FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN BALITA KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP) DI DESA JUMPUTREJO KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN SIDOARJO Oleh : 1. Catur Prangga Wadana 01.70.0021 2. Ari Kuncoro Widodo 01.70.0034 3. Ni Putu Widiasih Suartami 01.70.0107 4. Lailina Rahmawati 01.70.0221 5. Ni Made Prihandani Ariestanti 02.70.0273 Pembimbing : H. Didik Sarudji, MSc Praktek Kerja Lapangan Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Di Puskesmas Sukodono BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 2008
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
BALITA KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)
DI DESA JUMPUTREJO KECAMATAN SUKODONO
KABUPATEN SIDOARJO
Oleh :
1. Catur Prangga Wadana 01.70.0021
2. Ari Kuncoro Widodo 01.70.0034
3. Ni Putu Widiasih Suartami 01.70.0107
4. Lailina Rahmawati 01.70.0221
5. Ni Made Prihandani Ariestanti 02.70.0273
Pembimbing :
H. Didik Sarudji, MSc
Praktek Kerja Lapangan Dokter Muda Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Di Puskesmas Sukodono
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2008
ii
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
BALITA KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)
DI DESA JUMPUTREJO KECAMATAN SUKODONO
KABUPATEN SIDOARJO
Oleh :
6. Catur Prangga Wadana 01.70.0021
7. Ari Kuncoro Widodo 01.70.0034
8. Ni Putu Widiasih Suartami 01.70.0107
9. Lailina Rahmawati 01.70.0221
10. Ni Made Prihandani Ariestanti 02.70.0273
Pembimbing :
H. Didik Sarudji, MSc
Praktek Kerja Lapangan Dokter Muda Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Di Puskesmas Sukodono
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2008
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan penelitian dengan judul :
“Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian balita Kekurangan Energi Protein (KEP),
Desa Jumputrejo, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo”, yang telah disetujui,
sebagai salah satu prasyarat untuk dapat mengikuti ujian profesi dokter di Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Kepala Puskesmas Sukodono Mengetahui
Kabupaten Sidoarjo, Pembimbing,
Dr. Lilik Sri Hartini H. Didik Sarudji, MSc
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah bersyukur ke hadirat Allah SWT, karena Rahmat, Hidayah- Nya,
kelompok kami dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Balita Kekurangan Energi protein (KEP)di Desa Jumput Rejo
Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo tepat pada waktunya.
Dalam kesempatan ini kami menghaturkan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Bambang Rahino Setokoesoemo sebagai Rektor Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
2. Prof. Dr. dr. Soedijono Sp.THT(K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
3. H. Didik Sarudji,MSc sebagai dosen pembimbing.
4. dr. Lilik Sri Hartini sebagai Kepala Puskesmas Sukodono Kabupaten Sidoarjo.
5. Kepala Desa Jumputrejo.
6. Ibu Suratmi sebagai Bidan Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono.
7. Kepala Dusun Keling.
8. Kader-kader kesehatan Desa Jumputrejo.
9. Rekan-Rekan sejawat Dokter Muda kelompok kami atas kerjasamanya selama ini.
10. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu
Kami menyadari penelitian ini masih memerlukan perbaikan atau penyempurnaan oleh
karena itu kami mengharap adanya kritik dan saran yang membangun. Semoga penelitian
ini dapat menambah informasi tentang faktor – faktor penyebab balita Kekurangan Energi
protein bagi kami khususnya dan pembaca umumnya.
Hormat Kami
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH ................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................. 2
C. TUJUAN PENELITIAN .................................................................................. 3
1. Tujuan Umum ............................................................................................ 3
2. Tujuan Khusus ........................................................................................... 3
D. MANFAAT HASIL PENELITIAN .................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5
KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) ................................................................... 5
A. DEFINISI ........................................................................................................ 5
B. KLASIFIKASI ................................................................................................. 5
C. KONDISI AKIBAT KEKURANGAN ENERGI PROTEIN ............................. 6
tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan dalam
metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan kematian.
(http://www.pd_persi.co.id/kegiatan/expo.sby.08/)
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya
pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian
cukup besar, yaitu sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit
infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena
gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering
mengalami gangguan mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi
atau bila terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hungga
mengancam jiwa. (http://www.pd_persi.co.id/kegiatan/expo.sby.08/)
xiv
3. Penatalaksanaan
Tata laksana diet ditujukan untuk memberikan makanan tinggi energi, tinggi
protein dan cukup vitamin mineral secara bertahap guna mencapai status gizi
optimal. (Departemen Kesehatan RI, 2003).
Pada KEP ringan diberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan.
Dianjurkan untuk memberikan ASI eklusif (bayi <4 bulan) dan terus sampai usia 2
tahun. Yang dirawat inap untuk penyakit lain, diberikan makanan sesuai
penyakitnya. (Departemen Kesehatan RI, 2003)
Pada KEP sedang diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta
teruskan ASI, dipantau kenaikan berat badannya. Diberikan makanan tinggi energi
dan protein dengan kebutuhan energi 20%-50% di atas kebutuhan yang dianjurkan
dan diet sesuai dengan penyakitnya. (Departemen Kesehatan RI, 2003)
Bila ditemukan balita dengan KEP berat, harus rawat inap, dan 10 langkah
penting yang rutin dilaksanakan di puskesmas: (Departemen Kesehatan RI, 2003)
a. Atasi atau cegah hipoglikemia
b. Atasi atau cegah hipotermia
c. Atasi atau cegah dehidrasi
d. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
e. Obati atau cegah infeksi
f. Mulai pemberian makanan
g. Koreksi defisiensi nutrien
h. Fasilitasi tumbuh kejar
i. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi / mental
j. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, yaitu fase stabilisasi, fase
transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah
mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita
Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwarshiorkor. (H. Boerhan. I. Roedi.
& H. Siti Nurul, 2006, p. 175)
xv
H. FAKTOR – FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEJADIAN KEP
1. Faktor Sosial Ekonomi
a. Tingkat pengetahuan ibu tentang penyebab KEP
Timbulnya malnutrisi pada balita tidak lepas dari pengetahuan ibu tentang
gizi baik dari segi kebiasaan pola makan, kebersihan, kualitas dan kuantitas
yang akan mempengaruhi gizi balitanya, bila ibu memiliki pengetahuan yang
kurang tentang gizi bagi balita tentunya akan berdampak langsung bagi asupan
nutrisi balitanya.
Pengetahuan tentang gizi tidak harus didapat dari kegiatan-kegiatan formal
atau pendidikan khusus, hanya dengan kreatifitas dan inisiatif dari ibu
informasi mengenai pengetahuan tentang gizi dengan mudah dapat diperoleh.
b. Tingkat pendidikan ibu
Hasil analisa data Susenas 1986 menunjukkan bahwa pendidikan orangtua
ternyta berhubungan negatif dengan prevalensi jurang gizi. Jadi mungkin ada
faktor lain yang menyebabkan anak dari orangtua dengan tingkat pendidikan
tamat SLTA menderita KEP bahkan sampai tingkat berat. Beberapa pakar
pendidikan gizi seperti Green, Mantra dan Rogers berpendapat bahwa
disamping pendidikan, tingkat pengetahuan ibu tentang gizi sangat
berpengaruh terhadap praktek gizi ibu dalam rumah tangga.
Tabel II.1 Distribusi penderita KEP yang rawat inap di RS Umum Dr, Pirngadi Medan tahun 1999 – 2000 menurut tingkat pendidikan ibu dan tingkat KEP penderita. (Kristijono A, 2000)
Frekuensi diare balita responden per hari > 10x per hari di wilayah penelitian
relatif tinggi, mencapai 31,82 %
13. Tuberkulosisi / Suspect Tuberkulosis
Tabel IV.25 Kejadian Balita Responden Batuk > 2 Minggu di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Kejadian Balita Batuk Total Persentase (%)
Pernah 7 4,96 Tidak Pernah 134 95,04 Total 141 100
Sumber : Hasil Survei
Kejadian balita responden batuk > 2 minggu di wilayah penelitian relatif rendah,
mencapai 4,96 %.
xxxvii
C. ANALISIS
1. Faktor Sosial Ekonomi
a. Pengaruh Tingkat Pengetahuan Ibu terhadap Kejadian KEP
Tabel IV.26 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Buruk di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Tingkat Pengetahuan Ibu
Status gizi Total KEP Tidak KEP
Tahu 6 43 49 Tidak Tahu 18 74 92 Total 24 117 141
Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara pengetahuan responden tentang gizi buruk
dengan kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan antara pengetahuan responden tentang gizi buruk
H0 diterima; berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi
buruk dengan kejadian balita KEP
Tabel IV.27 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penyebab Gizi Buruk di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Tingkat Pengetahuan Ibu
Status gizi Total KEP Tidak KEP
Kurang Protein 11 25 36 Kurang protein dan kalori 4 9 13 Total 15 34 49
Sumber : Hasil Survei
xxxviii
1) H0 : Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang penyebab gizi
buruk dengan kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang penyebab gizi buruk
H0 diterima; berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang
penyebab gizi buruk dengan kejadian balita KEP.
Tabel IV.28 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gejala Awal Gizi Buruk di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Tingkat Pengetahuan Ibu
Status gizi Total KEP Tidak KEP
Tahu 6 42 48 Tidak Tahu 18 75 93 Total 24 117 141
Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gejala awal gizi
buruk dengan kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gejala awal gizi buruk
H0 diterima ; berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang
gejala awal gizi buruk dengan kejadian balita KEP
b. Pengaruh Tingkat Pendidikan Ibu Terhadap Kejadian KEP
Tabel IV.29 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dan Tingkat Pendidikan Ibu di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Tingkat Pendidikan Ibu Status Gizi Total KEP Tidak KEP
H0 ditolak; berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan
kejadian balita KEP.
c. Pengaruh Jenis Pekerjaan Ibu Terhadap Kejadian KEP
Tabel IV.30 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Jenis Pekerjaan Ibu di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Jenis Pekerjaan Ibu Status gizi Total KEP Tidak KEP
PNS/ABRI/Polri/Karyawan swasta 10 55 65 Petani/Buruh Tani/Wiraswasta 4 24 28 Ibu Rumah Tangga / Tidak Bekerja 10 38 48 Total 24 117 141
Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan kejadian balita
KEP
H1 : Ada hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan kejadian balita KEP
H0 diterima; berarti tidak ada hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan
kejadian balita KEP
d. Pengaruh Tingkat Penghasilan Terhadap Kejadian KEP
Tabel IV.31 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Tingkat Penghasilan Orang Tua Balita dan Kejadian KEP di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Tingkat Penghasilan Ortu Status gizi Total KEP Tidak KEP
< 300 ribu 9 18 27 500 ribu – 1 juta 13 69 82 > 1 juta 2 30 32 Total 24 117 141
Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara tingkat penghasilan orang tua dengan
kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan antara tingkat penghasilan orang tua dengan kejadian
H0 ditolak; berarti ada hubungan antara tingkat penghasilan orang tua
dengan kejadian balita KEP e. Pengaruh Pola Asuh Balita Terhadap Kejadian KEP
Tabel IV.32 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dan Ibu Balita yang Bekerja di Luar Rumah di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Bekerja di luar rumah
Status gizi Total KEP Tidak KEP
Ya 14 76 90 Tidak 10 41 51 Total 24 117 141
Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara ibu bekerja di luar rumah dengan kejadian
balita KEP
H1 : Ada hubungan antara ibu bekerja di luar rumah dengan kejadian balita
H0 diterima; berarti tidak ada hubungan antara ibu bekerja di luar rumah
dengan kejadian balita KEP.
Tabel IV.33 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Pengasuhan Balita Selama Ibu Bekerja di Luar Rumah di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Pengasuh balita Status gizi Total KEP Tidak KEP
Keluarga 26 52 78 Bukan Keluarga 9 3 12 Total 35 55 90
Sumber : Hasil Survei
xliii
1) H0 : Tidak ada hubungan antara pengasuh balita selama responden bekerja
di luar rumah dengan kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan antara pengasuh balita selama responden bekerja di luar
H0 ditolak; berarti ada hubungan antara pengasuh balita selama ibu bekerja
di luar rumah dengan kejadian balita KEP
2. Faktor Asupan Nutrisi
a. Pengaruh Pemberian ASI Terhadap Kejadian KEP
Tabel IV.34 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Pemberian ASI Bagi Balita di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Pemberian ASI Status gizi Total KEP Tidak KEP
Diberi 17 97 114 Tidak Diberi 7 20 27 Total 24 117 141
Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara pemberian ASI bagi balita dengan kejadian
balita KEP
H1 : Ada hubungan antara pemberian ASI bagi balita dengan kejadian balita
H0 diterima ; berarti tidak ada hubungan antara pemberian ASI bagi balita
dengan kejadian balita KEP
Tabel IV.35 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Usia Pemberian ASI di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Batas Usia Pemberian ASI
Status gizi Total KEP Tidak KEP
< 2 tahun 36 64 100 > 2 tahun 6 8 14 Total 42 72 114
Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara usia pemberian ASI bagi balita dengan
kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan antara usia pemberian ASI dengan kejadian balita KEP
H0 diterima ; berarti tidak ada hubungan antara batas usia pemberian ASI
bagi balita dengan kejadian balita KEP
b. Pengaruh Pemberian PASI Terhadap Kejadian KEP
xlv
Tabel IV.36 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Usia Pemberian Makanan Tambahan Bagi Balita di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Usia PMT Status gizi Total KEP Tidak KEP
< 6 bulan 19 66 85 > 6 bulan 5 51 56 Total 24 117 141
Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara usia pemberian makanan tambahan bagi
balita dengan kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan usia pemberian makanan tambahan bagi balita dengan
H0 ditolak ; berarti ada hubungan antara usia pemberian makanan tambahan
bagi balita dengan kejadian balita KEP
Tabel IV.37 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Kesesuaian Usia Pemberian Jenis Makanan Bagi Balita di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Kesesuaian Status gizi Total KEP Tidak KEP
Sesuai 2 45 47 Tidak Sesuai 22 72 94 Total 24 117 141
Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara kesesuaian usia pemberian jenis makanan
bagi balita dengan kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan kesesuaian usia pemberian jenis makanan bagi balita
H0 ditolak ; berarti ada hubungan antara kesesuaian usia pemberian jenis
makanan bagi balita dengan kejadian balita KEP
c. Pengaruh Kualitas dan Kuantitas Pemberian Nutrisi Terhadap Kejadian KEP
Tabel IV.38 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Syarat Kualitas Asupan Gizi Bagi Balita di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Memenuhi Syarat Status gizi Total KEP Tidak KEP
Sudah Cukup 3 39 42 Kurang 21 78 99 Total 24 117 141
Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara kualitas asupan gizi bagi balita dengan
kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan kesesuaian kualitas asupan gizi bagi balita dengan
H0 ditolak ; berarti ada hubungan antara kualitas asupan gizi bagi balita
dengan kejadian balita KEP
xlvii
Tabel IV.39 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Syarat Kuantitas Asupan Gizi Bagi Balita di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Memenuhi Syarat Status gizi Total KEP Tidak KEP
Sudah Cukup 2 104 106 Kurang 22 13 35 Total 24 117 141
Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara kuantitas asupan gizi bagi balita dengan
kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan antara kuantitas asupan gizi bagi balita dengan kejadian
H0 ditolak ; berarti ada hubungan antara kuantitas asupan gizi bagi balita
dengan kejadian balita KEP
3. Faktor Pelayanan Kesehatan
a. Pengaruh Imunisasi Terhadap Kejadian KEP
Tabel IV.40 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Kelengkapan Pemberian Imunisasi di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Kelengkapan Pemberian Imunisasi
Status gizi Total KEP Tidak KEP
Lengkap 17 107 124 Tidak Lengkap 7 10 17
Total 24 117 141 Sumber : Hasil Survei
xlviii
1) H0 : Tidak ada hubungan antara pemberian imunisasi balita dengan
kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan pemberian imunisasi balita dengan kejadian balita KEP
H0 ditolak ; berarti ada hubungan antara pemberian imunisasi balita dengan
kejadian balita KEP b. Pengaruh Kunjungan Posyandu Terhadap Kejadian KEP
Tabel IV.41 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Kunjungan Balita ke Posyandu di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Frekuensi Kunjungan
Status gizi Total KEP Tidak KEP
Teratur 4 77 81 Kurang Teratur 12 38 50 Tidak teratur 8 2 10 Total 24 117 141
Sumber : Hasil Survei 1) H0 : Tidak ada hubungan antara kunjungan balita ke Posyandu dengan
kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan antara kunjungan balita ke Posyandu dengan kejadian
H0 ditolak; berarti ada hubungan antara frekuensi kunjungan balita ke
Posyandu dengan kejadian balita KEP
Tabel IV.42 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Berat Badan Lahir Balita di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Berat Badan Lahir Status gizi Total KEP Tidak KEP
BBLR 5 5 10 Tidak BBLR 19 112 131 Total 24 117 141
Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara Berat Badan Lahir balita dengan kejadian
balita KEP
H1 : Ada hubungan antara Berat Badan Lahir balita dengan kejadian balita
H0 ditolak ; berarti ada hubungan antara Berat Badan Lahir balita dengan
kejadian balita KEP
c. Pengaruh Pemberian Vitamin A Terhadap Kejadian KEP
Tabel IV.43 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Pemberian Vitamin A Balita Responden Selama 6 Bulan Terakhir di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Pemberian Vitamin A Status gizi Total KEP Tidak KEP
Pernah 13 111 124 Tidak Pernah 11 6 17
Total 24 117 141 Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara pemberian Vitamin A balita dengan
kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan pemberian Vitamin A balita dengan kejadian balita
H0 ditolak ; berarti ada hubungan antara pemberian Vitamin A balita
dengan kejadian balita KEP
li
4. Faktor Penyakit Sebelum dan Selama KEP
a. Pengaruh Diare Terhadap Kejadian KEP
Tabel IV.44 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Kejadian Diare Balita Responden Selama 3 Bulan Terakhir di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Kejadian Diare Balita Status gizi Total KEP Tidak KEP
Pernah 6 16 22 Tidak Pernah 18 101 119
Total 24 117 141 Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara kejadian diare balita dengan kejadian balita
KEP
H1 : Ada hubungan antara kejadian diare balita dengan kejadian balita KEP
H0 diterima ; berarti tidak ada hubungan antara kejadian diare balita dengan
kejadian balita KEP
Tabel IV.45 Status Gizi Balita yang Dirinci Menurut Kejadian KEP dengan Lama Diare Balita Responden di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Lama Diare Status gizi Total KEP Tidak KEP
< 1 minggu 8 8 16 > 1 minggu 4 2 6
Total 12 10 22 Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara lama diare balita dengan kejadian balita
KEP
lii
H1 : Ada hubungan antara lama diare balita dengan kejadian balita KEP
H0 diterima ; berarti tidak ada hubungan antara lama diare balita dengan
kejadian balita KEP
Tabel IV.46 Status Gizi Balita yang Birinci Menurut Kejadian KEP dengan Frekuensi Diare Balita Responden Per Hari di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Frekuensi Diare Status gizi Total KEP Tidak KEP
< 6x 5 5 10 7 – 10x 2 3 5 >10x 5 2 7
Total 12 10 22 Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara frekuensi diare balita responden per hari
dengan kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan antara frekuensi diare balita responden per hari dengan
H0 diterima; berarti ada hubungan antara frekuensi diare balita per hari
dengan kejadian balita KEP
b. Pengaruh TBC / Suspect TBC Terhadap Kejadian KEP
Tabel IV.47 Status Gizi Balita yang Birinci Menurut Kejadian KEP dengan Kejadian Balita Batuk > 2 Minggu di Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo, tahun 2008.
Kejadian Diare Balita Status gizi Total KEP Tidak KEP
Pernah 3 4 7 Tidak Pernah 21 113 134
Total 24 117 141 Sumber : Hasil Survei
1) H0 : Tidak ada hubungan antara kejadian balita batuk > 2 minggu dengan
kejadian balita KEP
H1 : Ada hubungan antara kejadian balita batuk > 2 minggu dengan
H0 diterima ; berarti tidak ada hubungan antara kejadian balita batuk > 2
minggu dengan kejadian balita KEP
liv
BAB V
PEMBAHASAN
A. PENGARUH FAKTOR SOSIAL-EKONOMI TERHADAP KEJADIAN BALITA KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)
Dari hasil analisis, ternyata tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
yang menyangkut : pengetahuan ibu tentang gizi buruk (analisis tabel IV.26),
penyebab gizi buruk (analisis tabel IV.27), dan pengetahuan ibu tentang gejala awal
gizi buruk (analisis tabel IV.28), terhadap status gizi balita, baik yang menderita KEP
maupun tidak.
Demikian juga pekerjaan ibu berbalita, baik ibu yang bekerja di luar rumah
(analisis tabel IV.32) maupun jenis pekerjaan ibu (analisis tabel IV.30) tidak ada
hubungan dengan status gizi balita.
Tetapi tingkat pendidikan formal ibu (analisis tabel IV.29) dan pola asuh balita
(analisis tabel IV.33) ternyata ada hubungan dengan status gizi mereka.
Apabila dilihat proporsi ibu yang mempunyai balita menderita KEP dari masing-
masing kelompok pendidikan, ternyata pada kelompok tidak sekolah / tidak tamat SD /
MI 9/49 (18,37%) menderita KEP; pada kelompok SMP / MTs 14/44 (31,82%); dan
kelompok ≥ SMA / MA 1/48 (2,13%). Dengan kata lain, makin tinggi tingkat
pendidikan ibu maka makin rendah kejadian KEP pada balita mereka.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa tingkat pendidikan formal akan mempengaruhi
jenis pekerjaan dan status mereka dalam pekerjaan tersebut, yang akan berakibat
terhadap tingkat penghasilan mereka. Tingkat penghasilan inilah yang berpengaruh
terhadap status gizi balita. Ini ditunjang oleh hasil uji statistik hubungan antara tingkat
penghasilan ibu terhadap status gizi balita (analisis tabel IV.31) yang ternyata tingkat
penghasilan keluarga ada hubungan dengan status gizi balita.
Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi buruk, penyebab gizi buruk dan gejala awal
gizi buruk yang tidak ada hubungan dengan status gizi balita, sementara tingkat
pendidikan formal ibu ada hubungan dengan status gizi balita. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa makin tinggi tingkat pendidikan formal maka mudah seseorang menerima
informasi dan mengaplikasikannya.
Demikian juga dengan pola asuh yang ada hubungan dengan status gizi balita,
dapat dijelaskan bahwa pengasuhan oleh keluarga mereka rupanya memiliki tanggung
jawab yang tinggi terhadap asupan gizi yang diberikan. Dari proporsi pengasuhan
lv
balita oleh keluarga ditemukan 26/78 (33,33%) menderita KEP, dan pengasuhan balita
oleh bukan keluarga ditemukan 9/12 (75%) menderita KEP. Ini berarti pengasuhan
oleh keluarga lebih baik dibanding pengasuhan oleh bukan keluarga.
Melihat kenyataan tersebut, untuk menurunkan angka kejadian KEP, maka pihak
pengasuhan merupakan target yang harus ditangani dengan seksama. Karena status
gizi balita sangat tergantung pada pengasuhan balita, maka pemahaman tentang gizi
buruk, penyebab gizi buruk, dan gejala-gejala gizi buruk, serta pemahaman tentang
kecukupan gizi sebaiknya ditanamkan pada para pengasuh balita baik keluarga
maupun bukan keluarga, disamping terhadap ibu balita sendiri. Peningkatan
pemahaman melalui penyuluhan-penyuluhan dan pendekatan persuasif yang lebih
mengarah pada komunikasi informal yang dikembangkan sesuai keadaan sosial
masyarakat setempat.
B. PENGARUH FAKTOR ASUPAN NUTRISI TERHADAP KEJADIAN BALITA KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)
Dari hasil analisis, ternyata tidak ada hubungan antara pemberian ASI bagi balita
(analisis tabel IV.34), dan batas usia pemberian ASI bagi balita (analisis tabel IV.35),
terhadap status gizi balita, baik yang menderita KEP maupun tidak. Hal ini mungkin
disebabkan akibat kualitas ASI ibu berbalita KEP kurang baik.. Kualitas ASI sangat
dipengaruhi oleh konsumsi makanan ibu. Bila kualitas makanan yang dikonsumsi ibu
kurang baik, maka kualitas ASI yang dihasilkan juga kurang baik.
Tetapi kesesuaian usia pemberian makanan tambahan (analisis tabel IV.36),
kesesuaian usia pemberian jenis makanan tambahan (analisis tabel IV.37), pemenuhan
asupan nutrisi secara kualitas (analisis tabel IV.38) dan kuantitas (analisis tabel IV.39)
ternyata ada hubungan dengan status gizi mereka.
Bila dilihat proporsi usia pemberian makanan tambahan > 6 bulan bagi balita yang
menderita KEP ditemukan 5/56 (8,93%). Dilihat dari proporsi kesesuaian usia
pemberian jenis makanan tambahan bagi balita yang menderita KEP ditemukan 2/47
(4,26%). Dari kedua hal tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa usia pemberian
makanan tambahan dan kesesuaian usia pemberian jenis makanan tambahan ada
hubungan dengan status gizi balita.
Demikian juga dengan kualitas dan kuantitas asupan nutrisi bagi balita. Dari
proporsi asupan nutrisi yang cukup memenuhi syarat kualitas bagi balita menderita
KEP didapatkan 3/42 (7,14%), dan proporsi asupan nutrisi yang memenuhi syarat
lvi
kuantitas bagi balita menderita KEP didapatkan 2/106 (1,89%). Berarti semakin
rendah kualitas dan kuantitas asupan gizi balita, maka akan semakin tinggi kejadian
balita KEP.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa asupan gizi balita akan dipengaruhi tingkat
pengetahuan dan penghasilan orang tua, yang nantinya berpengaruh terhadap status
gizi balita. Ini ditunjang oleh hasil uji statistik hubungan antara asupan gizi balita
terhadap status gizi balita (analisis tabel IV.36, IV.37, IV.38, dan IV.39), yang ternyata
asupan gizi balita ada hubungan dengan status gizi balita.
Dari kenyataan yang ada, untuk menurunkan angka kejadian KEP, maka
pemahaman tentang asupan gizi bagi balita dapat menjadi target yang harus ditangani.
Pemahaman masyarakat khususnya ibu balita tentang pemberian ASI, usia pemberian
makanan tambahan, dan kesesuaian usia pemberian jenis makanan, serta pemahaman
tentang syarat kualitas dan kuantitas asupan nutrisi bagi balita harus lebih
ditingkatkan. Ini dapat dilakukan dengan penyuluhan-penyuluhan dan pendekatan
persuasif yang lebih mengarah pada komunikasi informal yang dikembangkan sesuai
keadaan sosial masyarakat setempat, khususnya bagi ibu-ibu berbalita.
C. PENGARUH FAKTOR PELAYANAN KESEHATAN
Dari hasil analisis, Berat Badan Lahir balita (analisis tabel IV.42), frekuensi
kunjungan balita ke Posyandu (analisis tabel IV.41), kelengkapan pemberian imunisasi
balita (analisis tabel IV.40), dan pemberian vitamin A pada balita (analisis tabel IV.43)
ternyata ada hubungan dengan status gizi mereka.
Dapat dilihat bahwa proporsi Berat Badan Lahir Rendah pada balita yang
menderita KEP ditemukan 5/24 (20,83%). Dari hal diatas dapat dijelaskan bahwa
Berat Badan Lahir Rendah cukup berpengaruh terhadap status gizi balita.
Proporsi frekuensi kunjungan balita yang menderita KEP ke Posyandu dengan
kriteria teratur ditemukan 4/81 (4,94%), kurang teratur ditemukan 12/50 (24%), dan
tidak teratur 8/10 (80%). Dari hal dapat dijelaskan bahwa frekuensi kunjungan balita
ke Posyandu sangat berpengaruh terhadap status gizi balita.
Proporsi kelengkapan imunisasi balita yang menderita KEP ditemukan 17/124
(13,71%), serta proporsi pemberian Vitamin A pada balita yang menderita KEP
ditemukan 13/124 (10,48%).Dari sini dapat dijelaskan bahwa kelengkapan imunisasi
dan pemberian vitamin A bagi balita ada hubungan dengan status gizi balita.
lvii
Berdasarkan kenyataan yang ada, untuk menurunkan angka kejadian KEP, maka
kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan khususnya bagi
balita dapat menjadi sasaran dalam penanganannya. Pemberian informasi tentang
pemanfaatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui penyuluhan kesehatan
perlu ditingkatkan.
Meningkatkan kinerja Posyandu dan kreativitas kader-kadernya guna menjaring
balita dalam rangka meningkatkan kunjungan ke posyandu, seperti misalnya dengan :
a. Membuat kitir undangan Posyandu
b. Mengadakan panggung boneka
c. Mengadakan lomba balita sehat
Mengadakan pembinaan terhadap masyarakat tentang pemanfaatan lahan
pekarangan untuk memeliharaan hewan ternak seperti ayam, bebek, lele, ikan, dll,
serta menanam sayur mayur, yang nantinya dapat dikonsumsi balita. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengadakan kerja sama lintas sektoral dengan Dinas Peternakan,
Dinas Pertanian dan Dinas Perikanan. Selain itu, pembinaan kepada ibu-ibu PKK,
khususnya bagi ibu-ibu berbalita tentang cara mengolah bahan makanan atau membuat
makanan bagi balita yang mudah dam murah tetapi memiliki nilai gizi yang cukup
tinggi, termasuk pembuatan makanan tambahan bagi balita.
Dalam rangka penggalangan dana untuk pengadaan makanan tambahan bagi balita,
arisan RT/RW, iuran warga yang jumlahnya tidak memberatkan warga, dapat
dijadikan sarana penggalangan, yang nantinya makanan tambahan tersebut dapat
dibagikan secara gratis kepada balita-balita setiap ada kegiatan Posyandu.
D. PENGARUH FAKTOR PENYAKIT SEBELUM DAN SELAMA KEP
Dari hasil analisis, tidak ada hubungan antara kejadian diare balita (analisis tabel
45), lama diare balita (analisis tabel 46) dan kejadian balita batuk > 2 minggu (analisis
tabel 48) terhadap status gizi balita, baik yang menderita KEP maupun tidak.
Tetapi ada hubungan antara frekuensi diare balita per hari (analisis tabel 47)
ternyata berhubungan dengan status gizi mereka. Dapat dilihat dari balita yang
menderita KEP bahwa proporsi frekuensi diare balita per hari dengan kriteria diare <
6x per hari ditemukan 5/10 (50%), diare 7 – 10x per hari ditemukan 2/5 (40%), dan
diare > 10x per hari ditemukan 5/7 (71,43%).
Berdasarkan kenyataan yang ada, untuk menurunkan angka kejadian KEP, maka
lviii
peningkatan pemahaman tentang diare, termasuk pertolongan pertama bagi balita yang
mengalami diare dapat menjadi sasaran dalam penanganannya. Ini dapat dilakukan
melalui penyuluhan-penyuluhan dan pendekatan persuasif yang lebih mengarah pada
komunikasi informal yang dikembangkan sesuai keadaan sosial masyarakat setempat,
diarahkan disamping pada ibu berbalita juga pada masyarakat luas.
lix
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Status Gizi Balita
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
a. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu yang menyangkut :
pengetahuan ibu tentang gizi buruk, penyebab gizi buruk, dan pengetahuan ibu
tentang gejala awal gizi buruk, terhadap status gizi balita, baik yang menderita
KEP maupun tidak.
b. Tidak ada hubungan ibu yang bekerja di luar rumah maupun jenis pekerjaan
ibu dengan status gizi balita.
c. Tingkat pendidikan formal ibu ternyata berhubungan dengan status gizi balita
mereka, sementara tingkat pengetahuan ibu yang tidak ada hubungan dengan
status gizi balita, hal ini dapat dijelaskan bahwa makin tinggi tingkat
pendidikan formal maka mudah seseorang menerima informasi dan
mengaplikasikannya.
d. Pola asuh balita ternyata berhubungan dengan status gizi mereka. Orientasi
penyebab pemahaman tentang gizi balita tidak hanya fokus pada satu sasaran
yaitu ibu berbalita saja tetapi harus melibatkan keluarga lain atau pihak-pihak
yang dipercayakan terhadap pengasuhan balita.
e. Tingkat penghasilan keluarga terhadap status gizi balita ternyata ada hubungan
dengan status gizi balita.
2. Pengaruh Asupan Nutrisi Terhadap Status Gizi Balita.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
a. Tidak ada hubungan antara pemberian ASI bagi balita, terhadap status gizi
balita, baik yang menderita KEP maupun tidak. Hal ini mungkin akibat kualitas
ASI yang sangat dipengaruhi oleh konsumsi makanan ibu. Bila kualitas
makanan yang dikonsumsi ibu kurang baik, maka kualitas ASI yang dihasilkan
juga kurang baik
b. Ternyata tidak ada hubungan batas usia pemberian ASI bagi balita, terhadap
status gizi balita, baik yang menderita KEP maupun tidak.
c. Kesesuaian usia pemberian makanan tambahan, kesesuaian usia pemberian
lx
jenis makanan tambahan, ternyata berhubungan dengan status gizi mereka.
d. Pemenuhan asupan nutrisi secara kualitas dan kualitas ternyata berhubungan
dengan status gizi mereka.
3. Pengaruh Pelayanan Kesehatan Terhadap Status Gizi Balita.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
a. Tidak ada hubungan antara kepemilikan KMS balita terhadap status gizi balita,
baik yang menderita KEP maupun tidak.
b. Berat Badan Lahir Balita, ternyata berhubungan dengan status gizi mereka.
c. Frekuensi kunjungan balita ke Posyandu ternyata berhubungan dengan status
gizi mereka.
d. Kelengkapan pemberian imunisasi balita, ternyata berhubungan dengan status
gizi mereka.
e. Pemberian vitamin A pada balita ternyata berhubungan dengan status gizi
mereka.
4. Pengaruh Faktor Penyakit Sebelum KEP Terhadap Status Gizi Balita.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
a. Tidak ada hubungan antara kejadian diare balita (analisis tabel 42) dan kejadian
balita batuk > 2 minggu terhadap status gizi balita, baik yang menderita KEP
maupun tidak.
b. Ada hubungan antara frekuensi diare balita per hari (analisis tabel 46) ternyata
berhubungan dengan status gizi mereka. Ini akan berpengaruh pada tingkat
dehidrasi yang dialami balita
B. SARAN-SARAN
1. Peningkatan pemahaman melalui penyuluhan-penyuluhan dan pendekatan
persuasif yang lebih mengarah pada komunikasi informal yang dikembangkan
sesuai keadaan sosial masyarakat setempat, diarahkan disamping pada ibu berbalita
juga pada pihak-pihak yang dipercaya memberi penyuluhan bertema :
a. Pengetahuan tentang gizi balita
b. Pengetahuan tentang asupan nutrisi
c. Pengetahuan tentang sarana pelayanan kesehatan dan pemanfaatnya
d. Pengetahuan tentang penyakit sebelum KEP
lxi
2. Meningkatkan kinerja Posyandu dan kreativitas kader-kadernya dalam menjaring
balita, seperti misalnya dengan :
a. Membuat kitir undangan Posyandu
b. Mengadakan panggung boneka
c. Mengadakan lomba balita sehat
3. Mengadakan pembinaan terhadap masyarakat tentang pemanfaatan lahan
pekarangan untuk memeliharaan hewan ternak seperti ayam, bebek, lele, ikan, dll,
serta menanam sayur mayur, yang nantinya dapat dikonsumsi balita. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengadakan kerja sama lintas sektoral dengan Dinas
Peternakan, Dinas Pertanian dan Dinas Perikanan.
4. Mengadakan pembinaan kepada ibu-ibu PKK, khususnya bagi ibu-ibu berbalita
tentang cara mengolah bahan makanan atau membuat makanan bagi balita yang
mudah dam murah tetapi memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, termasuk
pembuatan makanan tambahan bagi balita.
5. Mengaktifkan arisan RT/RW, mengadakan iuran warga, yang jumlahnya tidak
memberatkan warga, sebagai sarana penggalangan dana untuk pengadaan makanan
tambahan bagi balita yang nantinya dapat dibagikan secara gratis kepada balita-
balita setiap ada kegiatan Posyandu.
6. Melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan perangkat desa, serta pimpinan
organisasi kemasyarakatan lainnya, pada setiap kegiatan program yang terkait
dengan kesehatan balita, dalam upaya memberikan keteladanan bagi masyarakat.
lxii
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2003. Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk, Buku I, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta.
H. Boerhan. I. Roedi. & H. Siti Nurul. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya.
Kristijono, Anton. 1999. Karakteristik Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang Dirawat Inap di RSU Dr. Pirngadi Medan. Cermin Dunia Kedokteran. Departemen Kesehatan RI, D.I. Nangroe Darusalam Aceh.
DESA : JUMPUT REJO KECAMATAN : SUKODONO KABUPATEN : SIDOARJO PUSKESMAS : SUKODONO UMUR BALITA : DAFTAR PERTANYAAN : Lingkarilah jawaban yang anda pilih dari pertanyaan di bawah ini
1. Pendidikan terakhir Ibu ? A. Tidak sekolah / Tidak Tamat SD/MI B. SD/MI C. SMP/MTs D. SMA/MA E. Perguruan Tinggi/Akademi 2. Apakah ibu bekerja di luar rumah? A. Ya B. Tidak
3. Selama ibu bekerja, siapa yang mengasuh balita ibu?
A. Keluarga B. Pembantu C. Tetangga
4. Apa pekerjaan ibu balita? A. Pegawai Negeri (PNS), ABRI, Polri, Kary. Swasta B. Petani, Buruh Tani, Wiraswasta C. Tidak Bekerja / Ibu Rumah Tangga 5. Berapa penghasilan orang tua balita per bulan ?
A. < 500ribu B. 500ribu – 1juta C. >1juta 6. Apakah berat badan balita ibu saat lahir termasuk BBLR?
A. Ya B. Tidak 7. Tahukah ibu tentang gizi buruk?
A. Tahu B. Tidak tahu
8. Kalau tahu, apakah penyebab kurang gizi pada balita? A. Kekurangan protein B. Kekurangan kalori C. Kedua-duanya
9. Tahukah ibu gejala awal balita yang kurang gizi?
A. Tahu B. Tidak tahu
lxiv
Lampiran 2 10. Apakah ibu memberikan ASI pada anaknya? A. Ya B. Tidak 11. Sampai usia berapa balita ibu diberikan ASI?
A. < 2 tahun B. > 2 tahun 12. Sejak usia berapa balita ibu mulai diberi makanan tambahan ?
A. < 6 bulan B. > 6 bulan 13. Apakah jenis makanan yang diberikan pada balita ibu sudah sesuai dengan usianya?
A. Sesuai B. Tidak sesuai 14. Apakah asupan gizi yang diberikan pada balita ibu sudah memenuhi syarat kualitas?
A. Sudah cukup B. Kurang
15. Apakah kuantitasnya sudah cukup memenuhi syarat? A. Cukup B. Kurang
16. Bagaimana kunjungan balita ibu ke posyandu ? (Mohon disesuaikan dengan KMS)
A. Teratur B. Kurang teratur C. Tidak teratur 17. Bagaimana perkembangan berat badan balita ibu selama 4 bulan terakhir?
A. Turun B. Tetap C. Naik
18. Apakah imunisasi balita ibu lengkap? A. Lengkap B. Tidak lengkap
19. Pernahkah balita ibu mendapatkan kapsul vitamin A dalam 6 bulan terakhir?
A. Pernah B. Tidak pernah
20. Dalam kurun waktu 4 bulan terakhir, apakah balita ibu pernah sakit diare ? A.Pernah B. Tidak pernah 21. Berapa lama diarenya? A. 1 – 3 hari B. 4 – 6 hari C. 1 – 2 minggu D. > 2 minggu 22. Berapa kali rata-rata dalam sehari diarenya? A. 1 – 3 kali B. 4 - 6 kali C. 7 – 10 kali D. > 10 kali
23. Apakah balita ibu pernah sakit batuk-batuk lebih dari 2 minggu? A. Pernah B. Tidak pernah
lxv
Lampiran 3
TABEL BERAT BADAN MENURUT UMUR BERDASARKAN PERSEN TERHADAP MEDIAN BAKU NCHS USIA 0 – 5 TAHUN