Top Banner
BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH Susandi, M.Pd.
261

BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

Oct 03, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

Susandi, M.Pd.

Page 2: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

PRAKATA

Bahasa pada dasarnya merupakan alat komunikasi yang akurat bagi kehidupan

umat manusia. Sebagai alat komunikasi, bahasa digunakan untuk mengomunikasikan

berbagai hal, baik yang dirasakan, dipikirkan, dialami, maupun diangankan oleh

seseorang. Agar berbagai hal hal yang dikomunikasikan itu dapat diterima secara tepat

oleh orang lain, bahasa yang digunakan haruslah tepat, jelas, dan tidak menimbulkan

makna ganda.

Pemakai bahasa selain dituntut menguasai kaidah-kaidah pemakaian bahasa,

juga harus mampu menggunakan bahasa itu dalam praktik pemakaian. Dengan

demikian, kemampuan berbahasa tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan tentang

berbagai kaidah, tetapi yang lebih utama ditentukan oleh keterampilan atau

kemahiran di dalam penggunaannya. Buku ini diharapkan mampu berperan sebagai

pemandu menuju ke arah kemahiran berbahasa yang lebih baik bagi para penulis,

editor, sekretaris, karyawan kantor, siswa, mahasiswa, guru, dan peminat bahasa yang

lain.

Buku ini disajikan dalam bentuk beberapa bagian untuk mengurai identitas

bahasa Indonesia, pemakaian huruf dan penulisan kata, pemakaian tanda baca, diksi

(pilihan kata), kalimat, paragraf, pengembangan paragraf, tema/topik/judul, kerangka

karangan ilmiah, kutipan, dan penulisan daftar pustaka.

Terakhir penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan dalam menyelesaikan buku ini. Kritik dan saran pembaca sangat

diharapkan guna kesempurnaan buku ini. Mudah-mudahan, selain dapat menambah

sarana penyebaran informasi kebahasaan yang telah ada, buku ini juga dapat

memperluas cakrawala kebahasaan pemakai bahasa Indonesia.

Malang, Desember 2020

Penyusun

Page 3: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................. iii

BAB I IDENTITAS BAHASA INDONESIA.................................. 1

1. Sejarah Bahasa Indonesia ........................................ 1

2. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia .................. 5

3. Perkembangan Bahasa Indonesia............................ 9

4. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia................ 13

5. Ragam Bahasa.......................................................... 14

6. Bahasa yang Baik dan Benar .................................... 16

BAB II PEMAKAIAN HURUF DAN PENULISAN KATA............... 18

1. Pemakaian Huruf ..................................................... 18

2. Penulisan Kata.......................................................... 37

BAB III PEMAKAIAN TANDA BACA........................................... 62

1. Tanda Baca Titik (.)................................................... 62

2. Tanda Baca Koma (,) ................................................ 66

3. Tanda Baca Titik Koma (;)........................................ 71

4. Tanda Baca Titik Dua (:) .......................................... 73

5. Tanda Baca Hubung (-)............................................ 74

6. Tanda Baca Pisah (—).............................................. 76

7. Tanda Baca Tanya (?) ............................................... 78

8. Tanda Baca Seru (!) .................................................. 78

9. Tanda Baca Elipsis (…) ............................................. 78 10.Tanda Baca Petik (“ ”) ............................................. 79

Page 4: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

11.Tanda Baca Petik Tunggal (‘ ’) ................................ 81

12.Tanda Baca Kurung (( ))........................................... 82

13. Tanda Baca Siku ([ ])............................................... 83

14. Tanda Baca Garis Miring (/) .................................... 84

15. Tanda Baca Apostrof (‘)........................................... 85

BAB IV DIKSI (PILIHAN KATA) ................................................... 86

1. Pengertian Diksi ....................................................... 86

2. Makna Kata .............................................................. 87

3. Syarat Ketepatan Diksi ............................................. 88

4. Gaya Bahasa dan Idiom............................................ 95

5. Jargon dan Kata Slang .............................................. 111

6. Kata Kajian dan Kata-kata Popular........................... 112

BAB V KALIMAT ....................................................................... 114

1. Pengertian Kalimat................................................... 114

2. Struktur Dasar Kalimat............................................. 114

3. Jenis Kalimat dan Fungsinya .................................... 117

4. Syarat-syarat Pembentukan Kalimat Efektif ............ 132

5. Sebab-sebab Kalimat Tidak Efektif .......................... 144

6. Contoh-contoh Kalimat Efektif ................................ 149

BAB VI PARAGRAF .................................................................... 150

1. Pengertian Paragraf ................................................. 150

2. Struktur Paragraf ..................................................... 151

3. Syarat Pembentukan Paragraf ................................. 154 4. Pembagian Paragraf Menurut Jenisnya ................... 158

Page 5: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

BAB VII PENGEMBANGAN PARAGRAF...................................... 175

1. Pengembangan Paragraf.......................................... 175 2. Syarat-syarat Pengembangan Paragraf ................... 181

3. Pola Pengembangan Paragraf.................................. 185

4. Pengembangan Paragraf Menurut Teknik

Pengembangannya .................................................. 192

BAB VIII TEMA/TOPIK/JUDUL .................................................... 197

1. Pengertian Tema, Topik, dan Judul.......................... 197

2. Pemilihan Topik, Pembatasan Topik, Pemilihan

Judul ............................................................................... 200

3. Contoh Tema, Topik, dan Judul Sebuah Karangan

Ilmiah.............................................................................. 205

4. Perumusan Judul...................................................... 206

5. Penyusunan Rumusan Masalah ............................... 207

6. Sistematika Penulisan:

a. Makalah ..................................................................... 207

b. Artikel ........................................................................ 210

BAB IX KERANGKA KARANGAN ............................................... 215

1. Pengertian Kerangka Karangan................................ 215

2. Manfaat Kerangka Karangan ........................................... 215

3. Metode Penyusunan Kerangka Karangan ....................... 217

4. Macam-macam Kerangka Karangan................................ 222

5. Syarat Kerangka Karangan yang Baik .............................. 223

6. Langkah-langkah Menyusun Kerangka Karangan............ 224

7. Contoh Kerangka Karangan ............................................. 226

BAB X PENULISAN KUTIPAN.................................................... 231 1. Pengertian Kutipan.................................................. 231

Page 6: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

2. Fungsi Kutipan......................................................... 232

3. Jenis-jenis Kutipan................................................... 233

4. Prinsip-prinsip Mengutip......................................... 234

5. Cara-cara Mengutip................................................. 237

BAB XI PENULISAN DAFTAR PUSTAKA..................................... 245

1. Pengertian Daftar Pustaka ....................................... 245

2. Fungsi Daftar Pustaka .............................................. 245

3. Unsur-unsur Daftar Pustaka .................................... 246

4. Cara Menulis Daftar Pustaka/Rujukan..................... 247

5. Penyusunan Daftar Pustaka..................................... 247

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 254

Page 7: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[1]

IDENTITAS BAHASA INDONESIA

1. Sejarah Bahasa Indonesia

a. Bahasa Melayu

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu

merupakan sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua

franca (bahasa pergaulan) di nusantara. Arkeolog Harry Truman

Simanjuntak mengatakan bahwa bahasa Melayu dan ratusan bahasa

daerah lainnya di Nusantara sebenarnya berakar dari bahasa Austronesia

yang mulai muncul sekitar 6.000—10.000 tahun lalu.

Tentang penyebaran penutur, Robert Blust menyatakan bahwa

penutur bahasa Austronesia merupakan fenomena besar dalam sejarah

umat manusia. Hal ini disebabkan Austronesia merupakan suatu rumpun

bahasa terbesar di dunia meliputi 1.200 bahasa dan dituturkan oleh

hampir 300 juta populasi. Masih menurt Blust, asal leluhur penutur

Austronesia adalah Formosa (Taiwan).

Untuk pertama kalinya, istilah Bahasa Melayu disebutkan sekitar

683-686 M. Angka ini tercantum pada beberapa prasasti berbahasa

Melayu Kuna dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini sudah

menggunakan aksara Pallawa atas perintah raja Sriwijaya yang berjaya

pada abad ke-7 dan ke-8. Selain itu, Wangsa Syailendra juga

meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuna di Jawa Tengah. Berbagai

batu bertulis (prasasti) yang ditemukan itu seperti Prasasti Kedukan Bukit

tahun 683 di Palembang, Prasasti Talang Tuo tahun 684 di Palembang,

1

Page 8: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[2]

Prasasti Kota Kapur tahun 686 di Bangka Barat, dan Prasasti Karang Brahi

tahun 688 antara Jambi dan Sungai Musi.

Keempat prasasti yang ditemukan bertuliskan Pra-Nagari dan

bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Kuno. Hal ini memberi

petunjuk bahwa bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat

komunikasi pada zaman Sriwijaya. Prasasti-prasasti lain yang bertulis

dalam bahasa Melayu Kuno adalah Prasasti Gandasuli tahun 832 di Jawa

Tengah dan Prasasti Bogor tahun 942 di Kota Bogor. Kedua prasasti di

pulau Jawa ini semakin memperkuat dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno

sudah dipakai di Pulau Jawa, tidak hanya di Pulau Sumatra.

Ahli bahasa tidak dapat menyimpulkan apakah bahasa Melayu

Klasik merupakan kelanjutan dari Melayu Kuna. Hal ini disebabkan

terputusnya bukti-bukti tertulis pada abad ke-9 hingga abad ke-13.

Catatan yang menggunakan berbahasa Melayu Klasik pertama berasal

dari Prasasti Trengganu pada tahun 1303. Bahasa Melayu Klasik ini lebih

berkembang seiring dengan perkembangan agama Islam dimulai dari

Aceh pada abad ke-14.

Bahasa Melayu memiliki dua bentuk, yaitu

1) Melayu Pasar

Melayu Pasar sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk

ini mudah dimengerti, memiliki toleransi kesalahan yang tinggi, dan

fleksibel dalam menyerap istilah dari bahasa lain.

2) Melayu Tinggi

Melayu Tinggi merupakan bentuk yang lebih resmi. Pada masa lalu

bentuk ini digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera,

Malaya, dan Jawa. Bentuk ini lebih sulit karena penggunaannya sangat

halus, penuh sindiran, agak sulit dimengerti disbanding Melayu Pasar,

tingkat toleransi kesalahan yang rendah, dan tidak ekspresif seperti

bahasa Melayu Pasar.

Page 9: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[3]

Pemerintah kolonial Belanda menganggap Melayu Pasar

mengancam keberadaan bahasa dan budaya Belanda. Oleh karena itu,

pemerintah kolonial Belanda berusaha meredam. Cara yang ditempuh

adalah dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi melalui

penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka.

Promosi ini agak berat dilakukan karena bahasa Melayu Pasar sudah

diambil oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia.

b. Kelahiran Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia dianggap lahir atau diterima keberadaannya

pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menyebut sebagai bahasa

persatuan. Namun, secara resmi, bahasa Indonesia baru diakui

keberadaannya pada tanggal 18 Agustus 1945. Undang-Undang Dasar RI

1945 Pasal 36 menyebut bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi.

Meskipun bahasa Indonesia disebut bahasa persatuan dan bahasa

resmi, hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang benar-benar

menggunakannya sebagai bahasa ibu. Hal ini disebabkan masyarakat

Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing

dalam percakapan sehari-hari. Bahasa daerah, seperti bahasa Melayu

Pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dll. menjadi bahasa ibu dan bahasa

Indonesia menjadi bahasa kedua.

Bahasa Indonesia merupakan dialek baku dari bahasa Melayu

Melayu Riau. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara

dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah:

"jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa

Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di

Page 10: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[4]

seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia"

atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954

di Medan, Sumatra Utara, "... bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa

Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah “bahasa Melaju jang disesuaikan

dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia".

Pemerintah saat itu menyetujui pemilihan bahasa Indonesia yang

berasal dari bahasa Melayu tuturan Riau. Presiden Soekarno tidak

memilih bahasa Jawa yang merupakan bahasanya sendiri dan juga

bahasa mayoritas pada saat itu. Adapun pertimbangan pilihan bahasa

Melayu tuturan Riau sebagai berikut;

1. suku-suku lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku

Jawa jika menggunakan bahasa Melayu tuturan Jawa

2. bahasa Melayu Riau lebih mudah dipelajari dibanding bahasa Jawa.

Bahasa Jawa memiliki tingkatan bahasa (halus, biasa, dan kasar).

Tingkatan ini digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia,

derajat, ataupun pangkat dan kesan negatif sering muncul jika

pemakai bahasa Jawa kurang memahami budaya Jawa

3. suku Melayu berasal dari Riau. Sultan Malaka yang terakhir juga lari

ke Riau setelah Malaka direbut oleh Portugis. Selain itu, bahasa

Melayu Riau paling sedikit terpengaruh bahasa Cina Hokkien, Tio Ciu,

Ke, ataupun dari bahasa lainnya

4. menumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara

tetangga, seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura yang juga

menggunakan bahasa Melayu dan nasibnya sama dengan Indonesia,

yaitu dijajah Inggris

Page 11: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[5]

5. para pejuang kemerdekaan diharapkan bersatu lagi dengan tujuan

persatuan dan kebangsaan.

2. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia

a. Usaha Penyempurnaan Ejaan

Ejaan mengatur tentang penggunaan tanda baca meliputi tanda

titik (.), (tanda koma (,), tanda titik koma (;), tanda titik dua (:), tanda

kurung (), tanda siku […], tanda petik (“), tanda apostrof (‘), tanda seru

(!), tanda tanya (?), tanda hubung (-), tanda pisah (—), tanda miring (/),

hingga tanda elispsis (…). Selain itu, ejaan juga mengatur penggunaan

huruf kapital, huruf miring, dan huruf tebal. Aturan-aturan ini bertujuan

untuk kegiatan penyeragaman sehingga mudah dipahami oleh pembaca.

Bayangkan saja kalau tiap orang membuat aturan sendiri, tentu banyak

sekali ragam yang akan muncul. Hal ini akan membuat kesulitan dalam

pemahaman isi bacaan.

Ejaan-ejaan bahasa Indonesia mengalami beberapa usaha untuk

penyempurnaan. Perkembangan ejaan ini diawali dari cikal bakal ejaan

bahasa Indonesia yang berasal dari Kitab Logat Melayu, yaitu ejaan van

Ophuijsen hingga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

1) Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Van

Ophuijsen merupakan tokoh yang telah merancang ejaan ini. Van

Ophuijsen tidak sendirian, ia dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan

Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Usaha ini tidaklah sia-

sia karena ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini,

yaitu

a) huruf j, misalnya jang, pajah, sajang, dsb.

b) huruf oe, misalkan goeroe, itoe, oemoer, dsb.

Page 12: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[6]

c) tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, misalkan

ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.

2) Ejaan Soewandi

Ejaan ini dipilih pemerintah Indonesia di masa-masa awal

kemerdekaan untuk menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Ejaan ini resmi

menggantikan ejaan Van Ophuijsen pada tanggal 19 Maret 1947. Karena

berdekatan dengan proklamasi, ejaan ini disebut Ejaan Republik.

Penamaan ini sekaligus menunjukkan semangat kemerdekaan yang baru

berumur hamper dua tahun. Ciri-ciri ejaan ini yaitu

a) huruf oe diganti dengan u, misalkan guru, itu, umur, dsb.

b) bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, misalkan tak,

pak, rakjat, dsb.

c) kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, misalkan kanak2, ber-

jalan2, ke-barat2-an

d) awalan di- dan kata depan di ditulis serangkai dengan kata yang

mendampinginya, misalkan dipasar, dipukul, dibaca.

3) Ejaan Melindo

Melindo merupakan kepanjangan dari Melayu—Indonesia. Ejaan

Melindo ini dikenal pada akhir tahun 1959. Peresmian ejaan ini batal

karena faktor perkembangan politik pada tahun-tahun berikutnya. Ejaan

dengan nama Melayu—Indonesia ini tentu tidak hanya berkaitan dengan

Republik Indonesia, melainkan juga dengan negeri tetangga kawasan

Melayu, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam.

4) Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan bahasa Indonesia yang hingga kini masih berlaku adalah

ejaan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Lebih dari 30 tahun ejaan ini

dipertahankan. Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16

Page 13: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[7]

Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia, yaitu almarhum Presiden

Soeharto. Peresmian ini dikuatkan dengan Putusan Presiden No. 57

Tahun 1972.

b. Perbendaharaan Kata

Perbendaharan kata dalam bahasa Indonesia mengalami

pertambahan. Pertambahan perbendaraan ini terjadi melalui

1) pembentukan kata yang menggunakan imbuhan-imbuhan baru,

misalkan

(a) tuna- (Jawa) pada kata tunawisma, tunarungu

(b) pramu- (Kawi) pada kata pramusaji, pramuniaga, pramugari

(c) wira- (Sansekerta) pada kata wirusaha, purnawirawan

(d) nara- (Kawi) pada kata narasumber, narapidana

(e) swa- (Sansekerta) pada kata swadaya, swasembada

(f) bilangan Sansekerta, seperti eka, dwi, tri, catur, panca

(g) demikian juga imbuhan purna-, graha-, wism-a, tan-. nir-

2) adopsi, yaitu pengambilan kata apa adanya dari bahasa asing,

misalkan supermarket, hamburger

3) adaptasi, yaitu penyesuaian bunyi/ejaan, misalkan universitas

(university), organisasi (organization)

4) penerjemahan, misalkan tumpang tindih (overlap), percepatan

(acceleration), uji coba (try out)

5) akronim, yaitu singkatan yang merupakan hasil penyingkatan

beberapa kata, misal pimpro (pimpinan produksi), sidak (inspeksi

mendadak).

Pertambahan kata berhubungan erat dengan hubungan

kebudayaan Indonesia dengan dunia luar. Berdasarkan masanya,

pertambahan perbendaraan kata dapat dilihat dari pengaruh empat

masa berikut:

Page 14: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[8]

1) Hindu (antara abad ke-6 sampai 15 M), misalkan samudra, suami, istri,

raja, putra, pura, kepala, mantra, cinta, kaca (Sanskerta Indo-Eropa)

2) Islam (dimulai dari abad ke-13 M, misalkan masjid, kalbu, kitab, kursi,

doa, khusus, maaf, selamat, kertas (Arab, Persia)

3) Kolonial, misalkan gereja, sepatu, sabun, meja, jendela (Portugis) dan

asbak, kantor, polisi, kualitas (Belanda)

4) Pasca-Kolonialisasi (Kemerdekaan dan seterusnya)

5) Modernisme, misalkan konsumen, komputer, email (Inggris),

dasawarsa, lokakarya, tunasusila (Sansekerta).

Selain itu, bahasa Indonesia juga menyerap dari bahasa Cina, misalkan

pisau, tauge, tahu, loteng, teko, cukong.

Bahasa Indonesia bersifat terbuka. Hal ini berarti bahwa bahasa

Indonesia sangat terbuka menyerap kata-kata dari bahasa lainnya.

Berdasarkan data Pusat Bahasa tahun 1996, berikut ini data asal bahasa

dan jumlah kata yang telah diserap bahasa Indonesia.

Asal Bahasa Jumlah Kata

Arab 1.495 kata

Belanda 3.280 kata

Cina 290 kata

Hindi 7 kata

Inggris 1.610 kata

Parsi 63 kata

Portugis 131 kata

Sanskerta-Jawa Kuna 677 kata

Tamil 83 kata

Page 15: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[9]

Data asal bahasa dan jumlah kata yang diserap bahasa Indonesia

Data di atas diambil pada tahun 1996, artinya diambil lebih dari

sepuluh tahun yang lalu. Belum ada data yang menyatakan bahwa

bahasa Indonesia mengalami pertambahan kata dengan jumlah

tertentu selama rentang waktu 10 tahun, 20 tahun, dsb. Namun

berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya

perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia sedikit jika dibandingkan

dengan bahasa Inggris.

3. Perkembangan Bahasa

Cikal bakal ejaan bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu

yang ditetapkan pada tahun 1901. Pada tahun inilah Ch. A. van Ophuijsen

membuat ejaan resmi bahasa Melayu yang dimuat dalam Kitab Logat

Melayu. Sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama

Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat) didirikan

pemerintah pada tahun 1908. badan penerbit ini berubah menjadi Balai

Pustaka pada tahun 1917.

Balai Pustaka ini menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya

dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun

memelihara kesehatan, dll. Penerbitan buku-buku ini banyak membantu

penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas. Penerbit Balai

Pustaka ini akhirnya dikenal sebagai angkatan Balai Pustaka dalam

sejarah sastra Indonesia.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda dari beberapa daerah,

seperti Sumatra, Jawa, Sulawesi, dll. berkumpul. Peristiwa ini dikenal

dengan Sumpah Pemuda. Salah satu butir dalam Sumpah Pemuda sangat

penting dalam perkembangan bahasa Indonesia. Pada saat inilah bahasa

Indonesia dianggap sebagai bahasa persatuan.

Page 16: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[10]

Sebuah angkatan sastrawan muda yang dipelopori oleh Sutan

Takdir Alisyahbana, Sanusi Pane, Armijn Pane, dll. berusaha melawan

kebijakan yang dibuat oleh badan penerbit yang sudah ada, yaitu Balai

Pustaka. Kelompok sastrawan ini dikenal dengan nama Pujangga Baru.

Nama Pujangga Baru berasal dari nama sebuah majalah yang terbit pada

tahun 1933.

Kongres Bahasa Indonesia I dilakukan di Solo pada 25-28 Juni 1938.

Hasil kongres ini secara umum menyimpulkan bahwa usaha pembinaan

dan pengembangan bahasa Indonesia dilakukan secara sadar oleh

cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Beberapa keputusan

kongres ini antara lain;

1) setuju mengambil kata-kata asing untuk ilmu pengetahuan yang di

ambil dari perbendaharaan umum.

2) perlu menyusun tata bahasa Indonesia yang baru

3) ejaan yang digunakan ialah ejaan van Ophujsen

4) wartawan sebaiknya berupaya mencari jalan-jalan untuk

memperbaiki bahasa di dalam persuratkabaran.

5) bahasa Indonesia supaya dipakai dalam segala badan perwakilan

6) istilah-istilah internasional diajarkan di sekolah

7) bahasa Indonesia hendaklah digunakan sebagai bahasa hokum dan

sebagai pertukaran pikiran di dalam ddewan-dewan perwakilan

8) perlu didirikan sebuah lembaga dan sebuah fakultas untuk

mempelajari bahasa Indonesia.

Kemerdekaan Indonesia juga menetapkan bahasa Indonesia

sebagai bahasa negara. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam Undang-

Undang Dasar RI 1945 Pasal 36. Undang-Undang Dasar 1945 ini

ditandatangani sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya

tanggal 18 Agustus 1945 .

Page 17: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[11]

Ejaan bahasa Melayu buatan van Ophuijsen pada tahun 1901

sudah tidak dipakai dalam kaidah bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan

pada tanggal 19 Maret 1947 telah diresmikan penggunaan Ejaan Republik

(Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen. Jadi, ejaan van

Ophuijsen sudah berlaku selama 46 tahun sebelum diganti Ejaan

Republik.

Pada tahun 1953 Kamus Bahasa Indonesia yang pertama

diterbitkan. Kamus ini dibuat oleh Poerwadarminto. Dalam kamus itu

tercatat jumlah lema (kata) dalam bahasa Indonesia mencapai 23.000.

Kongres Bahasa Indonesia II dilaksanakan pada 28 Oktober s.d. 2

November 1954 di Medan. Hasil kongres mengamanatkan untuk terus-

menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai

bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

Ejaan Republik yang dikenal juga sebagai Ejaan Soewandi diganti

dengan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui

pidato kenegaraan H. M. Soeharto selaku Presiden Republik Indonesia di

hadapan sidang DPR pada tanggal 16 Agustus 1972. Selain itu, peresmian

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dikuatkan pula dengan Keputusan

Presiden No. 57 tahun 1972.

Pada tahun yang sama, tepatnya pada tanggal 31 Agustus 1972,

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum

Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Pada tahun 1976 Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa

Indonesia dan terdapat 1.000 kata baru. Artinya, dalam waktu 23 tahun

hanya terdapat 1.000 penambahan kata baru.

Kongres Bahasa Indonesia III diselenggarakan di Jakarta pada

tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978. Kongres ini bersamaan dengan

Page 18: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[12]

50 tahun Sumpah Pemuda. Selain memperlihatkan kemajuan,

pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia, hasil kongres ini

juga memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan dalam rangka

memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Kongres Bahasa

Indonesia IV dilaksanakan di Jakarta pada 21—26 November 1983. Hasil

kongres menyebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa

Indonesia harus lebih ditingkatkan. Semua warga negara Indonesia agar

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Kongres Bahasa Indonesia V dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus

pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara dan peserta tamu dari

negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda,

Jerman, dan Australia. Kongres ini dilakukan di Jakarta pada 28 Oktober

s.d. 3 November 1988. Kongres ini juga mempersembahkan karya besar

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa berupa Kamus Besar

Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Kamus pada

tahun ini mengalami loncatan yang luar biasa. Dari 24.000 kata telah

berkembang menjadi 62.000. Selain itu, setelah bekerja sama dengan

Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, bahasa Indonesia memiliki 340.000

istilah di berbagai bidang ilmu. Hingga kini Pusat Bahasa berhasil

menambah 250.000 kata baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata

di berbagai bidang ilmu. Sementara kata umum telah berjumlah 78.000.

Kongres Bahasa Indonesia VI dilaksanakan pada 28 Oktober s.d. 2

November 1993. Kongres ini pun tetap dilaksanakan di ibukota, Jakarta

dan belum pernah dilaksanakan di daerah-daerah yang lain. Peserta

kongres ini sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta

tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman,

Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan

Page 19: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[13]

Amerika Serikat. Hasil kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa statusnya ditingkatkan menjadi Lembaga Bahasa

Indonesia. Selain itu, juga mengusulkan agar Undang-Undang Bahasa

Indonesia disusun.

Kongres Bahasa Indonesia VII dilaksanakan 26-30 Oktober 1998

masih di Jakarta. Hasil kongres mengusulkan agar dibentuk Badan

Pertimbangan Bahasa. Badan ini memiliki anggota dari tokoh masyarakat

dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.

Tugas badan ini memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status

kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

4. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia

Kedudukan bahasa Indonesia sangat jelas tertuang dalam Sumpah

Pemuda dan Undang-Undang Dasar 1945. Sumpah Pemuda 1928 berisi

pengakuan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional. Undang-

undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara

ialah Bahasa Indonesia”. Sumpah Pemuda 1928 dan Undang-Undang

Dasar 1945 memberikan dasar yang kuat dan resmi bagi pemakaian

bahasa Indonesia.

Melalui Undang-Undang 1945 bahasa Indonesia memiliki fungsi

politik bahasa nasional. Fungsi politik ini dapat digunakan sebagai

perencanaan serta pengembangan bahasa nasional, meliputi a) fungsi

dan kedudukan bahasa nasional dibandingkan dengan bahasa-bahasa

lain, b) penentuan ciri-ciri bahasa indonesia baku, c) tata cara pembakuan

dan pengembangan bahasa nasional, d) pengembangan pengajaran

bahasa nasional pada semua jenis dan tingkah lembaga pendidikan,

mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi.

Page 20: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[14]

Melalui fungsi politik di atas, bahasa Indonesia diharapkan menjadi

alat komunikasi antardaerah, antarbudaya, antargeografi dalam

kesatuan wilayah NKRI. Sifat multikulturalisme dengan derivasi

keberagaman menimbulkan perbedaan dalam penggunaan bahasa. Oleh

karena itu, sangat diperlukan pembakuan bahasa Indonesia yang

berfungsi sebagai alat pemersatu, berkarakteristik tertentu, berwibawa,

dan sebagai acuan bersama.

Fungsi pembakuan ini penting untuk mengawal pembakuan

bahasa Indonesia dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

modern yang secara tidak langsung memengaruhi perkembangan bahasa

Indonesia. Pertambahan kosakata baru muncul dari pengaruh bahasa

asing negara maju. Warga negara Indonesia diharapkan tidak bergantung

sepenuhnya pada bahasa-bahasa asing. Oleh karena itu, siapa lagi yang

akan menjaga bahasa Indonesia kalau bukan warga negara Indonesia

sendiri.

5. Ragam Bahasa

Keanekaragaman penduduk Indonesia dengan berbagai bahasa,

daerah, dan budaya menumbuhkan banyak varian pemakaian bahasa.

Varian bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai yang berasal dari

daerah tertentu/kelompok sosial/waktu kurun tertentu disebut dialek.

Berdasarkan pengertian dialek diatas, dialek dapat dibedakan

menjadi 4 (empat), yaitu a) dialek regional, ragam bahasa yang digunakan

di daerah tertentu sehingga membedakan dengan ragam bahasa yang

dipakai di daerah lain, misalnya bahasa Melayu dialek Ambon, dialek

Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan, b) dialek sosial, yaitu

dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang

menandai tingkat masyarakat tertentu, misalnya dialek wanita dan dialek

remaja, c) dialek temporal, yaitu dialek yang

Page 21: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[15]

digunakan pada kurun waktu tertentu, misalkan contohnya dialek

Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah, d) idiolek,

yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang.

Meskipun bahasa yang dipakai bahasa Indonesia, tentu tiap

individu memiliki dikotomi Ferdinand Saussure, yaitu kompetensi dan

performansi, yang berbeda. Kompetensi kebahasaan tiap individu

berbeda. Karena perbedaan kompetensi ini tiap individu tentu memiliki

performansi tata bahasa yang berbeda. Hal ini juga berlaku pada

pembentukan artikulator tiap indvidu yang memengaruhi pelafalan

dalam berbicara. Begitu juga dengan jumlah perbendaharaan kata tiap

individu yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan kata (diksi) baik

dalam menulis maupun berbicara.

Secara umum, ragam bahasa dapat dikotomikan menjadi dua,

yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan meliputi ragam

percakapan, ragam pidato, ragam kuliah, dan ragam panggung,

sedangkan ragam tulis meliputi ragam teknis, ragam undang-undang,

ragam catatan, dan ragam surat-menyurat.

Secara khusus, ragam bahasa lisan memiliki ragam ragam beku dan

ragam baku. Ragam beku digunakan dalam teks-teks yang bersifat

kesejarahan, misalnya teks Proklamasi, Piagam Jakarta, Sumpah Pemuda,

Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945. Tulisan-tulisan dalam teks

kesejarahan ini jika dikoreksi dengan kaidah bahasa yang berlaku

sekarang tentu banyak sekali kesalahan. Namun teks-teks tersebut tetap

dibenarkan karena sudah menjadi naskah sejarah sehingga disebut

ragam beku. Ragam baku digunakan dalam situasi resmi, misalnya dalam

naskah teks pidato kenegaraan, teks pidato pemerintahan pusat maupun

daerah, dialog antarpresiden, dll.

Ragam bahasa lisan dapat dipilah menjadi empat, yaitu ragam

beku baku/formal, ragam semiformal, dan ragam santai. Ragam beku

Page 22: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[16]

digunakan dalam khutbah Jum’at, naskah kesejarahan, dll. Ragam formal

digunakan dalam situasi formal, misalnya pidato kenegaraan, pidato

kepala pemerintahan, sambutan resmi, dll. Ragam semiformal digunakan

dalam situasi yang semiformal. Situasi ini misalkan dapat ditemukan

dalam pengajaran yang menuntut aksi-reaksi dosen/guru dengan

mahasiswa/siswa. Dalam situasi pengajaran seperti ini dosen/guru

kurang tepat jika menggunakan ragam bahasa baku. Ragam santai

merupakan ragam yang digunakan antarteman/saudara dalam situasi

yang santai, tidak dalam situasi yang formal.

6. Bahasa yang Baik dan Benar

Seringkali kita mendengar bahwa pemakaian bahasa Indonesia

harus baik dan benar. Definisi baik dan benar memiliki tekanan unsur

tertentu. Berikut ini akan dijelaskan bagaimana penggunaan bahasa yang

baik dan benar.

Misalnya seorang ibu rumah tangga hendak menawar tukang sayur

atau sopir taksi dengan memakai bahasa baku seperti berikut.

a) Bapak tukang sayur, berapa bapak menjual satu kilogram tomat

yang berwarna merah ini?

b) Apakah bapak sopir bersedia mengantar saya ke kabupaten?

Berapa ongkos yang harus saya bayar?

c) Pak, berapa satu kilogram tomat merah ini?

d) Ke kabupaten, berapa ongkosnya, Pak?

Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau

yang dianggap baku seperti kalimat (1) dan (2) disebut pemakaian bahasa

yang benar. Contoh kalimat (1) dan (2) merupakan pemakaian bahasa

yang baku, tetapi tidak baik dan tidak efektif dalam situasi

pemakaiannya.

Page 23: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[17]

Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan

penutur dan jenis pemakaian seperti kalimat (3) dan (4) disebut

pemakaian bahasa yang baik. Dengan situasi di atas, seorang ibu rumah

tangga dapat menggunakan alternatif pilihan bahasa yang lain seperti

kalimat (3) dan (4).

Anjuran berbahasa Indonesia tidak hanya terkait dengan

kebenaran (standar baku), namun juga terkait dengan kebaikan. Jadi,

gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik menurut situasi

pemakaian dan benar menurut kaidah bahasa. Artinya, pemakaian ragam

bahasa harus serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti

kaidah bahasa yang benar. Ungkapan anjuran di atas mengacu pada

ragam bahasa yang sekaligus memenuhi syarat baik dan benar.

Warga negara Indonesia harus sadar sepenuhnya sebagai pemilik

sah bahasa Indonesia. Setiap warga Negara hendaknya menggunakan

bahasanya dengan benar dan baik. Sanggup untuk tetap menjaga kaidah-

kaidah bahasanya sendiri. Warga negara Indonesia harus tetap setia

menggunakan bahasa Indonesia di saat besarnya interfensi bahasa asing,

terutama Inggris. Siapa lagi yang melestarikan bahasa Indonesia kalau

bukan warga negara Indonesia sendiri.

Page 24: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[18]

PEMAKAIAN HURUF DAN

PENULISAN KATA

1. Pemakaian Huruf

a. Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas

huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di kolom ketiga.

Huruf

Nama Kapital Kecil

A A A

B B be

C C ce

D D de

E E E

F F ef

G G ge

H H ha

I I I

J J je

K K ka

L L el

M M em

N N en

2

Page 25: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[19]

O O O

P P pe

Q Q ki

R R er

S S es

T T te

U U U

V V ve

W W we

X X eks

Y Y ye

Z Z Zet

Tabel 1.1 Huruf Abjad

b. Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri

atas huruf a, e, i, o, dan u.

Huruf

Vokal

Contoh Pemakaian dalam Kata

Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir

a api Padi lusa

e* enak Petak sore

emas Kena tipe

i Itu Simpan murni

o oleh Kota radio

u ulang Bumi ibu

Tabel 1.2 Huruf Vokal

Page 26: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[20]

Keterangan:

* Untuk keperluan pelafalan kata yang benar, tanda aksen (‘)

dapat digunakan jika ejaan kata menimbulkan keraguan.

Misalnya:

1) Anak-anak bermain di teras (téras).

2) Upacara itu dihadiri pejabat teras Bank Indonesia.

3) Kami menonton film seri (séri).

4) Pertandingan itu berakhir seri.

5) Di mana kécap itu dibuat?

6) Coba kecap dulu makanan itu.

c. Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia

terdiri atas huruf huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w,

x, y, dan z.

Huruf

Konsonan

Contoh Pemakaian dalam Kata

Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir

B bahasa Sebut adab

C cakap Kaca -

D dua Ada abad

F fakir Kafan maaf

G guna Tiga gudeg

H hari Saham tuah

J jalan Manja mikraj

K kami Paksa politik

- rakyat* bapak

L lekas Alas akal

M maka Kami diam

Page 27: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[21]

N nama Tanah daun

P pasang Apa siap

q** Quran Status quo Taufiq

R raih Bara putar

S sampai Asli tangkas

T tali Mata rapat

V varia Lava -

W wanita Hawa -

x** xerox - sinar-x

Y yakin Paying -

Z zeni Lazim Juz

Tabel 1.3 Huruf Konsonan

Keterangan:

* Huruf k melambangkan bunyi hamzah.

** Huruf q dan x khusus dipakai untuk nama diri (seperti Taufiq

dan Xerox) dan keperluan ilmu (seperti status quo dan sinar

x).

d. Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan

dengan ai, au, dan oi.

Huruf

Diftong

Contoh Pemakaian dalam Kata

Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir

Ai ain malaikat pandai

Au aula saudara harimau

Oi - boikot amboi

Tabel 1.4 Huruf Diftong

Page 28: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[22]

e. Gabungan Huruf Konsonan

Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy masing masing

melambangkan satu bunyi konsonan.

Gabungan

Huruf

Konsonan

Contoh Pemakaian dalam Kata

Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir

Kh Khusus Akhir Tarikh

Ng Ngilu Bangun Senang

Ny Nyata Banyak -

Sy Syarat Isyarat Arasy

Tabel 1.5 Gabungan Huruf Konsonan

Catatan:

Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain ditulis sesuai

dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kecuali jika

ada pertimbangan khusus.

f. Huruf Kapital

1) Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama

kata pada awal kalimat.

Misalnya:

a) Dia membaca buku.

b) Apa maksudnya?

c) Kita harus bekerja keras.

d) Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.

2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan

langsung.

Page 29: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[23]

Misalnya:

a) Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"

b) Orang itu menasihati anaknya, "Berhati-hatilah, Nak!"

c) "Kemarin engkau terlambat," katanya.

d) "Besok pagi," kata Ibu, "dia akan berangkat."

3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kata dan

ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan

Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan.

Misalnya:

Islam Quran

Kristen Alkitab

Hindu Weda

Allah

Yang Mahakuasa

Yang Maha Pengasih

Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.

Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau

beri rahmat.

4) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar

kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti

nama orang.

Misalnya:

(1) Mahaputra Yamin

(2) Sultan Hasanuddin

(3) Haji Agus Salim

(4) Imam Syafii

(5) Nabi Ibrahim

Page 30: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[24]

b) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama

gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak

diikuti nama orang.

Misalnya:

(1) Dia baru saja diangkat menjadi sultan.

(2) Pada tahun ini dia pergi naik haji.

(3) Ilmunya belum seberapa, tetapi lagaknya sudah

seperti kiai.

5) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama

jabatan yang diikuti nama orang, nama instansi, atau

nama tempat yang digunakan sebagai pengganti nama

orang tertentu.

Misalnya:

(1) Wakil Presiden Adam Malik

(2) Perdana Menteri Nehru

(3) Profesor Supomo

(4) Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara

(5) Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian

(6) Gubernur Jawa Tengah

b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama

jabatan atau nama instansi yang merujuk kepada bentuk

lengkapnya.

Misalnya:

(1) Sidang itu dipimpin oleh Presiden Republik

Indonesia.

(2) Sidang itu dipimpin presiden.

Page 31: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[25]

(3) Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen

Pendidikan Nasional.

c) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama

jabatan dan pangkat yang tidak merujuk kepada nama

orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu.

Misalnya:

(1) Berapa orang camat yang hadir dalam rapat itu?

(2) Devisi itu dipimpin oleh seorang mayor jenderal.

(3) Di setiap departemen terdapat seorang inspektur

jenderal.

6) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur

nama orang.

Misalnya:

(1) Amir Hamzah

(2) Dewi Sartika

(3) Wage Rudolf Supratman

(4) Halim Perdanakusumah

(5) Ampere

Catatan:

(1) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama

seperti pada de, van, dan der (dalam nama Belanda),

von (dalam nama Jerman), atau de (dalam nama

Portugal).

Misalnya:

a) J.J de Hollander

b) J.P. van Bruggen

Page 32: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[26]

c) H. van der Giessen

d) Otto von Bismarck

e) Vasco da Gama

(2) Dalam nama orang tertentu, huruf kapital tidak

dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata bin

atau binti.

Misalnya:

(a) Abdul Rahman bin Zaini

(b) Ibrahim bin Adham

(c) Siti Fatimah binti Salim

(d) Zaitun binti Zainal

b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama singkatan

nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau

satuan ukuran.

Misalnya:

(1) pascal second Pas

(2) J/K atau JK-1 joule per Kelvin

(3) N Newton

c) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama

orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan

ukuran.

Misalnya:

(1) mesin diesel

(2) 10 volt

(3) 5 ampere

Page 33: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[27]

7) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama

bangsa, suku bangsa, dan bahasa.

Misalnya:

(1) bangsa Eskimo

(2) suku Sunda

(3) bahasa Indonesia

b) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama

bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk

dasar kata turunan.

Misalnya:

(1) pengindonesiaan kata asing

(2) keinggris-inggrisan

(3) kejawa-jawaan

8) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun,

bulan, hari, dan hari raya.

Misalnya:

tahun Hijriah tarikh Masehi

bulan Agustus bulan Maulid

hari Jumat hari Galungan

hari Lebaran hari Natal

b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur

nama peristiwa sejarah.

Misalnya:

(1) Perang Candu

(2) Perang Dunia I

(3) Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Page 34: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[28]

c) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama

peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama.

Misalnya:

(1) Soekarno dan Hatta memproklamasikan

kemerdekaan bangsa Indonesia.

(2) Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya

perang dunia.

9) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur

nama diri geografi.

Misalnya:

Banyuwangi Asia Tenggara

Cirebon Amerika Serikat

Eropa Jawa Barat

b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur

nama geografi yang diikuti nama diri geografi.

Misalnya:

Bukit Barisan Danau Toba

Dataran Tinggi Dieng Gunung Semeru

Jalan Diponegoro Jazirah Arab

Ngarai Sianok Lembah Baliem

Selat Lombok Pegunungan Jayawijaya

Sungai Musi Tanjung Harapan

Teluk Benggala Terusan Suez

c) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama diri

atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya

menggambarkan kekhasan budaya.

Page 35: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[29]

Misalnya:

ukiran Jepara pempek Palembang

tari Melayu sarung Mandar

asinan Bogor sate Mak Ajad

d) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur

geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi.

Misalnya:

berlayar ke teluk mandi di sungai

menyeberangi selat berenang di danau

e) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama

diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis.

Misalnya:

(1) nangka belanda

(2) kunci inggris

(3) petai cina

(4) pisang ambon

10) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua

unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga

ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi,

kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk.

Misalnya:

(1) Republik Indonesia

(2) Departemen Keuangan

(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat

(4) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57

Tahun 1972

Page 36: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[30]

(5) Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak

b) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata

yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga

ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi.

Misalnya:

(1) beberapa badan hukum

(2) kerja sama antara pemerintah dan rakyat

(3) menjadi sebuah republik

(4) menurut undang-undang yang berlaku

Catatan:

Jika yang dimaksudkan ialah nama resmi negara,

lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan

dokumen resmi pemerintah dari negara tertentu,

misalnya Indonesia, huruf awal kata itu ditulis dengan

huruf kapital.

Misalnya:

(1) Pemberian gaji bulan ke 13 sudah disetujui

Pemerintah.

(2) Tahun ini Departemen sedang menelaah masalah

itu.

(3) Surat itu telah ditandatangani oleh Direktur.

11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur

bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga

resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan

judul karangan.

Misalnya:

Page 37: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[31]

a) Perserikatan Bangsa-Bangsa

b) Rancangan Undang-Undang Kepegawaian

c) Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial

d) Dasar-Dasar Ilmu Pemerintahan

12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata

(termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul

buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas

seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak

pada posisi awal.

Misalnya:

a) Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain

ke Roma.

b) Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.

c) Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.

d) Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".

13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan

nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan

nama diri.

Misalnya:

Dr. doktor

S.E. sarjana ekonomi

S.H. sarjana hukum

S.S. sarjana sastra

S.Kp. sarjana keperawatan

M.A. master of arts

M.Hum. magister humaniora

Prof. profesor

Page 38: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[32]

K.H. kiai haji

Tn. tuan

Ny. nyonya

Sdr. Saudara

Catatan:

Gelar akademik dan sebutan lulusan perguruan tinggi,

termasuk-singkatannya, diatur secara khusus dalam

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 036/U/1993.

14) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata

penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu,

saudara, kakak, adik, dan paman, yang digunakan

dalam penyapaan atau pengacuan.

Misalnya:

(1) Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"

(2) Besok Paman akan datang.

(3) Surat Saudara sudah saya terima.

(4) "Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto.

(5) "Silakan duduk, Dik!" kata orang itu.

b) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata

penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak digunakan

dalam pengacuan atau penyapaan.

Misalnya:

(1) Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.

(2) Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

Page 39: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[33]

(3) Dia tidak mempunyai saudara yang tinggal di

Jakarta.

15) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata Anda yang

digunakan dalam penyapaan.

Misalnya:

Sudahkah Anda tahu?

Siapa nama Anda?

Surat Anda telah kami terima dengan baik.

16) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata,

seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului

oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang

berkaitan dengan pernyataan lengkap itu.

g. Huruf Miring

1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama

buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.

Misalnya:

a) Saya belum pernah membaca buku Negarakertagama

karangan Prapanca.

b) Majalah Bahasa dan Sastra diterbitkan oleh Pusat

Bahasa.

c) Berita itu muncul dalam surat kabar Suara Merdeka.

Catatan:

Page 40: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[34]

Judul skripsi, tesis, atau disertasi yang belum diterbitkan dan

dirujuk dalam tulisan tidak ditulis dengan huruf miring, tetapi

diapit dengan tanda petik.

2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau

mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok

kata.

Misalnya:

a) Huruf pertama kata abad adalah a.

b) Dia bukan menipu, melainkan ditipu.

c) Bab ini tidak membicarakan pemakaian huruf kapital.

d) Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan

berlepas tangan.

3) a) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan

kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia.

Misalnya:

(1) Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia

mangostana.

(2) Orang tua harus bersikap tut wuri handayani

terhadap anak.

(3) Politik devide et impera pernah merajalela di negeri

ini.

(4) Weltanschauung dipadankan dengan 'pandangan

dunia'.

b) Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa

Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata

Indonesia.

Page 41: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[35]

Misalnya:

(1) Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.

(2) Korps diplomatik memperoleh perlakuan khusus.

Catatan:

Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang

akan dicetak miring digarisbawahi.

h. Huruf Tebal

1) Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul

buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar

lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.

Misalnya:

Judul : HABIS GELAP TERBITLAH TERANG

Bab : BAB I PENDAHULUAN

Bagian bab : 1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Tujuan

Daftar, indeks, dan lampiran :

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMBANG

DAFTAR PUSTAKA

INDEKS

LAMPIRAN

2) Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan

atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau

kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf miring.

Misalnya:

Page 42: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[36]

a) Akhiran –i tidak dipenggal pada ujung baris.

b) Saya tidak mengambil bukumu.

c) Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.

Seharusnya ditulis dengan huruf miring:

a) Akhiran –i tidak dipenggal pada ujung baris.

b) Saya tidak mengambil bukumu.

c) Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.

3) Huruf tebal dalam cetakan kamus dipakai untuk menuliskan

lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan

yang menyatakan polisemi.

Misalnya:

kalah v 1 tidak menang ...; 2 kehilangan atau merugi ...;

3 tidak lulus ...; 4 tidak menyamai mengalah v mengaku

kalah

mengalahkan v 1 menjadikan kalah ...; 2 menaklukkan ...;

3 menganggap kalah ... terkalahkan v dapat dikalahkan

...

Catatan:

Dalam tulisan tangan atau ketikan manual, huruf atau

kata yang akan dicetak dengan huruf tebal diberi garis

bawah ganda.

2. Penulisan Kata

a. Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.

Misalnya:

Page 43: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[37]

1) Buku itu sangat menarik.

2) Ibu sangat mengharapkan keberhasilanmu.

3) Kantor pajak penuh sesak.

4) Dia bertemu dengan kawannya di kantor pos.

b. Kata Turunan

1) a) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai

dengan bentuk dasarnya.

Misalnya:

(1) berjalan

(2) dipermainkan

(3) gemetar

(4) kemauan

(5) lukisan

(6) menengok

(7) petani

b) Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung jika

ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar

yang bukan bahasa Indonesia.

Misalnya:

(1) mem-PHK-kan

(2) di-PTUN-kan

(3) di-upgrade

(4) me-recall

2) Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau

akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung

mengikuti atau mendahuluinya.

Misalnya:

Page 44: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[38]

a) bertepuk tangan

b) garis bawahi

c) menganak sungai

d) sebar luaskan

3) Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat

awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis

serangkai.

Misalnya:

a) dilipatgandakan

b) menggarisbawahi

c) menyebarluaskan

d) penghancurleburan

e) pertanggungjawaban

4) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam

kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.

Misalnya:

adipati dwiwarna paripurna

aerodinamika ekawarna poligami

antarkota ekstrakurikuler pramuniaga

antibiotik infrastruktur prasangka

anumerta inkonvensional purnawirawan

audiogram kosponsor saptakrida

awahama mahasiswa semiprofesional

bikarbonat mancanegara subseksi

biokimia monoteisme swadaya

caturtunggal multilateral telepon

dasawarsa narapidana transmigrasi

Page 45: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[39]

dekameter nonkolaborasi tritunggal

demoralisasi pascasarjana ultramodern

Catatan:

a) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya

huruf kapital, tanda hubung (-) digunakan di antara

kedua unsur itu.

Misalnya:

non-Indonesia

pan-Afrikanisme

pro-Barat

b) Jika kata maha sebagai unsur gabungan merujuk kepada

Tuhan yang diikuti oleh kata berimbuhan, gabungan itu

ditulis terpisah dan unsur unsurnya dimulai dengan huruf

kapital.

Misalnya:

Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengampun.

c) Jika kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk kepada

Tuhan dan diikuti oleh kata dasar, kecuali kata esa,

gabungan itu ditulis serangkai.

Misalnya:

Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita.

d) Bentuk bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke

dalam bahasa Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti,

dapat digunakan sebagai bentuk dasar.

Misalnya:

Page 46: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[40]

Sikap masyarakat yang pro lebih banyak daripada

yang kontra. Mereka memperlihatkan sikap anti

terhadap kejahatan.

e) Kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan

ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang

mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh

bentuk berimbuhan.

Misalnya:

(1) taklaik terbang

(2) taktembus cahaya

(3) tak bersuara

(4) tak terpisahkan

c. Bentuk Ulang

1) Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di

antara unsur-unsurnya.

Misalnya:

anak-anak mata-mata

berjalan-jalan menulis-nulis

biri-biri mondar-mandir

buku-buku ramah-tamah

hati-hati sayur-mayur

kuda-kuda serba-serbi

kupu-kupu terus-menerus

Catatan:

a) Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang

unsur pertama saja.

Misalnya:

Page 47: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[41]

surat kabar → surat-surat kabar

kapal barang → kapal-kapal barang

rak buku → rak-rak buku

b) Bentuk ulang gabungan kata yang unsur keduanya

adjektiva ditulis dengan mengulang unsur pertama atau

unsur keduanya dengan makna yang berbeda.

Misalnya:

orang besar → orang-orang besar

orang besar-besar

gedung tinggi → gedung-gedung tinggi gedung tinggi-tinggi

2) Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan bentuk ulang.

Misalnya:

a) kekanak-kanakan

b) perundang-undangan

c) melambai-lambaikan

d) dibesar-besarkan

e) memata-matai

Catatan:

Angka 2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk ulang

untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan

rapat atau kuliah.

Misalnya:

a) Kami mengundang orang² yang berminat saja.

b) Mereka me-lihat² pameran.

Page 48: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[42]

c) Yang ditampilkan dalam pameran itu adalah buku²

terbitan Jakarta. Bajunya ke-merah²-an

d. Gabungan Kata

1) Unsur-unsur gabungan kata yang lazim disebut kata

majemuk ditulis terpisah.

Misalnya:

duta besar model linear

kambing hitam orang tua

simpang empat persegi panjang

mata pelajaran rumah sakit umum

meja tulis kereta api cepat luar biasa

2) Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahan

pengertian dapat ditulis dengan menambahkan tanda

hubung di antara unsur-unsurnya untuk menegaskan

pertalian unsur yang bersangkutan.

Misalnya:

anak-istri Ali anak istri-Ali

ibu-bapak kami ibu bapak-kami

buku-sejarah baru buku sejarah-baru

3) Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis

serangkai.

Misalnya:

Acapkali darmasiswa puspawarna

Adakalanya darmawisata radioaktif

Akhirulkalam dukacita saptamarga

Alhamdulillah halalbihalal saputangan

Page 49: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[43]

Apalagi hulubalang saripati

Astagfirullah kacamata sebagaimana

Bagaimana kasatmata sediakala

Barangkali kepada segitiga

Beasiswa kilometer sekalipun

Belasungkawa manakala sukacita

Bilamana manasuka sukarela

Bismillah matahari sukaria

Bumiputra padahal syahbandar

Daripada peribahasa waralaba

Darmabakti perilaku wiraswata

e. Suku Kata

1) Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai

berikut.

a) Jika di tengah kata ada huruf vokal yang berurutan,

pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal

itu.

Misalnya:

(1) bu-ah

(2) ma-in

(3) ni-at

(4) sa-at

b) Huruf diftong ai, au, dan oi tidak dipenggal.

Misalnya:

(1) pan-dai

(2) au-la

(3) sau-da-ra

Page 50: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[44]

(4) am-boi

c) Jika di tengah kata dasar ada huruf konsonan (termasuk

gabungan huruf konsonan) di antara dua buah huruf

vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf

konsonan itu.

Misalnya:

(1) ba-pak

(2) la-wan

(3) de-ngan

(4) ke-nyang

(5) mu-ta-khir

(6) mu-sya-wa-rah

d) Jika di tengah kata dasar ada dua huruf konsonan yang

berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua

huruf konsonan itu.

Misalnya:

(1) Ap-ril

(2) cap-lok

(3) makh-luk

(4) man-di

(5) sang-gup

(6) som-bong

(7) swas-ta

e) Jika di tengah kata dasar ada tiga huruf konsonan atau

lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi,

Page 51: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[45]

pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan

yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.

Misalnya:

(1) ul-tra

(2) in-fra

(3) ben-trok

(4) in-stru-men

Catatan:

(1) Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu

bunyi tidak dipenggal.

Misalnya:

(a) bang-krut

(b) bang-sa

(c) ba-nyak

(d) ikh-las

(e) kong-res

(f) makh-luk

(g) masy-hur

(h) sang-gup

(2) Pemenggalan kata tidak boleh menyebabkan

munculnya satu huruf (vokal) di awal atau akhir

baris.

Misalnya:

(a) Itu → i-tu

(b) Setia → se-ti-a

Page 52: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[46]

2) Pemenggalan kata dengan awalan, akhiran, atau partikel

dilakukan di antara bentuk dasar dan imbuhan atau partikel

itu.

Misalnya:

a) ber-jalan

b) mem-bantu

c) di-ambil

d) ter-bawa

e) per-buat

f) makan-an

g) letak-kan

h) me-rasa-kan

i) pergi-lah

j) apa-kah

k) per-buat-an

l) ke-kuat-an

Catatan:

a) Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya

mengalami perubahan dilakukan seperti pada kata

dasar.

Misalnya:

(1) me-nu-tup

(2) me-ma-kai

(3) me-nya-pu

(4) me-nge-cat

(5) pe-no-long

(6) pe-mi-kir

(7) pe-nga-rang

Page 53: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[47]

(8) pe-nye-but

(9) pe-nge-tik

b) Akhiran -i tidak dipisahkan pada pergantian baris.

c) Pemenggalan kata bersisipan dilakukan seperti pada

kata dasar.

Misalnya:

(1) ge-lem-bung

(2) ge-mu-ruh

(3) ge-ri-gi

(4) si-nam-bung

(5) te-lun-juk

d) Pemenggalan tidak dilakukan pada suku kata yang terdiri

atas satu vokal.

Misalnya:

(1) Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah

disampaikan ....

(2) Walaupun cuma cuma, mereka tidak mau ambil

makanan itu.

3) Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah

satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur lain,

pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur itu. Tiap-

tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar.

Misalnya:

bio-grafi bi-o-gra-fi

bio-data bi-o-da-ta

foto-grafi fo-to-gra-fi

Page 54: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[48]

foto-kopi fo-to-ko-pi

intro-speksi in-tro-spek-si

intro-jeksi in-tro-jek-si

kilo-gram ki-lo-gram

kilo-meter ki-lo-me-ter

pasca-panen pas-ca-pa-nen

pasca-sarjana pas-ca-sar-ja-na

4) Nama orang, badan hukum, atau nama diri lain yang terdiri

atas dua unsur atau lebih dipenggal pada akhir baris di antara

unsur-unsurnya (tanpa tanda pisah). Unsur nama yang

berupa singkatan tidak dipisahkan.

f. Kata Depan

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang

mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim

dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.

Misalnya:

1) Bermalam sajalah di sini.

2) Di mana dia sekarang?

3) Kain itu disimpan di dalam lemari.

4) Kawan-kawan bekerja di dalam gedung.

5) Dia berjalan-jalan di luar gedung.

6) Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.

7) Mari kita berangkat ke kantor.

8) Saya pergi ke sana kemari mencarinya.

9) Ia datang dari Surabaya kemarin.

10) Saya tidak tahu dari mana dia berasal.

11) Cincin itu terbuat dari emas.

Page 55: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[49]

Catatan:

Kata-kata yang dicetak miring di dalam kalimat seperti di

bawah ini ditulis serangkai.

Misalnya:

1) Kami percaya sepenuhnya kepadanya.

2) Dia lebih tua daripada saya.

3) Dia masuk, lalu keluar lagi.

4) Bawa kemari gambar itu.

5) Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.

g. Partikel

1) Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang

mendahuluinya.

Misalnya:

a) Bacalah buku itu baik-baik!

b) Apakah yang tersirat dalam surat itu?

c) Siapakah gerangan dia?

d) Apakah gunanya bersedih hati?

2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.

Misalnya:

a) Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah

datang ke- rumahku.

b) Jika Ayah membaca di teras, Adik pun membaca di

tempat itu.

Page 56: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[50]

Catatan:

Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu

ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya:

a) Adapun sebab sebabnya belum diketahui.

b) Bagaimanapun juga, tugas itu akan diselesaikannya.

c) Baik laki laki maupun perempuan ikut berdemonstrasi.

d) Sekalipun belum selesai, hasil pekerjaannya dapat

dijadikan pegangan.

e) Walaupun sederhana, rumah itu tampak asri.

3) Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis

terpisah dari kata yang mengikutinya.

Misalnya:

a) Mereka masuk ke dalam ruang satu per satu.

b) Harga kain itu Rp50.000,00 per helai.

c) Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.

Catatan:

Partikel per dalam bilangan pecahan yang ditulis dengan

huruf dituliskan serangkai dengan kata yang

mengikutinya.

h. Singkatan dan Akronim

1) Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf

atau lebih.

Page 57: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[51]

a) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau

pangkat diikuti dengan tanda titik di belakang tiap- tiap

singkatan itu.

Misalnya:

A.H. Nasution Abdul Haris Nasution

H. Hamid Haji Hamid

Suman Hs. Suman Hasibuan

W.R. Supratman Wage Rudolf Supratman

M.Hum. magister humaniora

M.Si. magister sains

S.E. sarjana ekonomi

S.Sos sarjana sosial

S.Kom sarjana ilmu komputer

S.Ikom sarjana komunikasi

Bpk. bapak

Sdr. saudara

Kol. kolonel

b) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan

ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama

dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal

kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan

tanda titik.

Misalnya:

DPR Dewan Perwakilan Rakyat

PBB Perserikatan Bangsa Bangsa

WHO World Health Organization

PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia

PT perseroan terbatas

Page 58: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[52]

SD sekolah dasar

KTP kartu tanda penduduk

c) (1) Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti

dengan tanda titik.

Misalnya:

jml. jumlah

kpd. kepada

tgl. tanggal

hlm. Halaman

yg. yang

dl. dalam

No. nomor

(2) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf

diakhiri dengan tanda titik.

Misalnya:

dll. dan lain lain

dsb. dan sebagainya

dst. dan seterusnya

sda. sama dengan atas

ybs. yang bersangkutan

Yth. Yang terhormat

Catatan:

Singkatan itu dapat digunakan untuk keperluan

khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat dan

kuliah.

Page 59: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[53]

d) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf

(lazim digunakan dalam surat-menyurat) masing-masing

diikuti oleh tanda titik.

Misalnya:

a.n. atas nama

d.a. dengan alamat

u.b. untuk beliau

u.p. untuk perhatian

e) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran,

timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda dengan

titik.

Misalnya:

Cu kuprum

Cm sentimeter

Kg kilogram

kVA kilovolt ampere

l liter

Rp rupiah

TNT trinitrotoluene

2) Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang

diperlakukan sebagai sebuah kata.

a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal

unsur-unsur nama diri ditulisseluruhnya dengan huruf

kapital tanpa tanda titik.

Misalnya:

LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

LAN Lembaga Administrasi Negara

Page 60: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[54]

PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia

SIM surat izin mengemudi

b) Akronim nama diri yang berupa singkatan dari

beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital.

Misalnya:

Bulog Badan Urusan Logistik

Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia

Kowani Kongres Wanita Indonesia

c) Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari

dua kata atau lebih ditulis dengan huruf kecil.

Misalnya:

pemilu pemilihan umum

rapim rapat pimpinan

rudal peluru kendali

tilang bukti pelanggaran

radar radio detecting and ranging

Catatan:

Jika pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya

diperhatikan syarat-syarat berikut.

(1) Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah

suku kata yang lazim pada kata lebih dari tiga suku

kata).

(2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian

kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan

pola kata bahasa Indonesia yang lazim agar mudah

diucapkan dan diingat.

Page 61: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[55]

i. Angka dan Bilangan

Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka

dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam

tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.

Angka Arab : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9

Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C

(100), D (500), M (1.000), V (5.000), M

(1.000.000)

1) Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau

dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai

secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan.

Misalnya:

a) Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.

b) Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.

c) Di antara 72 anggota yang hadir 52 orang setuju, 15

orang tidak setuju, dan 5 orang tidak memberikan suara.

d) Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri

atas 50 bus, 100 minibus, dan 250 sedan.

2) Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih

dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang

tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal

kalimat.

Misalnya:

a) Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.

b) Panitia mengundang 250 orang peserta.

Bukan:

Page 62: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[56]

250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.

3) Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja

sebagian supaya lebih mudah dibaca.

Misalnya:

a) Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar

rupiah.

b) Dia mendapatkan bantuan Rp250 juta rupiah untuk-

mengembangkan usahanya.

c) Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan

biaya Rp10 triliun.

4) Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang,

berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d)

jumlah.

Misalnya:

0,5 sentimeter tahun 1928

5 kilogram 17 Agustus 1945

4 meter persegi 1 jam 20 menit

10 liter pukul 15.00

Rp5.000,00 10 persen

US$3,50* 27 orang

£5,10*

¥100

2.000 rupiah

Catatan:

Page 63: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[57]

a) Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*)

merupakan tanda desimal.

b) Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥

tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada spasi

antara lambang itu dan angka yang mengikutinya,

kecuali di dalam tabel.

5) Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah,

apartemen, atau kamar.

Misalnya:

a) Jalan Tanah Abang I No. 15

b) Jalan Wijaya No. 14

c) Apartemen No. 5

d) Hotel Mahameru, Kamar 169

6) Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau

ayat kitab suci.

Misalnya:

a) Bab X, Pasal 5, halaman 252

b) Surah Yasin: 9

c) Markus 2: 3

7) Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.

a) Bilangan utuh

Misalnya:

dua belas (12)

tiga puluh (30)

lima ribu (5000)

b) Bilangan pecahan

Page 64: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[58]

Misalnya:

Setengah (1/2)

seperenam belas (1/16)

tiga perempat (3/4)

dua persepuluh (0,2) atau (2/10)

tiga dua pertiga (3 2/3)

satu persen (1%)

satu permil (1‰)

Catatan:

(1) Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik,

spasi digunakan di antara bilangan utuh dan bilangan

pecahan.

(2) Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan

lambang bilangan dengan huruf yang dapat

menimbulkan salah pengertian.

Misalnya:

20 2/3 (dua puluh dua-pertiga) 22/30 (dua-puluh-dua pertiga puluh)

20 15/17 (dua puluh lima-belas pertujuh belas)

150 2/3 (seratus lima puluh dua-pertiga) 152/3 (seratus-lima-puluh-dua pertiga)

8) Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara

berikut.

Misalnya:

a) pada awal abad XX (angka Romawi kapital)

Page 65: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[59]

dalam kehidupan pada abad ke-20 ini (huruf dan

angka Arab)

pada awal abad kedua puluh (huruf)

b) kantor di tingkat II gedung itu (angka Romawi)

di tingkat ke-2 gedung itu (huruf dan angka Arab)

di tingkat kedua gedung itu (huruf)

9) Penulisan bilangan yang mendapat akhiran an mengikuti

cara berikut.

Misalnya:

lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)

tahun 1950-an (tahun seribu sembilan ratus

lima puluhan)

uang 5.000-an (uang lima-ribuan)

10) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus

dalam teks (kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta

dan kuitansi).

Misalnya:

a) Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.

b) Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.

c) Rumah itu dijual dengan harga Rp125.000.000,00.

11) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,

penulisannya harus tepat.

Misalnya:

a) Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50

(sembilan ratus ribu lima ratus rupiah lima puluh sen).

Page 66: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[60]

b) Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima

juta rupiah) ke atas harus dilampirkan pada laporan

pertanggungjawaban.

c) Dia membeli uang dolar Amerika Serikat sebanyak

$5,000.00 (lima ribu dolar).

Catatan:

a) Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan

jumlah.

b) Angka Romawi digunakan untuk menyatakan

penomoran bab (dalam terbitan atau produk perundang-

undangan) dan nomor jalan.

c) Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran

halaman sebelum Bab I dalam naskah dan buku.

j. Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya

Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang

mengikutinya; -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata

yang mendahuluinya.

Misalnya:

1) Buku ini boleh kaubaca.

2) Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.

3) Rumahnya sedang diperbaiki.

Catatan:

Kata kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan

tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa

singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital.

Page 67: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[61]

Misalnya:

KTP-mu

SIM-nya

STNK-ku

k. Kata si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

Misalnya:

1) Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.

2) Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli.

3) Ibu itu membelikan sang suami sebuah laptop.

4) Siti mematuhi nasihat sang kakak.

Catatan:

Huruf awal si dan sang ditulis dengan huruf kapital jika kata-

kata itu diperlakukan sebagai unsur nama diri.

Misalnya:

1) Harimau itu marah sekali kepada Sang Kancil.

2) Dalam cerita itu Si Buta dari Goa Hantu berkelahi dengan

musuhnya.

Page 68: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[62]

PEMAKAIAN TANDA BACA

1. Tanda Titik (.)

a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya:

1) Ayahku tinggal di Solo.

2) Biarlah mereka duduk di sana.

3) Dia menanyakan siapa yang akan datang.

Catatan:

Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur akhirnya sudah bertanda titik. (Lihat juga Bab III, Huruf I.)

Misalnya:

1) Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.

2) Dia memerlukan meja, kursi, dsb.

3) Dia mengatakan, "kaki saya sakit."

b. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu

bagan, ikhtisar, atau daftar.

Misalnya: 1) III. Departemen Pendidikan Nasional

A. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi B. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 1. Direaktorat Pendidikan Anak Usia Dini 2. ...

3

Page 69: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[63]

2) 1. Patokan Umum

1.1 Isi Karangan 1.2 Ilustrasi 1.2.1 Gambar Tangan 1.2.2 Tabel 1.2.3 Grafik 2. Patokan Khusus 2.1 … 2.2 ...

Catatan:

Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.

c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya:

pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)

Catatan: Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah satu cara berikut. 1) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 12

dapat dilengkapi dengan keterangan pagi, siang, sore, atau malam. Misalnya:

pukul 9.00 pagi pukul 11.00 siang pukul 5.00 sore pukul 8.00 malam

Page 70: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[64]

2) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24

tidak memerlukan keterangan pagi, siang, atau malam. Misalnya:

pukul 00.45 pukul 07.30 pukul 11.00 pukul 17.00 pukul 22.00

d. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan

detik yang menunjukkan jangka waktu.

Misalnya: 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik) 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik) 0.0.30 jam (30 detik)

e. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis,

judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit. Misalnya:

Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.

Catatan: Urutan informasi mengenai daftar pustaka tergantung pada lembaga yang bersangkutan.

f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau

kelipatannya yang menunjukkan jumlah. Misalnya:

1) Desa itu berpenduduk 24.200 orang.

Page 71: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[65]

2) Siswa yang lulus masuk perguruan tinggi negeri

12.000 orang.

3) Penduduk Jakarta lebih dari 11.000.000 orang.

Catatan: 1) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan

atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya:

1) Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.

2) Lihat halaman 2345 dan seterusnya.

3) Nomor gironya 5645678.

2) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan

kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya:

1) Acara Kunjungan Menteri Pendidikan Nasional

2) Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)

3) Salah Asuhan

3) Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat

penerima surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal surat. Misalnya:

Yth. Kepala Kantor Penempatan Tenaga Jalan Cikini 71 Jakarta

Yth. Sdr. Moh. Hasan Jalan Arif Rahmad 43 Palembang

Page 72: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[66]

Adinda Jalan Diponegoro 82 Jakarta

21 April 2008

4) Pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal

dilakukan sebagai berikut. Rp200.250,75 $ 50,000.50 8.750 m 8,750 m

g. Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan (Lihat Bab II, Huruf

H.)

2. Tanda Koma (,) a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu

perincian atau pembilangan. Misalnya:

1) Saya membeli kertas, pena, dan tinta.

2) Surat biasa, surat kilat, ataupun surat kilat khusus

memerlukan prangko.

3) Satu, dua, ... tiga!

b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang

satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali. Misalnya:

1) Saya akan membeli buku-buku puisi, tetapi kau yang

memilihnya.

2) Ini bukan buku saya, melainkan buku ayah saya.

3) Dia senang membaca cerita pendek, sedangkan

adiknya suka membaca puisi

Page 73: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[67]

4) Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di

luar kota.

c. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya:

1) Kalau ada undangan, saya akan datang.

2) Karena tidak congkak, dia mempunyai banyak teman.

3) Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak

membaca buku.

Catatan: Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: 1) Saya akan datang kalau ada undangan.

2) Dia mempunyai banyak teman karena tidak congkak.

3) Kita harus membaca banyak buku agar memiliki

wawasan yang luas.

d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan

penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu. Misalnya:

1) Anak itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia

memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.

2) Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi,

wajar kalau dia menjadi bintang pelajar

Page 74: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[68]

3) Meskipun begitu, dia tidak pernah berlaku sombong

kepada siapapun.

Catatan: Ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak dipakai pada awal paragraf.

e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh,dan kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya:

O, begitu? Wah, bukan main! Hati-hati, ya, jalannya licin. Mas, kapan pulang? Mengapa kamu diam, Dik? Kue ini enak, Bu.

f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab III, Huruf J dan K.) Misalnya:

Kata Ibu, "Saya gembira sekali." "Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena lulus ujian."

g. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung

dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya:

"Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.

Page 75: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[69]

"Masuk ke kelas sekarang!" perintahnya.

h. Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-

bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya:

Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta Surabaya, 10 Mei 1960 Tokyo, Jepang.

i. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang

dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:

Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.

Halim, Amran (Ed.) 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.

Junus, H. Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Alquran.

Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

j. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki

atau catatan akhir. Misalnya:

Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.

Hilman, Hadikusuma, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia (Bandung: Alumni, 1977), hlm. 12.

Page 76: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[70]

Poerwadarminta, W.J.S. Bahasa Indonesia untuk Karang-

mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.

k. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik

yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya:

B. Ratulangi, S.E. Ny. Khadijah, M.A. Bambang Irawan, S.H. Siti Aminah, S.E., M.M.

Catatan:

Bandingkan Siti Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A. (Siti Khadijah Mas Agung).

l. Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara

rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya:

12,5 m 27,3 kg Rp500,50 Rp750,00

Catatan:

Bandingkan dengan penggunaan tanda titik yang dimulai dengan angka decimal atau di antara dolar dan sen.

m. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan

yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab III, Huruf F.) Misalnya:

Page 77: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[71]

1) Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.

2) Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-

laki yang makan sirih.

3) Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan,

mengikuti latihan paduan suara.

Catatan:

Bandingkan dengan keterangan pewatas yang pemakaiannya tidak diapit dengan tanda koma. Misalnya: Semua siswa yang lulus ujian akan mendapat ijazah.

n. Tanda koma dapat dipakai─untuk menghindari salah baca/salah

pengertian─di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya:

1) Dalam pengembangan bahasa, kita dapat

memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan nusantara

ini.

2) Atas perhatian Saudara, kami ucapan terima kasih.

Bandingkan dengan:

1) Kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan

nusantara ini dalam pengembangan kosakata.

2) Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Saudara.

3. Tanda Titik Koma (;)

a. Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk setara. Misalnya:

Page 78: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[72]

1) Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku-

buku yang baru dibeli ayahnya.

2) Ayah mengurus tanaman di kebun; Ibu menulis

makalah di ruang kerjanya; Adik membaca di teras

depan; saya sendiri asyik memetik gitar menyanyikan

puisi-puisi penyair kesanganku.

b. Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan. Misalnya:

Syarat-syarat penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga ini: (1) berkewarganegaraan Indonesia; (2) berijazah sarjana S1 sekurang-kurangnya; (3) berbadan sehat; (4) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

c. Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung. Misalnya:

1) Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan

kaos; pisang, apel, dan jeruk.

2) Agenda rapat ini meliputi pemilihan ketua, sekretaris,

dan bendahara; penyusunan anggaran dasar,

anggaran rumah tangga, dan program kerja;

pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi.

Page 79: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[73]

4. Tanda Titik Dua (:)

a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya:

1) Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga:

kursi, meja, dan lemari.

2) Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang

kemerdekaan: hidup atau mati.

Catatan:

Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. `Misalnya: 1) Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.

2) Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan

Jurusan Ekonomi Perusahaan.

b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya: a. Ketua : Ahmad Wijaya

Sekretaris : Siti Aryani Bendahara : Aulia Arimbi

b. Tempat : Ruang Sidang Nusantara

Pembawa Acara : Bambang S. Hari, tanggal : Selasa, 28 Oktober 2008 Waktu : 09.00—10.30

c. Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata

yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.

Page 80: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[74]

Misalnya:

Ibu : "Bawa kopor ini, Nak!" Amir : "Baik, Bu." Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!"

d. Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) bab dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya:

1) Horison, XLIII, No. 8/2008: 8 2) Surah Yasin: 9 3) Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen

Nusantara 4) Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga.

Jakarta: Pusat Bahasa.

5. Tanda Hubung (-) a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh

pergantian baris. Misalnya: 1) Di samping cara lama diterapkan juga ca-

ra baru ….

2) Sebagaimana kata peribahasa, tak ada ga-

ding yang tak retak.

b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang

mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris. Misalnya: 1) Kini ada cara yang baru untuk meng-

ukur panas. 2) Kukuran baru ini memudahkan kita me-

Page 81: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[75]

ngukur kelapa.

3) Senjata ini merupakan sarana pertahan- an yang canggih.

c. Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya:

anak-anak berulang-ulang kemerah-merahan

d. Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata yang dieja satu-satu. Misalnya:

8-4-2008 p-a-n-i-t-i-a

e. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan

bagian-bagian kata atau ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata. Misalnya:

1) ber-evolusi

2) dua-puluh ribuan (20 x 1.000)

3) tanggung-jawab-dan-kesetiakawanan sosial

(tanggung jawab sosial dan kesetiakawanan sosial)

4) Karyawan boleh mengajak anak-istri ke acara

pertemuan besok.

Bandingkan dengan: 1) be-revolusi

2) dua-puluh-ribuan (1 x 20.000)

3) tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial

Page 82: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[76]

f. Tanda hubung dipakai untuk merangkai:

1) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,

2) ke- dengan angka, 3) angka dengan -an, 4) kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital, 5) kata ganti yang berbentuk imbuhan, dan 6) gabungan kata yang merupakan kesatuan.

Misalnya:

se-Indonesia peringkat ke-2 tahun 1950-an hari-H sinar-X mem-PHK-kan ciptaan-Nya atas rahmat-Mu Bandara Sukarno-Hatta alat pandang-dengar

g. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia

dengan unsur bahasa asing Misalnya:

di-smash di-mark-up pen-tackle-an

6. Tanda Pisah (─)

a. Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang member penjelasan di luar bangun utama kalimat. Misalnya:

1) Kemerdekaan itu—hak segala bangsa—harus

dipertahankan.

Page 83: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[77]

2) Keberhasilan itu─saya yakin─dapat dicapai kalau kita mau

berusaha keras.

b. Tanda pisah dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya:

1) Rangkaian temuan ini─evolusi, teori kenisbian, dan kini

juga pembelahan atom─telah mengubah konsepsi kita

tentang alam semesta.

2) Gerakan Pengutamaan Bahasa Indonesia─amanat

Sumpah Pemuda─harus terus ditingkatkan.

c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'. Misalnya:

Tahun 1928─2008 Tanggal 5─10 April 2008 Jakarta─Bandung

Catatan:

1) Tanda pisah tunggal dapat digunakan untuk memisahkan keterangan tambahan pada akhir kalimat.

Misalnya: Kita memerlukan alat tulis─pena, pensil, dan kertas. (Bandingkan dengan Bab III, Huruf D, kaidah 1.)

2) Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.

Page 84: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[78]

7. Tanda Tanya (?)

a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya:

Kapan dia berangkat? Saudara tahu, bukan?

b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan

bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:

Dia dilahirkan pada tahun 1963 (?). Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

8. Tanda Seru (!) Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun emosi yang kuat. Misalnya:

1) Alangkah indahnya taman laut ini! 2) Bersihkan kamar itu sekarang juga! 3) Sampai hati benar dia meninggalkan istrinya! 4) Merdeka!

9. Tanda Elipsis (...)

a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya:

1) Kalau begitu ..., marilah kita laksanakan.

2) Jika Saudara setuju dengan harga itu ..., pembayarannya

akan segera kami lakukan.

b. Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu

kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya:

Page 85: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[79]

1) Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.

2) Pengetahuan dan pengalaman kita ... masih sangat

terbatas.

Catatan: 1) Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi. 2) Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat,

perlu dipakai 4 tanda titik: 3 tanda titik untuk menandai penghilangan teks dan 1 tanda titik untuk menandai akhir kalimat.

3) Tanda elipsis pada akhir kalimat tidak diikuti dengan spasi.

Misalnya: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan cermat ....

10. Tanda Petik (" ")

a. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Misalnya:

1) Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, "Bahasa negara ialah

bahasa Indonesia. "

2) Ibu berkata, "Paman berangkat besok pagi. "

3) "Saya belum siap," kata dia, "tunggu sebentar!"

b. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau

bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya:

1) Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 5 buku

itu.

2) Saya sedang membaca "Peningkatan Mutu Daya

Ungkap Bahasa Indoneia" dalam buku Bahasa

Indonesia Menuju Masyarakat Madani.

Page 86: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[80]

3) Bacalah "Penggunaan Tanda Baca" dalam buku

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan.

4) Makalah "Pembetukan Insan Cerdas Kompetitif"

menarik perhatian peserta seminar.

c. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya:

1) Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.

2) Dia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".

Catatan: 1) Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang

mengakhiri petikan langsung. Misalnya: a) Kata dia, "Saya juga minta satu."

b) Dia bertanya, "Apakah saya boleh ikut?"

2) Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat

ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: a) Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak

tahu sebabnya.

b) Karena warna kulitnya, dia mendapat julukan "Si

Hitam".

Page 87: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[81]

3) Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada

pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.

4) Tanda petik (") dapat digunakan sebagai pengganti idem

atau sda. (sama dengan di atas) atau kelompok kata di atasnya dalam penyajian yang berbentuk daftar. Misalnya:

zaman bukan jaman asas " azas plaza " plasa jadwal " jadual bus " bis

11. Tanda Petik Tunggal (' ')

a. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan lain. Misalnya:

Tanya dia, "Kaudengar bunyi 'kring-kring' tadi?" "Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.

b. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau

ungkapan. Misalnya: terpandai 'paling' pandai retina 'dinding mata sebelah dalam' mengambil langkah seribu ‘lari pontang-panting' tinggi hati ‘sombong, angkuh'

c. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata atau

ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab III, Huruf M)

Page 88: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[82]

Misalnya:

feed-back 'balikan' dress rehearsal 'geladi bersih' tadulako 'panglima'

12. Tanda Kurung (( )) a. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan

atau penjelasan. Misalnya:

Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk). Dia tidak membawa SIM (surat izin mengemudi)

Catatan:

Dalam penulisan didahulukan bentuk lengkap setelah itu bentuk singkatnya.

Misalnya: Saya sedang mengurus perpanjangan kartu tanda penduduk (KTP). KTP itu merupakan tanda pengenal dalam berbagai keperluan.

b. Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau

penjelasan yang bukan bagian utama kalimat. Misalnya:

1) Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat

yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.

2) Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus

perkembangan baru pasar dalam negeri.

c. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang

kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya:

Page 89: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[83]

1) Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia

menjadi kokain(a).

2) Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.

d. Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang

memerinci urutan keterangan. Misalnya:

1) Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku,

(b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.

2) Dia harus melengkapi berkas lamarannya dengan

melampirkan (1) akta kelahiran, (2) ijazah terakhir, dan

(3) surat keterangan kesehatan.

Catatan:

Tanda kurung tunggal dapat dipakai untuk mengiringi angka atau huruf yang menyatakan perincian yang disusun ke bawah. Misalnya: Kemarin kakak saya membeli 1) buku, 2) pensil, dan 3) tas sekolah.

Dia senang dengan mata pelajaran a) fisika, b) biologi, dan c) kimia.

13. Tanda Kurung Siku ([ ])

a. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu

Page 90: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[84]

menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya:

1) Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

2) Ia memberikan uang [kepada] anaknya.

3) Ulang tahun [hari kemerdekaan] Republik Indonesia

jatuh pada hari Selasa.

b. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam

kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya:

Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35─38]) perlu dibentangkan di sini.

14. Tanda Garis Miring (/) a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada

alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran. Misalnya:

No. 7/PK/2008 Jalan Kramat III/10 tahun ajaran 2008/2009

b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap,

dan ataupun. Misalnya:

1) dikirimkan lewat darat/ 2) harganya Rp1.500,00/lembar 3) tindakan penipuan dan/atau penganiayaan

Page 91: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[85]

Catatan:

Tanda garis miring ganda (//) dapat digunakan untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat untuk memudahkan pembacaan naskah.

15. Tanda Penyingkat atau Apostrof (') Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya:

Dia 'kan sudah kusurati. ('kan: bukan) Malam 'lah tiba. ('lah: telah) 1 Januari '08 ('08: 2008)

Page 92: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[86]

DIKSI DAN GAYA BAHASA

1. Pengertian Diksi

Diksi adalah pilihan kata dan kejelasan lafal memperoleh efek

tertentu dalam berbicara didepan umum atau dalam sebuah karangan.

Menurut Gorys Keraf (2001:23-24) pengertian diksi atau pilihan kata jauh

lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata. Istilah ini

bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai

untuk mengungkapakan suatu ide atau gagasan tetapi juga untuk

meliputi fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan.

Pada intinya, ada beberapa pengertian mengenai diksi. Pertama,

pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-katamana yang akan

dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk

pengelompokan kata atau mengunakan ungkapan-ungkapan yang tepat,

dan pilihan kata atau diksi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah

kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari

gagasan yang ingin disampaikan,dan kemampuan untuk menemukan

bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki oleh

suatu kelompok masyarakat pendengar/penerima. Ketiga, pilihan kata

yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah

besar kosakata atau perbendaharaan bahasa itu.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002:264) diksi adalah

pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaanya) untuk

mengungkapakan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang

diharapkan). Jadi dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pilihan kata

4

Page 93: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[87]

yang dianggap tepat untuk mewakili buah pikiran atau gagasan

seseorang.

2. Makna Kata

Kata mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan

aspek makna atau isi. Bentuk atau ekspresi adalah segi yang dapat

diserap oleh panca indera, yaitu dengan mendengar atau melihat.

Sebaliknya segi makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam

pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan aspek bentuk tadi.

Reaksi yang timbul itu dapat berwujud ‘pengertian’ atau ‘tindakan’ atau

keduanya. Karena dalam berkomunikasi kita tidak hanya berhadapan

dengan ‘kata’, tetapi dengan ‘suatu rangkaian kata yang mendukung

suatu ‘amanat’, maka ada beberapa unsur yang terkandung dalam ujaran

kita, yaitu: pengertian, perasaan, nada, dan tujuan.

Kridalaksana (2001:98) mendefinisikan sebagai berikut.

a. Morfem atau kombinasi morfem yang dianggap sebagai bentuk yang

bebas.

b. Satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal

atau gabungan morfem.

Kata merupakan satuan unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas

intern dan mobilitas posisional, yang berarti kata memiliki komposisi

tertentu(baik fonologis maupun morfologis) dan secara relatif memiliki

distribusi yang bebas (Keraf, 2001:21) distribusi yang bebas misalnya

dapat dilihat dari kalimat: saya memukul anjing itu; anjing itu kupukul.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata adalah sebagai berikut.

a. Unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan

perwujutan kesatuan, perasaan, pikiran yang dapat digunakan dalam

berbahasa.

b. Ujar atau bicara.

Page 94: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[88]

c. Kata adalah morfem atau kombinasi morfem oleh bahwasanya

dianggap satuan kecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk bebas.

d. Satuan bahasa bahwa kata adalah satuan terkecil yang merupakan

morfem yang dapat berdiri sendiri memiliki makna leksikal.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kata adalah satuan terkecil yang

merupakan morfem atau gabungan morfem yang dapat berdiri sendiri

yang memiliki makna leksikal.

3. Syarat-Syarat Ketepatan diksi

Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata

untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi

pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan

oleh penulis atau pembaca. Ketepatan pemilihan kata menyangkut

masalah makna kata dan kosakata (Keraf, 2001: 87). Menurut Arifin dan

Tasay (1985: 122), bahwa kata yang tepat akan membantu seseorang

mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikan, baik lisan

maupun tulisan disamping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai

dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.

Beberapa butir berikut merupakan batasan agar bisa mencapai

ketetapan pilihan kata (Keraf, 2001: 88-89), diantaranya sebagai berikut:

a. Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.

b. Membedakan secara cermat kata-kata yang hampir bersinonim, kata-

kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling

melengkapi.

c. Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaan.

bahwa – bawah – bawa

interferensi – inferensi

kartun – karton

d. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri.

Page 95: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[89]

e. Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata

asing yang mengandung akhiran asing tersebut, perhatikan

penggunaanya: Favorable-favorit, idiom-idiomatik, kultur-kultural

f. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara

idiomatik: ingat akan bukan ingat tehadap: berbahaya, berbahaya

bagi membahayakan sesuatu bukan membahayakan bagi sesuatu;

takut akan menakuti sesuatu (lokatif).

ingat akan – bukan – ingat terhadap

membahayakan sesuatu – bukan—membahayakan bagi sesuatu

g. Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis, atau pembicara harus

membedakan kata umum dan kata khusus. Kata kusus lebih tepat

mengambarkan sesuatu daripada kata umum.

h. Menggunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang

khusus.

Contoh: wajahnya manis sekali

i. Memperhatiakan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang

sudah dikenal.

j. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.

Persoalan pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua

persoalan pokok, yaitu: pertama, ketetapan memilih untuk

mengungkapakan sebuah gagasan, hal atau barang yang dimanfaatkan,

dan kedua, kesesuaian, atau kecocokan dalam mempergunakan kata-

kata tadi (Keraf, 2001: 87).

a. Kesesuaian

Menurut Gorys Keraf (2001: 103-104) kesesuaian diksi

mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya bahasa yang dipergunakan

tidakmerusak suasana atau menyinggung perasaan yang hadir, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan agar-agar kata-kata yang

Page 96: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[90]

dipergunakan tidak akan mengganggu suasana dan tidak bisa

menimbulkan ketegangan antara penulis atau pembicara dengan para

pembaca. Syarat–syarat tersebut adalah

a. Hindarilah sejauh mungkin dalam situasi substandard dalam situasi

formal.

b. Gunakan kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja.dalam situasi

yang umum hendaknya dan pembicara mempergunakan kata-kata

popular.

c. Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.

d. Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian

kata-kata slang.

e. Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan.

f. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati).

g. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial.

b. Makna denotatif dan konotatif

Makna denotatif dan konotatif berhubungan erat dengan

kebutuhan pemakaiaan bahasa. Makna denotatif adalah arti harfiah

suatu kata tanpa ada makna yang menyertai, sedangkan makna konotatif

adalah makna kata yang mempunyai tautan pikiran,peranan,dan lain-lain

yang menimbulkan nilai rasa tertentu (Arifin dan Tasai 1985: 113).

Makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah, yaitu

makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna

ideasional, makna referensional, atau makna proposional, atau makna

proposional, disebut makna denotasional, referensial, konseptual, atau

ideasional, karena makna itu merujuk kepada suatu referen disebut

makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau

pengetahuan, stimulus, dan respon menyangkut hal-hal yang dapat

diserap pancaindra dan rasio manusia disebut juga makna proposional

Page 97: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[91]

karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-

pernyataan yang bersifat faktual.

Makna konotasi atau makna konotatif disebut juga makna

konotasional, makna emotif, atau makna evaluative. Makna konotatif

adalah suatu jenis makna di mana stimulus dan respon mengandung

nilai-nilai emosional. Pilihan kata atau diksi lebih banyak bertalian dengan

pilihan kata yang bersifat konotatif.

c. Kata umum dan kata khusus

Pembedaan suatu kata ke dalam kategori “kata umum” atau “kata

khusus” terkadang sangat menentukan pemahaman kita terhadap teks.

Kekeliruan dalam kategorisasi dapat berakibat salah paham. Dalam

artikel yang berjudul “Elohim: Kata Umum atau Nama Diri“, kita dapat

melihat bagaimana kesalahan kategorisasi kata “Elohim” ini

mengakibatkan konsep Allah dalam Alkitab jadi sulit dipahami dengan

logika pembaca umum, sehingga menyebabkan kesalahpahaman. Salah

satu penyebab kesalahpahaman adalah salah kategorisasi kata. Dalam

artikel ini kita akan belajar mengenai kategorisasi kata menjadi kata

umum (generic) dan kata khusus (spesific).

1) Kata umum

Kata umum adalah kata-kata yang pemakaiannya dan maknanya

bersifat umum dan luas. Bidang dan objek yang dicakup oleh kata umum

itu luas dan tidak secara spesifik merujuk atau merepresentasikan bidang

atau obyek tertentu. Jenis kata umum tidak memiliki pertalian yang erat

dengan objeknya. Sebagai akibatnya, kata umum kurang memberi daya

imajinasi kepada audiens atau pembaca. Citra dalam pikiran audiens atau

pembaca masih samar.

Contoh:

Page 98: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[92]

a) Ibu menanam pohon di halaman.

b) Andri memberikan bunga kepada Isti.

c) Pak Budi membeli 23 ekor ikan di pasar.

Kata “pohon” dan “bunga” dalam kalimat itu tidak membangkitkan

citra pohon yang dimaksudkan oleh penutur. Bayangan dan pemahaman

setiap pembaca mengenai kata “pohon” itu jadi samar dan

beranekaragam tergantung dari pengalaman pihak pembaca terhadap

jenis pohon yang pernah dijumpainya di halaman. Dampak ikutannya,

kata umum “pohon” itu jadi kurang memiliki daya sugesti dan daya

impresi. Pesan yang disampaikan penutur jadi kurang kuat dan impresi

(kesan) yang ditinggalkan dalam hati dan pikiran rekan bicaranya juga jadi

dangkal.

Dalam relasi makna, kata umum tergolong hipernim.Dari aspek ini,

kata umum juga disebut superordinat.Sifat keumuman kata umum ini

berguna dalam abstraksi, generalisasi, dan kategorisasi, sehingga kata ini

sering digunakan dalam karya tulis eksposisi. Penggunaan kata umum

dalam karya tulis deskripsi atau narasi lebih dibatasi, mengingat kata

umum kurang memberi daya imajinasi, sugesti, dan impresi kepada

pembaca.

2) Kata khusus

Kata Khusus adalah kata-kata yang pemakaiannya dan maknanya

bersifat spesifik dan sempit dan yang merujuk kepada pengertian

kongkret dan tertentu. Bidang, ruang lingkup, dan objek yang dicakup

oleh kata khusus itu sempit dan dia secara spesifik merujuk atau

merepresentasikan bidang, ruang lingkup, atau objek yang sempit, di

samping juga hanya meliputi aspek tertentu saja.

Jenis kata khusus memiliki pertalian yang erat dengan

obyeknya.Sebagai akibatnya, kata khusus memberi daya imajinasi

Page 99: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[93]

kepada audiens atau pembaca. Citra dalam pikiran audiens atau pembaca

tidak samar. Komunikator lebih tepat menggunakan kata khusus bila

ingin memperoleh pengertian yang lebih pas dengan apa yang dia

maksudkan. Perhatikan contoh:

Kata Umum:

1. Ibu menanam pohon di halaman.

2. Andri memberikan bunga kepada Isti.

3. Pak Budi membeli 10 ikan di pasar.

Kata Khusus:

1. Ibu menanam pohon Mangga di halaman.

2. Andri memberikan Melati kepada Isti.

3. Pak Budi membeli 5 ekor Gurame, 3 ekor Mujaher, dan 2 ekor Nila di

pasar.

Sebagaimana tampak dalam contoh tersebut, kata khusus memiliki

daya sugesti dan daya impresi yang lebih kuat dan lebih dalam daripada

kata umum. Selain itu, informasi yang disampaikan kepada pembaca juga

jelas dan merujuk pada objek atau subjek tertentu. Begitu mendengar

atau membaca “pohon Mangga” atau “Melati”, maka seketika muncul

citra objek yang direpresentasikan oleh kedua kata itu.

Dalam relasi makna, kata khusus tergolong hiponim. Dari aspek ini,

kata umum juga disebut subordinat. Sifat kekhususan kata khusus ini

sangat bermanfaat dalam karya tulis narasi, deskripsi, dan argumentasi

yang memang membutuhkan deskripsi objek. Karya-karya Sastra dan

kitab-kitab suci juga mengeksploitasi kata khusus, misalkan saja untuk

simbolisasi dan untuk memperkuat impresi dan pesan yang disampaikan

dan memperdalam penghayatan.

Page 100: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[94]

Hubungan antara kata umum kata khusus itu bersifat relatif.

Maksudnya, suatu kata tertentu bisa merupakan kata khusus dari kata

lain yang lebih umum; dan kata yang lebih umum itu bisa menjadi kata

khusus untuk kata lainnya lagi. Relativitas kata umum dan kata khusus ini

menciptakan gradasi kata.

Contoh, “Honda” adalah kata khusus relatif terhadap kata umum

“sepeda motor”. “Sepeda motor” adalah kata khusus relatif terhadap

kata umum “kendaraan”. Demikian seterusnya. Contoh:

←Lebih umum ——————————– Lebih khusus→

Kendaraan Kendaraan

bermotor

Kendaraan bermotor

roda dua

Sepeda

motor

Honda

4. Gaya bahasa dan Idiom

a. Pengertian gaya bahasa

Gaya bahasa atau majas adalah ciri khas dalam menyatakan pikiran

dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa

ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung

menyatakan makna yang sebenarnya.

Page 101: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[95]

b. Syarat gaya bahasa

Syarat – syarat yang digunakan untuk membedakan suatu gaya

bahasa sebagai berikut.

1) Kejujuran

Kejujuran adalah suatu pengorbana karena kadang-kadang ia

meminta kita melaksanakan sesuatu yang tidak menyenangkan diri kita

sendiri kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan,

kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam bahasa.

2) Sopan santun

Sopan santun adalah memberi penghargaan atau menghormati

orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca.

Menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca

atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang telah

ditulis atau dikatakannya. Kejelasan dengan demikian akan diukur dalam

beberapa butir kaidah berikut

(1) kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat

(2) kejelasan dalam korepondensi

(3) kejelasan dalam penulisan ide secara logis

(4) kejelasan penggunaan kiasan dan perbandingan menarik.

Sebuah gaya yang menarik dapat diukur melalui beberapa

komponen berikut.

(a) variasi

(b) humor yang sehat

(c) pengertian yang baik

(d) tenaga hidup,dan

(e) penuh daya khayal

Page 102: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[96]

c. Jenis gaya bahasa

1) Segi nonbahasa

a) Berdasarkan pengarang

Gaya yang disebut sesuai nama pengarang dikenal berdasarkan ciri

pengenal yang digunakan pengarang atau penulis dalam

karangannya.pengarang yang kuat dapat mempengaruhi orang-orang

sejamannya sehingga dapat membentuk sebuah aliran.

b) Berdasarkan masa

Gaya bahasa didasarkan pada masa dikenal karena ciri-ciri tertentu

yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu. Misalnya ada gaya

lama, gaya klasik, gaya sastra, gaya sastra modern, dan sebagainya.

c) Berdasarkan medium

Medium adalah bahasa dalam arti alat komunikasi. Tiap bahasa,

karena struktur dan situasi sosial pemakainya, dapat dimiliki corak

tersendiri sebuah karya yang ditulis dalam bahasa Jerman akan memiliki

gaya yang berlainan bila ditulis dalam bahasa Indonesia.

d) Berdasarkan subjek

Subjek yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah karangan

dapat mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah karangan. Dalam hal ini

kita mengenal gaya filsafat, ilmiah, popular, didaktik, dan sebagainya.

e) Berdasarkan tempat

Gaya ini mendapat namanya dari lokasi geografis, karena ciri-ciri

kedaerahan mempengaruhi ungkapan atau ekspresi bahasanya. Ada gaya

Jakarta, gaya Jogya, gaya Malangan.

Page 103: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[97]

f) Berdasarkan hadirin

Seperti halnya dengan subjek, maka hadirin atau sejenis pembaca

juga mempengaruhi gaya yang digunakan seseorang pengarang. Ada

gaya popular yang cocok untuk rakyat banyak, ada gaya sopan yang cocok

untuk lingkungan istana. Ada gaya intim yang cocok untuk lingkungan

keluarga atau orang akrab.

g) Berdasarkan tujuan

Gaya berdasarkan tujuan memperoleh namanya dari maksud yang

ingin disampaikan pengarang, dimana pengarang ingin mencurahkan

gejolak emotifnya.

2) Segi bahasa

Dilihat dari sudut bahasa atau unsur yang digunakan, maka gaya

bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang

digunakan yaitu sebagai berikut:

a) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata

(1) Gaya bahasa resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuk yang lengkap, gaya

yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang

dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakan dengan

baik dan terpelihara. Gaya bahasa resmi pertama-tama adalah bahasa

dengan gaya tulisan dalam tingkat tinggi, walaupun sering di pergunakan

juga dalam pidato umum yang bersifat seremonial.

(1) Gaya bahasa tak resmi

Page 104: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[98]

Gaya bahasa yang digunakan dalam bahasa standar, kususnya

dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal.

Bentuknya tidak terlalu konserfatif gaya ini biasanya di gunakan dalam

karya-karya tulis, dan lain-lain. Singkatnya gaya bahasa yang umum dan

normal bagi kaum terpelajar.

(2) Gaya bahasa percakapan

Pilihan katanya adalah kata-kata popular dan kata-kata

percakapan namun ditambahkan segi morfologis dan sintaksis yang

bersama membentuk gaya bahasa percakapan ini. Jika dibandingkan

dengan gaya bahasa resmi dan gaya bahasa tak resmi, maka gaya bahasa

percakapan ini dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian sport.

d. Ragam Gaya Bahasa

Beberapa ragam majas dapat dikelompokkan menjadi empat

kelompok, yaitu:

1) Gaya bahasa perbandingan, terdiri dari: Metafora, personifikasi,

asosiasi, alegori, parable, metonomia, litotes, sinekdoke (dibagi

menjadi 2, pas pro toto dan totem protate), eufinisme, hiperbola,

alusio, antonomasia, perifrase, simile, sinestesia, aptronim,

hipokorisme, dipersonifikasi, disfemisme, fabel, eponim, dan

simbolik.

2) Gaya bahasa sindiran, terdiri dari: Ironi, sinisme, sarkasme, innuendo,

dan satire.

3) Gaya bahasa penegasan, terdiri dari: Pleonasme, repetisi, paralelisme,

klimaks, anti-klimaks, inversi, elepsi, retoris, koreksio, asindeton,

polisindeton, interupsi, eksklamasio, enumerasio, preterito, apofagis,

pararima, aliterasi, tautologi, sigmatisme, antanaklasis, alonim,

kolokasi, silepsis, dan zeugma.

Page 105: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[99]

4) Gaya bahasa pertentangan, terdiri dari: Paradoks, oksimoron,

antithesis, kontradiksio interminis, anakronisme.

1) Gaya Bahasa Perbandingan

a) Majas Personifikasi

Personifikasi adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan

mengkaitkan sifat-sifat manusia pada benda-benda mati sehingga

seolah-olah mempunyai sifat seperti manusia atau benda hidup.

Contoh:

a. Sinar pagi membelai daun.

b. Baru 3 km berjalan mobilnya sudah batuk-batuk.

c. Burung-burung itu menyanyi dengan riangnya.

b) Majas Metafora

Metafora adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan

perbandingan langsung dan tepat atas dasar sifat yang sama atau hampir

sama, tanpa kata pembanding seperti atau sebagai di antara dua hal yang

berbeda.

Contoh:

a. Raja siang telah pergi keperaduannya. (raja siang = matahari)

b. Dewi malam telah keluar dari balik awan. (dewi malam= bulan)

c. Tulisan cakar ayam itu tidak dapat dibaca. (cakar ayam = jelek)

c) Majas Eufemisme

Eufemisme (ungkapan pelembut) adalah majas perbandingan yang

melukiskan suatu benda dengan kata-kata yang lebih lembut untuk

menggantikan kata-kata lain untuk sopan santun atau tabu-bahasa

(pantang)

Contoh:

a. Para tunakarya perlu perhatian yang serius dari pemerintah.

Page 106: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[100]

b. Pramuwisma bukan pekerjaan hina.

c. Ayahnya sudah tidak berada di tengah-tengah mereka.

d. Kasihan, anak itu hilang akal setelah kedua orang tuanya

meninggal dalam kecelakaan.

d) Majas Sinekdokhe

Sinekdokhe dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Pras pro toto adalah majas yang menyebutkan sebagian, tetapi

yang dimaksud adalah seluruhnya.

Contoh:

(1) Dia mempunyai lima ekor kuda.

(2) Sudah lama benar tidak tampak batang hidungnya.

(3) Setiap kepala harus membayar iuran seribu rupiah.

b. Totem pro parte adalah majas yang menyebutkan keseluruhan,

tetapi yang dimaksud sebagian.

Contoh:

(1) Sekolah ini selalu menjadi juara pertama pertandingan basket

antar pelajar.

(2) Kaum wanita memperingati hari Kartini.

(3) Indonesia menang 3-0 melawan Malaysia dalam

pertandingan sepak bola tadi malam.

e) Majas Alegori

Alegori adalah majas perbandingan yang memperlihatkan suatu

perbandingan utuh, perbandingan itu membentuk kesatuan yang

menyeluruh (majas yang berupa suatu cerita singkat dan mengandung

kiasan atau lambang).

Contoh:

Page 107: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[101]

(1) Hidup ini diperbandingkan dengan perahu yang tengah

berlayar di lautan.

(2) Suami = nahkoda

(3) Istri = juru mudi

(4) Topan, gelombang, batu karang = cobaan/ halangan dalam

kehidupan.

(5) Tanah seberang = cita-cita hidup

(6) Hidup ini diumpamakan seperti biduk yang berada di tengah

lautan. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam

mengemudikannya agar tidak diterjang badai dan topan.

f) Majas Hiperbola

Hiperbola adalah majas yang melukiskan dengan mengganti

peristiwa atau tindakan sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat

pengertiannya untuk menyangatkan arti (majas yang melukiskan sesuatu

dengan peristiwa atau tindakan sesungguhnya dengan pernyataan yang

berlebih-lebihan).

Contoh:

(1) Kakak membanting tulang demi menghidupi keluarganya.

(2) Gantungkan cita-citamu setinggi langit.

(3) Suaranya menggelegar membelah angkasa.

g) Majas Simbolik

Simbolik adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuatu

dengan memperbandingkan benda-benda lain sebagai simbol atau

pelambang.

Contoh:

(1) Dari dulu tetap saja ia menjadi lintah darat. (lintah darat =

lambing pemeras, pemakan riba).

Page 108: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[102]

h) Majas Litotes

Litotes (hiperbola negatif) adalah majas yang melukiskan keadaan

dengan kata-kata yang berlawanan artinya dengan kenyataan yang

sebenarnya guna merendah diri.

Contoh:

(1) Perjuangan kami hanyalah setitik air dalam samudera luas.

i) Majas Alusio

Alusio adalah majas yang mempergunakan ungkapan peribahasa,

atau kata-kata yang artinya diketahui umum.

Contoh:

(1) Ah, dia itu tong kosong nyaring bunyinya.

(2) Rupanya Ahmad makan tangan hari ini hingga membuat iri

teman-temannya.

j) Majas Asosiasi

Asosiasi adalah majas yang memperbandingkan sesuatu dengan

keadaan lain karena adanya persamaan sifat.

Contoh:

(1) Wajahnya muram bagai bulan kesiangan.

k) Majas Perifrasis

Perifrasis adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan

menguraikan sepatah kata menjadi serangkaian kata yang mengandung

arti yang sama dengan kata yang digantikan itu.

Contoh:

(1) Petang barulah dia pulang.

Page 109: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[103]

(2) Menjadi Ketika matahari hilang di balik gunung barulah ia

pulang.

l) Majas Metonomia

Metonomia adalah majas yang menggunakan merk dagang atau

nama barang untuk melukiskan sesuatu yang dipergunakan atau

dikerjakan sehingga kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan.

Contoh:

(1) Kemarin ia memakai Fiat, sekarang naik Kijang (merk mobil)

m) Majas Antonomasia

Antonomasia adalah majas yang meyebutkan nama lain terhadap

seseorang berdasarkan ciri atau sifat yang menonjol yang dimilikinya.

Contoh:

(1) Si pincang, si jangkung, si keriting, dsb.

n) Majas Tropen

Tropen adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan

membandingkan sesuatu pekerjaan atau perbuatan dengan kata-kata

lain yang mengandung pengertian yang sejalan dan sejajar.

Contoh:

(1) Setiap malam ia menjual suaranya untuk nafkah anak dan

istrinya.

o) Majas Parabel

Parabel adalah majas dengan menggunakan perumpamaan dalam

hidup. Majas ini terkandung dalam seluruh isi karangan.

Contoh:

Page 110: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[104]

(1) Bhagawat Gita, Mahabarata, Bayan Budiman

2) Gaya Bahasa Sindiran

a) Ironi

Ialah salah satu majas sindiran yang dikatakan sebaliknya dari apa

yang sebenarnya dengan maksud menyindir orang dan diungkapkan

secara halus. Contoh-contoh:

(1) Hambur-hamburkan terus uangmu itu agar bias menjadi

jutawan.

(2) Kota Bandung sangatlah indah dengan sampah-sampahnya.

b) Majas Sinisme

Sinisme adalah gaya sindiran dengan menggunakan kata-kata

sebaliknya seperti ironi tetapi kasar.

Contoh: Itukah yang dinamakan bekerja.

c) Sarkasme

Gaya bahasa sindiran yang terkasar di mana memaki orang dengan

kata-kata kasar dan tak sopan. Contoh:

(1) Soal semudah ini saja tidak bisa dikerjakan. Goblok kau!

3) Gaya Bahasa Penegasan

a) Majas Pleonasme

Pleonasme adalah majas penegasan yang menggunakan sepatah

kata yang sebenarnya yang tidak perlu dikatakan lagi karena arti kata

tersebut sudah terkandung dalam kata yang diterangkan.

Contoh:

Page 111: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[105]

(1) Saya telah menyaksikan dengan peristiwa itu dengan mata

kepala saya sendiri.

(2) Tubuhnya berlumuran darah yang berwarna merah.

(3) Salju putih sudah mulai turun ke bawah.

b) Majas Repetisi

Repetisi adalah majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan

mengulang kata atau beberapa kata berkali-kali, yang biasanya

dipergunakan dalam pidato.

Contoh:

(1) Kita junjung dia sebagai pemimpin, kita junjung dia sebagai

pelindung, kita junjung dia sebagai pembebas kita.

c) Majas Pararelisme

Pararelisme adalah majas penegasan seperti repetisi tetapi dipakai

dalam puisi.

Pararelisme dibagi menjadi:

(1) Anafora adalah bila kata atau frase yang diulang terletak di

awal kalimat.

Contoh:

(a) Kalau `lah diam malam yang kelam.

(b) Kalau` lah tenang sawang yang lapang.

(c) Kalau`lah lelap orang dilawang.

(2) Epifora adalah bila kata atau frase yang diulang terletak di

akhir kalimat atau lirik.

Contoh:

(a) Kalau kau mau, aku akan datang.

(b) Jika kau kehendaki, aku akan datang.

(c) Bila kau minta, aku akan datang.

Page 112: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[106]

Disamping itu, adapun yang memperlihatkan penggunaan anafora

dan epifora dan sekaligus.

Contoh:

(a) Kami jemu pada lagu

(b) Kami benci pada lagu

(c) Kami runtuh karena lagu

( “Suara dari Sudut Gelita”, oleh Muhammad Ali )

d) Majas Tautologi

Tautologi adalah majas penegasan yang melukiskan suatu dengan

mempergunakan kata-kata yang sama artinya (bersinonim) untuk

mempertegas arti.

Contoh:

(1) Saya khawatir serta was-was akan keselamatannya.

e) Majas Simetri

Simetri adalah majas penegasan yang melukiskan suatu dengan

mempergunakan satu kata, kelompok kata, atau kalimat yang diikuti oleh

kata, kelompok kata atau kalimat yang seimbang artinya dengan yang

pertama.

Contoh:

(1) Kakak berjalan tergesa-gesa, seperti orang dikejar anjing gila.

f) Majas Enumerasio

Enumerasio adalah majas penegasan yang melukiskan beberapa

peristiwa membentuk satu kesatuan yang dituliskan satu per satu supaya

tiap-tiap peristiwa dalam keseluruhannya tampak jelas.

Contoh:

(1) Angin berhembus, laut tenang, bulan memancar lagi.

Page 113: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[107]

g) Majas Klimaks

Klimaks adalah majas penegasan dengan menyatakan beberapa

hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin

lama makin memuncak pengertiannya.

Contoh:

(1) Menyemai benih, tumbuh hingga menuainya, aku sendiri yang

mengerjakannya.

(2) Anak-anak, remaja, dewasa datang menyaksikan film “Saur

Sepuh.”

h) Majas Antiklimaks

Antiklimaks adalah majas penegasan dengan beberapa hal

berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin

melemah pengertiannya.

Contoh:

(1) Jangankan seribu, atau seratus, serupiah pun tak ada.

i) Majas Retorik

Retorik adalah majas penegasan dengan mempergunakan kalimat

tanya yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban karean sudah

diketahuinya.

Contoh:

(1) Mana mungkin orang mati hidup kembali?

j) Majas Koreksio

Koreksio adalah majas penegasan berupa membetulkan

(mengoreksi) kembali kata- kata yang salah diucapkan, baik disengaja

maupun tidak.

Page 114: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[108]

Contoh:

(1) Hari ini sakit ingatan, eh… maaf, sakit kepala maksudku.

k) Majas Asidenton

Asidenton adalah majas penegasan yang menyebutkan beberapa

benda, hal atau keadaan secara berturut-turut tanpa memakai kata

penghubung.

Contoh:

(1) Kemeja, sepatu, kaos kaki, dibelinya di toko itu.

l) Majar Polisidenton

Polisidenton adalah majas penegasan yang menyatakan beberapa

benda, orang, hal, atau keadaan secara berturut-turut dengan memakai

kata penghubung.

Contoh:

(1) Dia tidak tahu, tetapi tetap saja ditanyai, akibatnya dia

marah-marah.

m) Majas Eklamasio

Majas Eklamasio adalah majas penegasan yang memakai kata-kata

seru sebagai penegas.

Contoh:

(1) Amboi, indahnya pemandangan ini!

n) Majas Praeterio

Praeterito adalah majas penegasan yang melukiskan sesuatu

dengan menyembunyikan atau merahasiakan sesuatu dan pembaca

harus menerka apa yang disembunyikan itu.

Contoh:

Page 115: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[109]

(1) Tidak usah kau sebut namanya, aku sudah tahu siapa

penyebab kegaduhan itu.

o) Majas Interupsi

Interupsi adalah majas penegasan yang mempergunakan kata-kata

atau bagian kalimat yang disisipkan di antara kalimat pokok guna lebih

menjelaskan dan menekankan bagian kalimat sebelumnya.

Contoh:

(1) Aku, orang yang 10 tahun bekerja di sini, belum pernah

dinaikkan pangkatku.

4) Gaya Bahasa Pertentangan

a) Paradoks

Majas ini terlihat seolah-olah ada pertentangan. Contoh:

(1) Gajinya besar, tapi hidupnya melarat.

Artinya, uang cukup, tetapi jiwanya menderita.

b) Antitesis

Majas pertentangan yang menggunakan paduan kata yang

berlawanan arti. Contoh:

(1) Tua muda, besar kecil, semuanya hadir di tempat itu.

c) Kontradiksio Interminis

Yaitu majas yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan

dengan apa yang sudahdikatakan semula. Apa yang sudah dikatakan,

disangkal lagi oleh ucapan kemudian. Contoh:

(1) Semuanya sudah hadir, kecuali Si Amir.

Page 116: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[110]

Kalau masih ada yang belum hadir, mengapa dikatakan

“semua” sudah hadir.

d) Majas Okupasi

Okupasi adalah majas pertentangan yang melukiskan sesuatu

dengan bantahan, tetapi kemudian diberi penjelasan atau diakhiri

dengan kesimpulan.

Contoh :

(1) Merokok itu merusak kesehatan, akan tetapi si perokok tak

dapat menghentikan kebiasaannya. Maka muncullah pabrik-

pabrik rokok karena untungnya banyak.

e. Idiom

Idiom atau disebut juga dengan ungkapan adalah gabungan kata

yang membentuk arti baru di mana tidak berhubungan dengan kata

pembentuk dasarnya. Berikut ini adalah beberapa contoh idiom dengan

artinya :

1. Cuci mata = cari hiburan dengan melihat sesuatu yang indah

2. Kambing hitam= orang yang menjadi pelimpahan suatu

kesalahan yang tidak dilakukannya

3. Jago merah = api dalam kebakaran

4. Kupu-kupu malam = wanita penghibur atau pelacur komersial

5. Ringan tangan = kasar atau suka melakukan tindak kekerasan

6. Hidung belang= pria yang merupakan pelanggan psk atau pekerja

seks komersil

5) Jargon dan Kata Slang

a) Jargon

Page 117: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[111]

Jargon mengandung beberapa pengertian. Pertama, jargon adalah

kata kata yang mengandung makna suatu bahasa, dialek, atau tutur yang

dianggap kurang sopan atau aneh. Kedua, jargon diartikan sebagai

bahasa yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa, dianggap sebagai

bahasa perhubungan. Ketiga, jargon diartikan sebagai kata-kata teknis

atau rahasia dalam suatu bidang tertentu.

b) Kata Slang

Kata-kata slang adalah kata percakapan yang tinggi atau murni.

Kata-kata slang adalah kata-kata nonstandar yang disusun secara khas,

kata-kata biasa yang diubah secara arbitrer; kata-kata kiasan yang khas,

bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan. Dapat dihasilkan

dari salah ucap yang disengaja, atau sebuah kata diberi makna lain. Kata-

kata slang terdapat pada semua lapisan masyarakat, bertolak dari

keinginan agar bahasa itu lebih hidup dan asli.

Kata-kata slang sering dipinjam dari kosakata yang khusus

kemudian diberi arti umum, karenanya kata-kata slang mempunyai iuran

pada perkembangan bahasa. Kata-kata seperti: bus, taksi, bom-H,

tadinya adalah kata slang yang disingkat dari vehiculum omnibus

(kendaraan untuk umum), auto mobil, taxy cab (kereta yang disewakan),

bom-hidrogenium, mula-mula adalah kata-kata slang, tetapi sekarang

diterima sebagai kata-kata populer.

Kata-kata slang mengandung dua kekurangan, yaitu hanya sedikit

yang dapat hidup terus dan sering menimbulkan ketidaksesuaian. Kata-

kata slang yang suatu waktu populer dapat menghilang.

Misalnya kata-kata: rapi jali

mana tahan

elu lagi, elu lagi

kini terasa kehilangan tenaganya.

Page 118: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[112]

6) Kata Ilmiah dan Kata-kata Populer

Kata-kata ilmiah dan kata-kata populer setiap saat dapat bergeser.

Sebuah kata asing yang mula-mula dipakai oleh golongan terpelajar,

karena sering dipakai lambat laun menjadi kata-kata populer. Kata

popular adalah kata yang dikenal dan diketahui oleh seluruh lapisan

masyarakat. Kata populer yang diberi nilai khusus dapat menjadi kata

ilmiah.

Kata-kata ilmiah umumnya berasal dari bahasa asing. Mula-mula

ciri-ciri asingnya masih tetap dipertahankan, namun lambat laun

disesuaikan dengan struktur kata bahasa Indonesia. Proses penyesuaian

itu disebut adaptasi, baik berupa adaptasi morfologis mau pun adaptasi

fonologis. Sekarang ada usaha agar istilah-istilah ilmiah tidak hanya digali

dari bahasa asing, tetapi juga dari unsur-unsur daerah atau nonstandar

yang diberi pengertian khusus seperti: tuntas, rawan, lugu, untuk

menterjemahkan istilah exhaustive, critis, dannatural.

Agar dapat memahami perbedaan antara kata ilmiah dan kata

populer, berikut daftarnya:

Kata Ilmiah Kata populer

Analogi Kiasan

Final Akhir

Diskriminasi perbedaan perlakuan

Prediksi Ramalan

Kontradiksi Pertentangan

Format Ukuran

Anarki Kekacauan

Biodata biografi singkat

Page 119: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[113]

Bibliografi daftar pustaka

Page 120: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[114]

KALIMAT

1. Pengertian Kalimat

Secara tradisional, kalimat diartikan sebagai susunan kata yang

teratur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kalimat didefinisikan

sebagai (1) kesatuan ujaran yang mengungkapkan suatu konsep pikiran

perasaan, (2) perkataan, (3) satuan bahasa yang secara relative berdiri

sendiri tanpa adanya bantuan atau tambahan (Depdikbud, 1989:380).

Sedangkan dalam Kamus Istilah, kalimat didefinisikan sebagai bagian

terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang

utuh secara ketatabahasaan dalam kamus Bahasa Indonesia :

a. Dalam wujud lisan kalimat yang diiringi oleh alunan titik nada disela

oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai dan diakhiri oleh kesenyapan

karena menunggu umpan balik atau tanggapan.

b. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan huruf besar atau kapital

dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya atau seru; sementara itu

disertai pula didalamnya berbagai tanda baca (Suprapto,1993:40).

2. Struktur Dasar Kalimat

a. Predikat

Predikat dalam pandangan aliran struktural dianggap

unsur yang paling penting dan merupakan inti kalimat. Predikat

dalam bahasa Indonesia bisa berwujud kata atau frasa verbal,

adjectival, nominal, numeral, dan preposisional. Contoh yang ada

di bawah ini, yang bertanda garis miring:

1) Yasmina duduk-duduk diruang tamu.

5

Page 121: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[115]

2) Letusan gunung Merapi keras sekali.

3) Anda dan saying tidak harus pergi sekarang.

4) Makanan itu mahal.

5) Peserta audisi itu puluhan ribu orang.

6) Anak kami tiga.

7) Pak Nurdin ke Saudi.

Pada sepuluh kalimat di atas, terdapat bagian yang dicetak

miring. Ada yang berbentuk kata maupun frasa (lebih dari satu

kata). Kata atau frasa yang dicetak miring tersebut berfungsi

sebagai predikat.

b. Subyek (S)

Di samping predikat, kalimat umumnya mempunyai unsur

yang berfungsi sebagai subjek. Dalam pola kalimat bahasa

Indonesia, subjek biasanya terletak sebelum predikat, kecuali

jenis kalimat inverse. Subjek umumnya berwujud nominal, tetapi

pada kalimat-kalimat tertentu, kategori lain bisa juga mengisi

kedudukan subjek.

Pada sepuluh contoh kalimat di atas, kata atau frasa

Yasmina, Anda dan saya, letusan Gunung Merapi, makanan itu,

ayah saya, anak kami, peserta audisi itu, dia, dan Pak Nurdin

berfungsi sebagai subjek. Subjek yang tidak berupa nominal,

contoh:

1) Merokok merupakan perbuatan mubazir.

2) Berwudhu atau bertayamum harus dilakukan sebelum

sholat.

3) Tiga adalah sebuah angka.

4) Sakit bisa dialami semua orang.

Page 122: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[116]

c. Objek (O)

Objek bukan unsur wajib dalam kalimat. Keberadaanya

umumnya terletak setelah predikat yang berkategori verbal

transitif. Objek pada kalimat aktif akan berubah menjadi subjek

jika kalimat dipasifkan. Demikian pula, objek pada kalimat pasif

akan menjadi subjek jika kalimatnya dijadikan kalimat aktif.

Objek berkategori nominal.

1) Dr. Ammar memanggil suster Ane.

2) Adik dibelikan ayah sebuah buku.

3) Kami telah membicarakan hal itu.

Suster Ane, ayah, sebuha buku, dan hal itu pada tiga

kalimat di atas adalah contoh objek. Khusus pada kalimat b.

terdapat dua objek yaitu ayah (objek 1) dan sebuah buku (objek

2)

d. Pelengkap (PEL)

Pelengkap atau komplemen mirip dengan objek.

Perbedaan pelengkap dengan objek adalah ketidakmampuannya

menjadi subjek jika kalimatnya yang semula aktif dijadikan pasif.

Perhatikan kata-kata yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di

bawah ini. Kata-kata tersebut berfungsi sebagai pelengkap non

objek yang akan menambah keterangan dan juga memperjelas

dari subyek.

Contoh:

1) Kaki Cecep tersandung batu.

e. Keterangan (K)

Unsur kalimat yang tidak menduduki subjek, predikat,

objek, maupun pelengkap dapat diperkirakan menduduki fungsi

keterangan. Berbeda dengan O dan PEL. Yang pada kalimat selalu

Page 123: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[117]

terletak dibelakang P, unsur yang berfungsi sebagai keterangan

(K) bisa terletak didepan S atau P.

Contoh :

1) Di perpustakaan kamu membaca buku ini

2) Kami membaca buku ini di perpustakaan

Pada dua kalimat di atas, tampak bahwa frasa di

perpustakaan yang berfungsi sebagai keterangan mampu

ditempatkan di awal maupun di akhir. Khusus jika ditempatkan

antara S dan P, cara membacanya (intonasi) harus diubah

sedemikian rupa (terutama jeda) agar pemaknaan kalimat tidak

menjadi salah dan menimbulkan kesan ambigu atau salah

paham.

Dilihat dari bentuknya, keterangan pada sebuah kalimat

bisa dikenali dari adanya penggunaan preposisi dan konjungsi (di,

ke, dari, kepada, sehingga, supaya, dan sejenisnya). Akan tetapi,

tidak semua keterangan berciri demikan, ada pula keterangan

yang berbentuk kata, seperti pada contoh berikut:

1) Tiga tahun kami telah bekerja sama dengannya.

3. Jenis Kalimat dan Fungsinya

a. Berdasarkan pengucapannya

Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

1) Kalimat Langsung

Kalimat langsung adalah kalimat yang secara cermat

menirukan ucapan orang. Kalimat langsung juga dapat diartikan

kalimat yang memberitakan bagaiamana ucapan dari orang lain

(orang ketiga). Kalimat ini biasanya ditandai dengan tanda petik

dua(“..”) dan dapat berupa kalimat tanya atau kalimat perintah.

Contoh :

Page 124: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[118]

a) Ibu berkata: “Rohan, jangan meletakkan sepatu

disembarang tempat!”

b) “Saya gembira sekali”, kata ayah,” karena kamu lulus ujian”

2) Kalimat Tak Langsung

Kalimat tak langsung adalah kalimat yang menceritakan

kembali ucapan atau perkataan orang lain. Kalimat tak langsung

tidak ditandai lagi dengan tanda petik dua dan sudah dirubah

menjadi kalimat berita.

Contoh :

a. Ibu berkata bahwa dia senang sekali karena aku lulus ujian.

b. Kakak berkata bahwa buku itu harus segera dikembalikan.

b. Berdasarkan Jumlah Frasa (Struktur Gramatikal)

Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

1) Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang memilki satu pola

(klausa) yang terdiri dari satu subjek dan satu predikat. Kalimat

tunggal merupakan kalimat dasar sederhana. Kalimat-kalimat

yang panjang dapat dikembalikan ke dalam kalimat-kalimat dasar

yang sederhana dan dapat juga ditelusuri pola-pola

pembentukannya. Pola-pola kalimat dasar yang dimaksud adalah

:

*KB + KK (Kata Benda + Kata kerja)

Contoh : Victoria Bernyayi

S P

*KB + KS (Kata Benda + Kata Sifat)

Contoh : Ika sangat rajin

S P

Page 125: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[119]

*KB + KBil (Kata Benda + Kata Bilangan)

Contoh : Masalahnya seribuh Satu

S P

Kalimat tunggal dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :

a) Kalimat Nominal adalah kalimat yang predikatnya berupa

kata benda.

Contoh : saya siswa kelas VI

b) Kalimat Verbal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata

kerja.

Contoh : Adik bernyanyi

Setiap kalimat tunggal di atas dapat diperluas dengan

menambahkan kata-kata pada unsur-unsurnya. Dengan

penambahan unsur-unsur itu, unsur utama dari kalimat masih

dapat dikenali. Suatu kalimat tunggal dapar diperluas menjadi

dua puluh atau lebih. Perluasan kalimat tersebut terdiri atas :

a) Keterangan tempat, seperti di sini, dalam ruangan tertutup,

lewat Bali, sekeliling kota.

b) Keterangan waktu, seperti: setiap hari, pada pukul 21.00,

tahun depan, kemarin sore, Minggu kedua bulan ini.

c) Keterangan alat (dengan + kata benda), seperti: dengan

linggis, dengan undang-undang itu, dengan sendok, dengan

wesel pos, dengan cek.

d) Keterangan modalitas, seperti: harus, barangkali,s

eyogyanya, sesungguhnya, sepatunya.

e) Keterangan cara (dengan + kata sifar/kerja), seperti: dengan

hati-hati, seenaknya saja, selekas mungkin.

f) Keterangan aspek, seperti akun, sedang, sudah, dan telah.

Page 126: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[120]

g) Keterangan tujuan, seperti: agar bahagia, untuk anaknya,

supaya aman, bagi mereka.

h) Keterangan sebab, seperti: karena rajin, sebab berkuasa,

lantaran panic.

i) Keterangan aposisi adalah keterangan yang sifatnya

menggantikan, seperti: penerima Sepatu Emas, David

Beckham.

j) Frasa yang, seperti: Mahasiswa yang IP-nya 3 ke atas,

pemimpin yang memperhatikan rakyat.

Contoh perluasan kalimat tunggal adalah :

(1) Victoria akan bernyanyi di Las Vegas.

(2) Masalahnya seribu satu yang belum terpecahkan.

(3) Ika sangat rajin menyelesaikan tugas-tugas yang

diberikan kepadanya.

2) Kalimat Majemuk

Kalimat ini terbentuk dari 2 atau lebih kalimat tunggal dan

kedudukan tiap kalimat sederajat. Kalimat majemuk setara dapat

dikelompokkan ke dalam beberapa bagian, yaitu :

Contoh perluasan kalimat tunggal adalah :

a) Victoria seribu satu yang belum terpecahkan.

b) Masalahnya seribu satu yang belum terpecahkan.

c) Ika sangat rajin menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan

kepadanya.

a) Kalimat Majemuk Setara (KMS)

Kalimat ini terbentuk dari 2 atau lebih kalimat tunggal dan

kedudukan tiap kalimat sederajat. Kalimat majemuk setara dapat

dikelompokkan ke dalan beberapa bagian, yaitu :

Page 127: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[121]

*KMS Penggabungan. Dua atau lebih kalimat tunggal yang

dihubungkan oleh kata dan atau serta.

Contoh :

(1) Kami mencari bahan dan mereka meramunya.

(2) Ratih dan Ratna bermain bulu tangkis di halaman rumah.

*KMS Pertentangan. Dua kalimat tunggal yang dihubungkan

oleh kata tetapi, sedangkan, namun,melainkan,dalam suatu

kalimat. Kedua kalimat tersebut menunjukkan hubungan

pertentangan.

Contoh :

(1) Indonesia adalah Negara berkembang, sedangkan Jepang

termasuk Negara yang sudah maju.

(2) Bukan saya yang memecahkan gelas itu, melainkan kakak.

*KMS Pemilihan. Dua atau lebih kalimat tunggal yang

dihubungkan oleh kata atau.

Contoh:

(1) Makalah ini harus dikumpulkan besok atau minggu depan.

(2) Aku atau dia yang akan kamu pilih.

*KMS Penguatan. Dua atau lebih kalimat tunggal dihubungkan

dengan kata bahkan.

Contoh :

(1) Dia tidak hanya cantik, bahkan dia juga sangat baik hati.

(2) Pencuri itu tidak hanya dipukuli ole masa, bahkan dia disiksa

dengan sadis.

*KMS yang dibentuk dari dua atau lebih kalimat tunggal yang

dihubungkan oleh kata lalu dan kemudian, untuk menandakan

suatu kejadian yang berurutan.

Contoh :

Page 128: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[122]

(1) Mula-mula disebutkan nama-nama juara melukis tingkat SD,

kemudian disebutkan nama-nama juara melukis tingkat

SMP.

b) Kalimat Majemuk Bertingkat (KMB)

Kalimat majemuk setara terdiri atas satu suku kalimat

bebas dan satu suku kalimat yang tidak bebas. Kedua kalimat

tersebut memiliki pola hubungan yang tidak sederajat. Bagian

yang memiliki kedudukan lebih penting (inti gagasan) disebut

sebagai klausa utama (Induk Kalimat). Bagian yang lebih renda

kedudukannya disebut sebagai klausa sematan (anak kalimat).

Ada beberapa penanda hubngan / konjungsi yang dipergunakan

oleh kalimat majemuk bertingkat, yaitu :

(1) Waktu : ketika, sejak

(2) Sebab : karena, oleh karena itu, sebab, oleh sebab itu

(3) Akibat : hingga, sehingga, maka

(4) Syarat : jika, asalkan, apabila

(5) Perlawanan : meskipun, walaupun

(6) Pengandaian : andaikata, seandainya

(7) Tujuan : agar, supaya untuk biar

(8) Perbandingan : seperi, laksana, ibarat, seolah-olah

(9) Pembatasan : kecuali, selain

(10) Alat : dengan + kata benda : dengan tongkat

(11) Kesertaan : dengan + orang

Contoh :

(a) Walaupun computer itu dilengkapi dengan alat-alat modern,

para hacker masih dapat mengacaukan data-data komputer

itu.

Page 129: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[123]

Induk kalimat : para hacker masih dapat mengacaukan data-

data komputer itu.

Anak kalimat : walaupun komputer itu dilengkapi dengan alat-

alat modern.

c) Kalimat Majemuk Campuran

Kalimat majemk campuran terdiri atas kalimat majemuk

setara dan kalimat majemuk bertingkat atau kebalikannya.

Contoh:

(1) Karena hari sudah malam, kami berhenti dan langsung

pulang.

KMS : Kami berhenti dan langsung pulang.

KMC : Kami berhenti karena hari sudah malam.

(1) Kami langsung pulang karena hari sudah malam.

(2) Kami pulang, tetapi mereka masih bekerja karena tugasnya

belum selesai.

KMS : Kami pulang, tetapu mereka masih bekerja.

KMB : Mereka masih bekerja karena tugasnya belum selesai.

c. Berdasarkan Isi atau Fungsinya

Kalimat dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu :

1) Kalimat Perintah

Kalimat perintah adalah kalimat yang bertujuan

memberikan perintah kepada orang lain untuk melakukan

sesuatu. Kalimat perintah biasanya diakhiri dengan tanda seru

(!) dalam penulisannya. Sedangkan dalam bentuk lisan,

kalimat perintah ditandai dengan intonasi tinggi.

Macam-macam kalimat perintah :

*Kalimat perintah biasa, ditandai dengan partikel lah.

Page 130: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[124]

Contoh : Gantilah bajumu !

*Kalimat larangan, ditandai dengan penggunaan kata jangan.

Contoh : Jangan membuang sampah sembarangan !

*Kalimat ajakan, ditandai dengan kata mohon, tolong,

silahkan.

Contoh : Tolong temani nenekmu dirumah !

2) Kalimat Berita

Kalimat berita adalah kalimat yang isinya memberitahukan

sesuatu. Dalam penulisannyam biasanya diakhiri dengan tanda

titik (.) dan dalam pelafalannya dilakukan dengan intonasi

menurun. Kalimat ini mendorong orang untuk memberikan

tanggapan.

Macam-macam kalimat berita :

*Kalimat Berita Kepastian

Contoh : Nenek akan datang dari Bandung besok pagi.

*Kalimat Berita pengingkaran

Contoh : Saya tidak akan datang pada acara ulang tahunmu.

*Kalimat Berita Bentuk Lainnya

Contoh : Kami tidak tahu mengapa dia datang terlambat.

3) Kalimat Tanya

Kalimat tanya adalah kalimat yang bertujuan untuk

memperoleh suatu informasi atau reaksi (jawaban) yang

diharapkan. Kalimat ini diakhiri dengan tanda tanya (?) dalam

penulisannya dan dalam pelafalanna menggunakan intonasi

menurun. Kata tanya yang dipergunakan adalah bagaimana,

dimana, berapa, kapan.

Page 131: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[125]

a. Contoh :

Mengapa gedung ini dibangun tidak sesuai dengan disainnya?

b. Kapan Becks kembali ke Inggris?

4) Kalimat Seruan

Kalimat seruan adalah kalimat yang digunakan untuk

mengungkapkan perasaan “yang kuat” atau “yang mendadak”.

Kalimat seruan biasanya ditandai dengan intonasi yang tingg

dalam pelafalannya dan menggunakan tanda seu (!) atau tanda

titik (.) dalam penulisannya.

Contoh :

a) Aduh, pekerjaan rumah saya tidak terbawa.

b) Bukan main, eloknya.

d. Berdasarkan Unsur Kalimat

Kalimat dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu :

1) Kalimat Lengkap

Kalimat lengkap adalah kalimat yang sekurang-kurangnya

terdiri dari satu buah subjek dan satu buah predikat. Kalimat

Majas termasuk ke dalam kalimat lengkap.

Contoh :

Mahasisiwa berdiskusi di dalam kelas.

S P K

Ibu menggenakan kaos hijau dan celana hitam.

S P O

2) Kalimat Tidak Lengkap

Page 132: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[126]

Kalimat tidak lengkap adalah kalimat yang tidak sempurna

karena hanya memiliki subjek saja, atau predikat saja, atau objek

saja atau keterangan saja. Kalimat tidak lengkap biasanya berupa

semboyan, salam, perintah, pertanyaan, ajakan, jawaban,

seruan, larangan, sapaan dan kekaguman.

Contoh :

a) Selamat sore

b) Silahkan Masuk!

c) Kapan menikah?

d) Hei, kawan…

e. Berdasarkan Susunan S-P

Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

1) Kalimat versi

Kalimat versi adalah kalimat yang predikatnya mendahului

subjeknya. Kata atau frasa tertentu yang pertama muncul akan

menjadi kunci yang akan memperngaruhi makna untuk

menimbulkan kesan tertentu, dibandingakan jika kata atau frasa

ditempatkan pada urutan kedua. Kalimat ini biasanya dipakai

untuk penekanan atau ketegasan makna.

Contoh :

Ambilkan Koran itu di atas kursi itu!

P S

Sepakat kamu untuk berkumpul di taman kota.

S P K

2) Kalimat Inversi

Page 133: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[127]

Kalimat inversi adalah kalimat yang susunan dari unsur-

unsur kalimatnya sesuai dengan pola kalimat dasar bahasa

Indonesia (S-P-O-K).

Contoh :

-Penelitian ini dilakukan mereka sejak 2 bulan yang lalu

S P O K

-Aku dan dia bertemu di café ini.

S P K

f. Berdasarkan Bentuk Gaya Penyajiannya (Retrorikanya)

Kalimat dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

1) Kalimat yang Melepas

Kalimat yang melepas terbentuk jika kalimat tersebut

disusun dengan diawali oleh unsur utama (induk kalimat) dan

diikuti oleh unsur tambahan (anak kalimat). Unsur anak kalimat

ini seakan-akan dilepaskan saja oleh penulisnya. Jika unsur anak

kalimat tidak diucapkan, kalimat itu sudah bermakna lengkap.

Contoh :

a) Saya akan dibelikan vespa oleh Ayah jika saya lulu ujian

sarjana.

b) Semua warga negara harus menaati segala perundang-

undangan yang berlak agar kehidupan di negeri ini berjalan

dengan tertib dan aman.

2) Kalimat yang Klimaks

Kalimat klimaks terbentuk jika kalimat tersebut disusun

dengan diawali oleh anak kalimat dan diikuti oleh induk kalimat.

Kalimat belum dapat dipahami jika hanya membaca anak

kalimatnya. Sebelum kalimat it selesai, terasa masih ada sesuatu

Page 134: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[128]

yang ditunggu, yaitu induk kalimat. Oleh karena itu, penyajian

kalimat itu terasa berklimaks dan terasa membentuk

ketegangan.

Contoh :

a) Karena sulit kendaraan, ia datang terlambat ke kantornya.

b) Setelah 1.138 hari disekap dalam sebuah ruangan akhirnya

tiga sandera warga Negara Prancis itu dibebaskan juga.

3) Kalimat yang Berimbang

Kalimat yang berimbang disusun dalam bentuk kalimat

majemuk setara dan kalimat majemuk campuran, struktur

kalimat ini memperlihatkan kesejajarannya yang sejalan dan

dituangkan ke dalam bangun kalimat yang simteri.

Contoh :

a) Bursa saham tampaknya semakin bergairah, investor asing

dan domestic berlomba melakukan transaksi, dan IHSG naik

tajam.

b) Jika stabilitas nasional mantap, masyarakat dpaat bekerja

dengan tenang dan dapat beribadat dengan leluasa.

g. Berdasarkan Subjeknya

Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

a) Kalimat Aktif

Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan

suatu pekerjaan/tindakan. Kalimat ini biasanya memiliki predikat

berupa kata kerja yang berawalan me- dan ber-. Predikat juga

dapat berupa kata kerja aus (kata kerja yang tidak dapat dilekati

oleh awalan me- saja), misalnya pergi, tidur, mandi, dll (kecuali

makan dan minum).

Page 135: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[129]

Contoh :

a) Mereka akan berngkat besok pagi.

b) Kakak membantu ibu didapur.

Kalimat aktif dibedakan menjadi 2, yaitu :

*Kalimat Aktif Transitif

Kalimat Aktif Transitif adalah kalimay yang dapat diikuti

oleh objek penderita (OI). Predikat pada kalimat ini biasanya

berawalan me- dan selalu dapat diubah menjadi kalimat pasif.

Contoh : Eni mencuci piring.

S P OI

*Kalimat Aktif Intransitif

Kalimat Aktif Intransitif adalah kalimat yang tidak dapat

diikuti oleh objek penderita (OI). Preidkat pada kalimat ini

biasanya berawalan ber-. Kalimat berawalan me- tidak diikuti

dengan OI. Kalimat ini tidak dapat dirubah menjadi kalimat pasif.

Contoh :

Mereka berangkat minggu depan.

S P K

Amel menangis tersedu-sedu di kamar.

S p K

*Kalimat Semi Transitif

Kalimat ini tidak dapat dirubah menjadi kalimat pasif

Karena disertai oleh pelengkap bukan objek.

Contoh :

-Dian kehilangan pensil.

S P Pel.

Page 136: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[130]

Son selalu mengendarai sepeda motor ke kampus.

S P Pel K

b) Kalimat Pasif

Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai

pekerjaan atau tindakan. Kalimat ini biasanya memiliki predikat

berupa kata kerja berawalan di- dan ter- dan diikuti oleh kata

depan oleh.

Kalimat pasif dapat dibedakan menjadi 2 :

*Kalimat Pasif Biasa

Kalimat pasif ini biasanya diperoleh dari kalimat aktif

transitif. Predikat pada kalimat ini berawalan di-, ter-, ke-an.

Contoh :

-Piring dicuci Eni

S P O2

*Kalimat Pasif Zero

Kalimat pasif zero adalah kalimat objek pelakunya atau O2

melekat berdekatan dengan O2 tanpa disisipi dengan kata lain.

Predikat pada kalimat ini berakhiran –kan dan akan terjadi

awalan di-. Predikatnya juga dapat berupa kata dasar berkelas

kerja kecuali kata kerja aus. Kalimat pasif zero ini berhubungan

dengan kalimat baku.

Contoh :

-Ku pukul adik

O2 P O

Cara mengubah kalimat aktif menjadi pasif :

(1) Subjek pada kalimat aktif dijadikan objek pada kalimat pasif.

Page 137: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[131]

(2) Awalan me- diganti dengan di-.

(3) Tambahkan kata oleh dibelakang predikat.

Contoh : Bapak memancing ikan (aktif)

Ikan dipancing oleh bapak (pasif)

(4) Jika subjek kalimat aktif berupa kata ganti maka awalan me-

pada predikat dihapus, kemudian subjek dan predikat

dirapatkan.

Contoh : Aku harus mengerjakan PR. (aktif)

PR harus kukerjakan. (pasif)

h. Jenis Kalimat Menurut Fungsinya

Menurut fungsinya, kalimat dapat terbagi menjadi

empat macam, yaitu kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan,

kalimat perintah dan kalimat seruan. Kalimat-kalimat tersebut

dapat berbentuk positif ataupun negative di dalam sebuah

kalimat tersebut.

1) Kalimat Pernyataan (Deklaratif)

Bentuk kalimat ini dipakai jika seseorang ingin menyatakan

sesuatu dengan lengkap kepada lawan bicaranya saat ia ingin

menyampaikan informasi.

2) Kalimat pertanyaan (Interogatif)

Kalimat ini digunakan jika seseorang ingin memperoleh

informasi atau mencari tahu sesuatu. Kalimat ini sering

menggunakan kata tanya, misalnya apa, siapa, bagaimana,

mengapa, dll.

3) Kalimat Perintah dan Permintaan (Imperatif)

Page 138: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[132]

Kalimat ini digunakan untuk memberikan suatu perintah

(menyuruh) atau melarang seseorang untuk berbuat sesuatu.

4) Kalimat Seruan

Kalimat ini digunakan untuk mengungkapkan perasaan

yang mendadak.

4. Syarat – syarat Pembentukan Kalimat Efektif

Di dalam kalimat efektif, ada beberapa syarat yang yang harus di

penuhi agar kalimat tersebut bisa disebut kalimat efektif. Yaitu :

a. Kesatuan gagasan

Setiap kalimat yang baik dituntut jelas memperlihatkan kesatuan

gagasan, mengandung satu ide pokok. Dalam laju kalimat tidak boleh

diadakan perubahan dari satu kesatuan gagasan kepada kesatuan

gagasan lain yang tidak ada hubungan, atau menggabungkan dua

kesatuan yang tidak mempunyai hubungan sama sekali. Bila dua

kesatuan yang tidak mempunyai hubungan disatukan, akan rusak

kesatuan pikiran itu. Kesatuan gagasan janganlah pula diartikan bahwa

hanya terdapat suatu ide tunggal. Bisa terjadi bahwa kesatuan gagasan

itu terbentuk dari dua gagasan pokok atau lebih. Secara praktis sebuah

kesatuan gagasan diwakili oleh subyek, predikat dan obyek. Kesatuan

yang diwakili oleh subyek, predikat dan obyek itu dapat

berbentukkesatuan tunggal, kesatuan gabungan, kesatuan pilihan, dan

kesatuan yang mengandung pertentangan. Contoh-contoh berikut dapat

menjelaskan kesatuan gagasan tersebut, baik kesatuan yang terpadu,

dan kesatuan yang tidak terpadu.

1) Yang jelas kesatuan gagasannya

Page 139: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

Kesatuan gagasan ini berkait dengan ekonomi kata

atau penggunaan kata yang tidak mubazir. Dalam

bahasa jurnalistik, hal ini menjadi perhatian.

Penggunaan kata-kata bahwa, adalah, telah, untuk,

dari, di mana, hal mana, yang mana, kata-kata

penat (lihat Anwar 1979). Perhatikan contoh berikut.

[133]

a) Kita bisa merasakan dalam kehidupan sehari-hari, betapa emosi itu

seringkali merupakan tenaga pendorong yang amat kuat dalam

tindak keihdupan kita (kesatuan tunggal)

b) Dia telah meninggalkan rumahnya jam enam pagi, dan telah

berangkat dengan pesawat satu jam yang lalu (kesatuan gabungan)

c) Ayah bekerja di perusahaan pengangkutan itu, tetapi ia tidak senang

dengan pekerjaan itu (kesatuan yang mengandung pertentangan)

d) Kamu boleh menyusun saya ke tempat itu, atau tinggal saja di sini

(kesatuan pilihan)

2) Yang tidak jelas kesatuan gagasannya

Kesatuan gagasan biasanya menjadi kabur karena kedudukan

subjek atau predikat tidak jelas, terutama karena salah menggunakan

kata depan. Kesalahan lain terjadi karena kalimatnya terlalu panjang

sehingga penulis atau pembicara sendiri tidak tahu apa sebenarnya yang

mau dikatakan. Coba perhatikan kalimat-kalimat berikut, dan katakan

mengapa kesatuan gagasannya tidak jelas atau kabur.

Page 140: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[134]

b. Koherasi yang baik dan kompak

Keraf (1997) menyatakan yang dimaksud dengan koherensi atau

kepaduan yang baik dan kompak adalah hubungan timbal balik yang

baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang

membentuk kalimat itu. Bagaimana hubungan antara subjek dan

predikat, hubungan antara predikat dan objek, serta keterangan-

keterangan lain yang menjelaskan tiap-tiap unsur pokok tadi.

Setiap bahasa memiliki kaidah-kaidah tersendiri bagaimana

mengurutkan gagasan-gagasan tersebut. Ada bagian-bagian kalimat yang

memiliki hubungan yang lebih erat sehingga tidak boleh dipisahkan, ada

yang lebih renggang kedudukannya sehingga boleh ditempatkan di mana

saja, asal jangan disisipkan antara kata-kata atau kelompok kata yang

rapat hubungannya. Kesalahan yang seringkali juga merusakkan

koherensi adalah menempatkan kata depan, kata penghubung yang tidak

sesuai atau tidak pada tempatnya, penempatan keterangan aspek yang

tidak sesuai dan sebagainya.

Bilamana gagasan yang tidak berhubungan satu sama lain

disatukan, selain merusak kesatuan pikiran, juga akan merusak koherensi

Page 141: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[135]

Demikian pula, pemisahan saya yang paling kecil dari

kata adik juga akan merusak koherensi kelompok kata

dalam kalimat.

kalimat yang bersangkutan.dalam kesatuan pikiran lebih ditekankan

adanya isi pikiran, sedangkan dalam koherensi lebih ditekankan segi

struktur, atau interrelasi antara kata-kata yang menduduki sebuah tugas

dalam kalimat. Sebab itu, bisa terjadi bahwa sebuah kalimat dapat

mengandung sebuah kesatuan pikiran, tetapi koherensinya tidak baik.

Ketidakbaikan koherensi kalimat itu dapat disebakan oleh hal-hal sebagai

berikut:

1) Koherensi rusak karena tempat kata dalam kalimat tidak sesuai

dengan pola kalimat.

2) Kepaduan sebuah kalimat akan rusak pula karena salah

mempergunakan kata depan, kata penghubung, dan sebagainya.

Page 142: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[136]

3) Kesalahan lain yang dapat merusak koherensi adalah pemakaian kata,

baik karena merangkaikan dua kata yang maknanya tidak tumpang

tindih, atau hakekatnya mengandung kontradiksi.

4) Suatu corak kesalahan yang lain yang sering dilakukan sehubungan

dengan persoalan koherensi atau kepaduan kalimat adalah salah

menempatkan keterangan aspek (sudah, telah, akan, belum, dsb.)

Pada kata kerja tanggap. Jadi, saya baca, kau pukul, kami lihat dsb,

sebagai bentuk tanggap tidak boleh diselingi keterangan apapun,

karena hubungan antara keduanya sangat mesra.

c . Penekanan

Inti pikiran yang terkandung dalam tiap kalimat (gagasan utama)

haruslah dibedakan dari sebuah kata yang dipentingkan. Gagasan utama

kalimat tetap didukung oleh subjek, dan predikat, sedangkan unsur yang

dipentingkan dapat bergeser dari satu kata ke kata yang lain. Kata yang

dipentingkan harus mendapat tekanan atau harus lebih ditonjolkan dari

unsur-unsur yang lain.

Dalam bahasa lisan kita dapat mempergunakan tekanan, gerak-

gerik dan sebagainya untuk memberi tekanan pada sebuah kata. Dalam

bahasa tulisan halini tidak mungkin dilakukan. Namun masih terdapat

beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk memberi penekanan itu,

Page 143: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[137]

baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan. Cara-cara yang

dapat ditempuh di antaranya sebagai berikut.

1) Mengubah-ubah posisi kata dalam kalimat

Sebagai prinsip dapat dikatakan bahwa semua kata yang

ditempatkan pada awal kalimat adalah kata yang dipentingkan.

Berdasarkan prinsip tersebut, untuk mencapai efek yang diinginkan

sebuah kalimat dapat diubah-ubah strukturnya dengan menempatkan

sebuah kata yang dipentingkan pada awal kalimat.

a) Kami berharap pada kesempatan lain kita dapat membicarakan lagi

soal ini.

Kalimat di atas menunjukkan bahwa kata yang dipentingkan

adalah kami (berharap), bukan yang lain-lain. Di samping, kami kita dapat

memberi penekanan pada kata-kata lainnya: harap, pada kesempatan

lain, kita, soal ini. Kata-kata tersebut dapat ditempatkan pada awal

kalimat, dengan konsekuensi bahwa kalimat di atas bisa mengalami

perubahan strukturnya, asal isinya tidak berubah.

a) Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada

kesempatan lain.

b) Pada kesempatan lain kami berharap kita dapat membicarakan lagi

soal ini

c) Kita dapat membicarakan lagi soal ini pada kesempatan lain,

demikian harapan kami.

d) Soal ini dapat kita bicarakan pada kesempatan lain, demikian

harapan kami.

2) Mempergunakan repetisi

Repetisi adalah pengulangan sebuah kata yang dianggap penting

dalam sebuah kalimat. Perhatikan contoh berikut.

Page 144: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[138]

a) Harapan kita demikianlah dan demikian pula harapan setiap pejuang.

3) Pertentangan

Pertentangan dapat pula dipergunakan untuk menekan suatu

gagasan. Kita bisa saja mengatakan secara langsung hal-hal berikut

dengan konsekuensi bahwa tidak terdapat penekanan.

a) Anak itu rajin dan jujur

b) Ia menghendaki perbaikan yang menyeluruh di perusahaan itu.

Agar kata rajin dan jujur serta menghendaki perbaikan yang

menyeluruh dapat lebih ditonjolkan, kedua gagasan itu ditempatkan

dalam suatu posisi pertentangan, misalnya:

a) Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur.

b) Ia tidak menghendaki perbaikan yang bersifat tambal

sulam, tetapiperbaikan yang menyeluruh di perusahaan itu.

4) Partikel Penekan

Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa partikel yang

berfungsi untuk menonjolkan sebuah kata atau ide dalam sebuah

kalimat. Partikel-partikel yang dimaksud adalah: lah, pun, kah, yang oleh

kebanyakan tatabahasa disebut imbuhan.

a) Saudaralah yang harus bertanggungjawab dalam soal itu

b) Kami pun turut dalam kegiatan itu

d. Keparalelan (Paralelisme)

Yang dimaksud dengan keparalelan adalah kesamaan bentuk kata

yang digunakan dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama

menggunakan nomina, bentuk kedua menggunakan nominal. Kalau

bentuk pertama menggunakan verbal.

Contoh:

1) Harga minyak dibekukan atau kenaikan

Page 145: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[139]

Kalimat (1) tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata

kedua bentuk itu :

1) Harga minyak di bekukan atau dinaikkan oleh pihak pemerintah pusat.

e. Lugas

Adalah alah suatu penonjolan pada ide pokok kalimat. Dalam

sebuah kalimat ada ide yang perlu ditonjolkan. Kalimat itu memberi

penekanan atau penegasan pada penonjolan itu. Ada berbagai cara

untuk membentuk penekanan.

1) Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal

kalimat).

- Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan

negara ini dengan kemampuan yang ada pada

dirinya.Penekanannya ialah presiden mengharapkan

Contoh:

Harapan presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan

negaranya.

2) Membuat urutan kata yang bertahap yang masih mempunyai arti

yang sejenis.

- Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah,

telah disumbangkan.

Seharusnya:

- Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah,

telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar.

3) Melakukan pengulangan kata yang masih berhubungan dengan

subyek (repetisi).

dan kenaikan. Kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan yang mewakili predikat terdiri dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan

Page 146: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[140]

- Saya suka kecantikan mereka, saya suka akan kelembutan mereka.

4) Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan dalam

kalimat.

- Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur.

5) Mempergunakan partikel penekanan (penegasan) dalam kalimat

yang telah kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari dan telah

kita ucapkan.

- Saudaralah yang bertanggung jawab.

f) Gramatikal

Makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat

adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan

proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata

angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik,

melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik,

papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.

g) Lengkap

Lengkap adalah adanya pola kalimat yang utuh di dalam kalimat

efektif. Utuh disini berarti bahwa semua komponen yang di butuhkan

dalam pembentukan sebuah kalimat harus terpenuhi. Seperti subyek,

predikat, dan objek.

Contoh : Aku makan bakso,

Keterangan : Aku (subjek), makan (predikat), dan bakso (objek).

h) Logis

Kalimat efektif harus mudah dipahami. Unsur-unsur

pembentuknya harus memiliki hubungan yang logis atau dapat diterima

oleh akal sehat. Susunan kalimat dianggap logis apabila kalimat itu

Page 147: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[141]

mengandung makna yang bisa diterima akal dan bermakna sesuai

dengan kaidah-kaidah nalar secara umum. Contoh : Waktu dan tempat

saya persilakan.

Kalimat ini tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat

adalah benda mati yang tidaka dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus

diubah menjadi: Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke

podium.

i) Efisien / Ekonomis

Kehematan dalam kalimat efektif merupakan kehematan dalam

pemakaian kata, frase, atau bentuk lainnya yang dianggap tidak

diperlukan. Kehematan ini menyangkut soal gramatikal dan makna kata.

Kehematan tidak berarti bahwa kata yang diperlukan atau yang

menambah kejelasan makna kalimat boleh dihilangkan. Penulis kadang-

kadang tanpa sadar sering mengulang subjek dalam satu kalimat.

Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak

perlu. Setiap kata haruslah memiliki fungsi yang jelas. Penggunaan kata-

kata yang berlebihan justru akan memperlemah dan mengaburkan

maksud kalimat tersebut (E. Kosasih, 2002 :200).

Contoh: Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.

Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat diatas tidak perlu.

Dalam kata mawar, anyelir, dan melati terkandung makna bunga. Kalimat

yang benar adalah: Mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.

Dalam menghemat pengunaan kata dalam kalimat adalah dengan

cara :

1) Hiponimi

Dalam bahasa ada kata yang merupakan bawahan makna kata atau

ungkapan yang lebih tinggi. Di dalam makna kata terkandung

Page 148: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[142]

makna dasar kelompok makna kata yang bersangkutan. Kata

merah sudah mengandung makna kelompok warna.

2) Pemakaian kata depan ”dari” dan ”daripada”.

Dalam bahasa Indonesia kita mengenal kata depan dari dan daripada,

selain ke- dan di-. Penggunaan dari dalam bahasa Indonesia dipakai

untuk menunjukkan arah (tempat) dan asal (asal-usul).

3) Penghilangan subjek ganda

Kalimat majemuk yang anak kalimat dan induk kalimatnya memiliki

subyek sama dapat dihilangkan salah satunya. Contoh :

- Sebelum surat ini dikirimkan, surat ini harus ditandatangani lebih

dahulu. (Tidak Tepat)

- Sebelum dikirimkan, surat ini harus ditandatangani lebih dahulu.

(Tepat)

j) Variasi

Ciri kevariasian akan diperoleh jika kalimat yang satu dibandingkan

dengan kalimat yang lain. Kemungkinan variasi kalimat tersebut sebagai

berikut.

(1) Variasi dalam pembukaan kalimat

Ada beberapa kemungkinan untuk memulai kalimat demi

efektifitas, yaitu dengan variasi pada pembukaan kalimat. Dalam variasi

pembukaan kalimat, sebuah kalimat dapat dimulai atau dibuka dengan :

(a) Frase keterangan (waktu, tempat, cara)

(b) Frase Benda

(c) Frase Kerja

(d) Partikel Penghubung

Contoh:

Page 149: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[143]

(b) Mang Usil dari kompas menganggap hal ini sebagai suatu isarat

sederhana untuk bertransmigrasi (Frase benda)

(c) Dibuangnya jauh-jauh pikiran yang menghantuinya selama ini (Frase

Kerja)

(d) Karena bekerja terlalu berat dia jatuh sakit (frase Penghubung)

(2) Variasi dalam pola kalimat

Untuk efektifitas kalimat dan untuk menghindari suasana menoton

yang dapat menimbulkan kebosanan, pola kalimat subjek – Predikat –

Objek dapat diubah menjadi predikat – objek – Subjek atau yang lainnya.

Contoh :

1) Dokter muda itu belum dikenal oleh masyarakat desa Sukamaju. (S –

P- O)

2) Belum dikenal oleh masyarakat desa Sukamaju doketr muda itu. (P –

O – S)

3) Dokter muda itu oleh masyarakat desa Sukamaju belum dikenal. (S –

O – P)

(3) Variasi dalam jenis kalimat

Untuk mencapai efektifitas sebuah kalimat berita atau

pertanyaan, dapat dikatakan dalam kalimat Tanya atau kalimat

perintah. Perhatikan contoh berikut.

- ........................ Presiden SBY sekali lagi menegaskan perlunya kita lebih

hati-hati memamakai bahan baker dan energi dalam negeri. Apakah

kita menangkap peringatan tersebut?

Dalam kutipan tersebut terdapat satu kalimat yang dinyatakan

dalam bentuk Tanya. Penulis tentu dapat mengatakannya dalam kalimat

berita. Akan tetapi untuk mencapai efektifitas, ia memakai kalimat Tanya.

Page 150: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[144]

(4) Variasi bentuk aktif-pasif

Perhatikan contoh berikut!

(a) Pohon pisang itu cepat tumbuh. Kita dengan mudah dapat

menanamnya dan memeliharanya. Lagi pula kita tidak perlu

memupuknya. Kita hanya menggali lubang, menanam, dan tinggal

menunggu buahnya.

Bandingkan dengan kalimat berikut!

(b) Pohon pisang itu cepat tumbuh. Dengan mudah pohon pisang itu

dapat ditanam dan dipelihara. Lagi pula tidak perlu dipupuk kita

hanya menggali lubang, menanam dan tinggal menunggu buahnya.

Kalimat-kalimat pada paragaf (a) semuanya berupa kalimat katif,

sedangkan pada paragraph (b) berupa kalimat aktif dan pasif. Dapat

dikatakan, bahwa kalimat-kalimat pada paragraf (a) tidak bervariasi

sedangkan paragraf (b) bervariasi, namun hanya variasi aktif – pasif.

5. Sebab-sebab Kalimat Tidak Efektif

a. Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat :

1) Sejak dari usia delapan tauh ia telah ditinggalkan ayahnya.

(Sejak usia delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.)

2) Hal itu disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang

menyenangkan.

(Hal itu disebabkan perilakunya sendiri yang kurang

menyenangkan.

3) Ayahku rajin bekerja agar supaya dapat mencukupi kebutuhan

hidup.

(Ayahku rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.)

4) Pada era zaman modern ini teknologi berkembang sangat

pesat.

Page 151: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[145]

(Pada zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat.)

5) Berbuat baik kepada orang lain adalah merupakan tindakan

terpuji.

(Berbuat baik kepada orang lain merupakan tindakan terpuji.)

b. Penggunaan kata berlebih yang ‘mengganggu’ struktur kalimat :

1) Menurut berita yang saya dengar mengabarkan bahwa

kurikulum akan segera diubah.

(Berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan

segera diubah. / Menurut berita yang saya dengar, kurikulum

akan segera diubah.)

2) Kepada yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.

(Yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.)

c. Penggunaan imbuhan yang kacau :

1) Yang meminjam buku di perpustakaan harap dikembalikan.

(Yang meminjam buku di perpustakaan harap mengembalikan.

/ Buku yang dipinjam dari perpustakaan harap dikembalikan)

2) Ia diperingati oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi

perbuatannya.

(Ia diperingatkan oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi

perbuatannya.

3) Operasi yang dijalankan Reagan memberi dampak buruk.

(Oparasi yang dijalani Reagan berdampak buruk)

4) Dalam pelajaran BI mengajarkan juga teori apresiasi puisi.

(Dalam pelajaran BI diajarkan juga teori apresiasi puisi. /

Pelajaran BI mengajarkan juga apresiasi puisi.)

d. Kalimat tak selesai :

Page 152: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[146]

1) Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial yang selalu

ingin berinteraksi.

(Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial,

selalu ingin berinteraksi.)

2) Rumah yang besar yang terbakar itu.

(Rumah yang besar itu terbakar.)

e. Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku :

1) Kita harus bisa merubah kebiasaan yang buruk.

(Kita harus bias mengubah kebiasaan yang buruk.)

Kata-kata lain yang sejenis dengan itu antara lain menyolok,

menyuci, menyontoh, menyiptakan, menyintai, menyambuk,

menyaplok, menyekik, menyampakkan, menyampuri,

menyelupkan dan lain-lain, padahal seharusnya mencolok,

mencuci, mencontoh, menciptakan, mencambuk, mencaplok,

mencekik, mencampakkan, mencampuri, mencelupkan.

2) Pertemuan itu berhasil menelorkan ide-ide cemerlang.

(Pertemuan itu telah menelurkan ide-ide cemerlang.)

3) Tau tahu

4) kepilih terpilih

5) faham paham

6) himbau imbau

7) silahkan silakan

8) antri antre

f. Penggunaan tidak tepat kata ‘di mana’ dan ‘yang mana’ :

1) Saya menyukainya di mana sifat-sifatnya sangat baik.

(Saya menyukainya karena sifat-sifatnya sangat baik.)

2) Rumah sakit di mana orang-orang mencari kesembuhan harus

selalu bersih.

Page 153: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[147]

(Rumah sakit tempat orang-orang mencari kesembuhan harus

selalu bersih.)

3) Manusia membutuhkan makanan yang mana makanan itu harus

mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh.

(Manusia membutuhkan makanan yang mengandung zat-zat yang

diperlukan oleh tubuh.)

g. Penggunaan kata ‘daripada’ yang tidak tepat :

1) Seorang daripada pembatunya pulang ke kampung kemarin.

(Seorang di antara pembantunya pulang ke kampung kemarin.)

2) Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar daripada

pengawasannya.

(Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar dari

pengawasannya.)

3) Tendangan daripada Ricky Jakob berhasil mematahkan

perlawanan musuh.

(Tendangan Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan

musuh.)

h. Pilihan kata yang tidak tepat :

1) Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan waktu

untuk berbincang bincang dengan masyarakat.

(Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan diri

untuk berbincang-bincang dengan masyarakat.)

2) Bukunya ada di saya. (Bukunya ada pada saya.)

i. Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti :

1) Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan

untuk memulai pembicaraan damai antara komunis dan

pemerintah yang gagal.

Page 154: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[148]

Kalimat di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa

yang gagal? Pemerintahkah atau pembicaraan damai yang pernah

dilakukan?

(Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan

untuk memulai kembali pembicaraan damai yang gagal antara

pihak komunis dan pihak pemerintah.)

2) Sopir Bus Santosa yang Masuk Jurang Melarikan Diri.

Judul berita di atas dapat menimbulkan salah pengertian.

Siapa/apa yang dimaksud Santosa? Nama sopir atau nama bus?

Yang masuk jurang busnya atau sopirnya?

(Bus Santoso Masuk Jurang, Sopirnya Melarikan Diri.

j. Pengulangan kata yang tidak perlu :

1) Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku setahun.

(Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku.)

2) Film ini menceritakan perseteruan antara dua kelompok yang

saling menjatuhkan, yaitu perseteruan antara kelompok Tang

Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.

(Film ini menceritakan perseteruan antara kelompok Tan Peng

Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.)

k. Kata ‘kalau’ yang dipakai secara salah :

1) Dokter itu mengatakan kalau penyakit AIDS sangat berbahaya.

(Dokter itu mengatakan bahwa penyakit AIDS sangat berbahaya.)

2) Siapa yang dapat memastikan kalau kehidupan anak pasti lebih

baik daripada orang tuanya?

(Siapa yang dapat memastikan bahwa kehidupan anak pasti lebih

baik daripada orang tuanya?)

6. Contoh – contoh Kalimat Efektif

Page 155: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[149]

1) Kalimat tidak efektif : Sungguh sangat benar-benar malang nasib

anak itu.

Kalimat efektif : Sungguh sangat malang nasib anak itu.

2) Kalimat tidak efektif : Kemarin banyak para karyawan yang

melakukan demonstrasi.

Kalimat efektif : Kemarin banyak karyawan yang melakukan

demonstrasi.

3) Kalimat tidak efektif : Kedua kapten dari masing-masing tim saling

bertatap-tatapan.

Kalimat efektif : Kedua kapten dari masing-masing tim saling

bertatapan.

4) Kalimat tidak efektif : Semua orang tau bahwa makhluk hidup

pasti mati.

Kalimat efektif : Semua orang tahu bahwa makhluk hidup pasti

mati.

5) Kalimat tidak efektif : Motor yang diparkir yang di ujung itu

miliknya.

Kalimat efektif : Motor yang di parkir di ujung itu miliknya.

Page 156: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[150]

PARAGRAF

1. Definisi paragraf

Paragraf disebut juga alinea. Kata tersebut merupakan serapan

dari bahasa Inggris paragraph. Kata Inggris “paragraf” terbentuk dari kata

Yunani para yang berarti “sebelum” dan grafein “menulis atau

menggores”. Sedangkan kata alinea dari bahasa Belanda dengan ejaan

yang sama. Alinea berarti “mulai dari baris baru” (Adjad Sakri, 1992).

Paragraf atau alinea tidak dapat dipisah-pisahkan seperti sekarang, tetapi

disambung menjadi satu. Menurut Finoza (2006), paragraf adalah satuan

bentuk bahasa yang biasanya merupakan gabungan beberapa kalimat,

sedangkan dalam bahasa Yunani, sebuah paragraf (paragraphos,

“menulis di samping” atau “tertulis di samping”) adalah suatu jenis

tulisan yang memiliki tujuan atau ide. Jadi, paragraf atau alinea adalah

suatu bagian dari bab pada sebuah karangan yang mana cara

penulisannya harus dimulai dengan baris baru dan kalimat yang

membentuk paragraf atau alinea harus memperlihatkan kesatuan

pikiran.

Selain itu, kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf atau alinea

harus saling berkaitan dan hanya membicarakan satu gagasan. Bila dalam

sebuah paragraf atau alinea terdapat lebih dari satu gagasan, paragraf

atau alinea itu tidak baik dan perlu dipecah menjadi lebih dari satu

paragraf atau alinea. Perhatikan contoh paragraf atau alinea di bawah ini.

Sampah yang setiap hari kita buang sebenarnya bisa

disederhanakan menjadi dua macam, yaitu sampah organik

dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah

6

Page 157: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[151]

yang mudah membusuk, seperti sisa makanan dan daun-

daunan yang biasanya basah. Sampah anorganik adalah

sampah yang sulit atau yang tidak bisa membusuk,

umpamanya plastik, kaca, logam, kain, dan karet.

Dalam contoh paragraf atau alinea di atas terdapat satu pokok

pembicaraan, yaitu sampah (organik dan anorganik). Masalah tersebut

diungkapkan dengan menggunakan tiga kalimat, bobot ide/gagasan yang

dihasilkan oleh paragraf atau alinea itu tentu lebih tinggi atau lebih luas

jika dibandingkan dengan ide sebuah kalimat.

2. Struktur Paragraf

Sebelum membahas mengenai struktur paragraf, yang perlu kita

ketahui adalah ciri-ciri paragraf, yaitu:

a. Paragraf menggunakan pikiran utama yang dinyatakan dalam kalimat

topik.

b. Setiap paragraf menggunakan satu kalimat topik, selebihnya

merupakan kalimat penjelas dalam menguraikan kalimat topik.

c. Paragraf menggunakan pikiran penjelas yang dinyatakan dalam

kalimat penjelas. Di dalam paragrap hanya berisi satu kalimat topik

dan beberapa kalimat penjelas.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka seluruh kalimat yang

membangun paragraf pada umumnya dapat diklasifikasikan atas dua

jenis, yaitu kalimat topik atau kalimat pokok dan kalimat penjelas atau

kalimat pendukung. Kalimat topik adalah kalimat yang berisi ide pokok

atau ide utama paragraf. Kalimat ini merupakan kalimat terpenting yang

harus ada dalam setiap paragraf. Jika kalimat topik tidak ada dalam satu

paragraf, berarti ide paragraf itu juga tidak ada. Adapun kalimat penjelas

atau pendukung sesuai dengan namanya berfungsi mendukung atau

Page 158: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[152]

menjelaskan ide utama yang terdapat di dalam kalimat topik. Ciri kalimat

topik dan kalimat penjelas adalah sebagai berikut.

a. Kalimat topik atau kalimat utama

Kalimat topik biasanya ditempatkan secara jelas sebagai kalimat

awal suatu paragraf. Kalimat utama ini kemudian dikembangkan dengan

sejumlah kalimat penjelas sehingga ide atau gagasan yang terkandung

kalam kalmat utama itu menjadi semakin jelas. Ciri kalimat topik:

1) Mengandung permasalahan yang potensial untuk dirinci dan

diuraikan lebih lanjut.

2) Merupakan kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri.

3) Mempunyai arti yang cukup jelas tanpa harus dihubungkan dengan

kalimat lain dalam satu paragraf.

4) Dapat dibentuk tanpa bantuan kata sambung atau

penghubung/transisi.

Contoh:

(1) Rumah temanku sungguh tampak mewah mengagumkan. (2)

Dinding-dinding rumah bagian dalam dihiasi permata. (3) Lantainya

terbuat dari marmer. (4) Pintu-pintu kamar terbuat dari emas. (5) Meja

kursi terbuat dari bahan alumunium dan monel.

Perhatikanlah kalimat-kalimat yang ada dalam contoh paragraf di

atas! Kalimat 2, 3, 4, dan 5 disebut kalimat penjelas karena berfungsi

untuk mendukung atau memperjelas kalimat 1, sedangkan kalimat 1

disebut kalimat utama. Karena kalimat utama berada di awal paragraf.

b. Kalimat Penjelas

Page 159: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[153]

Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan

tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf. Ciri

kalimat penjelas:

1) Sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri (dari segi

arti)

2) Arti kalimat ini kadang-kadang baru jelas setelah dihubungkan dengan

kalimat lain dalam satu paragraf.

3) Pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung atau

frasa penghubung/transisi.

4) Isinya berupa rincian, keterangan, contoh dan data tambahan lain

yang bersifat memperjelas (mendukung) kalimat topik.

Kalimat-kalimat penjelas atau kalimat-kalimat bawahan

itu menjelaskan kalimat topik dengan empat cara, yaitu:

a) Dengan ulangan, yaitu mengulang balik pikiran utama.

Pengulangannya biasanya menggunakan kata-kata lain yang

bersamaan maknanya (sinonimnya).

b) Dengan pembedaan, yaitu dengan menunjukkan maksud yang

dikandung oleh pikiran utama dan menyatakan apa yang tidak

terkandung oleh pikiran utama.

c) Dengan contoh, yaitu dengan memberikan contoh-contoh mengenai

apa yang dinyatakan dalam kalimat topik.

d) Dengan pembenaran, yaitu dengan menambahkan alasan-alasan

untuk mendukung ide pokok. Biasanya kalimat pembenaran itu

diawali/disisipi kata “karena, sebab”.

Contoh:

Dengan bahasa, manusia dapat menyampaikan bermacam-macam pikiran dan perasaan kepada sesama manusia. Dengan bahasa pula, manusia dapat mewarisi dan mewariskan semua pengalaman dan pengetahuannya.

Page 160: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[154]

Seandainya manusia tidak berbahasa, alangkah sunyinya dunia ini. Memang bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

3. Syarat Pembentukan Paragraf

Suatu paragraf/alinea dianggap bermutu dan efektif

mengkomunikasikan gagasan yang didukungnya apabila paragraf/alinea

itu lengkap, artinya mengandung pikiran utama dan pikiran-pikiran

penjelas. Di samping itu sama halnya dengan kalimat, paragraf/alinea

harus memenuhi persyaratan tertentu.(Keraf, 1980:67) . Adapun syarat-

syarat tersebut antara lain.

a. Kesatuan Makna (Koherensi)

Sebuah paragraf dikatakan mengandung kesatuan makna jika

seluruh kalimat dalam paragraf itu hanya membicarakan satu ide pokok,

satu topik, atau satu masalah saja. Jika dalam sebuah paragraf terdapat

kalimat yang menyimpang dari masalah yang sedang dibicarakan, berarti

dalam paragraf itu terdapat lebih dari satu ide atau masalah.

Contoh:

Buku merupakan investasi masa depan. Buku adalah jendela ilmu pengetahuan yang bisa membuka cakrawala seseorang. Dibanding media pembelajaran audiovisual, buku lebih mampu mengembangkan daya kreativitas dan imajinasi anak-anak karena membuat otak lebih aktif mengasosiasikan simbol dengan makna. Radio adalah media alat elektronik yang banyak didengar di masyarakat. Namun demikian, minat dan kemampuan mambaca tidak akan tumbuh secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan pembiasaan. Menciptakan generasi literat membutuhkan proses dan sarana yang kondusif.

Page 161: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[155]

Paragraf di atas dikatakan tidak koheren karena terdapat satu

kalimat yang melenceng dari gagasan utamanya yaitu kalimat yang

dicetak tebal.

Buku merupakan investasi masa depan. Buku adalah jendela ilmu pengetahuan yang bisa membuka cakrawala seseorang. Dibanding media pembelajaran audiovisual, buku lebih mampu mengembangkan daya kreativitas dan imajinasi anak-anak karena membuat otak lebih aktif mengasosiasikan simbol dengan makna. Namun demikian, minat dan kemampuan membaca tidak akan tumbuh secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan pembiasaan. Menciptakan generasi literat membutuhkan proses dan sarana yang kondusif.

b. Kesatuan Bentuk (Kohesi)

Kesatuan bentuk paragraf atau kohesi terwujud jika aliran kalimat

berjalan mulus, lancar, dan logis. Kohesi itu dapat dibentuk dengan cara

repetisi, penggunaan kata ganti, penggunaan kata sambung atau frasa

penghubung antarkalimat. Berikut ini dikemukakan kata-kata atau frase

transisi, seperti dikemukakan oleh Keraf (1980: 80-81).

1) Hubungan yang menyatakan tambah terhadap sesuatu yang telah

disebut, misalnya: lebih lagi, tambahan, lagi pula, selanjutnya, di

damping itu, akhirnya, dan sebagainya.

2) Hubungan yang menyatakan pertentangan, misalnya: tetapi, namun,

bagaimanapun juga, sebaliknya, walaupun, demikian, biarpun,

meskipun.

3) Hubungan yang menyatakan perbandingan, misalnya: sama halnya,

seperti, dalam hal yang sama, dalam hal yang demikian, sebagaimana.

4) Hubungan yang menyatakan akibat, misalnya; sebab itu, oleh sebab

itu, oleh karena itu, jadi, maka, akibatnya, karena itu.

Page 162: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[156]

5) Hubungan yang menyatakan tujuan, misalnya: untuk maksud itu,

untuk maksud tertentu, untuk maksud tersebut, supaya.

6) Hubungan yang menyatakan singkatan, misalnya contoh intensifikasi:

singkatnya, ringkasnya, secara singkat, pendeknya, pada umumnya,

dengan kata lain, yakni, yaitu, sesungguhnya.

7) Hubungan yang menyatkn waktu, misalnya: sementara itu, segera,

beberapa saat kemudian, sesudah, kemudian.

8) Hubungan yang menyatakan tempat, misalnya: di sini, di situ, dekat,

di seberang, berdekatan dengan, berdampingan dengan.

Contoh:

Pada tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen. Impor beras meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 ton tahun 1998. swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun 1985, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun 1993. pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5 juta ton.

Paragraf di atas mengemukakan satu gagasan utama, yaitu

mengenai masalah naik turunnya produksi beras Indonesia. Dengan

demikian koherensi kalimat tersebut sudah terpenuhi, namun paragraf

tersebut dikatakan tidak memiliki kohesivitas yang baik sehingga gagasan

tersebut sulit dipahami. Paragraf tersebut perlu diperbaiki, misalnya

dengan memberikan kata perangkai seperti berikut ini.

Pada tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen.

Akibatnya, impor beras meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 ton tahun 1998. Sesudah swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun 1985, kita mengekspor sebesar

Page 163: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[157]

371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun 1993. Akan tetapi, pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Sejak itu, impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5 juta ton.

c. Kelengkapan

Suatu paragraf/alinea dikatakan lengkap, apabila kalimat topik

ditunjang oleh sejumlah kalimat penjelas. Tentang kalimat-kalimat

penjelas ini sudah dibicarakan di bagian awal tulisan ini, yaitu pada unsur-

unsur paragraf. Kalimat-kalimt penjelas penunjang utama atau

penunjang kedua harus benar-benar menjelaskan pikiran utama. Cara

mengembangkan pikiran utama menjadi paragraf serta hubungan antar

kalimat utama dengan kalimat penjelas (detil-detil penunjang) dapat

dilihat dari urutan rinciannya. Rincian itu dapat diurut secara urutan

waktu (kronologis), urutan logis, terdiri atas sebab-akibat, akibat-sebab,

umum-khusus, khusus-umum, urutan ruang (spasial), urutan proses,

contoh-contoh dan dengan detail fakta.

Agar paragraf/alinea menjadi padu digunakan pengait paragraf,

yaitu berupa:

1) Ungkapan penghubung transisi.

2) Kata ganti.

3) Kata kunci (pengulangan kata yang terpenting)

Contoh :

Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah tidak adanya peminat atau penggemar jenis binatang laut seperti halnya peminat atau penggemar penghuni darat atau burung-burung yang indah. Tidak adanya penyediaan dana untuk melindungi ketam kenari, kima, atau tiram mutiara sebagaimana halnya untuk panda dan harimau. Jenis mahkluk laut tertentu tiba-tiba punah sebelum manusia sempat melindunginya. Tiram raksasa di kawasan

Page 164: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[158]

Indonesia bagian barat kebanyakan sudah punah. Sangat sukar menemukan tiram hidup dewasa ini, padahal rumah tiram yang sudah mati mudah ditemukan. Demikian juga halnya dengan kepiting kelapa dan kepiting begal yang biasa menyebar dari pantai barat Afrika sampai bagian barat Lautan Teduh, kini hanya dijumpai di daerah kecil yang terpencil. Dari mana diperoleh dana untuk melindungi semua ini?

4. Pembagian Paragraf Menurut Jenisnya

Beberapa penulis seperti Sabarti Akhadiah dan kawan-kawan,

Gorys Keraf, Soedjito, dan lain-lain membagi paragraf menjadi tiga jenis.

Kriteria yang mereka gunakan adalah sifat dan tujuan paragraf tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, jenis paragraf dibedakan sebagai berikut.

a. Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya

Gorys Keraf (1980:63-66) memberikan penjelasan tentang jenis

paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya sebagai berikut.

1) Paragraf Pembuka

Merupakan paragraf yang berfungsi sebagai pengantar menuju

masalah yang akan dijelaskan atau dibicarakan. Sebagai bagian yang

mengawali sebuah karangan paragraf pembuka harus dapat difungsikan

untuk mengantar pokok pembicaraan, menarik minat dan perhatian

pembaca, menyiapkan atau menata pikiran pembaca untuk mengetahui

isi seluruh karangan. Cara menentukan paragraf pembuka, salah satunya:

Mulailah dengan mengungkapkan sesuatu yang sudah diketahui oleh

publik. Sebagai awal sebuah karangan, paragraf pembuka harus mampu

menjalankan fungsi:

a) Menghantar pokok pembicaraan.

Page 165: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[159]

b) Menarik minat dan perhatian pembaca.

c) Menyiapkan atau menata pikiran pembaca untuk mengetahui isi

seluruh karangan.

Contoh:

Pemilu baru saja usai. Sebagian orang, terutama caleg yang sudah pasti jadi, merasa bersyukur karena pemilu berjalan lancar seperti yang diharapkan. Namun, tidak demikian yang dirasakan oleh para caleg yang gagal memperoleh kursi di parlemen. Mereka mengalami stress berat hingga tidak bisa tidur dan tidak mau makan.

Dalam karangan ilmiah, paragraf pembuka dapat berupa:

a) Garis besar karangan dengan menonjolkan bagian yang dipandang

penting Pemaparan isi dan maksut judul karangan.

b) Kutipan pendapat pakar pada bidang ilmu yang bersangkutan.

c) Sitiran dari suatu pendapat.

d) Pembatasan objek dan subjeknya.

e) Pemaparan arti penting masalah yang akan dibicarakan.

f) Gabungan dari beberapa cara di atas.

Contoh :

Jacques Cousteau lahir pada tanggal 11 Juni 1910 di St. Andre de Cubzac, Perancis. Sejak usia 4-5 tahun, ia sudah jatuh cinta pada air. Cousteau panda berenang dan menyelam gara-gara waktu berusia 10 tahun ia dikirim ke sekolah musim panas di Harvey AS. Seorang gurunya agak sentiment kepadanya, Boetz sering menghukumnya membersihkan dasar danau yang penuh eanting dan pohon kering. Kalau tidak di bersihkan, anak-anak yang terjun bisa

Page 166: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[160]

celaka. Inilah asal mulanya ia semakin pandai berenang dan menyelam.

2) Paragraf Penghubung

Merupakan paragraf yang bertujuan mengembangkan pokok

pembicaraan suatu karangan yang telah dirumuskan dalam paragraf

pembuka yang berisi contoh-contoh dan ilustrasi, inti permasalahan dan

uraian pembahasan. Paragraf ini mengembangkan pokok pembicaraan

yang dirancang. Paragraf pengembangna mengemukakan inti persoalan

yang akan dikemukakan. Satu paragraf dan paragraf lain harus

memperlihatkan hubungan dengan cara ekspositoris, dengan cara

deskriptif, dengan cara naratif, atau dengan cara argumentative yang

akan dibicarakan pada halaman-halaman selanjutnya.

Secara lebih rinci dapat dirumuskan bahwa fungsi paragraf

pengembang di dalam karangan adalah

a) Mengemukakan inti persoalan.

b) Mempersiapkan dasar atau landasan bagi kesimpulan.

c) Meringkas alinea sebelumnya.

d) Menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf berikutnya.

Contoh:

Sejak dini, siswa telah ditanamkan berpikir secara ilmiah. Berpikir ilmah dapat ditanamkan kepada siswa sejak sekolah dasar. Bagaimana caranya? Misalnya, ajaklah siwa mengamati dan mencatat jenis dan jumlah tanaman toga yang ada di lingkungan sekolah. Pada saat siswa belajar di SMP. disini siswa diajak untuk bereksperimen kecil dengan membuat percobaan sederhana. Ketika siswa belajar di SMA, berpikir ilmiah lebih ditekankan pada pengerjaan pelatihan yang lebih bervariasi atau juga dapat mengembangkannya. Artinya, untuk belajar berpikir ilmiah,

Page 167: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[161]

siswa tidak perlu menunggu menjadi mahasiswa yang belajar di universitas.

Ada beberapa pola penyusunan kalimat-kalimat yang menjadi

sebuah paragraf isi yang dapat dijadiakn pedoman, yaitu:

1) Pola Urutan Waktu

Dalam pola urutan waktu, penulis mengungkapkan gagasan-

gagasannya secara kronologis.

a) Contoh Secara Eksplisit :

Maharani Puspita Sari tidak hanya berfikir. Ia lantas mendiskusikan dengan guru atau teman-temannya. Selanjutnya, ia pun mengadakan penelitian masalah kondisi tanah di sekitar jalan tol. Akhirnya, remaja putri itu tercatat sebagai peseta lomba Karya Ilmu Pengetahuan Remaja 1982. Dan siswa kelas II IPA SMA Regina Pacis (Bogor) itu tercatat sebagai pemenang harapan.

b) Contoh Secara Implisit :

Ketukan tangan kecil di daun pintu sebuah rumah di pulau Mandangin, di malam buta pertengahan Februari yang lalu membangunkan penghuninya. Seorang bocah berseru dari luar memberitahu, saat berangkat sudah tiba.Yang dipanggil bangkit dari tidurnya, berkemas, dan turun kepantai. Si bocah yang di pulau itu disebut kacong, berlalu kerumah lain untuk membangunkan yang lain pula, dan beberapa waktu kemudian sebuah perahu dengan 18 awak meluncur ketengah laut. Nelayan pulau Mandangin turun mencarikan. Besok siang mungkin mereka kembali kedarat dengan tangkapan yang lumayan, tetapi boleh jadi pula ia pulang dengan hasil yang nihil. Malam itu adalah malam mencari nafkah. Hari itu janji batas hutang yang ditumpuk

Page 168: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[162]

sampai ratusan ribu rupiah untuk setiap orang tengah ditunaikan.

2) Pola Runtutan Tingkat

Dalam pola urutan tingkat, penulis mengungkapkan gagasan mulai

dari tingkat terendah sampai dengan yang tertinggi, dari kecil sampai

dengan yang besar, dan sebagainya.

Contoh :

Meskipun tingkat pembangunan suatu desa berbeda dari satu desa kedesa lainnya, dari satu Negara ke Negara lainnya, akan tetapi ada suatu persamaan umum yang dapat diterima. Pertama, pembangunan diharapkan dapat memenuhi harapan semua penduduk. kedua, pembangunan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan pendidikan, dan pendapatan penduduk desa. Ketiga, dengan pembangunan desa di harapkan pendapatan penduduk dapat menjadi kekuatan penggerak utama di dalam berbagai bentuk yang positif. keempat, pembangunan desa diharapkan pula dapat menjamin keselamatan atau jaminan di masa mendatang. Kelima, pembangunan desa diharapkan membuka kesempatan memajukan karir masing-masing warga desa.

3) Pola Urutan Apresiatif

Pada pola urutan apresiatif. Penulis mengungkapkan gagasannya

berdasarkan, baik-buruk, untung-rugi, salah-benar, berguna-tidak-

berguna, dan sebagainya.

Contoh :

Pernyataan bahwa bisnis adalah unsur dari peternakan sering ditentang oleh banyak orang. Mereka bependapat bahwa dalam pertanian yang subsistansi ataupun yang primitif beternak bukanlah suatu bisnis tetapi,

Page 169: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[163]

suatu cara hidup, suatu way of life. Pandangan ini bukan sering dikemukakan dengan tandas oleh banyak pejabat yang bertanggung jawab atasa produksi pertanian. Mungkin benar bahwa fungsi farming is way of life, sebab produksi dicampur aduk dengan konsumsi. Sebab usaha pertaniannya di patrikan dengan kepuasan hidup dalam masyarakat taninya. Tetapi haruslah disadari pula selama tersangkut soal produksi, dan itulah bisnis. Untuk menerangkan hal ini baiklah diteliti keadaan petani-peternak yang telah maju yang telah mengubah cara ‘primitif’ dengan cara ‘modern’. Petani-peternak terlibat dan makin lama makin terlibat dalam usaha jual dan beli. Menjual hasilnya yang berlebihan dan membeli alat-alat, serta bahan- bahan yang diperlukan untuk produksi. Bahkan dalam keadaan subsistansi, petani yang maju tak berpikir seperti pengusaha, sebagai businessmen , dan selalu bertindak secara itu.

4) Pola Urutan Tempat

Dalam pola urutan tempat, penulis mengungkapkan gagasannya

mulai dari suatu tempat ketempat lainnya, misalnya dari atas kebawah,

dari dalam keluar, dari kiri kekanan, dan sebagainya. Urutan demikian

dapat dikombinasikan dengan urutan berdasarkan tingkat pentingnya

suatu tempat, dari tempat yang terpenting ke tempat yang penting

sampai tempat yang kurang penting.

Contoh :

Sebelum perahu bertolak ketengah laut, Suhardi di sibukkan oleh tugas membenahi semua perlengkapan. Kalau tempat yang dituju sudah dicapai, dan jaring telah ditebarkan, anak laki-laki Sembilan tahun ini meloncat ke air bersama sepotong bambu sepanjang tiga meter sebagai pelampung. Dia harus mencebur ke air waktu malam hari sekali pun. Tugasnya saat ini adalah membetulkan payang

Page 170: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[164]

(jaring), atau menjaganya jangan tersangkut didalam air. Untuk itu, dia mengapung di laut selama satu setengah atau dua jam. Dan kembali keperahu berbarengan dengan naiknya jarring.

5) Pola Urutan Klimaks

Pola urutan klimaks ini hampir sama dengan pola urutan tingkat.

Hanya saja, dalam pola urutan klimaks ini terkandung adanya intensitas

yang semakin menarik, sedangkan dalam pola urutan tingkat tidak begitu

ditonjolkan jadi, dalam pola urutan klimaks, penulis mengungkapkan

gagasannya dengan urutan yang setiap kali semakin meningkat

intensitasnya, dan berakhir pada gagasan yang paling intens.

Contoh :

Dalam film terlihat seekor kera yang semula lincah akhirnya lumpuh, dan buta setelah dicekoki obat mencret EntroVioform, 6 butir setiap hari selama 2 minggu. Hadirin menarik nafas. Tetapi suasana menekan perasaan justru tambah menjadi-jadi setelah film berakhir, dan lampu dinyalakan diruang Press Club.

6) Pola Urutan Antiklimaks

Pola urutan anti klimaks ini merupakan kebalikan dari pola urutan

klimaks. Jadi, pola urutan anti klimaks ini berangkat dari suatu yang paling

intens menuju ke yang intens sampai ke yang kurang intens. Dalam cerita

rekaan (novel, cerpen, drama), klimaks dan antiklimaks, dan setelah

sampai pada puncaknya menuju ke anti klimaksnya yang berupa

penyelesaian.

7) Pola Urutan Khusus Umum

Page 171: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[165]

Dalam pola urutan khusus ke umum ini, penulis mula-mula

mengungkapkankan gagasan-gagasan suatu hal yang khusus, kemudian

diungkapkan keumuman atau rampatan generalisasi-nya.

Contoh :

Manusia adalah makhluk yang sedikit empedunya, dan panjang umurnya. Kuda juga sedikit empedunya. Demikian juga keledai, dan binatang-binatang lainnya yang serupa. Jadi, semua makhluk yang sedikit empedunya berumur panjang.

8) Pola Urutan Sebab-Akibat

Dalam pola urutan ini, penulis mengungkapkan gagasannya

bertolak dari suatu akibat atau efek terdekat dari pernyataan itu.

Contoh :

Kalau kemarau tengah berlangsung, sinar matahari terasa menyengat di Pulau Kambing. Selama empat bulan semua tumbuh-tumbuhan di pulau itu merangas. Angin meniup daun-daunnya yang kering hingga rontok ke bumi. Dari kejauhan yang kelihatan hanya rumah penduduk. Pada saat itu, orang berpunya yang mampu membuat bak mandi dari semen mungkin masih menyimpan persediaan air hujan. Beberapa penduduk datang kesana sebagai pembeli. Lima ratus empat puluh tiga sumur yang ada disana mengeluarkan air yang asinnya persis seperti air laut. Air itu tak dapat diminum, ataupun digunakan untuk menanak nasi

9) Pola Urutan Tanya-Jawab

Dalam pola urutan tanya- jawab ini, penulis mula-mula

mengemukakan gagasannya dalam bentuk pertanyaan, kemudian diikuti

dengan jawaban pertanyaan itu.

Contoh :

Page 172: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[166]

Apa saja yang penting untuk diperhatikan oleh

seorang pemimpin diskusi agar diskusinya dapat mencapai sasaran? Sesorang pemimpin diskusi hendaknya tidak mendominasi jalannya diskusi. Dia bertanggung jawab mengatur agar diskusi berjalan lancar menurut arah yang dikehendaki pokok persoalan bersama, dan harus menstimulir anggota diskusi untuk berpartisipasi, serta menjuruskan kearah pemikiran. Dia pun harus mencegah adanya monopoli pembicaraan oleh seorang peserta saja, dan kalau ada salah paham atau perbedaan pendapat harus mengusahakan penyelesaiannya. Pada akhir diskusi, pemimpin diskusi harus membuat ringkasan, kesimpulan atau hasil diskusi.

10) Paragraf Penutup

Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk

mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain paragraf ini

mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam

paragraf-paragraf penghubung. Karena paragraf ini dimaksudkan untuk

mengakhiri karangan atau bagian karangan, penyajiannya harus

memperhatikan hal berikut ini.

a) Sebagai bagian penutup, paragraf ini tidak boleh terlalu panjang.

b) Isi paragraf harus benar-benar merupakan penutup atau kesimpulan

akhir sebagai cerminan inti seluruh uraian.

c) Sebagai bagian paling akhir yang dibaca, hendaknya paragraf ini dapat

menimbulkan kesan yang mendalam bagi pembacanya.

Contoh:

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan

Page 173: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[167]

atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

a) Contoh Paragraf penutup yang berupa Kesimpulan :

Media cetak tergolong tertua kehadirannya di Indonesia dibandingkan dengan jenis media lainya (radio, film, dan tv), seorang pembaca surat biasanya adalah pendengar radio,dan penonton tv. Dengan demikian, media cetak mempunyai peranan yang yang khas dalam penyampaian informasi. Bukan saja untuk menghidupkan tradisi menulis, dan minat baca masyarakat, tetapi ia merupakan bagian terpenting dalam penciptaan suasana kemasyarakatan yang dinamis, dan harmonis dari keseluruhan sistem media komunikasi modern, baik di daerah pedesaan, dan terlebih-lebih lagi di daerah perkotaan.

b) Contoh paragraf penutup yang berupa ringkasan :

Beberapa hal yang dapat diringkaskan dari pengamatan di atas. Pertama, terdapat gejala rendahnya mutu murid SD di seluruh Indonesia,yaitu murid SD tidak hanya mampu mencapai 50 % standar pengetahuan yang diharapkan dapat dicapai oleh mereka. Kedua, daerah- daerah dengan mutu murid SD yang lebih tinggi daripada rata-rata nasional terletak di Indonesia bagian barat. Ketiga, ilmu pengetahuan alam adalah ilmu yang paling parah diderita oleh semua murid SD, sedang matematika mrupakan ilmu pengetahuan yang paling kaut mereka miliki. Keempat, rendahnya mutu murid SD terjadi dalam jumlah murid yang naik dengan deras.

c) Contoh paragraf penutup yang berupa penekanan kembali hal-hal

yang penting :

Page 174: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[168]

Harus diakui bahwa ketegasan di dalam menghadapi

dan memecahkan secara tepat persoalan yang menyangkut Pancasila itu merupakan faktor penting yang memungkinkan terwujudnya stabilitas dan pembangunan nasional. Kejadian sejarah yang penuh ujian bagi Pancasila kiranya akan membawa bangsa ini kedalam tataran yang lebih dalam, dan lebih penting yaitu pengalaman, dan penghayatan Pancasila secara lebih mantap lagi. Sesudah stabilitas nasional dapat diwujudkan, dan di dalam dasar itu eksistensi bangsa dan negara ini mempunyai landasan yang sangat kuat, yaitu Pancasila maksud dalam sikap dan hati nurani manusia- manusia Indonesia.

d) Contoh paragraf penutup yang berupa saran :

Demikianlah peta bumi KMD. Jangkauan KMD sangat luas, meluputi sebagian besar rakyat Indonesia. Pemerintah dalam hal ini hanya sekedar memberi dorongan pada pertumbuhan dan perkambangan pers nasional, khususnya yang terbit di daerah-daerah. Selanjutnya para penerbit pers itu sendirilah yang harus bekerja keras. Menyusuri pantai,dan sungai-sungai, memasuki hutan-hutan, ngarai, dan daerah-daerah pegunungan untuk mencapai masyarakat pedesaan yang menjadi sasaran KMD.

e) Contoh paragraf penutup yang berupa harapan :

Mudah-mudahan pedoman ini bermanfaat bagi usaha peningkatan sutau laporan hasil penelitian, dan peningkatan koefisienan, serta keefektifan pengelolaan penelitian bahasa, dan sastra. Dan untuk lebih dapat mewujudkan harapan ini, segera kritik, dan saran para pemakai buku ini akan dimanfaatkan.

b. Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama

Page 175: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[169]

Jenis paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini berpijak pada

pendapat Sirai, dan kawan-kawan (1985:70-71) yang mengemukakan

empat cara meletakkan kalimat utama dalam paragraf yatu:

1) Paragraf Deduktif

Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau

kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang

berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya

dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke

yang khusus. Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal

paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan

penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan

paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.

Contoh:

Pemakaian bahasa Indonesia di seluruh Indonesia dewasa ini belum dapat dikatakan seragam. Perbedaan dalam struktur kalimat, lagu kalimat, dan ucapan terlihat dengan mudah. Pemakiaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan sering dikalahkan oleh bahasa daerah. Di lingkungan persuratkabaran, radio, dan televisi sudah terjaga dengan baik. Para pemuka kitapun pada umumnya belum memperlihatkan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Fakta-fakta di atas menunjukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia perlu ditingkatkan.

Gagasan utama paragraf tersebut terdapat diawal paragraf

(Deduktif), yaitu pemakaian bahasa Indonesia di seluruh Indonesia belum

seragam.

2) Paragraf Induktif

Page 176: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[170]

Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-

penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat

utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari

hal-hal yang khusus ke hal yang umum.

Contoh :

Lebaran masih seminggu lagi, tetapi harga sembako seperti beras, gula, minyak, tepung, telur, dan lain-lain telah naik secara signifikan. Makanan yang biasanya dikonsumsi dalam merayakan Lebaran seperti roti, sirup, dan lain-lain melonjak harganya. Bahan pakaian dan pakaian jadi untuk berlebaran, seperti busana muslimah, baju koko, kopiah, kerudung, sajadah, dan sejenisnya pun tidak ketinggalan dari kenaikan harga yang cukup tinggi. Kenaikan harga barang- barang selalu terjadi menjelang Lebaran pada setiap tahun.

Gagasan utama paragraf tersebut terdapat diakhir paragraf

(Induktif), yaitu kenaikan harga barang-barang selalu terjadi menjelang

Lebaran pada setiap tahun.

3) Paragraf Gabungan atau Campuran

Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan

akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan

penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih

mempertegas ide pokok karena penulis merasa perlu untuk itu. Jadi pada

dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan

dua.

Contoh:

Buku merupakan sarana utama dalam mencari ilmu. Bagaimana orang bisa mengetahui ilmu dari berbagai belahan dunia. Dari buku pula kita bisa menambah

Page 177: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[171]

pengetahuan maupun pengalaman. Jelaslah bahwa buku sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.

Gagasan utama paragraf tersebut terdapat diawal paragraf, yaitu

buku merupakan sarana utama dalam mencari ilmu. Sedangkan

penegasan ide pokoknya terdapat dalam akhir kalimat, yaitu jelaslah

bahwa buku sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.

4) Paragraf Tanpa Kalimat Utama

Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama. Berarti pikiran utama

tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk

ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi.

Contoh:

Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 1908, suatu benda cerah tidak dikenal melayang menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak kehitam- hitaman dengan disaksikan oleh paling sedikit seribu orang di pelbagai dusun Siberi Tengah. Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk desa Vanovara melihat benda itu menjadi bola api membentuk cendawan membubung tinggi ke angkasa, disusul ledakan dahsyat yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar sampai lebih dari 1000 km jauhnya. (Intisari, Feb.1996 dalam Keraf, 1980:74)

Sukar sekali untuk mencari sebuah kalimat topik dalam paragraf

di atas, karena seluruh paragraf bersifat deskriptif atau naratif. Tidak ada

kalimat yang lebih penting dari yang lain. Semuanya sama penting, dan

bersama-sama membentuk kesatuan dari paragraf tersebut. Paragraf

tanpa kalimat utama disebut juga paragraf naratif atau paragraf

deskriptif.

Page 178: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[172]

c. Jenis Paragraf Berdasarkan Isi

1) Narasi

Narasi atau cerita adalah jenis karangan yang menceritakan suatu

pokok persoalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam narasi adalah:

a) Biasanya cerita disampaikan secara kronologis.

b) Mengandung plot atau rangkaian peristiwa.

c) Ada tokoh yang menceritakan, baik manusia maupun bukan.

Contoh:

Tepat pukul 16.30 perhitungan suara pilkades di empat tempat pemungutan suara selesai. Berita acarapun segera dibuat dan di tanda tangani, Pak Camat mengumumkan hasilnya. Teten yang bertanda gambar padi mendapat 782 suara, Sugiono dengan tanda gambar ketela 324 suara, Paidi bertanda gambar jagung 316 suara. Suara tidak sah ada 33 lembar.

2) Diskripsi

Diskripsi adalah jenis karangan yang dibuat untuk menyampaikan

gambaran secara objektif suatu keadaan sehingga pembaca memiliki

pemahaman yang samadengan informasi yang disampaikan.

Ciri-ciri diskripsi adalah:

a) Bersifat informatif

b) Pembaca diajak menikmati sesuatu yang ditulis

c) Susunan peristiwa tidak dianggap penting.

Contoh:

Pagi hari itu duduk di bangku yang panjang dalam taman belakang rumah. Matahari belum tinggi, baru sepenggalah. Sinar matahari pagi menghangatkan badan. Di depanku bermekaran bunga beraneka warna. Angin pegunungan membelai wajah, membawa bau harum bunga. Kuhirup hawa

Page 179: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[173]

pagi yang segar sepuas-puasku. Nyaman rasa badan dan hilanglah lelah berjalan untuk sehari kemarin.

3) Eksposisi

Eksposisi adalah karangan yang dibuat untuk menerangkan suatu

pokok persoalan yang dapat meperluas wawasan pembaca. Untuk

mempertegas masalah yang disampaikan biasanya dilengkapi dengan

gambar, data, dan statistik.

Contoh:

Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini mencapai rata-rata 7-8% pertahun. Dengan demikian, pendapatan perkapita penduduk Indonesia mencapai beberapa kali lipat. Selain itu berdasarkan data Biro Pusat Statistik, jumlah penduduk yang dikategorikan miskin juga banyak berkurang.

4) Argumentasi

Argumentasi adalah jenis karangan yang berisi gagasan lengkap

dengan bukti dan alasan serta dijalin dengan proses penalaran yang kritis

dan logis. Argumentasi dibuat untuk mempengaruhi atau meyakinkan

pembaca untuk menyatakan persetujuannya.

Contoh:

Keluaga berencana berusaha menjamin kebahagiaan hidup keluarga. Ibu tidak selalu merana oleh karena setiap tahun melahirkan. Ayah tidak pula terlalu pusing memikirkan usaha untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Anakpun tidak terlantar hidupnya karena kebutuhan hidup yang terjamin.

5) Persuasi

Page 180: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[174]

Persuasi adalah jenis karangan yang disampaikan dengan

menggunakan bahasa yang singkat, padat, dan menarik untuk

mempengaruhi pembaca sehingga pembaca terhanyut oleh siratan

isinya.

Contoh:

Menabung uang di bank lebih aman dan menguntungkan. Uang kita akan mendapat keuntungan dari bank sesuai dengan uang tabungan yang telah disetor. Uang kita juga akan terjaga keamanannya dari pencurian. Oleh karena itu marilah kita menabung uang di bank sebagai jaminan masa depan kelak.

Page 181: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[175]

PENGEMBANGAN PARAGRAF

1. Pengertian pengembangan paragraf dan cara pengembangannya

Pengembangan paragraf adalah perincian dan pengurutan pikiran

yang terpadu kemudian diwujudkan melalui penataan kalimat-kalimat.

Penggunaan kalimat topik yang tepat akan memudahkan pembaca

membuat ringkasan dari sebuah karya tulis. Kalimat-kalimat penjelas

akan mengembangkan gagasan yang terdapat dalam kalimat utama atau

kalimat topik. Dalam ringkasan kalimat-kalimat penjelas ini dapat

diabaikan. Oleh karena itu, ada tiga persoalan yang tercakup di dalamnya,

yaitu:

a. Kemampuan menentukan dan meletakkan kalimat topik secara tepat.

b. Kemampuan memerinci secara maksimal kalimat utama paragraf ke

dalam kalimat-kalimat penjelas.

c. Kemampuan mengurutkan kalimat-kalimat penjelas ke dalam suatu

urutan yang teratur.

Menulis paragraf berarti mengembangkan paragraf. Sebuah

paragraf merupakan hasil pengembangan sebuah pernyataan menjadi

sekelompok pernyataan yang berkaitan. Pernyataan yang dikembangkan

itu merupakan ide atau gagasan sedangkan pernyataan-pernyataan lain

merupakan pernyataan pengembang atau pernyataan penjelas.

Kelengkapan paragraf berhubungan dengan cara mengembangkan

paragraf. Paragraf dapat dikembangkan dengan cara:

1) Pertentangan

2) Perbandingan

3) Analogi

7

Page 182: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[176]

4) Contoh-contoh

5) Sebab akibat

6) Definisi

7) Klasifikasi

1) Cara Pertentangan

Sesuatu yang akan diperbandingkan perlu diperhatikan untuk

melihat segi kesamaan dan segi pertentangan. Biasanya menggunakan

ungkapan-ungkapan seperti berbeda dengan, bertentangan dengan,

sedangkan, lain halnya dengan, akan tetapi, dan bertolak belakang dari.

Contoh :

Kata keadilan yang dikeluarkan jaksa penuntut umum terhadap seorang terdakwa yang tidak bersalah, atau kata keadilan yang dikeluarkan seorang hakim yang mengatakan sesuai dengan kehendak penguasa, atau telah menerima suap terlebih dahulu, tentulah berbeda maknanya dari kata keadilan bagi terdakwa, sedangkan dia sama sekali tidak bersalah.

2) Cara Perbandingan

Pengembangan Paragraf perbandingan dilakukan dengan cara

membanding-bandingkan kalimat topik. Misalnya, kalimat topik

mengenai hal yang bersifat abstrak dibandingkan dengan hal yang

bersifat konkret dengan cara merinci perbandingan tersebut dalam

bentuk yang konkret atau bagian bagian kecil.

Biasanya menggunakan ungkapan-ungkapan seperti serupa

dengan, seperti halnya, demikian juga, begitu juga, sama dengan, sejalan

dengan, akan tetapi, sedangkan, dan sementara itu.

Contoh :

Page 183: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[177]

Sifat orang jahat sama halnya dengan lalat. Lalat biasa

hinggap di tempat-tempat yang kotor dan selalu makan makanan yang menjijikan. Kemana saja dia pergi, pasti membawa penyakit. Begitu juga orang jahat, biasa tinggal di tempat-tempat maksiat dan biasa makan-makanan yang diharamkan. Kemana pun dia pergi pasti membuat keonaran yang meresahkan warga.

3) Cara Analogi

Adalah bentuk pengungkapan suatu objek yang dijelaskan dengan

objek lain yang memiliki kesamaan. Analogi dilakukan dengan bantuan

kiasan. Kata-kata yang digunakan yaitu ibaratnya, seperti dan bagaikan.

Contoh :

Pengembangan teknologi sungguh menakjubkan. Kehebatannya bagaikan kesaktian para satria dan dewa dalam cerita wayang. Kereta-kereta tanpa kuda, tanpa kerbau. Jakarta–Surabaya telah dapat ditempuh dalam satu hari. Deretan kerbau yang panjang penuh barang dan orang hanya ditarik dengan kekuatan air semata. Jaringan kereta api, telah membelah-belah pulauku, asap yang mewarnai tanah airku, dengan garis hitam semakin pudar untuk hilang ke dalam ketiadaan. Dunia rasanya tidak berjarak lagi, telah dihilangkan dengan kawat. Kekuatan bukan lagi monopoli gajah dan badak tetapi telah diganti dengan benda-benda kecil buatan manusia.

4) Cara Contoh-contoh

Paragraf contoh adalah pengembangan kalimat topik dalam

sebuah paragraf dengan menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh

itu dipakai untuk memperjelas maksud dalam kalimat topik. Kata seperti,

misalnya, contohnya, dll., adalah ungkapan-ungkapan dalam

pengembangan paragraf dengan contoh.

Page 184: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[178]

Contoh :

Proses pengurusan surat-surat yang paling mudah ialah dengan cara “Menembak” atau ”Lewat belakang” (Tidak melalui prosedur yang berlaku). Contohnya waktu membayar pajak mobil, saya tidak mengurus sendiri, tetapi menyuruh calo yang biasa mangkal disana. Beresnya cepat sekali. Contoh lain waktu adik saya akan membuat SIM. Dia hanya memberikan uang dan salinan KTP kepada calo lalu dia dipanggil untuk dipotret. Beberapa menit kemudian, SIM pun selesai. Selain itu waktu membuat akta kelahiran anak, saya hanya memerlukan waktu menunggu satu jam dengan cara memberi uang pelicin alakadarnya. Sementara itu, orang lain harus menunggu akta kelahiran anaknya beberapa jam setelah menyerahkan formulir karena tidak memberi uang pelicin.

5) Cara Sebab-Akibat

Kalimat topik paragraf sebab-akibat, merupakan sebab atau akibat

peristiwa-peristiwa atau sifat objek yang dipaparkan dalam kalimat

pengembang. Jika kalimat topiknya berupa sebab maka kalimat

pengembangnya harus merupakan akibat dari sebab itu. Sebaliknya jika

kalimat topiknya berupa akibat, kalimat pengembangnya harus

merupakan sebab-sebab dari akibat itu. Pengembangan paragraf dengan

cara sebab akibat dilakukan jika menerangkan suatu kejadian, dari segi

penyebab maupun akibat. Ungkapan yang digunakan yaitu padahal,

akibatnya, oleh karena itu, dan karena.

Contoh :

Pak Ahmad sangat telaten merawat tanamannya. Setiap petak sawah yang akan ditanami padi selalu diperiksa tingkat keasamannya. Kalau sudah diketahui tingkat keasamannya, beliau taburi kapur atau kalsit secukupnya dan dibiarkan beberapa hari sebelum diaduk. Ketika

Page 185: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[179]

menanam, beliau selalu mengikuti aturan dari PPL (Penyuluhan pertanian) baik jarak dari rumpun ke rumpun maupun jumlah pohon yang ditanam pada setiap rumpun. Dalam hal pemupukan, selain menggunakan pupuk organik buatan sendiri, beliau juga menggunakan pupuk Urea, TSP, dan KCL dengan dosis sesuai dangan aturan. Setiap pagi beliau pergi ke sawah untuk mengairi tanaman padinya dengan air yang dialirkan dari irigasi. Hama-hamanya, baik hama tikus maupun ulat penggerek batang selalu diberantas. Selain itu, pak Ahmad selalu berdoa agar hasil panennya melimpah. Oleh karena itu, tak mengherankan apabila panen padi pak Ahmad tahun ini sangat melimpah.

6) Cara Definisi

Dalam paragraf definisi, kalimat topiknya merupakan sesuatu

pengertian atau istilah yang memerlukan penjelasan secara panjang

lebar agar maknanya mudah dipahami oleh pembaca. Alat untuk

memperjelas pengertian itu ialah kalimat pengembang.

Adalah, yaitu, ialah, merupakan adalah kata-kata yang digunakan

dalam mengembangkan paragraf dengan cara definisi. Kata adalah jika

ada sesuatu yang didefinisikan dengan kata benda, yaitu digunakan saat

mendefinisikan kata sifat/kerja. Ialah digunakan untuk menjelaskan

sinonim suatu hal, merupakan digunakan untuk mendefinisikan

pengertian rupa/wujud.

Contoh :

Sosiolinguistik adalah ilmu antardisipliner yakni sosiologi dan lingustik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah bagi manusia didalam masyarakat. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa. Sosiolinguistik merupakan subdisiplin ilmu bahasa yang mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan dalam penggunaan bahasa dalam pergaulan sosial. Sosiolinguistik mengkaji bahasa dan

Page 186: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[180]

pemakaiannya dalam sosial budaya. Selain itu, sosiolinguistik dalam pengembangan subbidang linguistik memfokuskan penelitian pada variasi ujaran dalam konteks sosial. Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa: “Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan sosiologi dengan penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat”.

7) Cara Klasifikasi

Cara klasifikasi adalah pengembangan paragraf melalui

pengelompokan berdasarkan ciri-ciri tertentu. Menjelaskan bagaimana

suatu gagasan (pokok) menjadi anggota dari kelas yang lebih besar atau

luas. Kata-kata/ungkapan yang lazim digunakan yaitu dibagi menjadi,

digolongkan menjadi, terbagi menjadi, dan mengklasifikasi.

Contoh :

Tiap tahun industri mobil di seluruh dunia menghasilkan suatu peredaran model yang berbeda-beda, direncanakan untuk melihat berbagai umur, selera, dan kantong. Bagi orang-orang yang membutuhkan pengangkutan yang terpercaya dengan biaya pemakaian yang minimum, tersedia pilihan yang luas atas mobil-mobil kecil atau sedang. Yang berjarak tempuh jauh dengan bensin yang irit. Bagi kaum muda yang menginginkan model yang terakhir tersedia pilihan yang luas atas mobil - mobil sport, dan spesial. Bagi orang “bersifat muda”, orang setengah baya, kaum menengah yang menginginkan prestise digabungkan dengan gaya, ukuran, dan keenakan tersedia secara luas mobil-mobil besar lembut, lengkap dengan semua peralatan tambahan.

Akhirnya, bagi orang-orang yang benar - benar hanya tersedia kelas mobil pilihan yang tidak mewah, dibuat

Page 187: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[181]

menurut selera langganan yang tidak mudah puas. Atas dasar keempat kategori ini saja, dapatlah dikatakan bahwa industri mobil memperagakan slogan para pedagang mobil: “Bayarlah dan ambilah pilihan anda”.

2. Syarat-syarat Pengembangan Paragraf

a. Kepaduan

Sebuah paragraf bukanlah sekedar kumpulan atau tumpukan

kalimat-kalimat yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri, tetapi

dibangun oleh kalimat-kalimat yang mempunyai hubungan timbal balik.

Urutan pikiran yang teratur akan memperlihatkan adanya kepaduan, dan

pembaca pun dapat dengan mudah memahami atau mengikuti jalan

pikiran penulis tanpa hambatan karena tidak adanya perloncatan pikiran

yang membingungkan.

Ungkapan pengait antarkalimat dapat berupa ungkapan

penghubung transisi. Beberapa kata transisi yang dapat digunakan untuk

menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat lain adalah sebagai

berikut.

1) Hubungan tambahan. Misalnya: lebih lagi, selanjutnya, tambahan

pula, di samping itu, lalu, berikutnya, demikian pula, begitu juga, lagi

pula.

2) Hubungan pertentangan. Misalnya: akan tetapi, namun,

bagaimanapun, walaupun demikian, sebaliknya, meskipun begitu,

lain halnya.

3) Hubungan perbandingan. Misalnya: sama dengan itu, dalam hal yang

demikian, sehubungan dengan itu.

4) Hubungan akibat. Misalnya: oleh sebab itu, jadi, akibatnya, maka.

5) Hubungan tujuan. Misalnya: untuk itu, untuk maksud itu.

6) Hubungan singkatan. Misalnya: singkatnya, pendeknya, akhirnya,

pada umumnya, dengan kata lain, sebagai simpulan.

Page 188: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[182]

7) Hubungan waktu. Misalnya: sementara itu, segera setelah itu,

beberapa saat kemudian.

8) Hubungan tempat. Misalnya: berdekatan dengan itu.

Paragraf di bawah ini memperlihatkan pemakaian ungkapan

pengait antarkalimat yang berupa ungkapan penghubung tansisi.

Belum ada isyarat jelas bahwa masyarakat sudah

menarik tabungan deposito mereka. Sementara itu, bursa efek Indonesia mulai gencar menampung para pemburu saham. Agaknya, pemilik-pemilik uang berusaha meraih sebanyak-banyaknya saham yang dijual dibursa. Oleh karena itu, bursa efek berusaha menampung minat pemilik yang menggebu-gebu. Akibatnya, indeks harga saham gabungan (IHSG) dalam tempo cepat melampaui angka seratus persen. Bahkan, kemarin IHSG itu meloncat ke tingkat101,828 persen.

Dengan dipasangnya pengait antarkalimat sementara itu, oleh

karena itu, akibatnya, bahkan dalam paragraf tersebut, kepaduan

paragraf dapat dirasakan dan urutan kalimat-kalimat dalam paragraf itu

logis dan kompak.

b. Kesatuan Pikiran

Setiap paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok. Fungsi

paragraf adalah untuk mengembangkan gagasan pokok tersebut. Untuk

itu, di dalam pengembangannya, uraian-uraian dalam sebuah paragraf

tidak boleh menyimpang dari gagasan pokok tersebut.

Dengan kata lain, uraian-uraian dalam sebuah paragraf diikat oleh

satu gagasan pokok dan merupakan satu kesatuan. Semua kalimat yang

Page 189: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[183]

terdapat dalam sebuah paragraf harus terfokus pada gagasan pokok.

Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.

Kebutuhan hidup sehari-hari setiap keluarga dalam

masyarakat tidaklah sama. Hal ini sangat tergantung pada besarnya penghasilan setiap keluarga. Keluarga yang berpenghasilan sangat rendah, mungkin kebutuhan pokok pun sulit terpenuhi. Lain halnya dengan keluarga yang berpenghasilan tinggi. Mereka dapat menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk membangun tempat-tempat beribadah, atau untuk kegiatan sosial lainnya. Tempat ibadah memang perlu bagi masyarakat. Pada umumnya tempat-tempat ibadah ini dibangun secara bergotong royong dan sangat mengandalkan sumbangan para dermawan. Perbedaan penghasilan yang besar dalam masyarakat telah menimbulkan jurang pemisah antara Si kaya dan Si miskin.

Contoh paragraf di atas adalah contoh paragraf yang tidak memiliki

prinsip kesatuan. Gagasan pokok tentang penghasilan suatu keluarga

dalam pengembangannya kita jumpai gagasan pokok lain tentang tempat

beribadah. Hubungan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain

tidak merupakan satu kesatuan yang bulat untuk menunjang gagasan

utama.

c. Kelengkapan Paragraf

Suatu paragraf dikatakan lengkap jika berisi kalimat-kalimat

penjelas yang cukup menunjang kejelasan kalimat topik atau gagasan

Page 190: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[184]

utama. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh-contoh berikut ini.

Contoh pertama:

Suku Dayak tidak termasuk suku yang suka

bertengkar. Mereka tidak suka berselisih dan bersengketa. Mereka lebih suka berdamai.

Contoh paragraf di atas hanya diperluas dengan perulangan.

Pengembangannya pun tidak maksimal. Contoh kedua:

Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah

tidak adanya peminat atau penggemar jenis binatang laut seperti halnya peminat atau penggemar penghuni darat atau burung-burung yang indah.

Contoh paragraf kedua di atas merupakan contoh paragraf yang tidak

dikembangkan. Paragraf di atas hanya terdiri dari kalimat topik saja.

Contoh ketiga berikut ini merupakan contoh pengembangan dari contoh

paragraf kedua di atas. Contoh ketiga:

Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah

tidak adanya peminat atau penggemar jenis binatang laut seperti halnya peminat atau penggemar penghuni darat atau burung-burung yang indah. Tidak adanya penyediaan dana untuk melindungi ketam kenari, kima, atau tiram mutiara sebagaimana halnya untuk panda dan harimau. Jenis mahkluk laut tertentu tiba-tiba punah sebelum manusia sempat melindunginya. Tiram raksasa di kawasan Indonesia bagian barat kebanyakan sudah punah. Sangat sukar menemukan tiram hidup dewasa ini, padahal rumah tiram yang sudah mati mudah ditemukan. Demikian juga halnya dengan kepiting kelapa dan kepiting begal yang biasa

Page 191: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[185]

menyebar dari pantai barat Afrika sampai bagian barat Lautan Teduh, kini hanya dijumpai di daerah kecil yang terpencil. Dari mana diperoleh dana untuk melindungi semua ini?

Perlu kiranya ditambahkan di sini bahwa ada jenis wacana

khusus/tertentu yang sengaja dibuat satu paragraf hanya terdiri dari satu

kalimat saja dan ini merupakan kalimat topik. Wacana tersebut adalah

wacana Tajuk Rencana dalam suatu surat kabar. Sesuai dengan ciri

wacana jurnalistik dalam sebuah tajuk, bahwa tajuk rencana merupakan

gagasan dari redaksi surat kabar tersebut pada suatu masalah

tertentu/sikap redaksi, sehingga apa yang diuraikan hanyalah gagasan-

gagasan pokoknya saja sementara uraian secara panjang lebar dapat

dilihat dan dibaca pada berita-berita utamanya.

3. Pola pengembangan paragraf

a. Pola Spansial

Pola spansial adalah pola pengembangan paragraf yang

didasarkan atas ruang dan waktu.

Contoh:

Pada malam hari, pemandangan rumah terlihat begitu eksotis. Apalagi dengan cahaya lampu yang memantul dari seluruh penjuru rumah. Dari luar bangunan ini tampak indah, mampu memberikan pancaran hangat bagi siapa saja yang memandangnya. Lampu-lampu taman yang bersinar menambah kesan eksotis yang telah ada. Begitu hangat. Begitu indah.

b. Pola Sudut Pandang

Page 192: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[186]

Pola sudut pandang adalah pola pengembangan paragraf yang

didasarkan tempat atau posisi seorang penulis dalam melihat sesuatu.

Contoh:

Di antara daun kayu tampak kepada mereka tebing itu turun ke bawah; dikakinya tegak pondok, sunyi-mati, tak sedikit pun jua kentara, bahwa dia melindungi manusia yang hidup, pandai bergerak dan bersuara. Di bawahnya kedengaran sebentar-bentar sepi mendengaus dan bintang- bintang itupun kelihatan kekabur-kaburan dalam sinar bara yang kusam. Dari celah-celah dinding pondok keluar cahaya yang kuning merah, tetapi tiada berupa jauh sinarnya yang halus itu lenyap dibalut oleh kelam Yang Mahakuasa. Dikelilingi pondok itu tertegak pedati, ketiganya sunyi dan sepi pula.

c. Pola Umum-Khusus (Deduktif)

Diawali dengan pernyataan yang sifatnya umum. Ditandai dengan

kata-kata ‘umumnya’, ‘banyak’. Pernyataan tersebut kemudian

dijelaskan dengan pernyataan berikutnya yang lebih khusus.

Contoh:

Memiliki server sendiri memiliki banyak keuntungan. Salah satunya kita dapat memanfaatkannya secara maksimal. Meskipun demikian biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar. Biaya untuk hardware saja sudah di atas Rp10 juta, belum lagi biaya perbulan. Selain itu kita juga membutuhkan tenaga professional untuk menjadi operatornya.

d. Pola Khusus-Umum (Induktif)

Page 193: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[187]

Merupakan kebalikan dari pola deduktif.

Contoh:

Sebagian besar orang tampak berjejer di pinggir jalan masuk. Sebagian lagi duduk santai di atas motor dan mobil yang diparkir seenaknya di kiri dan kanan jalan masuk. Kawasan bandara sore ini memang benar-benar telah dibanjiri lautan manusia.

e. Pola Definisi Luas

Definisi dalam pembentukan sebuah paragraf adalah usaha penulis

untuk memberikan keterangan atau arti terhadap sebuah kata atau hal.

Penulis dapat mengemukakan hal yang berupa definisi formal, definisi

dengan contoh dan keterangan lain yang bersifat menjelaskan arti dari

sutau kata.

Contoh:

Istilah Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.

f. Pola Proses

Page 194: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[188]

Merupakan suatu urutan dari tindakan atau perbuatan

untuk menciptakan atau menghasilkan suatu peristiwa.

Contoh:

Pohon anggur selain airnya dapat diminum, daunnya pun dapat digunakan sebagai pembersih wajah. Caranya, ambillah daun anggur secukupnya. Lalu tumbuk sampai halus. Masaklah hasil tumbukan itu dengan air secukupnya. Tunggu sampai mendidih. Setelah ramuan mendingin, ramuan siap digunakan. Oleskan ramuan pada wajah, tunggu beberapa saat, lalu bersihkan.

g. Pola Kausalitas (Sebab-Akibat; Akibat Sebab)

Dalam pola ini sebab bertindak sebagai gagasan utama, sedangkan

akibat sebagai rincian pengembangannya. Namun demikian, susunan

tersebut bisa juga terbalik. Akibat dapat berperan sebagai gagasan

utama, sedangkan sebab menjadi rincian pengembangannya.

Contoh:

Beberapa pohon di kebun tidak mau berbunga seperti tanaman yang lain. Padahal pohon tersebut sudah disiram dengan rutin. Pemberian pupuk juga dilakukan seminggu sekali. Setelah diperiksa ternyata pohon tersebut tidak mendapat cahaya matahari karena terhalang oleh pohon besar yang ada di sampingnya.

h. Pola Ilustrasi

Sebuah gagasan yang terlalu umum memerlukan ilustrasi atau

contoh-contoh yang nyata. Ilustrasi tersebut dipakai untuk menjelaskan

maksud penulis.

Contoh:

Sebelas tahun lalu Indonesia mengimpor gerbong kereta api dari Perancis. Gerbong tersebut tampak

Page 195: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[189]

mentereng karena dilengkapi dengan alat-alat conditioning. Namun dimanakah sekarang gerbong-gerbong itu? Ternyata sudah banyak yang rusak. Gerbong-gerbong itu kini hanya dipakai dalam trayek tingkat tiga untuk mengangkut anak- anak sekolah dan para petani dari desa ke kota. Siapa yang salah? Penumpangnya atau pegawai PT KAI? Itulah contoh penggunaan teknologi yang tak dibarengi SDM yang memadai, sehingga teknologi pun lekas rusak sebelum waktunya.

i. Pola Pertentangan Atau Perbandingan

Pola ini digunakan ketika membahas dua hal berdasarkan

persamaan dan perbedaannya.

Contoh:

Pemerintah telah menyediakan listrik dengan tarif yang murah. Setiap orang dapat menjadi pelanggan dengan tidak banyak mengeluarkan biaya. Berbeda halnya dengan petromaks. Meskipun sama-sama membutuhkan bahan bakar, tetapi energi yang dihasilkan petromaks sangat kecil jika dibandingkan dengan pembangkit listrik biasa. Petromaks hanya digunakan di desa-desa, sedangkan listrik terdapat di kota-kota.

j. Pola Analisis

Pola ini digunakan ketika menjelaskan suatu hal atau agagsan yang

umum ke dalam perincian yang lebih logis. Dalam pola ini ada bagian

yang dianalisis yang terletak di awal paragraf dan yang menganalisis

terletak setelahnya.

Contoh:

Page 196: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[190]

APBN 2001 menghadapi tekanan yang berat. Tekanan

itu pada dasarnya berkaitan dengan tiga faktor. Pertama, memburuknya lingkungan ekonomi makro. Kedua, tidak dapat dilaksanakannya secara optimal kebijakan fiskal di bidang perpajakan, bea cukai, dan pengurangan subsidi BBM. Ketiga, adanya pembatalan sebagian pencairan pinjaman untuk biaya pembangunan.

k. Pola Klasifikasi

Merupakan sebuah proses untuk mengelompokkan hal atau

peristiwa atau benda yang dianggap punya kesamaan-kesamaan

tertentu.

Contoh:

Ikan air tawar terbagi ke dalam tiga golongan, yakni ikan peliharaan, ikan buas, dan ikan liar. Ikan peliharaan terdiri atas ikan-ikan yang mudah diperbanyak. Contohnya: ikan bandeng, ikan mas, ikan gurami, dan lain-lain. Ikan buas memiliki sifat jahat terhadap ikan-ikan lain. Contohnya: ikan gabus dan ikan lele. Ikan liar, meskipun jarang dipelihara, tetapi memiliki keuntungan secara ekonomis. Contohnya: ikan paray, ikan bunter dan ikan jeler.

l. Pola Seleksi

Penggambaran objek tidak dilakukan secara utuh, tetapi dipilih

secara perbagian berdasarkan fungsi, kondisi, atau bentuk.

Contoh:

Sejak suaminya terpilih menjadi ketua partai politik, ia memutuskan untuk mengubah penampilannya. Kini ia lebih banyak mengenakan busana panjang yang sopan. Namun demikian kesan modis tak pernah ditinggalkan. Untuk menghadiri jamuan makan malam, ia mengenakan busana bergaya Thailand. Untuk acara formal, atasan model jas

Page 197: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[191]

berlengan panjang dan rok span menjadi favoritnya. Untuk santai, ia memilih busana model sackdress.

m. Pola Sudut Pandang atau Titik Pandang

Merupakan tempat pengarang melihat atau menceritakan suatu

hal. Sudut pandang diartikan sebagai penglihatan seseorang atas suatu

barang. Misalnya dari samping, dari atas, atau dari bawah. Sebagai orang

pertama, orang kedua, atau orang ketiga.

Contoh:

Dengan tersipu Imas dan Jaka menghalau kerbau mereka ke sungai. Bersama-sama mereka memandikan kerbaunya. Mereka pun sama-sama mandi. Namun hal itu tidak lama karena hari sudah senja. Ayah Imas melinting rokok di depan gubuk kecilnya sembari menunggu Imas pulang. Malam pun terasa mulai sunyi. Dari tepi hutan terdengar lolongan anjing.

n. Pola Dramatis

Dalam pola ini cerita tidak disampaikan secara langsung, tetapi

dikemukakan melalui dialog-dialog. Hal yang membedakannya dengan

pola sudut pandang adalah cara penyampaiannya.

Contoh:

Ayah Imas mengangguk. Diisapnya lagi sisa rokoknya dalam-dalam. “Ayo, silakan!” ujar Pak Somad sembari menyodorkan kotak tembakau. “Terima kasih, ini sudah cukup. Lagi pula hari sudah larut, saya mau pamit pulang.” ujar Ayah Imas.

4. Pengembangan paragraf berdasar Teknik Pengembangannya

Page 198: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[192]

Pengembangan paragraf yang pertama dapat dilihat dari sudut

pandang teknik. Berdasarkan tekniknya pengembangan paragraf dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu (a) pengembangan secara alamiah,

dan (b) pengembangan secara logis.

a. Secara Alamiah

Dalam teknik ini kami sekedar menggunakan pola yang sudah ada

pada objek/kejadian yang dibicarakan. Susunan alamiah ini mengenal

dua macam urutan, yaitu: (1) urutan ruang (spasial) yang membawa

pembaca dari satu titik ke titik berikutnya yang berdekatan dalam sebuah

ruang. (2) urutan waktu (kronologis) yang menggambarkan urutan

terjadinya peristiwa, perbuatan, atau tindakan.

1) Urutan ruang

Paragraf yang dikembangkan berdasarkan urutan ruang atau

tempat membawa pembaca dari satu titik ke titik berikutnya dalam

sebuah “ruangan”. Hal itu berarti kalimat yang satu mengungkapkan

suatu bagian (gagasan) yang terdapat pada posisi tertentu, dan diikuti

oleh kalimat-kalimat lain yang mengungkapkan gagasan yang berada

pada posisi yang lain. Pengungkapan gagasan dengan urutan ruang ini

tidak boleh sembarangan, sebab cara yang demikian akan

mengakibatkan pembaca mengalami kesulitan memahami pesan.

Paragraf seperti ini biasanya digunakan pada paragraf deskriptif.

Contoh :

Bangunan ini terbagi dalam empat ruang. Pada ruang pertama yang sering disebut dengan Bangsal Srimanganti, terdapat dua pasang kursi kayu ukiran Jepara. Ruangan ini sering digunakan Adipati Sindungriwut untuk menerima tamu kadipaten. Di sebelah kiri Bangsal Srimanganti, terdapat ruangan khusus untuk menyimpan benda-benda

Page 199: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[193]

pusaka kadipaten dan cendera mata dari kadipaten- kadipaten lain. Ruangan ini tertutup rapat dan selalu dijaga ketat oleh kesatria-kesatria terpilih Kadipaten Ranggenah. Ruangan tempat menyimpan benda-benda pusaka dan cendera mata ini sering disebut Kundalini Mesem. Agak jauh di sebelah kanan ruang Kundalini Mesem terdapat sebuah ruangan yang senantiasa menebarkan aroma dupa. Ruang ini disebut juga Pamujan karena ditempat inilah Sang Adipati selalu mengadakan upacara dan kebaktian. Beberapa meter dari ruang pamujan terdapat ruangan kecil dengan sebuah tempayan besar di tengahnya. Ruangan ini sering disebut dengan ruang Reresik, karena ruangan ini sering digunakan untuk membersihkan diri Sang Adipati sebelum masuk ke ruang Pamujan.

2) Urutan waktu

Paragraf yang dikembangkan berdasarkan urutan waktu bersifat

kronologis. Hal itu berarti kalimat yang pertama mengungkapkan waktu

peristiwa terjadi, atau waktu kegiatan dilakukan, dan diikuti oleh kalimat-

kalimat yang mengungkapkan waktu peristiwa terjadi, atau waktu

kegiatan dilakukan. Paragraf yang dikembangkan dengan cara ini tidak

dijumpai adanya kalimat utama atau kalimat topik. Paragraf seperti ini

biasanya digunakan pada paragraf naratif dan prosedural.

Contoh :

Menendang bola dengan sepatu baru dikenalnya sekitar tahun 2000, saat ia baru lulus dari STM Negeri 3 jurusan Teknik Elektro. Yang pertama kali melatihnya adalah Klub Halilintar. Dari sini prestasinya terus menajak hingga ia dapat bergabung dengan klub Pelita Jaya sampai sekarang. Tahun 2004 ia pernah dipanggil untuk memperkuat PSSI ke Merdeka Games di Malaysia. Waktu ia dipanggil lagi untuk

Page 200: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[194]

turnamen di Brunei tahun 2008, ia gagal memenuhinya karena kakinya cedera.

b. Secara Logis

Pengembangan paragraf secara logis maksudnya adalah

pengembangan paragraf menggunakan pola pikir tertentu.

Pengembangan paragraf secara logis dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu (1) klimaks-antiklimaks, dan (2) umum-khusus.

1) Klimaks-antiklimaks

Paragraf yang dikembangkan klimaks-antiklimaks dibagi menjadi

dua, yang pertama klimaks, dan yang kedua antiklimaks. Pengembangan

paragraf secara klimaks dilakukan dengan cara menyajikan gagasan-

gagasan yang berupa rincian yang dianggap sebagai gagasan bawahan,

kemudian diakhiri dengan gagasan yang paling tinggi/atas/kompleks

kedudukannya atau kepentingannya.

Sebaliknya, pengembangan paragraf secara antiklimaks dilakukan

dengan terlebih dulu gagasan yang dianggap paling tinggi/atas/kompleks

kedudukannya atau kepentingannya, baru diikuti dengan gagasan-

gagasan yang berupa rincian yang dianggap sebagai gagasan bawahan,

gagasan yang dianggap kurang penting atau rendah kedudukannya.

Contoh paragraf klimaks:

“Bentuk traktor mengalami perkembangan dari jaman

ke jaman sejalan dengan kemajuan tekonologi yang dicapai umat manusia. Pada waktu mesin uap sedang jaya-jayanya, ada traktor yang dijalankan dengan uap. Modelnya kira-kira seperti mesin giling yang digerakan oleh uap. Pada waktu tank sedang menjadi pusat perhatian orang, traktor pun ikut- ikutan diberi model seperti tank. “Keturunan” traktor model tank ini sampai sekarang masih digunakan orang, yaitu

Page 201: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[195]

traktor yang pakai roda rantai. Traktor semacam ini adalah hasil perusahaan Catrepillar. Di samping Caterpillar, Fordpun tidak ketinggalan dalam pembuatan traktor dan alat-alat pertanian lainnya. Jepang tidak mau kalah saing dengan dalam bidang ini. Produksi jepang yang khas di Indonesia terkenal dengan nama padi traktor yang bentuknya sudah mengalami perubahan dari model-model sebelumnya.”

Gagasan utama alinea di atas adalah Bentuk traktor mengalami

perkembangan dari jaman ke jaman yang terdapat pada awal alinea.

Kemudian diperinci dalam empat gagasan bawahan, yaitu; traktor yang

dijalankan dengan uap, traktor yang pakai roda rantai, traktor buatan

ford, dan traktor buatan jepang atau padi traktor. gagasan bawahan

pertama didukung oleh dua kalimat, gagasan bawahan kedua didukung

oleh tiga kalimat; sebaliknya gagasan bawahan ketiga hanya didukung

oleh satu kalimat. Sebab itu terasa bahwa gagasan ini juga kurang jelas.

Gagasan bawahan keempat ditunjang oleh dua kalimat.

2) Umum-khusus

Pengembangan paragraf berdasarkan kriteria umum-khusus,

dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu paragraf yang dikembangkan

dengan cara umum ke khusus, dan khusus ke umum. Paragraf yang

dikembangkan secara umum ke khusus berupa paragraf yang dimulai

dengan gagasan umum yang biasanya merupakan gagasan utama,

kemudian diikuti dengan gagasan khusus sebagai gagasan penjelas atau

rincian. Paragraf yang dikembangkan dengan cara umum ke khusus ini

biasa disebut dengan paragraf deduktif.

Paragraf yang dikembangkan secara khusus ke umum berupa

paragraf yang dimulai dengan gagasan khusus sebagai gagasan penjelas

atau rincian, kemudian diikuti dengan gagasan umum yang biasanya

Page 202: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[196]

merupakan gagasan utama. Paragraf yang dikembangkan dengan cara

khusus ke umum ini biasa disebut dengan paragraf induktif.

Pengembangan paragraf logis umum-khusus ini, baik dengan

cara umum ke khusus (deduktif) maupun khusus ke umum (induktif),

paling banyak diguankan, lebih-lebih dalam karya ilmiah karena karya

ilmiah pada umumnya merupakan sintesis antara deduktif dan induktif.

Contoh paragraf umum-khusus :

Sudah beberapa kali kebijaksanaan itu dipertanyakan

bahkan hendak dipreteli dan diubah. Namun demikian, setiap usaha tersebut selalu gagal. Betapapun usaha tersebut disiapkan dengan cara yang teliti dan matang, semua dapat digagalkan. Bukti yang lalu meyakinkan kita bahwa kebijaksanaan itu benar dan tak dapat dipreteli dan diubah.

Page 203: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[197]

TEMA/TOPIK/JUDUL

1. Pengertian Tema /Topik/Judul

a. Pengertian Tema

Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran dalam

membuat suatu tulisan. Di setiap tulisan pastilah mempunyai sebuah

tema, karena dalam sebuah penulisan dianjurkan harus memikirkan tema

apa yang akan dibuat. Dalam menulis cerpen, puisi, novel, karya tulis, dan

berbagai macam jenis tulisan haruslah memiliki sebuah tema. Jadi, jika

diandaikan seperti sebuah rumah, tema adalah atapnya. Tema juga hal

yang paling utama dilihat oleh para pembaca sebuah tulisan. Jika temanya

menarik, maka akan memberikan nilai lebih pada tulisan tersebut.

Syarat Tema yang Baik :

1) Tema yang baik harus mengandung kejelasan, kesatuan,

perkembangan, keaslian.

2) Penetapan tema sebelum mulai mengarang sangat penting untuk

pedoman menulis secara teratur dan jelas sehingga isi karangan tidak

menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan.

3) Tema dapat juga diartikan sebagai pengungkapan maksud dan tujuan.

4) Rumusan tema boleh lebih dari satu kalimat, asalkan seluruh kalimat

bersama-sama mengungkapkan satu ide (ide karangan).

Tema dapat dikesan melalui:

1) Perwatakan watak-watak dalam sesebuah cerita.

2) Peristiwa, kisah, suasana dan unsur lain seperti nilai-nilai

kemanusiaan dan kemasyarakatan yang terdapat dalam cerita.

8

Page 204: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[198]

3) Persoalan-persoalan yang disuguhkan dan kemudian mendapatkan

pokok persoalannya secara keseluruhan

Cara mencari Tema (dalam suatu bacaan) :

1) Jika pilihan jawaban berupa kalimat luas, maka:

a) Tentukan objek yang dibicarakan

b) Pilih kalimat yang paling luas yang memuat objek tersebut atau

pikirkan objek tersebut merupakan bagian atau persempitan dari

objek yang lebih luas

2) Jika pilihan jawaban berupa kalimat sempit atau langsung pada isi

bacaan maka pilih satu kalimat yang dibicarakan dalam setiap

paragraf yang ada.

b. Pengertian Topik

Menurut Kamus Bahasa Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai

Pustaka (2007: 1207) arti kata topik adalah “Pokok pembicaraan dalam

diskusi, ceramah, karangan dan sebagainya. Topik dapat juga disebut

sebagai bahan pembicaraan / hal yang menarik perhatian umum akhir-

akhir ini”. Dengan demikian bila disebut topik penelitian dapat diartikan

bebas sebagai pembicaraan atau ide utama yang menarik perhatian

umum akhir-akhir ini dalam penelitian.

Topik juga dapat didefinisikan sebagai hal yang pertama kali

ditentukan ketika penulis akan membuat tulisan, atau bisa disebut juga

topik adalah tahap awal dalam proses penelitian atau penyusunan karya

ilmiah. Topik yang masih bersifat awal tersebut kemudian difokuskan

dengan cara membuatnya lebih sempit cakupannya atau lebih luas

cakupannya. Topik yang masih awal tersebut, selanjutnya dikembangkan

dengan membuat cakupan yang lebih sempit atau lebih luas.

Topik berasal dari bahasa Yunani:topoi adalah inti utama dari

seluruh isi tulisan yang hendak disampaikan atau lebih dikenal dengan

Page 205: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[199]

topik pembicaraan. Topik adalah hal yang pertama kali ditentukan ketika

penulis akan membuat tulisan. Topik yang masih awal tersebut,

selanjutnya dikembangkan dengan membuat cakupan yang lebih sempit

atau lebih luas.Terdapat beberapa kriteria untuk sebuah topik yang

dikatakan baik, diantaranya adalah topik tersebut harus mencakup

keseluruhan isi tulisan, yakni mampu menjawab pertanyaan akan

masalah apa yang hendak ditulis. Ciri utama dari topik adalah cakupannya

atas suatu permasalahan msih bersifat umum dan belum diuraikan

secara lebih mendetail.

Topik biasa terdiri dari satu satu dua kata yang singkat, dan

memiliki persamaan serta perbedaan dengan tema karangan.

Persamaannya adalah baik topik maupun tema keduanya sama-sama

dapat dijadikan sebagai judul karangan. Sedangkan, perbedaannya ialah

topik masih mengandung hal yang umum, sementara tema akan lebih

spesifik dan lebih terarah dalam membahas suatu permasalahan.

c. Pengertian Judul

Judul adalah nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku,

kepala berita, dan lain-lain; identitas atau cermin dari jiwa seluruh karya

tulis, bersipat menjelaskan diri dan yang manarik perhatian dan

adakalanya menentukan wilayah (lokasi). Dalam artikel judul sering

disebut juga kepala tulisan. Ada yang mendefinisikan Judul adalah lukisan

singkat suatu artikel atau disebut juga miniatur isi bahasan. Judul

hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik. Judul artikel

diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup menggambarkan isi

bahasan.

Judul hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik. Judul

artikel diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup

menggambarkan isi bahasan. Judul tidak harus sama dengan topik. Jika

topik sekaligus menjadi judul, biasanya karangan akan bersifat umum

Page 206: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[200]

dan ruang lingkupnya sangat luas. Judul dibuat setelah selesai menggarap

tema, shingga bisa terjamin bahwa judul itu cocok dengan temanya.

Sebuah judul yang baik akan merangsang perhatian pembaca dan akan

cocok dengan temanya.

Judul hanya menyebut ciri-ciri yang utama atau yang terpenting

dari karya itu, sehingga pembaca sudah dapat membayangkan apa yang

akan diuraikan dalam karya itu. Ada judul yang mengungkapkan maksud

pengarang, misalnya dalam sebuah laporan eksposisi, contohnya : Suatu

Penelitian tentang Korelasi antara Kejahatan Anak-anak dan Tempat

Kediaman yang Tidak Memadai.

2. Pemilihan Topik, Pembatasan Topik, dan Pemilihan Judul

a. Pemilihan Topik

Dalam menulis suatu karya tulis, pemilihan topik sangatlah penting

dan dapat menentukan hasil dari karya tulis tersebut. Untuk itu perlu

diperhatikan syarat-syarat dalam pemilihan topik-topik yang baik.

Berikut ini beberapa syarat yang harus diperhatikan penulis dalam

pemilihan topik suatu karya tulis :

1) Topik harus menarik perhatian penulis

Topik yang menarik perhatian akan memotivasi pengarang atau

penulis secara terus-menerus mencari data-data untuk memecahkan

masalah-masalah yang dihadapinya. Penulis akan didorong agar dapat

menyelesaikan tulisan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika suatu topik yang

sama sekali tidak disenangi penulis akan menimbulkan kekesalan. Bila

terdapat hambatan pun, penulis tidak akan berusaha sekuat tenaga

untuk menentukan data dan fakta yang akan digunakan untuk

memecahkan masalah.

2) Topik harus diketahui/dipahami penulis

Page 207: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[201]

Penulis hendaklah mengerti serta mengetahui meskipun baru

prinsip-prinsip ilmiahnya. Misalnya asal data yang digunakan berasal dari

mana? Metode analisis yang digunakan, dan referensi apa saja yang akan

menjadi acuan.

3) Jangan terlalu baru, teknis, dan kontroversial

Bagi penulis pemula, topik yang terlalu baru kemungkinan belum

ada referensinyadalam kepustakaan. Topik yang terlalu teknis

kemungkinan dapat menjebak penulis jika tidak benar-benar menguasai

bahan penulisannya. Begitu juga topik yang kontroversial akan

menimbulkan kesulitan untuk bertindak secara objektif.

4) Bermanfaat

Topik yang dipilih hendaknya bermanfaat. Ditinjau dari segi

akademis dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan dapat berguna

dalam ehidupan sehari-hari maupun dari segi praktis.

5) Jangan terlalu “Luas”

Penulis harus membatasi topik yang akan ditulis. Setiap penulis

harus betul-betul yakin bahwa topik yang dipilihnya cukup sempit dan

terbatas untuk digarap sehingga tulisan bisa fokus dan tepat sasaran.

b. Pembatasan Topik

Pembatasan sebuah topik mencangkup konsep, variabel, data,

lokasi atau lembaga dan waktu pengumpulan data. Topik yang terlalu

luas menghasilkan tulisan yang dangkal, tidak mendalam, dan tidak

tuntas. Selain itu, pembahasan menjadi tidak fokus pada masalah utama

yang ditulis atau dibaca. Akibatnya, pembahasan menjadi panjang,

namun tidak berisi. Sebaliknya, topik yang terlalu sempit menghasilkan

Page 208: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[202]

tulisan yang tidak (kurang) bermanfaat bagi pembacanya. Selain itu,

karangan menjadi sulit dikembangkan, tidak menarik untuk dibahas

ataupun dibaca.Maka dari itu, pembahasan topik dilakukan secara

cermat, sesuai dengan kemampuan, tenaga, waktu, tempat, dan

kelayakan yang dapat terima oleh pembacanya.

1) Fungsi pembatasan topik

a) Pembatasan memungkinkan penulis untuk menulis dengan penuh

keyakinan dan kepercayaan, karena topik itu benar-benar

diketahuinya.

b) Pembatasan dan penyempitan topik akan memungkinkan penulis

untuk mengadakan penelitian yang lebih intensif mengenai

masalahnya. Dengan pembatasan itu penulis akan lebih mudah

memilih hal-hal yang akan dikembangkan.

2) Cara membatasi Topik

a) Tetapkanlah topik yang akan digarap dalam kedudukan sentral.

b) Mengajukan pertanyaan, apakah topik yang berada dalam

kedudukan sentral itu masih dapat dirinci lebih lanjut? Bila dapat,

tempatkanlah rincian itu sekitar lingkaran topik pertama tadi.

c) Tetapkanlah dari rincian tadi mana yang akan dipilih.

d) Mengajukan pertanyaan apakah sektor tadi masih dapat dirinci

lebih lanjut atau tidak.

e) Lakukan proses diatas secara terus-menerus hingga mendapatkan

sebuah Tema.

Cara mempersempit dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Menurut tempat

Contoh : - Indonesia lebih khusus daripada dunia

- Pulau Jawa lebih khusus daripada tanah air Indonesia

Page 209: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[203]

2. Menurut hubungan Kausal

Contoh : - “Perkembangan Islam” dapat dikhususkan

pembahasannya menjadi “Sebabnya Islam Tersiar”.

3. Menurut waktu/periode zaman

Contoh : - “Perkembangan Islam” bisa dibatasi “Perkembangan Islam

di Masa Nabi Muhammad SAW”.

4. Menurut pembagian bidang kehidupan manusia (politik, sosial,

kebudayaan, ekonomi, agama, ilmu pengetahuan, dll)

Contoh : - “Pembangunan Indonesia” dapat dibatasi “Pembangunan

Politik di Masa Orde Baru”.

5. Menurut aspek Umum-Khusus

Contoh : - “Pengaruh Kebijakan 15 November 1978 Terhadap

Masyarakat” bisa dibatasi “Pengaruh Kebijakan 1978

Terhadap Usaha Kerajinan Rotan di Amuntsi”.

6. Menurut Objek Material dan Objek Formal

Objek material adalah objek yang dibicarakan. Sedangkan objek

formal adalah dari sudut mana bahan itu ditinjau.

Contoh : - “Perkembangan Pers di Indonesia di Tinjau dari Segi

Kebebasannya”. Perkembangan pers di indonesia sebagai

objek material. Sedangkan ditinjau dari segi kebesannya

sebagai objek formalnya.

c. Pemilihan Judul

Tidak sedikit pengarang merasa kesulitan memilih judul yang tepat

untuk karangannya. Tips berikut ini akan membantu Anda untuk

menemukan judul baik bagi karangan anda. Mungkin ada yang bertanya

mengapa karangan harus memiliki judul. Pentingnya judul sesungguhnya

sama dengan pentingnya nama bagi seseorang. Tanpa nama betapa

sulitnya mengidentifikasi seseorang. Begitu juga tanpa judul alangkah

Page 210: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[204]

sulitnya mengidentifikasi karangan. Judul yang baik mengandung sifat

seperti berikut ini:

1) Unik

Judul yang unik adalah judul yang memiliki perbedaan dengan judul

lainnya. Walaupun tema karangan sama, hendaknya anda selalu

menggunakan judul yang berbeda.

2) Mencerminkan Isi

Meskipun harus unik, judul yang tetap harus mencerminkan isi. Judul

yang menyimpang dari isi, akan membuat pembaca merasa

dibohongi.

3) Provokatif

Judul yang provokatif akan mengundang orang untuk membaca

karangan Anda. Judul yang provokatif membuat calon pembaca

penasaran dan sangat ingin mengetahui isi karangan anda.

4) Singkat

Judul yang baik juga harus singkat. Judul yang terlalu panjang kurang

menarik perhatian orang.

1) Judul Dibagi Menjadi Dua

a) Judul Langsung

Judul yang erat kaitannya dengan bagian utama karangan,

sehingga hubungannya dengan bagian utama nampak jelas.

b) Judul Tidak Langsung

Judul yang tidak langsung hubungannya dengan bagian utama

karangan, tetapi masih menjiwai seluruh isi karangan.

2) Fungsi Judul

a) Merupakan identitas atau cermin dari jiwa seluruh karangan.

Page 211: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[205]

b) Temanya menjelaskan diri dan menarik sehingga

mengundang orang untuk membacanya atau mempelajari

isinya.

c) Merupakan gambaran global tentang arah, maksut,

tujuan,dan ruang lingkup.

d) Relevan dengan isi seluruh karangan, masalah, maksut, dan

tujuan.

3. Contoh Tema, Topik, dan judul karangan Ilmiah

Topik sama dengan judul karangan, dan judul tidak harus sama

dengan topik.

Persamaan topik dan judul :

Sama-sama dapat menjadi judul karangan.

Perbedaan Topik dan Judul :

Topik : “payung besar”, bersifat umum dan belum menggambarkan

sudut pandang penulis.

Judul : “Spesifik”, mengandung permasalahan yang lebih jelas atau

terarah dan sering telah menggambarkan sudut pandang

penulisnya.

Contoh :

Topik : Ramalan Cuaca

Tema : Meningkatkan kualitas peramalan cuaca dengan metode DRIR

(Direct Readout Infra Red)

Judul : DRIR metode canggih dalam Meramalkan Cuaca

Contoh :

Topik : Banjir di Bandung Selatan

Page 212: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[206]

Tema : Apakah sebab-sebab terjadinya banjir dan bagaimanakah cara

mengatasi akibat banjir tsb

Judul : Penanggulangan Akibat Banjir di Bandung Selatan

4. Perumusan Judul

Dasar Perumusan Judul Penelitian:

a. Mengetahui Status Sesuatu

b. Membandingkan status dua fenomena atau lebih

c. Mengetahui hubungan atau pengaruh dua

d. fenomena atau lebih. Hubungan atau pengaruh

e. tersebut dikenal pula dengan istilah korelasi :

1) Korelasi Sejajar

2) Korelasi Sebab Akibat

Dalam merumusakan judul, Hal-hal yang perlu diperhatikan

dengan baik adalah sebagai berikut:

a. Judul harus dituliskan dengan kalimat pernyataan, bukan pertanyaan.

b. Contoh, “Dampak Ketidakdisiplinan Siswa Terhadap Kegiatan Belajar

Mengajar Disekolah”.

c. Judul harus cukup jelas, singkat dan tepat.

d. Judul harus berisi variabel-variabel yang akan diteliti.

e. Judul harus dapat menggambarkan keseluruhan isi dari kegiatan

penelitian. Judul penelitian harus menggambarkan :

1) Sifat dan jenis penelitian,

2) Objek yang diteliti,

3) Subjek penelitian,

4) Lokasi/daerah penelitian, dan

5) Waktu terjadinya peristiwa (tahun).

5. Penyusunan Rumusan Masalah

Page 213: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[207]

Rumusan masalah adalah berupa pertanyaan-pertanyaan

penelitian. Rumusan masalah sering juga disebut pertanyaan-pertanyaan

penelitian di mana jawabannya diperoleh setelah melakukan penelitian.

Oleh karena itu,rumusan masalah harus dijabarkan secara operasional

dan spesifik dari judul penelitian. Rumusan yang operasional dan spesifik

itu hendaknya sejalan dengan arah jawaban yang bakal disajikan dan

disimpulkan nanti.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rumusan

masalah penelitian adalah :

a. Masalah dirumuskan dalam bentuk-bentuk pertanyaan.

b. Masalah dirumuskan dalam susunan kalimat yang sederhana dan

mengurangi penggunaan isitilah yang belum baku.

c. Masalah dirumuskan secara sngkat, jelas, padat serta tidak

menimbulkan kerancuan pengertian.

d. Rumusan masalah haruslah mencerminkan keinginan yang hendak

dicari.

e. Rumusan masalah tidak mempersulit pencarian data lapangan

terutama terhadap data langka

f. Rumusan masalah dapat dipakai sebagai dasar dalam merumuskan

hipotesis

g. Rumusan masalah haruslah direfleksikan ke dalam judul penelitian.

6. Sistematika Penulisan

a. Makalah

Sistematika penulisan makalah memiliki pengertian merupakan

suatu penjabaran secara deskriptif tentang hal-hal yang akan ditulis, yang

secara garis besar terdiri dari bagian awal, bagian isi dan bagian akhir.

Dalam prosedur format penulisan pembuatan makalah ini terdapat tiga

hal utama yang menjadi unsur pembuatan karya tulis ini, yaitu bagian

Page 214: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[208]

awal, bagian isi dan bagian akhir. Untuk bagian awal format sistematika

penulisan makalah ini berisikan beberapa unsur yang mengandung

gambaran dari isi karya tulis, kemudian untuk bagian isi merupakan

penjelasan detail mengenai content dari karya tulis dan untuk bagian

akhir merupakan data-data pelengkap dan pendukung pembuatan

makalah ini. Adapun unsur masing-masing bagian dan penjelasannya

secara detail serta pengertian lengkap diuraikan sebagai berikut :

1) Bagian awal sistematika penulisan makalah terdiri dari beberapa

unsur sebagai berikut :

a) Lembar Judul adalah identitas yang memberikan gambaran

mengenai isi makalah

b) Kata Pengantar berisikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihPak

yang membantu pembuatan makalah

c) Daftar Isi adalah suatu daftar yang membuat gambaran isi karya

tulis secara menyeluruh

d) Daftar Tabel (jika ada) merupakan daftar yang menerangkan

penjelasan menggunakan tabel

e) Daftar Gambar (jika ada) merupakan daftar yang menerangkan

penjelasan menggunakan gambar

f) Daftar Lampiran (jika ada) merupakan daftar yang menerangkan

penjelasan menggunakan lampiran.

2) Bagian isi sistematika penulisan makalah terdiri dari beberapa unsur

sebagai berikut :

a) Bab I Pendahuluan

(1) Latar Belakang Permasalahan adalah fenomena permasalahan

dalam lingkungan yang diamati

(2) Masalah atau Pokok Permasalahan merupakan identifikasi dari

latar belakang permasalahaan

Page 215: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[209]

(3) Tujuan Penulisan Makalah adalah uraian tujuan dan hal yang

ingin dicapai mengenai penulisan karya tulis.

b) Bab II Pembahasan

(1) Deskripsi Lokus adalah penjelasan singkat mengenai

permasalahan disertai analisis permasalahan.

(2) Landasan Teoritis adalah kumpulan teori yang digunakan dalam

pembuatan karya tulis.

(3) Analisis merupakan penjelasan mengenai data, fakta dan

informasi yang dianalisis dengan teori-teori yang telah

diungkapkan sebelumnya.

c) Bab III Penutup

Kesimpulan adalah jawaban atas permasalahan penelitian, bukan

ringkasan. Saran merupakan tindak lanjut dari kesimpulan.

3) Bagian Akhir dalam Format Pembuatan Makalah terdiri dari beberapa

unsur sebagai berikut :

a) Daftar Pustaka memiliki pengertian sumber bacaan ilmiah yang

digunakan

b) Lampiran-Lampiran (Jika Ada)

Tentu dalam kajian ilmiah khususnya Perguruan Tinggi,

Universitas, Politeknik dan sekolah tinggi lainnya memiliki Format dan

aturan tertentu mengenai pembuatan karya tulis ini yang biasanya telah

dibuat suatu Panduan Format Pembuatan Karya Tulis yang dikeluarkan

oleh masing-masing Perguruan Tinggi atau Sekolah. Artikel mengenai

Prosedur dan Format Sistematika Penulisan Makalah diatas merupakan

aturan umum pembuatannya yang lazim digunakan banyak orang.

b. Artikel

Page 216: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[210]

1) Pengertian Artikel

a) Karya tulis yang disusun untuk mengungkapkan pendapat

seorang penulis atas suatu fakta/data/pendapat orang lain

berdasarkan rangkaian logika tersendiri.

b) Tulisan lepas berisi opini seseorang yang mengupas tuntas

suatu masalah tertentu yang sifatnya aktual dan atau

kontroversial dengan tujuan untuk memberitahu (informatif),

memengaruhi dan meyakinkan (persuasif argumentatif), atau

menghibur khalayak pembaca (rekreatif).

2) Karakteristik Artikel

a) Ditulis dengan atas nama (by line story)

b) Mengandung gagasan aktual dan atau kontroversial

c) Gagasan yang diangkat harus menyangkut kepentingan

sebagian besar khalayak pembaca.

d) Ditulis secara referensial dengan visi intelektual

e) Disajikan dalam bahasa yang hidup, segar, populer, komunikatif

f) Singkat dan tuntas

g) Orisinal

3) Struktur Artikel

a) Judul

b) Alinea Pembuka (Lead)

c) Alinea Penjelas (Batang Tubuh)

d) Alinea Penutup (Ending)

4) Cara Menulis Artikel

a) Pilih tema

Page 217: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[211]

b) Tentukan judul (bisa juga ditentukan belakangan)

c) Susun alinea pertama

d) Uraikan tema dalam beberapa alinea penjelas (tergantung

panjang-pendek tulisan)

e) Perhatikan format/gaya penulisan (ilmiah atau populer?)

f) Eksploitasi data/ referensi penting

g) Simpulkan pendapat dalam alinea penutup (jadilah draf awal

artikel)

h) Edit ulang draf awal (judul bisa ditentukan saat ini)

i) Draf final artikel (langsung dikirimkan ke media massa, atau

dimintakan pendapat orang lain sebagai proof reader)

a) Memilih Tema

1) Eksplorasi gagasan seluas mungkin (banyak membaca,

mendengar, berdiskusi)

2) Pilih tema yang relevan dengan minat/ bidang

kompetensi

3) Pilih tema yang aktual (sedang hangat dan jadi

perbincangan publik)

4) Tentukan sikap atas tema/masalah yang akan dibahas

(pro atau kontra?)

b) Memilih Judul

1) Judul mewakili tema yang akan dibahas atau pendapat

yang akan diajukan

2) Singkat (3 – 5 kata) dan padat (sarat makna)

3) Menarik dan menggugah orang untuk membaca tulisan

secara keseluruhan

Page 218: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[212]

4) Gunakan istilah/idiom populer

c) Susun Alinea Pertama

1) Satu alinea biasa mengandung satu pokok pikiran

2) Uraikan inti masalah dengan singkat (3-5 kalimat)

3) Alinea pertama mengandung pokok pikiran UTAMA atau

tesis yang akan dipertahankan

4) Sifatnya, apakah menanggapi opini orang lain atau

mengajukan opini tersendiri

5) Pilihan bentuk alinea bervariasi

d) Susun Alinea Penjelas

1) Uraikan pokok pikiran utama (main idea) menjadi

beberapa pokok pikiran penunjang/ turunan

2) Setiap pokok pikiran itu disusun dalam alinea tersendiri

3) Hubungkan satu alinea dengan alinea selanjutnya

dengan jembatan pikiran (bridging) yang kuat

4) Hubungan antar alinea bisa bersifat:

(a) kronologis (waktu)

(b) spasiologis (ruang)

(c) kausalitas (sebab-akibat)

e) Mengolah Gaya Penulisan

1) Ada tiga gaya utama:

(a) Deskripsi, memerikan fakta apa adanya secara detail

(b) Narasi, menguraikan fakta secara kronologis/

spasiologis

2) Argumentasi, menjelaskan fakta dan sebab-akibat yang

melatarinya

Page 219: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[213]

3) Kembangkan gaya yang cocok dengan karakter penulis

atau tema yang dibahas

4) Setiap gaya memiliki efek yang berbeda kepada pembaca

f) Eksploitasi Data atau Rujukan

1) Data penting untuk memperkuat tesis yang diajukan

2) Referensi penting untuk menunjukkan bahwa semua

pendapat yang sama/ berbeda sudah dipertimbangkan

3) Kutipan data/referensi dalam format sederhana, karena

panjang artikel terbatas

g) Simpulkan Pendapat dalam Alinea Penutup

1) Simpulkan uraian yang terdapat dalam Alinea Penjelas

dalam alinea penutup

2) Konfirmasi Alinea Penutup/Simpulan dengan Alinea

Pertama/Pendapat Awal yang telah diajukan

3) Gunakan kalimat yang menggugah, bukan memaksakan

kehendak

4) Buka kesempatan orang lain untuk berbeda pendapat,

bukan merasa benar sendiri

h) Mengedit Tulisan

1) Selesaikan Draf Awal tulisan, apapun bentuknya, jangan

ditunda-tunda

2) Endapkan tulisan awal selama beberapa waktu, lalu cari

inspirasi/kesibukan, namun tetap perhatikan

deadline/batas tenggat

3) Tinjau ulang Draf Awal dan periksa dari segi substansi,

struktur argumentai atau gaya penulisannya

Page 220: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[214]

4) Lakukan koreksi mulai dari yang mudah: standar bahasa,

validitas data/referensi hingga yang sulit keandalan

argumentasi

i) Menyebarkan/ Memasarkan Tulisan

1) Kirimkan draf tulisan kepada sejumlah kawan yang

memahami standar penulisan yang baik (minta koreksi

dan penilaian)

2) Perbaikan draf tulisan berdasarkan masukan dari semua

pihak dan juga pembacaan ulang sendiri

3) Kirimkan artikel ke media massa yang sesuai dan minta

alasan/komentar, jika artikel tak dimuat

4) Jaga hubungan baik dengan editor opini di sejumlah

media, sehingga tahu kebutuhan artikel macam apa yang

bisa diakomodasi media

5) Simpan artikel yang sudah dimuat atau

yang belum dimuat di media, jadikan khazanah

pemikiran pribadi

Page 221: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[215]

KERANGKA KARANGAN

1. Pengertian Kerangka Karangan

Kerangka adalah rencana penulisan yang memuat garis-garis besar

dari suatu karangan yang akan digarap dan merupakan rangkaian ide-ide

yang disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur.

Sedangkan, karangan merupakan karya tulis hasil dari kegiatan seseorang

untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikanya melalui bahasa

tulis kepada pembaca untuk dipahami. Jadi, kerangka karangan adalah

rencana penulisan yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan

yang akan ditulis, dan merupakan rangkaian ide-ide yang disusun secara

sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur. Kerangka karangan dibuat

untuk mempermudah penulisan agar tetap terarah dan tidak keluar dari

topik atau tema yang dituju. Pembuatan kerangka karangan ini sangat

penting, karena ini adalah bagian dasar dalam sebuah penyusunan

karangan, terutama bagi penulis pemula agar tulisan tidak kaku dan

penulis tidak bingung dalam melanjutkan tulisannya.

2. Manfaat Kerangka Karangan

a. Untuk menyusun karangan secara teratur.

b. Mempermudah pembahasan tulisan.

c. Menghindari isi tulisan keluar dari tujuan awal.

d. Menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau

lebih.

e. Memudahkan penulis mencari materi tambahan

f. Menjamin penulis bersifat konseptual, menyeluruh, dan terarah.

g. Memudahkan penulis mencapai klimaks yang berbeda-beda.

9

Page 222: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[216]

h. Untuk menjamin penulisan bersifat konseptual, menyeluruh, dan

terarah.

i. Untuk menyusun karangan secara teratur. Kerangka karangan

membantu penulis untuk melihat gagasan-gagasan dalam sekilas

pandang, sehingga dapat dipastikan apakah susunan dan

hubungan timbal-balik antara gagasan-gagasan itu sudah tepat,

apakah gagasan-gagasan itu sudah disajikan dengan baik,

harmonis dalam perimbangannya.

j. Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda.

Setiap tulisan dikembangkan menuju ke satu klimaks tertentu.

Namun sebelum mencapai klimaks dari seluruh karangan itu,

terdapat sejumlah bagian yang berbeda-beda kepentingannya

terhadap klimaks utama tadi. Tiap bagian juga mempunyai klimaks

tersendiri dalam bagiannya. Supaya pembaca dapat terpikat

secara terus menerus menuju kepada klimaks utama, maka

susunan bagian-bagian harus diatur pula sekian macam sehingga

tercapai klimaks yang berbeda-beda yang dapat memikat

perhatian.

k. Menghindari penggarapan topik dua kali atau lebih. Ada

kemungkinan suatu bagian perlu dibicarakan dua kali atau lebih,

sesuai kebutuhan tiap bagian dari karangan itu. Namun

penggarapan suatu topik sampai dua kali atau lebih tidak perlu,

karena hal itu hanya akan membawa efek yang tidak

menguntungkan; misalnya, bila penulis tidak sadar betul maka

pendapatnya mengenai topik yang sama pada bagian terdahulu

berbeda dengan yang diutarakan pada bagian kemudian, atau

bahkan bertentangan satu sama lain. Hal yang demikian ini tidak

dapat diterima. Di pihak lain menggarap suatu topik lebih dari satu

kali hanya membuang waktu, tenaga, dan materi. Kalau memang

Page 223: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[217]

tidak dapat dihindari maka penulis harus menetapkan pada bagian

mana topik tadi akan diuraikan, sedangkan di bagian lain cukup

dengan menunjuk kepada bagian tadi.

l. Memudahkan penulis mencari materi pembantu. Dengan

mempergunakan rincian-rincian dalam kerangka karangan penulis

akan dengan mudah mencari data-data atau fakta-fakta untuk

memperjelas atau membuktikan pendapatnya. Atau data dan

fakta yang telah dikumpulkan itu akan dipergunakan di bagian

mana dalam karangannya itu.

3. Metode Penyusunan Kerangka Karangan

Secara garis besar, pola kerangka karangan dibagi menjadi dua

yaitu pola alamiah dan pola logis, berikut akan di jelaskan secara singkat

pola susunan kerangka karangan.

a. Pola Alamiah

Merupakan suatu urutan unit–unit kerangka karangan sesuai

dengan keadaan yang nyata di alam. Disebut pola alamiah karena

memakai pendekatan berdasarkan faktor alamiah yang esensial. Pola

alamiah mengikuti keadaan alam yang berdimensi ruang dan waktu.

Pola alamiah dapat terbagi menjadi 3 yaitu :

1) Kronologis (waktu)

Urutan yang di dasarkan pada runtunan peristiwa atau tahap-

tahap kejadian. Biasanya tulisan seperti ini kurang menarik minat

pembaca.

Contoh :

Topik : Masyarakat

Tujuan : Untuk mengetahui perkembangan masyarakat.

Tema : Perkembangan masyarakat dari jaman ke jaman.

Page 224: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[218]

a) Masyarakat pemburu dan peramu

b) Masyarakat petani dan peternak

c) Masyarakat industri

2) Spasial (ruang)

Landasan yang paling penting, bila topik yang di uraikan

mempunyai pertalian yang sangat erat dengan ruang atau tempat .

Urutan ini biasanya di gunakan dalam tulisan–tulisan yang bersifat

deskriptif.

Contoh :

Topik : Tanah longsor

Tujuan : Untuk mengetahui lokasi tanah longsor.

Tema : Beberapa lokasi tanah longsor di dunia.

a) Tanah longsor yang terjadi di luar Indonesia

b) Tanah longsor yang terjadi di Indonesia

3) Topik yang ada

Suatu pola peralihan yang dapat di masukkan dalam pola alamiah

adalah urutan berdasarkan topik yang ada . Suatu peristiwa sudah di

kenal dengan bagian–bagian tertentu . Untuk menggambarkan hal

tersebut secara lengkap, mau tidak mau bagian–bagian itu harus di

jelaskan berturut–turut dalam karangan itu, tanpa mempersoalkan

bagian mana lebih penting dari lainnya, tanpa memberi tanggapan atas

bagian–bagiannya itu.

Contoh :

Topik : Penyakit

Tujuan : Untuk mengetahui berbagai penyakit di Indonesia.

Tema : Berbagai penyakit di Indonesia.

Page 225: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[219]

a) Di daerah pedesaan

b) Di daerah perkotaan

b. Pola Logis

Tanggapan yang sesuai dengan jalan pikiran untuk menemukan

landasan bagi setiap persoalan, mampu di tuang dalam suatu susunan

atau urutan logis . Urutan logis sama sekali tidak ada hubungan dengan

suatu ciri yang intern dalam materinya, tetapi erat dengan tanggapan

penulis.

Dinamakan pola logis karena memakai pendekatan berdasarkan

jalan pikir atau cara pikir manusia yang selalu mengamati sesuatu

berdasarkan logika. Pola logis dapat dibagi menjadi 6, yaitu :

1) Klimaks dan Antiklimaks

Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang berpendirian

bahwa posisi tertentu dari suatu rangkaian merupakan posisi yang paling

tinggi kedudukannya atau yang paling menonjol.

Contoh :

Topik : Banjir

Tujuan : Untuk mengetahui akibat banjir.

Tema : Banjir dan akibatnya.

a) Musim penghujan mulai

b) Penggundulan hutan

c) Erosi di mana-mana

2) Kausal

Mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke akibat dan urutan

akibat ke sebab . Pada pola pertama suatu masalah di anggap sebagai

sebab, yang kemudian di lanjutkan dengan perincian–perincian yang

Page 226: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[220]

menelusuri akibat–akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat efektif

dalam penulisan sejarah atau dalam membicarakan persoalan–persoalan

yang di hadapi umat manusia pada umumnya.

Contoh :

Topik : Krisis moneter

Tujuan : Untuk mengetahui krisis moneter di Indonesia

Tema : Krisis moneter yang melanda tanah air

a) Tingginya harga bahan pangan

b) Penyebab krisis moneter

c) Dampak terjadi krisis moneter

3) Pemecahan Masalah

Di mulai dari suatu masalah tertentu, kemudian bergerak menuju

kesimpulan umum atau pemecahan atas masalah tersebut . Sekurang-

kurangnya uraian yang mempergunakan landasan pemecahan masalah

terdiri dari tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau

persoalan tadi, dan akhirnya alternatif–alternatif untuk jalan keluar dari

masalah yang di hadapi tersebut.

Contoh :

Topik : Virus flu babi / H1N1 dan upaya penanggulangannya

a) Apa itu virus H1N1

b) Bahaya virus H1N1

c) Cara penanggulangannya

4) Umum Khusus

Dimulai dari pembahasan topik secara menyeluruh (umum), lalu di

ikuti dengan pembahasan secara terperinci (khusus).

Contoh :

Topik : Pendidikan

Page 227: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[221]

Tujuan : Untuk mengetahui pendidikan di masyarakat.

Tema : Pendidikan di masyarakat.

a) Pendidikan dalam lingkungan masyarakat secara umum

b) Pendidikan di masyarakat perkotaan

c) Pendidikan di masyarakat pedesaan

5) Familiaritas

Urutan familiaritas dimulai dengan mengemukakan sesuatu yang

sudah di kenal, kemudian berangsur–angsur pindah kepada hal–hal yang

kurang di kenal atau belum di kenal. Dalam keadaan–keadaan tertentu

cara ini misalnya di terapkan dengan mempergunakan analogi.

6) Akseptabilitas

Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan familiaritas. Bila urutan

familiaritas mempersoalkan apakah suatu barang atau hal sudah dikenal

atau tidak oleh pembaca, maka urutan akseptabilitas mempersoalkan

apakah suatu gagasan di terima atau tidak oleh para pembaca, apakah

suatu pendapat di setujui atau tidak oleh para pembaca.

7) Sebab Akibat

a) Sebab ke akibat : masalah utama sebagai sebab, diikuti perincian

akan akibat-akibat yang mungkin terjadi.

Contoh: penulisan sejarah, berbagai persoalan sosial, kerusakan

hutan, perubahan cuaca global.

8) Akibat ke sebab : masalah tertentu sebagai akibat, diikuti perincian

sebab-sebab yang menimbulkannya.

Misal : Krisis multidimensi di Indonesia.

Page 228: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[222]

Contoh

Topik: Premanisme di Jakarta

a) pertumbuhan ekonomi yang tersendat

b) industri tutup karena bahan bakar langka

c) lapangan kerja menciut

d) mencari uang dengan cara mudah

4. Macam-macam Kerangka Karangan

Macam-macam kerangka karangan tergantung dari dua

parameter yaitu : berdasarkan sifat perinciannya, dan kedua

berdasarkan perumusan teksnya.

a. Berdasarkan Perincian

1) Kerangka karangan sementara

Kerangka karangan sementara atau non-formal merupakan suatu

alat bantu, sebuah penuntun bagi suatu tulisan yang terarah. Sekaligus ia

menjadi dasar untuk penelitian kembali guna mengadakan perombakan-

perombakan yang dianggap perlu. Kerangka karangan non-formal

biasanya terdiri dari tesis dan pokok-pokok utama, paling tinggi dua

tingkat perincian.

2) Kerangka Karangan Formal

Kerangka karangan yang bersifat formal biasanya timbul dari

pertimbangan bahwa topik yang akan digarap bersifat sangat kompleks,

atau suatu topik yang sangat sederhana tetapi penulis tidak bermaksud

untuk segera menggarapnya.

b. Berdasarkan perumusan teksnya

1) Kerangka kalimat

Page 229: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[223]

Kerangka kalimat mempergunakan kalimat berita yang lengkap

untuk merumuskan tiap unit, baik untuk merumuskan tesis maupun

untuk merumuskan unit-unit utama dan unit-unti bawahannya.

Penggunaan kerangka kalimat mempunyai beberapa manfaat antara lain

:

a) Ia memaksa penulis untuk merumuskan dengan tepat topik yang

akan diuraikan, serta perincian-perincian tetang topik itu.

b) Perumusan topik-topik dalam tiap unit akan tetap jelas, telah

lewat bertahun-tahun.

c) Kalimat yang dirumuskan dengan baik dan cermat akan jelas bagi

siapapun, seperti bagi pengarangnya sendiri.

2) Kerangka Topik

Kerangka topik dimulai dengan perumusan tesis dalam sebuah

kalimat yang lengkap. Sesudah itu semua pokok, baik pokok-pokok

utama baik pokok-pokok bawahan, dirumuskan dengan mencantumkan

topiknya saja, dengan tidak mempergunakan kalimat yang lengkap.

5. Syarat Kerangka Karangan yang Baik

a. Tesis atau pengungkapan maksud harus jelas.

b. Pilihlah topik yang merupakan hal yang khas, kemudian tentukan

tujuan yang Jelas. Kemudian buatlah tesis atau pengungkapan

maksud.

c. Tiap unit hanya mengandung satu gagasan.

d. Bila satu unit terdapat lebih dari satu gagasan, maka unit tersebut

harus dirinci.

e. Pokok-pokok dalam kerangka karangan harus disusun secara

logis, sehingga rangkaian ide atau pikiran itu tergambar jelas.

f. Harus menggunakan simbol yang konsisten.

Page 230: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[224]

g. Pada dasarnya untuk menyusun karangan dibutuhkan langkah-

langkah awal untuk membentuk kebiasaan teratur dan sistematis

yang memudahkan kita dalam mengembangkan karangan.

6. Langkah-langkah Menyusun Kerangka Karangan

a. Menentukan tema dan judul

Tema adalah pokok persoalan, permasalahan, atau pokok

pembicaraan yang mendasari suatu karangan.

Judul adalah kepala karangan. Misalkan tema cakupannya lebih

besar dan menyangkut pada persoalan yang diangkat sedangkan

judul lebih pada penjelasan awal (penunjuk singkat) isi karangan

yang akan ditulis.

b. Mengumpulkan bahan

Bahan yang menjadi bekal dalam menunjukkan eksistensi tulisan,

banyak cara mengumpulkannya, masing-masing penulis

mempunyai cara masing - masing sesuai juga dengan tujuan

tulisannya.

c. Menyeleksi bahan

Agar tidak terlalu bias dan abstrak, perlu dipilih bahan-bahan

yang sesuai dengan tema pembahasan. polanya melalui klarifikasi

tingkat urgensi bahan yang telah dikumpulkan dengan teliti dan

sistematis.

Berikut ini petunjuk – petunjuknya :

1) Catat hal penting semampunya.

2) Jadikan membaca sebagai kebutuhan.

3) Banyak diskusi, dan mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah.

4) Membuat kerangka

Page 231: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[225]

d. Membuat Kerangka Karangan.

Kerangka karangan menguraikan tiap topik atau masalah menjadi

beberapa bahasan yang lebih fokus dan terukur. Kerangka

karangan belum tentu sama dengan daftar isi, atau uraian per bab.

kerangka ini merupakan catatan kecil yang sewaktu-waktu dapat

berubah dengan tujuan untuk mencapai tahap yang sempurna.

Berikut fungsi kerangka karangan:

a) Memudahkan pengelolaan susunan karangan agar teratur dan

sistematis.

b) Memudahkan penulis dalam menguraikan setiap permasalahan.

c) Membantu menyeleksi materi yang penting maupun yang tidak

penting.

Tahapan dalam menyusun kerangka karangan :

a) Mencatat gagasan. Alat yang mudah digunakan adalah pohon

pikiran (diagram yang menjelaskan gagasan-gagasan yang

timbul).

b) Mengatur urutan gagasan.

c) Memeriksa kembali yang telah diatur dalam bab dan subbab.

d) Membuat kerangka yang terperinci dan lengkap.

Kerangka karangan yang baik adalah kerangka yang urut dan

logis karena bila terdapat ide yang bersilangan, akan

mempersulit proses pengembangan karangan. (karangan tidak

mengalir).

e) Mengembangkan kerangka karangan

Proses pengembangan karangan tergantung sepenuhnya pada

penguasaan terhadap materi yang hendak ditulis. jika benar-

Page 232: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[226]

benar memahami materi dengan baik, permasalahan dapat

diangkat dengan kreatif, mengalir dan nyata.

7. Contoh Kerangka Karangan

Contoh Kerangka Karangan Formal 1

Topik : Penggunaan Kendaraan Bermesin Diesel

Judul : Pencegahan Polusi Karena Penggunaan Kendaraan

Bermesin Diesel

Tujuan :

a. Mengetahui penyebab tingginya tingkat polusi yang dihasilkan

kendaraan bermesin diesel

b. Mencegah polusi karena penggunaan kendaraan bermesin diesel

Rumusan Masalah :

a. Langkah apa yang harus dilakukan agar polusi kendaraan

bermesin diesel dapat dikurangi

Aspek yang Diteliti :

a. Komponen mesin diesel

b. Cara kerja mesin diesel

c. Gas buang dari proses pembakaran pada mesin diesel

d. Perawatan mesin diesel

e. Volume penggunaan kendaraan bermesin diesel

f. Penyebab tingginya tingkat polusi kendaraan bermesin diesel

g. pengaruh gas buang terhadap kondisi udara

Metode Penelitian

Page 233: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[227]

a. Studi pustaka

b. Survei melalui observasi, wawancara, dan kuesioner Literatur

(min 5)

Contoh Kerangka Karangan Formal 2

Topik : Penggunaan Kompor Briket Batubara

Judul : Dilema Penggunaan Kompor Briket Batubara dan

Penanggulangannya

Tujuan : Memperoleh jalan keluar dari dilema penggunaan kompor

briket batubara dengan meningkatnya pencemaran

Rumusan Masalah :

a. Upaya apa yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan

bakar tanpa menimbulkan masalah baru.

Aspek yang diteliti :

a. Kebutuhan bahan bakar masyarakat Indonesia

b. Sumber bahan bakar di Indonesia

c. Cadangan bahan bakar di Indonesia

d. Kenyataan yang terjadi di masyarakat saat ini berkaitan dengan

kebutuhan dan penggunaan bahan bakar batubara sebagai bahan

bakar alternatif

e. Efek negatif batubara sebagai bahan bakar alternatif

f. Jalan keluar atas dilema penggunaan kompor briket batubara

Metode Penelitian :

a. Studi pustaka

Page 234: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[228]

b. Survey melalui wawancara dan penyebaran angket

Literatur :

Cinningham, W.P. & B.W. Saigo. 1999. Environmental Science: a Global Concern. Fifth edition. Mc Graw, Boston.

Kupchella, C.E. & M.C.Hyland. 1993. Environmental Science: Living in

the Environment. Brooks Cole Publishing Company, Pacific Grove, CA.

Raven, P.H., L.R. Berg & G.B.Johnsons. 1998. Environment. Second

Edition.Saunders College Publishing, Forthworth, FL. Tribun Bandung, Minggu (16 Oktober 2005), hal. 2.

Contoh Kerangka Karangan 3

a. Cara Langsung

Ide-ide utama yang akan dikemukakan, langsung disusun menurut

urutan dan tingkatan pada bab-bab (untuk bab II, dan III dibuat secara

langsung berdasarkan judul yang terdapat pada setiap bab, kemudian

ditulis topik-topik utama dan topik-topik pecahan).

Contoh

2.1 …………………….

2.1.1 ………………….

2.1.2 ………………….

2.2 …………………………

2.3 .…………………………

2.3.1 ………………….

Bab II

………………………

Page 235: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[229]

2.3.2 ………………….

2.3.2.1 ……………………

2.3.2.2 ……………………

b. Cara Bertahap/Bertingkat

Kerangka karangan topik untuk bab II dan III ini dibuat secara

bertahap dengan berpedoman pada judul karangan penelitian dan

tujuannya.

Judul : ……………………………

Tujuan :

1) ………………..

2) ……………….

3) ……………….

c. Cara Bertingkat/Bertahap

Tahap I: Inventarisasi (curah) ide yang berkaitan dengan judul dan

tujuan, ditulis tanpa disaring

Contoh :

1. …………………….. 6. ………………….. 11. ………………………..

2. …………………….. 7. ………………….. 12. ………………………..

3. …………………….. 8. ………………….. 13. ………………………..

4. …………………….. 9. ………………….. 14. ………………………..

5. …………………….. 10. …………………. Dst.

Tahap II: Pengoreksian, pelengkapan, dan penyempurnaan ide dengan

mengaitkannya kembali sesuai judul dan tujuan bila ada yang

menyimpang dibetulkan, bila ada yg kurang ditambahkan.

Tahap III: Pengelompokan ide yang sejenis

Misalnya, 1, 3, 7. 9, 20, 21 - judul/topik

Page 236: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[230]

2, 8, 15, 19 - judul

4, 5, 6, 17, 26 -

dst.

judul

Tahap IV: Penyusunan urutan dan tingkatan ide dalam setiap kelompok

Misalnya, 1, 20, 3, 9, 7, 21 - judul/topik

8, 15, 2, 19 - judul 4, 17, 26, 5, 6 - judul

Tahap V : Pemilahan ide untuk bab II dan III

Bab II -- berkaitan dengan teori

Bab III -- berkaitan dengan data lapangan untuk dianalisis

dan diuji

Page 237: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[231]

PENULISAN KUTIPAN

1. Pengertian Kutipan

Dalam penulisan–penulisan ilmiah baik penulisan artikel-artikel

ilmiah, karya-karya tulis, maupun penulisan skripsi, dan

disertasi−seringkali dipergunakan kutipan-kutipan untuk menegaskan isi

uraian, atau untuk membuktikan apa yang dikatakan. Kutipan adalah

pinjaman kalimat atau pendapat dari seorang pengarang, atau ucapan

seseorang yang terkenal, baik terdapat dalam buku-buku maupun

majalah-majalah. Selain itu kutipan juga dapat diambil dalam bentuk lisan

misal melalui media elektronika seperti TV, radio, internet, dan lain

sebagainya. Tujuannya sebagai pengokohan argumentasi dalam sebuah

karangan.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, mengutip adalah

mengambil perkataan atau kalimat dari buku atau yang lainnya. Mengutip

itu berbeda dengan plagiat. Plagiat adalah mengambil karangan-karangan

atau pendapat orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan atau

pendapat tersebut dari diri sendiri. Kutipan ditulis untuk menegaskan isi

uraian, memperkuat pembuktian, dan kejujuran menggunakan sumber

penulisan.

Kutipan merupakan salah satu hal yang sangat esensi dalam

penulisan karya ilmiah. Dalam penulisan kutipan ada aturan main yang

harus diikuti oleh setiap penulis karya ilmiah tanpa kecuali. Dengan

menggunakan kutipan, seorang penulis tidak perlu membuang waktu

10

Page 238: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[232]

untuk menyelidiki suatu hal yang sudah dibuktikan kebenarannya oleh

penulis lain, penulis cukup mengutip karya orang lain tersebut

2. Fungsi Kutipan

Fungsi kutipan diantaranya :

a. Sebagai landasan teori.

b. Penguat pendapat penulis.

c. Penjelasan suatu uraian.

d. Bahan bukti untuk menunjang pendapat itu.

Penulisan kutipan berfungsi:

a. Untuk menunjang fakta, konsep, gagasan atau untuk memberikan

informasi tentang sumber data, gagasan dan lain-lain yang relevan.

b. Untuk memberikan penjelasan tambahan tentang suatu masalah

yang dikemukakan dalam teks atau untuk menjelaskan definisi

istilah secara cermat.

Selain fungsi di atas, kutipan juga memiliki fungsi tersendiri.

Diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Menunjukkan kualitas ilmiah yang lebih tinggi.

b. Menunjukkan kecermatan yang lebih akurat.

c. Memudahkan penilaian penggunaan sumber dana.

d. Memudahkan pembedaan data pustaka dan ketergantungan

tambahan.

e. Mencegah pengulangan penulisan data pustaka.

f. Meningkatkan estetika penulisan.

g. Memudahkan peninjauan kembali penggunaan referensi dan

memudahkan penyuntingan naskah yang terkait dengan data

pustaka.

Sedangkan fungsi utama kutipan dalam karya ilmiah adalah

menegaskan isi uraian atau membuktikan kebenaran yang diajukan oleh

Page 239: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[233]

penulis berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari literatur, pendapat

seseorang atau pakar, bahkan pengalaman empiris. Peletakan kutipan

dilakukan dalam dua cara yakni, pada teks atau menjadi bagian catatan

kaki. Peletakan pada catatan akhir (endnote) umumnya dilakukan

andaikata penulis tidak menginginkan adanya penjelasan yang akan

mengganggu keruntutan uraian pada teks.

Hal–hal yang perlu diperhatikan dalam mengutip, diantaranya :

a. Penulis mempertimbangkan bahwa kutipan itu perlu.

b. Penulis bertanggung jawab penuh terhadap ketepatan dan

ketelitian kutipan.

c. Kutipan dapat terkait dengan penemuan teori.

d. Jangan terlalu bnayak mempergunakan kutipan langsung.

e. Penulis mempertimbangkan jenis kutipan dan kaitannya dengan

sumber rujukan.

3. Jenis-jenis Kutipan

Menurut jenisnya, kutipan dapat dibedakan atas kutipan langsung

dan kutipan tak langsung (kutipan isi). Kutipan langsung adalah pinjaman

pendapat dengan mengambil secara lengkap kata demi kata, kalimat demi

kalimat dari sebuah teks asli. Sebaliknya, kutipan tak langsung adalah

pinjaman pendapat seorang pengarang atau tokoh terkenal berupa inti

sari atau ikhtisar dari pendapat tersebut.

Perbedaan antara kedua jenis kutipan ini harus benar-benar

diperhatikan karena akan membawa konsekuensi yang berlainan bila

dimasukkan dalm teks. Dalam hubungan ini cara mengambil bahan-bahan

dari buku-buku pada waktu mengumpulkan data, akan sangat membantu.

Semua kutipan langsung yang dicatat pada kartu tik harus dimasukkan

dalam tanda kutip, sedangkan semua kutipan tak langsung tidak diapit

Page 240: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[234]

oleh tanda kutip. Dengan cara yang demikian, penulis tidak akan

mengalami kesulitan pada waktu memasukkannya dalam teks.

Dalam mengambil sebuah kutipan, hendaknya kutipan itu jangan

terlalu panjang, misalnya satu halaman atau lebih. Bila demikian halnya,

pembaca sering lupa bahwa apa yang dibacanya pada halaman tersebut

adalah sebuah kutipan. Sebab itu kutipan hendaknya diambil seperlunya

saja, sehingga tidak merusak atau mengganggu uraian yang sebenarnya.

Bila penulis menganggap perlu memasukkan kutipan yang panjang, maka

lebih memasukkannya dalam bagian Apendiks atau Lampiran.

Di samping kutipan yang diambil dari buku-buku atau majalah-

majalah, ada pula kutipan yang diambil dari penuturan lisan. Penuturan

lisan ini bias terjadi melalui wawancara atau ceramah-ceramah. Namun

kutipan semacam ini dalam karya-karya ilmiah akan kurang nilainya kalau

disajikan begitu saja. Agar nilainya lebih dapat dipertanggungjawabkan,

maka harus dimintakan pengesahannya lagi dari orang yang bersangkutan.

4. Prinsip-prinsip Mengutip

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada waktu membuat

kutipan adalah:

a. Jangan mengadakan perubahan

Pada waktu melakukan kutipan langsung, pengarang tidak boleh

mengubah kata-kata atau teknik dari teks aslinya. Bila pengarang

menganggap perlu untuk mengadakan perubahan tekniknya, maka ia

harus menyatakan atau memberi keterangan yang jelas bahwa telah

diadakan perubahan tertentu. Misalnya dalam naskah asli tidak ada

kalimat atau bagian kalimat yang diletakkan dalam huruf miring (kursif)

atau digaris bawahi, tetapi oleh pertimbangan penulis kata-kata atau

bagian kalimat tertentu itu diberi huruf tebal, huruf miring atau

diregangkan. Pertimbangan untuk merubah teknik itu bisa bermacam-

Page 241: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[235]

macam untuk memberi aksentuasi, contoh, pertentangan dan sebagainya.

Dalam hal yang demikian penulis harus memberi keterangan dalam tanda

kurung segi empat [. . .] bahwa perubahan teknik itu dibuat sendiri oleh

penulis dan tidak ada dalam teks aslinya. Keterangan dalam kurung segi

empat itu misalnya berbunyi sebagai berikut: [huruf miring dari saya,

Penulis].

b. Bila ada kesalahan

Bila dalam kutipan terdapat kesalahan atau keganjilan, entah dalam

persoalan ejaan maupun dalam soal-soal ketatabahasaan, penulis tidak

boleh memperbaiki kesalahan-kesalahan itu. Ia hanya mengutip

sebagaimana adanya. Demikian pula halnya kalau penulis tidak setuju

dengan suatu bagian dari kutipan itu.

Dalam hal terakhir ini kutipan tetap dilakukan, hanya penulis

diperkenankan mengadakan perbaikan atau catatan terhadap kesalahan

tersebut. Perbaikan atau catatan itu dapat ditempatkan sebagai catatan

kaki, atau dapat pula ditempatkan dalam tanda kurung segi empat [. . .]

seperti halnya dengan perubahan teknik sebagaimana telah dikemukakan

di atas. Catatan dalam tanda kurung segi empat itu langsung ditempatkan

di belakang kata atau unsur yang hendak diperbaiki, diberi catatan atau

yang tidak disetujui. Misalnya, kalau kita tidak setuju dengan bagian itu,

maka biasanya diberi catatan singkat [ sic! ]. Kata sic! Yang ditempatkan

dalam kurung segi empat menunjukkan bahwa penulis tidak

bertanggungjawab atas kesalahan itu, ia sekedar mengutip sesuai dengan

apa yang terdapat dalam naskah aslinya.

Coba perhatikan contoh berikut:

“Demikian juga dengan data bahasa yang lain dalam karya tulis ini kami selalu berusaha mencari bentuk kata yang mengandung makan [ sic! ] sentral / distribusi yang terbanyak sebagai bahan dari daftar Swadesh.”

Page 242: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[236]

Kata makan dalam kutipan di atas sebenarnya salah cetak,

seharusnya makna. Namun dalam kutipan, penulis tidak boleh langsung

memperbaiki kesalahan itu. Ia harus memberi catatan bahwa ada

kesalahan dan ia sekedar mengutip sesuai dengan teks aslinya. Untuk

karya-karya ilmiah penggunaan sic! Dalam tanda kurung segi empat yang

ditempatkan langsung di belakang kata atau bagian yang bersangkutan

dirasakan lebih mantap.

c. Menghilangkan bagian kutipan

Dalam kutipan-kutipan diperkenankan pula menghilangkan

bagian-bagian tertentu dengan syarat bahwa penghilangan bagian itu

tidak boleh mengakibatkan perubahan makna aslinya atau makna

keseluruhannya. Penghilang itu biasanya dinyatakan dengan

mempergunakan tiga titik berspasi [. . .]. Jika unsur yang dihilangkan itu

terdapat pada akhir sebuah kalimat, maka ketiga titik berspasi itu

ditambahkan sesudah titik yang mengakhiri kalimat itu. Bila bagian yang

dihilangkan itu terdiri dari satu alinea atau lebih, maka biasanya

dinyatakan dengan titik-titik berspasi sepanjang satu baris halaman.

Dalam hal ini sama sekali tidak diperkenankan untuk menggunakan garis

penghubung [ - ] sebagai pengganti titik-titik. Bila ada tanda kutip, maka

titik-titik itu baik pada awal kutipan maupun pada akhir kutipan harus

dimasukkan dalam tanda kutip sebab unsur yang dihilangkan itu dianggap

sebagai bagian dari kutipan.

Contoh :

Hal ini cocok dengan kehidupan para kepala itu sebagai pemimpin masyarakat, tetapi juga sebagai pemimpin upacara- upacara keagamaan. Kata Mallinckrodt: “. . .in primitieve stereken is werkzaamheid van het hoofd met betrekking tot de godsdienst een zijner voornaamste functies en de rechtpraak,

Page 243: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[237]

op bovenbedoelde wijze opgevat, word teen ten deele religieuze verrichting, die het magisch evenwicht der germeenschap herstellen moet. “

5. Cara-cara Mengutip

Perbedaan antara kutipan langsung dan kutipan tak langsung

(kutipan isi) akan membawa akibat yang berlainan pada saat

memasukkannya dalam teks. Begitu pula cara membuat kutipan langsung

akan berbeda pula menurut panjang pendeknya kutipan itu. Agar tiap-tiap

jenis kutipan dapat dipahami dengan lebih jelas, perhatikanlah cara-cara

berikut:

a. Kutipan langsung yang tidak lebih dari empat baris

Sebuah kutipan langsung yang panjangnya tidak lebih dari empat

baris ketikan akan dimasukkan dalam teks dengan cara-cara berikut:

1) kutipan itu diintegrasikan langsung dengan teks;

2) jarak antara baris dengan baris dua spasi;

3) kutipan itu diapit dengan tanda kutip;

4) sesudah kutipan selesai ditulis dalam kurung nama singkat

pengarang, tahun terbit dan nomor halaman kutipan itu. Namun,

bisa juga di letakkan di depan, tetapi letak nama penulis berada di

luar tanda kurung. Sedangkan tahun terbit dan nomor halaman

kutipan tersebut berada dalam tanda kurung.

Nomor urut penunjukan mempunyai pertalian dengan nomor urut

penunjukan yang terdapat pada catatan kaki. Nomor penunjukan ini bisa

berlaku untuk tiap bab, dapat pula berlaku untuk seluruh karangan

tersebut. Masing-masing cara tersebut akan membawa konsekuensi

tersendiri. Pada nomor urut penunjukan yang hanya berlaku pada tiap

bab, maka pertama, pada tiap bab akan dimulai dengan nomor urut 1 ;

kedua, untukpenunjukan yang pertama dalam tiap bab, nama pengarang

Page 244: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[238]

harus disebut secara lengkap, sedangkan penunjukan selanjutnya dalam

bab tersebut cukup dengan menyebut nama singkat pengarang ditambah

penggunaan singkatan-singkatan. Sebaliknya bila nomor urut penunjukan

berlaku untuk seluruh karangan, maka hanya untuk penyebutan yang

pertama, nama pengarang ditulis secara lengkap. Penyebutan selanjutnya

hanya mempergunakan nama singkat dan singkatan-singkatan

sebagaimana tersebut di atas.

Misalnya:

Guru tak dapat memperhatikan muridnya seorang demi seorang. Dalam seminar “The Teaching of Modern Language” oleh sekretariat UNESCO di Nuwara Eliya (1953: 50) dikatakan “Because of very special nature of language, teaching us well on general educational grounds, it is vital that classes should be small” . Untuk waktu yang ….

Jadi kalimat Because of very special nature of language, ….dst

merupakan suatu kutipan, tetapi kutipan itu tidak lebih dari empat baris

ketikan. Oleh karena itu kutipan itu harus diintegrasikan dengan teks, serta

spasi antara baris adalah spasi rangkap, tetapi sebagai pengenal bahwa

bagian itu merupakan kutipan, maka bagian itu ditempatkan dalam tanda

kutip.

Bila mempergunakan cara yang kedua, maka sesudah kutipan

langsung ditempatkan nama pengarang (singkat), tahun, dan halaman

dalam kurung.

b. Kutipan langsung yang lebih dari empat baris

Bila sebuah kutipan terdiri dari lima baris atau lebih, maka seluruh

kutipan itu harus digarap sebagai berikut :

1) Kutipan itu dipisahkan dari teks dalam jarak 2,5 spasi.

2) Jarak antara baris dengan baris kutipan satu spasi.

Page 245: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[239]

3) Kutipan tidak diapit dengan tanda kutip.

4) Sesudah kutipan selesai ditulis dalam kurung nama singkat

pengarang, tahun terbit dan nomor halaman kutipan itu. Namun,

bisa juga di letakkan di depan, tetapi letak nama penulis berada di

luar tanda kurung. Sedangkan tahun terbit dan nomor halaman

kutipan tersebut berada dalam tanda kurung.

5) Seluruh kutipan itu dimasukkan ke dalam 5 – 7 ketikan, bila kutipan

itu dimulai dengan alinea baru, maka baris pertama dari kutipan itu

dimasukkan lagi 5 – 7 ketikan.

Contoh:

Terjemahan karya ilmiah dalam bahasa Indonesia banyak yang

tidak memuaskan karena para penerjemah tidak terlatih dalam ilmu

penterjemah (suatu aspek linguistik terapan yang telah menjadi disiplin

ilmiah tersendiri ). Sani (1959: 7) berpendapat sebagai berikut.

“Suatu fikiran yang telah tersebar dengan luas sekali

di kalangan orang banyak menggambarkan buku-buku sebagai benda-benda yang tak berjiwa, tidak effektif [sic!], serba damai yag pada tempatnya sekali berada dalam kelindungan-kelindungan sejuk dan ketenangan akademis dari biara-biara dan universitas-universitas dan tempat- tempat pengasingan diri yang lain yang jauh dari dunia yang jahat dan materialistis ini.”

c. Kutipan tak langsung

Dalam kutipan tak langsung biasanya inti atau sari pendapat itu yang

dikemukakan. Sebab itu kutipan tidak boleh mempergunakan tanda kutip.

Beberapa syarat harus diperhatikan untuk membuat kutipan tak langsung:

1) kutipan itu diintegrasikan dengan teks;

Page 246: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[240]

2) jarak antar baris dua spasi;

3) kutipan tidak diapit dengan tanda kutip;

4) sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah

spasi ke atas atau dalam kurung ditempatkan nama singkat

pengarang, tahun terbit dan nomor halaman tempat terdapat

kutipan itu.

Contoh :

Nurseno (2004 : 3) berpendapat bahwa nilai merupakan sesuatu pandangan, berisi sesuatu yang baik, diinginkan, dicita-cita, dan dianggap penting oleh masyarakat sehingga mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai tersebut.

d. Kutipan pada catatan kaki

Selain dari kutipan yang dimasukkan dalam teksseperti telah

diuraikan di atas, (baik kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung),

ada pula kutipan yang ditempatkan pada catatan kaki. Bila cara demikian

yang dipergunakan, maka kutipan demikian selalu ditempatkan dalam

spasi rapat, biarpun kutipan itu singkat saja. Demikian juga kutipan itu

selalu dimasukkan dalam tanda kutip, dan dikutip tepat seperti teks

aslinya.

Walaupun di atas telah dikemukakan juga bahwa kutipan yang

panjang sekali lebih baik ditempatkan dalam Apendiks atau Lampiran,

namun ada juga pengarang yang beranggapan bahwa kutipan semacam

itu lebih baik ditempatkan pada catatan kaki, agar lebih mudah bagi

pembaca untuk memeriksanya.

Contoh :

Berbagai penyelidikan tentang akulturasiyang dilakukan oleh para sarjana ilmu anthropologi-budaya bangsa Amerika

Page 247: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[241]

memang telah menunjukkan bahwa penyelidikan- penyelidikan akan peristiwa perpaduan kebudayaan yang dipandang dari sudut kompleks-kompleks unsur-unsur yang khusus, telah memberi hasil yang memuaskan. Karena itu Herskovits beranggapan bahwa pandangan serupa itulah pandangan yang paling berguna di dalam penyelidikan akulturasi.2

Pada catatan kaki halaman yang sama, di bawah nomor urut

penunjukan 2, dapat dibaca sebuah kutipan langsung seperti di bawah ini. 2Kata beliau : “However desirable studies of changes in

whole culture may thusbe, it seems most advantageous in practice for the student to analyse into its components the culture that has experienced contact. . . one can nomore study ‘whole cultures’ than one take as the subject for a specific research project the human body in its entirety. . .” (Herskovits, 1948: 536)

Sebagai tampak dari contoh di atas, kutipan itu dibuat dalam spasi

rapat. Kata ‘whole culture’ mempergunakan tanda kutip tunggal, karena

tanda kutip ganda sudah dipergunakan untuk seluruh kutipan itu. Begitu

pula perhatikan bagaimana bagian-bagian yang ditinggalkan dari teks asli

diganti dengan tiga titik berspasi.

e. Kutipan atas ucapan lisan

Dalam karya-karya ilmiah atau tulisan-tulisan lainnya, sering pula

dibuat kutipan-kutipan atas ucapan-ucapan lisan, entah yang diberikan

dalam ceramah-ceramah, kuliah-kuliah atau wawancara-wawancara.

Sebenarnya kutipan atas sumber semacam ini sulit dipercaya, kecuali

mungkin ucapan yang disampaikan seorang tokoh yang penting dalam

Page 248: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[242]

suatu kesempatan yang luar biasa, serta dapat diikuti oleh masyarakat

luas.

Bila penulis ingin memasukkan juga kutipan-kutipan semacam itu di

dalam tulisannya, maka sebaiknya ia memperlihatkan naskah kutipan itu

terlebih dahulu kepada orang yang memberi keterangan itu untuk

mendapatkan pengesahannya. Kalau ada kekurangan atau kesalahan

dapat diadakan perbaikan terlebih dahulu oleh yang bersangkutan.

Dengan demikian tidak perlu timbul bantahan atau hal-hal yang tidak

diinginkan di kemudian hari.

Sumber ucapan-ucapan lisan itu dapat dimasukkan langsung dalam

teks, dapat pula dimasukkan dalam catatan kaki seandainya akan

mengganggu jalannya teks itu sendiri.

1) Cara yang pertama

Dalam menjawab nota Keuangan & RAPBD Daerah Khusus Ibukota tahun 1973, tanggal 2 Pebruari 1973, Gubernur Ali Sadikin mengatakan a.l.: “. . . Tetapi apabila kita jujur berkenan melihat persoalan itu pada perspektif yang lebih luas dan pada proporsi yang wajar, maka akan terlihat bahwa kepentingan umum memang benar menuntut, maka akan terlihat bahwa kepentingan umum benar menuntut adanya pengorbanan-pengorbanan itu. . .”

2) Cara yang kedua

Dalam usaha meremajakan Ibukota, Pemerintah DKI Jaya selalu berusaha memperkecil pengorbanan. Pengorbanan inilah yang pada instansi pertama sering dirasakan membawa akibat yang kurang menyenangkanbagi sementara pihak yang terkena ketentuan itu. Kepentingan umum akhirnya menuntut yang demikian, sebagaimana ditegaskan dengan kata-kata berikut: “. . . Tetapi apabila kita jujur berkenan melihat

Page 249: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[243]

persoalan itu pada perspektif yang lebih luas dan pada proporsi yang wajar, maka akan terlihat bahwa kepentingan umum memang benar menuntut adanya pengorbanan- pengorbanan itu. . .” 2

Pada catatan kaki dengan nomor urut penunjukan 2 dapat dibaca

keterangan sebagai berikut: 2 Gubernur Ali Sadikin, dalam menjawab nota Keuangan

& RAPBD 1973, tanggal 2 Pebruari 1973.

Jadi keterangan mengenai sumber dan kesempatan sumber itu

diucapkan dapat diintegrasikan dengan teks ( cara pertama ), dapat pula

ditempatkan sebagai keterangan pada catatan kaki (cara kedua ).

f. Variasi membuat kutipan

Walaupun telah diuraikan secara terperinci cara-cara membuat

kutipan sebagaimana dapat terlihat secara terperinci cara–cara membuat

kutipan sebagaimana dapat dilihat dalam uraian di atas, namun perlu

diingat bahwa sebuah pola yang terus–menerus dipakai akan

menimbulkan kebosanan. Sebab itu pola–pola membuat akan lebih efektif

kalau mengandung variasi, variasi antara kutipan langsung dan kutipan

tidak langsung, variasi antara kutipan yang dimasukkan dalam teks dan

kutipan yang dimasukkan dalam catatan kaki.

Di samping itu masih ada beberapa cara lain untuk membuat

kutipan–kutipan itu dirasakan lebih mantap. Salah satu cara (terutama

untuk kutipan yang singkat) adalah langsung mulai dengan materi kutipan-

kutipan hingga perhentian terdekat (bisa koma, frasa yang bebas, bisa juga

titik) disusul dengan sisipan penjelas tentang ucapan atau pendapat itu,

untuk mengetahui siapa yang berkata demikian. Perhentian itu dapat

Page 250: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[244]

dilakukan sesudah sebuah kata, dapat pula sesudah sebuah frasa atau

kalimat singkat. Untuk itu perhatikan contoh berikut:

“Jelaslah,” demikian tulis Ny. Haryati Soebadio, “bahwa

pola tata bahasa bahasa-bahasa fleksi sukar kita pergunakan untuk bahasa Indonesia. Dengan pola tersebut kita mendapat kesan, bahwa perasaan untuk membedakan kata kerja dengan kata nama dalam bahasa Indonesia tidak sangat bertumbuh. . . “

Page 251: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[245]

PENULISAN DAFTAR PUSTAKA

1. Pengertian Daftar Pustaka

Daftar pustaka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah daftar yang mencantumkan judul buku, nama pengarang,

penerbit, dan sebagainya yang ditempatkan pada bagian akhir suatu

karya tulis atau buku dan disusun berdasarkan abjad. Menurut Gorys

Keraf yang dimaksud dengan daftar pustaka atau bibliografi adalah

sebuah daftar yang berisi judul buku, artikel-artikel, dan bahan-bahan

penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian dengan sebuah karangan

yang sedang digarap. Melalui daftar pustaka yang disertakan pada akhir

tulisan, penulis dapat melihat kembali kepada sumber aslinya. Penulis

dapat menetapkan apakah sumber itu sesungguhnya mempunyai

pertalian dengan isi pembahasan itu, dan apakah bahan itu dikutip

dengan benar atau tidak. Sekaligus dengan cara itu pembaca dapat

memperluas pula horizon pengetahuannya dengan bermacam-macam

referensi itu.

2. Fungsi Daftar Pustaka

Fungsi daftar pustaka antara lain :

a. Memberikan informasi bahwa pernyataan dalam karangan itu

bukan hasil pemikiran sendiri, tetapi hasil pemikiran orang lain.

b. Memberikan informasi selengkapnya tentang sumber kutipan

sehingga dapat ditelusuri bila diperlukan.

11

Page 252: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[246]

c. Apabila pembaca berkehendak mendalami lebih jauh pernyataan

yang dikutip dapat membaca sendiri referensi yang menjadi

sumber kutipan.

d. Memberikan arah bagi para pembaca buku atau karya tulis yang

ingin meneruskan kajian atau untuk melakukan pengecekan ulang

terhadap karya tulis yang bersangkutan.

e. Memberikan apresiasi atau penghargaan terhadap penulis buku

atau karya tulis yang dirujuk terhadap hasil karyanya yang turut

menyumbang peraran dalam penulisan karya tulis yang kita tulis.

f. Menjaga profesionalitas penulis terhadap karya yang dia buat.

3. Unsur-unsur Daftar Pustaka

Untuk persiapan yang baik agar tidak ada kesulitan dalam

penyusunan daftar pustaka, tiap penulis harus mengetahui pokok-pokok

yang harus dicatat. Pokok yang paling penting yang harus dimasukkan

dalam sebuah daftar pustaka adalah:

a. Nama pengarang, yang dikutip secara lengkap.

b. Judul buku, termasuk judul tambahannya.

c. Data publikasi : penerbit, tempat terbit, tahun terbit, cetakan

keberapa, nomor jilid dan tebal (jumlah halaman) buku tersebut.

d. Untuk ebuah artikel diperlukan pula judul artikel yang

bersangkutan, nama majalah, jilid, nomor dan tahun.

Catatan urutan :

1) Jika nama penulis mempunyai 2 kata, tulis kata terakhir dulu

pisahkan dengan tanda koma.

2) Setelah nama pengarang kemudian beri tanda titik untuk

menuliskan tahun terbit.

3) Judul buku ditulis dengan italic.

Page 253: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[247]

4) Setelah judul, beri tanda titik, kemudian tulis kota terbit.

5) Setelah kota terbit beri tanda titik dua kemudian tulis nama

penerbit.

4. Cara Menulis Daftar Pustaka/ Rujukan

a. Dilakukan dengan menggunakan nama akhir dan tahun di antara

tanda kurung, misalnya Diah Ayu Puspita menjadi Puspita, Diah

Ayu.

b. Jika ada dua penulis, perujukan dilakukan dengan cara menyebut

nama akhir kedua penulis. Jika penulisnya lebih dari dua orang,

disebutkan penulis pertama dan diikuti penulis berikutnya.

c. Jika nama penulis tidak disebutkan, yang dicantumkan adalah

nama lembaga yang menerbitkan, nama dokumen yang

diterbitkan atau nama koran.

d. Untuk karya terjemahan, dicantumkan nama penulis aslinya.

e. Rujukan dari dua sumber atau lebih yang ditulis oleh penulis yang

berbeda dicantumkan dalam satu tanda kurung dengan titik koma

sebagai tanda pemisahnya.

f. Nama penulis ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal

(disingkat), dan nama tengah (disingkat) tanpa gelar akademik.

g. Tahun penerbitan.

h. Judul, termasuk anak judul (subjudul) dicetak miring.

i. Kota tempat penerbitan.

j. Nama penerbit.

5. Penyusunan Daftar Pustaka

Penyusunan daftar pustaka dan penunjukannya pada naskah

mengikuti salah satu dari tiga sistem berikut :

Page 254: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[248]

a. Nama dan Tahun. Daftar pustaka disusun secara abjad

berdasarkan nama akhir penulis dan tidak dinomori. Penunjukan

pada naskah dengan nama akhir penulis diikuti tahun penerbitan.

b. Kombinasi Abjad dan Nomor (Alphabet-Number System). Pada

sistem ini cara penunjukannya dalam naskah adalah dengan

memberikan nomor sesuai dengan nomor pada daftar pustaka

yang disusun sesuai abjad.

c. Sistem Nomor (Citation Number System). Kutipan pada naskah

diberi nomor berurutan dan susunan daftar pustaka mengikuti

urutan seperti tercantum pada naskah dan tidak menurut abjad.

a. Rujukan Dari Buku

1) Seorang penulis dengan satu buku

Contoh:

Dekker, N. 1992. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa: dari Pilihan Satu-satunya ke Satu-satunya Azas. Malang: FPIPS IKIP MALANG.

2) Seorang penulis dengan banyak buku

Contoh:

Cornet, L. & Weeks, K. 1985a. Career Ladder Plans: Trends and Emerging Issues -1985. Atlanta, GA: Career Ladder Clearinghouse.

Cornet, L. & Weeks, K. 1985b. Planning Career Ladders: Lessons

from The State. Atlanta, GA: Career Ladder Clearinghouse.

b. Rujukan dari Buku yang Berisi Kumpulan Artikel (Ada

Editornya)/Bunga Rampai

Contoh:

Page 255: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[249]

Letheridge, S. & Cannon, C.R. (Eds.). 1980. Billingual Education:

Teaching English as A Second Language. New York: Praeger.

Aminuddin (Ed.). 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam

Bidang Bahasa dan Sastra. Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.

Eds= Editornya lebih dari satu

Ed= editornya hanya satu orang

c. Rujukan dari Artikel dalam buku Kumpulan Artikel (ada Editornya)

Seperti menulis rujukan pada buku ditambah tulisan (Ed.) Jika ada

satu editor dan (Eds.) jika Editor lebih dari satu, diantara nama

pengarang dan tahun terbitan.

Contoh:

Hartley, J.T., Harker, J.O. & Walsh, D.A. 1980. Contemporary Issues and New Directions in Adult Development of Learning and Memory. Dalam L.W. Poon (Eds.), Aging in the 1980s: Physchological Issues (hlm. 239-252). Washington, D.C.: American Psychological Association.

Hasan, M.Z. 1990. Karakteristik Penelitian Kualitatif. Dalam Aminudin

(Ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra (hlm. 12-25). Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.

d. Rujukan dari Artikel dalam Jurnal

1. Judul: Huruf Tegak

2. Nama Jurnal: Huruf Miring

Page 256: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[250]

3. Tahun ke berapa, Nomor berapa (dalam kurung), Nomor Halaman

dari artikel tsb.

Contoh:

Hanafi, A. 1989. Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan Pengadopsian Inovasi. Forum penelitian, 1(1): 33-47.

f. Rujukan dari Makalah

Makalah biasanya disajikan dalam Seminar, Lokakarya dll. Nama

Penulis ditulis paling depan, tahun. Judul makalah ditulis dengan cetak

miring, kemudian diikuti pernyataan “Makalah disajikan dalam..”, nama

pertemuan, lembaga penyelenggara, tempat penyelenggaraan, tanggal,

bulan.

Contoh:

Huda, N. 1991. Penulisan Laporan Penelitian untuk Jurnal. Makalah Disajikan dalam Lokakarya Penelitian Tingkat Dasar bagi Dosen PTN dan PTS di Malang Angkatan XIV, Pusat Penelitian IKIP MALANG, Malang, 12 Juli.

Karim, Z. 1987. Tatakota di Negara-negara Berkembang. Makalah

Disajikan dalam Seminar Tatakota, BAPPEDA Jawa Timur, Surabaya, 1-2 September.

g. Rujukan dari Arikel dalam Majalah atau Koran

Nama Koran ditulis di bagian awal. Tahun, tanggal, dan bulan

ditulis setelah nama koran, kemudian judul ditulis dengan huruf besar-

kecil dicetak miring dan diikuti dengan nomor halaman.

Contoh:

Gardener, H. 1981. Do Babies Sing Universal Song? Psychology Today, hlm.70-76.

Page 257: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[251]

Suryadarma, S.V.c 1990. Prosesir dan Interface: Komunikasi Data.

Info Komputer, IV (4):46-48.

h. Rujukan dari Koran Tanpa Penulis

Contoh:

Jawa Pos. 22 April, 1955. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm 3.

i. Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintah yang Diterbitkan oleh

Suatu Penerbit Tanpa Penulis dan Tanpa Lembaga.

Judul atau nama dokumen ditulis di bagian awal dengan cetak

miring, diikuti tahun penerbitan dokumen, kota penerbit, dan nama

penerbit.

Contoh:

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang

Sistem Pendidikan. 1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.

j. Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintah yang Diterbitkan oleh

Suatu Penerbit atas Nama Lembaga Tersebut

Nama Lembaga penanggung jawab langsung ditulis paling depan,

diikuti dengan tahun, judul karangan, nama tempat penerbitan, dan

nama lembaga tertinggi yang bertanggung jawab atas penerbitan

karangan tersebut,

Contoh:

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman

Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Nasional.

k. Rujukan Berupa Karya Terjemahan

Nama pengarang asli ditulis paling depan, diikuti tahun penerbitan

karya asli, judul terjemahan, nama penerjemah, tahun terjemahan, nama

Page 258: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[252]

tempat penerbitan dan nama penerbit terjemahan. Apabila tahun

penerbitan buku asli tidak dicantumkan, ditulis dengan kata Tanpa

Tahun.

Contoh:

Ary, D., Jacobs, L.C & Razavieh, A. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian

Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982.

Surabaya: Usaha Nasional.

l. Rujukan Berupa Skripsi, Tesis, atau Disertasi

Nama penyusun ditulis paling depan, diikuti tahun yang tercantum

pada sampul judul skripsi, tesis atau disertasi ditulis dengan garis bawah

diikuti dengan pernyataan skripsi, tesis atau disertasi tidak diterbitkan,

nama kota tempat perguruan tinggi, dan nama fakultas serta nama

perguruan tinggi.

Contoh:

Pangaribuan, T. 1992. Perkembangan Kompetensi Kewacanaan

Pembelajaran Bahasa Inggris di LPTK. Disertasi Tidak

Diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP MALANG.

m. Rujukan dari Internet Berupa jurnal

Nama penulis, diikuti secara berturut-turut tahun, judul artikel,

nam jurnal (dicetak miring) dengan diberi keterangan dalam kurung

(online volume dan nomor, dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan

tersebut dengan keterangn kapan diakses, diantara tanda kurung.

Contoh:

Griffith, A.I. 1995. Coordinating Family and School: Mothering for

Schooling. Education Policy Analysis Archives, (Online), Vol.

3, No. 1, (http://olam.ed.asu.edu/epaa/, diakses 12 Februari

1997).

Page 259: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[253]

n. Rujukan dari Internet Berupa Artikel dari Jurnal

Contoh:

Griffith, A.I 1995. Coordinating Family and School: Mothering for

Schooling. Eduation policy Analysis Archives, (Online), Vol3,

NO. 1, (http://olam.ed.esu/epaa/,diakses 12 Februari 1997).

o. Rujukan dari Internet Berupa Bahan Diskusi

Contoh:

Wilson,D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet Cites.

NETTRAIN Discussion List, (Online),

([email protected], diakses 22 Nopember

1995).

p. Rujukan dari Internet berupa E-mail Pribadi

Nama Pengirim (jika ada) dan disertai keterangan dalam kurung

(alamat e-mail pengirim), diikuti secara berturut-turut oleh tanggal,

bulan, tahun, topik isi bahan (dicetak miring), nama yang dikirimi disertai

keterangan dalam kurung (alamat e-mail yang dikirim).

Contoh:

Davis, A.([email protected]). 10 Juni 1996. Learning to Use Web

Authoring Tools E-mail kepada Alison Hunter

([email protected]).

Page 260: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[254]

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Mukhsin. 1990. Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia.

Malang: Yayasan.

Akhadiah, Sabarti, dkk. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa

Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Depdiknas. 2009. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Yang Disempurnakan

dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Depdiknas.

DePoter, Bobbi dan Mike Hernocki (terjemahan Alwiyah Abdurrahman).

2005. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan

Menyenangkan. (terjemahan Alwiyah Abdurrahman). Bandung:

Kaifa.

Finoza, Lamuddin. 2006. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan

Mulia.

Hadiyanto. 2001. Membudayakan Kebiasaan Menulis: Sebuah

Pengantar. Jakarta: Fikahati Aneska.

Keraf, Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende Flores: Nusa Indah.

Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah.

Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.

Keraf, Gorys. 1983. Eksposisi dan Deskripsi. Jakarta: Gramedia.

Kasim, Syofidar. 1997. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Grafindo

Media Pratama.

Kridalaksana. Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Putrayasa, Ida Bagus. 2007. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika).

Bandung: Refika Aditama.

Page 261: BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH

[255]

Semi, M. Atar. 1996. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya.

Sujarwanto dan Jabrohim (Ed). 2002. Bahasa dan Sastra Indonesia

Menuju Peran Transformasi Sosial Budaya Abad XXI. Yogyakarta:

Gama Media .

Suparni. 1994. Bahasa Indonesia. Bandung: Ganeca Exact.

Syafi’ie, Imam. 1996. Terampil Berbahasa Indonesia 1: Petunjuk Baru

Bahasa Indonesia Untuk SMU Kelas 1 . Jakarta: Balai Pustaka.

Tarigan, Djago. 1981. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan

Pengembangannya. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H. G. 1986. Menulis Sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung:

Angkasa.

Tim Pengembang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Edisi

Keempat). Malang: Universitas Negeri Malang.

Tim Pengembang BIK. 2005. Bahasa Indonesia Keilmuan Berbasis Area Isi

Karya Keilmuan. Malang: Depdiknas.

Widaghdo. Djoko. 1994. Pengantar Kemahiran Berbahasa. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

Zain, Sutan Mohammad dan J. S. Badudu. 1996. Kamus Umum Bahasa

Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.