BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan pada tanaman dimulai pada saat zigot terbentuk.
Didalam biji, zigot mengalami pertumbuhan akibat adanya suplai
makanan antara lain dari keeping biji atau kotiledon. Jika kondisi
lingkungan tempat biji menguntungkan misalnya cukup banyak air,
biji tersebut akan berkecambah. Rentang waktu sampai biji
berkecambah ini dinamakan masa dormansi yang lamanya tidak sama
pada setiap biji. Proses pertumbuhan dan perkembangan adalah
peristiwa yang bertanggung jawab terhadap perubahan biji menjadi
tumbuhan. Adapun perkembangan diawali dari peristiwa diferensiasi
organ hingga tampak perbedaan struktur dan fungsi masing-masing
organ. Peristiwa ini menyebabkan pada organisme yang semakin
kompleks. Biji akan menjadi dewasa dalam buah. Setelah biji matang
dan buah dikeluarkan, biasanya biji dalam keadaan dorman untuk
waktu yang lama atau yang pendek saja. Apabila dormansi ini dapat
dihalangkan, maka terbentuk giberelin dan sitokinin yang digunakan
untuk mengungguli efek kerja penghambat pertumbuhan, sehingga
pertumbuhanpun dapat dimulai. Kalau pada saat tersebut diberi air
maka biji pun akan berkecambah. (Rahayu.2008)
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan
kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya.
Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit
biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi
embrio. (Rahayu.2008)
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau
perawatan awal pada biji, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi,
serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam. Upaya
ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis, mekanis, maupun
kimia. (Rahayu.2008)
Jika pematahan dormansi telah terjadi maka proses selanjutnya
yang terjadi pada biji adalah perkecambahan, perkecambahan
merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan embrio. Dari gambaran
teori diatas maka untuk dapat mengetahui pengaruh berbagai macam
perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji berkulit keras,
dilakukan percobaan pada biji asem. Biji tersebut diberi perlakuan
yang berbeda namun ditanam pada media yang sama, yang selanjutnya
media tersebut digunakan sebagai salah satu kontrol.
(Rahayu.2008)
Berdasarkan uraian diatas kami melakukan praktikum dormansi yang
berhubungan dengan pemcahan dormansi. Sehingga, laporan praktikum
ini berjudul Pemecahan Dormansi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut:
Bagaimana pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi biji berkulit keras (biji asem)?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas didapatkan tujuan praktikum
sebagai berikut :
Untuk mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap
pemecahan dormansi biji berkulit keras (biji asem).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan
kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya.
Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit
biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi
embrio. (Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008)
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau
perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan
dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang
seragam. Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis,
mekanis, maupun kimia. Jika pematahan dormansi telah terjadi maka
proses selanjutnya yang terjadi pada biji adalah perkecambahan.
(Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008)
Dormansi biji berhubungan dengan usaha biji untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan
untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada
kulit biji maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk
berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang
sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses
perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan
untuk mengatasi dormansi embrio. (Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008)
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori
berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.
A. Faktor penyebab dormansi
1. Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif
karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan.
2. Imnate dormancy (rest): dormansi yang disebabkan oleh keadaan
atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri. (Rahayu, Yuni
Sri, dkk, 2008)
B. Mekanisme dormansi di dalam biji
1. Fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan
oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
a. Mekanis : Embrio tidak berkembang karena dibatasi secara
fisik.
b. Fisik : Penyerapan air terganggu karena kulit biji yang
impermeabel.
c. Kimia : Bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
Mekan (Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008)
2. Fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan
dalam proses fisiologis; terbagi menjadi:
a. Photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh
keberadaan cahaya
b. Immature embrio: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh
kondisi embrio yang tidak/belum matang
c. Thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh
suhu. (Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008)
C. Ciri biji yang mengalami dormansi
1. Jika kulit dikupas, embrio tumbuh.
2. Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan
suhu rendah.
3. Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses
perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah
lagi.
4. Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun
semai tumbuh kerdil. akar keluar pada musim semi, namun epicotyl
baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu
musim dingin). (Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008)
D. Tipe dormansi
1. Dormansi fisik
Dormansi fisik yaitu dormansi yang terjadi pada biji karena
keadaan fisik yang menyebabkan pembatas struktural tiap
perkecambahan, seperti kulit biji yang keras dan kedap, sehingga
menjadi penghalang terhadap masuknya air atau gas pada beberapa
jenis tanaman, (Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008) Ada beberapa tipe
dormansi fisik yaitu :
a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Dalam hal ini pengambilan air terhalang oleh kulit biji yang
mempunyai struktur terdiri atas lapisan sel-sel serupa palisade
berdinding tebal terutama di permukaan paling luar dan bagian
dalamnya mempunyai lapisan lilin dari bahan kutikula.
b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Beberapa jenis biji tetap dalam keadaan dorman disebabkan oleh
kulit bijinya yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan dari
embrio. Jika kulit biji dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan
segera.
c. Permeabilitas yang rendah dari kullt biji terhadap
gas-gas
Keadaan dormansi biji bisa disebabkan o1eh impermeabilitas kulit
biji terhadap oksigen. Perkecambahan akan terjadi apabila kulit
biji dibuka atau jika tekanan oksigen di sekitar biji ditambah.
Kebutuhan oksigen untuk perkecambahan lebih besar pada biji bagian
atas daripada bagian bawah dan kebutuhan oksigen ini dipengaruhi
oleh temperatur.
2. Dormansi fisiologi
Dormansi fisiologis yaitu suatu keadaan dormansi yang disebabkan
oleh kondisi fisiologis biji tersebut yang menjadi penghalang
perkecambahannya. Hal ini dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme,
umumnya dapat juga disebabkan oleh zat pengatur tumbuh baik
penghambat tumbuh maupun perangsang tumbuh, dapat juga disebabkan
oleh faktor-faktor dalam seperti immatury, ketidaksamaan embrio,
dormansi sekunder, dan hambatan metabolisme dari embrio. (Rahayu,
Yuni Sri, dkk, 2008)
E. Teknik pemecahan dormansi
Dipandang dari segi ekonomis, terdapatnya keadaan dormansi pada
biji dianggap kurang menguntungkan. Biji yang telah masak dan siap
untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh
yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses
perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan
untuk mengatasi dormansi embrio. (Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008)
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau
perawatan awal pada biji, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi,
serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam
(Schmidt, 2000). Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara
fisis, mekanis, maupun kimia. Hartmann (1997) mengklasifikasikan
dormansi atas dasar penyebab dan metode yang dibutuhkan untuk
mematahkannya.
Oleh karena itu, diperlukan cara-cara agar dormansi biji dapat
dipecahkan atau sekurang-kurangnya lama dormansinya dapat
dipersingkat, beberapa cara yang telah diketahui adalah:
1. Perlakuan mekanis
Perlakuan mekanis umumnya dipergunakan untuk memecahkan dormansi
biji yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap
air atau gas, resistensi mekanis kulit perkecambahan yang terdapat
pada kulit biji.
Perusakan kulit biji, mencakup cara-cara seperti mengikir atau
menggosok kulit biji dengan kertas amplas, melubangi kulit biji
dengan pisau, perlakuan impaktion (goncangan) untuk biji-biji yang
memiliki sumbat gabus. Semua cara tersebut bertujuan untuk
melemahkan kulit biji yang keras, sehingga lebih permeabel terhadap
air atau gas. (Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008)
Tekanan, pemberian tekanan pada biji akan mengakibatkan kulit
biji menjadi lebih lentur dimana efeknya akan terlihat setelah
biji-biji tersebut dikeringkan dan disimpan, perubahan yang terjadi
adalah permeabilitas kulit terhadap air akan meningkat (Sutopo,
1998).
2. Perlakuan kimia
Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sering pula
dilakukan untuk mematahkan dormansi pada biji. Tujuannya adalah
untuk menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada
waktu proses imbibisi. Bahan kimia ini antara lain asam sulfat
pekat, asam nitrat, potasium hidroksida, asam hidrokolit, potasium
nitrat dan tiourea. (Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008)
3. Perlakuan perendaman dengan air
Perendaman dalam air tergenang atau mengalir merupakan metode
untuk pencucian zat-zat yang menghambat dalam buah dan biji. Metode
ini lebih mudah dibandingkan metode-metode yang lain namun sangat
lambat untuk mengatasi dormansi fisik dan ada resiko besar bahwa
biji akan mati jika dibiarkan dalam air sampai seluruh biji menjadi
permeabel. (Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008)
4. Perlakuan pemberian temperatur tertentu
Banyak biji terutama biji spesies Rosaceae seperti buah batu
(persik, perm, ceri), berbagai pohon gugur daun lainnya, konifer,
dan beberapa herba spesies Polygonum tidak akan berkecambah kalau
bijinya tidak terpapar pada suhu dan oksigen rendah dalam kondisi
lembah selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Perubahan yang
berlangsung dalam biji selama berlangsung pendinginan adalah
embrio, beberapa spesies tumbuh dengan cepat dengan memindahkan
senyawa karbon dan nitrogen di sel penyimpan makanan. Gula
terhimpun dan hal ini mungkin diperlukan sebagai sumber energi dan
untuk menarik air secara osmosis, yang selanjutnya menyebabkan
perkecambahan (Salisbury, 1995).
5. Perlakuan dengan menggunakan hormon
Gardner dkk, (1991), mengemukakan bahwa peranan hormon auksin
dalam perkecambahan meliputi : Peningkatan dalam sintesis
nukleotida DNA dan RNA, hal ini dikarenakan auksin mampu
mengendalikan aktifitas gen, proses selanjutnya terjadi transkripsi
berulang DNA menjadi m-RNA yang diikuti oleh translasi m-PNA
menjadi enzim sehingga terjadi peningkatan produksi enzim dan
sintesis protein (Salisbury, 1995). Di samping itu keuntungan
pemakaian zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah mempercepat keluarnya
akar bagi tanaman muda, memperbaiki sistem perakaran, membantu
penyerapan unsur hara dari dalam lanah, memperkaya pertumbuhan
vegetatif, mencegah gugurnya daun, bunga dan buah serta mempercepat
kematangan buah dengan warna yang seragam dan kualitas yang tinggi
(Lingga, 1989). Beberapa senyawa merangsang proses metabolik selama
perkecambahan tanpa terkait langsung dengan dormansi. Jenis hormon
yang sama sebagai contoh kadang terlibat dalam proses pelepasan
dormansi dan perkecambahan. Pengaruh perangsang perkecambahan
seringkali ditemukan pada suhu-suhu perkecambahian yang tidak
optimal (Schmidt, 2002).
PhotoperiodisitasRespon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh
temperatur:a. Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam
gelapb. Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya
untuk berkecambah c. Pemberian temperatur >350C : perkecambahan
biji dihambat dalam gelap atau terangKebutuhan akan cahaya untuk
perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah.
Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat
digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan randu
giberelin. (Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian praktikum ini adalah penetian eksperimental karena
menggunakan variabel-variabel untuk melakukan perlakuan saat
percobaan.
B. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam praktikum ini adalah
sebagai berikut :
1. Variabel kontrol : Biji saga.
2. Variabel manipulasi : 10 Biji saga yang direndam dalam asam
sulfat, 10 biji saga yang diamplas bagian kulit kerasnya, 10 biji
yang lain yang hanya dicuci dengan air
3. Variabel respon: Pertumbuhan perkecambahan biji saga.
C. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Kertas amplas
b. Pot
c. Gelas kimia
2. Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Biji asam
b. Asam sulfat pekat
c. air
D. Langkah Kerja
Langkah kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Siapkan bahan dan alat yang diperlukan
2. Sediakan 30 biji asam.
a. 10 biji rendam dalam asam sulfat pekat selama 5 menit,
kemudian cuci dengan air.
b. 10 biji yang lain hilangkan bagian yang tidak ada lembaganya
dengan menggunakan kertas amplas dan mencuci dengan air
c. Ambil 10 biji yang lain kemudian cuci dengan air
3. Tanam ketiga kelompok biji tersebut pada pot yang bermedia
tanam tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1. Usahakan kondisi
penanaman biji dalam keadaan sama untuk ketiga pot.
4. Amati perkecambahan untuk ketiga pot tersebut setiap hari
selama 14 hari. Bila tanahnya kering lakukan penyiraman.
5. Buatlah tabel pengamatan kecepatan perkecambahan dari hasil
pengamatan saudara.
E. Alur Kerja
(30 biji mengalami perlakuan yang berbeda. 10 biji direndam di
asam sulfat pekat selama 5 menit, 10 biji diamplas dan 10 biji
dicuci dengan air.)
(Biji yang diberi perlakuan yang berbeda tersebut di dalam pot
yang memiliki media tanam tanah dan pasir yang memiliki
perbandingan 1:1 dengan perlakuan yang sama.)
(Biji diamati selama 14 hari selama perkecambahan biji untuk
ketiga pot yang bijinya memiliki perlakuan yang berbeda. Hasil
pengamatan dicatat di tabel pengamtan)
BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Tabel
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam praktikum, dibuat tabel
sebagai berikut:
Tabel 1. Pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan
dormansi biji asam
Hari ke
Banyaknya biji yang tumbuh pada perlakuan
Diamplas
Direndam H2SO4
Dicuci dengan air
1
-
-
-
2
-
-
-
3
-
-
-
4
-
-
-
5
-
-
-
6
2
-
-
7
1
-
-
8
-
-
-
9
1
2
-
10
-
-
-
11
-
1
-
12
-
1
-
13
-
-
-
14
-
-
-
Total biji
4
4
0
2. Grafik
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam praktikum, dibuat grafik
sebagai berikut:
Histogram 1. Pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap
pemecahan dormansi biji asam.
Keterangan :
Nilai X adalah Perlakuan
Nilai Y adalah Waktu (Hari)
B. Analisis
Berdasarkan tabel dan histogram diatas didapatkan hasil biji
yang cepat tumbuh ada pada biji yang diberi perlakuan diamplas.
Biji yang diamplas tumbuh pada hari ke 6 sedangkan biji yang diberi
perlakuan lain tumbuh lebih lama. Misalnya pada biji yang diberi
perlakuan direndam dalam larutan H2SO4 , biji tumbuh pada hari ke 9
dan pada biji yang diberi perlakuan dicuci dengan air, biji sama
sekali tidak tumbuh.
Biji yang diamplas tumbuh sebanyak 2 biji pada hari ke 6,
kemudian tumbuh satu biji pada hari ke 7 dan hari ke 9 sehingga
total biji yang tumbuh sebanyak 4 biji. Biji yang diberi perlakuan
dengan direndam larutan H2SO4 biji awal tumbuh sebanyak 2 biji pada
hari ke 9 dan tumbuh satu biji pada hari ke 11 dan hari ke 12,
sehingga jumlah biji yang tumbuh sebanyak 4 biji.
C. Pembahasan
Dormansi fisik yaitu dormansi yang terjadi pada biji karena
keadaan fisik yang menyebabkan pembatas struktural tiap
perkecambahan, seperti kulit biji yang keras dan kedap, sehingga
menjadi penghalang terhadap masuknya air atau gas pada beberapa
jenis tanaman. (Rahayu, Yuni Sri, dkk, 2008)
Biji asam termasuk kedalam biji yang berkulit keras dan kedap
terhadap air dan udara. Sehingga, kulit biji ini menjadi faktor
utama penghalang perkecambahan biji asam. Oleh karena itu,
praktikum ini dengan menggunakan 3 perlakuan pada tiap 10 biji asam
untuk mengetahui pemecahan dormansi yang sesuai. 3 perlakuan itu
adalah 10 biji pertama direndam dengan larutan H2SO4, 10 biji ke
dua kulit biji diamplas dan 10 biji ke tiga hanya dicuci dengan
air. Berdasarkan hasil praktikum biji yang diamplas lebih cepat
tumbuh daripada biji yang di rendam dengan H2SO4 dan dicuci dengan
air. Biji yang diamplas tumbuh pada hari ke 6 sebanyak 2 biji dan
biji yang direndam H2SO4 tumbuh pada hari ke 9 sebanyak 2 biji.
Kemudian biji yang dicuci dengan air tidak mengalami
pertumbuhan.
Biji yang diamplas dan direndam H2SO4 dapat tumbuh karena kulit
biji yang keras telah dihilangkan sehingga air dan udara bisa
dengan mudah masuk kedalam biji. Namun pada biji yang diberi
perlakuan dicuci dengan air saja ini tidak mengalami pertumbuhan
karena biji masih memiliki kulit yang keras dan kedap terhadap air
dan udara.
Biji yang diamplas dapat tumbuh dengan cepat karena kulit biji
tersebut tidak benar-benar hancur atau hilang sehingga biji masih
dapat terlindungi dengan baik. Sehingga biji yang diamplas dapat
tumbuh dengan cepat. Sedangakan pada biji yang diberi perlakuan di
rendam dengan larutan H2SO4 biji tumbuh lebih lama daripada bij
yang diamplas karena biji yang direndam H2SO4 kulit biji hilang
seutuhnya hanya tinggal endosperm dan embrio. Embrio pada biji yang
direndam H2SO4 tidak mendapat perlindungan dari integumen sehingga
tumbuh lebih lama daripada biji yang diamplas.
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum ini adalah perlakuan biji asam yang
diamplas mempercepat pertumbuhan atau perkembangan biji asam. Hal
ini karena kulit biji asam yang keras dan kedap telah
dihilangkan.
B. SARAN
Pengamatan biji perlu dilakukan setiap hari
Perendaman H2SO4 jangan sampai lebih dari 5 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, Yuni Sri, dkk. 2008. Petunjuk Praktikum Fisiologi
Tumbuhan. Surabaya: UNESA-University Press.
Salisbury, B. Frank.1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung:
ITB-Bandung.
Soerodikoesoemo, Wibisono.1993. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud
LAMPIRAN
Biji asam yang akan diberi perlakuan
Biji diberi perlakuan dengan perendaman H2SO4
Hasil dari perendaman H2SO4
Biji yang diberi perlakuan diamplas
Biji yang telah diberi perlakuan ditanam didalam media tanam
Hasil biji yang tumbuh pada perlakuan perendaman H2SO4
Hasil biji yang tumbuh pada perlakuan diamplas
Hasil biji yang diberi perlakuan dicuci dengan air
Series 1diamplasdirendam H2SO4dicuci dengan air690
FISIOLOGI TUMBUHANPage 14