Top Banner
ISBN 979-95627-8-3 Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
17

Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Feb 17, 2018

Download

Documents

truongkhue
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

ISBN 979-95627-8-3

Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

Page 2: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Penyusun Deden Sukmadjaja

Ika Mariska

Penyunting Karden Mulya

Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Pertanian 2003

Page 3: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

ISBN 979-95627-8-3

Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111 Tel. (0251) 337975, 339793

Faks. (0251) 338820 E-mail: [email protected]

Page 4: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

iii

KATA PENGANTAR

Tanaman jati merupakan tanaman tahunan yang memiliki nilai produk yang sangat ekonomis. Bahan bangunan dan meubel yang berasal dari kayu jati memiliki kelas pasar tertentu dengan nilai jual tinggi. Umumnya tanaman jati dipanen setelah berumur lebih dari sepuluh tahun. Terobosan teknologi menghasilkan jenis-jenis jati tertentu yang berumur genjah dengan kualitas produk yang baik.

Umumnya tanaman jati diperbanyak dengan anakan. Namun untuk kebutuhan pengembangan luas seperti pembangunan hutan industri, misalnya, perbanyakan konvensional sangat menyulitkan. Perbanyakan bibit melalui teknik kultur jaringan merupakan salah satu teknologi harapan yang banyak dibicarakan dan terbukti memberikan keberhasilan. Teknik ini menawarkan cara perbanyakan tanaman dalam jumlah banyak dan waktu cepat dengan memanfaatkan bahan tanaman asal yang terbatas.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) atau sebelumnya dikenal dengan nama Balitbiogen telah sejak lama mengembangkan teknologi kultur jaringan untuk memperbanyak bahan tanaman jati. Teknik ini telah banyak diadopsi oleh berbagai institusi baik melalui pelatihan atau magang di BB Biogen. Sebagai upaya untuk mendesiminasikan teknologi, buku ini mengupas aspek teknis perbanyakan tanaman jati.

Penyusun

Page 5: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

v

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................ iii

DAFTAR ISI .................................................................................... v

PENDAHULUAN ................................................................................. 1

METODE PERBANYAKAN MELALUI KULTUR JARINGAN ........................ 2 Persiapan Bahan Tanam ................................................................ 2 Sterilisasi Bahan Tanaman dan Inisiasi Kultur Aseptik ..................... 4 Tahap Induksi dan Elongasi Tunas ................................................ 5

AKLIMATISASI .................................................................................. 8 ESTIMASI PRODUKSI BIBIT ............................................................... 10 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 12

Page 6: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

1

PENDAHULUAN*

Jati menjadi tanaman yang sangat populer sebagai penghasil bahan baku untuk industri perkayuan karena memiliki kualitas dan nilai jual yang sangat tinggi. Kekuatan dan keindahan seratnya merupakan faktor yang menjadikan kayu jati sebagai pilihan utama. Kebutuhan akan kayu jati selalu meningkat baik di dalam maupun luar negeri sedangkan populasi dan pasok-annya semakin menipis karena siklus umur panen jati konvensional relatif lama (sekitar 45 tahun). Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan tanaman jati yang memiliki umur panen relatif cepat (genjah) dengan ke-indahan dan kualitas serat memadai yang dapat memenuhi kebutuhan pasar.

Saat ini, telah tersedia dan dikembangkan tanaman jati unggul yang memiliki siklus umur panen relatif pendek (fast growing teak) yang berasal dari pohon induk terpilih. Untuk selanjutnya dalam tulisan ini disebut “jati genjah”. Saat ini, jati genjah sudah dijadikan andalan untuk mengatasi kendala utama ketersediaan bahan baku kayu jati, sehingga masalah per-banyakannya menjadi perhatian utama dalam pengembangan tanaman ini. Perbanyakan tanaman jati umumnya dilakukan melalui biji atau bagian vegetatif seperti stek atau sambungan. Untuk menyediakan tanaman jati genjah dalam jumlah banyak, sulit dilakukan melalui cara perbanyakan konvensional (stek atau sambungan). Oleh karena itu, saat ini banyak digunakan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan.

Pemanfaatan teknologi kultur jaringan untuk tujuan perbanyakan bibit telah diaplikasikan pada berbagai tanaman tahunan seperti jati, eukaliptus, akasia, dan lain-lain. Beberapa kelebihan dari penggunaan teknik kultur jaringan dibandingkan dengan cara konvensional adalah (1) faktor perba-nyakan tinggi, (2) tidak tergantung pada musim karena lingkungan tumbuh in vitro terkendali, (3) bahan tanaman yang digunakan sedikit sehingga tidak merusak pohon induk, (4) tanaman yang dihasilkan bebas dari penyakit meskipun dari induk yang mengandung patogen internal, (5) tidak mem-

Hak Cipta © 2003, Balitbiogen

Page 7: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

2

butuhkan tempat yang sangat luas untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak. Sedangkan masalah yang banyak dihadapi dalam mengapli-kasikan teknik kultur jaringan, khususnya di Indonesia adalah modal inves-tasi awal yang cukup besar dan sumber daya manusia yang menguasai dan terampil dalam bidang kultur jaringan tanaman masih terbatas. Masalah lain yang sering muncul adalah tanaman hasil kultur jaringan sering berbeda de-ngan tanaman induknya atau mengalami mutasi. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan metode perbanyakan yang salah, seperti frekuensi subkultur yang terlalu tinggi, perbanyakan melalui organogenesis yang tidak langsung (melalui fase kalus) atau konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan terlalu tinggi (Mariska et al., 1992).

METODE PERBANYAKAN MELALUI KULTUR JARINGAN

Secara umum, produksi bibit melalui metode kultur jaringan memerlu-kan beberapa tahap, yaitu (1) penyediaan bahan tanaman (eksplan) dari induk terpilih, (2) sterilisasi eksplan yang akan ditanam pada media inisiasi, (3) penanaman pada media untuk penggandaan atau multiplikasi tunas, (4) penanaman pada media untuk perakaran atau pembentukan planlet, dan (5) aklimatisasi (Murashige, 1974; George dan Sherrington, 1984). Pada metode perbanyakan untuk tanaman jati genjah, umumnya tidak dilakukan tahap multiplikasi tunas dan perakaran tetapi diganti menjadi tahap induksi tunas dan elongasi, sedangkan tahap perakaran dilakukan pada saat aklima-tisasi. Metode ini cukup sederhana dan mirip dengan cara perbanyakan dengan stek secara konvensional. Oleh karena itu, metode perbanyakan jati genjah sering disebut secara stek mikro. Keuntungan penggunaan metode ini adalah tanaman yang dihasilkan stabil secara genetik.

Persiapan Bahan Tanaman

Salah satu kunci keberhasilan untuk mendapatkan bahan tanaman yang responsif dan dapat diperbanyak secara kultur in vitro adalah bahan tanaman yang masih muda. Untuk tanaman kehutanan atau tanaman tahun-an lainnya daya tumbuh bahan yang akan ditanam sangat diperhatikan

Page 8: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

3

(Mariska dan Purnamaningsih, 2001). Daya tumbuh tunas muda akan hilang secara fisik apabila jarak antara ujung tunas dan akar semakin jauh karena pertumbuhan (George dan Sherrington, 1984). Pada tanaman tahunan dewasa, tunas muda yang memiliki daya tumbuh tinggi (juvenil) sering muncul pada bagian tanaman yang dekat dengan tanah atau sering disebut tunas air (Gambar 1a). Tunas juvenil dari tanaman berkayu tahunan dewasa yang akan digunakan sebagai bahan tanaman untuk kultur jaringan, juga dapat diperoleh dengan cara melakukan pemangkasan berat. Tunas yang muncul setelah pemangkasan dapat digunakan sebagai bahan tanaman (Gambar 1b). Selain itu, fase juvenil kadang-kadang dapat juga diinduksi dengan cara melakukan penyemprotan tanaman dewasa dengan GA3 atau campuran antara auksin dan GA3 (George dan Sherrington, 1984).

Untuk memudahkan proses sterilisasi bahan tanaman, sangat dianjur-

a b

a = tunas yang tumbuh dekat dengan permukaan tanah, b = tunas yang tumbuh dari batang yang dipangkas berat

Gambar 1. Bahan tanaman yang berasal dari pohon induk dewasa yang mempunyai tingkat juvenilitas tinggi untuk digunakan sebagai sumber eksplan

Page 9: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

4

kan bahwa tanaman induk berada atau ditanam di kamar kaca. Keberadaan tanaman induk di kamar kaca memudahkan perlakuan penyemprotan de-ngan fungisida dan bakterisida secara periodik sehingga dapat mengurangi tingkat kontaminasi bahan tanaman yang akan disterilisasi.

Sterilisasi Bahan Tanaman dan Inisiasi Kultur Aseptik

Sterilisasi bahan tanaman (eksplan) merupakan langkah awal yang cukup penting dan dapat menentukan keberhasilan penanaman secara in vitro. Eksplan yang akan ditanam pada media tumbuh harus bebas dari mikroorganisme kontaminan. Tahap sterilisasi sering menjadi kendala utama keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Terlebih iklim tropis seperti Indonesia yang memungkinkan kontaminan seperti cendawan dan bakteri terus tumbuh sepanjang tahun. Untuk tanaman tertentu, sterilisasi sulit dilakukan karena kontaminan berada pada bagian internal dari jaringan tanaman.

Sterilisasi eksplan biasanya dilakukan dengan cara merendam bahan tanaman dalam larutan kimia sistemik pada konsentrasi dan waktu peren-daman tertentu, baik dengan menggunakan satu macam maupun dengan macam-macam sterilan. Bahan-bahan yang biasanya digunakan untuk sterilisasi antara lain alkohol, natrium hipoklorit (NaOCl), kalsium hipoklorit atau kaporit (CaOCl), sublimat (HgCl2), dan hidrogen peroksida (H2O2). Jenis bahan, konsentrasi, dan waktu yang diperlukan untuk sterilisasi bahan tanaman secara umum disajikan pada Tabel 1.

Eksplan yang telah disterilisasi harus segera ditanam secara in vitro.

Tabel 1. Bahan sterilan, konsentrasi, dan waktu sterilisasi

Sterilan Konsentrasi (%) Waktu (menit)

Alkohol NaOCl* CaOCl (kaporit) HgCl2 (sublimat) H2O2

70-95 0,5-5 9-10 0,1-1 3-12

0,5-2 5-30 5-30 2-10 5-15

* Biasanya digunakan bahan pemutih pakaian komersial yang mengandung 5% NaOCl, sehingga konsentrasi larutan yang digunakan 10-30% v/v

Page 10: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

5

Pada tahap inisiasi, eksplan tanaman jati sering menunjukkan gejala pen-coklatan (browning) pada media di sekitar potongan eksplan. Keadaan ini disebabkan karena oksidasi dari senyawa fenolik yang dihasilkan jaringan tanaman jati terutama dari eksplan in vivo. Oksidasi senyawa fenolik ter-sebut dapat menghambat bahkan bersifat toksik bagi pertumbuhan eksplan. Keadaan ini merupakan masalah yang selalu dihadapi pada tahap awal pe-nanaman eksplan yang berasal dari lapang atau kamar kaca. Berbagai cara untuk menanggulangi masalah pencoklatan telah dilakukan, misalnya de-ngan penggunaan bahan anti oksidan (seperti polivinyl pirolidone atau PVP pada konsentrasi 0,01-2% dan asam askorbik sebanyak 50-200 mg/l) baik sebelum eksplan ditanam pada media maupun penambahan bahan tersebut pada media kultur atau kombinasi keduanya. Tiwari et al. (2002) dalam per-cobaannya menggunakan pendekatan lain untuk menanggulangi masalah pencoklatan pada kultur tanaman jati, yaitu dengan subkultur atau transfer eksplan secara periodik dengan perlakuan waktu yang berbeda. Sumber eksplan yang digunakan berasal dari tanaman jati terpilih berumur 45 tahun. Hasil percobaan yang menunjukkan pengaruh berbagai macam perlakuan waktu transfer terhadap persentase hidup dari eksplan tanaman jati yang di-lakukan Tiwari et al. (2002) disajikan pada Tabel 2.

Tahap Induksi dan Elongasi Tunas

Pada tahap ini, penggunaan media tumbuh yang cocok merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perbanyakan tanaman jati melalui kultur jaringan. Berbagai komposisi media tumbuh telah dikembang-

Tabel 2. Pengaruh perlakuan waktu transfer terhadap persentase tumbuh eksplan tanaman jati

Perlakuan* Waktu urutan transfer (jam) Persentase eksplan hidup

T1 T2 T3 T4

12 24 48 72

24 36 72

36 48

48 72

72

76,8 46,6 20,0 4,5

T5 Langsung (kontrol) 0,0 * Media yang digunakan: MS + 22,2 µM BAP

Sumber: Tiwari et al. (2002)

Page 11: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

6

kan. Dari sekian banyak komposisi media yang telah berkembang, media dasar Murashige dan Skoog (MS) (Tabel 3) merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, baik untuk tanaman herba maupun berkayu. Pada tahap induksi tunas tanaman jati, media MS merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, selain itu modifikasi media MS juga banyak di-gunakan. Penambahan zat pengatur tumbuh pada media kultur merupakan kunci keberhasilan baik pada tahap induksi maupun elongasi tunas. Umum-nya media yang digunakan pada tahap induksi tunas jati adalah media MS yang ditambah zat pengatur tumbuh golongan sitokinin seperti benzylaminopurine (BAP) atau furfurylaminopurine (kinetin) atau kombinasi keduanya dengan konsentrasi antara 0,1-1 mg/l. Gupta et al. (1980) meng-gunakan media dasar MS ditambah kinetin 0,1 mg/l dan BAP 0,1 mg/l untuk menginduksi tunas adventif dari eksplan tanaman jati berupa tunas ujung dan batang satu buku. Media kultur dibuat padat dengan penambahan 8 g/l agar dan 20 g/l gula serta pH media 5,8. Eksplan yang digunakan pada ta-hap induksi dapat berupa tunas apikal atau tunas adventif yang berasal dari batang satu buku dengan ukuran 1-2 cm. Indikasi lain pada tahap induksi tunas yang dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan pada tahap selanjutnya (tahap elongasi) adalah terbentuknya kalus kompak pada bagian dasar batang eksplan. Umur biakan pada tahap induksi tunas sekitar 3 minggu. Pada umur tersebut biakan sudah berada pada kondisi yang optimal untuk dipindahkan pada tahap elongasi (Gambar 2).

Pada tahap elongasi atau pemanjangan tunas, biakan ditanam pada media dasar MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh atau dapat ditam-bahkan sitokinin dengan konsentrasi yang sangat rendah (0,01-0,05 mg/l) bahkan jika perlu dapat ditambah asam giberelik (GA3) dengan konsentrasi 0,1-1 mg/l untuk tujuan pemanjangan buku tanaman. Penambahan gula agar dan pH media sama seperti pada media untuk induksi tunas. Umur yang diperlukan pada tahap elongasi tunas hingga siap untuk dipanen atau digunakan untuk ditransfer kembali pada media induksi berkisar antara 2-4 minggu. Pada umur 3 minggu tunas dapat mencapai tinggi 5-8 cm dengan jumlah buku antara 3-5 dan siap untuk diaklimatisasi (Gambar 3). Biakan

Page 12: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

7

biasanya disimpan pada kondisi ruangan suhu 25±2oC dengan periode terang (1000-3000 lux) selama 16 jam per hari.

Tabel 3. Komposisi media tumbuh Murashige-Skoog (MS)

Komponen MS (mg/l) Unsur Makro

KNO3 NH4NO3 CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O KH2PO4

1900 1650 440 370 170

Unsur Mikro KI H3BO3 MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O Na2MoO4.2H2O CuSO4.5H2O CoCl2.6H2O FeSO4.7H2O Na2EDTA.2H2O

0,83 6,2

22,3 8,6

0,25 0,025 0,025 27,8 37,2

Vitamin Inositol Nicotinic acid Pyridoxine.HCl Thiamine.HCl

100 0,5 0,5 0,1

Zat Pengatur Tumbuh BAP, Kinetin GA3

(0,1-1) (0,1–1)

Sukrosa atau Gula Agar Swallow pH

30000 8000 5,7

Gambar 2. Biakan tanaman jati pada media

induksi umur 3 minggu yang siap dipindah ke media elongasi

Gambar 3. Biakan tanaman jati pada media

elongasi umur 3 minggu yang siap untuk diaklimatisasi

Page 13: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

8

AKLIMATISASI

Aklimatisasi dapat didefinisikan sebagai proses penyesuaian suatu organisme untuk beradaptasi pada lingkungan yang baru. Proses aklimatisa-si sangat penting karena akan menentukan apakah tanaman yang berasal dari in vitro dapat beradaptasi atau tidak pada kondisi in vivo. Umumnya biakan hasil kultur jaringan yang akan diaklimatisasi harus berupa planlet artinya biakan harus mempunyai perakaran dan pertunasan yang propor-sional. Akan tetapi pada perbanyakan tanaman jati melalui kultur jaringan, biakan yang akan diaklimatisasi berupa biakan tanpa akar (stek mikro). Induksi perakaran dilakukan pada saat aklimatisasi dengan terlebih dahulu merendam atau mencelupkan bagian dasar batang dalam larutan yang mengandung senyawa auksin seperti IBA dan NAA atau dengan Rooton F. Biakan yang berasal dari tahap elongasi yang akan diaklimatisasi dan di-induksi perakarannya harus terlebih dahulu dibuang bagian kalusnya dan di-bersihkan pada air mengalir. Harus diperhatikan pula bahwa dalam proses aklimatisasi tunas jati memerlukan kelembaban yang cukup dan media tum-buh tidak terlalu basah. Media tumbuh yang digunakan dapat berupa cam-puran tanah + arang sekam (1 : 1) atau tanah + serbuk sabut kelapa (1 : 1) atau tanah + kompos halus (1 : 1). Media sebaiknya disterilisasi dahulu dengan pemanasan dan tekanan uap. Media yang telah disterilisasi dapat diletakkan dalam bak plastik atau bak semen yang ada di kamar kaca. Untuk menjaga kelembaban dilakukan penyungkupan dengan plastik, sedangkan untuk mempercepat pertumbuhan bibit, penyemprotan dengan pupuk daun seperti Hyponex, Bayfolan, dan Gandasil sangat dianjurkan pada umur 1 minggu satelah tanam. Aklimatisasi bibit jati di pesemaian disajikan pada Gambar 4. Umur bibit tanaman jati genjah hasil kultur jaringan yang cukup baik untuk dipindahkan ke lapang (bibit siap salur) berumur sekitar 3 bulan. Pada umur tersebut bibit jati genjah dapat mencapai tinggi sekitar 30-50 cm (Gambar 5). Tanaman jati hasil kultur jaringan setelah umur 6 bulan disaji-kan pada Gambar 6, sedangkan diagram tahap-tahap perbanyakan tanaman jati melalui kultur jaringan dapat dilihat pada Gambar 7.

Page 14: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

9

Page 15: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

10

Gambar 7. Tahap-tahap perbanyakan tanaman jati secara in vitro

ESTIMASI PRODUKSI BIBIT

Berdasarkan jumlah buku yang dapat dijadikan sebagai faktor peng-gandaan atau multiplikasi yang dihasilkan dari setiap periode subkultur, banyaknya tanaman jati yang dapat dihasilkan pada satuan waktu tertentu dapat diprediksi. Dengan mempertimbangkan beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan kehilangan/kerusakan selama proses perbanyakan di laboratorium dan kamar kaca. Pennell (1987) memberikan formulasi untuk menghitung potensi jumlah tanaman yang dapat dihasilkan secara teoritis dalam satu periode (satu tahun), dengan rumus sebagai berikut:

Eksplan

Tahap inisiasi, untuk menghindari pencoklatan disubkultur setiap 12-24 jam selama 5 hari

Tanaman induk

Potongan eksplan (2-3 cm)

Sterilisasi eksplan dengan alkohol 70%, NaOCl 5%

Aklimatisasi (2-4 minggu)

Tahap elongasi tunas (3 minggu)

Subkultur berulang

Tahap induksi tunas (3 minggu)

Page 16: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

11

y = An x B x F1 x F2 x F3

Di mana: y = jumlah planlet/tanaman yang dapat dihasilkan A = jumlah tunas yang dihasilkan pada setiap periode

subkultur (faktor multiplikasi) B = jumlah eksplan awal yang tumbuh n = jumlah subkultur pada periode tertentu (per tahun) F1 = persentase keberhasilan kultur pada tahap induksi tunas F2 = persentase keberhasilan kultur pada tahap elongasi tunas F3 = persentase keberhasilan aklimatisasi

Sebagai contoh, suatu laboratorium kultur jaringan memulai kegiatan perbanyakan tanaman jati genjah dengan hanya satu eksplan awal berupa tunas yang sudah steril dan responsif (B), dengan asumsi jumlah buku yang dapat disubkultur sebanyak 3 (A), frekuensi subkultur 8 kali per tahun (n), 80% keberhasilan pada tahap induksi tunas (F1), 90% keberhasilan pada ta-hap elongasi (F2), dan 80% keberhasilan pada tahap aklimatisasi (F3), maka jumlah tanaman yang dapat diproduksi per tahun (y) adalah

38 x 1 x 0,8 x 0,9 x 0,8 = 3779 tanaman Apabila eksplan awal (B) yang dapat disediakan sebanyak 10 maka

jumlah tanaman yang dapat dihasilkan sekitar 37.790 tanaman, jika eksplan awal 100 maka jumlah tanaman yang dapat dihasilkan 377.900, dan seterusnya.

Jumlah tanaman yang dihasilkan merupakan perhitungan teoritis, pada pelaksanaannya akan sangat tergantung kepada beberapa faktor pendukung lain yang berkaitan dan sangat menentukan seperti jumlah tenaga kerja dan fasilitas yang tersedia. George dan Sherrington (1984) mengemukakan bahwa dengan menanam 90-100 tunas/orang/jam maka untuk memproduksi 1 juta tanaman dalam waktu serentak diperlukan beberapa ratus orang pekerja, yang tentunya akan memerlukan sarana laboratorium yang sangat besar.

Page 17: Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik …biogen.litbang.pertanian.go.id/wp/terbitan/pdf/Buku_ Jati.pdf · Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

12

DAFTAR PUSTAKA

George, E.F. and Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture. Eastern Press, Reading Berks. 709 p.

Gupta, P.K., A.I. Nagdir, A.F. Mascarenhas, and V. Jaganathan. 1980. Tissue culture of forest tree - clonal multiplication of Tectona grandis (teak) by tissue culture. Plant Sci. Lett. 17:259-268.

Mariska, I., Hobir, dan D. Sukmadjaja. 1992. Usaha pengadaan bahan tanaman melalui bioteknologi kultur jaringan. Prosiding Temu Usaha Pengembangan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Puslitbangtri dan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Agribisnis. Jakarta, 2-3 Desember 1992.

Mariska, I. dan R. Purnamaningsih. 2001. Perbanyakan vegetatif tanaman tahunan melalui kultur in vitro. Jurnal Litbang Pertanian 20(1):1-7.

Murashige, T. 1974. Plant propagation through tissue culture. Ann. Rev. Plant Physiol. 25:135-166.

Pennell, D. 1987. Micropropagation in horticulture. Grower Guide No. 29. Grower Books, London.

Tiwari, S.K., K.P. Tiwari, and E.A. Siril. 2002. An improved micropropagation protocol for teak. Plant Cell, Tissue, and Organ Culture 71:1-6.