berbeda untuk
mendapatkan efek radiasi yang maksimal terhadap
tumor dan efek yang minimal terhadap jaringan yang
sehat.
37
Page 38
Basic Science II 2012
- Janin biasanya bersifat sensitive, terutama pada
trisemester pertama dengan kemungkinan mengalami
induksi karsinogenesis atau malformasi janin.
Anamnesa mengenai riwayat menstruasi pada wanita
usia reproduktif, dan jika perlu melakukan
pemeriksaan kehamilan akan mencegah bahaya
terpapar radiasi pada janin.
- Permintaan yang jelas kepada bagian radiologi dan
jenis pemeriksaan penunjang paling sesuai.
3.7 Peran Perawat
Perawat radiologis biasanya mengembangkan dan
mengelola rencana perawatan untuk membantu pasien
memahami prosedur dan, kemudian, memulihkan diri dari
prosedur. Hal ini mungkin juga termasuk bekerja dengan
keluarga pasien. Perawat dapat melakukan pemeriksaan
atau melaksanakan tindakan kesehatan preventif dalam
pedoman yang ditetapkan dan instruksi dari ahli
radiologi. Selain itu, perawat dapat merekam temuan
dokter dan mendiskusikan kasus dengan baik ahli
radiologi atau profesional kesehatan lainnya.
Seringkali, seorang perawat radiologis akan membantu
selama pemeriksaan atau terapi. Perawat radiologis
harus lulus dari sekolah perawat terakreditasi. Setiap
perawat juga harus lulus ujian lisensi nasional.
38
Page 39
Basic Science II 2012
39
Page 40
Basic Science II 2012
BAB IV
FARMAKOLOGI
Obat adalah suatu substansi yang melalui efek
kimianya membawa perubahan dalam fungsi biologik yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologis atau kondisi patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dari rasa
sakit, gejala sakit, dan/atau penyakit, untuk
meningkatkan kesehatan. Efek obat terjadi karena adanya
interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau metabolit
aktif dengan reseptor atau bagian tertentu dari tubuh.
Obat tidak dapat menimbulkan fungsi baru dalam jaringan
tubuh atau organ, tetapi hanya dapat menambah atau
mempengaruhi fungsi dan proses fisiologi . (Batubara,
2008)
Untuk dapat mencapai tempat kerjanya, banyak
proses yang harus dilalui obat. Proses itu terdiri dari
3 fase, yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetik, dan
fase farmakodinamik. Fase farmasetik merupakan fase
yang dipengaruhi oleh cara pembuatan obat, bentuk
sediaan obat, dan zat tambahan yang digunakan Fase
selanjutnya yaitu fase farmakokinetik, merupakan proses
kerja obat pada tubuh (Kozier, 2007; Batubara, 2008).
Farmakokinetik adalah proses masuknya obat ke
dalam tubuh sampai dikeluarkan kembali, yang termasuk
dalam proses farmakokinetik yaitu absorpsi, distribusi,
40
Page 41
Basic Science II 2012
biotranformasi atau metabolisme dan ekskresi obat
(ADME). Proses ADME ini nantinya menentukan kadar obat
dalam tubuh. Setiap obat memiliki karakteristik ADME
yang berbeda. Contohnya ada obat yang hanya butuh 1 jam
untuk diabsorpsi secara sempurna oleh tubuh, tapi juga
ada obat yang butuh waktu berjam-jam agar bisa
diabsorpsi oleh tubuh. Untuk mencapai tempat kerja,
suatu obat harus melewati membrane sel tubuh, bukan
melewati celah. Setelah obat diangkut ke organ yang
sudah ditentukan, kemudian obat tersebut akan
diabsorpsi ke dalam darah dan didistribusikan ke
masing-masing jaringan di dalam tubuh. (Tanzil, 2008 ;
Syamsuni, 2006)
Farmakokinetik yang paling penting adalah
transportasi lintas membran. Membrane terdiri dari dua
lapisan lemak dalam bentuk fase hidrofilik , sedangkan
diantara keduanya terdapat satu lapisan dalamm bentuk
hidrofobik. Aktifitas transportasi lintas membrane
adalah dalam bentuk transportasi aktif dan pasif.
Membran sel merupakan lapisan yang permeable sehingga
dapat dilewati oleh molekul yang larut dalam air dalam
bentuk kecil. (Bagus, 2003)
Proses pertama adalah absorpsi. Absorpsi adalah
proses masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik
(pembuluh darah). Menurut Michael (2006) dan Yuniarti
41
Page 42
Basic Science II 2012
(2010), kecepatan absorpsi dipengaruhi banyak faktor,
antara lain :
a.Kelarutan
Untuk dapat diabsorpsi, obat harus dapat melarut
atau dalam bentuk yang sudah terlarut sehingga
kecepatan melarut akan sangat menentukan kecepatan
diabsorpsi ke dalam saluran sistemik. Untuk itu,
sediaan obat padat sebaiknya diminum dengan cairan yang
cukup untuk membantu mempercepat kelarutan obat. Maka
dari itu, obat dalam bentuk larutan adalah obat yang
paling cepat untuk diabsorpsi daripada sediaan lain
seperti serbuk, tablet.
b.pH
Selain dari kecepatan larut, kecapatan absorpsi
obat juga dipengaruhi oleh pH, baik pH tempat obat
tersebut larut maupun pH dari obat itu sendiri. Ketika
obat belum masuk ke dalam tubuh kebanyakan bentuknya
adalah non ionik, dan ketika obat itu masuk ke dalam
tubuh dan melarut dalam cairan tubuh, si obat tadi yang
awalnya tak terion bisa berubah menjadi senyawa yang
terion. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan pH dari
obat dengan tubuh. Misalnya, ada obat basa lemah yang
masuk tubuh. Begitu obat tersebut masuk ke dalam
lambung, maka obat tersebut akan terionisasi karena
lambung mempunyai suasana asam.
c.Tempat Absorpsi
42
Page 43
Basic Science II 2012
Kecepatan absorpsi obat juga dipengaruhi oleh
dimana obat tersebut diabsorsi. Kecepatan absorpsi obat
semakin cepat jika luas permukaan membran semakin luas,
dan bertambah lambat ketika mambran tersebut semakin
tebal. Obat oral sebagian besar diabsorpsi di usus
halus, karena di usus halus memiliki membran lebih luas
daripada di lambung yang hanya memiliki luas permukaan
yang sempit. Selain itu, di usus halus jaringan
epithelnya tipis sehingga lebih mudah digunakan untuk
menyerap obat daripada menembus membran kulit yang
berlapis
d.Sirkulasi darah
Faktor yang mempengaruhi kecepatan absorpsi adalah
sirkulasi darah dimana obat tersebut diabsorpsi. Obat
yang diberikan melalui rute sublingual (di bawah lidah)
akan lebih cepat diabsorpsi karena di bawah lidah
terdapat banyak pembuluh darah. Sedangkan jika
diberikan secara sub kutan maka obat itu akan lebih
lambat diabsorpsi karena aliran darah pada kulit sangat
lambat.
e.Kecepatan pengosongan lambung
Jika kecepatan pengosongan lambung besar, maka
akan terjadi penurunan proses absorpsi obat-obat yang
bersifat asam. Sebaliknya, kecepatan pengosongan
lambung kecil akan terjadi peningkatan proses absorpsi
obat-obat yang bersifat basa.
f. Efek makanan
43
Page 44
Basic Science II 2012
Secara umum absorpsi obat lebih disukai dalam
kondisi lambung kosong.
Kadang-kadang tak bisa diberikan dalam kondisi
lambung kososng karena obat dapat mengiritasi
lambung.
Ex : Asetosal ( dapat menyebabkan iritasi karena
bersifat asam).
Kecepatan absorpsi obat akan berkurang bila
diberikan bersama makanan.
Ex : Digoksin, Paracetamol, Phenobarbital (obat
sukar larut)
Pemakaian antibiotika setelah makan seringkali
mengakibatkan penurunan bioavailabilitasnya,
sehingga harus diberikan sebelum makan.
Ex : Tetraciklin, Penisilin, Rifampisin, Erytromycin
strearat
Proses yang kedua adalah distribusi, yaitu
perpindahan obat dari sirkulasi darah ke suatu tempat
di dalam tubuh (cairan dan jaringan). Setelah obat
masuk ke dalam sirkulasi darah (sesudah absorpsi), obat
tersebut akan dibawa ke seluruh tubuh oleh aliran darah
dan kontak dengan jaringan-jaringan tubuh di mana
distribusi terjadi.
Menurut Kozier; Erb (2009) cairan tubuh total
berkisar antara 50-70% dari berat badan. Cairan tubuh
dapat dibagi menjadi :
44
Page 45
Basic Science II 2012
1. Cairan ekstraseluler yang terdiri atas plasma
darah (kira-kira 4,5% dari berat badan), cairan
interstisial(16%) dan limfe (1-2%).
2. Cairan intraseluler (30-40% dari berat badan)
merupakan jumlah cairan dalam seluruh sel-sel
tubuh.
3. Cairan transeluler (2,5%) yang meliputi cairan
serebrospinalis, intraokuler, peritoneal, pleura,
sinovial dan sekresi alat cerna.
Untuk dapat masuk ke dalam salah satu cairan tubuh
ini suatu obat harus melewati sel-sel epitel, atau
dengan kata lain obat harus bisa masuk ke dalam sel-
sel.
Volume distribusi (Vd) adalah volume perkiraan
obat terlarut dan terdistribusi dalam tubuh.
Kegunaannya adalah untuk menentukan dosis obat yang
diperlukan untuk memperoleh kadar obat dalam darah yang
dikehendaki.
Vd=Jumlahobatdalamtubuhkadarobatdalamdarah
Semakin besar nilai volume distribusi, semakin
luas distribusinya (Batubara, 2008). Besarnya volume
distribusi ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh,
dan derajat ikatan obat dengan protein plasma dan
dengan berbagai jaringan (Setiawati, 2007).
45
Page 46
Basic Science II 2012
Proses ketiga adalah metabolisme atau
biotransformasi, yaitu suatu proses perubahan struktur
kimia obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalisis
oleh enzim. Metabolisme obat sebagian besar terjadi di
retikulum endoplasma sel-sel hati. Selain itu,
metabolisme obat juga terjadi di sel-sel epitel pada
saluran pencernaan, paru-paru, ginjal, dan kulit.
Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara
lain faktor fisiologis (usia, genetika, nutrisi, jenis
kelamin), serta penghambatan dan juga induksi enzim
yang terlibat dalam proses metabolisme obat. Selain
itu, faktor patologis (penyakit pada hati atau ginjal)
juga berperan dalam menentukan laju metabolisme obat.
Menurut Michael (2005) dan Tanzil (2008), terdapat
2 fase metabolisme obat, yakni fase I dan II. Pada
reaksi ini, senyawa yang kurang polar akan dimodifikasi
menjadi senyawa yang lebih polar. Proses ini dapat
menyebabkan aktivasi atau inaktivasi senyawa obat.
a. Reaksi fase I
Disebut juga reaksi nonsintetik, terjadi melalui
reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, siklikasi,
dan desiklikasi. Reaksi oksidasi terjadi bila ada
penambahan atom oksigen atau penghilangan hidrogen
secara enzimatik. Reaksi oksidasi ini melibatkan
sitokrom P450 monooksigenase (CYP), NADPH, dan oksigen.
Obat-obat yang dimetabolisme menggunakan metode ini
46
Page 47
Basic Science II 2012
antara lain golongan fenotiazin, parasetamol, dan
steroid.
Reaksi oksidasi akan mengubah ikatan C-H menjadi
C-OH, hal ini mengakibatkan beberapa senyawa yang tidak
aktif (pro drug) secara farmakologi menjadi senyawa yang
aktif.
b. Reaksi fase II
Disebut pula reaksi konjugasi, biasanya merupakan
reaksi detoksikasi dan melibatkan gugus fungsional
polar metabolit fase I, yakni gugus karboksil (-COOH),
hidroksil (-OH), dan amino (NH2), yang terjadi melalui
reaksi metilasi, asetilasi, sulfasi, dan glukoronidasi.
Reaksi fase II akan meningkatkan berat molekul senyawa
obat, dan menghasilkan produk yang tidak aktif. Hal ini
merupakan kebalikan dari reaksi metabolisme obat pada
fase I.
Pada tahap ini terjadi reaksi penambahan yaitu
proses oksidasi atau hidrolisis. Pada fase II, reaksi
ditandai dengan konjugasi zat endogen. Reaksi fase II
merupakan hal yang penting, tidak hanya untuk
menghilangkan obat-obatan tetapi juga untuk
detoksifikasi obat yang metabolitnya reaktif, yang
sebagian besar dihasilkan oleh metabolism. Reaksi
metabolisme yang pertama pada fase II ini terjadi pada
pembentukan glukuronat yang merupakan langkah penting
dalam penghapusan zat endogen yang penting dari tubuh,
termasuk bilirubin, asam empedu, hormon steroid, dan
47
Page 48
Basic Science II 2012
biogenik amina sebagai serotonin. Reaksi yang umum
terjadi melalui transfer asam glukuronat, bagian dari
asam glukuronat uridin-difosfat (UDPGA) pada molekul
akseptor. Proses ini disebut juga glukuronosilasi atau
glukuronosidasi.
Reaksi fase II yang terpenting adalah
glukoronidasi melalui enzim UDP-glukoronil-transferase
(UGT), terutama terjadi dalam mikrosom hati, tetapi
juga di jaringan ekstrahepatik (usus halus, ginjal,
paru, kuit). Reaksi konjugasi yang lain (asetilasi,
sulfasi, konjugasi dengan glutation) terjadi di dalam
sitosol (Setiawati, 2007).
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi
oleh enzim cytochrome P450 (CYP), yang disebut juga enzim
mono-oksigenase, atau MFO (mixed-function oxidase), dalam
endoplasmic reticulum (mikrosom hati). Beberapa enzim yang
penting untuk metabolisme dalam hati antara lain :
CYP3A4/5, CYP2D6, CYP2C9, CYP1A1/2, CYP 2E1 (Setiawati,
2007)
Proses terakhir adalah ekskresi. Obat dikeluarkan
dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk
metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk
asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih
cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi
melalui paru. Ada 3 proses penting pada ekskresi dan
metabolit obat melalui ginjal, yaitu :
48
Page 49
Basic Science II 2012
a. Filtrasi di glumerolus
Glumerolus merupakan jaringan kapiler yang dapat
melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin
melalui celah antara sel endotelnya sehingga semua obat
yang tidak terikat protein plasma mengalami filtrasi
disana. Kapiler gromeluri akan menyaring darah sehingga
setiap molekul obat yang berat molekulnya di bawah
20.000 akan melewati glomeruli.
b. Sekresi tubuli dan reabsorpsi
Sekresi tubuli merupakan mekanisme eliminasi yang
palinf cepat melalui ginjal. Hal ini disebabkan
filtrasi di glomeruli hanya menghasilkan paling banyak
20% dari seluruh obat yang ada dalam darah yang bisa
mencapai ginjal. Sisanya, akan melewati lumen tubuli
melalui transport aktif yang bergerak melawan gradient
konsentrasi sehingga mengurangi jumlah obat ynag ada
dalam plasma. Tidak seperti di glomeruli, sistim
transport aktif ini dapat mencapai maksimal walaupun
obat terikat protein plasma.
c. Reabsorbsi pasif di tubuli proksimal dan distal
Di tubuli proksimal dan distal terjadi reabsorbsi
pasif untuk bentuk non ion. Obat yang mempunyai
kelarutan dalam lipid yang tinggi akan berdifusi secara
pasif masuk melewati sel epitel tubuli sehingga terjadi
reabsorpsi obat secara pasif. Sedangkan obat-obat yang
polar akan tetap berada dalam filtrate sebab membrane
tulubi tidak permeable untuk obat-obatan yang
49
Page 50
Basic Science II 2012
terionisasi dan kurang larut dalam lipid. Adanya
reabsorpsi iniakan menyebabkan kosnsentrasi obat polar
sangat meningkat dalam urine hingga 100 kali dibanding
konsentrasi obat dalam plasma. Contohnya adalah
antibiotic streptomisin dan gentamisin. Untuk obat
berupa elektrolit lemah, proses reabsorbsi ini
bergantung pada pH lumen tubuli yang menentukan derajat
ionisasi. Bila urine lebih basa, asam lemah terionisasi
lebih banyak sehingga reabsorbsinya berkurang,
akibatnya ekskresinya meningkat. Sebaliknya bila urine
lebih asam, ekskresi asam lemah berkurang. Keadaan yang
berlawanan terjadi dalam ekskresi basa lemah. (Waldon,
2008; Tanzil, 2008)
Ekskresi obat dinyatakan sebagai bersihan
(clearance). Bersihan ginjal didefinisikan sebagai
jumlah plasma dari obat atau substansi oleh kerja
ginjal dalam satuan waktu.
CL=Cu.VCp
Cp : Konsentrasi obat dalam plasma
Cu : Konsentrasi obat dalam urine
V : Kecepatan terbentuknya urine
Bersihan obat tergantung pada bagaimana obat
tersebut melewati proses filtrasi glomeruli, sekresi
aktif dan difusi pasif pada ginjal.
Ekskresi obat kedua penting adalah melalui empedu
ke dalam usus dan keluar bersama feses. Selain itu,
50
Page 51
Basic Science II 2012
ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas
anestetik umum. Ekskresi dalam ASI, saliva, keringat
dan air mata secara kuantitatif tidak penting. Ekskresi
ini bergantung terutama pada difusi pasif dari bentuk
non-ion yang larut lemak melalui sel epitel kelenjar,
dan pada pH. (Setiawati, 2007).
Banyak metabolit obat yang berbentuk di hati di
ekskresi ke dalam usus melalui empedu, kemudian dibuang
melalui feses, tetapi lebih sering diserap kembali di
saluran cerna dan akhirnya diekskresi melalui ginjal.
Setiap orang mempunyai gambaran farmakokinetik obat
yang berbeda-beda. Dosis yang sama dari suatu obat bila
diberikan pada suatu kelompok orang, dapat menunjukkan
gambaran kada dalam darah yang berbeda-beda dengan
intensitas respon yang berbeda-beda pula.
Parameter dalam proses farmakokinetik meliputi
volume distribusi, bersihan (clearance),
bioavailabilitas, dan waktu paruh (Suwarso, 2011).
Waktu paruh didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan
suatu obat agar konsentrasinya menjadi 50% dari
konsentrasi semula. Efek obat akan lebih panjang bila
mempunyai waktu paruh panjang. Waktu patuh ini
dipengaruhi olek konstantsa kecepatan eliminasi dan
volume distribusi obat yang bersangkutan. (Tanzil,
2008).
51
Page 52
Basic Science II 2012
BAB V
MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI
5.1 Infeksi
Infeksi terjadi jika mikroorganisme bertumbuh dan
mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh. Jika
mikroorganisme ini merusak tubuh maka disebut pathogen.
Suatu pathogen harus berkembang biak dalam tubuh untuk
dapat meenimbulkan infeksi. Virulensi adalah istilah
yang digunakan untuk menjelaskan mikroorganisme yang
diperlukan untuk mengakibatkan infeksi. Mikroorganisme
dapat tumbuh pada seluruh tubuh (infeksi sistemik) atau
pada area tertentu, misalnya pada abses. Pada infeksi
sitemik, mikroorganisme menyebar melalui darah. (James;
Baker; et all, 2002)
Penyebab infeksi bisa berupa virus, bakteri,
jamur, protozoa atau parasit. Beberapa mikroorganisme
yang menyebabkan infeksi dapat memproduksi toksin, saat
bakteri tumbuh, eksotoksin disekresi dari bakteri.
Toksin ini dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh yang
jauh dari lokasi infeksi awal karena toksin ini dapat
menyebar. Misalnya toksin tetanus yang menyebabkan
paralisis spastic tetapi pada umumnya memasuki tubuh
melalui luka tusuk. (Brashers, 2007; James; Baker,
2002)
5.2 Agen Penyebab Infeksi
1. Klamidia, Ricketsia dan Mikoplasma
52
Page 53
Basic Science II 2012
Agen penyebab infeksi ini serupa dengan bakteri,
tetapi tidak memiliki struktur tertentu (mikoplasma
tidak memiliki dinding sel) atau kemampuan metabolic
(klamidia tidak dapat mensitesis adenosine trifosfat
(ATP)) klamidia dan ricketsia merupakan mikroba
intrasel oligat, sedangkan mikoplasma merupakan jenis
terkecil dari semua mikroba yang hidup bebas.
(Mitchell, 2008)
a. Klamidia menyebabkan infeksi urogenital,
konjungtivis, trakoma, dan infeksi pernapasan.
(Corwin, 2009)
b. Mikoplasmaa menyebabkan pneumonia atipik dan
uretritis nongonokokus.
c. Ricketsia ditularkan lewat vector serangga yang
meliputi kutu , sengkenit (Rocky Mountain spotted
Fever) serta tungau ( penyakit scrub thypus) dan
menyebabkan vaskulitis hemoragik.
2. Fungi
Fungi merupakan eukariota dengan dinding sel yang
tebal dan mengandung kitim. Organisme ini tumbuh
didalam tubuh manusia sebagai sel ragi bertunanas dan
struktur silinder berbentuk hifa.
a.Pada orang sehat, jamur menimbulkan infeksi
superficial. Misalnya athele’s foot yang
diisebabkan oleh tinea, absesatau granuloma.
b.Pada hospes yang kekebalannya terganggu, jamur
yang oportunis (Candida, Aspergilus, dan Mucor)
53
Page 54
Basic Science II 2012
menyebabkan infeksi sistemik dengan nekrosis
jaringan, perdarahan dan penyumbatan vaskuler.
c.Pada pasien AIDS, jamur oportunis Pneumocytis jiroveci
menyebabkan pneumonia.
3. Protozoa
Protozoa merupakan eukariota bersel tunggal yang
motil(dapat bergerak). Mikroorganisme ini dapat
melakukan replikasi dalam sel (Plasmodium di dalam
eritrosit, Leishmania di sel makrofag atau di luar sel
dalam urogenital, usus, dan darah ). (Mitchell, 2008)
a.Trichomonas vaginalis ditularkan lewat hubungan
seksual
b.Protozoa intestinal (Entamoeba hystolitica dan Giardia
lambia) menyebabkan infeksi jika mikroorganisme ini
tertelan.
c.Protozoa yang dibawa dalam darah (spesien
Plasmodium dan Lesihmania) ditularkan oleh
serangga penghisp darah.
4. Helmintes
Cacing gilik (nematoda) menimbulkan infeksi pada
intestinum( Ascaris, cacing tambang, dan Strongyloides)
atau jaringan tubuh (filaris serta Trichinella). Cacing
pipih (cestoda) merupakan cacing pita bersegmen yang
hidup di dalam lumen usus. (Mitchell, 2008)
5. Ektoparasit
54
Page 55
Basic Science II 2012
Ektoparasit merupakan artropoda yang melkat dan
hidup pada kulit. Parasit ini menjadi vector untuk
agen pathogen lainnya.
5.3 Cara Mikroorganisme Menyebabkan Penyakit
Agen penyebab infeksi merusak jaringan tubuh dengan :
a.memasuki sel dan secara langsung menyebabkan
kematian sel
b.melepaskan toksin yang membunuh sel tubuh pada
tempat yang jauh
c.melepaskan enzim yang menguraikan komponen
jaringan atau merusak pembuluh darah
d.menimbulkan respons inflamasi sel hospes yang
secara langsung dapat ikut menyebabkan kerusakan
jaringan. (Mitchell,2008)
5.2 Infeksi Bakterial
1. Infeksi Bakteri Gram Positif
Stafilokokus dan streptokokus merupakan kokus yang
hidunya komensal. Corynebacterium diphteriae, L. monocytogenes
dan B. anthracis merupakan basil (kuman berbentuk batang
Infeksi Stafilokkokus
S. aureus menyebabkan infeksi kulit,
osteomielitis, pneumonia, endokarditis, keracunan
pangan dan sindrom toksis syok.
Faktor virulensi meliputi :
- Protein permukaan yang memungkinkan pelekatan
pada sel hospes
55
Page 56
Basic Science II 2012
- Enzim yang menguraikan protein hospes dengan
menggalakkan invasi dan destruksi jaringan
- Toksin yang merusak membrane sel hospes.
Infeksi Streptokokus
Kokus gram positif anaerob obligat atau fakultatif
ini tumbuh berpasangan atau berbentuk rantai. Bakteri
ini diklasifikasikan lewat pola hemolisis pada agar
darah. β (hemolisis total atau clear hemolysys), α
(hemolisis parsial atau green hemolysisi), dan γ (tidak
terjadi hemolisis)
Streptococcus β- hemolyticus dikelompokkan berdasar
antigen karbohidratny, meliputi :
- Streptococcus pyogenes (group A), menyebabkan
faringitis, scarlet fever, erysipelas,
impetigo, demam rematik, sindrom toksis
syok, dan glomerulonefritis.
- Streptococcus agalactiae (group B) membentuk
koloni dalam traktuss urogenital wanita
dan menyebabkan korioamnionitis pada
kehamilan. (Mitchell, 2008)
Streptococcus α-hemolyticus meliputi :
- S. penumoniae, kuman yang umumnya menyebabkan
community acquired pneumonia dan
meningitis pada dewasa
- Enterococcus menyebabkan endokarditis dan
infeksi saluran kemih
Stretococcus membawa beberapa faktor virulensi :
56
Page 57
Basic Science II 2012
- Kapsula yang resisten terhadap fagositosis
(S. pyogenes dan S. penumoniae)
- Protein- M yang mengahmbat lintasan
alternative aktivasi komplemen (S. pyogenes)
- Pneumolisin yang menghancurkan membrane sel
hospes dan merusak jaringan tubuh (S.
pneumoniae)
Difteri
C. diphtheria merupakan penyakit yang dapat membawa
kematian dan ditandai oleh membrane pada tempat
pertumbuhan C. diphtheria di dalam orofaring, kerusakan
yang dimediasi oleh eksotoksin pada jantung, saraf dan
organ lainnya. Toksin difteri merupakan toksin dua
komponen yang dikode faga. Subunit A menyekat sintesis
protein melalui ribosilasi ADP pada faktor elongasi- 2
(yang menyebabkan inaktivasi), fragmen B terikat pada
permukaan sel dan memudahkan masuknya subunit A.
pelepasan toksin dalam faring menyebabkan nekrosis
epitel dengan eksudat fibrinosupuratif. (Timmreck,
2004; Mitchell, 2008)
Listeriosis
L. monocytogenes merupakan basil gram positif
intrasel fakultatif. Listeria menyebabkan sepsis yang
didapat dari makanan dan meningitis pada orang yang
berusia lanjut atau yang kekebalannya terganggu di
samping menyebabkan infeksi plasenta pada ibu hamil
57
Page 58
Basic Science II 2012
dengan konsekuensi infeksi neonatal (infantiseptika
granulomatosis)
L. monocytogenes memasuki sel-sel epitel dengan
mengikat E-cadherin dan menstimulasi fagositosis,
kemudian basil tersebut menggunakan listeriolisin O dan
dua enzim fosfolipase untuk menguraikan membrane
fagolisosom sehingga bisa lepas ke dalam sitoplasma. L.
monocytogenes menimbulkan inflamasi eksudatif dengan
sejumlah besar sel neutrofil.
Antraks
B.anthracis merupakan basil gram positif yang
membentuk spora dan sering ditemukan pada hewan yang
berkontak dengan tanah yang terkontaminasi spora
tersebut. Manusia tertular antraks lewat pajanan dengan
produk hewan yang terkontaminasi. (Timmreck, 2004)
Ada tiga sindrom antraks yang penting:
- Kutaneus: papula yang gatal tanpa rasa
nyeri, tumbuh menjdi vesikel edematosa,
diikuti oleh pembentukan eskar berwarna
hitam
- Inhalasi: dengan cepat menimbulkan sepsis,
syok, dan kematian.
- Gastrointestinal : tertular karena makan
daging yang terkontaminasi, menyebabkan
diare berat yang mengandung darah dan
kerapkali kematian. (Mitchell, 2008)
2. Infeksi bakteri gram negatif
58
Page 59
Basic Science II 2012
Infeksi Neiseria
Neiseria merupakan diplokokus rgam negative aerob
N. meningitidis menyebabkan meningitides menyebabkan
meningitis bacterial pada individu yang umumnya
berusia 5 hingga 19 tahun.
Bakteri membentuk koloni pada orofaring dan
menyebar lewat jaliur pernafasan. Meningitis
terjadi ketika mereka tinggal dalam lingkungan
yang sesak tertular serotype neiseria sementara
tubuh tidak imun terhadap serotype tersebut.
N. gonorrhoeae merupakan infeksi menular seksual
oleh bakteri.
- Pada laki-laki, N. gonorrhoeae menyebabkan
uretitis simptomatik
- Pada wanita dapat menyebabkan penyakit radang
pelvis, infertilitas dan kehamilan ektopik.
(Mitchell, 2008)
Batuk Rejan
Bordetella pertussis merupakan kokobaasil gram negative.
(Corwin, 2008)
Batuk rejan (pertusis) merupakan penyakit menular
yang ditandai oleh serangan batuk spasmodic yang
kuat. Toksin pertusis ADP melakukan ribolisasi dan
inaktivasi protein yang mengikat nukleotida
guanine, sebagai akibatnya protein G tidak dapat
menghantarkan sinyak reseptor membrane plasma.
59
Page 60
Basic Science II 2012
Infeksi ini menyebabkan laringotrakeobronkitis
dengan erosi mukosa dan eksudat mukopurulen yang
disertai limfositosis perifer.
Infeksi Pseudomonas
Pseudomonas aeruginosa merupakan basil gram negative
aerob yang hidup oportunis.
Kuman pathogen ini sering terlihat pada pasien
fibrosisi kistik, luka bakar, neutropenia
Pada pasien kistik fibrosis, Pseudomonas aeruginosa
dalam paru mensekresikan
eksopolisakarida( alginate) yang membentuk biofilm
berlendir untuk melindungi bakteri tersebut dari
antibody, komplemen, sel fagosit dan antibiotic.
Pada penderita neutropenia, pneumonia Pseudomonas
dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang luas
lewat invasi vaskuler dengan thrombosis yang
timbul kemudian. (Corwin, 2009)
Penyakit Pes
Yersinia merupakan bakteri intrasel gram negative
dengan tiga spesies yang penting secara klinis:
Yersinia pestis menyebabkan penyakit pes (plaque).
Iuman ini ditularkan dari hewan pengerat
(rodensia) kepada manusia lewat gigitan atau
secara aerosol
60
Page 61
Basic Science II 2012
Yersinia enterolitica atau Yersinia pseudotuberculosis
menyebabkan limfadenitis mesenterika dan ileitis
yang ditularkan lewat jalur dekal-oral
Penyakit pes menyebabkan pembesaran kelenjar getah
bening, pneumonia, atau sepsis dengan proliferasi
bakteri yang massif, nekrosis jaringan dan
infiltrasi sel neutrofil. (Timmreck, 2004)
Granuloma Inguinale
Granuloma inguinale merupakan penyakit menular seksual
yang disebabkan oleh Calymmatobacterium donovani, suatu
kokobasilus berkapsul yang ukurannya sangat kecil.
Infeksi dimulai sebagai papul pada daerah
genitalia atau daerah ekstragenital (mukasa oral
atau faring) yang mengalami ilserasi dan granulasi
untuk membentuk massa yang lunak tanpa rasa nyeri.
Jika dibiarkan tanpa pengobatan, lesi tersebut
dapat membentuk parut dan menyebabkan striktur
pada uretra, vulva atau anus.
3. Mikobakteri
Mikobakteri (Mycobacteria) merupakan basil aerob
yang tumbuh dalam bentuk rantai dan memiliki dinding
sel berlilin (wax) yang tersusun dari asam mikolat.
Dinding sel tersebut dapat menahan zat warna tertentu
sesudah dilakukan pewarnaan basil tahan asam.
Tuberkulosis
61
Page 62
Basic Science II 2012
M. tuberculosis menyebabkan penyakit tuberculosis.
(Timmreck, 2004)
Hasil akhir yang berkaitan dengan infeksi M.
tuberculosis tergantung pada imunitas hospes. Respon
imun dapat mengendalikan infeksi maupun ikut
menimbulkan manifestasi patologik penyakit
tersebut:
- Sel-sel makrofag memfagositosis M. tuberculosis
yang terinhalasi setelah pengikatan
lipoarabinomanan dinding bakteri di sambping
pengikatan komplemen yang melakukan
opsonisasi pada bakteri tersebut.
- Di dalam sel makrofag, M. tuberculosis menyekat
fusi fagososm-lisosom sehingga memungkinkan
proliferasi bakteri tanpa terkendali dalam
fagosom
- Dalam waktu 2 hingga 4 minggu setelah
infeksi, limfosit T yang spesifik untuk M.
tuberculosis mengadakan proliferasi dan
memproduksi IFN-γ (interferon-γ)
- IFN-γ mengaktifkan sel-sel makrofag untuk
membunuh bakteri lewat enzim nitrogen oksida
sintase yang bisa diinduksi dan menghasilkan
nitrogen oksida (NO) yang bersifat
bakterisida. (Mitchell,2008)
Tuberkulosis primer terjadi pada orang yang belum
pernah terkena sebelumnya.
62
Page 63
Basic Science II 2012
- 95% menderita infeksi asimptomatik dengan
focus infeksi yang laten dan persisten pada
paru. 5% menderita infeksi simptomatik dengan
konsolisadi lobaris, adenopati hiler dan
efusi pleura’
- Penyebaran limfohematogen yang jarang terjadi
dapat menyebabkan meningitis teberkulosis dan
tuberculosis milier.
Tuberkulosis sekunder terjadi pada hospes yang
sudah terkena sebelumnya
- Infeksi biasanya terjadi karena reaktivasi
infeksi laten ketika daya tahan imun melemah
- Secara khas, infeksi menyebabkan kavitasi
pada apeks lobus paru bagian atas dengan
diserta demam yang tidak begitu tinggi,
keringat malam, dan penurunan berat badan.
5.3 Infeksi Virus
Campak (Rubeola)
Penyakit campak disebabkan Infeksi oleh
paramiksovirus RNA ini merupakan penyebab kematian di
seluruh dunia dan bisa dicegah dengan vaksinasi. Agent
campak adalah measles virus yang termasuk dalam famili
paramyxoviridae anggota genus morbilivirus. Virus campak
sangat sensitif terhadap temperatur sehingga virus ini
menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat Celcius atau
bila dimasukkan ke dalam lemari es selama beberapa jam.
63
Page 64
Basic Science II 2012
Dengan pembekuan lambat maka infektivitasnya akan
hilang. (Timmreck, 2004; Yatim ,2001)
Komplikasi Penyakit Campak :
Menurut Mitchell (2008) dan Yatim (2001) ,pada
penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi
sebagai akibat replikasi virus atau karena superinfeksi
bakteri antara lain:
a. Otitis Media Akut
Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder
b. Ensefalitis
Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang
sedang menderita campak atau dalam satu bulan setelah
mendapat imunisasi dengan vaksin virus campak hidup,
pada penderita yang sedang mendapat pengobatan
imunosupresif dan sebagai Subacute sclerosing panencephalitis
(SSPE). Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi
campak adalah 1 : 1.000 kasus, sedangkan ensefalitis
setelah vaksinasi dengan virus campak hidup adalah
1,16 tiap 1.000.000 dosis.
SSPE jarang terjadi hanya sekitar 1 per 100.000
dan terjadi beberapa tahun setelah infeksi dimana
lebih dari 50% kasus-kasus SSPE pernah menderita
campak pada 2 tahun pertama umur kehidupan.
Penyebabnya tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa
virus campak memegang peranan dalam patogenesisnya.
SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan
kira-kira 3 tahun kemudian. (Corwin, 2009)
64
Page 65
Basic Science II 2012
c. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus morbilia atau oleh
Pneuomococcus, Streptococcus, Staphylococcus.
Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi
yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi
protein, penderita penyakit menahun misalnya
tuberkulosis, leukemia dan lain-lain.
d. Kebutaan
Terjadi karena virus campak mempercepat episode
defisiensi vitamin A yang akhirnya dapat menyebabkan
xeropthalmia atau kebutaan.
Virus Hepatitis B
Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh Virus
Hepatitis B (VHB) yang bersifat akut atau kronik dan
termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibanding
dengan penyakit hati yang lain karena penyakit
Hepatitis B ini tidak menunjukkan gejala yang jelas,
hanya sedikit warna kuning pada mata dan kulit disertai
lesu. Komplikasi dari VHB ini dapat menyebabkan
sirosis hati. (Misnadiarly, 2007; Corwin, 2009)
Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan
tergolong dalam famili Hepadnaviridae. Nama famili
Hepadnaviridae ini disebut demikian karena virus
bersifat hepatotropis dan merupakan virus dengan genom
DNA. Termasuk dalam family ini adalah virus hepatitis
Woodchuck (sejenis marmot dari Amerika Utara) yang telah
65
Page 66
Basic Science II 2012
diobservasi dapat menimbulkan karsinoma hati, virus
hepatitis B pada bebek Peking dan bajing tanah (ground
squirrel). (Zain, 2006)
Penyakit Dengue Hemorrhagic Fever
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang
tergolong arbovirus (Arthropod- borne viruses). Artinya
virus yang yang ditularkan melalui gigitan arthropoda
misalnya nyamuk aedes aegypti (betina). Arthropoda akan
menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain
menjadi vector virus dia jua menjadi hospes reservoir.
Spectrum penyakitnya berkisar dari penyakit akut
yang ringan (demam, sakit kepala, ruam, mialgia,
neutropenia, serta trombositopenia) hingga gangguan
hemidinamik berat dan syok yang bisa membawa kematian..
(Mitchell, 2008)
Infeksi Virus Herpes Simpleks
Penyakit herpes disebabkan oleh virus, yaitu
Herpes simplex tipe 1 (HSV-1) atau Herpes simplex tipe
2 (HSV-2). Gejalanya yaitu berupa luka pada kulit yang
terkena virus, dan disertai dengan rasa nyeri serta
panas, kemudian diikuti dengan lepuhan seperti luka
bakar dan demam. Lepuhan-lepuhan kulit yang menjadi
ciri khas herpes akan mengelupas dengan atau tanpa
pengobatan. Terkadang penderita tetap merasa nyeri dan
panas meskipun lepuhan-lepuhan itu sudah kering dan
66
Page 67
Basic Science II 2012
mengelupas. Hal itu disebabkan karena virus herpes
menyerang bagian saraf. (Corwin, 2009; Mitchell, 2008)
Komplikasi virus Herpes Simplex 1 dapat
menginfeksi mata, menyebabkan kebutaam
(keratokonjungtivitis). Infeksi herpes simplex 2 primer
selama kehamilan dapat menyebabkan kerusakan susunan
saraf pusat janin sehingga terjadi kebutaan dan
retardasi mental. (Corwin, 2009)
Infeksi Virus Herpes Zoster
Herpes zoster adalah penyakit herpes yang
disebabkan oleh virus Varicella zoster, yaitu virus yang
juga menyebabkan cacar air. VZV menginfeksi membrane
mukosa, kulit serta neuron dengan menimbulkan infeksi
laten di ganglia saraf sensorik. Virus Varicella zoster
ditularkan lewat aerosol, menyebar secara hematogen dan
menyebabkan lesi vesikuler kulit yang dimulai di daerah
badan kemudian ke ekstremitas dan kepala. (Lubis, 2009;
Mitchell, 2008)
Komplikasi pada herpes zoster menurut Lubis (2009)
ialah :
1. Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan
bakteri
2. Postherpetic neuralgia (PHN)
3. Pada daerah ophthalmic dapat terjadi keratitis,
episcleritis, iritis, dan papilitis dan kerusakan
syaraf
4. Meningoencephalitis
67
Page 68
Basic Science II 2012
5. Terbentuk scar.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Ida. (2003). Pengantar Kuliah Obstetri halaman
195. Jakarta: EGC.
Batubara, P. L. 2008. Farmakologi Dasar, edisi II.
Jakarta:Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi.
Brashers, V.L. (2007). Aplikasi Klinis Patofisiologi:
Pemeriksaan dan Manajemen. Jakarta: EGC.
68
Page 69
Basic Science II 2012
Chrestella, Jessy. (2009). Neoplasma.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2053/1/
10E00541.pdf. accessed on July, 9 2012 on 21.13 WIB.
Corwin, E.J. (2009). Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta:
EGC.
Hegner, B.R; Caldwell, E. (2003). Asisten Keperawatan:
Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Edisi 6. Jakarta; EGC.
James, J; Baker, C; Helen,S. (2002). Prinsip-
Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Johnson,Ruth; Taylor, W. (2004). Buku Ajar Praktik
Kebidanan. Jakarta: EGC
Johnson, Joyce. (2005). Prosedur Perawatan di Rumah:
Pedoman Untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Jong, Wim de. (2004). Kanker, Apakah itu ? Pengobatan,
Harapan Hidup, dan dukungan Keluarga. Jakarta: Arcan.
Kozier, Barbara; Erb, Glenora. (2009). Buku Ajar
Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.
Lubis, R.M. (2008) Varicella dan Herpes Zoster.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3425/1/
08E00895.pdf. Accessed on July, 11 2012 on 9.23 WIB.
Michael J. Neal. (2005). At A Glance : Farmakologi Medis
edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.
69
Page 70
Basic Science II 2012
Misnadiarly. (2007). Mengenal menanggulangi mencegah
dan mengobati penyakit hati (liver) Abses Hati, Kanker Hati, Leptospirosis,
Sirosis Hati, Tuberculosis Hati Hepatitis karena virus, Hepatitis Akibat
Pengaruh Obat. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Mitchell, R; et al. (2008). Buku Saku Dasar Patologis
Penyakit Robbins Cotran. Jakarta: EGC.
Otto, S. (2003). Buku Saku Keperawatan Onkologi.
Jakarta: EGC.
Pringgoutomo,S, S. Himawan, A. Tjarta. (2002).
Buku Ajar Patologi I (umum). Edisi I. Jakarta: EGC.
Ronald, A; Richard A. (2004). Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Jakarta: EGC.
Setiawati, A. (2007). Farmakokinetik Klinik. Dalam
Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Penerbit
Bagian farmakologi Fakultas Kedokteraan UI. Hal. 876-
877.
Somantri, Irman. (2007). Keperawatan Medikal
Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Sudiono, Janti. (2008). Pemeriksaan Patologi untuk
Diagnosos Neoplasma Mulut. Jakarta: EGC.
Suharto, H. (2002) Seri Penyakit Tropik Infeksi
Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik
Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press.
70
Page 71
Basic Science II 2012
Suwandono, Adji. (2010). Neoplasma.
http://adjisuwandono.staff.uns.ac.id/files/2010/07/intr
oducing-neoplasma.pdf. Accessed on July, 9 2012 on
17.35 WIB.
Suwarso, Edy. (2011). Farmakokinetika Deksametason Pada
Kelinci Dengan Menggunakan Baku Murni Deksametason BPFI.
Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
Suyatno, F. (2008). Aplikasi Radiasi Sinar-X Di
Bidang Kedokteran Untuk Menunjang Kesehatan Masyarakat.
http://jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-content/uploads/2008/
12/53_FerrySuyatno503-509.pdf. Accesses on July, 12
2012 on 11.46 WIB.
Syamsuni. (2006). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi.Jakarta: EGC.
Tanzil, Staf Pengajar Departmen Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. (2008).
Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta: EGC.
Timmreck, T.C. (2004). Epidemiologi: Suatu Pengantar.
Jakarta: EGC.
Waldon, D.J. (2008). Pharmacokinetic and Drug
Metabolism. Cambridge: Amgen, Inc., One Kendall Square,
Building 1000, USA.
Yatim, Faisal. (2001). Macam-Macam Penyakit Menular
dan Pencegahannya. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Zain, L.H. (2006). Orasi Ilmiah : Hepatitis B dan
Permasalahannya. Medan: Universitas Sumatera Utara.
71
Page 72
Basic Science II 2012
72