Top Banner
Laporan Kerja Praktek Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041 Advanced Process Control pada Train-F Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya 42 42 BAB IV MATERI KHUSUS MEMPELAJARI IMPLEMENTASI ADVANCED PROCESS CONTROL ( APC ) DI TRAIN-F PT. BADAK NGL BONTANG 4.1 Advanced Process Control Advanced Process Control ( APC ) merupakan suatu teknik kontrol proses dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi dengan mengoptimalkan kinerja semua peralatan dan menerapkan strategi kontrol tertentu. Untuk penerapannya, APC erat kaitannya dengan algoritma kontrol untuk mengatasi masalah yang ada. Penerapan APC yang banyak digunakan oleh industry Oil and Gas termasuk PT.Badak adalah Multivariable/Model Predictive Controller (MPC). MPC dapat memanfaatkan “model proses” untuk dapat memprediksi dan/atau mengendalikan Control Variable (CV), Manipulated Variable (MV), Disturbance Variable dan Intermediate Variable dalam range tertentu. Dengan APC, Deviasi Error dapat diperkecil sehingga kita bisa membawa kendali proses mendekati batasan limit maksimumnya untuk mendapatkan gain dan benefit. APC sendiri merupakan teknologi yang bekerja secara continous dan real time implementation dimana APC ini bekerja secara berkelanjutan dan sesuai kondisi yang sedang terjadi di lapangan. Karena dalam suatu sistem yang terdapat banyak SISO (Single Input Single Output) atau yang biasa disebut MIMO (Multi Input Multi Output) dimana merupakan suatu kelemahan dari pengontrolan berbabasis PID, penggunaan MPC sangat membantu untuk pengontrolan tersebut. MPC yang merupakan metode untuk APC dapat menangani banyak variabel sekaligus (multi variable) ditambah kemampuannya memanfaatkan model proses untuk memprediksi output yang terjadi dimasa akan datang (predictive control). Penggunaan data input (MV- Manipulated Variable) dan data output (CV-Control Variable) pada waktu sebelumnya, dapat dimanfaatkan MPC untuk pemodelan proses dalam memprediksi CV (Control Variable) termasuk error/deviasi dan memberikan nilai MV (Manipulated Variable) dengan besaran tertentu sehingga error/deviasi dapat diperkecil. Pada kontrol secara conventional, pengaturan set point dilakukan secara manual berdasarkan spesifikasi
33

Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Jun 24, 2015

Download

Documents

febri_bontang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

42 42

BAB IV

MATERI KHUSUS

MEMPELAJARI IMPLEMENTASI ADVANCED PROCESS CONTROL

( APC )

DI TRAIN-F PT. BADAK NGL BONTANG

4.1 Advanced Process Control

Advanced Process Control ( APC ) merupakan suatu teknik kontrol proses

dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi dengan

mengoptimalkan kinerja semua peralatan dan menerapkan strategi kontrol tertentu.

Untuk penerapannya, APC erat kaitannya dengan algoritma kontrol untuk mengatasi

masalah yang ada. Penerapan APC yang banyak digunakan oleh industry Oil and

Gas termasuk PT.Badak adalah Multivariable/Model Predictive Controller (MPC).

MPC dapat memanfaatkan “model proses” untuk dapat memprediksi dan/atau

mengendalikan Control Variable (CV), Manipulated Variable (MV), Disturbance

Variable dan Intermediate Variable dalam range tertentu. Dengan APC, Deviasi

Error dapat diperkecil sehingga kita bisa membawa kendali proses mendekati

batasan limit maksimumnya untuk mendapatkan gain dan benefit. APC sendiri

merupakan teknologi yang bekerja secara continous dan real time implementation

dimana APC ini bekerja secara berkelanjutan dan sesuai kondisi yang sedang terjadi

di lapangan.

Karena dalam suatu sistem yang terdapat banyak SISO (Single Input Single

Output) atau yang biasa disebut MIMO (Multi Input Multi Output) dimana

merupakan suatu kelemahan dari pengontrolan berbabasis PID, penggunaan MPC

sangat membantu untuk pengontrolan tersebut. MPC yang merupakan metode untuk

APC dapat menangani banyak variabel sekaligus (multi variable) ditambah

kemampuannya memanfaatkan model proses untuk memprediksi output yang terjadi

dimasa akan datang (predictive control). Penggunaan data input (MV- Manipulated

Variable) dan data output (CV-Control Variable) pada waktu sebelumnya, dapat

dimanfaatkan MPC untuk pemodelan proses dalam memprediksi CV (Control

Variable) termasuk error/deviasi dan memberikan nilai MV (Manipulated Variable)

dengan besaran tertentu sehingga error/deviasi dapat diperkecil. Pada kontrol secara

conventional, pengaturan set point dilakukan secara manual berdasarkan spesifikasi

Page 2: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

43 43

target produk sedangkan jika pengontrolan dengan APC, pengaturan set point

dilakukan secara automatic berdasarkan spesifikasi produk controlnya.

Gambar 4.1 : Perbedaan antara sistem pengontrolan yang convetional

dan APC

Gambar 4.2 : Saat sebelum menggunakan APC dan sesudah

menggunakan APC

Dari gambar diatas bisa diketahui bahwa ketika pengontrolan conventional,

deviasi error yang terjadi sangat besar dan ketika APC dijalankan, deviasi error

mengecil sehingga gain (benefit) dapat diperoleh dengan cara menggeser setpoint

4

1500

1300

1100

900

700

500

25 26 27 28 29 30 1 2 3 5

216

214

212

210

208

FQ

OPERATOR CONTROL

Infrequent, largereflux adjustments

ADVANCED CONTROL

Frequent, smallreflux adjustments

DAYS

RE

FL

UX

(t/

d)

FB

P (

Deg

. C) Setpoint

change

iC5

Page 3: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

44 44

(target operator) mendekati batas limitnya. Pada grafik diatas menjelaskan adanya

variasi variable proses, seperti stream quality, temperature, pressure, valve position,

atau unit intake.

Selaku perusahaan yang memproduksi LNG dan LPG, PT Badak sangat cocok

untuk menjalankan APC, karena benefit yang didapat dari sistem APC sangat baik,

diantaranya :

- Meningkatkan kapasitas produksi LNG dengan mengoptimasi kondisi

pengoperasian MCHE dan sistem pendinginan.

- Meningkatkan produksi LPG dengan cara mengestrak komponen C3 dan

C4 dari LNG dan menambah komponen ethane (C2) dan pentane (C5)

kedalam LPG.

- Menstabilkan unit pengoperasian pada unit fractionation.

- Meningkatkan optimasi produksi LPG propane dan buthane.

Untuk di PT Badak sendiri, APC diaplikasikan pada Train-F dikarenakan beberapa

faktor, diantaranya :

- Dari sisi pengontrolan, Train-F memiliki performance yang bagus,

keadaan pengontrolan yang stabil sehingga dapat mendukung kerja dari

APC itu sendiri.

- Nilai deviasi error yang kecil sehingga keakuratan dari data yang terbaca

sangat jelas.

- Keadaan Gas Chromatography Analyzer yang masih dalam keadaan

“sehat” sehingga dapat membantu pemberiaan data sample gas yang

berproduksi.

- Selain itu, untuk membuktikan manfaat signifikan kepada PT Badak

sebelum diterapkannya APC pada semua train.

- Untuk menyiapkan engineer & operator untuk bisa mengoperasikan

APC.

- Untuk membiayai project APC pada 7 train lainnya.

- Bisa meminimalisir resiko dengan memulai terlebih dahulu dengan 1

train.

Page 4: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

45 45

4.1.1 Sistem Konfigurasi Advanced Process Control

Pada APC hakikatnya menggunakan metode Quality Estimation Solution

dimana digunakan soft sensor dan virtual analyzer untuk estimasi real time dari

komposisi produk secara langsung dari pemantauan proses flow, temperature dan

pressure. Pengaturan set point Manipulated Variable pada APC diatur secara

otomatis untuk mendapatkan spesifikasi produk ( LNG dan LPG ) yang dikontrol.

Dalam penerapan APC terdapat beberapa persyaratan ke dalam suatu sistem

kontrol. Persyaratan yang harus terpenuhi diantaranya :

- Semua equipment dan instrument yang dipakai dalam sistem haruslah dalam

kondisi yang baik dan memiliki reliability (kehandalan) yang tinggi.

- Recycle Kompressor harus dalam keadaan tertutup agar efisiensi

pengoperasian tercapai.

Untuk melengkapi suatu sistem konfigurasi APC, ada beberapa equipment yang

harus ada agar proses dari APC tersebut bisa dijalankan. Pada Train-F, penggunaan

teknologi APC menggunakan ExaSMOC (Shell Multivariable Model Predictive

Control Package) dan ExaRQE (Robust Quality Estimator). Kedua teknologi

tersebut dipertimbangkan karena bisa dibuktikan cocok untuk komunikasi data

dengan Yokogawa DCS (Centum-XL, dan CS) dan pada Train-F menggunakan

Yokogawa Centum-XL DCS. Selain itu, terbukti mempunyai aplikasi yang sama

dengan Fractination Unit dan Refrigeration/Liquefication unit dan tentunya harga

yang sesuai dengan budget yang ada.

Page 5: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

46 46

Gambar 4.3 : Sistem Konfigurasi ExaSMOC dan ExaRQE pada Train-F

Pada gambar diatas terlihat jelas sistem konfigurasi APC pada Train-F PT

Badak. Data dari field diproses di DCS (Centum-XL) dimana terdapat EOPS

(Engineering Operator Station) dimana terhubung dengan BCV (Bus Converter) lalu

dilanjutkan dengan V-Net (Redundant). Dari komunikasi yang lewat di V-net

Redundant dihubungkan juga menuju ICS (Information and Command Station)

Centum-CS yang berada di TOP Building. Selain terhubung menuju TOP Building,

V-net Redundant terhubung menuju ke EWS (Engineering Work Station) dan

terkoneksi langsung dengan ExaOPC yang merupakan interface antara DCS protokol

dengan PC. Output data dari ExaOPC dikirim menuju APC Online Station dan APC

Offline Station.

Untuk menjalankan APC, persyaratan untuk Hardware yang harus ada

diantaranya :

- 2 PC Servers (Offline dan Online APC Server) dengan V-Net Interface

card (VF701).

- Switch HUB, kabel Ethernet dan kabel Coaxial.

Page 6: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

47 47

- Sistem DCS Centum-XL (EFCD, ENG, EOPS, Bus Converter HF/V-Net

dan HF-Bus Cables).

- Centum-CS (Computer Gateway dan Engineering Work Station).

Untuk Software yang menjadi prasyarat dalam menjalankan APC diantaranya :

- Untuk Offline Server PC, software yang digunakan adalah Windows

2000, SMOC (Shell Multivariable Optimizing Controller), RQE (Robust

Quality Estimator) dan AIDA (Advanced Identification and Data

Analysis). Keberadaan sistem PIMS seperti software Exaquantum juga

akan sangat membantu dalam mengcapture data pada saat melakukan

pemodelan system dengan step test di DCS.

- Sedangkan untuk Online Server APC, sotware yang digunakan adalah

Windows 2000, EXAOPC, EXASMOC, dan EXARQE.

Di kedua APC station tersebut berupa new hardware and software. Untuk APC

Offline Station terdapat SMOC yang bertugas sebagai pengklasifikasian model

teknologi berbasis kontrol, lalu RQE yang bertugas sebagai estimator atas keadaan

yang akan terjadi dimasa yang datang serta AIDA yang mempunyai fungsi sebagai

indentifikasi dan pemodelan dari proses tersebut. APC Offline Station ini bertugas

untuk menghitung data proses, melakukan pemodelan system, membuat controller

SMOC, dan membuat file compile yang akan dijalankan didalam APC Online

Station. Aktivitas yang terjadi di APC Online Station adalah menerima data realtime

proses dan operator setting APC dari DCS, menjalankan controller ExaSMOC dan

ExaRQE dan mengirim data hasil perkiraan dan perhitungan sebagai Setpoint

Manipulated Variable ke DCS.

Page 7: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

48 48

Gambar 4.4 : Skema Sistem APC pada Plant

Dari gambar 4.4, bisa diketahui alur dari urutan jalannya APC. Dimulai dari

Plant Test. Pada bagian ini, pemberian gangguan (step test) untuk mengetahui gain,

dead time dan time constant dimana dilakukan saat kondisi online. Karena dilakukan

saat online, biasanya terdapat efek yang terjadi tetapi hanya kecil sekali

presentasinya. Plant Test ini melingkupi input, disturbance, dan output. Syarat untuk

Plant Test adalah kondisi basic control harus stabil dan bagus. Setelah dilakukan

Plant Test, data yang terbaca masuk ke dalam Exaquantum/Excel dimana disini

tempat pengumpulan data yang akan dilanjutkan untuk proses selanjutnya dianalisa

di Offline Server menggunakan software AIDA dan RQE. AIDA sendiri berfungsi

untuk identifikasi dan analisis data. Data yang diproses adalah data time constant,

dead time dan gain. Sedangkan RQE merupakan proses untuk mendapatkan

kalkulasi prediksi kualitas produk (LNG & LPG) beberapa langkah kedepan sebagai

pendamping real time Analyzer (Gas Chromatograph) dan ExaSMOC. RQE juga

perlu mengetahui data pengukuran lapangan yang dilakukan oleh laboratorium

sebagai pembanding realtime Analyzer (GC).

Di APC Offline Server, data step test diproses dengan AIDA, hasilnya diproses

di SMOC dan RQE untuk mendapatkan SMOC Controller dan RQE Calculation.

Page 8: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

49 49

Selanjutnya file SMOC Controller dan RQE tersebut dikompile untuk dijalankan di

APC Online Server oleh software ExaSMOC dan ExaRQE. Komunikasi antara APC

Online Server dengan DCS adalah dua arah yaitu DCS mengirimkan data Operator

Setting APC dan kondisi proses (PV, Min, Max, dan Range) dan DCS menerima data

dari APC Online Server (SV, MV dan RQE).

Data yang ada diterima oleh DCS dari APC digunakan untuk menggerakkan

Control Valve. Data yang dikirim oleh DCS ke APC adalah inputan dari Field

Transmitter dan Online Analyzer.

4.1.2 Analyzer

Untuk menjalankan proses APC, faktor yang terpenting adalah Online Analyzer

yang berupa GC Analyzer (Gas Chromatograph Analyzer). GC Analyzer bisa

dikatakan sebagai referensi APC (ExaRQE) untuk mengetahui komposisi produk

(LNG dan LPG) yang ada dalam proses sehingga dalam proses estimasi/prediksi dan

optimasi dapat tepat sasaran.

Gas Chromatograph adalah peralatan Analyzer yang berfungsi untuk

mengetahui komposisi kimia gas (N2, C1, C2, C3, iC4, nC4, iC5, nC5) dari sampling

gas yang dimasukkan ke alat tersebut secara periodik dan kontinyu.

Pada saat Project, pada Train-F terpasang 7 Analyzer yang dapat

mengindetifikasi untuk APC, 6 yang ada merupakan GCs (Gas Chromatograph

Analyzer) dan 1 adalah RVP Analyzer. Dari kondisi lapangan, 4 Analyzer dalam

kondisi tidak bekerja secara maksimal dan perlu untuk diperbaiki dan diperbahurui,

selain itu terdapat 3 GCs Yokogawa dalam kondisi yang tidak “sehat” untuk

beroperasi. Meskipun terdapat 3 GCs yang dalam kondisi tidak baik, mereka tetap

bisa bekerja dengan baik dan mempunyai kehandalan yang baik dan akurasi yang

bagus saat dilakukan pengetesan dengan kalibrasi gas dan mereka cocok untuk APC.

Sedangkan untuk RVP Analyzer tidak bekerja dengan lama karena kondisi yang tidak

baik dan tidak bisa untuk diperbaiki. Selain dari GC Analyzer, untuk identifikasi

produksi feedgas juga dilakukan dengan pengambilan sample gas dan dianalisa di

laboratorium untuk pembanding hasil produksi yang terbaca di GC Analyzer dan dari

laboratorium.

Page 9: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

50 50

Untuk sekarang, GCs Analyzer yang terpasang pada Train-F bukan lagi GC

Yokogawa 08 melainkan GC Siemens Maxum II. Tetapi menemui banyak

permasalahan karena tidak bisa dibacanya indikasi dari GC Siemens Maxxum II di

DCS.

4.1.3 Pengujian Plant dan Pengulasan Rancangan

Pengujian respon dilakukan pada MCHE dan Kolom Fraksinasi dimana

dilakukan pemonitoran keseluruhan. Pengujian lapangan dapat memberikan indikasi

perubahan ukuran serta petunjuk yang sudah didiskusikan dan disetujui untuk

dimulainya pengetesan. Pengujian lapangan merupakan bagian yang terpenting

dalam implementasi dari kontroler SMOC. Pelaksanaan pengujian yang ekstensif dan

berkualitas dapat menjamin keakuratan dynamic model dari sebuah plant yang

didapatkan. Data pengujian dikumpulkan selama pengujian berlangsung dan dibawa

kedalam model persiapan identifikasi dengan menggunakan SMOC Model

Indentification Tool (AIDA).

Untuk perancangan dilakukan oleh vendor dan beberapa crew PT Badak

(process, instrument, operation, maintenance, dan project) untuk membantu

bagaimana kontroller dapat bekerja secara maksimal. Pada Train-F terdiri dari

beberapa bagian, diantaranya :

• Plant – 1 : Purification Unit

• Plant – 2 : Dehydration Unit

• Plant – 3 : Fractination Unit

• Plant – 4 : Refrigeration Unit

• Plant – 5 : Liquefication Unit

Dari ke-5 plant yang ada, APC telah diimplementasikan pada Plant-3; Plant-4; dan

Plant-5. Total terdapat 6 aplikasi MVC (Multivariable Controller) yang telah

diimplementasikan untuk mencapai tujuan dari kontrol yang diinginkan dan karena

dapat membuat Control/Economic performance menjadi lebih baik untuk produksi

LNG dan LPG pada Train-F. Sedangkan SMOC sendiri telah diimplementasikan

dibeberapa tempat, diantaranya:

• Scrubber Column SMOC Controller

Page 10: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

51 51

• De-Ethaniser Column SMOC Controller

• De-Propaniser Column SMOC Controller

• De-Buthaniser Column SMOC Controller

• Flow Stabilizing SMOC Controller

• MCHE – MR SMOC Controller covering Plant-4 and Plant-5

Sebagai backup QMI (Quality Measurement Instrument) yang bekerja seperti Gas

Chromatography Analyzer, digunakan RQE (Robust Quality Estimator) yang

diterapkan dibeberapa tempat, diantaranya :

• Fractination Column Unit

• Main Cryogenic Heat Exchanger (MCHE) and Multi Component

Refrigerant (MCR) Unit

Selain itu, ketika ada perbedaan komposisi pada Fractination-Section dan MR

Compositions Controlled Variables (CVs), penggunaan RQE dibutuhkan untuk

menstabilkan komposisi kontrol dan pengerjaan secara otomatis dari parameter yang

ada.

Gambar 4.5 : RQE pada Fractination Column Unit

Page 11: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

52 52

Dari gambar di atas adalah dearah yang diberlakukan RQE, pembagiannya

diantaranya :

• RQE 2.1 – Scrub Column Top Product HHV

• RQE 2.2 – LNG HHV

• RQE 2.3 - C3 in C2

• RQE 2.4 – C2 in C3

• RQE 2.5 – C4 in C3

• RQE 2.6 – C3 in C4

• RQE 2.7 – C5 in C4

• RQE 2.8 – Unstable Condensate RVP

Untuk setiap dari komponen MR (N2, C1, C2 dan C3) , RQE digunakan karena

Control Valve pada SMOC digunakan untuk untuk memprediksi kestabilan

komposisi kontrol MR. Komposisi dari MR Analyzer digunakan untuk pengaturan

otomatis dari BIAS parameter dari RQE tersebut.

4.2 Implementasi APC di Train-F PT Badak NGL

4.2.1 Shell Multivariable Optimizing Controller ( SMOC )

Multivariable Controller adalah kontroller yang mempunyai beberapa variabel

dimana nantinya dimanipulasi sesuai dengan set points secara bersamaan untuk

mencapai beberapa sasaran kontrol yang diinginkan. Teknologi MPC (Model

Predictive Controller) yang merupakan deskripsi matematika atau model matematika

dari semua hubungan dalam proses dengan kemungkinan efek dari sasaran control

yang tergabung dalam proses transient ( dynamic ) dan proses yang steady state (

jenuh ). Kontroler akan mencari set point yang sesuai dengan memanipulasi variabel

untuk mencapai respond yang optimum.

Page 12: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

53 53

Gambar 4.6 : SMOC dari sisi operator

Dari gambar di atas (gambar 4.6), dapat dijelaskan bahwa dari sisi operator,

SMOC merupakan bantuan metode untuk memproses (menghitung) dari acuan set

point, high set range dan low set range yang telah ditentukan. Dari sisi sebelah kiri,

terdapat plot instrumentation dimana terdapat 2 kondisi, kondisi overheads quality

dan bottom quality. Dua kondisi ini yang dijadikan sebagai Controlled variables

(CV), setelah itu operator memberikan inputan berupa berapa nilai set point, hight set

range, dan low set range, untuk proses ini dilakukan di DCS (Distributed Control

System). DCS mengirim data CV berupa Process Variable (PV) dari Overheads dan

Bottom Product Quality menuju process computer, yaitu SMOC. Bisa dikatakan,

SMOC merupakan main control dalam proses ini, karena dilakukan proses

perhitungan yang akan disampaikan kembali menuju DCS. Data dari SMOC tersebut

yang sudah selesai diproses, dikirim menuju DCS berupa Set Points (SV) Flow dan

Temperatur Control. Operator juga melakukan pembatasan High and Low Set Point

Limits dari Flow dan Temperatur Control tersebut. Penentuan ini juga bisa langsung

untuk bisa memerintah final element (control valve) dalam bentuk Manipulated

Variable (MV).

Page 13: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

54 54

Gambar 4.7 : SMOC dari sisi controller

Dari gambar di atas (gambar 4.7), merupakan alur dari SMOC dalam sisi

controller. Untuk pengertian gambar ini, pembacannya dari kanan, dimana ada model

inputs yang berperan sebagai manipulated variables, terdapat 2 input, yang pertama

adalah Reflux dan yang kedua adalah Reboiler. Pemodelan seperti ini hampir sama

seperti Feedforward control, dimana dalam proses tersebut bisa mengestimasi apa

yang akan terjadi beberapa langkah kedepan pada model output. Dari inputan yang

masuk, perubahan yang kecil yang dapat masuk ke dalam input. Setelah masuk, akan

melalui Dynamic Process Control dimana disini dilakukan perhitungan dengan

transfer function yang hasilnya dalam bentuk grafik. Setelah itu outputan dari

transfer function masuk ke dalam model outputs. Mulai dari masuk menuju

overheads quality dan bottoms quality, dimana keduanya itu merupakan

pengkondisian yang akan terjadi di masa akan datang (future) yang diprediksi dengan

controller dan juga masuk ke dalam pengkondisian yang masuk dalam lingkup

pengendalian yang masa lalu (past) yang diamati dengan controller.

Page 14: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

55 55

4.2.2 Lingkup Area Implementasi SMOC

Untuk Train-F , implementasi APC dilakukan di beberapa plant, diantaranya Plant-3

(FractinationUnit) :

• Scrub Column

• De-Ethaniser Column

• De-Propanizer Column

• De-Butanizer Column

Sedangkan pada Plant-4 (Refrigeration Unit) dan Plant-5 (Liquefaction Unit) :

• Main Cryogenic Heat Exhanger ( MCHE ) dengan equipment yang

tergabung dalam siklus propane dan MR Compression.

Gambar 4.8 : Lingkup Area Implementasi SMOC Pada Plant-3 dan Plant-4

4.2.2.1 Scrubber Column SMOC

Pada Plant-3 adalah tempat terjadinya proses fraksinasi (pemisahan) antara

fraksi berat dengan fraksi ringan. Terdapat column yang berfungsi sebagai scrubber

Scrub Column

De-ethanizer Column De-Propanizer

Column De-Butanizer

Column

Page 15: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

56 56

untuk fraksi yang berproses di dalam column tersebut. Pada Scrubber Column

tersebut diaplikasikan kontroller SMOC untuk menjalankan proses APC tersebut.

Control objective dari pengendalian Scrubber Column SMOC diantaranya :

• Memaksimalkan pengestraksian condensate (fraksi berat) di dalam Scrub

Column sampai pada batas bawah pada Top vapour scrub column HHV dan

meningkatkan nilai HHV pada LNG dengan cara memasukkan kandungan

fraksi C4 LPG agar dapat memaksimalkan produksi dari C3 LPG.

• Mengendalikan nilai HHV (High Heating Value) LNG dengan range

control yang kecil untuk mengurangi nilai panas (heating value ) pada saat

lower off-spec limit dimana berfungsi untuk menaikkan hasil dari C3 LPG.

• Menstabilkan pengoperasian pada Scrubber column dan mengurangi

gangguan yang disebabkan oleh perubahan komposisi pada feed gas.

Strategi dari pengendalian Scrubber Column SMOC diantaranya :

• Pada Scrub Column ini digunakan 2 buah Quality Estimator pada posisi

Top Scrub Column HHV (F3AI25) dan pada LNG HHV (F5AI1).

• Sedangkan on-line analyzer digunakan untuk mengupdate data, apakah

quality estimator memberikan data yang benar atau tidak, jika tidak benar

akan disesuaikan dengan on-line analyzer dengan cara pendekatan nilai

(verifikator).

• Selain itu, faktor penting pengontrolan dari scrub column adalah menjaga

semua parameter control pada limit yang telah disetting oleh Operator.

• Fungsi pengoptimasian APC adalah untuk menjaga keadaan Top Scrub

Column HHV tetap dalam kondisi rendah karena cara ini dapat membantu

dalam memaksimalkan pengestrakan condensate (fraksi berat) dari feed

gas.

Page 16: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

57 57

Gambar 4.9 : Scrub Column SMOC

4.2.2.2 De-Ethanizer Column SMOC

Untuk De-ethanizer Column juga menggunakan kontrol dengan SMOC.

Adapun tujuan dari pengontrolan pada De-ethanizer Column SMOC diantaranya :

• Mengontrol fraksi C3 agar sekecil mungkin ( tapi tidak bernilai NOL , agar

bisa dijadikan sebagai indikator pada fraksi C2 bahwa masih adanya fraksi

C3 ) yang masuk ke dalam vapour C2 di top De-ethanizer column. Pada

posisi ini, C3 diesktrak untuk bisa memaksimalkan proses pada De-

propanizer colum. Pengontrolan C3 ini dapat membatu pengoptimasian

Propane untuk memaksimalkan produksi LPG di PT Badak.

• Menambah fraksi C2 di bottom product agar volume bisa menjadi lebih

banyak dan tercampur dengan fraksi C3 dan dilanjutkan untuk De-

propanizer. Tujuan ini juga bisa membantu untuk memaksimalkan C3 pada

pembuatan LPG.

• Menstabilkan pengoperasian pada De-ethanizer column dan mengurangi

gangguan yang disebabkan oleh perubahan komposisi pada feed gas.

Page 17: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

58 58

Selain tujuan pengontrolan, dibutuhkan strategi pengontrolan De-ethanizer coloum

SMOC, diantaranya :

• 2 Quality Estimator telah dibangun untuk Top Quality De-ethanizer column

dan Bottom Quality De-ethanizer. Pada posisi Top, QE dipasang untuk

mengetahui berapa kandungan fraksi C3 di dalam C2 sedangkan pada posisi

Bottom, QE dipasang untuk mengetahui kandungan fraksi C2 di dalam C3.

Sedangkan on-line analyzer digunakan untuk mengupdate data, apakah

quality estimator memberikan data yang benar atau tidak, jika tidak benar

akan disesuaikan dengan on-line analyzer dengan cara pendekatan nilai

(verifikator).

• Menjaga temperatur pada De-ethanizer column di posisi bottom, middle,

dan top dengan range yang sudah ada. Ini dilakukan dengan pengkondisian

jika terjadi ketidakakuratan data pada analyzer, ada data dari verifikator

untuk back-up datanya (second opinion).

Gambar 4.10 : De-ethanizer Column SMOC

Page 18: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

59 59

4.2.2.3 De-Propanizer Column SMOC

Untuk column ketiga yaitu De-propanizer Column SMOC dimana terjadi

proses kontrol yang mempunyai tujuan diantaranya :

• Mengontrol jumlah C3 didalam C4 bottom product dengan mengukur C3 di

top product. (memaksimalkan fraksi C4 agar tidak terjadi off-spec pada

produksi Propane dan mengestrak C3 untuk di top product agar tidak

banyak yang menuju bottom product )

• Mengontrol jumlah C4 dalam C3 pada top product De-propanizer.

• Ada 2 pilihan untuk memaksimalkan produksi, antara produksi C3 dan C4

yang bergantung kepada permintaan dan harga.

- Memaksimalkan C3 : meningkatkan fraksi C4 di dalam C3 hingga

batas limit yang tinggi.

- Meningkatkan C4 : meningkatkan fraksi C3 di dalam C4 hingga

batas limit yang tinggi.

• Untuk memurnikan kandungan C3 untuk kebutuhan operasional (MCR

makeup) dengan cara meminimalkan kandungan fraksi C4 di dalam fraksi

C3, sekecil mungkin.

• Menstabilkan pengoperasian pada De-propanizer column dan mengurangi

gangguan yang disebabkan oleh perubahan komposisi pada feed gas.

Selain tujuan pengontrolan, dibutuhkan strategi untuk menjalankan De-propanizer

coloum SMOC, diantaranya :

• 2 Quality Estimator telah dibangun untuk Top Quality De-propanizer

column dan Bottom Quality De-propanizer. Pada posisi Top, QE dipasang

untuk mengetahui berapa kandungan fraksi C4 di dalam C3 sedangkan pada

posisi Bottom, QE dipasang untuk mengetahui kandungan fraksi C3 di

dalam C4. Sedangkan on-line analyzer digunakan untuk mengupdate data,

apakah quality estimator memberikan data yang benar atau tidak, jika tidak

benar akan disesuaikan dengan on-line analyzer dengan cara pendekatan

nilai (verifikator).

• Menjaga temperatur pada De-propanizer column di posisi bottom, middle,

dan top dengan range yang sudah ada. Ini dilakukan dengan pengkondisian

Page 19: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

60 60

jika terjadi ketidakakuratan data pada analyzer, ada data dari verifikator

untuk back-up datanya (second opinion)

Gambar 4.11 : De-propanizer Column SMOC

4.2.2.4 De-Butanizer Column SMOC

Untuk column keempat yaitu De-butanizer Column SMOC dimana terjadi

proses kontrol yang mempunyai tujuan diantaranya :

• Memaksimalkan jumlah kandungan fraksi iC5 ( iso-pentane ) di dalam

kandungan fraksi C4 pada posisi top De-buthanizer hingga batas limit yang

ditentukan.

• Memaksimalkan proses pemisahan fraksi agar dapat meningkatkan produksi

C4.

• Menstabilkan pengoperasian pada De-buthanizer column dan mengurangi

gangguan yang disebabkan oleh perubahan komposisi pada feed gas.

Page 20: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

61 61

Selain tujuan pengontrolan, dibutuhkan strategi untuk menjalankan De-buthanizer

coloum SMOC, diantaranya :

• 1 Quality Estimator telah dibangun untuk Top Quality De-butanizer column

untuk mengetahui berapa jumlah kandungan fraksi iC5 di dalam C4.

Sedangkan on-line analyzer digunakan untuk mengupdate data, apakah

quality estimator memberikan data yang benar atau tidak, jika tidak benar

akan disesuaikan dengan on-line analyzer dengan cara pendekatan nilai

(verifikator).

• Menjaga temperatur pada De-butanizer column di posisi middle, dan top

dengan range yang sudah ada. Ini dilakukan dengan pengkondisian jika

terjadi ketidakakuratan data pada analyzer, ada data dari verifikator untuk

back-up datanya (second opinion)

Gambar 4.12 : De-butanizer Column SMOC

Page 21: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

62 62

4.2.2.5 Flow Stabilizing SMOC

Untuk Plant-3 juga menggunakan kontrol dengan SMOC dimana juga untuk

menstabilkan flow yang ada. Adapun tujuan dari pengontrolan tersebut diantaranya :

• Kerja dari SMOC adalah menstabilkan laju aliran di bottom dari setiap

columns yang ada di Plant-3, mulai dari 3C-1 (Scrub Column); 3C-4 (De-

Ethanizer Colum); 3C-6 (De-Propanizer Column); dan 3C-8 (De-Buthanizer

Column) dengan tetap menjaga ketinggian level dengan setpoint dan set

range yang telah ditentukan oleh Operator Setting.

Penstabilan flow pada column telah mencapai targetnya, diantaranya :

• Pengoperasian kontroler sangat baik dalam kondisi mengurangi gangguan

yang ada dan menstabilkan flows terhadap proses yang ada menuju beberapa

columns yang berbeda.

• Selain itu, untuk kestabilan flow pada fractination column sebelum

penerapan APC mempunyai kondisi tidak stabil, sedangkan saat sudah

diterapkan APC kondisinya stabil.

Gambar 4.13 : Flow Stabilizing Column SMOC

Page 22: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

63 63

Gambar 4.14 : Grey Box Modelling dari Flow Stabilizing

Pada gambar di atas ( Gambar 4.15 ), dari pemodelan gray box bisa diketahui

bagian yang dilingkari dengan warna merah merupakan DV (Distrubance Variables)

dimana berupa gangguan disturbance flow feed gas. DV tersebut hanya bisa

menerima informasi dari proses sebelumnya dan memprediksi apa dampaknya pada

level di Scrub Column (lingkaran warna hijau yang pertama). Karena dari DV

tersebut terdapat function block yang berisi Dead Time (D); Gain (G); dan Time

Constant (T), karena pada block pertama dengan tanda panah warna ungu itu G =

0.1106 (positif) mempunyai pengertian searah, semakin besar flow yang ada, maka

pengaruh level akan naik juga pada scrub column. Untuk lingkaran warna biru,

merupakan Manipulated Variable (MV) bottom product yang dimana berfungsi untuk

mengendalikan bottom flow. Saat kondisi bottom product besar, maka pengaruhnya

level akan turun, tetapi pengaruhnya tetap kepada gain yang lebih besar. Untuk gain

pada arah panah coklat (1), bernilai G = -0.3, dimana bernilai terbalik. Pengertian

terbalik adalah saat bottom product dalam keadaan besar, maka pada level pada scrub

column akan turun, tetapi dampak dari MV (1) tidak berpengaruh besar karena ada

DV yang mempunyai nilai gain positif. Selain menjadi MV (1) pada pengaturan level

pada scrub column, MV(1) bottom product juga sebagai set point untuk level pada

Page 23: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

64 64

De-ethanizer Column. Begitu seterusnya, berlaku pada De-propanizer column

(lingkaran ketiga) dan De-buthanizer column (lingkaran keempat) secara terus

menerus.

4.2.2.6 SMOC – MCHE (Main Cyrgenic Heat Exchanger)/MCR (Multi

Component Refrigerant)

Gambar 4.15 : Penerapan SMOC pada MCHE / MCR

Selain Plant-3, SMOC Controller diaplikasikan di Plant-4 dan Plant-5. Dua

peranan penting dijadikan satu, yaitu MCHE dan MCR/C3 yang dijadikan satu

menjadi SMOC Controller. Pada MCHE, peranan penting MCR dan C3 ( Propane )

adalah untuk media pendingin bagi feed gas yang masuk ke dalam MCHE. Tujuan

pengontrolan pada MCHE-MCR diantaranya :

• Menghilangkan beberapa (multivariable) penghalang seperti kompressi

(Kompressor MCR/C3), beban pendinginan (MCHE, MCR/C3), kapasitas

alat (Volume, Pressure, Flow maximal) untuk mendapatkan pengoperasian

yang optimal.

Page 24: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

65 65

• Menyeimbangkan efek transient dan menstabilkan kondisi pengoperasian

agar bisa tetap dalam jangkauan pengoperasian jika terjadi kemungkinan

gangguan pengoperasian, komposisi masukan, perubahan kondisi ambient

(kondisi cuaca saat malam-siang hari, panas-hujan, temperatur air laut

dimana semakin dingin semakin efisien).

• Memaksimalkan efisiensi dengan cara meminimalisir konsumsi steam pada

C3 kompresor dan MR kompresor ( efiesiensi penggunaan steam ).

Keuntungan penggunaan SMOC MCHE-MR :

• Dengan penerapan APC kita dapat meningkatkan kapasitas produksi LNG

jika kondisi tekanan feed gas mencukupi.

• Jika kondisi feed gas tidak cukup untuk untuk proses peningkatan produksi

maka akan diarahkan pada fungsi meminimalkan penggunaan steam pada

compressor 4K-1/2/3 dan 2K-1.

Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pengontrolan pada MCHE-MCR SMOC

diperlukan sebuah strategi, yaitu strategi Optimisasi Ekonomi dimana ada 2

rancangan yang akan dilakukan, diantaranya :

• Memaksimalkan LNG, fungsi ekonomi ini lebih kearah untuk menekan

produksi LNG untuk mencapai target yang diinginkan untuk beberapa

proses. Pencapaian target tersebut memanfaatkan setiap kesempatan yang

ada, seperti memaksimalkan temperatur LNG hingga batas limit, pergeseran

beban antara MCR dan C3 compressors, kondisi dari proses cooling water,

perubahan temperatur di LNG exchanger (5E-2) hingga batas yang

ditentukan, dan lain – lain.

• Pengoptimisasian efiensi, fungsi ekonomi in lebih kearah untuk

meminimalisir MR dan kosumsi C3 compressors pada produksi LNG. Ini

dapat digunakan ketika tidak ada asupan feed gas untuk MCHE dan

pengoperasian saat produksi LNG.

4.3 Distributed Control System (DCS)

Hal yang paling sangat berperan dalam APC adalah DCS. DCS merupakan

suatu sistem pengendalian yang terdistribusi dengan basis microposessor dimana

menjadi pengganti dari sistem pengendalian konventional (single loop controller).

Page 25: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

66 66

Pengendalian DCS dilakukan pada suatu control room dengan berbagai fungsi

pengendalian, monitoring, dan optimasi. Untuk Train-F sendiri menggunakan DCS

Centum – XL yang tergolong tipe lama. Adapun fungsi dari DCS diantaranya :

• Untuk memonitor proses kondisi dari pabrik saat berjalannya proses atau

shutdown.

• Untuk mengendalikan proses pabrik.

• Untuk memberikan peringatan operator jika ada penyimpangan proses.

• Sebagai instrument pengaman terhadap peralatan pabrik.

• Untuk membantu menyiapkan Shift, Daily Report (Logging Printer).

PT. Badak dalam pengoperasiaan sistem pengendaliannya menggunakan DCS

Yokogawa. Mulai dari DCS Centum-V beranjak dengan DCS Centum-XL lalu DCS

Centum-CS dan yang sedang dipakai sekarang adalah DCS Centum-CS 3000 (Train

A sampai Train-H, kecuali Train-F masih menggunakana DCS Centum-XL.

4.3.1 Perangkat Distributed Control System ( DCS )

Secara umum, DCS dapat dibagi menjadi 3 bagian, diantaranya :

a. Operator Station

Operator Station digunakan untuk mengumpulkan data operasi proses

serta menampilkan dan mengolah data dari proses yang terjadi pada plant.

b. Control Station

Digunakan sebagai control unit untuk mengendalikan variabel–variabel

yang dikendalikan pada proses. Control station dikenal pula dengan istilah

Field Control Station (EFCD). Berikut adalah komponen dari EFCD :

• Central Processor Unit (CPU)

• Catu daya (Power Supply Unit, PSU)

• HF Bus coupler

• Modul masukan/keluaran (I/O modules, IOM)

c. Sistem Komunikasi

Sarana pertukaran data antara operator station, control station dan proses.

Sarana komunikasi ini juga dapat digunakan untuk menghubungkan DCS

dengan sistem lain seperti PLC (Programmable Logic Control), SCADA

Page 26: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

67 67

system (Supervisory Control and Acquisition Data), Asset Management.

Sedangkan perangkat antarmuka (interface) DCS terdiri dari :

• Human Interface Station ( HIS )

HIS sebagai interface antara DCS dan operator berfungsi untuk

melakukan monitoring terpusat proses dari control station, menyajikan

informasi plant terkini kepada operator melalui graphical user interface

(GUI) dan menerjemahkan instruksi operator terhadap mesin sehingga

operator dapat melakukan fungsi operasi, maintenance dan

troubleshooting serta berbagai pengembangan. Station ini tersusun atas

sebuah console atau desktop personal computer.

• Engineering Interface

Merupakan perangkat interface antara DCS dan engineer yang

memungkinkan pembangunan system dan proses maintenance perangkat

lunak DCS sekaligus berperan sebagai engineering development station.

• Interface ke sistem lain

� Supervisory computer interface, berfungsi untuk :

- Menghubungkan DCS ke supervisory computer

- Mentransmisikan data kontrol dan menerima perintah supervisory

operation dan setting optimal

� Control sub-system interface

Berfungsi untuk menghubungkan DCS ke tipe instrument lain seperti

Programmable Logic Control (PLC) maupun Analyzer komposisi untuk

mengintegrasikan operasi plant, dll.

• Interface proses

Merupakan interface antara DCS dan plant (field instrument). Pada

interface proses, Control Station menerima sinyal pengukuran dari sensor

dan melakukan perhitungan kontrol sesuai dengan deviasi harga set-point.

Sinyal keluaran dikirim ke elemen kontrol akhir (final control element)

untuk melakukan aksi kompensasi.

4.3.2 Konfigurasi DCS

Konfigurasi DCS umumnya dilakukan dari EWS (Engineering Workstation).

EWS merupakan suatu database utama yang berisi semua konfigurasi instrumen dan

Page 27: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

68 68

dapat menggunakan komunikasi bertopologi peer-to-peer dalam penggunaannya.

Karena database terletak pada workstation, maka proses download diperlukan

selama proses backup data pada control unit redundant. Dalam penggunaan awal,

tampilan, data, dan trend DCS juga harus dikonfigurasikan termasuk penyesuaian

kebutuhan tampilan dari customer maupun operator yang bersangkutan.

4.4 Tampilan SMOC DCS Interface

• OFF-mode

Kondisi ini mengindikasikan kepada applikasi dari APC/SMOC untuk berhenti

beroperasi. APC/SMOC tidak membaca input yang masuk dan tidak mengirim

data output.

• STBY- mode

Kondisi ini mengindikasikan SMOC untuk hanya menerima input yang masuk

dan mengolah data input yang masuk tetapi tidak dikirim menuju DCS, hanya

sebagai collecting data untuk proses selanjutnya. Penggunaan STBY-mode ini

diatur oleh APC Engineer sebelum operator memulai untuk menggunakan

kontroler.

• CTRL- mode

Kondisi ini mengindikasikan SMOC untuk dijalankan, mulai dari membaca input

dan membuat perubahan kalkulasi pada control dan mengirimkannya menuju

DCS. Di mode ini, deviation error nya dikecilkan.

• OPT-mode

Kondisi ini mengindikasikan SMOC untuk dijalankan, mulai membaca input,

menghitung pengoperasian dari plant, menghitung optimasi pengoperasian plant

berdasarkan variabel ekonomi, mengontrol perubahan kalkulasi dan mengirimkan

menuju DCS. Dalam mode ini, SMOC memanfaatkan potensial unit dengan

penuh,dengan menekan pengoperasiannya.

Page 28: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

69 69

OFF-mode STBY-mode CTRL -mode OPT-mode

Gambar 4.16 : Konfigurasi SMOC De-ethanizer Column pada DCS

Dari gambar di atas (Gambar 4.16), bisa diketahui panel dari SMOC itu sendiri. Ini

merupakan salah satu konfigurasi dari SMOC pada De-ethanizer Column. Disinilah

kita bagaimana penetuan set point yang ada. Contoh pada tag F3AI23CR yang

merupakan kondisi dari C3 di dalam C2 RQE Set Point. Diketahui data yang muncul

pada PV adalah 0.02 dengan satuan unit mol %. Selain itu, ada penentuan batas atas

dan bawah dari range yang ada, Set Range HI dan Set Range LO.

4.5 Tampilan Grafik Pada RQE (Robust Quality Estimator)

RQE merupakan salah satu bagian terpenting, bagian yang berfungsi untuk

mengestimasi product yang ada untuk bisa dikombinasikan dengan SMOC.

Page 29: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

70 70

Gambar 4.17 : Tampilan RQE pada kondisi C3 dalam C4 di De-butanizer

coloum

Gambar 4.18 : Letak RQE pada kondisi C3 dalam C4 di De-butanizer coloum

Dari contoh pemaparan gambar di atas (Gambar 4.18 dan 4.19), bisa diketahui

bahwa RQE ini tidak diletakkan di De-propanizer column, melainkan di De-

butanizer column, terjadi sedikti delay pada RQE tersebut. Pada kondisi ini, RQE

RQE

Page 30: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

71 71

mengestimasi jumlah fraksi C3 yang ikut dalam fraksi C4 dimana berguna untuk

memaksimalkan produksi dari Buthane. Dari grafik yang tertera, grafik dengan line

merah merupakan indikasi estimasi yang akan terjadi di depan.

4.6 Permasalahan APC

APC awalnya merupakan pilot project yang dilakukan pada tahun 2004 oleh

beberapa engineer dengan kondisi pasokan feed gas yang masih stabil dan sesuai

standard ditambah dengan masih sehatnya semua proses train yang ada. Tapi

semakin tahun, kondisi feed gas yang masuk ke PT Badak semakin menurun dan

cenderung tidak stabil karena sumber yang sudah mulai berkurang sehingga

memberikan dampak kepada proses produksi LNG/LPG pada PT Badak.

Salah satu penyebab APC tidak berjalan lagi di PT Badak adalah kondisi feed

gas yang tidak stabil dan tidak sesuai dengan standard. Dari sisi GC Analyzer, GC

Analyzer yang dipakai sebelumnya adalah produk dari GCs Yokogawa tetapi sudah

diganti dengan GCs Siemens Maxum II, permasalahan yang terjadi adalah tidak

terbacanya indikasi yang ada di GCs kepada DCS. Tidak terbacanya indikasi dari

GCs karena dari sisi setting hardware/software untuk komunikasi menggunakan

hardwire ke DCS yang tidak tepat. Untuk memperbaiki masalah ini diperlukan

bantuan dari Engineer Siemens yang berpengalaman..

Untuk melindungi compressor dari surging yang diakibatkan oleh rendahnya

flow disisi inlet, maka recycle valve harus dalam kondisi terbuka. Hal ini

menyebabkan efisiensi compressor menjadi berkurang. Dalam kondisi ini APC tidak

dapat digunakan dengan optimal.

Ditambah dengan para operator yang sedikit mengerti tentang pengoperasian

APC ini dan engineer yang mengerti tentang APC.

Page 31: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

72 72

BAB V

KESIMPULAN

Dari studi implementasi APC yang diterapkan di Train-F PT Badak , bisa saya

simpulkan bahwa :

1. APC adalah teknik kontrol untuk mengoptimasi proses dimana dalam kasus

ini untuk mengoptimasi proses produksi LNG dan LPG.

2. APC menggunakan teknologi Multi Predictive Controller (MPC) untuk

menjalankan proses kedepannya. APC menggunakan Shell Multivariable

optimizing Controller (SMOC) untuk kontrolernya dan Robust Quality

Estimator (RQE) untuk Product Quality Estimatornya.

3. APC pada Train-F sebenarnya telah berhasil mengoptimasi produksi LNG

dengan baik tetapi karena Online Analyzer tidak berfungsi dengan baik

dan/atau tidak dapat dibaca oleh DCS sehingga APC tidak dapat

difungsikan.

4. Keterbatasan pressure Feed Gas mengakibatkan kontroller APC untuk

meningkatkan kapasitas produksi LNG tidak dapat dilakukan.

5. Tanpa pengoperasian produksi LPG, kontroller APC untuk kolom fraksinasi

tidak dapat dilakukan.

6. Faktor GCs Analyzer dan feed gas adalah hal yang sangat utama.

7. Kondisi Recycle Valve harus dalam kondisi tertutup agar bisa terjadi

pengefisien kinerja kompressor yang digunakan.

8. APC diimplementasikan di Plant-3 ( Scrub Column, De-ethanizer Column,

De-propanizer Column, dan De-buthanizer Column ) ; Plant-4; dan Plant-

5 (Main Cryogenic Heat Exhanger [MCHE] dengan equipment yang

tergabung dalam siklus propane dan MR Compression).

Page 32: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

73 73

BAB VI

SARAN

Setelah mengetahui dari kondisi PT Badak sekarang ini dan APC yang dalam

keadaan off – line. Menjadi pemikiran mendasar, apakah APC bisa dijalankan lagi

kedepannya dimana budget untuk proyek APC ini terbilang besar.

Dari analisa yang saya dapat, sekarang pun APC bisa dijalankan dengan

kondisi feed gas yang dikatakan tidak stabil atau turun. Tetapi hanya beberapa gain

yang didapat, seperti :

1. Meningkatkan produksi LPG

2. Hanya bisa memperkecil error deviation

3. Menyeimbangkan beban

4. Menghemat steam

5. Memudahkan operator bekerja

Dari gain yang didapat dalam kondisi PT Badak sekarang, main gain yang

diinginkan yaitu tidak bisa meningkatkan kapasitas produksi LNG karena

kondisi feed gas yang kurang memadai dan GCs Analyzer yang masih belum

diperbaiki.

Untuk kedepannya, agar APC bisa dijalankan lagi, perlunya beberapa

ketentuan agar bisa berjalan, diantaranya :

1. Dilakukan perbaikan pada GCs Analyzer baik dalam lingkup alat

instrument maupun dalam lingkup komunikasi dengan DCS.

2. Pasokan feed gas diusahakan lebih banyak untuk menjalankan APC ini.

(beberapa tahun kedepan PT Badak akan mendapatkan pasokan feeed gas

dari proyek Coal Bead Methane)

3. Diadakannya pemfamilirian terhadap APC itu sendiri, dari sisi Instrument

Engineer, Process Engineer, dan Operator agar pengetahuan akan APC

didapatkan sehingga bisa mendapatkan gain yang diinginkan. Dengan cara

training APC oleh vendor yang ada atau dari isntansi yang telah

mempelajari APC.

4. Tetap menjalankan produksi LPG karena jika produksi LPG diberhentikan

maka APC tidak bisa dijalankan. Salah satu proses yang terjadi di SMOC

Page 33: Bab Tugas Khusus - APC_Febrian_TF ITS

Laporan Kerja Praktek

Febrian Surya Perkasa – 2407 100 041

Advanced Process Control pada Train-F

Departemen Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

74 74

adalah mengestrak beberapa fraksi untuk LPG dan jika tidak diesktrak

maka LNG akan mendapatkan komposisi dengan Heating Value yang

tinggi diatas spesifikasi produk yang telah ditetapkan.

5. Jika produksi feed gas yang masuk ke PT Badak dalam jumlah besar, APC

bisa diterapkan ke beberapa train agar bisa mengoptimumkan produksi

LNG dan memberikan benefit yang besar bagi PT Badak.

6. Jika informasi tentang rencana mothball pada tahun mendatang benar

dilakukan, ini akan bisa memberikan dampak yang baik untuk menjalankan

APC di Train-F dan bisa ditambahkan di beberapa Train.

7. Perlunya team work diantara semua section tanpa terkecuali karena APC ini

membutuhkan banyak pemikiran dan banyak keahlian untuk menjalankan

(meskipun bekerja secara auto).