112 BAB V Kajian Teoritik 5.1. Tinjauan tentang Sekolah Menengah Kejuruan 5.1.1. Pengertian Sekolah Menengah Kejuruan Menurut Rupert Evans (1978), pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lainnya. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan terdiri dari Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan. (Sumber :Damarjati, Taufiq. 2016. Konsep Pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Diakses dari https://psmk.kemdikbud.go.id/konten/1869/konsep-pembelajaran-di-sekolah-menengah-kejuruan) 5.1.2. Karakteristik Pendidikan Kejuruan (Djojonegoro, 1998) sebagai berikut : 1. Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan diarahkan dan dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja 2. Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan berdasarkan kebutuhan akan dunia kerja 3. Pada pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan mendidik para siswa untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, dan nilai – nilai dalam dunia kerja 4. Penilaian terhadap siswa berdasarkan kesuksesan siswa dalam dunia kerja 5. Sekolah Menengah Kejuruan memiliki hubungan erat terhadap dunia kerja 6. Sekolah Menengah Kejuruan dapat mersepon dan mengantisipasi kepada kemajuan teknologi 7. Sekolah Menengah Kejuruan di tekankan pada teori dan praktek 8. Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktik
16
Embed
BAB V Kajian Teoritik 5.1. Tinjauan tentang Sekolah ...repository.unika.ac.id/19456/6/12.11.0065 TRI SLAMET...112 BAB V Kajian Teoritik 5.1. Tinjauan tentang Sekolah Menengah Kejuruan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
112
BAB V Kajian Teoritik
5.1. Tinjauan tentang Sekolah Menengah Kejuruan
5.1.1. Pengertian Sekolah Menengah Kejuruan
Menurut Rupert Evans (1978), pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem
pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu
kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan
lainnya. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15, pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik
terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan terdiri dari
Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan.
(Sumber :Damarjati, Taufiq. 2016. Konsep Pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat
Dalam mendesain bukaan, terdapat beberapa hal yang harus diperhaikan
yaitu
a. Dimensi Bukaan
Penyegaran udara dipengaruhi oleh kecepatan aliran udara. Sehingga jika
lubang masuk udara (inlet) lebih besar daripada lubang keluarnya (outlet), maka
kecepatan aliran udara akan berkurang dan sebaliknya. Berikut merupakan rasio
peningkatan aliran udara dengan dimensi bukaan.
Tabel 47. Rasio Peningkatan Dimensi Bukaan
Sumber: Latifah, Nur Laela, Harry Perdana, Agung Prasetya,Oswald P. M Siahaan. Jurnal Kajian Kenyamanan Termalpada Bangunan Student Center Itenas Bandung. InstitutTeknologi Nasional
Gambar 62. Pengaruh Dimensi Bukaan pada Pergerakan Angin Sumber: Frick, Heinz dan FX. Bambang Suskiyatno. 1998. Dasar-Dasar Eko-Arsitektur Seri Eko-
Arsitektur 1.
Selain dimensi, bukaan yang menggunakan kanopi juga dapat
mempengaruhi pergerakan angin ke dalam bangunan. Jika menggunakan kanopi
maka aliran udara akan terpusat ke area langit-langit atap.
Rasio Peningkatan (%) 1 : 1 0
1,1 : 1 17,5 2 : 1 26
124
Gambar 63Perbedaan Bukaan dengan dan tanpa Kanopi
Sumber: Melaragno, Michele. 1982. Wind in Architecturaland Environment Design.
b. Letak dan Orientasi Bukaan
Angin akan membentuk daerah bertekanan tinggi pada sisi hulu angin.
Angin akan berhembus mengelilingi bangunan dan membentuk daerah
bertekanan rendah pada sisi samping dan sisi hilir angin.
Pada bangunan sederhana (rumah), aliran udara bergerak pada ketinggian
tubuh. Namun pada bangunan bertingkat banyak, aliran udara bergerak di langit-
langit. Selain itu, untuk semakin memaksimalkan pergerakan angin, maka dapat
diterapkan sistem cross ventilation dimana terdapat bukaan pada kedua sisi
bangunan agar angin dapat lebih mudah masuk dan keluar.
Gambar 64 Pengaruh Letak Bukaan dan Pergerakan Angin
Sumber: Frick, Heinz dan FX. Bambang Suskiyatno. 1998. Dasar- Dasar Eko-Arsitektur
Letak lubang masuk udara selalu mempengaruhi aliran udara, sedangkan
letak lubang keluar hanya memiliki pengaruh kecil.
Gambar 65. Perbedaan Perletakkan dan Orientasi
Bukaan Mengakibatkan Pola dan Kecepatan Udara yang Berbeda
Sumber: Melaragno, Michele. 1982. Wind in Architectural and Environment Design.
c. Tipe Bukaan Tipe bukaan dapat mempengaruhi arah aliran udara ke dalam bangunan.
125
Gambar 66. Tipe Bukaan
Sumber: Beckett, HE. 1974. Godfrey, JA.
Selain itu, tipe bukaan juga mempengaruhi pencahayaan alami yang masuk
ke dalam ruangan dengan memunculkan kesan psikologis tertentu.
Gambar 67. Gambar(1): Menimbulkan kesan tertutup; Gambar(2): Menimbulkan kesan ketegangan
antara cahaya dan kegelapan; Gambar(3): Menimbulkan kesan picik tetapi tentram
Sumber: Frick, Heinz dan FX. Bambang Suskiyatno. 1998.
5.8. Material Bambu
Pada umumnya bagian bangunan yang dapat di buat dari bambu jauh lebih
murah di bandingkan dengan bahan bangunan lainnya. bambu dapat didapatkan
hampir di seluruh Indonesia bambu adalah ramuan penting sebagai pengganti kayu
bagi penduduk desa. (Sumber : Frick, Heinz dan Ch. Koesmartadi.1999. Ilmu Bahan Bangunan,
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.)
5.7.1. Jenis bambu
Bambu banyak macamnya tetapi hanya empat macam saja yang dapat dianggap
sebagai jenis bambu yang paling penting sebagai berikut :
1. Bambu tali amat liat, ruas panjang dan mempunyai garis tengah 4-8 cm,
panjang batang 6 -13 m
2. Bambu petung amat kuat, ruasnya pendek, tetapi tidak begitu liat. Garis
tengah bambu petung 8-13 cm, panjang batang 10 – 18 m
126
3. Bambu duri juga kuat dan besar seperti bambu petung ruasnya pendek.
Bagian luar halus dan licin daripada bambu lainnya lagi pula lebih keras
4. Bambu wulung ruasnya sama panjangnya dengan bambu tali akan tetapi
tidak liat. Garis tengah bambu wulung 4-8 cm panjang batang 7-15 m. (Sumber
: Frick, Heinz dan Ch. Koesmartadi.1999. Ilmu Bahan Bangunan, Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.)
5.7.2. Pengawetan bambu
Bambu biasanya kurang tahan lama karena mengandung banyak kanji yang di
sukai rayap. Secara tradisional batang bambu sebelum di gunakan direndam selama
satu bulan di dalam air tawar, air payau, atau air laut yang tenang atau mengalir
sehingga kanji tersebut di cuci atau di hilangkan. Perendaman bambu sebaiknya
dilakukan setelah bambu dikeringkan dalam keadaan berdiri di tempat yang teduh, baru
kemudian di rendam seluruhnya. Bambu yang telah direndam dalam air harus berwarna
pucat dan berbau asam yang khas, sedangkan bila belah di bagian dalam dari ruas
tidak boleh terdapat bulu dalam, seperti terdapat di dalam bambu yang belum
direndam.Selain pengawetan secara tradisional pengawetan bambu dapat dilakukan
dengan bahan kimia dengan dua cara sebagai berikut :
1. Bambu setelah ditebang , daun jangan di hilangkan sebagai pemberi
tanda di dalam proses kemudian bambu di masukkan dalam tong atau bak yang sudah
di beri larutan bahan pengawet (atau solar) bambu diletakkan dalam posisi berdiri
tunggu hingga daun berwarna kekuning – kuningan dengan begitu obat pengawet
sudah masuk ke dalam bambu. Selain direndam pengawetan bambu dapat dilakukan
dengan cara pengulasan maupun penyemprotan
127
2. Bambu setelah ditebang , daun di hilangkan kemudian bambu digantung
terjungkir dengan pangkal di atas dan ujungnya di bawah setelah itu bagian pangkalnya
di tuangkan dengan bahan pengawet. Air yang menetes pada semula merupakan air
pada bambu sendiri. Lama kelamaan air yang menetes dari bambu berubah warna
kekuning – kuningan menyerupai larutan bahan pengawet air yang keluar dari ujung
bambu sudah berwarna demikian proses pengawetan selesai. (Sumber : Frick, Heinz dan
Ch. Koesmartadi.1999. Ilmu Bahan Bangunan, Penerbit Kanisius. Yogyakarta.)
5.7.3. Pengikatan bambu
Sambungan konstruksi bambu secara tradisional dapat dilakukan dengan takikan
pen dan lubang, pasak atau tangkai kayu dan pengikatan. Bahan ikatan tersebut dari
belahan rotan atau bambu dengan kulitnya. Bahan ikatan bambu maupun rotan
biasanya di rendam dalam air sebelum di gunakan sehingga lebih mudah dapat di
kerjakan pada waktu mengikat. Setelah ikatan kering, akan menyusut dan kencang.