Pengetahuan Dasar Tentang Kecelakaan
Pencegahan Swabakar Pada Tambang Batubara Bawah Tanah
BAB IPENDAHULUANLatar BelakangSwabakar (penyalaan api spontan)
batu bara pada tambang batu bara bawah tanah adalah salah satu
bencana tambang batu bara yang paling mengerikan. Kalau terlambat
menemukannya atau salah mengambil tindakan yang tepat, swabakar
akan menyebar luas di dalam tambang bawah tanah, sehingga dapat
terjadi situasi yang paling buruk, seperti penyekatan (penutupan
rapat) atau pembanjiran tambang. Hal ini, bukan saja mengakibatkan
terbenam dan terlepasnya sumber daya batu bara yang besar dan
mesin-mesin tambang, tetapi berhentinya kegiatan produksi dalam
waktu yang panjang akan menekan pengusahaan tambang batu bara,
bahkan bisa berpengaruh terhadap kelangsungan hidup tambang batu
bara tersebut. Disamping itu pula, swabakar di dalam tambang bawah
tanah, menimbulkan asap yang berasal dari nyala api, keracunan gas,
korban kehabisan napas, bahkan kadang kala dapat memicu ledakan gas
dan debu batu bara, sehingga kerugian terhadap manusia dan materi
sangat besar.Pada umumnya, zona ekstraksi di dalam tambang bawah
tanah senantiasa berpindah ke bagian yang makin dalam dan makin
jauh dari tahun ke tahun. Seiring dengan hal ini, kondisi yang
tidak diharapkan dari segi pencegahan swabakar akan bertambah,
misalnya peningkatan panas bumi, peningkatan tekanan batuan di
sekitar lubang bukaan dan kebocoran udara akibat penguatan daya
ventilasi. Oleh karena itu, petugas keselamatan tambang bawah tanah
(underground safety foreman) harus memahami betul mekanisme
terjadinya swabakar, untuk dapat melaksanakan tindakan pencegahan
secara tepat, dan selalu berusaha menemukan tanda-tanda atau gejala
swabakar, serta membiasakan diri dengan hal-hal yang berhubungan
dengan gejala terjadinya swabakar, sehingga apabila ternyata
terjadi swabakar, dapat melakukan tindakan pemadaman api secara
cepat dan tepat.Deskripsi SingkatMata Diklat ini membahas tentang
terjadinya swabakar (penyalaan api spontan batubara) pada tambang
batubara bawah tanah serta tindakan pencegahan dan penanganannya
yang meliputi; pengertian swabakar, penyebab terjadinya swabakar,
gejala dan pendeteksian secara dini swabakar, tindakan pencegahan
swabakar dan penanganan serta penanggulangan terhadap terjadinya
bencana swabakar.Tujuan Pembelajaran UmumTujuan Pembelajaran Umum
(TPU) dari mata diklat ini adalah agar peserta diklat memiliki
pemahaman tentang teknik atau cara pencegahan dan penanganan
terhadap bencana swabakar pada tambang batubara bawah tanah.Tujuan
Pembelajaran KhususAdapun Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) dari
mata diklat ini adalah agar peserta pelatihan mampu:1. Memahami
pengertian dasar swabakar batubara2. Menjelaskan penyebab
terjadinya swabakar batubara 3. Menjelaskan teknik pencegahan
swabakar batubara4. Menjelaskan tindakan penanggulangan bencana
swabakar batubara
BAB IIPENGERTIAN DASAR SWABAKAR BATUBARA
A. Pengertian Tentang Swabakar BatubaraSwabakar (Spontaneous
Combustion) adalah pembakaran yang terjadi dengan sendirinya.
Swabakar dapat terjadi pada berbagai tempat penambangan batubara
(tambang terbuka atau tambang dalam) atau bahkan pada stockpile
batubara. Swabakar merupakan malapetaka dahsyat bila terjadi pada
tambang bawah tanah batubara. Keterlambatan dalam mendeteksi
pencetusnya dapat menimbulkan kebakaran besar dan tak terkendali,
dapat menyebabkan cedera, kematian para pekerja yang ada dalam
tambang, bahkan dapat menyebabkan hancurnya pertambangan, karena
dapat berproduksi lagi, dan harus ditutup untuk selama-lamanya.
Swabakar dapat juga menimbulkan keracunan akut, yang berasal dari
asap atau gas-gas yang teremisi ke udara dalam tambang itu.
Peristiwa keracunan terjadi jika beragam jenis gas beracun, seperti
karbon monoksida, nitrogen, sulfur, timbel dan logam berat semua
memasuki jalan darah dan mengacaukan sistem metabolisme tubuh. Gas
karbon monoksida (CO) merupakan gas yang paling berbahaya untuk
membuat orang keracunan akut adalah karbon monoksida (CO), yang
warnanya biru sampai hitam pekat. Jika gas CO terhirup melalui
hidung atau mulut, maka mata dan sistem pernafasan akan meradang,
sehingga menimbulkan sesak nafas dan batuk-batuk yang hebat.Yang
lebih berbahaya lagi adalah jika gas CO tersebut memasuki aliran
darah. Gas ini akan merampas dan mengikat hemoglobin (Hb), yang
berupa senyawa besi yang bertugas untuk membawa oksigen (O2).
Akibatnya darah akan mengalir membawa racun CO sehingga sekujur
badan berwarna merah. Selanjutnya korban akan merasa mual, pusing,
dan sesak nafas. Jika kondisi itu berlanjut, maka jantung,
paru-paru, ginjal, dan otak akan mengalami gagal berfungsi dan
akibatnya adalah kematian si korbanDisamping itu, swabakar dapat
pula memicu terjadinya ledakan yang besar, jika pada saat terjadi
swabakar itu timbul awan debu batubara yang banyak. Oleh karena itu
setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan tambang batubara bawah
tanah juga harus mengetahui dan mahir dalam melakukan tindakan
pencegahan atau penanganan swabakar tersebut.
B. Proses Terjadinya SwabakarSwabakar batubara terjadi akibat
proses oksidasi batubara di dalam udara. Batubara pada kondisi
terbuka di udara dapat menyerap oksigen dalam waktu lama dan
perlahan-lahan akan terjadi proses oksidasi yang menghasilkan
proses panas. Apabila panas ini terakumulasi karena tidak dilepas
atau didinginkan, maka temperaturnya meningkat, yang akhirnya
mencapai titik nyala (ignition point) dan terbakar menimbulkan api.
Oleh karena itu, swabakar tidak terjadi di zona yang disekat
(ditutup rapat) secara sempurna, karena proses oksidasi batu bara
di sini tidak berlanjut. Sebaliknya, di tempat yang dilewati angin
yang banyak, walaupun batu bara teroksidasi, panas yang timbul akan
dilepas dan didinginkan, sehingga tidak sampai terbakar.Bila panas
swabakar itu sebelum mencapai titik nyala, menimbulkan awan debu
batubara dan terdapat pula gas methan yang teremisi ke udara di
sekitarnya, maka swabakar itu dapat diiringi dengan terjadinya
ledakan yang cukup dahsyat.
Gambar 1Proses Terjadinya Swabakar Pada Batubara
Berikut ini akan dijelaskan proses perkembangan swabakar pada
tambang batubara bawah tanah (Undergruond spontaneous combustion of
coal), yaitu :1) Peristiwa oksidasi terjadi secara perlahan-lahan
pada bagian sisi atau dinding batubara (coal wall) atau batubara
sisa, di jalan tambang (roadway) yang terventilasi. Dalam kondisi
ini tidak ada tanda-tanda terjadinya perobahan temperatur yang
signifikan, karena panas tersebut dapat larut oleh aliran udara
(air flow).2) Ketika kondisi panas yang larut dalam aliran udara
itu tidak besar, maka temperatur batubara akan naik lebih panas
dari udara di sekelilingnya. Gejala ini dapat terlihat dari adanya
fatamorgana tipis di atas batubara sisa tersebut.3) Jika tidak
terjadi pemancaran panas (lepasnya panas oleh aliran udara), maka
temperatur batubara akan naik mencapai antara 600C sampai 1500C,
yakni pada tempratur pertama (T1). Tingginya temperatur adalah
karena adanya kombinasi panas dari hasil oksidasi (oxidation)
dengan panas hasil serapan oksigen (oxygen absorption).4) Jika
kondisi pemanasan seperti tersebut di atas berlangsung terus, maka
temperatur akan naik secara lebih cepat dan pada satu saat akan
mencapai titik pengapian (ignition point) dan untuk selanjutnya
terjadilah kebakaran (combustion) pada posisi temperatur (T2),
yakni antara 2000C sampai 4000C. Jarak antara T1 dan T2 dikenal
sebagai temperatur pemanasan awal (initial heating stage) yang
dapat dilihat dari adanya gas-gas keluar dari lapisan batubara itu.
Jika temperatur telah melewati T2, maka sudah terjadi keterlambatan
dalam mendeteksi swabakar.
Gambar 2Proses Perkembangan Swabakar Berdasarkan Peningkatan
Temperatur
C. Lokasi Yang Mudah Terjadi SwabakarTempat-tempat yang terutama
mudah terjadi swabakar antara lain: Lokasi runtuhan atap lorong
Sekitar patahan lapisan batubara Diantara lorong bersebelahan yang
terjadi retakan Lorong yang telah di sealing, namun kekedapannya
kurang baik Lokasi dimana terdapat lapisan batubara rapuh sehingga
mudah menjadi serbuk Ruang bekas penggalian batubara, dimana
penutupan (sealing) kurang baik Sekitar atap lorong bekas
penambangan yang dilakukan dengan system slicing Tempat yang
terjadi retakan atau serbuk batubara akibat tekanan batuan
Gambar 3Lokasi yang mudah terjadi swabakar pada tambang batubara
bawah tanah
BAB IIIPENCEGAHAN SWABAKAR BATUBARA
A. Penyebab Terjadinya Swabakar BatubaraSwabakar dapat terjadi
pada tambang batubara bawah tanah dikarenakan adanya faktor-faktor
yang dapat memicu terjadinya swabakar. Faktor-faktor tersebut
biasanya berkaitan dengan sifat-sifat batubara itu sendiri, kondisi
lapisan batubara, metode penambangan, sistem peranginan dan kondisi
lingkungan tambang batubara bawah tanah.
1. Sifat BatubaraBatubara merupakan batuan sedimen yang
terbentuk dari hasil akumulasi sisa-sisa tanaman yang terendapkan
dalam waktu jutaan tahun yang lalu dan mengalami proses
pembatubaraan (coalification) di bawah pengaruh tekanan dan
temperatur serta perubahan kondisi geologi.
a. Proses Pembatubaraan (coalification)Pada proses pembatubaraan
tersebut terjadi peningkatan rank batubara dari gambut (peat) ke
batubara mutu rendah (lignit), bituminous dan akhirnya menjadi
antrasit.Selama proses perubahan tersebut terjadi pengurangan
kandungan oksigen dan sebaliknya terjadi pertambahan persentase
kandungan karbon (lihat table 1).
Tabel 1Persentase Serapan Oksigen dan Kadar Karbon BatubaraTipe
BatubaraPeatLignitBituminousAntrasit
Oksigen (%)35,326,510,603,0
Karbon (%)57,067,083,093,0
Kemungkinan terjadinya proses oksidasi lebih besar terhadap
batubara yang rendah kualitasnya, artinya semakin tinggi mutu
batubara, maka semakin kecil peluang terjadinya swabakar, karena
serapan udara pada batubara itu semakin berkurang.
b. Batubara Bubuk (pulverization of coal)Batubara bubuk adalah
batubara yang hancur dalam bentuk butiran-butiran halus, yang
terjadi saat berlangsungnya proses pengambilan batubara (coal
picking). Semakin banyak butiran-butiran batubara halus, maka
semakin besar kemungkinan terjadinya proses oksidasi yang
menghasilkan panas (heat generation), dan bilamana bubuk batubara
tersebut berada pada area terbuka ke udara (exposed), akan menyerap
oksigen dalam jumlah besar yang menyebabkan semakin cepatnya
terjadi swabakar. Pada tabel 2 berikut ini menunjukkan pengaruh
temperatur oksidasi terhadap fraksi besar butiran batubara.Tabel
2Hubungan Kecepatan Oksidasi dan Fraksi Butiran Batubara
Fraksi Ukuran PartikelUkuran Partikel Rata-rata Temperatur
OksidasiRasio Luas Permukaan
< 60 mesh0,10 mm900C20,0
30 40 mesh0,44 mm1150C4,5
20 30 mesh0,68 mm1270C3,0
Dari tabel tersebut memperlihatkan bahwa semakin halus ukuran
butir partikel batubara, makin rendah temperatur dimana proses
oksidasi terjadi. Dengan demikian maka batubara yang memiliki
pertikel butir yang halus lebih memungkinkan terjadinya
swabakar.
c. Kandungan Kelembaban (moisture)Kandungan kelembaban (moisture
content) dalam batubara dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu
kandungan kelembaban yang melekat (inherent moisture content) dan
kandungan kelembaban bawaan (attach moisture content). Batubara
yang mempunyai kandungan kelembaban bawaan memungkinkan terjadinya
proses oksidasi yang cepat sehingga menyebabkan swabakar.
Keberadaan kelembaban (moisture content) dalam batubara mempercepat
terbentuknya panas, karena adanya penguapan (evaporation)
kelembaban itu membantu ventilasi alam dan mempercepat terjadinya
penembusan oksigen ke dalam batubara. Kandungan kelembaban batubara
antara 5% - 10% adalah keadaan yang paling memungkinkan terjadinya
swabakar.d. Kandungan zat terbang (volatile matter content)Batubara
yang mempunyai kandungan zat terbang yang tinggi (high volatile
matter) sering mengalami swabakar. Kondisi ini terjadi, bila rasio
kandungan karbon dan zat terbangnya (fuel ratio) mendekati 1.Di
Jepang, pada umumnya swabakar terjadi pada batubara yang mengandung
zat terbang sekitar 40% dan fuel ratio antara 1 sampai 1,5.
e. Kandungan Sulfida besi (iron sulfide)Adanya kandungan sulfida
besi dalam batubara akan menyebabkan terjadinya swabakar. Namun
demikian sulfida besi bukanlah penyebab utama terjadinya swabakar
pada batubara, tetapi karena sifat dari sulfida besi yang sangat
mudah mengalami oksidasi hingga terbentuk panas, maka adanya
kandungan sulfida besi dalam batubara dapat membantu mempercepatnya
proses oksidasi.
f. Kandungan (phosphore content)Kandungan posphor yang tingggi
dalam batubara dapat mempermudah terjadinya swabakar walaupun
secara tidak langsung. Posphor yang terkandung dalam batubara
disebabkan adanya tekanan dan penghancuran (pulverization) melalui
proses geologis yang menimbulkan efek panas akibat deformasi dalam
partikel batubara, sehingga secara tak langsung akan mempermudah
proses oksidasi dan akhirnya terjadi swabakar.
Gambar 4Sifat-sifat batubara yang dapat menimbulkan swabakar2.
Kondisi Lapisan dan Geologi BatubaraSalah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya swabakar adalah kondisi lapisan dan geologi
batubara. Beberapa hal yang perlu ditinjau dalam kaitannya dengan
kondisi lapisan dan geologi batubara ini antara lain:a. Ketebalan
lapisan batubaraSwabakar sering terjadi pada lapisan batubara yang
tebal dan sebaliknya pada lapisan batubara tipis, peristiwa
swabakar jarang terjadi. Pada lapisan batubara tebal sangat sulit
untuk menambang secara keseluruhan dan selalu menyisakan banyak
batubara yang tertinggal pada area runtuhan bekas penambangan
(goaf) sehingga mudah mengalami oksidasi apabila tidak dilakukan
sealing secara sempurna. Selain itu lapisan batubara tebal pada
bagian lantai akan mengalami peremukan akibat tekanan sehingga
batubara yang hancur tersebut mengalami percepatan oksidasi yang
mengakibatkan swabakar. Terjadinya swabakar pada lapisan batubara
tebal juga akan berpengaruh terhadap penyerapan panas yang terjadi
dan panas tersebut akan tertahan dan bergerak dalam lapisan
batubara yang tebal karena adanya sifat penghantar panas (self
thermal conductivity) pada lapisan batubara tersebut.
b. Kedalaman lapisan batubaraPotensi terjadinya swabakar akan
bertambah seiring dengan makin dalamnya posisi lapisan batubara
dari permukaan bumi. Hal tersebut disebabkan pada kedalaman lapisan
batubara akan terjadi peningkatan tekanan yang berakibat batubara
mengalami peremukkan dan porositasnya bertambah sehingga dengan
mudah menyerap oksigen. Kedalaman lokasi penambangan batubara yang
jauh dari permukaan bumi akan menyebabkan bertambahnya temperatur
sehingga apabila lapisan batubara tertumpuk dan mengalami proses
oksidasi maka penambahan panas tersebut akan mempercepat terjadinya
swabakar.
c. Kemiringan lapisan batubaraKemiringan lapisan batubara dapat
berpengaruh terhadap terjadinya kondisi runtuhan atap (subsidence
roof), dimana bila lapisan batubaranya agak curam kemungkinan
terjadinya runtuhan atap agak kecil dibandingkan pada lapisan yang
landai, sehingga pada lapisan batubara yang agak curam terdapat
ruang kosong (gob area) yang akan menjadi jalur lintasan udara
untuk terjadinya proses oksidasi pada batubara sisa. Dengan
demikian makin curam kedudukan lapisan batubara, semakin besar
kemungkinan terjadinya swabakar.
d. Lapisan pada zona tidak stabil dan patahanLapisan batubara
pada zona tak stabil (disturbed zone) dan daerah patahan atau
rekahan (fracture) akan sangat mudah terjadi swabakar. Hal tersebut
dikarenakan kondisi lapisan batubara sangat lemah dan mudah remuk
(fulverized), sehingga bila batubara tersebut dibiarkan tertumpuk
dalam waktu lama karena sulit untuk dikeluarkan, maka akan
menyebabkan proses oksidasi dan selanjutnya terjadi swabakar.Selain
itu adanya rekahan atau patahan akan memudahkan udara masuk ke
rongga-rongga batubara dan terperangkap dalam rekahan tersebut,
sehingga bila dalam zona tersebut terdapat batubara yang remuk
(powdered coal), akan terjadi penyerapan oksigen dan akhirnya akan
menimbulkan swabakar.
Gambar 5Lokasi patahan yang mudah terjadi swabakar
e. Lapisan pengotor dan batubara kualitas rendahLapisan pengotor
batubara dan batubara kualitas rendah (coally shale) cenderung
mudah mengalami swabakar, karena pada saat proses penambangan
adakalanya lapisan pengotor dan batubara kualitas rendah yang
biasanya mudah remuk dibuang begitu saja dalam tambang sehingga
lapisan pengotor dalam batubara akan mengalami proses oksidasi dan
swabakar. Potensi terjadinya swabakar pada lapisan pengotor juga
semakin besar dengan adanya sifat penghantar panas yang
ditimbulkannya sehingga mempercepat terjadinya swabakar.
3. Metode PenambanganFaktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
terjadinya swabakar batubara adalah cara atau metoda
penambangannya. Hampir semua peristiwa swabakar terjadi pada
batubara sisa penggalian atau di daerah bekas penggalian (goaf
area). Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan metoda
penambangan ini adalah batubara sisa dan kebocoran udara.
a. Batubara sisa (remained coal)Pada tambang batubara bawah
tanah biasanya diterapkan metode penambangan sistem ambrukan dan
room and pillar. Kedua metode ini tidak luput dari tertinggalnya
batubara sisa pada bekas penambangannya. Batubara sisa yang telah
hancur menjadi serbuk (pulverized) dan pillar-pillar yang
ditinggalkan ini akan mengalami proses oksidasi selanjutnya
menimbulkan terjadinya swabakar.Selain itu sebaik apapun cara
penambangan yang dilakukan untuk mengurangi sisa-sisa batubara,
namun bila penanganan operasi pasca penambangan sangat buruk yang
mengakibatkan banyaknya batubara sisa tertinggal di area goaf
sehingga menimbulkan terjadinya swabakar.
b. Kebocoran udara (air leakage)Kebocoran udara pada daerah
bekas penambangan (goaf area) dapat menyebabkan terjadinya
swabakar. Perbedaan tekanan antara udara masuk dan udara keluar
pada permukaan kerja (mining face) dengan goaf area dapat
menyebabkan terjadinya kebocoran udara (air leakage). Udara yang
terperangkap jika jumlahnya semakin bertambah, maka akan terjadi
oksidasi pada goaf area, yang pada akhirnya dapat menimbulkan
swabakar. Oleh sebab itu daerah yang telah habis ditambang harus
ditutup (sealing) dengan rapi, kalau perlu dilakukan grouting,
yakni penginjeksian pasta semen ke dalam dinding goaf area
tersebut, terutama di sekitar pintu-pintu yang disealing.
4. Kondisi Lingkungan Tambang Batubara Bawah TanahPengelolaan
lingkungan tambang bawah tanah dengan baik akan dapat memperkecil
terjadinya swabakar. Pengaturan temperatur dan tekanan udara pada
tambang bawah tanah merupakan hal yang sangat penting untuk
mencegah atau mengurangi terjadinya swabakar.
a. Temperatur daerah tambang bawah tanahSemakin tinggi
temperatur, oksidasi batu bara akan semakin cepat terjadi, sehingga
apabila temperatur di tambang bawah tanah meningkat, akan mudah
terkena pengaruh tersebut. Walaupun kedalamannya dangkal, tetapi
kalau tempatnya bertemperatur tinggi, karena ventilasi yang tidak
baik seperti misalnya pada bekas area penambangan, maka akan mudah
terjadi swabakar.
b. Tekanan udara (air pressure)Perubahan tekanan disebabkan oleh
adanya perubahan tekanan atmosfir atau disebabkan oleh perubahan
kondisi ventilasi. Naik turunnya tekanan udara mengakibatkan
terjadinya kondisi seperti pernapasan, yaitu udara segar dan udara
yang mengandung gas silih berganti keluar masuk ke dalam gob dan
dinding batubara. Artinya, pada waktu tekanan udara rendah, gas
teremisi keluar dan bersama dengan naiknya tekanan udara, udara
segar akan meresap masuk. Dengan berulang-ulangnya emisi dan
resapan masuk ini, oksidasi batu bara akan dipercepat terutama pada
gob area perlu diwaspadai, karena akan terjadi percepatan oksidasi
yang menyebabkan timbulnya swabakar.
5. Sistem PeranginanVentilasi berfungsi sebagai sarana
pengaliran udara segar ke dalam ruangan (terowongan) dan pengaliran
udara kotor ke luar. Kesalahan dalam menerapkan sistem ventilasi
akan dapat membahayakan kondisi lingkungan tambang seperti
terjadinya swabakar. Pada umumnya, kecenderungan awal dari swabakar
adalah batu bara menyerap oksigen dari luar, sehingga oksidasi
berkembang. Terutama di lokasi tekanan negatif yang tinggi di
sekitar kipas angin, akan terjadi penyuplaian oksigen sampai ke
retakan yang lumayan dalam. Pada saat itu, mudah terjadi fenomena
akumulasi panas, akibat berulang-ulangnya proses oksidasi dan
akumulasi panas karena perubahan tekanan negatif.Kemudian,
perubahan ventilasi dalam jangka pendek, terutama perubahan dari
udara buang ke udara masuk, akan mengurangi kelembapan di
sekeliling lorong dan di bagian dalam retakan akibat perubahan
kelembapan, yang mana menghilangkan efek pendinginan, sehingga akan
berubah menjadi keadaan yang semakin mudah teroksidasi.Akan tetapi,
apabila dilakukan ventilasi dengan jumlah udara, tahanan ventilasi
dan penampang lorong yang tepat, maka bukan percepatan oksidasi
yang terjadi, justru efek pendinginannya menjadi besar, sehingga
efektif untuk mencegah swabakar.
B. TINDAKAN PENCEGAHAN TERHADAP SWABAKAR Kebakaran spontan
(swabakar) dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi usaha
pertambangan batubara bawah tanah. Berbagai bentuk kerugian yang
mungkin timbul diantaranya adalah luka-luka atau matinya para
pekerja tambang, keracunan gas, atau bahkan dapat menyebabkan
hancurnya tambang itu secara total dan harus ditutup untuk
selama-lamanya. Disamping itu juga kebakaran itu dapat menambah
emisi gas rumah kaca ke atmosfeer bumi, sehingga dapat menyebabkan
peningkatan suhu global dan hujan asam.Untuk itu kejadian swabakar
harus dicegah sedini mungkin. Seorang teknisi tambang harus
mengetahui berbagai hal yang terkait dengan masalah swabakar ini,
yakni perkembangan peristiwa swabakar, tanda-tanda swabakar,
mendeteksi secara dini peristiwa swabakar, kontrol jalan utama
tambang, metoda penambangan, pemeliharaan jalan keluar tambang, dan
penutupan (sealing) pada areal bekas tambang.
1. Gejala dan Pendeteksian Secara Dini Swabakar
a. Gejala Terjadinya SwabakarMemperhatikan tanda-tanda awal
terjadinya swabakar adalah hal yang sangat penting dilakukan dalam
upaya pencegahan terjadinya swabakar. Tabel berikut ini memuat
tanda-tanda awal terjadinya swabakar tersebut secara berurutan.
Tabel 3 Tanda-tanda Swabakar
12345678910Terjadi kenaikan suhu pada bagian terowongan Terjadi
tetesan air pada permukaan dinding dan pillar batubaraTerjadi kabut
yang memenuhi lorongTerciumnya bau pembusukan dan bau
manisTerbentuknya gas-gas CO, CO2, CH4, C2H4Makin jelasnya bau
minyak yang menyengat hidung dan tenggorokanMakin jelasnya bau
minyak hingga berubah menjadi bau terTimbul bau asap kebakaran
kayu, jika bau kayu terbakar menandakan dekat apiBau asapMuncul
nyala api (flame)
b. Pendeteksian diniUntuk dapat mengetahui secara dini adanya
peristiwa swabakar dapat dilakukan berbagai pengukuran atau
pengamatan, antara lain: Pengukuran konsentrasi gas methan (CH4)
Pengukuran konsentrasi gas karbon monoksida (CO) Pengukuran
konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) Pengukuran temperatur
Pengukuran kelembaban udara (humidity) Pemeriksaan adanya bau-bauan
yang merupakan indikator swabakar Melihat adanya asap putih atau
nyala api.
2. Metode PenambanganPencegahan swabakar dapat juga dilakukan
dengan melihat metoda penambangan yang diterapkan.a. Pilih metoda
penambangan yang paling aman sesuai dengan kondisi lapisan batubara
untuk mencegah terjadinya kebocoran udara dari dan ke daerah yang
sudah ditinggalkan, agar proses oksidasi dapat dicegah sedini
mungkin. Dalam hal ini system penambangan mundur dinilai lebih aman
disbanding system penambangan maju.b. Kecepatan kerja penambangan
pada mining front harus secepat mungkin c. Menerapkan metoda
penambangan panel. Pada saat penambangan telah dilakukan, seluruh
peralatan tambang harus segera dipindahkan ke jalur keluar tambang
(mined out area) dan melakukan penutupan pada daerah bekas tambang
(sealing) dengan rapat.d. Usahakan pemindahan batubara dari area
penambangan tidak terdapat batubara yang tersisa pada daerah jalan
keluar tambang.e. Untuk lapisan batubara tebal atau berlapis-lapis
(multiple seams) sebaiknya dilakukan penambangan sekaligus. Jika
diperlukan penambangan dengan metode slicing (irisan), lakukan
pengirisan pada bagian atas (upper slicing) terlebih dahulu,
selanjutnya lakukan irisan pada bagian bawah lapisan (lower
slicing).
Gambar 6Metode penambangan dengan sistem udara ventilasi
3. Tindakan Pencegahan Udara BocorMelakukan penyelidikan kondisi
aktual lapangan (kondisi lorong, kondisi ventilasi dan hasil
pengukuran) terhadap lokasi yang diwaspadai. Kemudian, apabila
diperlukan, melakukan tindakan pencegahan udara bocor melalui
injeksi dinding batu bara, back filling, penyemprotan torkret, baik
secara individu maupun kombinasi, yaitu dengan serbuk batuan, fly
ash dan semen.
4. VentilasiPrinsip dasar pencegahan swabakar yang dilihat dari
segi ventilasi adalah mencegah kebocoran udara ke lokasi yang tidak
perlu, di mana dalam hal ini perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :a. Pembentukan metode ventilasi aliran cabang independen
berdasarkan zonaPada metode ventilasi sistem diagonal, lebih mudah
dilakukan pencegahan udara bocor dan ventilasi aliran cabang
independen berdasarkan zona, dari pada metode ventilasi sistem
terpusat. Metode ventilasi aliran cabang independen berdasarkan
zona ini mempunyai keuntungan sebagai berikut :1). Dapat segera
melakukan pemutusan ventilasi yang disesuaikan dengan kemajuan
permuka kerja ekstraksi.2). Pada waktu terjadi swabakar, pengaturan
ventilasi dapat dilakukan dengan mudah, untuk tidak membiarkan
udara buang dari lokasi bersangkutan mengalir masuk ke permuka
kerja lain, sehingga dapat melakukan tindakan dengan mudah karena
tidak diselubungi oleh gas berbahaya.
b. Usakan agar tidak terjadi tekanan ventilasi yang
tinggiApabila ada penyempitan lorong atau memaksa melewatkan jumlah
udara yang besar, akan terjadi tekanan deferensial ventilasi yang
tinggi, yang antara lain memacu terjadinya kebocoran udara.1).
Tempat yang penampang lorongnya menyempit akibat tekanan batuan,
segera diperlebar atau udara ventilasi ditahan pada jumlah yang
sesuai.2). Apabila bermaksud menambah jumlah udara sebagai tindakan
terhadap gas dan temperatur, usahakan jangan berlebihan. Kalau
perlu, pikirkan kemungkinan jalur ventilasi yang lain.3).
Mengurangi frekuensi perubahan tekanan deferensial ventilasi. Bukan
saja pada waktu mengubah jumlah udara kipas angin utama atau
melakukan perubahan besar terhadap ventilasi, tetapi pada waktu
melakukan perubahan kecil terhadap ventilasi juga, tekanan
deferensial ventilasi secara lokal dapat berubah, sehingga perlu
perhatian yang cukup mengenai kemana larinya udara bocor.
5. Penutupan (sealing)Penutupan (sealing) dimaksudkan untuk
menutup secara rapat daerah jalan keluar tambang (mined out area)
sehingga mencegah udara masuk atau juga untuk tujuan lainnya yaitu
untuk perlindungan terhadap jalan-jalan tambang dari peledakan atau
pencegahan kebcran udara secara permanent atau sementara.Ada
beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan dalam rangka pemilihan
lokasi penutupan lobang bekas tambang (sealing location) adalah:a.
Pilih lokasi yang mudah untuk penempatan ventilasi localb. Pilih
lokasi yang kecil kemungkinan kejadian kebocoran udara (cirinya:
atapnya baik, tidak ada rekahan, tekanan pada atap terowongan
terkecil)c. Pilih lokasi yang ada ruang (space) untuk penempatan
penutup tambahan (additional seals)d. Pilih lokasi yang
memungkinkan dan mudah dalam lalu lintas membawa bahan-bahan
penutup dan memungkinkan pula pembuatan kisi-kisi ruang sekecil
mungkin.
Pilar batu bara sisa setelah selesai penambangan, sebaiknya
disekat (ditutup rapat), di mana penyekatan dilakukan dengan
mengalirkan material pengisi berupa fly ash dengan patokan 2~4
bulan setelah selesai penambangan. Kemudian lorong yang tidak
diperlukan juga perlu disekat secara terencana, di mana rongga lama
dan tambang bawah tanah lama di bagian dalam penyekatan diisi
dengan lumpur dari preparasi batu bara dan lain-lain.
Gambar 7Konstruksi Penyekatan Lorong Bekas Penambangan
6. Tindakan Pencegahan Pada Lorong Di Dalam Lapisan Batu
BaraUntuk lokasi yang perlu diwaspadai, dilakukan penyelidikan
kondisi aktual lapangan (kondisi lorong, kondisi ventilasi dan
hasil pengkuran), dan apabila diperlukan, dilaksanakan injeksi
dinding batu bara, back filling penyangga dan penyemprotan torkret
mortar (adukan semen), baik sendiri-sendiri maupun secara
kombinasi, sebagai tindakan pencegahan udara bocor, dengan
kombinasi serbuk batuan, fly ash, lumpur (sludge) dari preparasi
batu bara dan semen.
Gambar 8Injeksi Belakang Penyangga dan Dinding Batubara
BAB IVPENANGGULANGAN BENCANA SWABAKAR BATUBARA
Apabila ternyata terjadi kebakaran di dalam tambang, maka
sebelum menimbulkan efek yang lebih luas, harus diambil langkah
penanggulangannya secara terpadu. Oleh karena itu kepala pengawas
keselamatan kerja tambang bawah tanah senantiasa mempelajari cara
penanganan, melaksanakan pendidikan dan latihan bagi pihak yang
berkepentingan, sehingga dapat dipersiapkan sistem penanggulangan
bencana yang dapat bekerja secara cepat dan tepat.
A. Pelaporan Kejadian dan Reaksi Tahap AwalPelaporan terhadap
terjadinya sumber api kebakaran merupakan bagian yang sangat
penting guna menginformasikan kejadian kebakaran di dalam tambang.
Laporan sangat diperlukan untuk mendapatkan informasi yang jelas
sehingga dapat diproses dengan tepat. Penemu sumber api di dalam
tambang harus melaporkan kejadian kepada kepala pengawas
keselamatan kerja sesegera mungkin melalui alat komunikasi yang
tersedia. Melaporkan seluruh kejadian yang diamati kepada kepala
pengawas keselamatan kerja dan menunggu perintah untuk melakukan
suatu tindakan penanggulangan terhadap bencana tersebut.Bila
menemukan sumber api atau panas di dalam tambang, walaupun sebagian
dalam keadaan menyala dan lokasinya belum begitu luas maka yang
paling efektif adalah melakukan pemadaman api langsung tanpa
membuang waktu. Kadang kala timbulnya api kebakaran disertai pula
oleh adanya bahaya bencana sekunder seperti ledakan gas dan debu
batubara, sehingga mengakibatkan bencana secara beruntun meliputi
wilayah yang lebih luas lagi. Oleh karena itu, tindakan penanganan
terhadap bencana tambang bawah tanah harus dilaksanakan dengan
sikap ekstra hati-hati dan mempersiapkan sistem evakuasi
penyelamatan diri melalui pembangunan sarana tempat pengungsian di
dalam tambang yang dapat menghindarkan diri dari bencana kebakaran
tambang. Beberapa tindakan yang perlu dipertimbangkan bagi pengawas
keselamatan tambang dalam rangka pengendalian terhadap bencana
kebakaran tambang bawah tanah antara lain:a. Lakukan tindakan tepat
dan segera bila indikasi menunjukkan potensi yang dapat
memungkinkan terjadinya bencana kebakaran melalui tindakan pemadam
api secara langsung pada sumber nyala api untuk mencegah kebakaran
yang lebih luas. Pemadaman api pada tahap awal bila lokasi sumber
nyala api bisa didekati ini dapat dilakukan secara langsung tanpa
membuang waktu bila situasi yang terjadi seperti berikut ini :
Nyala api tahap awal, dengan taraf baru mulai mengeluarkan asap.
Area swabakar relatif kecil dan sumber api dekat dengan lorong
(jalur evakuasi terjamin). Gas mudah nyalanya sedikit, sehingga
tidak ada bahaya ledakan. Walaupun apinya membesar, tidak ada
kekhawatiran menyebar ke zona lain. Tidak ada bahaya lepas kontrol
akibat ambrukan dan lain-lain pada saat menyingkirkan sumber
api.Namun apabila lokasi sumber nyala api tidak bisa didekati
misalnya di area bekas penambangan (gob area), sehingga sulit untuk
memadamkan api secara langsung maka perlu diambil tindakan seperti
berikut ini : Menentukan zona peringatan dan memperhatikan tindakan
terhadap bawah angin. Menentukan posisi serta metode pengamatan dan
pengukuran untuk mengetahui kondisi dan perubahan secara rinci.
Menyiapkan material dan tenaga kerja dengan asumsi situasi
memburuk. Melakukan tindakan pencegahan udara bocor (membentang
papan, penyekatan, injeksi fly ash dan cement milk) Mengambil
tindakan pemutusan suplai udara dan pendinginan, melalui
penyekatan, injeksi air dan lain-lain.b. Segera umumkan perintah
pengosongan lokasi tambang, yakni pengungsian seluruh pekerja
tambang, kecuali petugas penyelamat atau penolong keadaan darurat.
c. Mempersiapkan jalur evakuasi ke tempat pengungsian sementara
atau pembukaan pintu-pintu jalur keluar tambang untuk penyelamatan
pekerja, pengaliran air untuk penyiraman atau tindakan penting
lainnya.
B. Tindakan Pemadaman Api KebakaranKebakaran yang terjadi dapat
berkembang pada lokasi yang lebih luas, sehingga sesegera mungkin
dilakukan pemadaman api kebakaran untuk mencegah perambatan ke
lokasi yang lebih luas. Cara-cara untuk melakukan pemadaman api
kebakaran di dalam tambang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Metode pemadaman api langsungJika sumber api sudah menyebar
luas, perlu diputuskan dengan hati-hati, sambil mempertimbangkan
kemungkinan terjadi bencana sekunder.a. Penyingkiran sumber
apiMenyingkirkan bagian penimbul panas untuk mencegah penyebaran,
dan bersama itu batu bara penimbul panas dan sekelilingnya
didinginkan dengan air.b. Penyiraman airMerupakan cara yang paling
pasti, pada waktu batu bara bertemperatur tinggi, dapat terjadi uap
air secara tidak normal, sehingga perlu melakukan komunikasi dengan
orang-orang di bawah angin (leeward).c. Alat pemadam
kebakaranPemadam kebakaran yang digunakan adalah alat pemadam
kebakaran sistem mobile untuk pemadaman api tahap awal, tetapi
karena kemampuannya kecil, perlu disiapkan jumlah yang memungkinkan
pemakaian berturut-turut.d. Pelingkupan dengan benda yang tidak
terbakarIni adalah cara pemadaman api melalui pemutusan suplai
udara dengan melingkupi benda penimbul api, memakai serbuk tidak
terbakar yang mudah diperoleh di sekitarnya, seperti pasir, serbuk
batuan dan fly ash.e. Metode injeksiJika bagian penimbul panas
berada jauh dan dalam, di tempat yang diduga merupakan bagian
penimbul panas ditancapkan pipa, kemudian dinjeksi dengan air.f.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari segi keselamatan, dalam rangka
pemadaman api. Dibuat sedemikian rupa, agar dapat melakukan
kegiatan pemadaman api tanpa terselubung oleh gas berbahaya. Gas
mudah nyala dibuat menjadi sedikit, agar tidak ada bahaya
pembakaran dan ledakan. Menjaga jalur evakuasi jangan sampai
terputus pada waktu nyala api tiba-tiba membesar. Dijaga agar tidak
ada bahaya ambruk dan lain-lain yang menyertai kegiatan pemadaman
api. Perlu diketahui, bahwa api bisa juga menyerbu ke atas angin
(windward)
2. Metode pemadaman api tidak langsungWalaupun sudah jelas dapat
diperkirakan sedang terjadi pembangkitan panas atau nyala api,
tetapi jika sulit untuk memadamkan api secara langsung, misalnya
karena posisi sumber api yang tidak jelas, atau sumber panas berada
di dalam gob yang sangat luas, atau ada bahaya ledakan gas karena
nyala api yang kuat, maka dalam hal ini api dipadamkan melalui
penyekatan (sealing) zona tersebut, untuk memutuskan ventilasi,
sehingga suplai oksigen terhenti.a. Pemadaman api dengan penyekatan
(sealing)Pada waktu melakukan pemadaman api dengan penyekatan di
tambang batu bara yang banyak gas mudah nyala, perlu menjalankan
tindakan berikut ini. Melaksanakan tindakan untuk melindungi para
pekerja dari bahaya ledakan gas di dalam. Waktu yang dimiliki
hingga tindakan pencegahan bahaya ini selesai dilakukan, digunakan
untuk menyingkirkan gas mudah nyala dan debu batu bara, serta
melaksanakan segala upaya agar tidak terjadi ledakan, namun dengan
asumsi ada sumber api. Untuk melakukan pemutusan ventilasi melalui
penyekatan permanen, diperlukan waktu yang cukup lama sampai
pekerjaan rampung. Oleh karena itu, untuk maksud menghalangi suplai
udara yang tidak terkontrol kepada sumber api selama waktu itu,
pertama-tama dilakukan penyekatan sementara.Tentu saja, penyekatan
sementara sebaiknya mempunyai kekedapan udara yang tinggi. Namun,
yang lebih penting lagi adalah merampungkan pekerjaan dengan cepat.
Beberapa metode penyekatan yang dimaksud tersebut adalah sebagai
berikut :1) Pemasangan papan dan plastikMerentang film plastik
untuk mencegah udara bocor, dan celah-celahnya ditutup dengan
lempung atau mortar. Karena akan diikuti oleh penyekatan permanen,
sebaiknya dipasang sedekat mungkin ke sumber api.2) Kantong
udaraKantong udara yang disimpan di tambang bawah tanah, diset pada
posisi yang direncanakan, kemudian dikembangkan dengan udara tekan
untuk menutup seluruh lorong, hingga dapat memutus ventilasi.
Pemasangannya dapat dilakukan oleh sedikit orang, tingkat terkena
bahaya juga rendah, kekedapan udaranya juga tinggi tergantung dari
cara pencegahan kebocoran udara, dan ketahanan terhadap tekanan
juga lumayan, sehingga akhir-akhir ini digunakan secara luas dengan
hasil yang baik.b. Pemadaman api dengan pembanjiranMerupakan cara
yang paling pasti untuk mengendalikan api yaitu apabila seluruh
sumber api pada saat kebakaran tambang bawah tanah dan swabakar
dibanjiri air. Pada waktu api tidak bisa dipadamkan dengan berbagai
cara lain, pembanjiran dilakukan sebagai cara darurat.Apabila
sumber api berada di lokasi terendah pada zona tersebut, jumlah air
yang diperlukan juga sedikit, waktu yang diperlukan juga singkat
dan kerugian yang ditimbulkan juga sedikit, namun kebanyakan sumber
api meliputi daerah yang luas. Sehingga kerusakan lokasi
pembanjiran menjadi besar, di mana pemulihannya sangat sulit dan
memerlukan biaya yang amat besar, bahkan dalam keadaan yang paling
parah adakalanya tambang terpaksa ditutup.Oleh karena itu, apabila
menemukan sumber nyala api, yang penting adalah mencurahkan segala
kemampuan pada penanganan dini, yaitu berusaha melakukan pemadaman
api langsung dan pemadaman api dengan penyekatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kiyoshi Higuchi, 2003, Mechanism & Prevention Technology
of Spontaneous Combustion of Coal ,
2. New Energy Development Organizatin (NEDO), 2001 Prevention of
spontaneous combustion of coal
3. Banerjee, S., C, 1985, Spontaneous Combustion of Coal and
Mine Fires. Hal. 10 25Balai Diklat Tambang Bawah Tanah
MicroTeachingPusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara