-
i
BASA-BASI DALAM BERBAHASA
ANTARANGGOTA KELUARGA PENDIDIK
DI DUSUN KENTENG, KEJIWAN, WONOSOBO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
Cecilia Christa Pramadina
111224033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ungkapan penuh syukur kepada Tuhan Yesus dan
Bunda Maria yang telah memberikan berkat serta kelancaran
dalam setiap langkah penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya
Stefanus Prasetya Hadi dan Heronima Dewi Palupi yang
selalu membimbing, memotivasi, mendukung, membantu, serta
mendoakan di setiap langkah saya.
Samuel Chrisnandi Pramahudi selaku adik saya yang
selalu memberikan dukungan dan semangat.
Irene Desty Renaningtyas, Angela Yohana Mentari
Adistin, Bungsu Atmi Putranti, dan Hendrika Yuli, selaku
teman sepayung yang selalu memberikan semangat, motivasi,
dukungan, doa, dan kasih sayang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
v
MOTTO
Bersuka citalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan
dan bertekunlah dalam doa.
(Roma 12: 12)
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil;
kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya
dengan
baik.
(Evelyn Underhill)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
viii
ABSTRAK
Pramadina, Cecilia Christa. 2015. Basa-basi dalam Berbahasa
Antaranggota
Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.
Skripsi.
Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.
Penelitian ini membahas mengenai wujud basa-basi berbahasa dan
maksud
basa-basi berbahasa di ranah keluarga pendidik. Penelitian ini
bertujuan untuk
mendeskripsikan wujud basa-basi berbahasa dan mendeskripsikan
maksud basa-
basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng,
Kejiwan,
Wonosobo. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota keluarga
pendidik di
Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.
Penelitian basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di
Dusun
Kenteng, Kejiwan, Wonosobo, ini termasuk dalam penelitian
deskriptif kualitatif,
karena penelitian ini berisi gambaran basa-basi antaranggota
keluarga pendidik
yang diperoleh langsung di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.
Metode
pengumpulan data yakni, pertama, metode simak dengan teknik
catat dan rekam,
dan kedua, metode cakap yang disejajarkan dengan metode
wawancara yang
dilaksanakan dengan teknik pancing. Dalam penelitian ini,
peneliti mencoba
memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun
mitra tutur
untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh karena itu, tujuan
dilakukannya
penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap
penggunaan basa-basi
terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.
Simpulan dari penelitian ini adalah (1) Wujud basa-basi
berbahasa
antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan,
Wonosobo terbagi
dalam kategori acknowledgments (subkategori salam, terima kasih,
menolak,
menerima, empati, meminta maaf, dan mengucapkan selamat), (2)
Maksud basa-
basi berbahasa antarkeluarga pendidik adalah untuk
mengekspresikan perasaan
penutur kepada mitra tutur, menjalin dan menjaga hubungan antara
penutur
dengan mitra tutur, untuk mempertahankan atau mengukuhkan, serta
untuk
menyampaikan berbagai maksud lain.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan
pengetahuan
kepada keluarga pendidik mengenai basa-basi antaranggota
keluarga pendidik.
Basa-basi yang dipergunakan antaranggota keluarga pendidik untuk
memulai,
mempertahankan, atau mengukuhkan hubungan sosial antara penutur
dan mitra
tutur sehingga relasi semakin akrab maupun erat.
Kata kunci: basa-basi, basa-basi murni, basa-basi polar,
acknowledgments,
wujud basa-basi, maksud basa-basi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ix
ABSTRACT
Pramadina, Cecilia Christa. 2015. The Phatic Communication in
Using Language
between Educator’s Family Member at Kenteng Hamlet, Kejiwan,
Wonosobo.
Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.
This research discussed about chit-chat form and the aims of
phatic
communication especially in educators family. The research
intended to describe
phatic communication form and the aim of phatic communication in
using
language between educator‟s family member at Kenteng Hamlet,
Kejiwan,
Wonosobo.
The research was qualitative-descriptive. The research contained
of phatic
communication in using language between educator‟s family member
at Kenteng
Hamlet, Kejiwan, Wonosobo. The data collecting method were
listening method
by recording and taking note technique and speaking method
parallelized by
interviewing method applied by inducement method. In the
research, the
researcher tried to understand chit-chat phenomena used by
speaker and another
speaker to convey her/his speech. Therefore, the aim of the
research was an
understanding towards the use of phatic communication especially
the use of
language in communication.
The conclusion of the research were (1) phatic communication in
using
language between educator‟s family member at Kenteng Hamlet,
Kejiwan,
Wonosobo divided into acknowledgments category (sub-category:
greeting,
thanking, rejecting, accepting, empathizing, apologizing, and
congratulating), (2)
The aims of phatic communication in using language between
educator‟s family
member were to express the speaker‟s feeling to another one,
having and keeping
relationship between speaker and another one, maintain and stand
firm, and
convey other aims.
The research was expected to give knowledge for the educator‟s
family
about phatic communication among the educators family member.
The phatic
communication used by them to start, maintain, or stand firm
social relationship
between the speaker and another one in order to make their
relationship more
intimate and closer.
Keywords: phatic communication, pure phatic communication,
polar
phatic communication, acknowledgments, form of phatic
communication, aims of phatic communication.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih
yang
telah melimpahkan berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis
dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Basa-Basi Dalam
Berbahasa
Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan,
Wonosobo”.
Penyusunan tugas akhir skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi
sebagian
persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.
Penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulisan
skripsi ini
tidak akan terselesaikan. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis
ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program
Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang selalu memberikan
dukungan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang
selama
ini bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk
membimbing,
mendorong, dan memberi masukan yang sangat bermanfaat untuk
penyusunan skripsi ini hingga terselesaikan dengan baik.
4. Para Dosen PBSI yang telah mendidik dan memberikan
pengetahuan yang berguna bagi penulis.
5. Sekretariat PBSI yang telah membantu kelancaran
perkuliahan
penulis.
6. Bapak, Ibu, dan Adikku tercinta, yang dengan penuh kasih
memberi doa,
dukungan, motivasi, dan bantuan, serta merupakan sumber semangat
dan
inspirasi dalam penyusunan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat dari kelompok basa-basi terima kasih untuk
dukungannya
serta suka duka dalam mengerjakan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xi
8. Rekan-rekan seperjuangan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
angkatan
2011 kelas A atas kebersamaan, hari-hari indah dan penuh
semangat yang
kita lalui bersama selama empat tahun.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah
memberikan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna.
Karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan bagi
penyempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat menjadi kajian yang bermanfaat bagi
pembaca pada
umumnya.
Penulis
Cecilia Christa Pramadina
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
..................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
......................................
HALAMAN PENGESAHAN
....................................................................
ii
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
................................................................
iv
HALAMAN MOTTO
................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
.................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
.................................................
vii
ABSTRAK
..................................................................................................
viii
ABSTRACT
.................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR
................................................................................
x
DAFTAR ISI
..............................................................................................
xii
DAFTAR BAGAN
.....................................................................................
DAFTAR TABEL
......................................................................................
xv
xv
BAB I PENDAHULUAN
............................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah
..........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
...................................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian
.....................................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian
...................................................................................
5
1.5 Batasan Istilah
.........................................................................................
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
......................................................................
8
2.1 Penelitian yang Relevan
..........................................................................
8
2.2 Kajian Teori
............................................................................................
13
2.2.1
Pragmatik...............................................................................................
13
2.2.2 Konteks
.................................................................................................
15
2.2.3 Teori Maksud
........................................................................................
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
2.2.4 Fenomena Pragmatik
............................................................................
2.2.4.1 Deiksis
...............................................................................................
21
21
2.2.4.2 Praanggapan
......................................................................................
22
2.2.4.3 Implikatur
..........................................................................................
23
2.2.4.4 Tindak Ujaran
....................................................................................
25
2.2.5 Basa-basi sebagai Fenomena Pragmatik
.............................................. 28
2.2.6 Kategori Fatis
.......................................................................................
36
2.3 Kerangka Berpikir
...................................................................................
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
.................................................. 50
3.1 Jenis Penelitian
........................................................................................
50
3.2 Data dan Sumber Data
.............................................................................
52
3.3 Metode Pengumpulan Data
.....................................................................
52
3.4 Metode Analisis Data
..............................................................................
54
3.5 Triangulasi Data
......................................................................................
56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN ........................
57
4.1 Deskripsi Data
.........................................................................................
57
4.1.1 Salam
...................................................................................................
58
4.1.2 Terima Kasih
........................................................................................
58
4.1.3 Menolak
................................................................................................
59
4.1.4 Menerima
……......................................................................................
59
4.1.5 Empati
...................................................................................................
60
4.1.6 Meminta Maaf
......................................................................................
60
4.1.7 Meminta/ Mengundang
........................................................................
61
4.1.8 Mengucapkan Selamat
..........................................................................
62
4.2 Hasil dan Pembahasan
.............................................................................
62
4.2.1 Wujud Basa-basi Berbahasa
.................................................................
63
4.2.1.1 Salam (A)
...........................................................................................
64
4.2.1.2 Terima Kasih (B)
...............................................................................
68
4.2.1.3 Menolak (C)
.......................................................................................
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
4.2.1.4 Menerima (D)
....................................................................................
76
4.2.1.5 Empati (E)
.........................................................................................
80
4.2.1.6 Meminta Maaf (F)
.............................................................................
84
4.2.1.7 Meminta/ Mengundang (G)
...............................................................
88
4.2.1.4 Selamat (H)
........................................................................................
91
4.2.2 Maksud Basa-basi Berbahasa
...............................................................
95
4.2.2.1 Salam (A)
...........................................................................................
95
4.2.2.2 Terima Kasih (B)
...............................................................................
98
4.2.2.3 Menolak (C)
.......................................................................................
103
4.2.2.4 Menerima (D)
....................................................................................
107
4.2.2.5 Empati (E)
.........................................................................................
110
4.2.2.6 Meminta Maaf (F)
.............................................................................
113
4.2.2.7 Meminta/ Mengundang (G)
...............................................................
117
4.2.2.8 Mengucapkan Selamat (H)
................................................................
121
BAB V PENUTUP
.......................................................................................
125
5.1 Simpulan
..................................................................................................
125
5.2 Saran
.......................................................................................................
127
5.2.1 Bagi Peneliti Lain
.................................................................................
127
5.2.2 Bagi Keluarga Pendidik
.......................................................................
127
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................
129
LAMPIRAN
Lampiran 1. Triangulasi Basa-basi
................................................................
131
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dan Observasi
........................................... 169
Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian
......................................... 170
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Kerangka Berpikir
..........................................................................
51
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rincian Keluarga Pendidik
..............................................................
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan salah satu alat yang penting bagi manusia
untuk
saling berkomunikasi. Melalui bahasa manusia dapat menyampaikan
pesan
kepada orang lain. Menurut Widjono (2007:14) bahasa adalah
sistem lambang
bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh
masyarakat
pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu
sistem, yaitu
seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Berdasarkan
pengertian
tersebut, terlihat jelas bahwa bahasa digunakan untuk saling
berinteraksi satu
dengan yang lain, serta dapat membentuk tingkah laku dan sopan
santun saat
bertutur kata. Bahasa selalu hadir dalam segala aktivitas
ataupun kegiatan
manusia. Maka dari itu, bahasa memegang peranan yang penting
dalam
berkomunikasi.
Menurut KBBI (2008:721), komunikasi adalah pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang
dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak. Penerimaan serta
pengirimin
pesan sangat penting dalam menjalin sebuah komunikasi satu
dengan lainnya,
bila salah satu kurang dapat menerima maupun mengirim pesan,
komunikasi
dapat terhambat. Terkadang untuk menyampaikan sebuah informasi,
penutur
tidak mengungkapkan secara langsung melainkan dengan menjalin
hubungan
sosial dengan lawan tuturnya. Hal ini bertujuan untuk membuka
atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
mempertahankan serta memelihara hubungan sosial antara penutur
dan lawan
tutur yang dikenal dengan istilah basa-basi.
Menurut KBBI (2008:143), basa-basi adalah (1) adat sopan
santun;
tata krama pergaulan, (2) ungkapan yang digunakan hanya untuk
sopan santun
dan tidak untuk menyampaikan informasi, misalnya kalimat “apa
kabar?”
yang diucapkan apabila kita bertemu dengan kawan (3) perihal
menggunakan
ungkapan semacam itu. Tingkat kesopansantunan seseorang dalam
dilihat dari
budayanya, salah satunya adalah budaya berbahasanya saat
berkomunikasi.
Oleh karena itu, basa-basi memiliki peranan penting dalam setiap
hubungan
dan komunikasi antarmanusia.
Berikut ini memperlihatkan fenomena basa-basi:
(1) Putri : Makasih ya, Dew. Mampir dulu.
Dewi : Sama-sama, Put. Lain kali aja ya, aku langsungan aja.
Daah.
Putri : Daah, hati-hati Dewi.
Pada dialog (1) konteknya ketika Putri diantar pulang ke rumah
oleh
Dewi. Tuturan tersebut termasuk tuturan basa-basi karena
digunakan ketika
Putri dan Dewi sampai di depan rumah. Ungkapan “Makasih ya,
Dew”
dipakai secara otomatis karena Dewi telah mengantar Putri
pulang. Kemudian
pada tuturan “Mampir dulu” menunjukkan tuturan yang tidak
sebenarnya,
karena Dewi sudah mau mengantarnya sampai ke rumah. Tuturan
“Lain kali
aja ya, aku langsungan aja” menunjukkan tuturan yang tidak
sebenarnya,
karena tuturan Dewi tidak bersungguh-sungguh meyakinkan tuan
rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
bahwa ia akan mampir lain waktu, melainkan hanya untuk
memperhalus
menolak ajakan untuk mampir di rumah Putri. Tuturan-tuturan
tersebut dalam
masyarakat bahasa Indonesia dikenal dengan istilah
“basa-basi”.
Penggunaan basa-basi tidak hanya digunakan dalam kehidupan
sehari-
hari di masyarakat, tetapi pada keluarga pendidik juga sering
ditemukan
adanya basa-basi. Keluraga menurut KBBI (2008:659) adalah ibu
dan bapak
beserta anak-anaknya; seisi rumah. Keluarga merupakan kesatuan
dari orang-
orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan
peranan-
peranan sosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, putra dan
putri, saudara
laki-laki dan saudara perempuan. Basa-basi pada keluarga
pendidik
merupakan salah satu bentuk dari kesantunan berbahasa
antaranggota
keluarga pendidik dalam satu rumah.
Berikut ini memperlihatkan fenomena basa-basi:
(2) Ayah : Bagaimana sekolahmu tadi?
Anak : Baik, yah.
Pada dialog (2) konteksnya ketika ayah dan anak bertemu di
rumah
setelah seharian ayah bekerja dan anak bersekolah. Ungkapan
“bagaimana
sekolahmu tadi?” digunakan untuk membuka sebuah percakapan
antara
ayah dengan anaknya, agar hubungan ayah dengan anakanya tetap
terjalin
erat.
Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti tertarik untuk
mengetahui
basa-basi yang digunakan ayah dan ibu, orang tua dan anak, anak
dan anak
di dalam keluarga pendidik. Peneliti memilih objek penelitian di
dusun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
Kenteng, Kejiwan, Wonosobo karena dusun Kenteng, Kejiwan,
Wonosobo
dianggap dapat mewakili tuturan basi-basi dari para keluarga
pendidik
dalam berkomunikasi dengan sesama keluarga. Oleh karena itu,
peneliti
akan melakukan suatu penelitian dengan judul “Basa-Basi
Dalam
Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng,
Kejiwan,
Wonosobo”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dipaparkan di atas,
maka
dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
a. Apa saja wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota
keluarga
pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo?
b. Apa saja maksud basa-basi dalam berbahasa antaranggota
keluarga
pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas,
maka
penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan wujud basa-basi dalam berbahasa
antaranggota
keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.
b. Mendeskripsikan maksud basa-basi dalam berbahasa
antaranggota
keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga
pendidik
ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang
memerlukan.
Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan
penelitian ini,
yaitu:
a. Manfaat Teoretis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu
pengembangan pragmatik khususnya yang berkaitan dengan
basa-basi
berbahasa, serta dapat digunakan sebagai referensi dalam
berkomunikasi untuk membuka serta mempererat hubungan sosial
penutur dan lawan tutur.
b. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian basa-basi berbahasa ini diharapkan
dapat
memberikan masukan bagi keluarga pendidik terutama antara orang
tua
dan anak maupun sebaliknya untuk membuka serta mempererat
hubungan sosial penutur dan lawan tutur dalam berkomunikasi.
Penelitian ini dapat juga memberikan masukan kepada para
praktisi
dalam bidang pendidikan terutama bagi dosen, guru, mahasiswa,
siswa,
dan tenaga kependidikan untuk mengetahui pentingnya
basa-basi
berbahasa dalam lingkup keluarga pendidik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
1.5 Batasan Istilah
Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini tidak lepas
dari
teori basa-basi dan teori-teori yang mendukung penelitian ini,
maka peneliti
memberikan batasan istilah sebagai berikut:
1. Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh
penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau
pembaca).
Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan
analisis
tentang apa yang dimaksud orang dengan tuturan-tuturannya
daripada
dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan
dalam
tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud
penutur.
(Yule, 2006: 3)
2. Maksud Basa-basi
Maksud Basa-basi ialah sesuatu yang sungguh-sungguh ingin
disampaikan oleh penutur dan hanya bersumber dari penutur.
yaitu
yang berwujud pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau
kontak antara penutur dengan lawan tutur. (Arimi, 1998)
3. Basa-basi
Kata-kata dipakai untuk memecahkan kesunyian, untuk
mempertahankan suasana baik, dan sebagainya. Penggunaan
bahasa
untuk keperluan seperti ini dapat disebut penggunaan basa
basi.
(Arimi, 1998)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
4. Basa-basi Murni
Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara
otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya
apa
yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. (Arimi,
1998)
5. Basa-basi Polar
Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan
realitasnya,
dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya
untuk
menunjukkan hal yang lebih sopan. (Arimi, 1998)
6. Konteks
Konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang
pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan
sama-sama
dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur,
serta yang
mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan
oleh si
penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. (Rahardi,
2003:20)
7. Keluarga Pendidik
Keluarga pendidik adalah kesatuan dari ayah dan ibu beserta
anaknya
yang berinteraksi dan berkomunikasi dalam lingkup guru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan
teori, dan
kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang
tinjauan terhadap topik-
topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain.
Landasan teori berisi
tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis
dari penelitian ini
yang terdiri atas teori pragmatik, konteks, teori maksud,
fenomena-fenomena
pragmatik, basa-basi sebagai fenomena pragmatik, dan kategori
fatis. Kerangka
berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan pada
penelitian yang relevan
dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.
2.1 Penelitian Relevan
Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan
teori, dan
kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang
tinjauan terhadap
topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang
lain. Landasan
teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan
analisis dari
penelitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, konteks, teori
maksud,
fenomena-fenomena pragmatik, basa-basi sebagai fenomena
pragmatik, dan
kategori fatis. Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori
yang berdasarkan
pada penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab
rumusan
masalah.
Penelitian Sailal Arimi (1998) berjudul “Basa-Basi Dalam
Masyarakat
Bahasa Indonesia”. Penelitian ini bertujuan: (1) mendapatkan
gambaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
tentang etnografi berbasa-basi bagi penutur bahasa Indonesia,
dan
memperoleh pengetahuan yang memadai tentang aturan, atau
kaidah
penyampaian basa-basi dalam bahasa Indonesia, (2) mendapatkan
kejelasan
kembali atas fungsi basa-basi, (3) menemukan jenis-jenis
basa-basi,
distribusinya dalam wacana interaktif, beserta hubungannya
dengan strategi
berbasa-basi yang tepat, dan (4) menemukan kekhasannya dalam
bahasa
Indonesia.
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, Sailal Arimi
menghasilkan
beberapa kesimpulan. Basa-basi sebagai tuturan rutin yang
tidak
mementingkan informasi merupakan simbol tindakan sosial secara
verbal
untuk bertegur sapa, bersopan-santun, dan beramah tamah guna
menciptakan
hubungan solidaritas dan harmonisasi antarpenutur. Masyarakat
penutur
membutuhkan basa-basi dikaitkan dengan hakikat fungsi
interaksional baik
untuk membina dan/atau mempertahankan hubungan sosial antar
penutur. Dari
sudut relasi sosial antarpenutur yang dihasilkan (outcome), bagi
penutur basa-
basi merupakan upaya untuk memperoleh rasa solidaritas dan
harmonisasi
dengan mitra tutur. Dari sudut fungsi hakiki bahasa, basa-basi
merupakan
sejemput fenomena bahasa yang berfungsi sebagai pemelihara kerja
sama dan
sangat reflektif.
Basa-basi dalam masyarakat bahasa Indonesia berdasarkan daya
tuturannya digolongkan atas dua jenis, yaitu basa-basi murni dan
basa-basi
polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai
secara
otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya
apa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi
murni
digolongkan menjadi tiga subjenis, yaitu basa-basi murni
keniscayaan, basa-
basi keteralamian, dan basa-basi keakraban. Basa-basi polar
adalah tuturan
yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih
tuturan
yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan.
Basa-basi
polar dibagi menjadi dua, yaitu basa-basi polar sosial dan
basa-basi polar
personal. Basa-basi bersifat universal sehingga menghasilkan
kekhasan-
kekhasan yang bersumber dari kebiasaan berbahasa dan sistem
bahasa.
Pengalihan pragmatis berdasarkan kekhasan-kekhasan tersebut dari
satu
bahasa ke bahasa lain (dalam hal ini bahasa Indonesia ke bahasa
Inggris atau
sebaliknya) dapat menimbulkan kegagalan atau konflik
komunikasi.
Penelitian Fitri Apri Susilo (2014) berjudul Basa-basi dalam
Berbahasa
Antar Guru di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014.
Dalam
penelitian tersebut terdapat dua rumusan masalah yang ingin
dikaji oleh
peneliti, yaitu apa sajakah wujud Basa-basi dalam Berbahasa
Antar Guru di
SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014, apa sajakah maksud
Basa-
basi dalam Berbahasa Antar Guru di SMP N 12 Yogyakarta Tahun
Ajaran
2013/2014. Berdasarkan tiap pemaparan hasil analisis terhadap
kedua
permasalahan dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa:
peneliti
menemukan delapan wujud Basa-basi Berbahasa Antar Guru di SMP N
12
Yogyakarta yang ditinjau dari kategori acknowledgment-nya
terdiri dari
delapan subkategori. Kedelapan subkategori tuturan basa-basi
tersebut adalah
(1) Apologize (meminta maaf), (2) Condole (belasungkawa), (3)
Congratulate
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
(mengucapkan salam), (4) greet (memberi salam), (5) thanks
(berterimakasih),
(6) bid (meminta/mengundang), (7) accept (menerima), (8) reject
(menolak).
Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk
mengekspresikan
penyesalan. Condole (bela sungkawa) yaitu fungsi tuturan
untuk
mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami oleh
mitra tutur.
Congatulate (mengucapkan selamat) yaitu fungsi tuturan
mengekspresikan
kegembiraan karena ada kabar baik. Greet (memberi salam) yaitu
fungsi
tuturan untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang.
Thanks
(berterima kasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terima
kasih karena
mendapat bantuan. Bid (meminta) yaitu fungsi tuturan untuk
mengekspresikan
harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan
seseorang
akan terjadi. Accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk
menerima
(menghargai) basa-basi dari mitra tutur. Reject (menolak) yaitu
fungsi tuturan
untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur.
Penelitian Rawinda Fitrotul Mualafina (2013) berjudul Basa-Basi
Dalam
Interaksi Jual Beli di Pasar Tradisional Kertek Wonosobo.
Terdapat tiga
rumusan masalah yang dikaji oleh peneliti, yaitu (1) bagaimana
bentuk, jenis,
dan distribusi basa-basi yang digunakan dalam percakapan jual
beli di pasar
tradisional Kertek, (2) apa saja faktor-faktor yang
melatarbelakangi
penggunaan bentuk, jenis, dan distribusi dalam percakapan jual
beli di pasar
tradisional Kertek, dan (3) bagaimana fungsi dari penggunaan
basa-basi dalam
percakapan jual beli di pasar tradisional Kertek. Berdasarkan
pemaparan hasil
analisis terhadap ketiga permasalahan dalam penelitian tersebut,
dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
disimpulkan bahwa: (1) basa-basi yang digunakan dalam komunikasi
di Pasar
Kertek Wonosobo ini berbeda dengan basa-basi yang digunakan di
tempat
lain, (2) melalui pembahasan mengenai bentuk dan jenis,
diperoleh fakta
bahwa suatu kalimat mampu menyampaikan maksud yang berbeda
dengan
bentuk fisik kalimat tersebut, (3) ujaran basa-basi yang
digunakan di Pasar
Kertek ini hadir pada tiga posisi dalam struktur percakapan jual
beli terjadi,
yaitu rangkaian pembukaan atau opening sequences, rangkaian
sisipan atau
insertion sequences, dan rangkaian penutup atau closing
sequences, (4)
sebagai salah satu bentuk bahasa dalam masyarakat, penggunaan
basa-basi
tidak dapat terlepas dari sejumlah faktor sosial tertentu yang
berpengaruh
terhadap bentuk, jenis, dan distribusi basa-basi yang digunakan
dalam sebuah
percakapan jual-beli, (5) melalui enam fungsi yang ditemui dalam
penggunaan
basa-basi diketahui bahwa meskipun kehadirannya manasuka dan
tidak
mengandung informasi yang baru, kedudukan penggunaan basa-basi
dalam
percakapan tetaplah penting dalam kaitannya dengan fungsi secara
sosial.
Dari ketiga penelitian yang relevan tersebut memiliki persamaan
dan
perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.
Kesamaaan
dengan penelitian-penelitian yang relevan sebelumnya terletak
pada topik
yang sama yaitu basa-basi berbahasa. Bahkan penelitian yang
dilakukan oleh
Fitri Apri Susilo terdapat rumusan masalah yang hampir sama
dengan peneliti
yaitu mengkaji tentang bentuk basa-basi berbahasa. Akan tetapi,
tentu terdapat
perbedaan dengan penelian-penelitian yang sudah ada sebelumnya.
Perbedaan
ini yakni terletak pada subjek penelitian. Penelitian yang
berudul “Basa-basi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun
Kenteng,
Kejiwan, Wonosobo” menggunakan subjek keluarga pendidik yang
tinggal di
Dusun Kenteng, dalam penelitiannya. Hal inilah yang membedakan
dengan
peneliti-peneliti sebelumnya, dimana penelitian yang terdahulu
belum ada
yang menggunakan subjek yang sama dengan peneliti.
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Pragmatik
Rahardi (2003:10) mengatakan bahwa pragmatik merupakan
cabang
dari linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja yang
termasuk di
dalam stuktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi
anatara
penutur dengan mitra tutur, serta sebagai pegacuan tanda-tanda
bahasa
yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa.
Levinson (1997) dalam Sudaryanto (2010:118) mengatakan
“Pragmatics is the study of relations between language and
context that a
basic to an account of language understanding” (Pragmatik adalah
kajian
ihwal hubungan kemampuan pengguna bahasa dan konteks yang
merupakan dasar bagi penjelasan tentang pemahaman bahasa).
Konteks
sangat diperlukan dalam pragmatik, tanpa konteks analisis
pragmatik tidak
akan berjalan. Dengan kata lain, daya pragmatik sangat
bergantung pada
konteks yang berlangsung pada waktu tuturan diujarkan dalam
sebuah
peristiwa tutur.
Yule (2006:3) mengatakan bahwa pragmatik adalah studi
tentang
makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh
pendengar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan
analisis
tentang apa yang dimaksud orang dengan tuturan-tuturannya
daripada
dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam
tuturan
itu sendiri. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa
yang
dimaksudkan orang di dalam suatu konteks dan bagaimana konteks
itu
berpengaruh terhadap apa yang dikatakan.
Setiap penutur yang bertutur memiliki maksud yang ingin
disampaikannya. Maksud tersebut adalah milik si penutur, bukan
tuturan.
Tuturan merupakan media bagi penutur untuk menyampaikan
maksud
tersebut. Berkaitan dengan maksud tersebut, maka perlu
dipahami
bagaimana maksud dan makna dapat dibedakan, sebab kedua hal
tersebut
berbeda jika telah bersinggungan dengan konteks situasi.
George (1964) dalam Rahardi (2003:12) telah menunjukkan
bahwa
ilmu bahasa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya adalah ilmu
tentang
makna bahasa, dalam kaitan dengan keseluruhan perilaku umat
manusia
dan tanda-tanda atau lambang-lambang bahasa yang ada di
sekelilingnya.
Terhadap tanda atau lambang bahasa yang mencuat di sekelilingnya
itu,
manusia akan selalu akan bereaksi dengan aneka kemungkinan sikap
dan
variasi tindakan atau perilakunya.
Cruse (2000:16) dalam Cummings (2007:2) memaparkan bahwa
pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi
yang
disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi
yang
diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang
digunakan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
tetapi yang juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada
makna-
makna yang dikodekan secara konvesional dengan konteks
tempat
penggunaan bentuk-bentuk tersebut.
2.2.2 Konteks
Rahardi (2003:20) mengemukakan bahwa konteks tuturan dapat
diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan
(background
knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami
bersama
oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi
mitra tutur
atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam
keseluruhan proses
bertutur.
Konteks sangat penting dalam kajian pragmatik. Menurut Leech
(1983:13) dalam Nadar (2009: 6) konteks didefinisikan sebagai
background
knowledge assumed to be shared by s and h and which contributes
to h’s
interpretation of what s means by a given utterance (Latar
belakang
pemahaman yang dimiliki oleh penutur pada waktu membuat
tuturan
tertentu) (s berarti speaker “penutur”; h berarti hearer “lawan
tutur”). Leech
menambahkan dalam definisinya tentang konteks yaitu sebagai
suatu
pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh
penutur dan
petutur, dan konteks ini membantu petutur menafsirkan atau
menginterpretasikan maksud tuturan penutur. Dengan demikian,
konteks
adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial
sebuah tuturan
ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh
penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
dan lawan tutur dan yang membantu lawan tutur menafsirkan
makna
tuturan.
Hymes (1974) dalam Sudaryanto (2010:119) mengembangkan
konteks situasi yang dikenalkan oleh Malinowski dan Firth
yang
menghubungkannya dengan situasi tutur. Dalam situasi tutur
tersebut,
terdapat delapan komponen tutur yang disingkat menjadi
SPEAKING.
Kedelapan komponen tutur itu dapat mempengaruhi tuturan
seseorang.
Delapan komponen tutur itu meliputi latar fisik dan latar
psikologi (setting
and scene), peserta tutur (partisipants), tujuan tutur (ends),
urutan tindak
(acts), nada tutur (keys), saluran tutur (instruments), norma
tutur (norms),
dan jenis tutur (genres).
1) Settings adalah tempat dan waktu terjadinya pertuturan,
termasuk di
dalamnya kondisi psikologis dan cultural yang menyangkut
pertuturan
tersebut.
2) Participant menyangkut peserta tutur.
3) Ends menunjuk pada tujuan yang ingin dicapai dalam suatu
situasi
tutur.
4) Acts of sequence menunujuk pada saluran tutur yang dapat
merupakan
lisan maupun tertulis.
5) Key menunujukkan cara dari pertuturan yang dilangsungkan.
6) Instrumentalities menunjukkan penggunaan kaidah berbahasa
dalam
pertuturan.
7) Norms adalah norma atau tuturan dalam berinteraksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
8) Genre adalah kategori tuturan yang dapat merupakan puisi,
surat,
artikel, dan sebagainya.
Syafi‟ie (1990:126) dalam Lubis (2011:60) mengatakan konteks
pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu (1)
konteks
fisik yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam
suatu
komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu
dan
tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa
komunikasi itu; (2)
konteks epistemis atau latar belakang pengetahuan yang
sama-sama
diketahui oleh pembicara ataupun pendengar; (3) konteks
linguistik yang
terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang
mendahului satu
kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi; (4)
konteks sosial
yaitu relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan
antara
penutur dengan pendengar.
Anwar (1984:44-45) menjelaskan istilah konteks sering
digunakan
untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk
untuk
lebih memahami masalah arti bahasa. Situasi itu dapat formal dan
informal.
Kata konteks lebih luas jangkauannya. Konteks itu mencakup
pengertian
situasi tetapi ditambah dengan pengertian lain. Konteks dari
sebuah kata
atau bicara dapat meliputi seluruh latar belakang sosial dari
masyarakat
bahasa itu. Bila kita membaca kata-kata tertentu dalam sebuah
buku,
kadang-kadang kita kurang memahami kata itu tanpa memahami isi
buku itu
secara keseluruhan. Dapat dikatakan bahwa konteks daripada
kata-kata itu
tadi adalah semua kata-kata yang digunakan dalam buku itu.
Konteks sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
penting dalam memahami suatu tuturan, ia tidak menelaah bahasa
secara
internal melainkan secara eksternal. Konteks itu bisa berupa
bahasa dan
bukan bahasa, kedua-duanya dapat mempengaruhi arti bahasa.
Istilah
konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa
sebagai
salah satu petunjuk untuk lebih memahami arti masalah
bahasa.
Cumming (2005:5) mengatakan bahwa kita tidak dapat
mendapatkan definisi pragmatik yang lengkap bila konteksnya
tidak
disebutkan. Gagasan tentang konteks berada di luar
pengejawantahannya
yang jelas seperti latar fisik tempat dihasilkannya suatu ujaran
yang
mencakup faktor-faktor linguistik, sosial dan epistemis.
Meskipun peran
konteks dalam bahasa sudah lama diketahui, akan tetapi baru
sekaranglah
kontribusi faktor-faktor konteks terhadap proses argumentasi
diselidiki
secara serius oleh para ahli pragmatik.
Yule (1996) dalam Sudaryanto (2010:120) membahas konteks
dalam kemampuan seorang untuk mengidentifikasi referen-referen
yang
bergantung pada satu atau lebih pemahaman orang itu terhadap
ekspresi
yang diacu. Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Yule
membedakan
konteks dan koteks. Konteks ia definisikan sebagai lingkungan
fisik
dimana sebuah kata dipergunakan. Koteks adalah bahan linguistik
yang
membantu memahami sebuah ekspresi atau ungkapan.
Gunarwan (2004) dalam Sudaryanto (2010:122) menjelaskan
konteks merupakan konsep yang dinamis. Maksud dinamis di sini
adalah
bahwa kenyataan dunia selalu berubah, dalam arti luas yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
memungkinkan partisispan berinteraksi dalam proses komunikasi
dan
ekspresi linguistik dari interaksi mereka yang dapat dimengerti.
Misalnya,
pragmatik menjelaskan pemilihan bentuk bahasa didasarkan pada
tujuan
para peserta pertuturan.
Cutting (2008) dalam Sudaryanto (2010:122) menjelaskan
konteks
adalah pengetahuan ihwal dunia fisik dan sosial serta
faktor-faktor sosio-
psikologis yang memengaruhi komunikasi sebagaimana
pengetahuan
waktu dan tempat di dalam kata-kata yang dituturkan atau
dituliskan.
Konteks merupakan pengetahuan yang dimiliki bersama penutur
dan
petutur. Cutting membagi konteks menjadi tiga macam, yaitu
konteks
situasional, konteks pengetahuan latar, dan koteks. Konteks
situasional
berkaitan dengan situasi tempat interaksi tuturan, apakah
penutur
mengetahui ihwal apa yang dapat mereka lihat di sekelilingnya.
Konteks
pengetahuan latar berkaitan dengan apakah penutur dan petutur
saling
mengetahui ihwal budaya dan interpersonal.
2.2.3 Teori Maksud
Rahardi (2003:16−17) dalam bukunya telah berbicara perihal
maksud dan makna. Rahardi memaparkan bahwa makna yang dikaji
dalam
pragmatik bersifat terikat konteks (context dependent),
sedangkan makna
yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks (context
independent).
Makna yang dikaji di dalam semantik bersifat diadik (diadic
meaning),
sedangkan dalam pragmatik makna itu bersifat triadik (triadic
meaning).
Pragmatik mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur,
semantik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
mempelajarinya untuk memahami makna sebuah satuan linguan a
sich,
yang notabene tidak perlu disangkutpautkan dengan konteks
situasi
masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi wadahnya.
Informasi dan maksud sama-sama sesuatu yang luar-ujaran.
Hanya
bedanya kalau informasi itu merupakan sesuatu yang luar-ujaran
dilihat
dari segi objeknya atau yang dibicarakan; sedangkan maksud
dilihat dari
segi pengujarnya, orang yang berbicara itu mengujarkan suatu
ujaran entah
berupa kalimat maupun frasa, tetapi yang dimaksudkannya tidak
sama
dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri. Di simpang-simpang
jalan di
Jakarta banyak pedagang asongan menawarkan barang
dagangannya
kepada para pengemudi atau penumpang kendaraan (yang
kebetulan
kendaraannya tertahan arus lalu lintas) dengan kalimat tanya
“Koran,
Koran?”. Padahal mereka tidak bermaksud bertanya melainkan
bermaksud
menawarkan. Contoh lain, seorang ayah setelah memeriksa buku
rapor
anaknya, dan melihat bahwa angka-angka dalam buku rapor itu
banyak
yang merah, berkata kepada anaknya dengan nada memuji, dengan
kalimat
itu dia sebenarnya bermaksud menegur atau mungkin juga
mengejek
anaknya.
Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang
disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa
lain.
Selama masih menyangkut segi bahasa maka maksud itu masih
dapat
disebut sebagai bahasa maka maksud itu masih dapat disebut
persoalan
bahasa. Tetapi kalau sudah terlalu jauh dan tidak berkaitan lagi
dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
dengan bahasa maka sudah tidak dapat lagi disebut sebagai
persoalan
bahasa. Mungkin termasuk persoalan bidang studi lain; entah
filsafat,
antropologi, atau juga psikologi. Maksud yang menyangkut pihak
pengujar
masih memiliki persoalan semantik, asal saja lambang-lambang
yang
digunakan masih berbentuk lingual. (Chaer, 2009: 35)
2.2.4 Fenomena Pragmatik
Dalam ilmu pragmatik terdapat empat fenomena pragmatik
yang telah disepakati, yaitu (1) deiksis, (2) praanggapan
(presupposition), (3) implikatur percakapan (conversational
implicature), dan (4) tindak ujaran (speech acts), (Purwo,
1990:17).
2.2.4.1 Deiksis
Menurut Yule (2006:13) deiksis adalah istilah teknis (dari
bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita
lakukan
dengan tuturan. Deiksis berarti „penunjukkan‟ melalui
bahasa.
Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan
„penunjukkan‟
disebut ungkapan deiksis.
Yule (2006:13-15) membagi deiksis menjadi tiga, yaitu
deiksis
persona (kata ganti orang pertama „saya‟, orang kedua „kamu‟,
dan
orang ketiga „dia laki-laki‟, „dia perempuan‟, atau „dia
barang/
sesuatu‟), deiksis tempat („di sini‟ dan „di sana‟), dan deiksis
waktu
(„pekan depan, „pekan yang lalu‟, „pekan ini‟, „kemarin‟, „hari
ini‟,
„nanti malam‟, „sekarang‟, dan „kemudian‟).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
Purwo (1990:17) menjelaskan bahwa kata seperti saya, sini,
sekarang adalah kata-kata yang deiksis. Kata-kata tersebut
tidak
memiliki referen yang tetap. Berbeda halnya dengan kata
rumah,
kertas, kursi, di tempat manapun, pada waktu kapan pun,
referen
yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari kata saya,
sini,
sekarang barulah dapat diketahui pula siapa, di tempat mana,
dan
pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan.
Kushartanti (2005:111) menjelaskan bahwa deiksis adalah cara
merujuk pada suatu hal yang berkaitan dengan erat dengan
konteks
penutur. Dengan demikian, ada rujukan yang berasal dari
penutur,
dekat dengan penutur, dan jauh dari penutur. Ada tiga jenis
deiksis,
yaitu deiksis ruang, deiksis persona, dan deiksis waktu.
2.2.4.2 Praanggapan
Rahardi (2005:42) mengatakan bahwa sebuah tuturan dapat
dikatakan praanggapan tuturan yang lain apabila
ketidakbenaran
tuturan yang dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau
ketidakbenaran tuturan yang mempresuposisikan tidak dapat
dikatakan. Tuturan yang berbunyi Mahasiswa tercantik di kelas
itu
pandai sekali. Mempraanggapkan adanya seseorang mahasiswa
yang
berparas sangat cantik. Apabila pada kenyataannya memang ada
seorang mahasiswa yang berparas sangat cantik di kelas itu,
tuturan
di atas dapat dinilai benar atau salahnya. Sebaliknya, apabila
di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
dalam kelas itu tidak ada seorang mahasiswa yang berparas
cantik,
tuturan tersebut tidak dapat ditentukan benar atau salahnya.
Presuposisi merupakan kajian dalam lingkup semantik,
namun dalam perkembangannya para linguis cenderung
berpendapat
bahwa kajian presuposisi dalam lingkup semantik saja tidak
dapat
memuaskan mereka, sehingga kajian presuposisi bergeser ke
wilayah
pragmatik (Nadar, 2009:63). Levinson dalam Nadar
(2006:64-65)
menyatakan bahwa preposisi pragmatik merupakan inferensi
pragmatik yang sangat sensitif terhadap faktor-faktor konteks,
dan
membedakan terminologi preposisi menjadi dua macam. Pertama,
kata “presuposisi” sebagai terminologi umum dalam penggunaan
bahasa Inggris sehari-hari, serta kata “presuposisi” sebagai
terminologi teknis dalam kajian pragmatik. Di bandingkan
dengan
luasnya makna preposisi secara umum dalam penggunaan sehari-
hari, makna preposisi dalam pragmatik relatif lebih sempit.
Preposisi
dapat dijelaskan sebagai berbagai inferensi atau asumsi
pragmatik
yang nampaknya dibangun menjadi ungkapan linguistik.
2.2.4.3 Implikatur
Rahardi (2003:85) mengatakan bahwa di dalam pertuturan yang
sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar
berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan
latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan
itu.
Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan
itu
saling dimengerti.
Rahardi (2005: 42-43) menyebutkan tuturan Bapak datang,
jangan menangis! Tidak semata-mata dimaksudkan untuk
memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat
tertentu.
Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang
ayah
yang bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan
sesutau
terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Dengan perkataan
lain,
tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang
yang
keras dan sangat kejam dan sering marah-marah pada anaknya
yang
sedang menangis. Di dalam implikatur, hubungan antara
tuturan
yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu
bersifat
tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan
pada
konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan
tersebut.
Menurut Levinson (183) dalam Hamid Hasan (2011:73), ada
empat faedah konsep implikatur, yaitu:
a) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta
kebahasaan
yang tak terjangkau oleh teori linguistik;
b) Dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan
lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa;
c) Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang
hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang
sama;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
d) Dapat memerikan bebagai fakta yang secara lahiriah
kelihatan
tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).
2.2.4.4 Tindak Ujaran
Tindak tutur diklasifikasikan menjadi 5 jenis fungsi umum,
yaitu deklarasi, presentatif, ekspresi, direktif, dan komisif
(Yule,
2006: 92-94). Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang
mengubah
dunia melalui tuturan. Contoh 1: Wasit: Anda ke luar!
Seperti
contoh 1 menggambarkan, penutur harus memiliki peran
institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk
menampilkan
suatu deklarasi secara tepat. Pada waktu menggunakan
deklarasi
penutur mengubah dunia dengan kata-kata.
Representatif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan apa
yang diyakini penutur kasus atau bukan. Contoh 2: Bumi itu
datar.
Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan
pendeskripsian,
seperti yang digambarkan dalam contoh 2, merupakan contoh
dunia
sebagai sesuatu yang diyakini oleh penutur yang
menggambarkannya. Pada waktu menggunakan sebuah
representatif,
penutur mencocokkan kata-kata dengan dunia (kepercayaannya).
Tindak tutur selanjutnya yaitu ekspresif. Ekspresif adalah
jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan
oleh
penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan
psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan,
kesulitan,
kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Contoh
3:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
Sungguh, saya minta maaf. Seperti yang digambarkan dalam
contoh
3, tindak tutur mungkin disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan
oleh
penutur atau pendengar, tetapi semuanya menyangkut
pengalaman
penutur. Pada waktu menggunakan ekspresif penutur
menyesuaikan
kata-kata dengan dunia (perasaannya).
Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur
untuk menyuruh orang lain mengatakan sesuatu. Jenis tindak
tutur
ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur
ini
meliputi; perintah, pemesanan, permohonan, dan pemberian
saran.
Contoh 4: Jangan menyentuh itu! Seperti yang digambarkan
dalam
contoh 4, bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif.
Pada
waktu menggunakan direktif penutur berusaha menyesuaikan
dunia
dengan kata (lewat pendengar).
Tindak tutur berikutnya ialah komisif. Komisif adalah jenis
tindak tutur yang dapat dipahami oleh penutur untuk
mengikatkan
dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang.
Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh
penutur. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman,
penolakan,
dan ikrar. Contoh 5: Kami tidak akan melakukan itu. Seperti
ditunjukkan dalam contoh 5, dapat ditampilkan sendiri oleh
penutur
atau penutur sebagai anggota kelompok. Pada waktu
menggunakan
komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan
kata-
kata (lewat penutur).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
Dengan mendasarkan gagasan pendahulunya, yakni Austin
(1962), John R. Searle (1969) dalam buku Speech Acts: An Essay
in
The Philisophy of Language melalui Kunjana (2003: 70)
menyatakan
bahwa pada praktik penggunaan bahasa yang sesungguhnya itu
terdapat tiga macam tindak tutur. Ketiga macam tindak tutur
atau
speech acts itu secara berturut-turut dapat disebutkan seperti
berikut
ini: (1) tindak lokusioner (locutionary acts), (2) tindak
ilokusioner
(illocutionary acts), dan (3) tindak perlokusioner
(perlocutionary
acts).
2.2.4.4.1 Tindak Lokusi
Tindak tutur lokusioner adalah tindak tutur dengan kata,
frasa,
dan kalimat, sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata,
frasa,
dan kalimat itu sendiri. Adapun tindak tutur lokusioner itu
dapat
dinyatakan dengan ungkapan the act of saying something. Di
dalam
tindak lokusioner itu sama sekali tidak dipermasalahkan dalam
ihwal
maksud tuturan yang disampaikan oleh penutur. Jadi sekali
lagi,
perlu dikatakan bahwa tindak tutur lokusioner itu adalah
tindak
menyampaikan informasi yang disampaikan oleh penutur.
2.2.4.4.2 Tindak Ilokusi
Tindak ilokusioner ini merupakan tindak melakukan sesuatu
dengan maksud dan fungsi tertentu di dalam kegiatan bertutur
yang
sesungguhnya. Tindak tutur ilokusioner dapat dinyatakan
dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
ungkapan dalam bahasa Inggris, the act of doing something. Jadi,
ada
semacam daya atau force di dalamnya yang dicuatkan oleh
makna
dari sebuah tuturan.
2.2.4.4.3 Tindak Perlokusi
Tindak perlokusioner ini merupakan tindak menumbuhkan
pengaruh kepada sang mitra tutur oleh penutur. Tindak
perlokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa
Inggris, the act of affecting someone. ((cf. Wijana, 1996);
Rahardi;
2004, dan Rahardi; 2006), Rahardi, 2009: 17).
2.2.5 Basa-basi Sebagai Fenomena Pragmatik
Anwar (1984:47) mengatakan bahwa kata-kata dipakai untuk
memecahkan kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik, dan
sebagainya. Penggunaan bahasa untuk keperluan seperti ini dapat
disebut
penggunaan basa basi. Dalam bahasa Inggris ada ahli yang
menyebut
dengan istilah phatic communication untuk jenis kegunaan seperti
ini.
Fungsi bahasa yang seperti ini tak dapat dianggap tak penting
bahkan
kadang-kadang bersifat menentukan dalam hubungan manusia
selanjutnya.
Bila salah menggunakan phatic communication maka ia dapat
berakibat
jelek atau tak menyenangkan. Yang penting dalam penggunaan
bahasa
untuk keperluan basa basi ini tentulah bukan isi pembicara
tetapi sikap yang
diperlihatkan oleh si pembicara. Si pembicara dapat melakukan
gerak atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
sikap badan tertentu dan alunan suara tertentu yang dapat
dilazimkan dalam
sesuatu masyarakat bahasa.
Di negeri kita ini bila orang bertemu orang lain sering
menanyakan
hendak ke mana terhadap lawan bicara. Biasanya dalam hal ini si
penanya
tidak mempunyai minat untuk mengetahui hendak ke mana orang
yang
ditanya itu, dia hanya sekedar mengumumkan bahwa dia ingin
mempertahankan hubungan baik selama ini. Yang ditanya pun tentu
paham
akan hal ini dan karena itu dapat memberikan jawaban juga juga
sekedar
memberi jawaban. Tentu ia boleh memberikan jawaban terperinci
dengan
menyebutkan rencana perjalanannya hari itu, tetapi biasanya ini
jarang
dilakukan.
Setiap masyarakat bahasa mempunyai cara sendiri-sendiri
dalam
menggunakan bahasa untuk keperluan basa-basi. Orang yang sudah
pandai
berbahasa asing, akan tetapi belum menguasai penggunaan bahasa
untuk
keperluan basa-basi dalam bahasa asing itu, tanpa disengaja
mungkin
menerjemahkan saja bahasa basa-basi bahasa ibunya ke dalam
bahasa asing
itu. Hal ini sering menimbulkan salah pengertian pada lawan
bicara
sehingga tujuan pembicaraan tidak tercapai. Dalam sesuatu
masyarakat
bahasa macam basa-basi yang digunakan umumnya sudah diketahui
setiap
peserta masyarakat itu.
Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:16) menjelaskan bahwa
ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam fatik atau yang dikenal
dengan
basa-basi, biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu
berjumpa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
pamit, membicarakan cuaca, atau menanyakan keadaan keluarga.
Ungkapan-ungkapan yang digunakan tidak dapat diartikan atau
diterjemahkan secara harfiah. Misalnya, dalam bahasa Indonesia
ada
ungkapan seperti Apa kabar?, Bagaimana kabar keluarga di rumah?,
Mau
kemana nih?, dan sebagainya. Oleh karena itu, penggunaan suatu
bahasa
tidak akan lepas dari basa-basi, namun hanya berbeda kadar
penggunaannya. Penggunaan paling besar dalam percakapan yang
bertujuan
untuk memelihara komunikasi, dimana ungkapan itu hanya uuntuk
bersopan
santun dan tidak untuk menyampaikan informasi.
Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13)
mendefinisikan phatic communication sebagai “a type of speech in
which
ties of union are reated by more exchange of word”. Phatic
communion
mempunyai fungsi sosial. Phatic communication digunakan dalam
suasana
ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi.
Situasi
tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam
pembicaraan ringan,
dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang
menyenangkan.Phatic communication yang digunakan berfungsi
memantapkan ikatan persolan di antara peserta komunikasi
semata-mata
karena adanya kebutuhan akan kebersamaan, dan tidak
bertujuan
mengkomunikasikan ide.
Arimi (1998:95) menegaskan basa-basi dapat didefinisikan
sebagai
fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur akan
tetapi secara
sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu.
Dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
perkataan lain, basa-basi adalah fenomena lingual yang alamiah
tetapi
penggunaannya mental atau menolak jika ditanyakan apakah
penutur
berbasa-basi.
Arimi (1998: 96) juga menjelaskan bahasa secara metodologis
penolakan tersebut akan lebih jelas jika dibandingkan dengan
aktivitas
verbal non basa-basi, seperti aktivitas marah atau serius. Bagi
aktivitas
marah atau serius, penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya
bahwa ia
marah atau serius. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa basa-basi
berkaitan
dengan ihwal maknawi kebertegursapaan, kesopansantunan, dan
keramahtamahan. Tegur sapa, sopan santun dan ramah tamah
menyangkut
perangkat etika, tata susila, dan tata krama pergaulan yang
melokal jika
ditanyakan. Basa-basi juga bermakna penolakan dari yang
sebenarnya.
Basa-basi dipahami sebagai ungkapan yang tidak sungguh-sungguh,
pura-
pura, dan kebohongan. Dengan demikian basa-basi dapat dikatakan
sebagai
tuturan untuk menjalin solidaritas dan harmonisasi.
Menurut Jakobson (1980) dalam tesis Waridin (2008:15)
mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang digunakan
untuk
memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk
memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik
perhatian
lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap
memperhatikan.
Arimi (1998:170) melalui tesisnya membagi tuturan basa-basi
berdasarkan daya tuturannya menjadi basa-basi murni dan
basa-basi polar.
Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara
otomatis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang
diucapkan
oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni
digolongkan
menjadi tiga subjenis, yaitu basa-basi murni keniscayaan,
basa-basi
keterlamian, dan basa-basi keakraban. Sedangkan basa-basi polar
adalah
tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus
memilih
tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih
sopan.
Basa-basi polar dibagi menjadi dua, yaitu basa-basi polar sosial
dan basa-
basi polar personal. Berikut contoh pemakaian basa-basi murni
dan basa-
basi polar.
Contoh:
(3) Pak Ramzi : Selamat pagi, pak.
Silakan mampir dulu?
Pak Ramdan : Selamat pagi juga, Pak Ramzi.
Iya Pak, terima kasih lain kali saja.
Pada dialog (3) konteksnya ketika Pak Ramdan sedang berjalan
di
depan rumah Pak Ramzi dan Pak Ramzi sedang duduk-duduk di
teras
rumah. Tuturan tersebut termasuk basa-basi karena digunakan
ketika Pak
Ramzi bertemu dengan Pak Ramdan. Ungkapan “Selamat pagi”
dipakai
secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang menandai
realitas pagi
dan ungkapan tersebut merupakan basa-basi murni. Kemudian
pada
tuturan “Silakan mampir dulu?” menunjukkan tuturan yang
tidak
sebenarnya karena Pak Ramzi melihat Pak Ramdan sedang berjalan
di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
33
depan rumahnya. Tuturan “Iya pak, terima kasih lain kali
saja”
menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya, karena tuturan Pak
Ramdan
bukan bersungguh-sungguh menyakinkan tuan rumah bahwa dia
akan
mampir, melainkan hanya untuk sopan santun menolak untuk mampir
di
rumah Pak Ramzi dan tuturan tersebut merupakan basa-basi
polar.
Basa-basi dapat dikatakan termasuk tindak tutur ilokusi
komunikatif. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa fungsi
basa-basi yang
termasuk ke dalam klasifikasi Skema Tindak Tutur (STT) yang
diklasifikasikan oleh Ibrahim (1993:16) dalam Susilo (2014:45).
Ibrahim
(1993:16) dalam skripsi Susilo (2014:45-46) mengklasifikasikan
tindak
tutur ilokusi komunikatif ke dalam skema tindak tutur. Skema
tersebut
didasari atas maksud ilokusi atau sikap yang terekspresikan,
yang
digunakan untuk membedakan tindak-tindak ilokusi yang
semuanya
homogen. Tindak itu diidentifikasi oleh maksud-maksud yang ada
dalam
tindak itu (pengenalan mitra tutur terhadap sikap yang
diekspresikan
penutur), ciri-ciri pembeda setiap tipe tindak ilokusi
menspesifikasi hal-hal
yang harus mitra tutur identifikasi dalam tahap akhir STT.
Klasifikasi tindak tutur ilokusi komunikatif menurut Ibrahim
(1993:16) dalam Susilo (2014:46) sebagai berikut:
1) Constantif merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi
dengan
ekspresi maksud sehingga mitra tutur membentuk atau memegang
kepercayaan yang serupa. Tuturan constantifs: Assertives,
Predictives, Retrodictives, Descriptives, Ascriptives,
Informatives,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
34
Confirmatives, Concessives, Retractives, Assentives,
Dissentives,
Responsives, Suggestives, dan Suppositives.
2) Directive mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan
prospektif oleh mitra tutur dan kehendaknya terhadap
tindakan
mitra tutur.Tuturan directives: Requestives, Questions,
Requireents,
Prohibilities, Premissives, dan Advisories.
3) Commisiver mengekspresikan kehendak dan kepercayaan
penutur
sehingga ujarannya mengharuskannya untuk melakukan sesuatu.
Tuturan commisivers: Promise dan Offers.
4) Aknowledgment mengekspresikan perasaan mengenai mitra
tutur
atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara
formal,
kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria sosial
untuk
mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu seperti.
Basa-
basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau
kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam
klasifikasi
acknowledgements. Acknowledgments merupakan tuturan yang
digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada
mitra
tutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara
formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria
harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan
kepercayaan
tertentu. Tuturan yang termasuk acknowledgements adalah
sebagai
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
35
a) Apologize (meminta maaf)
Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk
mengekspresikan penyesalan sehingga mitra tutur percaya
bahwa penutur menyesal telah melakukan kesalahan terhadap
mitra tutur.
b) Condole (belasungkawa)
Condole (belasungkawa) yaitu ungsi tuturan yang
mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami
oleh mitra tutur sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur
bersimpati dengan mitra tutur yang mengalami musibah.
c) Congratulate (mengucapkan selamat)
Congratulate (mengucapkan selamat) yitu fungsi tuturan
mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik
sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur senang dengan
sesuatu yang diraih oleh mitra tutur.
d) Greet (memberi salam)
Greet (memberi salam) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan
rasa senang karena bertemu seseorang.
e) Thanks (berterimakasih)
Thanks (berterimakasih) yaitu fungsi tuturan untuk
menyatakan
teriama kasih karena mendapat bantuan sehingga mitra tutur
percaya bahwa penutur benar-benar mengucapkan terima kasih
kepada mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
36
f) Bid (meminta/ mengundang)
Bid (meminta) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan
harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa
depan seseorang akan terjadi sehingga mitra tutur percaya
bahwa penutur berharap dengan yang dilakukan mitra tutur
akan
baik atau menyenangkan.
g) Accept (menerima)
Accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk menerima
(menghargai) basa-basi dari mitra tutur sehingga mitra tutur
percaya bahwa penutur menghargai dengan apa yang dilakukan
oleh mitra tutur.
h) Reject (menolak)
Reject (menolak) yaitu fungsi tuturan untuk menolak
(melanggar) basa-basi dari mitra tutur sehingga mitra tutur
percaya bahwa penutur kurang menghargai apa yang
diharapakan oleh mitra tutur.
Komponen dan klasifikasi tindak tutur ilokusi komunikatif
tersebut
dapat digunakan sebagai faktor pendukung dalam melakukan
analisis
basa-basi bahasa.
2.2.6 Kategori Fatis
Sebagai salah satu ahli bahasa Indonesia, Kridalaksana
menyampaikan gagasannya tentang kategori fatis. Kategori fatis
adalah
kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau
mengukuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
37
pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Kelas kata ini
biasanya
terdapat dalam konteks dialog atau wawancara bersambutan,
yaitu
kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pembicara dan kawan
bicara.
Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan.
Karena
ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar. Maka
kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat
non-standar
yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek
regional.
Ada bentuk fatis yang terdapat di awal kalimat, misalnya
“Kok
kamu pergi juga?”, ada yang di tengah kalimat, misalnya “Bukan
dia, kok,
yang mengambil uang itu!”, dan ada pula yang di akhir kalimat,
misalnya
“Saya hanya lihat saja, kok!”. Kategori fatis mempunyai wujud
bentuk
bebas, misalnya kok, deh, atau selamat, dan wujud bentuk terikat
misalnya
–lah atau pun.
Bentuk dan jenis kategori fatis terbagi atas:
(1) Partikel dan kata fatis
(a) ah menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh,
misalnya:
“Ah masa sih!”
(b) ayo menekankan ajakan, misalnya:
“Ayo kita pergi!”
Ayo mempunyai variasi yo bila diletakkan di akhir kalimat.
Ayo
juga bervariasi dengan ayuk dan ayuh.
(c) deh digunakan untuk menekankan:
(1) pemaksaan dengan membujuk, misalnya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
38
“Makan deh, jangan malu-malu.”
Dalam hal ini deh berdekatan tugasnya dengan partikel –lah.
(2) pemberian persetujuan, misalnya:
“Boleh deh.”
(3) pemberian garansi, misalnya:
“Makanan dia enak deh!”
(4) sekedar penekanan, misalnya:
“Saya benci deh sama dia.”
(d) dong digunakan untuk:
(1) menghaluskan perintah, misalnya:
“Bagi dong kuenya.”
(2) menekankan kesalahan kawan bicara, misalnya:
“Ya jelas dong.”
(e) ding menekankan pengakuan kesalahan pembicara, misalnya:
“Eh, iya ding salah!”
(f) halo digunakan untuk
(1) memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon,
misalnya:
“Halo, 345627!”
(2) menyalami kawan bicara yang dianggap akrab, msalnya:
“Halo, Martha, ke mana aja nih?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
39
(g) kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat,
maka
kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukankah, dan
tugasnya ialah menekankan pembuktian, misalnya:
“Kan dia sudah tahu?”
“Bisa saja, kan?”
Apabila kan terletak di tengah kalimat, maka kan juga
bersifat
menekankan pembuktian atau bantahan, misalnya:
“Tadi kan sudah dikasih tahu!”
(h) kek mempunyai tugas
(1) menekankan pemerincian, misalnya:
“Elu kek, gue kek, sama saja.”
(2) menekankan perintah, misalnya:
“Cepetan kek, kenapa sih?”
(3) menggantikan kata saja, misalnya:
“Elu kek yang pergi!”
(i) kok menekankan alasan dan pengingkaran, misalnya:
“Saya Cuma melihat saja kok!”
“Dia kok yang ambil, bukan saya.”
Kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya
mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat,
misalnya:
“Kok sakit-sakit pergi juga?”
(j) –lah menekankan kalimat imperati, dan penguat sebutan
dalam
kalimat, misalnya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
40
“Biar sayalah yang pergi.”
(k) lho bila terletak di awal kalimat, bersifat seperti
interjeksi yang
menyatakan kekagetan, misalnya:
“Lho, kok jadi gini sih?”
Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho
bertugas
menekankan kepastian, misalnya:
“Saya juga mau lho.”
“Ini lho yang saya dengar kabar jelek nih.”
(l) mari menekankan ajakan, misalnya:
“Mari makan.”
(m) nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk
minta
supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain,
misalnya:
“Nah, bawalah uang ini dan belikan aku nasi sebungkus.”
(n) pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat
dan
bertugas menonjolkan bagian tersebut, misalnya:
“Orang tua murid pun prihatin melihat kenakalan anak-anak
itu.”
(o) selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan
atau
mengalami sesuatu yang baik, misalnya:
“Selamat ya.”
(p) sih memiliki tugas:
(1) menggantikan tugas –tah, dan –kah, misalnya:
“Siapa sih namanya, Dik?”
(2) sebagai makna „memang‟ atau „sebenarnya‟, misalnya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
41
“Bagus sih bagus, Cuma mahal amat.”
(3) menekankan alasan, misalnya:
“Abis Gatot dipukul sih!”
(q) toh bertugas menguatkan maksud; ada kalanya memiliki arti
yang
sama dengan tetapi, misalnya:
“Saya toh tidak merasa bersalah.”
“Biarpun sudah kalah, toh dia lawan terus.”
(r) ya bertugas:
(1) mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan
kawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran, misalnya:
(Apakah rencana ini jadi dilaksanakan?)
“Ya tentu saja.”
(2) minta persetujuan atau pendapat kawan bicara, bila
dipakai
pada akhir ujaran, misalnya:
“Jangan pergi, ya!”
“Ke mana, ya?”
(s) yah digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi
tidak
pernah pada akhir ujaran, untuk mengungkapkan keragu-raguan
atau ketidakpastian terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan
bicara atau yang tersebut dalam kalimat sebelumnya, bila
dipakai
pada awal ujaran; atau keragu-raguan atau ketidakpastian atau
isi
konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila dipakai di tengah
ujaran, misalnya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
42
“Yah, apa aku bisa melakukannya?”
“Orang ini, yah, tidak mempunyai keterampilan apa-apa.”
(2) Frase fatis
(a) frase dengan selamat dipergunakan untuk memulai dan
mengakhiri
interaksi antara pembicara dan kawan bicara, sesuai dengan
keperluan dan situasinya, misalnya:
selamat pagi selamat siang selamat sore
selamat malam selamat jumpa selamat jalan
selamat belajar selamat tidur selamat makan
selamat hari jadi selamat ulang tahun
(Kata selamat dapat berdiri sendiri).
(b) terima kasih digunakan setelah pembicara merasa
mendapatkan
sesuatu dari kawan bicara.
(c) turut berduka cita digunakan sewaktu pembicara
menyampaikan
bela sungkawa.
(d) assalamu’alaikum digunakan pada waktu pembicara meulai
interaksi.
(e) wa’alaikumsalam digunakan untuk membalas kawan bicara
yang
mengucapkan assalamu‟alaikum.
(f) Insya Allah diucapkan oleh pembicara ketika menerima
tawaran
mengenai sesuatu dari kawan bicara.
Selain frase fatis yang digunakan dalam ragam lisan, ada
pula frase fatis yang digunakan dalam ragam tulis, misalnya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
43
(g) Dengan hormat digunakan oleh penulis pada awal surat.
(h) Hormat saya, salam takzim, wassalam digunakan oleh penulis
pada
akhir surat.
Kategori fatis erat kaitannya dalam tuturan basa-basi. Kategori
fatis
dapat memperkuat maksud tuturan basa-basi yang terkandung
dalam
tuturan basa-basi tersebut. Kategori fatis dalam sebuah tuturan
digunakan
untuk memperkuat, mempertahankan, dan mengukuhkan maksud
pembicaraan.
Contoh:
(4) P = Puji Tuhan, selamat ya sudah lulus sidangnya.
MT = Iya, makasih.
Penutur menggunakan partikel fatis “ya” dalam tuturannya
yang
digunakan untuk menegaskan kesungguhan penutur mengucapkan
selamat
kepada mitra tutur. Oleh karena itu, partikel dan frase fatis
yang digunakan
dalam tuturan basa-basi bertujuan memperkuat bukti bahwa
tuturan
tersebut merupakan tuturan basa-basi.
2.3 Kerangka Berpikir
Basa-basi merupakan suatu fenomena baru dalam studi
pragmatik.
Munculnya basa-basi berbahasa dalam perkembangan penggunaan
bahasa
digunakan untuk memulai atau mempertahankan hubungan sosial
antara
penutur dan lawan tutur dalam kehidupan sehari-hari. Basa-basi
berbahasa
biasanya muncul di dalam ranah masyarakat, terlebih di dalam
keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
44
Tiap anggota keluarga di dalam suatu masyarakat terdapat
berbagai
macam profesi, yang salah satunya adalah sebagai pendidik. Di
dalam
keluarga pendidik, basa-basi digunakan untuk mempererat tali
persaudaraan sesama anggota keluarga. Hal ini yang menjadi
fenomena
baru dalam pragmatik dan menjadi kajian dari penelitian ini,
yaitu basa-
basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun
Kenteng,
Kejiwan, Wonosobo.
Penelitian ini menggunakan beberapa teori basa-basi serta
teori-teori
yang mendukung untuk menguraikan tuturan basa-basi
antaranggota
keluarga pendidik. Pertama, Malinowski (1923:315) dalam tesis
Waridin
(2008:13) mendefinisikan phatic communication sebagai “a type of
speech
in which ties of union are created by a mere exchange of word“.
Phatic
communication mempunyai fungsi sosial. Phatic communication
digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal
antar
peserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan
pertukaran kata-
kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu
untuk
membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Malinowski dalam
tesis
Arimi (1998) mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata anonim
berarti
bahwa kata ini bukanlah jenis kata contrived, dibuat-buat atau
yang tidak
alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi justru mengacu pada
pemakaian
bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occuring language)
yang
meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski
mempertegas
fungsi basa-basi (phatic communication), untuk mengikat antara
pembaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN
TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
45
dan pendengar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan
alat
pencerminan bahasa tetapi sebagai modus tindakan
(antarpenutur).
Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut:
“it consists in just this atmosphere of sociability and in the
fact
personal communion of these people. But this is in fact achieved
by
speech, and the situation in all such cases is created by the
exchanged of
word, by the specific feelings which form convivial
gregariousness, by the
give and take of utterances which make up ordinary gossip.
Each
utterances is an act serving the direct aim of binding hearer to
speaker
sentiment or other. Once more, language appears to us in this
function not
as isntrument of reflection but a mode of action.“
Kedua, Jakobson (1980) dalam tesis Waridin (2008:15)