Page 1
113
BAB V
ANALISA DATA
5.1 Analisa Hasil Penelitian
5.1.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Selanjutnya dilakukan uji validitas (keabsahan) dan reliabilitas (keandalan)
dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Uji validitas (keabsahan) dapat
diketahui dari kuisioner faktor –faktor perilaku konsumen (customer behavior) dan
nilai-nilai yang diharapkan konsumen (customer value), untuk memastikan bahwa
seluruh item pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki konsistensi
internal untuk mengukur aspek yang sama dalam kuisioner.
Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson
Product Moment. Hasil korelasi (r) Pearson digunakan untuk mendeteksi validitas
dari masing - masing item pernyataan. Item pernyataan dinyatakan valid jika nilai (r)
Pearson lebih besar dari nilai kritis pada tabel (r) Product Moment korelasi Pearson
sesuai dengan derajat kebebasan dan signifikansinya. Hasil pengukuran uji validitas
ditunjukkan pada tabel 5.1
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam penelitian ini
adalah valid. Dimana nilai kritis (r) Product Moment dengan derajat kebebasan
sebesar 50 dan taraf signifikansi sebesar 0,05 adalah 0,235 (lampiran 11). Nilai
koefisien korelasi dari seluruh pertanyaan lebih besar nilai kritisnya, yang berarti
item-item pertanyaan dalam kuisioner telah memenuhi syarat validitas.
113
Page 2
114
Tabel 5.1 Hasil Uji Validitas Untuk X
Variabel Nilai Koefisien
Korelasi Product Moment
Nilai Koefisien Korelasi Product Moment (N = 50; α = 0,05)
Kesimpulan
X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X3.5 X3.6 X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 X4.5 X4.6 X4.7 X4.8 X4.9 X4.10 X4.11 X5.1 X5.2 X5.3 X5.4 X5.5 X5.6 X5.7 X5.8 X5.9
0,304 0,570 0,235 0,333 0,316 0,441 0,906 0,867 0,858 0,736 0,887 0,749 0,487 0,563 0,863 0,639 0,647 0,639 0,698 0,670 0,603 0,637 0,649 0,727 0,732 0,599 0,486 0,350 0,857 0,821 0,864 0,821 0,887 0,257 0,803 0,853 0,857
0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber : Lampiran 5
114
Page 3
115
Tabel 5.2 Hasil Uji Validitas Untuk Y
Variabel Nilai Koefisien
Korelasi Product Moment
Nilai Koefisien Korelasi Product Moment (N = 50; α = 0,05)
Kesimpulan
Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 Y1.6 Y1.7 Y1.8 Y1.9 Y1.10 Y2.1 Y2.2 Y2.3 Y2.4 Y2.5 Y2.6 Y2.7 Y2.8 Y2.9 Y2.10 Y2.11
0,519 0,518 0,577 0,377 0,440 0,715 0,316 0,366 0,274 0,362 0,632 0,615 0,638 0,585 0,279 0,546 0,728 0,320 0,653 0,587 0,438
0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber : Lampiran 5
Uji reliabilitas (keandalan) juga dilakukan pada kedua variabel bebas maupun
variabel tergantung. Dari hasil uji validitas, item-item pernyataan dan indikator yang
dinyatakan valid diukur reliabilitasnya atau keandalannya dengan bantuan program
SPSS ver. 10.0 for Windows. Begitu pula pendapat secara teori menurut Nazir (1983
: 172) suatu alat ukur dinyatakan memiliki reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya,
jika alat tersebut mantap. Dapat diartikan bahwa alat tersebut stabil, dapat diandalkan
(dependability) dan dapat juga diramalkan (predictability).
115
Page 4
116
Uji reliabilitas didasarkan pada nilai Alpha Cronbach (α), jika nilai Alpha
Cronbach (α) lebih besar dari 0,60 maka data penelitian dianggap cukup baik dan
reliable untuk digunakan sebagai input dalam proses penganalisaan data guna
menguji hipotesis penelitian (Maholtra, 1996 : 305). Hasil pengukuran reliabilitas
ditunjukkan pada tebel 5.3.
Tabel 5.3 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Alpha Kesimpulan
X1
X2
X3
X4
X5
Y1
Y2
0,6002
0,8492
0,7977
0,7754
0,7959
0,7047
0,7280
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Sumber : Lampiran 6
Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai
Alpha Cronbach (α) lebih besar dari 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil
pengujian yang telah dilakukan dapat diandalkan (reliabel) untuk dilakukan analisis
lebih lanjut.
116
Page 5
117
5.1.2 Gejala Heterokedastisitas
Pengujian gejala heterokedastisitas dalam persamaan regresi linier berganda
dapat diketahui dengan metode Scatterplot. Menurut Santoso (2000 : 210), gejala
heterokedastisitas dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada
grafik Scatterplot (lampiran 8). Jika terdapat pola tertentu seperti titik-titik yang
membentuk pola teratur seperti pola bergelombang, melebar kemudian menyempit
maka dikatakan terjadi heterokedastisitas. Namun jika tidak terdapat pola yang jelas
dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak
terjadi heterokedastisitas sehingga model regresi tersebut layak digunakan
berdasarkan masukan variabel X terhadap variabel Y.
117
Page 6
118
Gambar 5.1 Scatterplot
Sumber : Lampiran 8
Dari gambar 5.1 terlihat bahwa tidak terdapat pola yang jelas, dimana titik-
titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga model regresi
linier berganda yang dihasilkan tidak terjadi heterokedaktisitas.
5.2 Pengujian Gejala Multikolinieritas
Multikolinieritas dapat diukur dengan nilai Variance Inflation Factor (VIF).
Jika nilai VIF yang diperoleh kurang dari 10, maka dapat dikatakan bahwa
persamaan suatu model penelitian tidak menunjukkan gejala multikolineritas. Untuk
menguji apakah model regresi terdapat korelasi antara variabel bebas dapat
dilakukan dengan melihat tabel 5.4.
118
Page 7
119
Tabel 5.4 Uji Multikolinieritas
Tabel 5.5 Deteksi Gejala Multikolinieritas
Variabel Tollerance VIF
Faktor Kekuatan Image (X1)
Faktor Respon Perusahaan (X2)
Faktor Respon Distributor (X3)
Faktor Value Intrinsik (X4)
Faktor Value Ekstrinsik (X5)
0,878
0,481
0,485
0,334
0,278
1,139
2,078
2,061
2,991
2,478
Sumber : Lampiran 9
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa besaran VIF untuk masing-masing variabel
bebas terlihat berada di bawah angka 10 atau berkisar antara 1 dan 3, demikian pula
nilai tollerance di atas 0,5 atau mendekati 1. Sehingga dapat disimpulkan antar
variabel bebas tidak terjadi korelasi (tidak terjadi multikolinieritas).
119
Page 8
120
5.3 Pengujian Gejala Autokorelasi
Selanjutnya adalah menguji apakah model persamaan regresi linier berganda
yang diperoleh bebas dari tiga asumsi klasik yang sangat berpengaruh terhadap pola
perubahan variabel Y dan variabel X-nya, yaitu :
Untuk mengetahui apakah model persamaan regresi linier berganda tidak
terjadi autokorelasi, maka dapat dilakukan uji Durbin-Watson dengan ketentuan
sebagai berikut (Algifari, 2000 : 89) :
D – W < 1,08 = terdapat autokorelasi
1,08 ≤ D - W ≤ 1,66 = tanpa kesimpulan
1,66 ≤ D - W ≤ 2,34 = tidak ada autokorelasi
2,34 ≤ D - W ≤ 2,92 = tanpa kesimpulan
D - W > 2,92 = terdapat autokorelasi
Dan terdapat asumsi atau pendapat lain yang secara umum digunakan (Santoso :
2002)
- Angka D - W di bawah -2 berarti terdapat autokorelasi positif
- Angka D - W diantara -2 sampai +2 berarti tidak terdapat autokorelasi
- Angka D - W di atas +2 berarti terdapat autokorelasi negatif
Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai Durbin-Watson sebesar 1,868 ≥ 1,66
(lampiran 8). Nilai Durbin-Watson sebesar 1,868 ≥ 1,66 berada pada kriteria 1,66 ≤
D - W ≤ 2,34 berarti model persamaan regresi linier tidak ada autokorelasi.
120
Page 9
121
Tabel 5.6 Uji Autokorelasi
5.4 Pembuktian Hipotesis
Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi linier berganda untuk
melihat pengaruh perilaku konsumen (customer behaviour) yang terdiri dari
kekuatan image (X1), respon perusahaan (X2), respon distributor, retailer dan toko
(X3), dan pengaruh nilai-nilai konsumen (customer value) yang terdiri dari nilai-nilai
intrinsik produk (X4), nilai – nilai ekstrinsik produk (X5) terhadap strategi pemasaran
(Y) di perusahaan Unilever untuk produk pasta gigi Pepsodent. .
Uji pembuktian dari hipotesis dengan terlebih dahulu dilakukan perhitungan
koefisien korelasi yang menyatakan arah dan besar ataupun kuatnya korelasi antara
variabel perilaku konsumen (customer behavior) dan nilai – nilai konsumen
(customer value) dengan variabel strategi pemasaran perusahaan. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan software SPSS (Statistical Product and Service
Solution) Version 10.00 for Windows.
121
Page 10
122
Tabel 5.7 Hasil Pegujian Anova
Tabel 5.8 Rekapitulasi Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
No. Variabel Koefisien Regresi (b) T Sig r2
1.
2.
3.
4.
5
F. kekuatan image (X1)
F. respon perusahaan (X2)
F. respon distributor, retailer, toko (X3)
F. nilai intrinsik produk (X4)
F. nilai ekstrinsik produk (X5)
0,545
0,679
0,936
0,134
0,260
0,533
1,044
1,037
1,097
2,578
0,597
0,302
0,305
0,297
0,13
0,006
0,012
0,012
0,013
0,131
R = 0,715
R2 = 0,511
Constanta = 2,230
Standard Error = 0,211
F Change = 9,212
Sig. F = 0,000
Durbin Watson = 1,868
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 5.8, maka dapat dibuat model
persamaan regresi linier berganda dari faktor perilaku konsumen (customer behavior)
122
Page 11
123
dan nilai konsumen (customer value) dengan strategi pemasaran perusahaan pada
usaha produk pasta gigi Pepsodent hasil produksi PT. Unilever, Rungkut Surabaya,
sebagai berikut :
Y = 0,715 + 0,545 X1 + 0,679 X2 + 0,936 X3 + 0,134 X4 + 0,260 X5
Beberapa hal yang dapat diketahui dari persamaan regresi linier berganda di
atas adalah sebagai berikut :
1. Konstan intersep sebesar 0,715 merupakan perpotongan garis regresi dengan
sumbu Y yang menunjukkan rata-rata strategi pemasaran pasta gigi Pepsodent
oleh perusahaan Unilever pada saat perilaku konsumen (customer behavior) yang
terdiri dari kekuatan image (brand image), respon perusahaan (organizational
responses), respon distributor (retailer responses), dan nilai – nilai konsumen
(customer value) yang terdiri dari nilai intrinsik produk (product intrinsic value)
serta nilai ekstrinsik produk (product extrinsic value) sama dengan nol.
2. Koefisien regresi X1 sebesar 0,545 menunjukkan bahwa apabila variabel kekuatan
image (brand image) meningkat 1 satuan maka strategi pemasaran perusahaan
akan meningkat sebesar 0,545 dengan anggapan variabel bebas lainnya tetap.
Peningkatan ini terutama untuk indikator pasta gigi pepsodent digunakan di
sekitar lingkungan konsumen, pasta gigi pepsodent memiliki persepsi yang kuat
terhadap diri konsumen terutama mengenai hal-hal yang ditawarkan perusahaan
terhadap produk melalui iklan atau kegiatan perusahaan, dan konsumen tidak
bersedia berganti produk pasta gigi dengan merek lain. .
123
Page 12
124
3. Koefisien regresi X2 sebesar 0,679 menunjukkan bahwa apabila variabel respon
perusahaan (organizational responses) meningkat 1 satuan maka strategi
pemasaran perusahaan akan meningkat sebesar 0,679 dengan anggapan variabel
bebas lainnya tetap. Peningkatan ini terutama untuk indikator dengan kondisi
konsumen beranggapan bahwa perusahaan mampu bekerjasama dengan instansi
pelayanan umum yang berkaitan dengan kesehatan gigi, konsumen merasa
perusahaan memberi perhatian terhadap selera konsumen berkaitan dengan
produk pasta gigi pepsodent, dan perusahaan selalu mempertimbangkan
perubahan keinginan maupun selera konsumen terhadap produk.
4. Koefisien regresi X3 sebesar 0,936 menunjukkan bahwa apabila variabel respon
distributor, retailer dan toko (distribuotor and retailer responses) meningkat 1
satuan maka strategi pemasaran perusahaan akan meningkat sebesar 0,936 dengan
anggapan variabel bebas lainnya tetap. Peningkatan ini terutama untuk indikator
dengan kondisi perusahaan memperhatikan keluhan, keinginan dan harapan
konsumen mengenai produk, sirkulasi pengiriman produk maupun sistem
distribusi pasta gigi di retail sekitar konsumen sesuai dengan yang dikehendaki
konsumen.
5. Koefisien regresi X4 sebesar 0,134 menunjukkan bahwa apabila variabel nilai
intrinsik produk (product intrinsic value) meningkat 1 satuan maka strategi
pemasaran perusahaan akan meningkat sebesar 0,134 dengan anggapan variabel
bebas lainnya tetap. Peningkatan ini terutama untuk indikator dengan kondisi
respon atau perhatian dari perusahaan terhadap keluhan yang disampaikan
konsumen atas konsumsi produk, keyakinan konsumen bahwa produk pasta gigi
124
Page 13
125
6. Koefisien regresi X5 sebesar 0,260 menunjukkan bahwa apabila variabel nilai
ekstrinsik produk (product extrinsic value) meningkat 1 satuan maka strategi
pemasaran perusahaan akan meningkat sebesar 0,260 dengan anggapan variabel
bebas lainnya tetap. Peningkatan ini terutama untuk indikator dengan kondisi
produk pasta gigi pepsodent memiliki kualitas yang paling bagus dibandingkan
dengan produk lain, konsumen tidak kesulitan dalam memperoleh produk pasta
gigi pepsodent, kegiatan yang dilakukan perusahaan mengenai sosialisasi manfaat
produk bermanfaat bagi konsumen, informasi mengenai manfaat produk disukai
oleh konsumen.
7. Nilai koefisien korelasi berganda (R) dari persamaan regresi linier berganda di
atas sebesar 0,715 besarnya nilai (R) ini menunjukkan adanya hubungan antara
variabel strategi pemasaran perusahaan (Y) dengan variabel bebasnya yaitu
customer behavior yang terdiri dari kekuatan image (X1), respon perusahaan (X2),
respon distributor, retailer dan toko (X3), dan pengaruh nilai-nilai konsumen
(customer value) yang terdiri dari nilai-nilai intrinsik produk (X4), nilai – nilai
ekstrinsik produk (X5) adalah sangat kuat (karena di atas 0,5).
8. Nilai Koefisien determinan (R2) daripersamaan regresi linier berganda di atas
sebesar 0,511 ≈ 0,5. Hal ini berarti 50% variasi dari faktor kekuatan image (X1),
respon perusahaan (X2), respon distributor, retailer dan toko (X3), dan pengaruh
nilai-nilai konsumen (customer value) yang terdiri dari nilai-nilai intrinsik produk
125
Page 14
126
(X4), nilai – nilai ekstrinsik produk (X5) mempengaruhi strategi pemasaran.
Sedangkan sisanya, 50% menunjukkan strategi pemasaran dipengaruhi variabel-
variabel lain di luar variabel faktor perilaku konsumen (customer behavior) dan
nilai – nilai konsumen (customer value).
9. Standard Error of The Estimation (SEE) sebesar 0,211. Makin kecil SEE akan
membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel bebasnya.
5.5 Pembuktian Hipotesis Pertama
Untuk melakukan pengujian pengaruh variabel bebas secara bersama-sama
dengan menggunakan teknik statistik uji F. Langkah-langkah analisis dalam
pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi adalah sebagai berikut :
5.5.1 Perumusan Masalah
H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0, berarti faktor faktor kekuatan image (X1),
respon perusahaan (X2), respon distributor, retailer dan toko (X3), dan pengaruh
nilai-nilai konsumen (customer value) yang terdiri dari nilai-nilai intrinsik produk
(X4), nilai – nilai ekstrinsik produk (X5) secara bersama-sama tidak berpengaruh
signifikan terhadap strategi pemasaran.
H0 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 = 0, berarti faktor faktor kekuatan image (X1),
respon perusahaan (X2), respon distributor, retailer dan toko (X3), dan pengaruh
nilai-nilai konsumen (customer value) yang terdiri dari nilai-nilai intrinsik produk
(X4), nilai – nilai ekstrinsik produk (X5) secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap strategi pemasaran.
126
Page 15
127
5.5.2 Penentuan Nilai Kritis
Nilai kritis uji F dilakukan dengan cara membandingkan antara Fhitung dengan
FTabel dengan tingkat signifikansi 0,05 dan n = 50 dari lampiran 10 diketahui bahwa
dengan tingkat signifikansi 95% dan VI = k = 4 serta df = 45 (50 – 4 – 1) maka nilai
kritis uji- F (nilai Ftabel ) adalah sebesar 1,6794.
5.5.3 Pengambilan Keputusan
Berdasarkan nilai Fhitung > Ftabel (Fhitung sebesar 9,212 > Ftabel sebesar
1,6794), maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan image (X1), respon perusahaan
(X2), respon distributor, retailer dan toko (X3), dan pengaruh nilai-nilai konsumen
(customer value) yang terdiri dari nilai-nilai intrinsik produk (X4), nilai – nilai
ekstrinsik produk (X5) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
strategi pemasaran pada produk pasta gigi pepsodent produksi PT Unilever Surabaya
(menolak H0 dan menerima H1), sehingga hipotesis pertama terbukti kebenarannya.
5.6 Pembuktian Hipotesis Kedua
Selanjutnya dilakukan uji t untuk menentukan pengaruh dari masing-masing
variabel bebas secara parsial terhadap variabel tergantung. Langkah-langkah analisis
dalam pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi adalah sebagai berikut :
5.6.1 Perumusan Hipotesis
H0 : βi = 0 yang menyatakan bahwa faktor kekuatan image (X1), respon
perusahaan (X2), respon distributor, retailer dan toko (X3), dan pengaruh nilai-nilai
konsumen (customer value) yang terdiri dari nilai-nilai intrinsik produk (X4), nilai –
127
Page 16
128
nilai ekstrinsik produk (X5) tidak berpengaruh signifikan terhadap strategi
pemasaran.
H0 : βi ≠ 0 yang menyatakan bahwa faktor kekuatan image (X1), respon
perusahaan (X2), respon distributor, retailer dan toko (X3), dan pengaruh nilai-nilai
konsumen (customer value) yang terdiri dari nilai-nilai intrinsik produk (X4), nilai –
nilai ekstrinsik produk (X5) tidak berpengaruh signifikan terhadap strategi
pemasaran.
5.6.2 Penenutuan Nilai Kritis
Nilai kritis uji t ditentukan dengan membandingkan antara Thitung dengan Ttabel
pada tingkat signifikansi 0,05 dan n = 50. Dari lampiran 10 diketahui bahwa dengan
tingkat signifikansi 95% dan df = n – k – 1 = 45, maka nilai kritis uji t sebesar ±
1,6794 (dengan menggunakan tabel T dua sisi).
5.6.3 Perbandingan Nilai Thitung dengan Ttabel
Perbandingan nilai Thitung dengan Ttabel untuk masing-masing variabel
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.9 H a s i l U j i T
128
Page 17
129
Tabel 5.10 Perbandingan nilai Thitung dengan Ttabel
Variabel Ttabel Thitung
Faktor kekuatan image (X1)
Faktor respon perusahaan (X2)
Faktor respon distribusi, retailer dan toko (X3)
Faktor nilai intrinsik produk (X4)
Faktor nilai ekstrinsik produk (X5)
1,6794
1,6794
1,6794
1,6794
1,6794
0,533
1,044
1,037
1,097
2,578
Sumber : Lampiran 9
5.6.4 Pengambilan Keputusan
Berdasarkan perbandingan nilai Thitung dengan Ttabel dimana Thitung terletak di
luar interval Ttabel, maka dapat disimpulkan bahwa faktor kekuatan image (X1),
respon perusahaan (X2), respon distributor, retailer dan toko (X3), dan pengaruh
nilai-nilai konsumen (customer value) yang terdiri dari nilai-nilai intrinsik produk
(X4), nilai – nilai ekstrinsik produk (X5) berpengaruh signifikan terhadap strategi
pemasaran pada produk pasta gigi pepsodent produksi PT. Unilever Surabaya
(menolak H0 dan menerima H1), sehingga hipotesis kedua terbukti kebenarannya.
5.7 Pembuktian Hipotesis Ketiga
Selanjutnya dilakukan uji koefisien determinal parsial untuk mengetahui
pengaruh dominan diantara variabel faktor perilaku konsumen (customer behavior)
dan nilai-nilai konsumen (customer value) terhadap strategi pemasaran perusahaan.
Hal ini dilakukan dengan mencari nilai koefisien determinasi parsial (r2) dari kelima
129
Page 18
130
variabel yang dapat diperoleh dengan cara mengkuadratkan nilai koefisien korelasi
parsial (r) yang diperoleh dari analisa statistik. Semakin besar nilai koefisien
determinasi parsial dari suatu variabel, maka secara parsial semakin besar pengaruh
variabel tersebut terhadap strategi pemasaran perusahaan.
Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa variabel faktor nilai-nilai ekstrinsik
produk mempunyai pengaruh yang dominan terhadap strategi pemasaran, dengan
nilai determinasi (r2) sebesar 0,511. Dengan demikian hipotesis ketiga yang
menyatakan bahwa diantara variabel faktor perilaku konsumen (customer behavior)
dan nilai-nilai konsumen (customer value) diduga variabel faktor nilai –nilai
ekstrinsik mempunyai pengaruh yang dominan terhadap strategi pemasaran pada
produk pasta gigi pepsodent produk dari perusahaan PT. Unilever Surabaya, terbukti
kebenarannya.
5.8 Pembahasan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (R) dari
persamaan regresi linier berganda di atas sebesar 0,715 yang berarti korelasi
(hubungan) variabel bebas dengan variabel Y adalah kuat yaitu sebesar 71,5%.
Standard Error of The Estimated (SEE) sebesar 0,211. Makin kecil SEE akan
membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel bebasnya
130
Page 19
131
5.8.1 Pengaruh Faktor Perilaku Konsumen (customer behavior) dan Nilai
Konsumen (customer value) Terhadap Strategi Pemasaran Secara
Bersama-sama (simultan)
Pengujian hipotesis pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap
variabel tergantung menggunakan teknik statistik uji-F. Berdasarkan perbandingan
dimana nilai Fhitung sebesar 9,212 > Ftabel sebesar 1,6794. Hal tersebut
menunjukkan bahwa faktor perilaku konsumen (customer behavior) yang terdiri dari
kekuatan image (X1), respon perusahaan (X2), respon distributor, retailer dan toko
(X3), dan pengaruh nilai-nilai konsumen (customer value) yang terdiri dari nilai-nilai
intrinsik produk (X4), nilai – nilai ekstrinsik produk (X5) secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap strategi pemasaran pasta gigi Pepsoden produksi
PT. Unilever.
Pengujian hipotesis pengaruh masing-masing variabel bebas secara parsial
terhadap variabel tergantung berdasarkan perbandingan dimana nilai Thitung > Ttabel.
Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor perilaku konsumen (customer behavior)
yang terdiri dari kekuatan image (X1), respon perusahaan (X2), respon distributor,
retailer dan toko (X3), dan pengaruh nilai-nilai konsumen (customer value) yang
terdiri dari nilai-nilai intrinsik produk (X4), nilai – nilai ekstrinsik produk (X5) secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap budaya organisasi pada usaha kecil batik di
kabupaten Pacitan.
Variabel perilaku konsumen (customer behavior) yang terdiri dari kekuatan
image (X1), respon perusahaan (X2), respon distributor, retailer dan toko (X3), dan
pengaruh nilai-nilai konsumen (customer value) yang terdiri dari nilai-nilai intrinsik
131
Page 20
132
produk (X4), nilai – nilai ekstrinsik produk (X5) yang paling berpengaruh terhadap
strategi pemasaran pasta gigi pepsodent produksi PT. Unilever adalah faktor nilai-
nilai ekstrinsik produk, karena memiliki nilai r2 lebih besar dibandingkan dengan
variabel yang lain.
5.8.2 Pengaruh Faktor Perilaku Konsumen (customer behavior) dan Nilai
Konsumen (customer value) Terhadap Strategi Pemasaran Secara
Parsial
5.8.2.1Pengaruh Variabel Faktor Kekuatan Image (X1) Terhadap Strategi
Pemasaran (Y)
Koefisien regresi untuk variabel faktor kekuatan image sebesar 0,545 yang
berarti terdapat hubungan positif dengan strategi pemasaran pasta gigi pepsoden.
Setiap peningkatan variabel karisma sebesar 1 satuan akan meningkatkan budaya
organisasi sebesar 0,545 satuan. Kontribusi variabel faktor kekuatan image terhadap
strategi pemasaran secara parsial adalah sebesar 0,006 (r2 = 0,006) atau 0,6%. Dari
hasil kuisioner terlihat bahwa responden sebanyak 6 orang (12%) berarti konsumen
menilai sangat setuju terhadap indikator variabel kekuatan image karena : (1) produk
pasta gigi pepsodent digunakan di sekitar lingkungan konsumen, (2) pasta gigi
pepsodent memiliki persepsi yang kuat terhadap diri konsumen terutama mengenai
hal-hal yang ditawarkan perusahaan terhadap produk melalui iklan atau kegiatan
perusahaan, (3) konsumen enggan berganti produk pasta gigi dengan merek lain.
Responden dengan jawaban pada kategori setuju adalah sebanyak 43 orang
(86%) berarti konsumen menilai setuju terhadap indikator variabel kekuatan image
132
Page 21
133
karena : (1) di dalam keluarga sebelumnya pernah menggunakan pasta gigi
pepsodent, (2) konsumen menyukai atau menggunakan produk dengan merek-merek
terkenal terutama untuk keperluan menggosok gigi.
Responden dengan jawaban pada kategori cukup setuju adalah sebanyak 1
orang (2%) berarti konsumen menilai cukup setuju terhadap indikator variabel
kekuatan image karena : (1) secara pribadi konsumen menggunakan produk pasta
gigi pepsodent sejak lama.
5.8.2.2 Pengaruh Variabel Faktor Respon Perusahaan (X2) Terhadap Strategi
Pemasaran (Y)
Koefisien regresi untuk variabel faktor respon perusahaan sebesar 0,679 yang
berarti terdapat hubungan positif dengan strategi pemasaran pasta gigi pepsodent di
perusahaan Unilever. Setiap peningkatan variabel inspirasi sebesar 1 satuan akan
meningkatkan strategi pemasaran sebesar 0,679 satuan. Kontribusi variabel faktor
respon perusahaan terhadap strategi pemasaran secara parsial adalah sebesar 0,012
(r2 = 0,222) atau 1,2%. Dari hasil kuisioner terlihat bahwa responden sebanyak 23
orang (27,5%) berarti konsumen menilai sangat setuju terhadap indikator variabel
respon perusahaan karena : (1) konsumen beranggapan bahwa perusahaan mampu
bekerjasama dengan instansi pelayanan umum yang berkaitan dengan kesehatan gigi,
(2) konsumen merasa perusahaan memberi perhatian terhadap selera konsumen
berkaitan dengan produk pasta gigi pepsodent.
Responden dengan jawaban pada kategori setuju adalah sebanyak 24 orang
(48%) berarti konsumen menilai setuju terhadap indikator variabel respon
133
Page 22
134
perusahaan karena : (1) konsumen beranggapan bahwa perusahaan mampu
memberikan perubahan pada pola menggosok gigi bagi masyarakat dan konsumen,
(2) perusahaan selalu mempertimbangkan perubahan keinginan dan selera konsumen
terhadap produk.
Responden dengan jawaban pada kategori cukup setuju adalah sebanyak 1
orang (2%) berarti konsumen menilai cukup setuju terhadap indikator variabel
respon perusahaan karena : perusahaan memiliki divisi khusus terutama dalam hal
yang berkaitan dengan riset perilaku konsumen.
Responden dengan jawaban pada kategori tidak setuju adalah sebanyak 2
orang (4%) berarti konsumen menilai tidak setuju terhadap indikator variabel respon
perusahaan karena : perusahaan memiliki divisi khusus terutama dalam hal yang
berkaitan dengan riset perilaku konsumen.
5.8.2.3 Pengaruh Variabel Faktor Respon Distributor, Retailer, dan Toko (X3)
Terhadap Strategi Pemasaran (Y)
Koefisien regresi untuk variabel faktor respon distributor, retailer dan toko
sebesar 0,936 yang berarti terdapat hubungan positif dengan strategi pemasaran
pepsodent di PT. Unilever. Setiap peningkatan variabel respon distributor, retailer
dan toko sebesar 1 satuan akan meningkatkan strategi pemasaran sebesar 0,936
satuan. Kontribusi variabel faktor respon distributor, retailer dan toko terhadap
strategi pemasaran secara parsial adalah sebesar 0,012 (r2 = 0,012) atau 1,2%. Dari
hasil kuisioner terlihat bahwa responden sebanyak 3 orang (6%) berarti konsumen
menilai sangat setuju terhadap indikator variabel distributor, retailer dan toko karena
134
Page 23
135
: (1) perusahaan memperhatikan keluhan, keinginan maupun harapan konsumen
mengenai produk; (2) sirkulasi pengiriman produk atau sistem distribusi pasta gigi
di retail sekitar konsumen sesuai dengan yang dikehendaki konsumen.
Responden dengan jawaban pada kategori setuju adalah sebanyak 36 orang
(72%) berarti konsumen menilai setuju terhadap indikator variabel distributor,
retailer dan toko karena : (1) secara emosional retail di sekitar konsumen
menawarkan alternatif pemakaian pasta gigi pepsodent jika produk pasta gigi merek
lain yang dikehendaki konsumen tidak ada; (2) periku konsumen sangat di suatu
lingkungan sangat mendukung proses penjualan pasta gigi pepsodent.
Responden dengan jawaban pada kategori cukup setuju adalah sebanyak 10
orang (20%) berarti konsumen menilai cukup setuju terhadap indikator variabel
distributor, retailer dan toko karena : terjadi trend pembelian tertentu pada produk
pasta gigi pepsodent di sekitar konsumen. Namun terdapat responden dengan
jawaban pada kategori tidak setuju adalah sebanyak 1 orang (2%) berarti konsumen
menilai tidak setuju terhadap indikator variabel distributor, retailer dan toko karena :
usaha atau tempat bekerja pengecer atau pemakai berada pada lingkungan kelas
sosial menengah ke atas.
5.8.2.4 Pengaruh Variabel Faktor Nilai – Nilai Intrinsik Produk (X4) Terhadap
Strategi Pemasaran (Y)
Koefisien regresi untuk variabel faktor nilai-nilai intrinsik produk sebesar
0,134 yang berarti terdapat hubungan positif dengan strategi pemasaran pasta gigi
pepsodent. Setiap peningkatan variabel nilai-nilai intrinsik produk sebesar 1 satuan
135
Page 24
136
akan meningkatkan strategi pemasaran sebesar 0,134 satuan. Kontribusi variabel
faktor nilai-nilai intrinsik produk terhadap strategi perusahaan secara parsial adalah
sebesar 0,013 (r2 = 0,013) atau 0,13%. Dari hasil kuisioner terlihat bahwa responden
sebanyak sangat setuju adalah sebanyak 10 orang (20%) berarti konsumen menilai
sangat setuju terhadap indikator variabel nilai – nilai intrinsik produk karena : (1)
respon atau perhatian dari perusahaan terhadap keluhan yang disampaikan konsumen
atas pengkonsumsian produk; (2) keyakinan konsumen bahwa produk pasta gigi
pepsodent dibuat dan diproduksi dengan bahan-bahan pilihan, mesin-mesin canggih
dan tenaga kerja yang handal; (3) adanya jaminan dari perusahaan terhadap produk
pasta gigi pepsodent yang dikonsumsi konsumen.
Responden dengan jawaban pada kategori setuju adalah sebanyak 31 orang
(62%) berarti konsumen menilai setuju terhadap indikator variabel nilai – nilai
intrinsik produk karena : (1) pasta gigi pepsodent memiliki rasa yang sesuai dengan
selera konsumen; (2) pasta gigi pepsodent memiliki aroma yang sesuai dengan selera
konsumen; (3) dalam kemasan produk pasta gigi pepsodent terdapat komposisi bahan
pembentuk produk yang menurut konsumen komposisi tersebut benar-benar
memberikan manfaat dan tidak memberikan efek negatif.
Responden dengan jawaban pada kategori cukup setuju adalah sebanyak 7
orang (14%) berarti konsumen menilai cukup setuju terhadap indikator variabel nilai
– nilai intrinsik produk karena :. (1) produk pasta gigi pepsodent memiliki kualitas
yang paling bagus daripada pasta gigi produk lain; (2) pasta gigi pepsodent memiliki
busa yang sesuai dengan selera konsumen.
136
Page 25
137
Responden dengan jawaban pada kategori tidak setuju adalah sebanyak 2
orang (4%) berarti konsumen menilai tidak setuju terhadap indikator variabel nilai –
nilai intrinsik produk karena : adanya kemungkinan perusahaan mengganti produk
pasta gigi pepsodent dengan produk pasta gigi jenis lain dengan merek yang sama.
5.8.2.5 Pengaruh Variabel Faktor Nilai – Nilai Ekstrinsik Produk (X5)
Terhadap Strategi Pemasaran (Y)
Koefisien regresi untuk variabel faktor nilai-nilai ekstrinsik produk sebesar
0,260 yang berarti terdapat hubungan positif dengan strategi pemasaran pasta gigi
pepsodent. Setiap peningkatan variabel nilai-nilai ekstrinsik sebesar 1 satuan akan
meningkatkan strategi pemasaran sebesar 0,260 satuan. Kontribusi variabel faktor
nilai-nilai ekstrinsik produk terhadap strategi perusahaan secara parsial adalah
sebesar 0,131 (r2 = 0,131) atau 1,31%. Dari hasil kuisioner terlihat bahwa responden
sebanyak sangat setuju adalah sebanyak 5 orang (10%) berarti konsumen menilai
sangat setuju terhadap indikator variabel nilai-nilai ekstrinsik produk karena : (1)
produk pasta gigi pepsodent memiliki ketahanan yang cukup baik dibandingkan
dengan produk lain; (2) konsumen tidak kesulitan dalam memperoleh produk pasta
gigi pepsodent ; (3) kegiatan yang dilakukan perusahaan mengenai sosialisasi
manfaat produk bermanfaat bagi konsumen; (4) informasi mengenai manfaat produk
disukai oleh konsumen.
Responden dengan jawaban pada kategori setuju adalah sebanyak 37 orang
(74%) berarti konsumen menilai setuju terhadap indikator variabel nilai-nilai
ektrinsik produk karena : (1) produk pasta gigi pepsodent dapat dibeli atau
137
Page 26
138
dikonsumsi dengan harga yang sesuai atau terjangkau ; (2) produk pasta gigi
pepsodent memiliki kemasan atau bentuk yang menarik dan lebih baik dibandingkan
dengan produk lain; (3) perubahan yang dilakukan perusahaan terhadap perusahaan
seringkali susuai dengan harapan konsumen; (4) konsumen merasa harga yang telah
dibayar sesuai dengan manfaat produk yang diperolehnya
Responden dengan jawaban pada kategori cukup setuju adalah sebanyak 7
orang (14%) berarti konsumen menilai cukup setuju terhadap indikator variabel nilai-
nilai ektrinsik produk karena : (1) produk pasta gigi pepsodent memiliki warna yang
lebih menarik dibandingkan dengan produk lain; (2) produk pasta gigi pepsodent
memiliki harga yang lebih murah atau bersaing dengan produk pasta gigi merek lain.
Responden dengan jawaban pada kategori tidak setuju adalah sebanyak 1
orang (2%) berarti konsumen menilai cukup setuju terhadap indikator variabel nilai-
nilai ektrinsik produk karena : perusahaan seringkali memberikan apresiasi berupa
reward maupun award kepada konsumen yang dianggap loyal.
5.9 Hubungan Perumusan Strategi Pemasaran antara Pengolahan Data
Regresi Linier Berganda dengan Metode Pembobotan SWOT
Dari pengolahan data melalui software SPSS Ver 10 dengan menggunakan
metode regresi linier berganda didapatkan perolehan nilai untuk masing-masing
variabel dari faktor periaku konsumen dan nilai-nilai konsumen didapatkan hasil
sebagai berikut :
- kekuatan image (0,545); respon perusahaan (0,679); respon distributor, retailer,
toko (0,936); nilai intrinsik produk (0,134); nilai ekstrinsik produk (0,260). Dari
138
Page 27
139
pengolahan data tersebut maka diperoleh hasil yang positif. Sedangkan dengan
melihat hasil uji signifikansi maupun Durbin Watson juga didapatkan hasil
pembentukan masing-masing variabel juga positif. Sehingga dengan demikian
untuk garis intercept vertikal positif dan intercept horisontal juga positip. Dengan
demikian diketahui bahwa strategi pemasaran tersebut berada pada kuadran I.
- Selanjutnya dengan analisa SWOT diketahui bahwa kekuatan internal memiliki
nilai positip sebesar 2,00, dan kekuatan faktor eksternal sebesar 0,84. Kemudian
dicari selisih antara faktor kekuatan internal dengan kekuatan eksternal. Dan hasil
yang didapatkan bernilai 1,16. Maka dipastikan bahwa strategi dengan analisa
SWOT berada pada kuadran I yaitu strategi agresif.
- Dengan demikian terdapat persamaan pemilihan strategi baik dengan
menggunakan analisa SWOT maupun dengan menggunakan pengolahan regresi
linier berganda.
139
Page 28
140
- DAFTAR PUSTAKA
Aaker, D. A. (1991), Managing Brand Equty : Capitalizing on The Value Of a
Brand Name. New York : The Free Press.
Aaker, D. A. (1992), Strategic Market Management, 3rd ed. New York : John Wiley
& Sons, Inc.
Aaker, D. A. (1996), Building Strong Brands. New York : The Free Press.
Ariani, Dorothea W. Manajemen Kualitas. Edisi I, Universitas Atmajaya,
Yogyakarta : 1999.
Arnold, D. (1996), Pedoman Manajemen Merek (terjemahan). Surabaya : Kentindo
Soho.
Bennett, P.d. (1988), Disctionary of Marketing Terms. New York : The American
Marketing Association.
Berry, L.L. (1995), On Great Service : A Frame Work for Action. New York: The
Free Press.
Budiarto, T. dan F. Tjiptono (1997), Pemasaran Internasional. Yogyakarta : BPFE.
Burhan, Perencanaan Strategik, Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen,
Jakarta : 2004
David, Fred R. Manajemen Strategis, Edisi Bahasa Indonesia, PT. Indeks Kelompok
Gramedia, Jakarta : 2004
Hadi Soesastro, “Long Term Implications for Developing Countries” dalam Ross
McLeod dan Ross Garnaut :2001.
140