BAB I
PENDAHULUAN
Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian
juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki
peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria,
sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga
dari semua kasus kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi
dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus,
data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk.Letak
kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.
Keluhan pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan
lokasi dari tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan
dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic anemia dan
perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon
kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan,
konstipasi sampai obstruksi.Jenis kanker yang paling sering
ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak 98%, sedangkan
lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%)
dan sarkoma (0,3%).BAB II
ISI
2.1 Definisi Kanker Usus Besar (Colon)
Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca Colon atau Kanker Usus
Besar adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon,
rektum, dan appendix (usus buntu).
2.2 Anatomi
Usus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon
transversum, kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta
anus.Colon ascendens panjangnya sekitar 13 cm, dimulai dari caecum
pada fossa iliaca dextra sampai flexura coli dextra pada dinding
dorsal abdomen sebelah kanan, terletak di sebelah ventral ren
dextra, hanya bagian ventral ditutup peritoneum visceral. Jadi
letak colon ascendens ini retroperitoneal, kadang kadang dinding
dorsalnya langsung melekat pada dinding dorsal abdomen yang
ditempati muskulus quadratus lumborum dan ren dextra. Arterialisasi
colon ascendens dari cabang arteri ileocolic dan arteri colic
dextra yang berasal dari arteri mesentrica superior.
Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari
flexura coli dextra sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan
mempunyai hubungan dengan duodenum dan pankreas di sebelah dorsal,
sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya
lebih tinggi daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren
sinistra, juga lebih tajam sudutnya dan kurang mobile. Flexura coli
dextra erat hubunganya dengan facies visceralis hepar (lobus dextra
bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya. Arterialisasi
didapat dari cabang cabang arteri colica media. Arterialisasi colon
transversum didapat dari arteri colica media yang berasal dari
arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3
distal dari colon transversum mendapat arterialisasi dari arteri
colica sinistra yang berasal dari arteri mesenterica inferior .
Mesokolon transversum adalah duplikatur peritoneum yang
memfiksasi colon transversum sehingga letak alat ini
intraperitoneal. Pangkal mesokolon transversa disebut radix
mesokolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra
sampai flexura coli dextra. Lapisan cranial mesokolon transversa
ini melekat pada omentum majus dan disebut ligamentum gastro (meso)
colica, sedangkan lapisan caudal melekat pada pankreas dan
duodenum, didalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan syaraf.
Karena panjang dari mesokolon transversum inilah yang menyebabkan
letak dari colon transversum sangat bervariasi, dan kadangkala
mencapai pelvis.
Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura
coli sinistra sampai fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon
sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena hanya dinding ventral
saja yang diliputi peritoneum, terletak pada muskulus quadratus
lumborum dan erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi
didapat dari cabang-cabang arteri colica sinistra dan cabang arteri
sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior.
Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya
intraperi toneal, dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix
mesosigmoid mempunyai perlekatan yang variabel pada fossa iliaca
sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang tergantung
isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk
ke dalam cavum pelvis melalui aditus pelvis, bila kosong lebih
pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan dan akhirnya ke
dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada
dinding mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum.
Arterialisasi didapat dari cabang- cabang arteri sigmoidae dan
arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri mesenterica inferior.
Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena
haemorrhoidalis superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan
inferior, dari ketiga vena ini yang bermuara kedalam vena porta
melalui vena mesenterica inferior hanya vena haemorrhoidalis
superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi
terdapat hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna) dan
vena visceral (vena porta) yang penting bila terjadi pembendungan
pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga
mengganggu aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang
berbentuk huruf V dan ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri
dan percabangan arteri iliaca communis sinistra menjadi
cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki huruf V ini terdapat
reccessus intersigmoideus.
2.3 Fisiologi
- Pertukaran air dan elektrolitKolon ialah tempat utama bagi
absorpsi air dan pertukaran elektrolit. Sebnyak 90 % kandungan air
diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari. Natrium diabsorpsi
secara aktif melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat mengabsorpsi sebanyak
400 mEq perhari. Air diserap secara pasif mengikuti dengan natrium
melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif disekresikan ke
dalam lumen usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida diabsoprsi
secara aktif melalui pertukaran klorida-bikarbonat.
Degradasi bakteri dari protein dan urea menghasilkan amonia.
Amonia adalah substansi yang diabsorpsi dan ditransportasikan ke
hati. Absorpsi amonia ini tergantung daro pH intraluminal.
Penggunaan antibiotik akan menyebabkan penurunan bakteri usus dan
penuran pH intraluminal yang akan menyebabkan penurunan absorpsi
amonia.
Asam lemak rantai pendek
Asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat dan propionat
diproduksi oleh fermentasi bakterial yang berasal dari karbohidrat.
Asam lemak rantai pendek ini berguna sebagai sumber energi bagi
mukosa kolon dan metabolisme usus seperti transportasi natrium.
Kekuranga nsumber penghasil Asam lemak rantai pendek atau
kolostomi, ileostomi akan menyebabkan atrofi mukosa. Mikroflora
kolon dan gas intestinal
Sebanyak kurang lebih 30% dari berat feses terdiri dari bakteri.
Mikroorganisme yang terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak
ialah Bacteroides. Escherichia coli merupakan bakteri aerob
terbanyak. Mikroflora endogen ini penting dalam pemecahan
karbohodrat dan protein di kolon dan berpartisipasi dalam
metabolisne bilirubin, asam empedu, estrogen dan kolesterol.
Bakteri ini juga diperlukan dalam produksi vitamin K dan menghambat
pertumbuhan bakteri patogen seperti Clostridium difficle. Tetapi
tingginya jumlah bakteri pada colon dapat menyebabkan sepsis, abses
dan infeksi.
Gas intestinal dihasilkan dari air yang tertelan, difusi dari
darah dan produksi intraluminal. Komponen utama dari gas ini ialah
nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen dan methan. Nitrogen
dan oksigen dihasilkan dari udara yang tertelan. Karbon dioksida
diproduksi dengan reaksi bikarbonat dan ion hidrogen dan perubahan
trigliserid menjadi asam lemak. Hidrogen dan methane diproduksi
oleh bakteri kolon. Gas yang diproduksi sekitar 100-200 mL dan
dikeluarkan melalui flatus.
Motilitas
Tidak seperti usus halus, usus besar tidak menampilkan
karaktersistik dari kompleks migrasi motorik. Usus besar
memperlihatkan kontraksi intermiten. Amplitudo rendah, kontraksi
durasi pendek akan meningkatkan waktu transit di kolon, dan
meningkatkan absorpsi air dan perubahan elektrolit. Secara umum,
aktivasi kolinergik meningktkan motilitas kolon.
Pola motilitas kolon dapat mencampur dan mengeliminasi isi usus.
Faktor yang mempengaruhi motilitas ialah keadaan emosional, jumlah
kegiatan dan tidur, jumlah distensi kolon dan variasi hormonal.
Jenis- jenis gerakan :
Gerakan retrograde. Terutama pada kolon kanan dan gerakan ini
memperpanjang lamanya kontak isi lumen dengan mukosa dan
meningkatkan absorpsi air dan elektrolit
Kontraksi segmental. Dilakukan secara simultan oleh otot
longitudinal dan sirkular.
Gerakan massa. Terjadi 3-4 kali sehari dan dikarakteristikkan
dengan kontraksi antegrade dan propulsif.
Defekasi
Defekasi ialah mekanisme yang kompleks dan terkoordinasi
melibatkan pergerakan massa kolon, peningkatan tekanan intra
abdominal dan rektal serta relaksasi lantai pelvis. Rasa ingin
defekasi terbentuk ketika feses memasuki rektum dan menstimulasi
reseptor di dinding rektum atau otot levator.5 Distensi dari rektum
menyebabkan relaksasi dari sfingter ani yang menyebabkan kontak
dengan kanal anal. Refleks ini menyebabkan epitel memisahkan feses
padat dari gas dan cair.2.4 Epidemiologi
Secara epidemiologis, angka kejadian kanker kolorektal mencapai
urutan ke-4 di dunia dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih
banyak daripada perempuan dengan perbandingan 19.4 dan 15.3 per
100.000 penduduk. 1
Di Indonesia, menurut laporan registrasi kanker nasional,
didapatkan angka yang berbeda. Didapatkan kecenderungan untuk umur
yang lebih muda dibandingkan dengan laporan dari negara barat.
Untuk usia di bawah 40 tahun data dari Bagian Patologi Anatomi FKUI
didapatkan angka 35,36% . 1
Distribusi kanker kolorektal menurut lokasinya dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
(sumber : Abdullah, 2006).
2.5 Etiologi
Penyebab dari keganasan kolorektal memiliki faktor genetik dan
lingkungan :
Sindroma kanker familial
Terdapat berbagai faktor genetik yang berkaitan dengan keganasan
kolorektal. Sebanyak 10-15 % kasus kanker kolorektal
Kasus sporadik
Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari
seluruh keganasan kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik
yang dapat diidentifikasi, namun kekerabatan tingkat pertama dari
pasien kanker kolorektal memiliki peningkatan resiko 3-9 x untuk
dapat terkena kanker.
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet.
Diet tinggi lemak jenuh meningkatkan resiko. Memperbanyak makan
serat menurunkan resiko ini untuk individu dengan diet tinggi
lemak. Studi epidemiologik juga memperlihatkan bahwa orang dari
negara bukan industri lebih sedikit terkena resiko ini.2.6
Patofisiologi
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang
sporadik muncul setelah melewati rentang masa yang lebih panjang
sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan berbagai
perubahan genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis
kanker kolorektal (herediter dan sporadik) tidak muncul secara
mendadak melainkan melalui proses yang diidentifikasikan pada
mukosa kolon (seperti pada displasia adenoma)1Faktor lingkungan
yang berperan pada karsinogenesis kanker kololrektal dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :Faktor Lingkungan Yang Berperan Pada
Karsinogenesis Kanker Kololrektal
1. Probably related
a. Konsumsi diet lemak tinggi
b. Konsumsi diet lemak rendah
2. Possibly related
a. Karsinogen dan mutagen
b. Heterocyclic amines
c. Hasil metabolisme bakteri
d. Bir dan konsumsi alkohol
e. Diet rendah selenium
3. Probably protektif
a. Konsumsi serat tinggi
b. Diet kalsium
c. Aspirin dan OAINS
d. Aktivitas fisik (BMI rendah)
4. Possibly protekstif
a. Sayuran hijau dan kuning
b. Makanan dengan karoten tinggi
c. Vitamin C dan E
d. Selenium
e. Asam folat
5. Cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor
6. Hormone Replacement Theraphy (estrogen)
(Sumber : Abdullah, 2006).Kanker kolon terjadi sebagai akibat
dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol pertumbuhan sel.
Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan
akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang
mempercepat pertumbuhan sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan
instabilitas genom dan berujung pada kanker kolorektal yaitu :
instabilitas kromosom (Cromosomal Insyability atau CIN) dan
instabilitas mikrosatelit (Microsatellite Instability atau MIN).
Umumnya asl kenker kolon melalui mekanisme CIN yang melibatkan
penyebaran materi genetik yang tak berimbang kepada sel anak
sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN)
disebabkan oleh hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau missmatch
repair (MMR) dan merupakan terbentuknya kanker pada sindrom Lynch
(Abdullah, 2006).
Gambar di bawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada
perubahan dari adenoma kolon menjadi kanker kolon.
Awal dari proses terjadinya kanker kolon yang melibatkan mutasi
somatik terjadi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC
mengatur kematian sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan
pengobatan proliferasi yeng selanjutnya berkembang menjadi adenoma.
Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi pada adenoma kolon
yang berukuran besar akan menyebabkan gangguan pertumbuhan sel yang
tidak normal.Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan
akibat dari mutasi gen supresor tumor p53. Dalam keadaan normal
protein dari gen p53 akan menghambat proliferasi sel yang mengalami
kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA
tetap dapat melakukan replikasi yang menghasilken sel-sel dengan
kerusakan DNA yang lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan
sejumlah segmen pada kromosom yang berisi beberapa alele (misal
loss of heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen
supresor tumor yang lain seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang
merupakan transformasi akhir menuju keganasan.2.7 Manifestasi
klinisUsus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan
kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika
superior memperdarahi belahan bagian kanan (caecum, kolon ascendens
dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika
inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum). Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan
tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal
berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.
Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding
distensi serta isi fecal ialah air. Karena fitur anatomisnya,
karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum terdiagnosa.
Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis
sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah
samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan
perut setelah makan dan sering salah diagnosa dengan penyakit
gastrointestinal dan kandung empedu. Jarang sekali terjadi
obstruksi dan gangguan berkemih.
Kolon kanan :
Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia
Tes darah samar pada feses
Gejala dispepsia
Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten
Teraba massa abdominalKolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil
dari yang kanan dan konsistensi feses ialah semisolid. Tumor dari
kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen yang menyebabkan
gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi
BAB. Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses
dapat diliputi atau tercampur dengan darah merah atau hitam. Serta
sering keluar mukus bersamaan dengan gumpalan darah atau feses.
Kolon kiri :
Gangguan pola buang air besar
Darah makro pada feses
Gejala obstruksiPada kanker rektum, gejala utama yang terjadi
ialah hematokezia. Perdarahan seringkali terjadi persisten. Darah
dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien dengan
perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada
hemoroid, kanker tetap harus dipikirkan. Gejala akut dari pasien
biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika ditemukan
pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar
penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10%
pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan
darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan
penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh
tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang
menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan
terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan
menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi
pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut
divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria
atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan
fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan
jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan
gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.
Rektum :
Pendarahan per rektal
Gangguan pola buang air
Adanya sensasi tidak lampias
Teraba tumor intrarectal
Tabel 2.2 Gambaran klinis karsinoma kolorektalKOLON KANANKOLON
KIRIREKTUM
ASPEK KLINISKolitisObstruksiProktitis
NYERIKarena penyusupanObstruksiObstruksi
DEFEKASIDiare/diare berkalaKonstipasi progresifTenesmi terus
menerus
OBSTRUKSIJarangHampir selaluHampir selalu
DARAH PADA FESESSamarSamar/makroskopikMakroskopik
FESESNormal/diare berkalaNormalPerubahan bentuk
DISPEPSIASeringJarangJarang
ANEMIAHampir selaluLambatLambat
MEMBURUKNYA KEADAAN UMUMHampir selaluLambatLambat
2.7 Stadium
Stadium dan faktor prognostis kanker kolorektal dapat dilihat
pada tabel dan gambar di bawah ini:
StadiumDeskripsi histopatologiBertahan 5 tahun (%)
DukesTNMDerajat
AT1N0M0IKanker terbatas pada mukosa/submukosa>90
B1T2N0M0IIKanker mencapai muskularis85
B2T3N0M0IIIKanker cenderung masuk/melewati mukosa70-80
CTxN1M0IVTumor melibatkan KGB regional35-65
DTxN2M1VMetastasis 5
2.8 Pendekatan Diagnosis
Pada pasien dengan gejala keberadaan kanker kolorektal dapat
dikenali dari beberapa tanda seperti : anemia mikrositik,
hematozesia, nyeri perut, berat badan turun atau perubahan defekasi
oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan endoskopi atau
radiologi. Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan neoplasma
namun bila tidak ada darah samar tidak dapat menyingkirkan lesi
neoplasma. Laboratorium
Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon
memberikan hasil normal. Perdarahan intermitten dan polip yang
besar dapat dideteksi melalui darah samar feses atau anemia
defisiensi besi.
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi
50% polip kolon dengan spesifitas 85%. Bagian rektosigmoid sering
untuk divisualisasi oleh karena itu pemeriksaan rektosigmoideskopi
masih diperlukan. Bilamana ada lesi yang mencurigakan pemeriksaan
kolonoskopi diperlukan untuk biopsi. Pemeriksaaan lumen barium
teknik kontras ganda merupakan alternatif lain untuk kolonoskopi
namun pemeriksaan ini sering tak bisa mendeteksi lesi berukuran
kecil. Enema barium cukup efektif untuk memeriksa memeriksa bagian
kolon di balik striktur yang tak terjangkau dengan pemeriksaan
kolonoskopi.
Gambaran radiologi kanker kolon dengan menggunakan pemeriksaan
barium enema dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Kolonoskopi
Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat
akurat dan dapat sekaligus melakukan biopsi pada lesi yang
mencurigakan. Pemeriksaan kolon yang lengkap dapat mencapai >95%
pasien. Rasa tidak nyaman yang timbul dapat dikurangi dengan
pemberian obat penenang intravena meskipun ada risiko perforasi dan
perdarahan. Kolonoskopi dengan enema barium terutama untuk
mendeteksi lesi kecil seperti adenoma. Kolonoskopi merupakan
prosedur terbaik pada pasien yang diperkirakan menderita polip
kolon. Kolonskopi mempunyai sensitivitas 95% dan spesitivitas 99%
paling tinggi untuk mendeteksi polip adenomatous, di samping itu
dapat melakukan biopsi untuk menegakkan diagnosis secara histologis
dan tindakan polipektomi penting untuk mengangkat polip.
Evaluasi histologis
Adenoma diklasifikasikan sesuai dengan gambaran histologi yang
dominan, yang paling sering adalah adenoma tubular 85%, adenoma
tubulovisum 10% dan adenoma serrata 1%. Temuan sel atipik pada
adenoma dikelompokkan menjadi ringan, sedang dan berat. Gambaran
atipik berat menunjukkan adanya fokus karsinomatosus namun belum
menyentuh membran basalis. Bilamana sel ganas menembus membran
basalis tapi tidak melewati muskularis mukosa disebut karsinoma
intramukosa. Secara umum displasi bearat atau adenokarsinoma
berhubungan dengan dengan ukuran polip dan dominasi jenis
vilosum.Gambaran histologis kanker kolon bisa dilihat pada gambar
di bawah ini :
(sumber : Abdullah, 2006)
Diagnosis kanker kolon melalui sigmoidoskopi, barium enema atau
kolonoskopi dengan biopsi harus diikuti dengan prosedur penentuan
stadium untuk menentukan luasnya tumor. Pemeriksaan CT scan abdomen
dan radiografi dada harus dilakukan, adanya tumor yang
terloksalisir biasanya mengharuskan pembedahan radikal untuk
mengeksisi tumor secara total dengan tepi minimal 6 cm dan dengan
reseksi en bloc pada semua kelenjar getah bening di akar
mesenterium (Schein, 1997)Deteksi dini pada pasien tanpa gejala
Deteksi dini pada masyarakat luas dilakukan dengan beberapa
cara, seperti : tes darah samar dari feses, dan sigmoidoskopi.
Pilihan lain berdasarkan waktu antara lain: FOBT (Fecal Occult
Blood test) setahun sekali, sigmoidokopi fleksibel setiap 5 tahun,
enema barium kontras ganda setiap 5 tahun dan kolonoskopi setiap 10
tahun (Abdullah, 2006).2.9 Diagnosis
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto
kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan
setiap 3 tahun untuk usia diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis
ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.
Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk
kemungkinan tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih,
serta hati dan paru untuk metastasis.
Diagnosis pada pasien dapat dilakukan sesuai bagan di bawah
ini:
(Diadaptasi dari Winawer SJ, Fletcher RH, Miller L, Godlee F,
Stolar MH, Mulrow CD, et al. Colorectal cancer screening: clinical
guidelines and rationale. Gastroenterology 1997;112:594-642
[Published errata in Gastroenterology 1997;112:1060 and
1998;114:635].)2.10 PenatalaksanaanMeskipun adenoma kolon merupakan
lesi pre maligna, namun perjalanan menjadi adenokarsinoma belum
diketahui. Pengamatan jangka panjang menunjukkan bahwa perkembangan
menjadi adenokarsinoma dari polip 1 cm 3% setelah 5 tahun, 8%
setelah 10 tahun dan 24% setelah 20 tahun diagnosis ditegakkan.
Pertumbuhan dan potensi ganas bervariasi secara substansial.
Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk perubahan adenoma menjadi
adebikarsinoma adalah 7 tahun, laporan lain menunjukkan polip
adenomatous dengan atipia berat menjadi kanker membutuhkan waktu
rata-rata 4 tahun dan bila atipia sedang 11 tahun (Abdullah,
2006).
Kemoprevensi
Obat Anti Inflamatori Steroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap
berhubungan dengan penurunan motalitas kanker kolon. Bebrapa OAIN
seperti sulindac dan celecoxib telah terbukti sewcara efektif
menurunkan insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan Familial
Adenomatous Polyposis (FAP). Data epidemiologi menunjukkan adanya
penurunan risiko kanker di kalangan pemakai OAIN namun bukti yang
mendukung manfaat pembrian aspirin dan OAIN lainnya untuk mencegah
kanker kolon sporadik masih lemah. (FKUI)
Endoskopi dan operasi
Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tingkat
polipektomi. Bila ukuran