1 BAITUL MUSLIM DALAM PERSPEKTIF ISLAM Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam Dr. Jenuri, S.Ag, M.Pd Oleh: Qurrotul A’yun 1203250 5 IPS B PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS CIBIRU
1
BAITUL MUSLIM DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Seminar Pendidikan Agama Islam
Dr. Jenuri, S.Ag, M.Pd
Oleh:
Qurrotul A’yun
1203250
5 IPS B
PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS CIBIRU
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT,
sekaligus sholawat serta salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, juga kepada para
keluarganya, sahabatnya, serta kita sebagai umatnya
sampai akhir zaman. Alhamdulillah atas izin dan ridho-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”
BAITUL MUSLIM DALAM PERSPEKTIF ISLAM” ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
dari mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam pada
semester lima konsentrasi IPS B.
Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan ini, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Dra. Jenuri, S.Ag, M.Pd selaku dosen
pengampu yang telah memberikan arahan dan
bimbingannya dalam belajar dalam mata kuliah
Seminar Pendidikan Agama Islam .
2. Perpustakaan Tutorial dan sahabat-sahabat saya
yang telah memberikan ijin dalam peminjaman buku
sumber.
3. Orang tua kami yang telah memberikan motivasi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, tetapi
ii
keinginan dan motivasi baik, selalu menjadi bekal bagi
kami. Kekurangan, kekhilafan adalah merupakan proses
untuk perbaikan dalam pembelajaran. Kami mengharapkan
dari semua pembaca, untuk dapat menkoreksi, mengkritisi
sebagai langkah dalam penyempurnaan makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi pembaca,
khususnya bagi penulis yang ingin menambah wawasan ilmu
pengetahuan. Serta tidak lupa kami haturkan pula
permohonan maaf bila dalam isi makalah masih banyak
kekurangan.
Bandung, Desember
2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................i
DAFTAR ISI.............................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................1
B. Rumusan Masalah...................................2
C. Tujuan Makalah....................................3
D. Sistematika Penulisan ............................3
i
iii
BAB II PEMBAHASAN
A. Pernikahan Adalah Fitrah Kemanusiaan..............4
B. Tujuan Pernikahan Dalam Islam.....................8
C. Konsep Baitul Muslim..............................14
D. Urgensi Mendirikan Baitul Muslim..................15
E. Karakteristik Baitul Muslim.......................18
F. Cara Mendirikan Baitul Muslim Sesuai Ajaran
Rasulullah........................................26
G. Landasan Keluarga Islami..........................31
H. Rumah Tangga Sebagai Cermin Kepribadian Kader
Dakwah............................................49
I. Pandangan Islam Mengenai Baitul Muslim Yang
Diprogramkan......................................54
J. Pengaruh Baitul Muslim Terhadap Kepribadian Anak
Dan Kemajuan Umat.................................56
BAB III PENUTUP
A. Simpulan .........................................68
B. Saran ............................................ 68
ii
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam perkemangan masyarakat modern, segala
aktivitas dan kebutuhan hidup telah banyak
mengalami perubahan. Segala kemajuan yang telah
ada berkat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Budaya-budaya lokal juga sedikit banyak
mengalami perubahan dalam berbagai hal diantaranya
adat, tata krama, norma dan sebagainya. Perubahan-
perubahan ini cenderung mengarah ke budaya
westernisasi dan modernisasi. Tidak banyak adat-
adat dan norma setempat dikesampingkan guna
merealisasikan perubahan tersebut.
Pemikiran akan kemudahan segala sesuatu dan
memandang bahwa semua hal yang berkaitan dengan
norma, adat dan kaidah agama menjadi
dinomorduakan. Generasi muda yang harusnya mampu
memberikan perubahan ke arah yang baik justeru
terlena akan perkembangan peradaban barat yang
cenderung negatif. Ilmu agama mulai ditinggalkan.
Termasuk dalam hal pernikahan.
Agama islam adalah agama yang sejalan dengan
fitrah manusia. Segala sesuatu yang bersangkutan
dengan kehidupan sehari-hari telah diatur dengan
2
baik dalam Al-Qur’an dan Al Hadits. Tidak akan ada
generasi penerus bangsa dan agama tanpa adanya
sebuah jalinan suci pernikahan. Pernikahan
merupakan gerbang awal menyatukan dua kehidupan
pribadi manusia yang berbeda. Selain merupakan
fitrah manusia pernikahan juga dapat memberikan
keberkahan kepada pasangan suami isteri yang
meniatkan untuk menikah untuk mengharap ridho dan
berkah Allah SWT.
Islam mengatur tentang tata cara
melangsungkan pernikahan agar dalam setiap langkah
kedua insan yang diikat oleh janji suci menjadi
keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrohmah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa syarat
dan ketentuan dalam membina keluarga islami yang
merindukan naungan Allah SWT terhadap rumah
tangganya. Maka dari itu, kami mengambil sebuah
solusi untuk membuka mata kita semua tentang
bagaimana agar rumah tangga yang akan dan telah
dibina dapat menjadi rumah tangga yang dirahmati
oleh Allah SWT yaitu dengan membina baitul muslim
atau rumah tangga islami.
Penulisan makalah ini sangat erat kaitannya
dengan bidang studi yang sedang kami tekuni.
Permasalahan-permasalahan yang kami hadapi selaku
calon guru diantaranya yaitu mengenai peserta
3
didik yang memiliki kecenderungan bersikap kasar,
kurang sopan dan suka membangkang. Kami sangat
meyakini bahwa mungkin dalam pelaksanaan
pendidikan disekolah dan dirumah berkaitan erat
dengan perkembangan anak. Pola asuh orang tua
dalam menanamkan nilai-nilai dalam bermasyarakat
sangat kuat pengaruhnya terhadap psikis,
psikologis , sosial dan lingkungan anak. Jika
mengkaji dari kacamata agama islam, boleh jadi
anak tersebut kurang mendapatkan perhatian lebih
dari orang tua. Maka dari itu orang tua harus
lebih dulu mengerti tentang ajaran-ajaran islam
yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Semua
bermula dari jenjang pernikahan dan kemudian ke
arah pengasuhan anak.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis
membuat rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini diantaranya:
1. Apakah Pernikahan Merupakan Fitrah
Kemanusiaan ?
2. Apa Tujuan Pernikahan Dalam Islam ?
3. Bagaimana Konsep Baitul Muslim ?
4. Bagaimana Urgensi Mendirikan Baitul Muslim ?
5. Apa Karakteristik Baitul Muslim ?
4
6. Bagaimana Cara Mendirikan Baitul Muslim Sesuai
Ajaran Rasulullah?
7. Apa Landasan Pendirian Keluarga Islami ?
8. Apakah Rumah Tangga Dapat Menjadi Cermin
Kepribadian Kader Dakwah ?
9. Bagaimana Pandangan Islam Mengenai Baitul
Muslim Yang Diprogramkan ?
10. Bagaimana Pengaruh Baitul Muslim Terhadap
Kepribadian Anak Dan Kemajuan Umat ?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk
mengkaji dengan kaca mata islam mengenai hakikat
dari baitul muslim atau rumah tangga islami. Hasil
dari penulisan makalah ini juga bertujuan untuk
menjawab pertanyaan masyarakat mengenai baitul
muslim yang diprogramkan. Apakah sudah sesuai
dengan kaidah islam ataukah tidak sesuai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERNIKAHAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia
diciptakan Allah Ta'ala cocok dengan fitrah ini, karena
itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyuruh manusia
menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi
penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia
berjalan di atas fithrahnya.
Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu
Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan
gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini
tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu pernikahan,
maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak
menjerumuskan ke lembah hitam.
Firman Allah Ta'ala.
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
5
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (Ar-Ruum :
30).
1. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan pernikahan yang
sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai
satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri
manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk
membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam
terhadap ikatan pernikahan besar sekali, sampai-
sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan
separuh
5
agama. Anas bin Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Telah
bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi
separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah
dalam memelihara yang separuhnya lagi". (Hadist Riwayat
Thabrani dan Hakim).
2. Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan untuk menikah dan melarang keras
kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin
Malik radliyallahu 'anhu berkata : "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan
melarang kami membujang dengan larangan yang keras". Dan
beliau bersabda :
Yang artinya : “Nikahilah perempuan yang banyak anak dan
penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya
umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat". (Hadits
Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada
istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang peribadatan
beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin
meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata:
Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang
lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan
kawin selamanya .... Ketika hal itu didengar oleh Nabi
6
shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau keluar
seraya bersabda :
Yang artinya : “Benarkah kalian telah berkata begini dan
begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling
takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan
aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga
mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai
sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku". (Hadits
Riwayat Bukhari dan Muslim).
Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan
mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan
dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain
Muhammad Yusuf : "Hidup membujang adalah suatu
kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang
tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan
yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang
pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan
mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas
dari semua tanggung jawab".
Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup
untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama
hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian
semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka
selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya,
kendatipun ketaqwaan mereka dapat diandalkan,
namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus
7
lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan
jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan
membawanya ke lembah kenistaan.
Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-
laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya
tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup
ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak
menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan
bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka
kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.
Islam menolak sistem ke-rahib-an karena
sistem tersebut bertentangan dengan fitrah
kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan
sunnah dan kodrat Allah Ta'ala yang telah
ditetapkan bagi makhluknya. Sikap enggan membina
rumah tangga karena takut miskin adalah sikap
orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah
diatur oleh Allah swt sejak manusia berada di alam
rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki
yang dikaruniakan Allah swt, misalnya ia berkata :
"Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi
bila punya istri tidak cukup?!"
Perkataan ini adalah perkataan yang batil,
karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah swt dan
hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam. Allah swt memerintahkan untuk kawin, dan
8
seandainya mereka fakir pasti Allah swt akan
membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah
swt menjanjikan suatu pertolongan kepada orang
yang nikah, dalam firman-Nya:
Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di
antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-
hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui". (An-
Nur : 32).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya :
Artinya : “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah
tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba
yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang
menikah karena ingin memelihara kehormatannya". (Hadits
Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu
Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari
shahabat Abu Hurairah radliyallahu 'anhu).
9
Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk
nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka
berlama-lama hidup sendiri.
Ibnu Mas'ud radliyallahu 'anhu pernah berkata :
"Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka
menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang
bujangan". (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul 'Arus hal.
20).
B. TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Seperti yang telah disinggung diatas, bahwa
pernikahan adalah salah satu daripada ibadah kepada
Allah swt. Abdullah Gymnasttyar atau Aa Gym memberikan
beberapa ulasan mengenai tujuan pernikahan,
diantaranya:
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan
yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan
aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan
dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti
cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran,
kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan
lain sebagainya yang telah menyimpang dan
diharamkan oleh Islam.
10
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari'atkannya
pernikahan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor
dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan
martabat manusia yang luhur. Islam memandang
pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana
efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari
kerusakan, dan melindungi masyarakat dari
kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :
Artinya : “Wahai para pemuda! Barangsiapa diantara kalian
berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih
menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan).
Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa
(shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya".
(Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam
membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami
istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-
batas Allah swt, sebagaimana firman Allah dalam
ayat berikut :
11
Artinya : “Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu
boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan dengan
cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau
keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
dhalim". (Al-Baqarah : 229).
Yakni keduanya sudah tidak sanggup
melaksanakan syari'at Allah. Dan dibenarkan rujuk
(kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup
menegakkan batas-batas Allah swt. Sebagaimana yang
disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di
atas :
12
Artinya : “Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah
thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya
hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami
yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya
(bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika
keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum
yang (mau) mengetahui ". (Al-Baqarah : 230).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah
agar suami istri melaksanakan syari'at Islam dalam
rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga
berdasarkan syari'at Islam adalah WAJIB. Oleh
karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin
membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran
Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang
calon pasangan yang ideal :
a. Harus Kafa'ah
Pengaruh materialisme telah banyak
menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman
sekarang ini orang tua yang memiliki
pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh
putra-putrinya, selalu mempertimbangkan
keseimbangan kedudukan, status sosial dan
keturunan saja. Sementara pertimbangan agama
kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu'
13
(sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi
saja.
Menurut Islam, Kafa'ah atau kesamaan,
kesepadanan atau sederajat dalam pernikahan,
dipandang sangat penting karena dengan adanya
kesamaan antara kedua suami istri itu, maka
usaha untuk mendirikan dan membina rumah
tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud.
Tetapi kafa'ah menurut Islam hanya diukur dengan
kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan
status sosial, keturunan dan lain-lainnya.
Allah swt memandang sama derajat seseorang
baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin
atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya
melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13).
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-
orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya
14
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". (Al-
Hujuraat : 13).
Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada
halangan bagi mereka untuk menikah satu sama
lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda
dan pemudi yang masih berfaham materialis dan
mempertahankan adat istiadat wajib mereka
meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur'an
dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam :
Artinya : “Wanita dikawini karena empat hal : Karena
hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan
karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena
agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian,
niscaya kamu akan celaka". (Hadits Shahi Riwayat
Bukhari 6:123, Muslim 4:175).
b. Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita
yang shalihah dan wanita harus memilih laki-
laki yang shalih.
Menurut Al-Qur'an wanita yang shalihah
ialah :
15
Artinya : “Wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada
Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada,
sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)". (An-
Nisaa : 34).
Menurut Al-Qur'an dan Al-Hadits yang
Shahih di antara ciri-ciri wanita yang
shalihah ialah :
Artinya: "Ta'at kepada Allah, Ta'at kepada Rasul,
Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak
untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah.”
(Q.S. Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan
dengan laki-laki yang bukan mahram, Ta'at
kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta'at
kepada suami dan baik kepada tetangganya dan
lain sebagainya".
Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah
rumah tangga yang Islami akan terwujud.
Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih
16
wanita yang peranak dan penyayang agar dapat
melahirkan generasi penerus umat.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk
beribadah kepada Allah swt dan berbuat baik kepada
sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah
tangga adalah salah satu lahan subur bagi
peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan
amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai
menggauli istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
Artinya : “Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian
termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat
keheranan dan bertanya : "Wahai Rasulullah, seorang suami yang
memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat
pahala ?" Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab
: "Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami)
bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .?
Jawab para shahabat :"Ya, benar". Beliau bersabda
lagi : "Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di
tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !". (Hadits
Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan
Nasa'i dengan sanad yang Shahih).
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
17
Tujuan pernikahan di antaranya ialah untuk
melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah
swt berfirman :
Artinya : “Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu
pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu
itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-
baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari nikmat Allah ?". (An-Nahl : 72).
Dan yang terpenting lagi dalam pernikahan
bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi
berusaha mencari dan membentuk generasi yang
berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan
bertaqwa kepada Allah swt.
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan
diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang
benar. Kita sebutkan demikian karena banyak
"Lembaga Pendidikan Islam", tetapi isi dan caranya
tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak
kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami,
diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh
karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik,
18
mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan
yang benar.
Tentang tujuan pernikahan dalam Islam, Islam
juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu
sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan
tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi
berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam
yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar
terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
C. KONSEP BAITUL MUSLIM
Di dalam bahasa Arab kata “keluarga”
disebut ahl atau ahila yang berarti keluarga secara
menyeluruh termasuk kakek, nenek, paman, bibi dan
keponakan. Dalam pengertian yang lebih luas, keluarga
dalam Islam merupakan satu kesatuan unit yang besar
yang disebut ummah atau komunitas Umat Islam.Keluarga
islami bukan sekedar berdiri di atas kenyataan
kemusliman seluruh anggota keluarga. Bukan juga karena
seringnya terdengar lantunan ayat-ayat al-Qur’an dari
rumah itu, bukan pula sekedar anak-anaknya disekolahkan
ke masjid waktu sore hari.
Keluarga islami adalah rumah tangga yang di dalamnya
ditegakkan adab-adab islami, baik yang menyangkut
individu maupun keseluruhan anggota rumah tangga.
keluarga islami adalah sebuah rumah tangga yang
19
didirikan di atas landasan ibadah. Mereka bertemu dan
berkumpul karena Allah swt, saling menasehati dalam
kebenaran dan kesabaran, serta saling menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, karena
kecintaan mereka kepada Allah swt.Keluarga islami
adalah rumah tangga teladan yang menjadi panutan dan
dambaan umat. Mereka betah tinggal di dalamnya karena
kesejukan iman dan kekayaan ruhani. Mereka berkhidmat
kepada Allah swt dalam suka maupun duka, dalam keadaan
senggang maupun sempit.
Keluarga islami adalah rumah yang di dalamnya
terdapat sakinah, mawadah, dan rahmah (perasaan tenang,
cinta dan kasih sayang). Perasaan itu senantiasa
melingkupi suasana rumah setiap harinya. Seluruh
anggota keluarga merasakan suasana “surga” di
dalamnya. Baiti jannati(rumahku surgaku), demikian slogan
mereka sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah untuk
membentuk ummah yang kuat.
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa pernikahan
adalah suatu hal yang fitrah dalam kehidupan seorang
muslim. Tentunya hal ini telah diatur oleh Al-Qur’an
dengan sedemikian rupa. Dari ayat-ayat Al-Qur’an
tersebutlah kita dapat mengetahui betul bagaimana islam
mengatur masalah pernikahan. Agar pernikahan menjadi
ladang pahala tentunya perlu beberapa persiapan
didalamnya yaitu ilmu dan kesiapan. Niat yang lurus
20
untuk menggapai ridho Allah SWT adalah kunci utama dari
pintu berkahnya rumah tangga. Insya Allah.
Rumah tangga islami adalah rumah tangga yang
didalamnya menggunakan kaidah-kaidah keislaman. Tidak
hanya dalam tata cara bergaul antara suami isri namun
juga menyangkut semua aspek rumah tangga. Penanaman
kaidah islamiah dalam rumah tangga inilah yang akan
menjadikan poin plus kepada sebuah keluarga. Mereka
tidak hanya mengejar kenikmatan duniawi namun juga
mendamba ridho dan kemuliaan ukhrowi(akhirat).
D. URGENSI MENDIRIKAN BAITUL MUSLIM
Menurut situs islam, Dakwatuna, Ada beberapa faktor
yang mendasari urgensinya pembentukan keluarga dalam
Islam sebagaimana berikut:
1. Perintah Allah swt.
Membentuk dan membangun mahligai keluarga
merupakan perintah yang telah ditetapkan oleh
Allah swt. dalam beberapa firman-Nya. Agar
teralisasi kesinambungan hidup dalam kehidupan dan
agar manusia berjalan selaras dengan fitrahnya.
Kata “keluarga” banyak kita temukan dalam Al-Quran
seperti yang terdapat dalam beberapa ayat berikut
ini;
21
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu
yang terdekat.” (Asy-Syu’ara': 214)
Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan
shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak
meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu.
dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
(Thaha: 132)
2. Membangun Mas’uliah Dalam Diri Seorang Muslim.
Sebelum seorang berkeluarga, seluruh
aktivitasnya hidupnya hanya fokus kepada perbaikan
dirinya. Mas’uliah (tanggung jawab) terbesar
22
terpusat pada ucapan, perbuatan, dan tindakan yang
terkait dengan dirinya sendiri. Dan setelah
membangun mahligai keluarga, ia tidak hanya
bertanggungjawab terhadap dirinya saja. Akan
tetapi ia juga harus bertanggungjawab terhadap
keluarganya. Bagaimana mendidik dan memperbaiki
istrinya agar menjadi wanita yang shalehah. Wanita
yang memahami dan melaksanakan hak serta kewajiban
rumah tangganya. Bagaimana mendidik anak-anaknya
agar menjadi generasi rabbani nan qurani. Coba
kita perhatikan beberapa hadits berikut ini:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya Allah Ta’ala akan meminta
pertanggungjawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang
dipimpinnya, apakah ia menjaga kepemimpinannya atau
melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya tentang
anggota keluarganya.” (Hadits gharib dalam Hilayatul
Auliya, 9/235, diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam
Isyratun Nisaa’, hadits no 292 dan Ibnu Hibban
dari Anas dalam Shahihul Jami’, no.1775; As-
Silsilah Ash-Shahihah no.1636).
Dari Aisyah r.a., berkata: “Nabi saw. bersabda: “Sebaik-baik kamu
adalah yang paling baik pada kelurganya dan aku paling baik bagi
keluargaku.” (Imam Al-Baihaqi)
23
Dari Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“Mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling
baik akhlaknya, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang
paling baik terhadap istri-istrinya.” (Imam At-Tirmidzi, dan
ia berkata: “Hadits hasan shahih.”
3. Langkah Penting Membangun Masyarakat Muslim
Keluarga muslim merupakan bata atau institusi
terkecil dari masyarakat muslim. Seorang muslim
yang membangun dan membentuk keluarga, berarti ia
telah mengawali langkah penting untuk
berpartisipasi membangun masyarakat muslim.
Berkeluarga merupakan usaha untuk menjaga
kesinambungan kehidupan masyarakat dan sekaligus
memperbanyak anggota baru masyarakat.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Dari Anas r.a. berkata: “Rasulullah saw. memerintahkan kami
dengan “ba-ah” (mencari persiapan nikah) dan melarang
membunjang dengan larangan yang sesungguhnya seraya
bersabda: “Nikaihi wanita yang banyak anak dan yang banyak
kasih sayang. Karena aku akan berlomba dengan jumlah kamu
terhadap para nabi pada hari kiamat.” (Imam Ahmad,
24
dishahihkan Ibnu Hibban. Memiliki “syahid” pada
riwayat Abu Dawud, An-Nasaai dan Ibnu Hibban dari
hadits Ma’qil bin Yasaar)
4. Mewujudkan Keseimbangan Hidup
Orang yang membujang masih belum
menyempurnakan sisi lain keimanannya. Ia hanya
memiliki setengah keimanan. Bila ia terus
membujang, maka akan terjadi ketidakseimbangan
dalam hidupnya, kegersangan jiwa, dan keliaran
hati. Untuk menciptakan keseimbangan dalam
hidupnya, Islam memberikan terapi dengan
melaksanakan salah satu sunnah Rasul, yaitu
membangun keluarga yang sesuai dengan rambu-rambu
ilahi. Rasulullah saw. bersabda:
Artinya: Dari Anas bin Malik r.a. berkata: “Rasulullah SAW
bersabda: “Apabila seseorang menikah maka ia telah
menyempurnakan setengah agama. Hendaklah ia bertakwa
kepada Allah dalam setengahnya.” (HR. Imam Al-Baihaqi)
Menikah juga bisa menjaga keseimbangan emosi,
ketenangan pikiran, dan kenyamanan hati.
Rasulullah saw. bersabda:
Artinya: “Dari Abdullah berkata: Rasulullah saw. bersabda
kepada kami: “Wahai para pemuda, barangsiapa dari kalian yang
memiliki kemampuan, maka hendaklah ia menikah. Karena
sesungguhnya menikah itu akan menundukkan pandangan dan
memelihara farji (kemaluan). Barangsiapa yang tidak mampu,
25
maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu merupakan
benteng baginya.” (HR. Imam Muslim)
E. KARAKTERISTIK BAITUL MUSLIM
Tim Kajian Manhaj Tarbiyah, Dakwatuna menjelaskan
bahwa Baitul muslim (Keluarga Islami) adalah komunitas
mitsaly (teladan) dari sebuah masyarakat Islami dan
daulah Islamiyah, ia dibangun di atas asas aqidah
yang bersih (tauhid), ibadah yang shahih, akhlak yang
lurus, dan fikrah Islamiyah yang kokoh. Ia adalah
sebuah perwujudan dari makna firman Allah SWT:
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh
dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya
pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu
ingat”. (Ibrahim: 24-25)
1. Memelihara Aspek Tauhid
Sebuah Rumah tangga berstatus Islami manakala
asas penegakannya didasari Tauhidullah, sebab
26
seluruh orientasi hidup ini akan sangat ditentukan
oleh asasnya. Dari sinilah maka Rasulullah Saw
mensyariatkan penanaman Tauhid kepada umatnya
dimulai sejak usia dini yaitu ketika manusia baru
terlahir dari rahim sang ibundanya untuk
diadzankan.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Turmudzi dari
Abu Rofi’ berkata: “Aku melihat Rasulullah Saw
mengumandangkan adzan pada telinga Al Hasan bin Ali RA ketika
Fatimah RA melahirkannya”.
Catatan: Para ulama berbeda pendapat terkaitdengan disyariatkannya adzan dan iqamat padabayi yang baru lahir. Perbedaan tersebutmerujuk pada bagaimana menyikapi hadits atauriwayat tentangnya. Sebagian ulama, sepertiSyeikh Nasiruddin al-Albani, menyatakan bahwahadits-hadits tentang adzan dan iqamat padabayi dhaif atau lemah, bahkan ada yang sangatlemah, sehingga tidak bisa dijadikan sebagaidalil. Sementara kalangan lain, seperti IbnulQayyim al-Jauziyyah, mengakui disyariatkannyaadzan dan iqamah pada bayi di mana pendapatini juga diikuti oleh banyak ulama hinggasaat ini seperti Allamah Abdul Aziz ibnAbdullah ar-Rajihi. Adapula pendapat lainyang diutarakan oleh Syeikh Utsaymin bahwariwayat iqamat di telinga kiri bayi memanglemah, namun adzan di telinga kanan bolehdilakukan meski memang ada catatan dalamriwayatnya. (syariahonline.com)
2. Memperhatikan Ibadah dan kepatuhannya kepada Allah
27
Suasana Islami yang tercermin dari keluarga
muslim adalah ketaatan dan ibadahnya kepada Allah
SWT, upaya menumbuhkan suasana tersebut adalah
dengan pembiasaan, untuk terwujudnya hal
tersebut maka antara sesama anggota keluarga harus
saling menopang.
Dalam upaya menumbuhkan kebiasaan gemar
beribadah pada anak-anak maka ajaklah mereka ke
masjid, bila datang Ramadhan latihlah mereka untuk
berpuasa dan seterusnya.
Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “ Perintahkan anak-anakmu menjalankan shalat jika
mereka sudah berusia tujuh tahun, dan jika sudah berusia sepuluh
tahun pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya dan
pisahlah tempat tidur mereka”.
3. Menyemai nilai akhlak Islami: Amanah, muraqabah
(merasa dalam pengawasan Allah), shidiq, dll.
Penyangga utama rumah tangga Islami setelah
tauhid dan ibadah adalah akhlak, ia adalah pangkal
kedamaian dan sakinah sebuah keluarga. Bila
anggota keluarga telah tertanam dalam perilakunya
sifat amanah, jujur, merasa diawasi oleh Allah SWT
dalam segala tindak tanduknya, maka kalau di dunia
ini ada surga maka itulah ia. Sabda Rasulullah
Saw:
28
Artinya: “ Faktor yang paling banyak menyebabkan seorang
manusia masuk surga setelah taqwa adalah akhlak yang baik”
(HR Turmudzi).
Perhatikan dua kisah berikut ini:
Pertama: Suatu pagi buta seorang ibu penjual
susu berkata pada putrinya: nak campur saja susu
itu dengan air agar menjadi banyak, Khalifah Umar
kan tidak tahu, maka sang anak yang telah di
didiknya dengan kejujuran dan muraqabatullah
dengan santun menjawab; mohon maaf ibu, kalau
Amirul mukminin tidak tahu maka Allah SWT Maha
Mengetahui.
Kedua: Suatu siang di sebuah lembah di luar
Madinah Umar RA berjumpa dengan seorang
penggembala kambing yang sedang menggembalakan
ratusan gembalanya, lalu Umar RA bertanya: hai
Abdallah bolehkah aku beli seekor saja kambingmu?
jawab penggembala itu: tidak tuan, kambing-kambing
ini bukan milik saya. Umar RA berkata: bukankah
gembalaanmu sangat banyak? Andaikata berkurang
seekor saja maka tuanmu tidak akan mengetahuinya?
Jawab penggembala: benar tuan, pemilik kambing ini
tidak tahu, tapi di mana Allah swt?
4. Penuh perhatian
Seorang laki-laki shalih ia begitu perhatian
pada istrinya, berkata santun, memenuhi
29
kebutuhannya, dan mencintainya, selalu mengayomi
agar istri selalu dalam ketaatan kepada Allah SWT
dan Rasul SAW. Dan seorang wanita shalihah ia
selalu menyenangkan suami, menaati perintahnya,
dan menjaga kesucian dirinya, berpesan kepada
suaminya di pagi hari, dan menanyakan keadaannya
di sore hari.
Keduanya sangat perhatian akan keselamatan
anak-anaknya, mentarbiyahnya dengan tarbiyah
Islamiyah, memberikan makan dengan rizki yang
halal.
Demikianlah Rasulullah Saw contohkan kebaikan
perhatiannya terhadap keluarga dalam segala hal,
sehingga layak Beliau Saw menyatakan:
Artinya: “ Sebaik baik kamu semua adalah orang yang paling
baik perhatiannya terhadap keluarganya, dan aku (Rasul Saw)
adalah orang yang terbaik di antara kalian perhatianku terhadap
keluargaku”.
5. Penuh perhatian dan bersemangat dalam
berpartisipasi memenuhi kewajiban-kewajiban
dakwah, dan merasa mulia dengan dakwah
Karakter dan sifat spesifik dari keluarga
Islami adalah keterikatannya dengan dakwah, ia
adalah keluarga dakwah itu sendiri, cukup bagi
kita melihat rumah tangga Rasulullah Saw dan
Khulafaur Rasyidin RA setiap a’dha dari rumah-
30
rumah pembesar Islam ini saling berkompetisi ingin
berbuat yang terbaik untuk Islam. Dengarkan apa
yang dikatakan oleh Abu Bakar RA yang begitu
bangganya dengan dakwah Islam ini di tengah
menurunnya moralitas sahabat sepeninggal Rasul
Saw:
Artinya: “Akankah Islam menjadi lemah sedangkan saya masih
hidup?
Dan inilah Umar RA berkata:
ا ن� ل� ذ� ه أ ا أل�له ب�� ن�� ز� ع� ر م�ا أ ي� غ� ة� ب�� لب� أل�عز� ن$ ط� م�
Artinya: “Barang siapa mencari kemuliaan dengan selain apa
yang Allah telah muliakan kita, maka kita akan hina.”
Simaklah apa yang dikatakan oleh ibu Khansa RA
kala menerima berita syahidnya keempat putranya:
ة' ن( ي� أل�ج� عا ف� مي� ا ج�� معن� ج� سي أل�له أن$ ي�� لهم ع� �ن �ق ي� ب�� ن� ف�� ر Aي� ش أل�جمذ ل�له أل�ذ�
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah memuliakan orang
seperti aku ini dengan syahidnya putra-putraku, semoga Allah
berkenan kumpulkan kami semua di surga.
6. Memelihara ajaran Islam dalam setiap urusan rumah
tangga (pakaian, makanan, minuman, tidur, bangun,
dzikir, dan aktivitas lainnya.
31
Sungguh tak satupun urusan kehidupan manusia
ini yang tidak diatur oleh Islam, sebuah keluarga
Islami ia menjalankan perannya dalam
mengaplikasikan nilai-nilai agung, didasari sebuah
pernyataan:
ا ورس�ولا ن� Mب مجمذP ن�� ا و ب�� ن� �Sي س�لام ذ Xالا ا ون�� �Yا ل�له رن ت� ن�� ي� رض��
Artinya: “Rela Allah sebagai Rabb, menjadikan Islam sebagai
aturan hidup dan menjadikan tuntunan Rasul Saw sebagai
rujukan utamanya.”
Ia sadar bahwa keselamatan hanya dengan mengikuti
sunnah. Imam Malik rahimahullah berkata:
�زق ها ع�� ن� ف� ع� ل خ� �ن$ ي� ا وم� خ� ها ي�� ن� ن$ رك� وح, م� ن�� �ة ن� ي� ف� ل س� Aن ه� م� أل�سن�
Artinya: “Sunnah Rasul Saw itu ibarat perahu nabi Nuh As (saat
terjadi taufan), maka barang siapa naik maka selamatlah ia, dan
barang siapa tidak mau menaikinya maka tenggelamlah ia.”
7. Menjaga kebersihan dan keindahan rumah
Sungguh keindahan Islam itu sebahagiannya
diperankan oleh keluarga Islami, karena ia senang
hidup bersih, dalam perilaku, pakaian, makanan,
usaha dan sebagainya, ia sadar bersih adalah
pangkal keindahan. Demikianlah Rasul Saw nyatakan:
32
ا ن� mي لا ط� Xل أ ن� �ق ت� لا ب�� ي� مال, ط� ت� أل�ج� ج ل ي�� من� ن$ أل�له ج�� Xأ
Artinya: “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah menyukai
keindahan, Allah itu Maha Baik Maha Mencintai kebaikan.”
8. Membentengi rumah dari pencemaran akhlak
Di antara tantangan yang berat dihadapi
keluarga muslim saat ini adalah serangan Ghazwul
fikri, sehingga hampir setiap rumah kita tak
terhindar dari panah-panah beracun yang di
lepaskan oleh musuh-musuh Islam.
Maka sebuah kesadaran Islam (al wa’yu al Islami)
harus terus di hidupkan melalui interaksi yang
intens terhadap nilai-nilai Islam, dan dakwah
amar ma’ruf nahi munkar agar nuansa keislaman
rumah, anak-anak, lingkungan, dan seluruh
aktivitas kita mampu terbentengi dari pencemaran
akhlak.
Sabda Rasulullah Saw:
Artinya: “Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran
maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, apa bila tidak
mampu maka dengan lesannya, apa bila tidak mampu maka
dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah-lemah
iman.”
9. Menjaga dan memelihara status dan hak masing-
masing
33
Di antara karakteristik keluarga Islami
adalah terpeliharanya status dan hak masing-masing
anggota keluarga. Ada ayah ia sebagai pemimpin dan
bertanggung jawab seisi rumah akan keselamatan
mereka, ia punya hak untuk dihormati dan ditaati
selagi perintahnya tidak bertentangan dengan
syariat Islam, Ada ibu ia mengayomi anak-anak,
menumbuhkan kesejukan dan membahagiakan dan ia
punya hak untuk dimuliakan, dan ada anak-anak
mereka butuh kedamaian, bimbingan dan perawatan,
mereka pun punya hak atas statusnya untuk
disayangi.
Di sinilah letak cerminan dari arahan Allah
SWT dalam doa yang diajarkan kepada keluarga
muslim-mukmin, Firman Allah SWT:
Artinya: “Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa. (Al Furqan: 74)
10. Sederhana dalam ma’isyah (tidak berlebihan)
34
Al Basathah (kesederhanaan) menjadi karakter
Islam, sehingga penerjemah Islam secara aplikatif
yaitu Rasulullah Saw demikian sederhana dalam
kehidupannya. Tidak pelit dan tidak juga boros,
terbaik dalam memberi nafkah, sifat inilah yang
diturunkan oleh Al-Quran ke dalam dada setiap
mukmin.
Firman Allah SWT:
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan
adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian. (Al Furqan: 67)
Firman Allah SWT:
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di
setiap (memasuki) mesjid,(^) makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan.(^) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berlebih-lebihan. . (Al a’raf: 31)
(^) Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan salat atau tawaf
sekeliling Kakbah atau ibadah-ibadah yang lain (^)
35
Maksudnya: jangan melampaui batas yang dibutuhkan oleh
tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang
dihalalkan.
11. Menjaga hak tetangga, dan saudara dalam
dakwah
Keindahan karakter keluarga Islami juga
tercermin dari interaksi sosial masyarakatnya.
Cukuplah Rasul Saw sebagai teladan kita untuk kita
pegangi arahannya; sabda Beliau Saw:
ارة رم ج�� ك ال�ن� ز ف�� خ�� Xوم ألا ال�له و أل�ي� ن$ ن�� م� و ن$ ك�ان$ ن�� م�
Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir
maka hendaknya ia memuliakan tetangganya”.
Tetangga kita ada di antaranya memiliki tiga
hak, ada yang dua hak dan ada yang hanya memiliki
satu hak saja. Adapun yang memiliki tiga hak
adalah dia seorang muslim, kerabat dan rumahnya
dekat dengan rumah kita. Yang memiliki dua hak
adalah ia seorang muslim dan tinggalnya dekat
dengan kita, sedang yang satu hak adalah ia
rumahnya dekat dengan rumah kita. Dan masing-
masing mereka menuntut untuk ditunaikan hak-
haknya.
Tentang hak saudara Rasul Saw. Bersabda, yang
artinya:
36
“Hak sesama muslim itu enam: bila berjumpa berilah salam, bila
diundang hadirilah, bila meminta nasihat berilah nasihat, bila
bersin dan ia membaca hamdalah doakanlah, bila sakit jenguklah
dan bila meninggal dunia maka antarkan sampai ke makamnya”.
F. CARA MENDIRIKAN BAITUL MUSLIM SESUAI AJARAN
RASULULLAH
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang
tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur'an dan
Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para
Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis
sebutkan dan jelaskan seperlunya :
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan mengawini seorang
muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu,
karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang
lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim
meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang
lain (Muttafaq 'alaihi). Dalam khitbah disunnahkan
melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih
Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan
Darimi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban
yang harus dipenuhi:
37
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon
mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi-saksi.
Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan
khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun
Nikah atau Khutbatul Hajat.
3. Walimah
Walimatul 'urusy hukumnya wajib dan
diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah
hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang
mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan
itu sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Artinya :” Makanan paling buruk adalah makanan dalam
walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk
makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang.
Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia
durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (Hadits Shahih
Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu
Hurairah).
Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang
itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin,
38
karena ada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam :
Artinya : “Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-
orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-
orang yang taqwa". (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud,
Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu
Sa'id Al-Khudri).
Aang Kunaepi (2014) menyatakan ahwa ada beberapa
hal yang patut diperhatikan dalam upaya menumbuhkan
keluarga bahagia menurut ajaran Islam ketika
menghadapi berbagai persoalan, diantaranya adalah:
1. Fikrah yang Jelas
Pemikiran islami tentang tujuan-tujuan dakwah dan
kehidupan keluarga merupakan unsur pentng dalam
perkawinan. Ini adalah syarat utama karena keluarga
islami bukanlah keluarga yang tenang tanpa gejolak.
Bukan pula keluarga yang berjalan di atas
ketidakjelasan tujuan sehingga melahirkan
kebahagiaan semu. Keluarga islami adalah keluarga
yang juga memegang peran sebagai penggerak dakwah
Islam, baik dalam diri keluarga tersebut maupun
bagi masyarakat luas.
2. Penyatuan idealism
Ketika ijab qabul diucapkan di depan wali,
sebenarnya yang bersatu bukanlah sekedar jasad dua
makhluk yang berlainan jenis. Pada detik itu
39
sesungguhnya tengah terjadi pertemuan dua
pemikiran, perjumpaan dua tujuan hidup dan
perkawinan dua pribadi dengan tingkat keimanan
masing-masing. Karena itu, penyatuan pemikiran dan
idealisme akan menyempurnakan pertemuan fisik
keduanya.
3. Mengenal karakter pribadi
Kepribadian manusia ditentukan oleh berbagai
unsur lingkungan: nilai yang diyakini dan
lingkungan terdekat serta lingkungan internal
(sifat bawaan) manusia itu sendiri. Mengenal
secara jelas karakter pasangan hidup adalah bekal
utama dalam upaya penyesuaian, penyeimbangan dan
bahkan perbaikan. Satu catatan penting mengenai
hal ini adalah manusia bersabar selama proses
pengenalan itu berlangsung, sebab hal itu
membutuhkan waktu yang tidak sebentar
4. Pemeliharaan Kasih Sayang
Sikap rahmah (kasih sayang) kepada pasangan
hidup dan anak-anak merupakan faktor penting
kelangsungan keharmonisan keluarga. Rasulullah
`menyapa Aisyah dengan panggilan yang memanjakan
dan menyenangkan hati. Bahkan beliau membolehkan
seseorang ‘berbohong’ kepada pasangannya dalam
rangka membangun kasih sayang. Suami atau istri
harus mampu menampilkan sosok diri dan pribadi
40
yang dapat menumbuhkan rasa tenteram, senang dan
rindu. Ingat, di atas rasa kasih sayanglah
pasangan hidup dapat membagi beban dan meredam
konflik.
5. Kontinuitas Pendidikan (Tarbiyah)
Pendidikan (tarbiyah) merupakan kebutuhan
asasi setiap manusia. Para suami yang telah aktif
dalam medan dakwah biasanya akan mudah mendapatkan
hal ini. Namun, istri juga memiliki hak yang sama.
Penyelenggaraannya merupakan tanggung jawab suami
khususnya, kaum lelaki Muslim umumnya. Itulah
sebabnya Rasulullah meluluskan
permintaan ta’lîm (pengajaran) para wanita muslimah
yang datang kepada beliau. Beliau memberikan
kesempatan khusus bagi pembinaan wanita dan kaum
ibu (ummahât).
6. Penataan Ekonomi
Turunnya surat al-Ahzâb yang berkaitan dengan
ultimatum Allah lkepada para istri Nabi ` erat
kaitannya dengan persoalan ekonomi. Islam dengan
tegas telah melimpahkan tanggung jawab nafkah
kepada suami, tanpa melarang istri membantu beban
ekonomi suami jika ada kesempatan dan peluang, dan
tentu selama masih berada dalam batas-batas
syari’ah. Ditengah tanggung jawab dakwah, suami
harus bekerja keras agar dapat memberikan
41
pelayanan fisik kepada keluarga. Dalam kondisi
ini, qanaah (bersyukur atas seberapa pun hasil
yang diperoleh) adalah sikap yang harus
ditampilkan istri. Persoalan-persoalan teknis yang
menyangkut pengelolaan ekonomi keluarga dapat
dimusyawarahkan dan dibuat kesepakatan antara
suami dan istri. Kebahagiaan dan ketenangan akan
lahir jika di atas kesepakatan tersebut dibangun
sikap amanah (benar dan jujur).
7. Sikap Kekeluargaan
Pernikahan sebenarnya diiringi dengan
pernikahan ”antara dua keluarga besar”, dari pihak
istri dan juga suami. Selayaknyalah, dalam batas-
batas yang diizinkan syari’at, sebuah pernikahan
tidak mengganggu struktur serta suasana keluarga
masing-masing. Pernikahan janganlah membuat suami
atau istri kehilangan perhatian pada keluarganya
(ayah, ibu, adik, kakak dan seterusnya).
Sebaliknya istri atau suami tidak boleh
menghabiskan perhatiannya hanya untuk keluarganya
masing-masing sehingga tanggung jawabnya sebagai
pasangan keluarga di rumahnya sendiri
terbengkalai. Menurunnya frekuensi interaksi fisik
tidak boleh berarti menurun pula perhatian dan
kasih sayang.
42
8. Pembagian Beban
Meski ajaran Islam membeberkan dengan jelas
fungsi dan tugas elemen keluarga (suami, istri,
anak dan pembantu) namun dalam pelaksanaannya
tidaklah kaku. Jika Rasulullah memenyatakan bahwa
seorang istri adalah pemimpin bagi rumah dan anak-
anak, bukan berarti seorang suami tidak perlu
terlibat dalam pengurusan rumah tangga dan anak-
anak. Ajaran Islam tentang keluarga adalah sebuah
pedoman baku yang merupakan titik pangkal segala
kehidupan berkeluarga. Dalam tindakan sehari-hari,
nilai-nilai lain, misalnya
tentang itsar (memperhatikan dan mengutamakan
kepentingan orang lain), ta’âwun (tolong
menolong), rahim (kasih sayang) harus ikut
ditanamkan dan diamalkan dalam keluarga. Hal
tersebut dapat dijumpai dalam riwayat yang shahih
betapa Nabi `bercengkerama dengan anak dan cucu,
menyapu rumah, menjahit baju yang koyak dan lain-
lain.
9. Penyegaran
Manusia mempunyai hati dan otak yang
kadangkala mengalami kelelahan dan kejenuhan. Nabi
emengkritik seseorang yang menamatkan al-Qur’an
kurang dari tiga hari, yang menghabiskan waktu
43
malamnya hanya dengan shalat, dan yang berpuasa
setiap hari. Dalam ta’lîm,Nabi ` juga memberikan
selang waktu (dalam beberapa riwayat per-pekan),
tidak setiap saat atau setiap hari. Variasi
aktivitas dibutuhkan manusia agar jiwanya tetap
segar. Dengan demikian, keluarga yang bahagia tdak
akan tumbuh dari aktivitas keluarga yang monoton.
Di samping tarbiyah, keluarga membutuhkan rekreasi
(perjalanan, diskusi-diskusi ringan, kemah, dll).
10. Menata diri
Allah swt lmengisyaratkan hubungan yang erat
antara ketaqwaan dan yusran (kemudahan),
dan makhrojan (jalan keluar). Faktor kefasikan
atau rendahnya iman identik dengan kesukaran,
kemelut dan jalan buntu. Patutlah pasangan muslim
senantiasa menata dirinya masing-masing agar jalan
panjang kehidupan rumah tangganya dapat diarungi
tanpa hambatan dan rintangan yang menghancurkan.
11. Mengharapkan Rahmat Allah swt
Ketenangan dan kasih sayang dalam keluarga
merupakan rahmat Allah swt yang diberikan kepada
hamba-hamba-Nya yang shalih. Rintangan-rintangan
menuju keadaan itu datang tidak saja dari faktor
internal saja, namun juga dapat muncul dari faktor
eksternal termasuk gangguan setan dan jin. Karena
itu, hubungan vertikal dengan al-Khaliq harus
44
dijaga sebaik mungkin melalui ibadah dan doa. Nabi
`banyak mengajarkan doa-doa yang berkaitan dengan
masalah keluarga.
G. LANDASAN KELUARGA ISLAMI
Dari pengertian di atas, rumah tangga islami
ternyata memiliki banyak konsekuensi. Paling tidak, ada
sepuluh konsekuensi dasar yang menjadi landasan bagi
tegaknya rumah tangga islami, yakni:
1. Didirikan di atas Landasan Ibadah
Keluarga islami harus didirikan dalam rangka
beribadah kepada Allah swt lsemata. Artinya, sejak
proses memilih jodoh, landasannya haruslah benar.
Memilih pasangan hidup haruslah karena kebaikan
agamanya, bukan sekedar karena kecantikan, harta,
maupun keturunannya.Prosesi pernikahannya pun
sejak akad nikah hingga walimah tetap dalam rangka
ibadah, dan jauh dari kemaksiatan. Sampai
akhirnya, mereka menempuh bahtera kehidupan dalam
suasana ta’âbudiyah (peribadahan) yang jauh dari
dominasi hawa nafsu.
Artinya: ”Dan Aku tidak menciptkan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku” (QSal-Dzâriyat [51]: 56).
Ketundukan diri kepada Allah swt sejak
langkah-langkah awal mendirikan rumah tangga
45
setidaknya menjadi pemacu untuk tetap tunduk dalam
langkah-langkah selanjutnya. Kelak, jika terjadi
permasalahan dalam rumah tangga, mereka akan mudah
menyelesaikan, karena semua telah tunduk kepada
peraturan Allah swt dan Rasul-Nya.
2. Internalisasi Nilai-nilai Islam Secara Kaffah
Internalisasi nilai-nilai Islam
secara kaffah (menyeluruh) harus terjadi dalam diri
setiap anggota keluarga, sehingga mereka
senantiasa komit terhadap adab-adab islami. Di
sinilah peran keluarga sebagai benteng terkuat dan
filter terbaik di era globalisasi yang mau tak mau
harus dihadapi kaum muslimin. Allah swt berfirman,
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke
dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kalian mengikuti
langkah-langkah setan. Sesungguhnya, setan itu musuh yang
nyata bagi kalian.”(QS al-Baqarah [2]: 208).
Untuk itu, rumah tangga islami dituntut untuk
menyediakan sarana-sarana tarbiyah islamiyah yang
memadai, agar proses belajar, menyerap nilai dan
ilmu, sampai akhirnya aplikasi dalam kehidupan
sehari-sehari bisa diwujudkan. Internalisasi
46
nilai-nilai Islam ini harus berjalan secara terus-
menerus, bertahap dan berkesinambungan. Tanpa hal
ini, adab-adab Islam tidak akan bisa ditegakkan.
3. Qudwah yang Nyata
Diperlukan qudwah (keteladanan) yang nyata
dari sekumpulan adab Islam yang hendak diterapkan.
Orangtua memiliki posisi dan peran yang sangat
penting dalam hal ini. Sebelum memerintahkan
kebaikan atau melarang kemungkaran kepada anggota
keluarga yang lain, pertama kali orang tua harus
memberikan keteladanan. Allah swt menegaskan:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian
mengatakan sesuatu yang tidak kalian perbuat? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang
tiada kalian kerjakan” (QS al-Shâff [61]: 3-4).
Keteladanan semacam ini amat diperlukan,
sebab proses interaksi anak-anak dengan
orangtuanya dalam keluarga amat dekat. Anak-anak
akan langsung mengetahui kondisi ideal yang
diharapkan. Di sisi lain, pada saat anak-anak
masih belum dewasa, proses penyerapan nilai lebih
47
ditekankan pada apa yang mereka lihat dan dengar
dalam kehidupan sehari-hari. Tidak banyak
manfaatnya orangtua menyuruh anak-anak rajin
sholat tepat waktu, sementara orangtua sendiri
selalu asyik melihat acara televisi saat waktu
shalat.
4. Penempatan Posisi Anggota Keluarga Sesuai Syari’at
Islam telah memberikan hak dan kewajiban bagi
masing-masing anggota keluarga secara tepat dan
manusiawi. Apabila hal ini ditepati, akan
mengantarkan mereka pada kebaikan dunia dan
akhirat. Allah swt berfirman:
Artinya: ”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu, lebih banyak dari yang
lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang
mereka usahakan, dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa
yang mereka usahakan, dan mohonlah Allah sebagian dari
karunia-Nya.” (QS al-Nisâ’ [4]: 32).
Masih banyak keluarga Muslim yang belum bisa
berbuat sesuai dengan tuntutan Islam. Betapa
48
sering kita dengar konflik di sebuah rumah tangga
Muslim bermula dari tidak terpenuhinya hak dan
kewajiban masing-masing. Suami hanya menuntut
haknya dari istri dan anak-anak tanpa mau memenuhi
kewajibannya. Demikian juga dengan istri. Maka
bisa diduga, yang terjadi kemudian adalah
ketidakharmonisan suasana keluarga.
Masih banyak pula kita dengar kasus
penyimpangan seksual yang dilakukan orangtua
maupun remaja. Sumber bencana itu banyak yang
berawal dari ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
Fungsi-fungsi keluarga tidak berjalan dengan
normal, karena katub-katub curahan perasaan yang
tersumbat, dan akhirnya meledak dalam bentuk
penyimpangan-penyimpangan.
5. Tolong-menolong dalam Menegakkan Adab-adab Islam
Berkhidmat dalam kebaikan tidaklah mudah, amat
banyak gangguan dan godaannya. Jika semua anggota
keluarga telah bisa menempatkan diri secara tepat,
maka ta’âwun (tolong-menolong) dalam kebaikan akan
lebih mudah dilakukan. Allah swt. berfirman:
49
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar
kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392],
dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari
Tuhannya[393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji,
Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali .kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu
dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada
mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (QS al-Mâ’idah :
2).[389] Syi'ar Allah swt Ialah: segala amalanyang dilakukan dalam rangka ibadat hajidan tempat-tempat mengerjakannya.[390] Maksudnya antara lain Ialah: bulanHaram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah,Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah)dan Ihram., Maksudnya Ialah: dilarangmelakukan peperangan di bulan-bulan itu.[391] Ialah: binatang (unta, lembu, kambing,biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untukmendekatkan diri kepada Allah swt,disembelih ditanah Haram dan dagingnya
50
dihadiahkan kepada fakir miskin dalamrangka ibadat haji.[392] Ialah: binatang had-ya yang diberikalung, supaya diketahui orang bahwabinatang itu telah diperuntukkan untukdibawa ke Ka'bah.[393] Dimaksud dengan karunia Ialah:Keuntungan yang diberikan Allah swt dalamperniagaan. keredhaan dari Allah swtIalah: pahala amalan haji.
Bisa dibayangkan, betapa sulitnya membentuk
suasana islami apabila suasana kerjasama ini tak
terwujud. Salah seorang anggota keluarga memiliki
kesenangan menonton televisi, hingga semua acara
dilihatnya. Seorang lagi hobi main musik di rumah.
Yang lain lagi lebih banyak keluyuran dan begadang
hingga larut malam. Tak ada suasana tausiyah
(saling menasehati) di antara mereka. Lalu
bagaimana mereka bisa menjadi sebuah keluarga
Muslim yang ideal?
6. Kondusif Bagi Terlaksananya Aturan Syariat Islam
Rumah tangga islami adalah rumah yang secara
fisik kondusif bagi terlaksananya aturan syariat
Islam. Adab-adab Islam dalam kehidupan rumah
tangga akan sulit diaplikasikan jika struktur
bangunan rumah yang dimiliki tiada mendukung. Di
sisi inilah pembahasan tentang rumah tangga islami
banyak dilupakan. Dalam budaya masyarakat daerah
51
tertentu lantaran permasalahan ekonomi, rumah
mereka hanyalah bangunan segi empat tanpa sekat
ruang di dalamnya. Ruang tidur tak bersekat dengan
ruang tamu, dapur, bahkan di desa-desa terpencil
dengan kandang sapi. Tempat tidur mereka hanya
berupa ranjang bambu yang panjang dan luas. Mereka
sekeluarga tidur berjajar di atasnya. Tidak ada
tempat tidur khusus bagi kedua orangtua yang
terpisah dari anak-anak dan ruang tamu. Tidak ada
ruang khusus bagi anak-anak perempuan yang
terpisah dengan anak laki-laki. Berbagai penyakit
ruhani akan mudah muncul dalam kondisi semacam
itu.
Kenyataan dalam masyarakat modern sekarang
adalah problem perumahan. Selain harga tanah yang
terus-menerus bertambah tinggi dari waktu ke
waktu, juga kemampuan ekonomi bagi kalangan
menengah ke bawah yang makin tak bisa menjangkau
harga perumahan yang bisa dianggap layak huni.
Akibatnya, berbagai kompleks perumahan sederhana,
rumah susun bahkan rumah sangat sederhana,
dibangun untuk membantu mengatasi probelm itu.
Ruang-ruang yang amat terbatas dan sempit serta
jarak antarrumah yang hanya berbatas satu tembok
merupakan pemandangan yang sudah biasa. Berbagai
52
penyakit sosial merupakan ancaman serius dalam
kompleks perumahan semacam itu.
7. Manajemen Keuangan Keluarga
Manajemen keuangan keluarga islami harus
dilandasi prinsip keyakinan bahwa penentu dan
pemberi rizqi adalah Allah swt dengan usaha yang
diniati untuk memenuhi kebutuhan keluarga agar
dapat beribadah dengan khusyu’.Dengan demikian
keluarga akanmemiliki komitmen dan prioritas
penghasilan halal yang membawa berkah dan
menghindari penghasilan haram yang membawa petaka.
Rasulullah `bersabda: “Barang siapa berusaha dari yang
haram kemudian menyedekahkannya, maka ia tidak mempunyai
pahala dan dosa tetap di atasnya.”
Dalam riwayat lain disebutkan: “Demi Allah yang
jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah seorang hamba memperoleh
penghasilan dari yang haram kemudian membelanjakannya itu
akan mendapat berkah. Jika ia bersedekah, maka sedekahnya tidak
akan diterima. Tidaklah ia menyisihkan dari penghasilan
haramnya itu kecuali akan menjadi bekal baginya di neraka.
Sesungguhnya Allah tidak akan menghapus kejelekan dengan
kejelekan, tetapi menghapus kejelekan itu dengan kebaikan sebab
kejelekan tak dapat dihapus dengan kejelekan pula.” (HR.
Ahmad).
53
Sabda Rasulullah: “Daging yang tumbuh dari harta
haram tidak akan bertambah kecuali neraka lebih pantas
baginya.” (HR. Tirmidzi).
Seorang wanita shalihah akan selalu memberi
saran kepada suaminya ketika hendak mencari rizqi,
dengan mengatakan “takutlah kamu dari usaha yang
haram sebab kami masih mampu bersabar di atas
kelaparan, tetapi tidak mampu bersabar di atas api
neraka.” Demikian pula sebaliknya suami akan
berwasiat kepada istrinya untuk menjaga amanah
Allah swt dalam mengurus harta yang dikaruniakan-
Nya, agar dibelanjakan secara benar tanpa boros,
kikir maupun haram.
Firman Allah swt yang memuji hamba-Nya yang
baik:
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan
adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian.” (QSal-Furqân [25]:67).
Dalam mencari pendapatan, Islam tidak
memperkenankan seseorang untuk ngoyo dalam
pengertian berusaha di luar kemampuannya dan
terlalu terobsesi sehingga mengorbankan atau
54
menelantarkan hak-hak yang lain baik kepada Allah
swt, diri maupun keluarga seperti pendidikan dan
perhatian kepada anak dan keluarga. Rasulullah
`bersabda: “Sesungguhnya bagi dirimu, keluargamu dan
tubuhmu ada hak atasmu yang harus engkau penuhi, maka
berikanlah masing-masing pemilik hak itu haknya.” (HR. Al-
Bukhâri dan Muslim).
Allah swt swt. telah menegaskan bahwa bekerja
itu hendaknya sesuai dengan batas-batas kemampuan
manusia. (QS al-Baqarah : 286). Namun bila
kebutuhan sangat banyak atau pasak lebih besar
daripada tiang maka dibutuhkan kerjasama yang baik
dan saling membantu antara suami istri untuk
meningkatkan pendapatan keluarga dan melakukan
penghematan sehingga tiang penyangga lebih besar
dari pada pasak. Rasulullah `bersabda: “Janganlah
kamu bebani mereka dengan apa-apa yang mereka tidak sanggup
memikulnya. Dan apabila kamu harus membebani mereka di luar
kemampuan, maka bantulah mereka.” (HR Ibnu Majah)
Dalam manajemen keuangan keluarga juga tidak
dapat dilepaskan dari optimalisasi potensi
keluarga termasuk anak-anak untuk menghasilkan
rizqi Allah swt. Islam senantiasa memperhatikan
masalah pertumbuhan anak dengan anjuran agar anak-
anak dilatih mandiri dan berpenghasilan sejak usia
remaja di samping berhemat agar pertumbuhan
55
ekonomi keluarga Muslim dapat berjalan lancar yang
merupakan makna realisasi keberkahan secara
kuantitas maka Islam melarang orangtua untuk
memanjakan anak-anak sehingga tumbuh menjadi
benalu, tidak mandiri dan bergantung kepada orang
lain. Firman Allah swt yang telah disebutkan
sebelumnya (QS. An-Nisâ’:6) mengisyaratkan bahwa
kita wajib mendidik dan membiasakan anak-anak
untuk cakap mengurus, mengelola dan mengembangkan
harta, sehingga mereka dapat hidup mandiri yang
nantinya akan menjadi kepala rumah tangga bagi
laki-laki dan pengurus keuangan keluarga bagi
perempuan, di samping anak terlatih untuk bekerja,
meringankan beban dan membantu orangtua.
8. Nafkah Dalam Keluarga
Secara prinsip, fitrah kewajiban memberikan
nafkah merupakan tanggung jawab suami sehingga
wajib bekerja dengan baik melalui usaha yang halal
dan wanita sebagai kaum istri bertanggung jawab
mengelola dan merawat aset keluarga. Allah swt
berfirman:
56
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pengayom bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka…”
(QS. An-Nisâ : 34).
Posisi kepala rumah tangga bagi suami paralel
dengan konsekuensi memberi nafkah dan komitmen
perawatan keluarganya secara lazim. Oleh karena
itu Nabi secara proporsional telah mendudukkan
posisi masing-masing bagi suami istri dalam sabda
beliau: “Setiap kalian adalah pengayom dan setiap pengayom
akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang harus
diayominya. Suami adalah pengayom bagi keluarganya dan
bertanggung jawab atas anggota keluarga yang diayominya. Istri
adalah pengayom bagi rumah tangga rumah suaminya dan akan
dimintai pertanggungjawaban atas aset rumah tangga yang
diayominya…” (HR. Al-Bukhari)
Ketika Rasulullah menikahkan putrinya,
Fathimah dengan Ali beliau berwasiat kepada
menantunya: “Engkau berkewajiban bekerja dan berusaha
sedangkan ia berkewajiban mengurus rumah tangga.” (HR
Muttafaq ‘Alaih).
57
Jadi, pembagian tugas suami-istri dalam aspek
keuangan keluarga adalah dalam bentuk tanggung
jawab suami untuk mencari nafkah halal dan
tanggung jawab istri untuk mengurus, mengelola,
merawat dan memenej keuangan rumah tangga.
Meskipun demikian, bukan berarti suami tidak boleh
memberikan bantuan dalam pengelolaan aset dan
keuangan rumah tangganya bila istri kurang mampu
atau memerlukan bantuan.
Sebaliknya tidak ada larangan syariat bagi
istri untuk membantu suami terlebih ketika kurang
mampu dalam memenuhi kebutuhan keluarga dengan
cara yang halal dan baik serta tidak membahayakan
keharmonisan dan tanggung jawab utama dalam rumah
tangga selama suami mengizinkan.Bahkan hal itu
bisa bernilai kebajikan bagi sang istri. Bukankah
Khadijah. ikut andil dalam membantu mencukupi
kebutuhan keluarga Nabi ` sebagai bentuk ukhuwah
dan tolong menolong dalam kebajikan.
Prinsip keadilan Islam menjamin hak kaum
wanita untuk mencari karunia Allah swt `(rizqi)
sesuai kodrat dan ketentuan syariat dengan niat
mencukupi diri dan keluarga untuk beribadah kepada
Allah swt `secara khusyu’. Meskipun demikian,
istri harus memiliki keyakinan bahwa tugas utama
dalam keluarganya adalah mengatur urusan rumah
58
tangga dan mengelola keuangan keluarga bukan
mencari nafkah. Para ulama tafsir (mufassirîn)
menyimpulkan surat al-Nisâ’ : 32, “Bagi para lelaki ada
bahagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi para wanita
(pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan…”,
prinsip dasar hak dan kebebasan wanita untuk
berusaha mencari rizqi. Sejarah Islam di masa Nabi
etelah membuktikan adanya peran sosial kaum wanita
dalam peperangan, praktek pengobatan dan
pengurusan logistik. Di samping itu mereka juga
terlibat dalam aktivitas perniagaan dan membantu
suami dalam pertanian.
Banyak orang merasa bahwa membicarakan
keuangan dalam keluarga adalah tabu. Sesungguhnya,
justru hal tersebut seharusnya dibicarakan.
Keuangan keluarga membutuhkan pola pengelolaan
dimana masing-masing individu di dalam keluarga
(suami dan istri) memiliki hak dan kewajibannya
masing-masing. Pembagian tanggung jawab dapat
meringankan persoalan yang mungkin timbul di masa
depan.
Uang seringkali menjadi penyebab terjadinya
perceraian. Perselisihan mengenai keuangan bisa
saja terjadi disaat berkelimpahan uang maupun
disaat kekurangan uang. Masyarakat Indonesia
merasa risih bila harus membicarakan masalah
59
keuangan dalam keluarga. Oleh karena itu penulis
merasa perlu untuk terus menyerukan kepada semua
kalangan masyarakat terutama pasangan suami istri
untuk belajar saling terbuka mengenai keuangannya
masing-masing. Penulis sangat percaya bahwa setiap
orang memiliki pandangan mengenai uang yang
berbeda-beda karena suami atau istri dibesarkan di
lingkungan yang berbeda. Kegagalan dalam
membicarakan soal keuangan di dalam keluarga
berpotensi menimbulkan permasalahan.Menggunakannya
terkait erat dengan adanya kemampuan (kompetensi)
dan kepantasan (integritas) dalam mengelola aset
atau dalam istilah prinsip kehati-hatian perbankan
(prudential principle).
Prinsip Islam mengajarkan bahwa “Sebaik-baik
harta yang shalih (baik) adalah dikelola oleh
orang yang berkepribadian shalih (amanah dan
profesional).” Hak bekerja dalam arti kebebasan
berusaha, berdagang, memproduksi barang maupun
jasa untuk mencari rizqi Allah swt secara halal
merupakan hak setiap manusia tanpa diskriminasi
antara laki-laki dan perempuan. Bila kita tahu
bahwa kaum wanita diberikan oleh Allah swt hak
milik dan kebebasan untuk memiliki, maka sudah
semestinya mereka juga memiliki hak untuk berusaha
dan mencari rizqi.
60
Rasulullah memuji seseorang yang hidup dari
hasil usahanya sendiri dengan sabdanya: “Tidaklah
seseorang memakan makanan lebih baik dari memakan makanan
yang diperoleh dari hasil kerja sendiri, sebab nabi Allah, Daud,
memakan makanan dari hasil kerjanya.”(HR. Al-Bukhâri).
Dalam riwayat yang lain: “Semoga Allah merahmati
seseorang yang mencari penghasilan secara baik, membelanjakan
harta secara hemat dan menyisihkan tabungan sebagai
persediaan di saat kekurangan dan kebutuhannya.” (HR
Muttafaq ‘Alaih).
Hal ini menunjukkan bahwa Islam menghendaki
setiap muslim untuk dapat mengelola usaha dan
berusaha secara baik, mengelola dan mengelola
harta secara ekonomis, efisien dan proporsional
serta memiliki semangat dan kebiasaan menabung
untuk masa depan dan persediaan kebutuhan
mendatang. Prinsip ini sebenarnya menjadi dasar
ibadah kepada Allah swt agar dapat diterima
(mabrûr) karena saran, niat dan caranya baik.
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah itu baik dan
hanya menerima yang baik-baik saja.” (HR Muslim).
Kesadaran akuntabilitas (ma’ûliyah) dalam
bidang keuangan itu yang mencakup aspek manajemen
pendapatan dan pengeluaran timbul karena keyakinan
adanya kepastian audit dan pengawasan dari Allah
swt seperti sabda Nabi, “Kedua telapak kaki seorang hamba
61
tidak akan beranjak dari tempat kebangkitannya di hari kiamat
sebelum ia ditanya tentang empat hal, di antaranya tentang
hartanya; dari mana dia memperoleh dan bagaimana ia
membelanjakan.” (HRal-Tirmidzi).
Berikut ini ada tiga tipe pengelolaan yang
bisa dipilih sesuai dengan kemampuan keluarga.
Tentunya masih banyak lagi pola pengelolaan yang
ada. Hal terpenting adalah saling keterbukaan
dalam menjalani kehidupan keluarga dengan tanggung
jawab bersama.
9. Uang Dikelola Bersama
Penghasilan suami istri langsung digabung
bersama. Setelah itu, gabungan kedua pendapatan
langsung dialokasikan ke pos-pos pengeluaran rutin
yang telah dihitung lebih dulu. Lazimnya, setiap
pos diwakili oleh satu amplop. Pos-pos pengeluaran
itu, pada beberapa keluarga, bukan saja kebutuhan
makan, minum, dan listrik saja, tapi juga termasuk
membayar kredit rumah, cicilan mobil, listrik,
telepon, uang sekolah anak, asuransi dan kebutuhan
mobil (bensin, servis berkala, kerusakan, dan
lain-lain). Bahkan tabungan, pengeluaran pribadi
ayah-ibu dan liburan pun jadi amplop tersendiri.
Bila ada sisa, dimasukkan ke dalam tabungan suami
atau istri, atau khusus membuka lagi account
62
bersama di bank untuk ”menampung” sisa amplop
setiap bulannya.
10. Membagi Berdasar Persentase
Bentuk manajemen ini adalah membagi tanggung
jawab dalam bentuk jumlah atau persentase seluruh
kebutuhan keluarga setiap bulan dihitung termasuk
pos darurat dan pos tabungan. Masing-masing
sepakat menyumbang sebesar jumlah tertentu untuk
menutupi kebutuhan tersebut. Sisanya digunakan
sebagai tabungan pribadi untuk kebutuhan pribadi.
Misalnya, istri membeli parfum, lipstik, atau
baju. Bisa juga tanpa menghitung kebutuhan
keluarga terlebih dahulu, suami-istri memberi
kontribusi yang sama berdasarkan prosentase.
Misalnya 80:20. Artinya, masing-masing menyetor 80
persen dari gajinya. Sisa 20 persen disimpan untuk
diri sendiri. Jika bisa berhemat, dari uang
bersama yang 80 persen, bisa tersisa untuk
tabungan keluarga, di samping suami dan istri juga
masing-masing punya tabungan pribadi.
11. Membagi Tanggung Jawab
Misalnya, suami mengeluarkan biaya untuk
urusan berat, seperti membayar kredit rumah,
cicilan mobil, listrik, telepon, uang sekolah
anak, kebutuhan mobil, dan asuransi. Sementara
63
bagian istri adalah belanja logistik bulanan,
pernak-pernik rumah, jajan, dan liburan akhir
pekan dan pos tabungan. Dilihat dari jumlahnya,
suami menanggung lebih banyak dana. Tapi istri
juga punya peranan dalam kontribusi dana rumah
tangga. Kalau ternyata istri yang memiliki
pendapatan lebih besar, tentunya hal ini juga bisa
dilakukan sebaliknya. Mana yang terbaik? Hal ini
sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan tentunya
kesepakatan antara suami dan istri. Diskusikan hal
ini dengan pasangan masing-masing, agar persoalan
keuangan keluarga bukan lagi menjadi masalah dalam
keluarga.
Berbicara tentang pernikahan banyak yang
menyesal. Menyesal kalau tahu begini nikmat kenapa
tidak dari dulu. Menyesal ternyata banyak
deritanya.
Menikah itu tidak mudah, yang mudah itu ijab
kabulnya. Rukun nikah yang lima harus dihapal dan
wajib lengkap kesemuanya. Begitu pula dengan
syarat wajib nikah pada pria yang harus
diperhatikan. Bagaimana jika kita belum punya
biaya? Harus diyakini bahwa tiap orang itu sudah
ada rezekinya. Menikah itu menggabungkan dua
rezeki, rezeki wanita dan laki-laki bertemu,
64
masalahnya adalah apakah rezeki itu diambil dengan
cara yang barokah atau tidak.
Allah swt. tidak menciptakan manusia dengan
rasa lapar tanpa diberi makanan. Allah swt.
menghidupkan manusia untuk beribadah yang tentu
saja memerlukan tenaga, mustahil Allah swt. tidak
memberi rezeki kepada kita. Biaya pernikahan
bukanlah perkara mahal, yang penting ada. Maka
kalau sudah darurat bahkan mengutang untuk menikah
diperbolehkan daripada mendekati zina.
Kalau sudah menikah setelah ijab kabul,
jangan jadi riya dengan mengadakan resepsi yang
mewah. Hal ini tidak akan menjadi barokah.
Misalnya dalam mengundang, hanya menyertakan orang
kaya saja, orang miskin tidak diundang. Bahkan
Rasulullah melarang mengundang dengan membeda-
bedakan status. Dalam mengadakan resepsi jangan
sampai mengharapkan balasan income yang didapat.
Masalah mas kawin yang paling bagus adalah
emas dan uang mahar yang paling bagus adalah uang.
Berilah wanita sebanyak yang kita mampu, jangan
hanya berkutat dengan seperangkat alat sholat
saja. Rasulullah lebih mengutamakan emas dan uang
dan inilah hak wanita.
65
Awal nikah jangan membayangkan punya rumah
yang bagus. Maka perkataan terbaik suami kepada
istrinya adalah menasehati istri agar dekat dengan
Allah swt. Jika istri dekat dengan Allah swt maka
ia akan dijamin oleh Allah swt mudah-mudahan lewat
kita.
Tiga rumus yang harus selalu diingat terdapat
dalam surah Al-Asyr. Setiap bertambah hari,
bertambah umur, kita itu merugi kecuali tiga
golongan kelompok yang beruntung. Golongan pertama
adalah orang yang selalu berpikir keras bagaimana
supaya keyakinan dia kepada Allah swt meningkat.
Sebab semua kebahagiaan dan kemuliaan itu
berbanding lurus dengan tingkat keyakinan kepada
Allah swt. Tidak ada orang ikhlas kecuali yakin
kepada Allah swt. Tidak ada sabar kecuali kenal
kepada Allah swt. Tidak ada orang yang zuhud
kepada dunia kecuali orang yang tahu kekayaan
Allah swt. Tidak ada orang yang tawadhu kecuali
orang yang tahu kehebatan Allah swt. Makin akrab
dan kenal dengan Allah swt semua dipandang kecil.
Setiap hari dalam hidup kita seharusnya
dipikirkan bagaimana kita dekat dengan Allah swt.
Kalau Allah swt sudah mencintai mahluk segala
urusan akan beres. Salah satu bukti seperseratus
66
sifat pemurah Allah swt yang disebarkan kepada
seluruh mahlukNya bisa dilihat sikap seorang ibu
yang melahirkan seorang anak. Kesakitan waktu
melahirkan, hamil sembilan bulan tanpa mengeluh
yang belum tentu anak tersebut akan membalas
budinya. Tidak tidur ketika anaknya sakit,
mengurus anak dari mulai TK sampai SMA. Memikirkan
biaya kuliah. Mulai nikah dibiayai sampai punya
anak bahkan juga diterima tinggal di rumah sang
ibu. Tetapi kerelaannya masih saja terpancar.
Itulah seperseratus sifat Allah swt.
Selalu komitmen mau kemana rumah tangga ini
akan dibawa. Mungkin sang ayah atau ibu yang
meninggal lebih dulu yang penting keluarga ini
akan kumpul di surga. Apapun yang ada dirumah
harus menjadi jalan mendekat kepada Allah swt.
Beli barang apapun harus barang yang disukai Allah
swt. Supaya rumah kita menjadi rumah yang disukai
Allah swt. Boleh punya barang yang bagus tanpa
diwarnai dengan takabur. Bukan perkara mahal atau
murah, bagus atau tidak tetapi apakah bisa
dipertanggungjawabkan disisi Allah swt atau tidak.
Bahkan dalam mendengar lagu yang disukai Allah swt
siapa tahu kita dipanggil Allah swt ketika
mendengar lagu. Rumah kita harus Allah swt.
oriented. Kaligrafi dengan tulisan Allah swt..
67
Kita senang melihat rumah mewah dan islami.
Jadikan semua harta jadi dakwah mulai mobil sampai
rumah. Tiap punya uang beli buku, buat
perpustakaan di rumah untuk tamu yang berkunjung
membaca dan menambah ilmu. Jangan memberi hadiah
lebaran hanya makanan, coba memberi buku, kaset
dan bacaan lain yang berguna.
Jangan rewel memikirkan kebutuhan kita, itu
semua tidak akan kemana-mana. Allah swt. tahu
kebutuhan kita daripada kita sendiri. Allah swt.
menciptakan usus dengan disain untuk lapar tidak
mungkin tidak diberi makan. Allah swt. menyuruh
kita menutup aurat, tidak mungkin tidak diberi
pakaian. Apa yang kita pikirkan Allah swt. sudah
mengetahui apa yang kita pikirkan. Yang harus kita
pikirkan adalah bagaimana dekat dengan Allah swt.,
selanjutnya Allah swt. yang akan mengurusnya. Kita
cenderung untuk memikirkan yang tidak disuruh oleh
Allah swt. bukan yang disuruhNya.
Kalau hubungan kita dengan Allah swt. bagus
semua akan beres. Barang siapa yang terus dekat
dengan Allah swt., akan diberi jalan keluar setiap
urusannya. Dan dijamin dengan rezeki dari tempat
yang tidak diduga-duga. Dan barang siapa hatinya
yakin Allah swt. yang punya segalanya, akan
68
dicukupkan segala kebutuhannya. Jadi bukan dunia
ini yang menjadi masalah tetapi hubungan kita
dengan Allah swt-lah masalahnya.
Golongan kedua adalah rumah tangga yang akan
rugi adalah rumah tangga yang kurang amal. Jangan
capai memikirkan apa yang kita inginkan, tapi
pikirkan apa yang bisa kita lakukan. Pikiran kita
harusnya hanya memikirkan dua hal yakni bagaimana
hati ini bisa bersih, tulus, dan bening sehingga
melakukan apapun ikhlas dan yang kedua teruslah
tingkatkan kekuatan untuk terus berbuat. Pikiran
itu bukan mengacu pada mencari uang tetapi
bagaimana menyedekahkan uang tersebut, menolong,
dan membahagiakan orang dengan senyum. Sehingga
dimanapun kita berada bagai pancaran matahari yang
menerangi yang gelap, menuai bibit, menyemarakkan
suasana. Sesudah itu serahkan kepada Allah swt.
Setiap kita memungut sampah demi Allah swt itu
akan dibalas oleh Allah swt.
Rekan-rekan Sekalian, Mari kita ubah
paradigmanya. Rumah tangga yang paling beruntung
adalah rumah tangga yang paling banyak
produktifitas kebaikannya. Uang yang paling
barokah adalah uang yang paling tinggi
produktifitasnya, bukan senang melihat uang kita
69
tercatat di deposito atau tabungan. Uang sebaiknya
ditaruh di BMT. Yang terjadi adalah multiefek bagi
pihak lain, hal ini menjadikan uang kita barokah.
Daripada uang kita disimpan di Bank kemudian
Banknya bangkrut, disimpan di kolong kasur takut
dirampok.
Kaya boleh asal produktif. Boleh mempunyai
rumah banyak asal diniatkan agar barokah demi
Allah swt itu akan beruntung. Beli tanah seluas-
luasnya. Sebagian diwakafkan, kemudian dibangun
masjid. Pahala akan mengalir untuk kita sampai
Yaumil Hisab. Makanya terus cari uang bukan untuk
memperkaya diri tapi mendistribusikan untuk ummat.
Sedekah itu tidak akan mengurangi harta kita
kecuali bertambah. Jadi pikiran kita bukan akan
mendapat apa kita? tapi akan berbuat apa kita?.
Apakah hari ini saya sudah menolong orang,
sudahkah senyum, berapa orang yang saya sapa,
berapa orang yang saya bantu?
Makin banyak menuntut makin capai. Makin kuat
kita menuntut kalau Allah swt tidak mengijinkan
maka tidak akan terwujud. Kita minta dihormati,
malah Allah swt akan memperlihatkan kekurangan
kita. Kita malah akan dicaci, hasilnya sakit hati.
Orang yang beruntung, setiap waktu pikirannya
70
produktif mengenai kebaikan. Selagi hidup
lakukanlah, sesudah mati kita tidak akan bisa.
Kalau sudah berbuat nanti Allah swt yang akan
memberi, itulah namanya rezeki. Orang yang
beruntung adalah orang yang paling produktif
kebaikannya.
Yang ketiga rumah tangga atau manusia yang
beruntung itu adalah pikirannya setiap hari
memikirkan bagaimana ia bisa menjadi nasihat dalam
kebenaran dan kesabaran dan ia pecinta nasihat
dalam kebenaran dan kesabaran. Setiap hari carilah
input nasihat kemana-mana. Kata-kata yang paling
bagus yang kita katakan adalah meminta saran dan
nasihat. Ayah meminta nasihat kepada anak, niscaya
tidak akan kehilangan wibawa. Begitu pula seorang
atasan di kantor.
Kita harus berusaha setiap hari mendapatkan
informasi dan koreksi dari pihak luar, kita tidak
akan bisa menjadi penasihat yang baik sebelum ia
menjadi orang yang bisa dinasihati. Tidak akan
bisa kita memberi nasihat jika kita tidak bisa
menerima nasihat. Jangan pernah membantah, makin
sibuk membela diri makin jelas kelemahan kita.
Alasan adalah kelemahan kita. Cara menjawab
kritikan adalah evaluasi dan perbaikan diri.
71
Mungkin membutuhkan waktu sebulan bahkan setahun.
Nikmatilah nasihat sebagai rezeki dan bukti
kesuksesan hidup. Sayang hidup hanya sekali dan
sebentar hanya untuk menipu diri. Merasa keren di
dunia tetapi hina dihadapan Allah swt. Merasa
pinter padahal bodoh dalam andangan Allah swt.
Mudah-mudahan kita bisa menerapkan tiga hal
diatas. Setiap waktu berlalu tambahlah ilmu agar
iman meningkat, setiap waktu isi dengan menambah
amal. Alhamdulillah.
H. RUMAH TANGGA SEBAGAI CERMIN KEPRIBADIAN KADER DAKWAH
Masyarakat Islam bagaikan bangunan kokoh. Usrah
(keluarga) bukan saja sebagai sendi terpenting dalam
bangunan tersebut, tetapi juga menjadi unsur pokok
bagi eksistensi umat Islam secara keseluruhan. Oleh
sebab itu, agama Islam memberikan perhatian khusus
masalah pembentukan keluarga ini.
Perhatian istimewa terhadap pembentukan usrah
tersebut tercermin dalam beberapa hal, yaitu:
Pertama, Al-Qur’an menjabarkan cukup terinci
tentang pembentukan keluarga ini. Ayat-ayat tentang
pembinaan keluarga termasuk paling banyak jumlahnya
dibandingkan dengan ayat-ayat yang menjelaskan
masalah lain. Al-Qur’an menjelaskan tentang
72
keutamaan menikah, perintah menikah, pergaulan
suami-istri , menyusui anak, dan sebagainya.
Kedua, sejak dini As-Sunah telah mengajarkan
takwinul usrah yang shalihah dengan cara memilih calon
mempelai yang shalihah. Rasulullah SAW bersabda,
“Pilihlah tempat untuk menanam benihmu karena sesungguhnya
tabiat seseorang bisa menurun ke anak”
1. Rasulullah SAW suami teladan
Rasulullah SAW sejak masa remaja sudah
terkenal sebagai orang yang bersih dan berbudi
mulia. Ketika beliau menginjak umur 25 tahun
menikahi Khadijah binti Khuwalid. Sejak saat
itulah beliau mengarungi kehidupan rumah tangga
bahagia penuh ketenteraman dan ketenangan.
Rasulullah SAW amat menghormati wanita,
lebih-lebih istrinya. Beliau bersabda, “Tidaklah
orang yang memuliakan wanita kecuali orang yang mulia dan
tidaklah yang menghinakannya kecuali orang yang hina”.
Menghormati istri adalah kewajiban suami. Al-
Qur’an berkali-kali memerintahkan agar menghormati
dan berbuat baik terhadap istri. Kita tidak
mendapatkan kata-kata dalam Al-Qur’an yang
mengharuskan untuk berbuat baik dalam mempergauli
istri, baik dalam keadaan marah atau tidak.
Kecuali, ditekankan kewajiban berbuat ma’ruf dan
73
ihsan terhadap istri dan dilarang menyakiti atau
menyiksanya.
Perbuatan baik ini tidak terbatas pada
perlakuan sopan terhadap istri saja tapi mencakup
ketabahan dan kesabaran ketika menghadapi
kemarahan istri sebagian kasih sayang atas
kelemahannya. Rasulullah SAW menyatakan, “Wanita itu
diciptakan dari tulang rusuk, bila kamu luruskan (dengan keras)
maka berarti mematahkannya”. (Al-Hadits)
Rasulullah SAW amat sayang terhadap istri-
istrinya. Beliau amat marah bila mendengar seorang
wanita dipukul suaminya. Pernah datang seorang
wanita mengadu kepada Rasulullah SAW bahwa
suaminya telah memukulnya. Maka beliau berdiri
seraya menolak perlakuan tersebut dengan bersabda,
“Salah seorang dari kamu memukul istrinya seperti memukul
seorang budak, kemudian setelah itu memeluknya kembali,
apakah dia tidak merasa malu?”
Ketika Rasulullah SAW mengizinkan memukul
istri dengan pukulan yang tidak membahayakan, dan
setelah diberi nasihat dan ancaman secukupnya.
Beliau didatangi 70 wanita dan mengadu bahwa
mereka dipukuli suami. Rasulullah SAW berpidato
seraya berkata, “Demi Allah, telah banyak wanita
berdatangan kepada keluarga Muhammad untuk mengadukan
suaminya yang sering memukulnya. Demi Allah, mereka yang suka
74
memukul istri tidaklah aku dapatkan sebagai orang-orang yang
terbaik di antara kamu sekalian.”
Rasulullah SAW merupakan contoh indah dalam
kehidupan rumah tangganya. Beliau sering bercanda
dan bergurau dengan istri-istrinya. Dalam satu
riwayat beliau balapan lari dengan Aisyah,
terkadang beliau dikalahkan dan pada hari lain
beliau menang. Beliau senantiasa menegaskan
pentingnya bersikap lembut dan penuh kasih sayang
kepada istrinya. Kita banyak menjumpai hadits yang
seirama dengan hadits berikut, “Orang mukmin yang
paling sempurna adalah yang paling baik akhlaqnya dan paling
lembut pada keluarganya”. Riwayat lain, “Sebaik-baik di
antara kamu adalah yang paling baik pada keluarganya dan aku
adalah yang paling baik terhadap keluargaku”.
Di antara yang menunjukkan keteladanan beliau
dalam menghormati istri adalah menampakkan sikap
lembut, penuh kasih sayang, tidak mengkritik hal-
hal yang tak berguna dikritik, memaafkan
kekeliruannya, dan memperbaiki kesalahannya dengan
lembut dan sabar Bila ada waktu senggang beliau
ikut membantu istrinya dalam mengerjakan kewajiban
rumah tangganya,
Aisyah pernah ditanya tentang apa yang pernah
dilakukan Rasulullah SAW di rumahnya. Beliau
75
menjawab, “Rasulullah mengerjakan tugas-tugas rumah tangga,
dan bila datang waktu shalat dia pergi shalat.”
Rasulullah SAW memiliki kelapangan dada dan
sikap toleran terhadap istrinya. Bila istrinya
salah atau marah, beliau memahami betul jiwa
seorang wanita yang sering emosional dan berontak.
Beliau memahami betul bahwa rumah tangga adalah
tempat yang paling layak dijadikan contoh bagi
seorang dai, yaitu rumah tangga yang penuh
kecintaan dan kebahagiaan. Kehidupan rumah tangga
harus dipenuhi gelak tawa, kelapangan dada, dan
kebahagiaan agar tidak membosankan.
Bila terpaksa harus bertindak tegas, beliau
lakukan itu disertai dengan kelembutan dan
kerelaan. Sikap keras dan tegas untuk mengobati
keburukan dalam diri wanita sedangkan kelembutan
dan kasih sayang untuk mengobati kelemahan dan
kelembutan dalam dirinya.
2. Khadijah sebagai istri teladan.
Khadijah binti Khuwailid adalah seorang
wanita bangsawan Quraisy yang kaya. Dia diberi
gelar wanita suci di masa jahiliyah, juga di masa
Islam. Banyak pembesar Quraisy berupaya
meminangnya, akan tetapi beliau selalu menolak.
Beliau pedagang yang sering menyuruh orang untuk
menjualkan barang dagangannya keluar kota Mekkah.
76
Ketika beliau mendengar kejujuran Muhammad
SAW, ia menyuruh pembantunya dan meminta Muhammad
menjualkan barang dagangannya ke Syam bersama
budak laki-laki bernama Maisyarah. Nabi Muhammad
menerima permohonan itu dengan mendapatkan
keuntungan besar dalam perjalanan pertama ini.
Setelah mendengar kejujuran dan kebaikan
Muhammad, Khadijah tertarik dan meminta kawannya,
Nafisah binti Maniyyah, untuk meminangkan
Muhammad. Beliau menerima pinangan itu dan
terjadilah pernikahan ketika beliau menginjak 25
tahun sedang Khadijah berumur 40 tahun.
Khadijah sebagai ummul mukminin telah
menyiapkan rumah tangga yang nyaman bagi Nabi SAW.
Sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan
membantunya ketika beliau sering berkhalwat di gua
Hira, Khadijah adalah wanita pertama yang beriman
kepadanya ketika Nabi mengajaknya masuk Islam.
Khadijah adalah sebaik-baik wanita yang mendukung
Rasulullah SAW dalam melaksanakan dakwahnya baik
dengan jiwa, harta, maupun keluarganya.
Perikehidupannya harum semerbak wangi, penuh
kebajikan, dan jiwanya sarat dengan kehalusan.
Rasulullah SAW pernah menyatakan dukungan ini
dengan sabdanya, ”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-
orang ingkar, dia membenarkanku ketika orang-orang
77
mendustakanku dan dia menolongku dengan hartanya ketika
orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku
anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selainnya”.
(H.R. Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya)
Khadijah amat setia dan taat kepada suaminya,
bergaul dengannya, siap mengorbankan kesenangannya
demi kesenangan suaminya dan membesarkan hati
suaminya di kala merasa ketakutan setelah
mendapatkan tugas kenabian. Beliau gunakan jiwa
dan semua harta miliknya untuk mendukung Rasul dan
kaum Muslimin. Pantaslah kalau beliau dijadikan
sebagai istri teladan pendukung risalah dakwah
Islamiyah.
Khadijah mendampingi Nabi SAW selama
seperempat abad, berbuat baik kepadanya di saat
beliau gelisah, menolongnya di waktu-waktu sulit,
membantunya dalam menyampaikan risalah, ikut serta
merasakan penderitaan yang pahit pada saat jihad,
dan menolongnya dengan jiwa dan hartanya.
Rasulullah SAW senantiasa menyebut-nyebut
kebaikan Khadijah selama hidupnya sehingga ini
pernah membuat Aisyah cemburu kepada Khadijah yang
telah tiada. Dengan ketaatan dan pengorbanan yang
luar biasa ini, pantas kalau Allah SWT
menyampaikan salam lewat malaikat Jibril seperti
yang pernah diungkapkan Rasulullah SAW dalam
78
sebuah hadits, “Jibril datang kepada Nabi lalu berkata, wahai
Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa sebuah wadah
berisi kuah, makanan dan minuman, apabila datang kepadamu
sampaikan salam dari Tuhannya dan beritahukan kepadanya
tentang sebuah rumah di surga, terbuat dari mutiara yang tiada
suara gaduh di dalamnya dan tiada kepenatan.” (H.R Bukhari)
Itulah sekelumit tentang sosok Khadijah
sebagai seorang istri yang layak dijadikan teladan
bagi wanita-wanita sekarang dalam mendukung suami
melaksanakan kewajiban dakwah dan menyampaikan
risalah Islam .
3. Ciri-ciri rumah tangga kader dakwah
a. Sendi bangunan keluarga kader adalah taqwallah.
Taqwa merupakan sendi yang kuat untuk bangunan
usrah Islamiyah. Memilih istri harus sesuai dengan
taujih Rasulullah, yaitu mengutamakan sisi agama.
b. Kebahagiaan rumah tangga bukanlah berdasarkan
atas kesenangan materi saja tapi kebahagiaan
hakiki harus muncul dari dalam jiwa berupa
ketaqwaan kepada Allah SWT. Bila taqwa telah
menjadi sendi utama, maka kekurangan material
apapun akan menjadi ringan. Dengan taqwa akan
memunculkan tsiqah antara keduanya sehingga akan
melahirkan ketenteraman dan ketenangan. Dengan
ketaqwaan, hubungan antara suami dan istri serta
anak-anaknya akan menjadi indah karena semua
79
akan sadar akan tanggung jawabnya dan hak-
haknya.
c. Rumah yang dibangun untuk keluarga kader
seharusnya sederhana, mengutamakan dharuriyyat
(prioritas), mengurangi hal-hal yang tersier,
dan tidak ada israf.
d. Dalam masalah pakaian dan makanan hendaknya
menjauhi israf, mewah-mewahan, tapi justru harus
menekankan masalah kesederhanaan, kebersihan,
menghindari yang haram. Rumah tangga kader lebih
mengutamakan memperbanyak sedekah untuk fakir
dan miskin. Nasihat pada setiap kader dalam hal
makanan harus selalu halal dan baik, menjauhi
yang haram dan yang syubhat
e. Sekitar anggaran rumah tangga haruslah menjadi
contoh . Dalam hal ini kita harus:
1) mencari rezki yang halal dan baik serta
menjauhi yang haram. Sebab, semua daging
yang lahir dari barang haram maka api
neraka lebih berhak untuk membakarnya.
2) Perlu ada kesepakatan antara suami dan
istri dalam menentukan anggaran belanja
rumah tangga, untuk apa saja penggunaan
anggaran tersebut. Yang jelas, pengeluaran
tidak boleh melebihi penghasilan
80
3) Mencukupkan diri dengan hal-hal yang
dharuriyyat dan menjauhi hal-hal yang
sifatnya kamaliyat semampu mungkin.
4) Memperhatikan hak Allah SWT seperti
menunaikan zakat, menunaikan ibadah haji
kalau sudah mampu. Dalam rumah tangga
diutamakan bila mampu menyediakan kotak
khusus untuk sedekah.
I. PANDANGAN ISLAM MENGENAI BAITUL MUSLIM YANG
DIPROGRAMKAN
Dalam Islam, kewajiban menikahkan anak perempuan itu
menjadi tugas wali atau sang ayah. Ayah inilah yang
berusaha mencarikan laki-laki yang baik dan shalih
sebagai suami anak perempuannya. Bila karena satu dan
lain hal, wali tidak bisa melakukan kewajibannya, jadi
tugas negaralah yang menyelesaikan permasalahan ini
sesuai dengan hukum syara'.
Ayah yang baik, akan memilihkan calon suami untuk
putrinya dengan memilih laki-laki yang shalih. Abu
Nu'im mentakhrij di dalam al-Hilyah, 1/215, dari Tsabit
al-Banaty, dia berkata: "Yazid bin Mu'awiyah menyampaikan
lamaran kepada Abu Darda' untuk menikahi putrinya. Namun Abu
Darda' menolak lamarannya itu. Seseorang yang biasa bersama Yazid
berkata, 'Semoga Allah memberikan kemaslahatan kepadamu. Apakah
engkau berkenan jika aku yang menikahi putri Abu Darda'?" Yazid
menjawab, "Celaka engkau. Itu adalah sesuatu yang amat
81
mengherankan." Temannya berkata, "Perkenankan aku untuk
menikahinya, semoga Allah memberikan kemaslahatan kepadamu."
Terserahlah," jawab Yazid. Ketika Abu Darda' benar-benar menikahkan
putrinya dengan temannya Yazid itu, maka tersiar komentar yang
miring, bahwa Yazid menyampaikan lamaran kepada Abu Darda', tapi
lamarannya ditolak. Tapi ketika ada orang lain dari golongan orang-
orang yang lemah, justru Abu Darda' menerima dan menikahkannya.
Lalu Abu Darda' berkata,"Aku melihat seperti apa kurasakan di dalam
hatiku.
Jika ada dua pelamar, maka aku memeriksa rumah-rumah yang
dilihatnya bisa menjadi tumpuan agamanya."
Betapa mulianya perempuan. Bahkan seorang ayah yang
memiliki anak perempuan yang dididik dengan Islam
hingga menikahkannya dengan lelaki shalih, Insya Allah
jaminannya adalah syurga. Rasulullah saw. bersabda
(yang artinya): "Barangsiapa diuji dengan anak-anak perempuan
ini, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka (anak-anak
perempuan itu) menjadi benteng untuknya dari api neraka." (HR
Bukhari, Muslim)
Karena saat ini kondisi umat Islam sedang berada di
kemundurannya, maka sang ayah tak lagi tahu
kewajibannya, apalagi negara. Dengan dikompori oleh ide
feminisme, jadilah perempuan merasa bebas lepas untuk
menentukan sikap termasuk dalam hal jodoh. Demi menarik
lawan jenis, mereka tak segan umbar aurat. Demi
82
mendapatkan suami tajir mereka rela rendahin harga
dirinya agar dipilih dan bisa mengalahkan saingannya.
Biro jodoh atau sebuah upaya jasa untuk
mempertemukan dua anak manusia dengan tujuan pernikahan
itu hal yang boleh-boleh saja dalam Islam. Yang jadi
pertanyaan, sejauh mana pelaksanaan biro jodoh itu agar
sesuai dengan syariat Islam dan bukan malah jadi
mengumbar maksiat. Rasulullah saw. memberikan rambu-
rambu dalam memilih pasangan: "Wanita itu dinikahi karena
empat perkara; (1) karena hartanya, (2) karena kebaikan keturunan atau
kedudukannya, (3) karena kecantikannya, dan (4) karena agamanya.
Maka beruntunglah engkau yang memilih wanita yang beragama, karena
dengan demikian itu engkau akan berbahagia" (HR Bukhari dan
Muslim)
Berdasar rambu-rambu ini, sebuah biro jodoh yang
bertanggung jawab tidak akan mengumbar identitas fisik
para pesertanya dengan mudah. Visi dan misi menikah itu
lebih diutamakan sebagaimana saran Rasulullah saw. di
atas. Ketika lelaki memilih perempuan, faktor utamanya
taqwa. Bukan fisik, wajah, apalagi postur tubuh. Karena
sesungguhnya, anugerah fisik itu sudah dari sananya.
Manusia tak bisa memilih untuk punya hidung seindah
Katie Holmes, misalnya. Atau mata seindah Katherine
Zeta Jones. Ya sudah, apa yang ada disyukuri saja
dengan memanfaatkannya di jalan Allah swt. Bukan untuk
mengumbar maksiat. Ketika perempuan memilih lelaki pun,
83
bukan faktor pekerjaan dan gaji yang utama. Tapi, lebih
kepada kualitas diri yang bakal menjadi calon qowwam
atau pemimpin rumah tangga. Percuma juga punya
penghasilan puluhan juta rupiah per bulannya tapi tak
bisa baca al-Qur'an. Punya mobil mewah mengkilap
menggiurkan, tapi ternyata jarang sholat wajib.
J. PENGARUH BAITUL MUSLIM TERHADAP KEPRIBADIAN ANAK
1. Peran Orang Tua
Sejenak mari renungkan tugas kependidikan
kita sebagai orangtua. Sudahkah pendidikan kita
untuk buah hati sesuai dengan konsep Islam atau
justru sebaliknya. Tentu memungut konsep dari luar
Islam tidak salah. Tetapi jika itu bertentangan
dengan Islam, seharusnya dengan lapang dada kita
segera mengeliminisasinya.
Sebelum popular istilah parenting dengan
berbagai metodenya, Islam sudah memberikan panduan
lengkap dan aplikatif soal pendidikan dan
pengasuhan anak. “Hai orang-orang beriman, jagalah
dirimu dan keluargamu dari neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah swt terhadap apa yang
diperintahkan kepada mereka dan mereka selalu
84
mengerjakan segala yang diperintahkan-Nya” (At-
Tahrim: 6).
Rasulullah seakan mengkonfirmasi ayat di
atas, “Barangsiapa memiliki dua anak dan diasuh
dengan baik, maka mereka akan menjadi sebab
orangtua masuk surga” (Bukhari). Dan jika jeli
membuka khazanah Islam, kita juga akan menemukan
kitab-kitab karya ulama Islam yang mengurai soal
parenting. Teori-teorinya tidak kalah canggih,
bersandar pada dalil-dalil yang accountable, dan
sudah terbukti kebenarannya.
Islam memang sangat lengkap memberikan
tuntunan pendidikan anak. Sejak memilih pasangan,
saat anak dalam kandungan, usia balita, remaja,
dan seterusnya. Tetapi konsep-konsep parenting
yang belakangan marak kerap membuat banyak
orangtua tergoda. Sepintas lalu memang tampak
indah dan mempesona. Tetapi cermatilah dengan
saksama, konsep racikan bumbu ala Barat itu
sungguh mengidap banyak masalah. Tidak heran,
canggihnya konsep pendidikan seakan berpacu dengan
kebobrokan moralitas anak bangsa hari ini.
Data berikut membuat kita tercengang. Riset
Divisi Anak dan Remaja Yayasan Kita dan Buah Hati
pada Januari hingga September 2012 menyebutkan,
84% dari 1.199 murid SD pernah melihat film porno.
85
Medianya adalah internet (21%), film atau VCD
(14%), komik (13%), iklan (8%), sinetron (5%), dan
sisanya dari HP. Facebook, Twitter, YouTube, dan
Google juga tidak pernah steril dari muatan
pornografi. Data Komnas Perlindungan Anak juga
menyebutkan, kasus tawuran pelajar sudah meningkat
sejak enam bulan pertama pada 2012. Bayangkan,
sejak Januari sampai Juni 2012, sudah terjadi 139
kasus tawuran di wilayah Jakarta. Sementara pada
2011, ada 339 kasus tawuran. Jumlah anak perokok
di bawah 10 tahun antara 2008 hingga 2012 mencapai
239.000 orang. Sementara yang berusia 10 hingga 14
tahun, ada 1.2 juta orang (Majalah Karima,
Desember 2012).
Banyak konsep pendidikan Barat yang memang
salah kaprah. Misalnya, jargon pendidikan berbasis
HAM dan anti kekerasan. Dengan dalih HAM dan
kebebasan, mereka mengharamkan hukuman dengan
kekerasan. Hukuman fisik ke anak dalam rangka
pendidikan disamakan dengan kekerasan ke sesama
orang dewasa atau preman. Hukuman fisik berarti
KDRT, dan pelakunya harus dipidanakan. Maka kerap
kita lihat guru atau orangtua yang harus berurusan
dengan hukum dan kepolisian gara-gara menerapkan
hukuman, yang dianggap melanggar HAM dan kebebasan
anak.
86
Islam tidak pernah melegalkan kekerasan.
Tetapi, pukulan tidak menyakiti yang diberikan
untuk mendidik jelas absah dilakukan. Semua
gamblang dijelaskan, seperti sebagai alternatif
terakhir hukuman, tidak mengarah ke wajah, tidak
disertai emosi dan kebencian. Simak sabda
Rasulullah, “Ajarilah anak-anakmu shalat ketika
mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka
(jika tidak mau shalat) ketika berumur sepuluh
tahun” (Abu Dawud).
Tujuh tahun adalah masa pelatihan, karena
anak umumnya belum masuk usia baligh. Ketegasan
mutlak dibutuhkan ketika anak sudah mencapai usia
baligh, rata-rata usia 10 tahun. Paksaan? Semua
ibadah mulanya memang butuh paksaan. Baru ketika
anak memiliki kesadaran matang, ibadah akan
menjadi kebutuhan, seperti makanan dan minuman.
Rasulullah sendiri biasa menggantungkan cambuk di
dinding rumah. Dalam hadits yang dihasankan oleh
Nashiruddin Al-Albani, “Gantungkanlah cambuk di
tempat yang bisa dilihat oleh anggota keluarga.
Sungguh itu akan menjadi pengajaran bagi mereka”
(Shahihul Jami).
Salah kaprah lain yaitu peniadaan perintah
dan larangan dalam pendidikan. Ini bertolak
belakang dengan konsep Islam. Luqman adalah
87
pribadi sukses di bidang pendidikan. Ia dikaruniai
ilmu dan kebenaran. Tutur katanya mengandung
hikmah dan menginspirasi banyak orang, sehingga
namanya diabadikan Allah swt dalam al-Quran. “Dan
sungguh telah Kami berikan hikmah kepada Luqman”
(Luqman: 12).
Simak dawuh Luqman kepada anaknya. “Dan
ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya,
ketika ia memberi pelajaran kepadanya, Hai anakku,
janganlah kamu menyekutukan Allah swt. Sungguh
menyekutukan Allah swt itu benar-benar kezhaliman
besar” (Luqman: 13). Selanjutnya, Luqman bertutur,
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
manusia untuk mengerjakan yang baik dan cegahlah
mereka dari perbuatan mungkar, bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sungguh yang
demikian termasuk hal-hal yang diwajibkan. Dan
janganlah kamu palingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sungguh Allah swt tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri” (Luqman: 17-18).
Bukankah dalam ucapan Luqman itu terdapat
perintah dan larangan? Allah swt bahkan berulang
kali memerintah dan melarang kita. Yang taat
perintah dijanjikan pahala, yang melanggar
88
larangan diancam siksa. Gamblanglah perbedaan
antara konsep Barat dan Islam. Dalam istilah Hamim
Thohari, prinsip Barat cenderung “serba boleh”
sementara Islam “bebas bertanggung jawab”. Barat
mengedepankan “hak” sedangkan Islam menekankan
“kewajiban”.
Juga salah kaprah saat orangtua merasa puas
dengan hanya menitipkan anak ke sekolah. Dengan
enteng mereka bilang, “Orang rusak seperti saya
juga ingin punya anak yang baik”. Menggelikan.
Surah At-Tahrim ayat 6 di atas tegas menyatakan,
sebelum menyelamatkan anak, orangtua harus selamat
terlebih dahulu. Singkatnya, mendidik anak harus
dimulai dari mendidik diri. Kalimat bagus dari
Imam Syafi’i patut dicamkan, “Perbaikilah dirimu
sebelum memperbaiki mereka, karena mata mereka
terikat padamu. Apa yang kamu lakukan, mereka
anggap baik, apa yang kamu tinggalkan, mereka
anggap tidak baik”. Inilah tarbiyah bil hal,
pendidikan dengan teladan.
Salah kaprah yang lebih fatal adalah ketika
pola pikir anak hanya disetting bahwa belajar
semata untuk ilmu. Proses belajar tidak didasari
iman. Lihatlah bagaimana kebanyakan orangtua yang
gelisah ketika anaknya tidak bisa Matematika, IPA,
atau ilmu bahasa. Dicarilah kursus-kursus untuk
89
mengatasinya. Membaca Al-Quran dan ibadah bukan
fokus perhatian utama. Yang penting, anak juara
Matematika, IPA, dan bahasa. Soal Al-Quran dan
ibadah, itu pekerjaan mereka yang sekolah jurusan
agama.
Beberapa salah kaprah ini harus segera
disadari. Bertambahnya ilmu harus otomatis
menambah iman. Kecintaan terhadap ilmu harus
melahirkan kecintaan terhadap agama. Bukan
sebaliknya, justru semakin menjauhkan manusia dari
Tuhan.
Menanggapi uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa orang tua sangat berperan peting dalam
mewariskan nilai-nilai islami pada anak. Seperti
yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dan
Nabi-nabiallah lainnya bahkan dalam beberapa kisah
mengenaiperan orang tua tersebut mengenai bukti
dan contoh dalam memberlakukan pendidikan pada
anak.
Itu sebebnya, dalam mendidik anak terlebih
dahulu mengetahui ilmunya. Maka sudah seyogyanya
sebagai calo orang tua harus membekali diri
tentang ilmu-ilmu pernikahan dan perenting. Karena
jika kedua ilmu tersebut sudah dikuasai,
insyaAllah baitul muslim yang didambakan akan
dapat menghasilkan generasi islami atau kader-
90
kader dakwah masa yang akan datang. Karena
sesungguhnya cita-cita Rasulullah adalah kita
semua dapat berislam dengan baik, jumlah umat
islam yang sangat banyak dan tentu dengan kualitas
keimanan yang mantab pula.
2. Teladan Rasulullah dalam mendidik anak
Praktik pendidikan Nabi Muhammad SAW pada anak-
anak dapat di gambarkan di bawah ini:
a. Rasulullah senang bermain-main (menghibur)
dengan anak-anak dan kadang-kadang beliau
memangku mereka. Beliau menyuruh Abdullah,
Ubaidillah, dan lain-lain dari putra-putra
pamannya Al-Abbas r.a. untuk berbaris lalu
berkata, “ Siapa yang terlebih dahulu sampai
kepadaku akan aku beri sesuatu
(hadiah).”merekapun berlomba-lomba menuju
beliau, kemudian duduk di pangkuannya lalu
Rasulullah menciumi mereka dan memeluknya.
b. Ketika ja’far bin Abu Tholib r.a, terbunuh dalam
peperangan mut’ah, Nabi Muhammad SAW, sangat
sedih. Beliau segera datang ke rumah ja’far dan
menjumpai isterinya Asma bin Umais, yang sedang
membuat roti, memandikan anak-anaknya dan
memakaikan bajunya. Beliau berkata, “Suruh
kemarilah anak-anak ja’far. Ketika mereka
datang, beliau menciuminya. Sambil meneteskan
91
air mata. Asma bertanya kepada beliau karena
telah mengetahui ada musibah yang menimpanya.
c. “Wahai rasulullah, apa gerangan yang menyebabkan
anda menangis? Apakah sudah ada berita yang
sampai kepada anda mengenai suamiku Ja’far dan
kawan-kawanya?” Beliau menjawab, “Ya benar,
mereka hari di timpa musibah.” Air mata beliau
mengalir dengan deras. Asma pun menjerit
sehingga orang-orng perempuan berkumpul
mengerumuninya. Kemudian Nabi Muhammad SAW.
kembali kepada keluarganya dan beliau bersabda,
“janganlah kalian melupakan keluarga ja’far,
buatlah makanan untuk mereka, kerena
sesungguhnya mereka sedang sibuk menghadapi
musibah kematian ja’far.”
d. Ketika Rasulullah melihat anak Zaid
menghampirinya, beliau memegang kedua bahunya
kemudian menagis. Sebagian sahabat merasa heran
karena beliau menangisi orang yang mati syahid
di peperangan Mut’ah. Lalu Nabi Muhammad SAW.
pun menjelaskan kepada mereka bahwa sesungguhnya
ini adalah air mata seorang kawan yang
kehilangan kawannya.
e. Al-Aqraa bin harits melihat Nabi Muhammad SAW.
mencium Al-Hasan r.a. lalu berkata, “Wahai
Rasulullah, aku mempunyai sepuluh orang anak,
92
tetapi aku belum pernah mencium mereka.”
Rasulullah bersabda, “Aku tidak akan mengangkat
engkau sebagai seorang pemimpin apabila Allah
swt telah mencabut rasa kasih sayang dari
hatimu. Barang siapa yang tidak memiliki rasa
kasih sayang, niscaya dia tidak akan di
sayangi.”
f. Seorang anak kecil dibawa kepada Nabi Muhammad
SAW. supaya di doakan dimohonkan berkah dan di
beri nama. Anak-anak tersebut di pangku oleh
beliau. Tiba-tiba anak itu kencing, lalu orang-
orang yang melihatnya berteriak. Beliau berkata,
“jangan di putuskan anak yang sedang kencing,
biarkanlah dia sampai selesai dahulu
kencingnya.”
Beliau pun berdoa dan memberi nama, kemudian
membisiki orang tuanya supaya jangan mempunyai
perasaan bahwa beliau tidak senang terkena air
kencing anaknya. Ketika mereka telah pergi,
beliau mencuci sendiri pakaian yang terkena
kencing tadi.
g. Ummu Kholid binti kho'id bin sa’ad Al-Amawiyah
berkata, “Aku beserta ayahku menghadap
Rasululloh dan aku memakai baju kurung (gamis)
berwarna kuning. Ketika aku bermain-main dengan
cincin Nabi Muhammad SAW. ayahku membentakku,
93
maka beliau berkata, “Biarkanlah dia.” Kemudian
beliau pun berkata kepadaku, “bermainlah sepuas
hatimu, Nak!
h. Dari Anas, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW.
selalu bergaul dengan kami. Beliau berkata
kepada saudara lelakiku yang kecil, “Wahai Abu
Umair, mengerjakan apa si nugair (nama burung
kecil).”
i. Nabi Muhammad SAW. melakukan shalat, sedangkan
Umamah binti zainab di letakkan di leher beliau.
Di kala beliau sujud, Umamah tersebut di
letakkanya dan bila berdiri di letakkan lagi dil
leher beliau. Umamah adalah anak kecil dari Abu
Ash bin Rabigh bin Abdusysyam .
j. Riwayat yang lebih masyhur menyebutkan,
Rasulullah pernah lama sekali sujud. dalam
shalatnya, maka salah seorang sahabat bertanya,”
Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda lama sekali
sujud, hingga kami mengira ada sesuatu kejadian
atau anda sedang menerima wahyu. Nabi Muhammad
SAW, menjawab, “Tidak ada apa-apa, tetaplah aku
di tunggangi oleh cucuku, maka aku tidak mau
tergesah-gesah sampai dia puas.” Adapun anak
yang di maksud ialah Al-Hasan atau Al-Husain
Radhiyallahu Anhuma.
94
k. Ketika Nabi Muhammad SAW. melewati rumah
putrinya, yaitu sayyidah fatimah r.a., beliau
mendengar Al-Husain sedang menangis, maka beliau
berkata kepada Fatimah, “Apakah engkau belum
mengerti bahwa menangisnya anak itu
menggangguku.” Lalu beliau memangku Al-Husain di
atas lehernya dan berkata, Ya Allah,
sesungguhnya aku cinta kepadanya, maka cintailah
dia.
Ketika Rasulullah SAW. sedang berada di atas
mimbar, Al-Hasan tergelincir. Lalu beliau turun
dari mimbar dan membawa anak tersebut.
l. Nabi Muhammad SAW. sering bermain-main dngan
Zainab binti Ummu Salamah r.a. beliau
memanggilnya, “Hai Zuwainib, hai Zuwainib
berulang-rulang.”
m. Nabi Muhammad SAW. sering berkunjung ke rumah
para sahabat Anshar dan memberi salam pada anak-
anaknya serta mengusap kepala mereka.
n. Diriwayatkan, pada suatu hari raya Rasulullah
SAW. keluar rumah untuk menunaikan shalat ID. Di
tengah jalan, beliau melihat banyak anak kecil
sedang berman dengan gembira sambil tertawa-
tawa. Mereka mengenakan baju baru, sandal mereka
pun tampak mengkilap. Tiba-tiba pandangan beliau
tertuju pada salah seorang yang sedang duduk
95
menyendiri dan sedang menangis tersedu-sedu.
Bajunya kompang-kamping dan kakinya tiada
bersandal. Rasulullah SAW, pun mendekatinya ,
lalu di usap-usap anak itu mendekapya ke
dadabeliau seraya bertanya, “mengapa kau
menangis, Nak .” Anak itu hanya menjawab,
“biarkanlah aku sendiri.” Anak itu belum tahu
bahwa orang yang ada di hadapannya itu adalah
Rasulullah SAW. yang terkenal sebagai pengasih.
“Ayahku mati dalam suatu pertempuran bersama
Nabi,” lanjut anak itu.
“Lalu ibuku kawin lagi. Hartaku habis di
makan suami ibuku, lalu aku di usir dari
rumahnya. Sekarang, aku tak mempunyai baju baru
dan makanan yang enak. Aku sedih meihat kawan-
kawanku bermain dengan riangnya itu.”
Baginda Rasulullah SAW. lantas membimbing
anak tersebut seraya menghiburnya, “Sukakah kamu
bila aku menjadi bapakmu, Fatimah menjadi
kakakmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai
pamanmu, Hasan dan Husain menjadi saudaramu?”
Anak itu segera tahu dengan siapa ia berbicara.
Maka langsung ia berkata, “mengapa aku tak suka,
ya Rasulullah?” kemudian, Rasulullah SAW, pun
membawa anak itu ke rumah beliau, dan di berinya
pakaian yang paling indah, memandikannya, dan
96
memberinya perhiasan agar ia tampak lebih gagah,
lalu mengajak makan.
Sesudah itu, anak itu pun keluar bermain
dengan kawan-kawannya yang lain, sambil tertawa-
tawa sambil kegirangan. Melihat perubahan pada
anak itu, kawan-kawannya merasa heran lalu
bertanya, “Tadi kamu menagis, mengapa sekarang
bergembira?” jawab anak itu, tadi aku kelaparan,
sekarang sudah kenyang. Tadi aku tak mempunyai
pakaian, sekarang aku mempunyainya, tadi aku tak
punya bapak, sekarang bapakku Rasulullah dan
ibuku Aisyah.” Anak-anak lain bergumam, Wah,
andaikan bapak kita mati dalam perang.” Hari-
hari berikutnya, anak itu tetap di pelihara,
oleh Rasulullah SAW. hingga beliau wafat
3. Keluarga Islami Pencetak Kader Dakwah Bagi Umat
Qonitatillah, dalam dakwatuna menjelaskan
bahwa ada beberapa trik dan strategi untuk
mengajak anak untuk berjalan bersama di jalan
dakwah
a. Komitmen dengan pasangan
Sejak awal, kami memang meniatkan pernikahan
kami adalah sebagai penguat komitmen kami
berjuang di jalan Allah swt. Jika dulunya
ketika masih bujang sudah terbiasa berdakwah,
maka setelah menikah harus lebih produktif lagi
97
berdakwah. Termasuk di dalamnya adalah
menyiapkan anak-anak sebagai generasi pengganti
kami dalam dakwah dan itu dilaksanakan sedari
kecil. Semakin awal semakin bagus. Jadi kami
saling membantu mempersiapkan segala
sesuatunya. Jika kami pergi bersama-sama, saya
mengisi taklim ibu-ibu dan suami mengisi taklim
para bapak, maka bagi tugas diawali dari rumah.
Saya menyiapkan bekal, suami menyiapkan anak-
anak atau sebaliknya. Di tempat acara, anak-
anak dibagi. Siapa ikut ayahnya dan siapa yang
ikut saya. Jika saya yang mengisi taklim, suami
akan menunggu di luar sambil menemani anak-
anak. Sebaliknya jika suami yang pergi
berdakwah, tidak jarang dia membawa beberapa
anak untuk ikut serta terutama anak lelaki.
b. Mempersiapkan bersama-sama
Selain persiapan yang bentuknya fisik:
kendaraan, bekal makan-minum, baju ganti anak-
anak, termasuk juga bantal atau guling karena
seringnya kami bepergian di malam hari, yang
tak kalah pentingnya adalah mempersiapkan
mental anak-anak. Mereka harus dipahamkan bahwa
profesi kedua orang tuanya adalah dai. Orang-
orang memanggil ayahnya dengan sebutan Ustadz
dan ibunya dengan sebutan Ummi atau Ustadzah.
98
Kami tunjukkan betapa menyenangkannya menjadi
dai: banyak kawan, sering bepergian, sering
berkunjung dan dikunjungi. Kami juga menanamkan
kecintaan kepada profesi ini, bahwa sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
manusia lainnya. Dan manfaat terbesar adalah
apabila kita menjadi perantara seseorang
mendapat hidayah Allah SWT.
c. Berdakwah = piknik
Anak-anak bagaimanapun tetaplah anak-anak.
Sesuatu akan sangat berkesan apabila dilakukan
dengan menyenangkan. Mereka sudah hafal kalau
Kamis malam Jumat, Sabtu malam dan Ahad malam
adalah masanya berjalan-jalan. Tidak jarang ada
yang mogok tidak mau ikut atau lebih suka di
rumah menonton film kartun. Maka kami
menyiasatinya dengan menjadikan tur keluar
malam hari menjadi seperti piknik keluarga. Ada
bekal makanan dan minuman yang istimewa. Mereka
pun boleh memilih pakaian sendiri yang khusus
dipakai untuk bepergian. Mereka juga boleh
menyiapkan bekal sendiri seperti buku atau alat
permainan yang disukai. Tidak jarang juga kami
singgah ke rumah makan setelah selesai mengisi
taklim, terutama di tempat yang jauh. Seteguk
99
minuman dingin atau semangkuk sup panas
pengobat lelah.
d. Mendidik umat = mendidik anak
Dengan mengikutsertakan anak-anak dalam
agenda dakwah kita, secara tidak langsung kita
mendidik mereka pula. Dengan kehadiran mereka,
otomatis mereka mendengar dan menyimak materi
yang kita sampaikan. Anak-anak, terutama yang
agak besar, memperhatikan bagaimana majelis
berlangsung. Mereka mengamati prosesi majelis,
peserta dan pesan yang disampaikan. Teknik ini
sangat berkesan karena anak tidak merasa
digurui tapi diposisikan seperti Mbak-mbak atau
Mas-mas lainnya yang juga hadir dalam majelis
tersebut. Tidak jarang mereka bertingkah
sedikit dengan mengganggu adiknya atau berbuat
ulah. Tujuannya tentu untuk mencari perhatian.
Mereka juga ingin diperhatikan, tidak hanya
orang tuanya yang diperhatikan. Ini bermakna
bahwa mereka mulai mengerti bahwa menjadi dai
adalah menjadi pusat perhatian dan mereka
menginginkannya.
e. Pintar-pintar berstrategi
Menghadapi anak-anak memang harus banyak
akal. Seringkali jika kami berdakwah di hari
kerja, kendalanya adalah bagaimana dengan
100
sekolah anak-anak. Taklim baru selesai tengah
malam dan kami sampai rumah di awal pagi.
Memang harus pintar-pintar berstrategi. Dalam
keadaan seperti ini, kami akan tawarkan ke
anak-anak, mau ikut kami atau dititipkan ke
rumah kawan. Alhamdulillah, kami banyak
memiliki kawan dan saudara seperjuangan yang
bersama memikul amanah dakwah. Jadi siapapun
yang bertugas untuk berdakwah, anak-anaknya
boleh dititipkan kapan saja. Kadang-kadang
momen bermain ke rumah kawan ini sangat
dirindukan anak-anak. Namun tidak semuanya mau
begitu, terutama yang masih kecil-kecil. Ada
kalanya juga mereka bersikeras ikut karena
menginginkan suasana perjalanan malam atau
berjumpa dengan Mbak dan Mas yang sudah mereka
kenal dengan akrab. Jika demikian keadaannya,
maka kami minta mereka tidur selama perjalanan
dan akan kami bangunkan jika sudah sampai.
Namun kadang efeknya masih terasa hingga ke
pagi mereka berangkat sekolah. Kami
menyemangati mereka untuk tetap pergi dan
memberi sedikit kelonggaran untuk tidur siang
lebih lama sepulang dari sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari
itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah
merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk
menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak
mau menikah. Tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi
separuh agama, naluri dan menjadi benteng bagi
manusia yang berakhlak luhur. Islam telah menetapkan
syariat tentang pernikahan secara islami dan juga
memberikan gambaran tentang rumah tangga yang
islami. Keluarga islami adalah rumah tangga yang di
dalamnya ditegakkan adab-adab islami, baik yang
menyangkut individu maupun keseluruhan anggota rumah
tangga. Keluarga islami adalah rumah yang di
dalamnya terdapat sakinah, mawadah, dan rahmah (perasaan
tenang, cinta dan kasih sayang). Sebagai figur yang
sangat tepat untuk diteladani dalam membina rumah
tangga islami adalah Rasulullah SAW dan Siti
Khadijah. Tentunya dalam membangun rumah tangga
islami harus berdasarkan atas ajaran islam
sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Diantaranya karakteristik rumah tangga islami ialah;
69
memelihara aspek tauhid,memperhatikan Ibadah dan
kepatuhannya kepada Allah, menyemai nilai akhlak
Islami: Amanah, muraqabah (merasa dalam pengawasan
Allah), shidiq, Penuh perhatian dan segala urusan
rumah tangga didasarkan atas ajaran islam. Islam
memang sangat lengkap memberikan tuntunan pendidikan
anak. Sejak memilih pasangan, saat anak dalam
kandungan, usia balita, remaja, dan seterusnya.
B. Saran
Membentuk sebuah rumah tangga islami adalah impian
semua orang. Tentunya hanya mengharap keridhoan
Allah SWT semata. Maka dari itu, bagi setiap kita
yang akan menyelenggarakan kehidupan rumah tangga
marilah kita
69
senantiasa melibatkan Allah SWT dalam segala aspek.
Ambil Allah SWT sebagai tempat meminta, memohon dan
berlindung dari segala macam ilusi dunia ini.
70
DAFTAR PUSTAKA
Baitulmuslim. (2012). Tips Membina Keluarga Muslim.
[Online]. Tersedia:
https://baitulmuslim.com/content/tips-membina-
keluarga-muslim html (17 September 2014)
Dakwatuna, Tim. (2008). Kewajiban membentuk Rumah
Tangga Islam.
http://www.dakwatuna.com/2008/06/16/736/kewajiban-
membentuk-rumah-tangga-islam/#ixzz3DYHwbEFF (17
September 2014)
Fazreen, F. (2010). Baitul Muslim. [Online]. Tersedia:
http://www.mywedding.com/baitulmuslimfirdausfazreen/
custom4.html html (17 September 2014)
https://id-id.facebook.com/notes/insomania-mau-cepat-
cari-teman-add-pluss/14-cara-nabi-muhammad-saw-
mendidik-anak/206086786090107
Husnaini. (2013). Parenting Barat dan Parenting Islam.
[Online]. Tersedia:
http://www.dakwatuna.com/2013/02/22/28212/parenting-
barat-dan-parenting-islam/#ixzz0bLRCCGpd (27
November 2014)
Ilahi, F. (2006). Mendakwahi Anak (Dasar dan
Tahapannya). Jatinegara : Darus sunnah Pres
71
Insomnia. (2012). 14 Cara Nabi Muhammad Mendidik Anak.
[Online]. Tersedia:
https://id-id.facebook.com/notes/insomania-mau-
cepat-cari-teman-add-pluss/14-cara-nabi-muhammad-
saw-mendidik-anak/206086786090107 ( 27 November
2014)
Kunaepi , A. (2014). Manajemen Keluarga Islami. [Online].
Tersedia:
http://alislamiyah.uii.ac.id/2014/06/17/manajemen-
keluarga-islami/
Manhaj. (2014). Karakteristik Baitul Muslim Keluarga Islami.
[Online]. Tersedia:
http://www.dakwatuna.com/2014/09/14/56900/karakteris
tik-baitul-muslim-keluarga-islami/#ixzz3DXzm9Khz (17
September 2014)
Pasya, H.S. (2010). Ibu, Bimbing Aku Menjadi Anak Sholeh.
Bandung: Pustaka Rahmat
Qonitatillah. (2012). Anak-anak dan Dakwah. [Online].
Tersedia:
http://www.dakwatuna.com/2012/12/07/24988/anak-anak-
dan dakwah/#ixzz0bLMNK46F (27 November 2014)
Ri’ayah Ma’nawiyah. Rumah Tangga Sebagai Cermin Kepribadian
Kader. [Online]. Tersedia: kaderisasi@pk-
sejahtera.org (25 November 2014)
72
Suaramedia. (2011). Ajang Cari Jodoh Dalam Pandangan Islam.
[Online]. Tersedia:
http://www.suaramedia.com/kumpulan-artikel/2011/04/0
4/ajang-cari-jodoh-dalam-pandangan-islam (27
November 2014)
Takariawan, C. (2013). Di Jalan Dakwah Aku Menikah. Solo:
Intermedia