-237- BAB IV PERMASALAHAN DAN ISU-ISU STRATEGIS DAERAH 4.1. Permasalahan Pembangunan Permasalahan pembangunan di Kabupaten Tangerang dijabarkan berdasarkan kondisi umum yang telah disampaikan dalam bab II serta perkembangan atau evaluasi atas target-target kinerja RPJMD sebelumnya. Permasalahan yang disampaikan merupakan kondisi yang masih menjadi fokus pelaksanaan pembangunan periode 2019-2023. Agar permasalahan kabupaten tereksplorasi secara komprehensif maka analisis permasalahan pembangunan kabupaten Tangerang di jelaskan dalam 4 kelompok permasalahan yakni permasalahan pengembangan sumber daya manusia, permasalahan ekonomi, permasalahan tata kelola pemerintahan dan permasalahan infrastruktur dan lingkungan hidup. 4.1.1 Permasalahan Pengembangan Sumber Daya Manusia Analisis atas pengembangan SDM meliputi bidang pendidikan, kesehatan, sosial serta pemberdayaan perempuan. Berdasar analisis yang telah dilakukan pada Bab II pada aspek SDM teridentifikasi relatif tertekannya kinerja pembangunan manusia Tangerang jika dibandingkan dengan Banten. Terdapat berbagai persoalan yang menyebabkan kinerja pembangunan manusia Kabupaten Tangerang tertekan, mulai dari jumlah penduduk miskin, kinerja pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Secara makro analisis permasalahan pengembangan sumber daya manusia sebagaimana disajikan dalam tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Analisis Permasalahan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pokok Masalah Masalah Akar Masalah Pengembangan sumber daya manusia yang belum optimal Jumlah penduduk miskin yang cenderung meningkat Penduduk lokal kalah bersaing dengan pendudk pendatang untuk memperebutkan lapangan kerja Karakter investasi yang padat modal Perempuan sebagai bagian dari
41
Embed
BAB IV PERMASALAHAN DAN ISU-ISU STRATEGIS ...jdih.tangerangkab.go.id/apps/www/storage/document/PERDA 1...-237- BAB IV PERMASALAHAN DAN ISU-ISU STRATEGIS DAERAH 4.1. Permasalahan Pembangunan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
-237-
BAB IV
PERMASALAHAN DAN ISU-ISU STRATEGIS DAERAH
4.1. Permasalahan Pembangunan
Permasalahan pembangunan di Kabupaten Tangerang dijabarkan
berdasarkan kondisi umum yang telah disampaikan dalam bab II serta
perkembangan atau evaluasi atas target-target kinerja RPJMD
sebelumnya. Permasalahan yang disampaikan merupakan kondisi yang
masih menjadi fokus pelaksanaan pembangunan periode 2019-2023.
Agar permasalahan kabupaten tereksplorasi secara komprehensif maka
analisis permasalahan pembangunan kabupaten Tangerang di jelaskan
dalam 4 kelompok permasalahan yakni permasalahan pengembangan
sumber daya manusia, permasalahan ekonomi, permasalahan tata kelola
pemerintahan dan permasalahan infrastruktur dan lingkungan hidup.
4.1.1 Permasalahan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Analisis atas pengembangan SDM meliputi bidang pendidikan,
kesehatan, sosial serta pemberdayaan perempuan. Berdasar analisis
yang telah dilakukan pada Bab II pada aspek SDM teridentifikasi relatif
tertekannya kinerja pembangunan manusia Tangerang jika
dibandingkan dengan Banten. Terdapat berbagai persoalan yang
menyebabkan kinerja pembangunan manusia Kabupaten Tangerang
tertekan, mulai dari jumlah penduduk miskin, kinerja pendidikan,
kesehatan dan sebagainya. Secara makro analisis permasalahan
pengembangan sumber daya manusia sebagaimana disajikan dalam tabel
4.1 berikut.
Tabel 4.1 Analisis Permasalahan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pokok Masalah Masalah Akar Masalah
Pengembangan
sumber daya
manusia yang
belum optimal
Jumlah penduduk
miskin yang
cenderung
meningkat
Penduduk lokal kalah bersaing
dengan pendudk pendatang untuk
memperebutkan lapangan kerja
Karakter investasi yang padat
modal
Perempuan sebagai bagian dari
-238-
Pokok permasalahan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia di
Kabupaten Tangerang adalah belum optimalnya tingkat keberhasilan
pembangunan manusia yang diukur dengan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), walaupun angka menunjukkan peningkatan setiap
tahunnya akan tetapi IPM Kabupaten Tangerang berada pada angka 70,97
masih dibawah IPM Provinsi Banten yang menunjukkan angka 71,42 pada
tahun 2017. Pertumbuhan capaian angka IPM yang relatif lambat
dibandingkan Banten itu bersumber dari kontribusi daya beli yang
peningkatannya sangat kecil. Pertumbuhan daya beli yang rendah itu
terkait dengan perkembangan sektor yang terjadi. Sektor penyerap tenaga
terbanyak memiliki nilai produktivitas yang relatif rendah, dengan
demikian penduduk yang bekerja pada sektor bersangkutan (pertanian
dan akomodasi, konsumsi) juga memiliki pendapatan per kapita yang
relatif rendah. Inilah alasan mengapa pertumbuhan daya beli yang dicapai
Tangerang juga rendah. Rendahnya daya beli ini teridentifikasi dengan
jelas pada masih stagnannya penduduk miskin.
Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu wilayah mencerminkan
tingkat pendapatan penduduk, semakin banyak jumlah penduduk miskin
mengindikasikan rendahnya tingkat pendapatan penduduk di wilayah
tersebut. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tangerang pada tahun
2017 berjumlah 191.620 jiwa atau mencakup 5,39 persen dari total
kelompok miskin yang rentan
masih kurang berdaya
Migrasi yang cukup tinggi dengan
bekal sumber daya terbatas
menjadikan mereka masyarakat
pinggiran
Peningkatan
kinerja
pendidikan relatif
rendah
Akses dan kualitas sarana
pendidikan belum optimal
Tidak meratanya ketersediaan
guru
Peningkatan
kinerja kesehatan
yang relatif
rendah
Akses dan kualias sarana
kesehatan belum optimal
Masih tingginya tingkat
penyebaran penyakit menular
-239-
penduduk. Bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi
Banten maka tingkat kemiskinan Kabupaten Tangerang merupakan
tertinggi keempat. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa tingkat
pendapatan penduduk di Kabupaten Tangerang relatif kurang baik.
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan
persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan
adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus
mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan mengenai
kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman
kemiskinan (P1) dan tingkat keparahan kemiskinan (P2).
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) Kabupaten Tangerang pada
tahun 2017 sebesar 0,68 dan merupakan yang terbesar keenam
dibandingkan kabupaten/kota lain di Provinsi Banten meski pada tahun
sebelumnya sempat berada di peringkat ketiga. Hal ini menunjukkan
bahwa di Kabupaten Tangerang tingkat kesenjangan rata-rata
pengeluaran penduduk miskin terhadap batas kemiskinan semakin
menunjukkan ke arah perbaikan, karena angkanya semakin mengecil.
Tingkat kesenjangan rata-rata pengeluaran penduduk miskin Kabupaten
Tangerang terbaik ketiga setelah Kota Tangerang Selatan dan Kota
Cilegon. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya terlihat ketimpangan
sebaran pengeluaran diantara penduduk miskin di Kabupaten Tangerang
sudah menunjukkan ke arah yang lebih baik karena besarannya semakin
mengecil.
Demikian juga bila dilihat dari tingkat keparahan kemiskinan,
dimana Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kabupaten Tangerang
merupakan yang terkecil kedua bila dibanding kabupaten/kota lain di
Provinsi Banten, yaitu sebesar 0,13. Peringkat terkecil yang pertama
adalah Kota Tangerang Selatan dengan besaran 0,07.
Penyebab dari penduduk miskin itu tentu sangat banyak, dari
analisis yang dilakukan setidaknya teridentifikasi faktor kunci penyebab
kemiskinan itu adalah tingkat pengangguran, pemberdayaan perempuan
dan migrasi. Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten Tangerang selalu
dalam keadaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Banten maupun
angka Nasional. Pada tahun 2017 TPT Kabupaten Tangerang berada
pada 10,57% sedangkan Banten sebesar 9,28% dan Nasional 5,5%. Salah
satu hal yang dapat menjelaskan kondisi ini adalah sifat dan karakter
investasi yang terjadi. Karakter investasi yang padat modal mampu
-240-
menciptakan nilai tambah dengan cepat sehingga menciptakan
pertumbuhan yang tinggi, namun demikian sifat investasi yang demikian
memiliki kemampuan untuk menyerap tenaga kerja yang memiliki
keterampilan dan keahlian khusus. Sedangkan jika dilihat menurut jenis
kelamin, TPT laki-laki sedikit lebih rendah dibandingkan perempuan,
dimana TPT laki-laki sebesar 10,52 persen sedangkan TPT perempuan
sebesar 10,66 persen. Kondisi ini salah satunya diakibatkan oleh relatif
masih rendahnya tingkat pendidikan perempuan dibanding laki-laki,
sehingga kalah bersaing dalam mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
Sektor industri yang merupakan sektor yang memberikan kontribusi
terbesar PDRB memberikan daya tarik luar biasa bagi penduduk diluar
Kabupaten Tangerang untuk migrasi. Hal ini terlihat dari komposisi
penduduk usia produktif yang terbesar, hal ini dapat menjadi potensi
pembangunan, akan tetapi bila kapasitas usia produktif tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasar maka akan menjadi beban pembangunan.
Jika ditelusuri lebih dalam maka terlihat bahwa penganggur didiminasi
oleh penduduk lokal, artinya penduduk lokal memiliki daya saing yang
relatif lemah dibandingkan penduduk migran dalam hal memperebutkan
lapangan kerja.
Perempuan adalah kelompok yang paling rentan ketika kita
membahas tentang kemiskinan. Fakta bahwa banyak keluarga miskin
yang berkelapa keluarga perempuan adalah bukti dari kerentanan itu.
pada aspek ini yang dibutuhkan tentu adalah pemberdayaan terhadap
para perempuan, utamanya perempuan miskin.
Rata rata lama sekolah sebagai indikator akhir dari kinerja
pendidikan menunjukkan kinerja yang belum optimal. Capaian kinerja
pendidikan Tangerang lebih rendah diabndingkan Propinsi Banten, yaitu
8,24 tahun dibawah angka RLS Provinsi sebesar 8,53 tahun. Rendahnya
capaian kinerja pendidikan diduga terkait dengan relatif tingginya
penduduk usia kerja yang telah memiliki pendidikan yang relatif rendah.
Sementara itu kinerja pendidikan penduduk muda belum mampu
mengimbangi kondisi pendidikan yang telah berada pada level rendah
itu. Pada aspek teknis pendidikan terdapat dua penyebab yang
teridentifikasi yakni tidak meratanya sarana dan prasarana juga tenag
pendidik. Akibat dari keterbatasan kedua spek ini maka Angka Harapan
Lama Sekolah juga menjadi relatif rendah.
-241-
Pada bidang kesehatan, kinerja yang diukur dari angka harapan
hidup peningkatannya juga rendah dalam lima tahun kebelakang.
Rendahnya capaian kinerja angka harapan hidup terkait dengan kinerja
kesehatan secara keseluruhan. Penyebaran penyakit menular di
Kabupaten Tangerang juga perlu mendapat perhatian seperti karena
distribusinya hampir merata di Kabupaten Tangerang. Puskesmas
sebagai fasilitas kesehatan tingkat I masih harus terus dilengkapi sarana
dan prasarananya karena belum semua Puskesmas memiliki fasilitas
Rawat Inap, sehingga masih harus dirujuk ke Rumah Sakit.
4.1.2 Permasalahan Pembangunan Ekonomi
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dalam Bab II,
permasalahan makro pembangunan ekonomi Kabupaten Tangerang
adalah bahwa perekonomian cenderung mengalami tekanan dan
menghasilkan ketimpangan. Analisis Perekonomian Tangerang meliputi
bidang perdagangan, perindustrian, UMKM dan Koperasi, pariwisata
dan penanaman modal. Terdapat berbagai persoalan yang menyebabkan
kinerja Perekonomian cenderung mengalami tekanan dan menghasilkan
ketimpangan. Analisis makro permasalahan pembangunan ekonomi
sebagaimana disajikan dalam tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Analisis Permasalahan Pengembangan Pembangunan Ekonomi
Pokok Masalah Masalah Akar Masalah
Perekonomian
cenderung
mengalami
tekanan dan
menghasilkan
ketimpangan
Kinerja sektor
perdagangan
mengalami
penurunan
Daya saing produk dipasar dunia
rendah
Kinerja sektor industri terus
mengalami penurunan, akibat dari:
Kebijakan relokasi industri ke
wilayah lain
Ekonomi lokal belum
berkembang
Kelembagaan ekonomi lokal
yang lemah
Sektor
jasa/property
Posisi Tangerang yang menjadi
penyangga ibukota menjadi
-242-
melibatkan sedikit
tenaga kerja
meningkat dengan
cepat
limpahan kebutuhan ibu kota
Kinerja Sektor
pertanian
fluktuatif
Pertanian minim inovasi
Terjadinya alih fungsi lahan
Kineja sektor
pariwisata
stagnan
Minimnya inovasi pengembangan
pariwisata
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selama 5 tahun kebelakang,
pembangunan ekonomi Kabupaten Tangerang cenderung mengalami
tekanan yang berdampak pada ketidak merataan, baik pendapatan,
maupun antar wilayah. Tekanan itu bersumber dari perkembangan sektor
sektor ekonomi yang terus mengalami pergeseran sejalan dengan
perkembangan ekonomi dalam lingkungan Nasional maupun global.
Sektor perdagangan dan industri pengolahan yang menjadi motor dari
perkembangan ekonomi dan menjadi sumber lapangan kerja penduduk
Tangerang perannya semakin turun, demikian juga dengan
pertumbuhannya.
Selama periode 2013-2017, struktur ekonomi masyarakat
Kabupaten Tangerang di dominasi dari kelompok lapangan usaha
sekunder yang terlihat dari besarnya kenaikan/penurunan peranan
masing-masing kelompok lapangan usaha terhadap pembentukan PDRB
Kabupaten Tangerang. Pada tahun 2017, kelompok lapangan usaha
sekunder memberikan sumbangan sebesar 54,54 persen yang mengalami
penurunan dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 57,14 persen.
Kelompok lapangan usaha primer dan tersier memberikan sumbangan
masing-masing sebesar 6,86 persen dan 38,61 persen. Kelompok lapangan
usaha primer dan tersier ini mengalami kenaikan dibandingkan pada
tahun 2013 yang masing-masing sebesar 6,71 persen dan 36,16 persen.
Perekonomian Kabupaten Tangerang pada tahun 2017 mengalami
percepatan dibandingkan dengan pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya.
Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Tangerang tahun 2017 mencapai
5,84 persen, sedangkan tahun 2015 dan 2016 sebesar 5,60 persen dan
5,36 persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha
-243-
Real Estate sebesar 10,03 persen. Seluruh lapangan usaha ekonomi yang
lain pada tahun 2017 mencatat pertumbuhan yang positif, kecuali
lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas.
Kabupaten Tangerang memiliki daya tarik investasi yang cukup
tinggi, hal ini dapat dilihat dari sisi nilai penanaman modal yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun dan jumlah investor baik PMDN dan PMA
yang terus mengalami peningkatan. Investasi di Kabupaten Tangerang
didominasi oleh sektor industri yang padat modal, akan tetapi dari tahun
ke tahun nilai tambah sektor industri menunjukkan penurunan. Hal ini
memperlihatkan pasar belum mendukung penuh pertumbuhan sektor
industri di Kabupaten Tangerang. Selain daripada itu pendapatan per
kapita penduduk yang bekerja di industri pengolahan dan jasa mampu
menghasilkan pendapatan per kapita lebih dari Rp 70 juta rupiah per
tahun, sementara mereka yang bekerja di sektor akomodasi dan konsumsi
sekitar Rp 4 juta per tahun, atau hampir 20 kali lebih rendah dari yang
dicapai penduduk sektor industri. Hal ini menyebabkan ketimpangan
pendapatan di Tangerang lebih tinggi dibandingkan Banten dan angka
nasional.
Tingkat ketimpangan pengeluaran/pendapatan pendudukan yang
diukur dengan Indeks Gini Ratio menunjukkan bahwa tingkat
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Tangerang masih terdapat
ketimpangan tahun 2016 menunjukkan angka 0,32 dan tahun 2017
sebesar 0,33. Ketimpangan yang tinggi bersumber dari dua aspek,
pertama tidak berkembangnya sektor pertanian. Dilihat dari jumlah
penduduk yang bekerja di sektor pertanian memang tidak banyak namun
nilai tambah sektor ini relatif kecil. Nilai tambah yang kecil bersumber dari
tidak berkembangnya sektor yang bersangkutan. Sebagai daerah yang
berkembang ke arah industri, permintaan lahan untuk industri cukup
tinggi, akibatnya lahan lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan
industri, sedangkan lahan pertanian bergeser ke tanah yang lebih
marginal. Sementara itu posisi Kabupaten Tangerang yang sebagai
penyangga ibukota menyebabkan Kabupaten Tangerang harus
menyiapkan kebutuhan diantaranya akomodasi dan perumahan.
Penyebab lain dari ketimpangan adalah produktivitas tenaga kerja
yang rendah dari sektor rumah makan, hotel dan restoran. Sektor ini
adalah sektor yang memiliki pendapatan per kapita paling rendah. Sektor
ini adalah sektor yang sangat padat tenaga kerja. Sektor ini melayani
-244-
hotel, rumah makan dan restoran dari segala segmen. Sebagai daerah
industri yang berkembang maka, dapat diduga segmen rendah
(penginapan dan rumah makan kecil) adalah yang terbanyak dari sektor
ini. Kebutuhan pekerja pabrik atas akomodasi dan konsumsi
mendominasi sektor ini. Maka tidak mengherankan jika produktivitas
sektor ini jauh lebih rendah dari rata-rata kabupaten.
Pembangunan koperasi dan usaha kecil menengah memiliki
potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Peranan
koperasi sebagai sokoguru perekonomian dan pengembangan usaha
mikro, kecil, dan menengah terbukti lebih mampu bertahan dalam
menghadapi krisis ekonomi. Permasalahan yang kemudian muncul dalam
sektor usaha kecil menengah dan koperasi adalah inovasi dan adopsi
teknologi, pengembangan disain produk, yang berdampak pada
diversifikasi produk masih rendah, keterbatasan jaringan pasar industri
kecil dan kemitraan, serta akses modal.
4.1.3 Permasalahan Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dalam Bab II,
permasalahan pembangunan bidang infrastruktur dan lingkungan
hidup yang meliputi bidang pekerjaan umum dan penataan ruang,
perumahan dan permukiman, lingkungan hidup, perhubungan, adalah
tidak meratanya pembangunan diwilayah Kabupaten Tangerang.
Adapun analisis permasalahan pembangunan ekonomi
sebagaimana disajikan dalam tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Analisis Permasalahan Infrastruktur dan Lingkungan Hidup
Pokok Masalah Masalah Akar Masalah
Ketimpangan
Wilayah
Belum terwujudya
sistem jaringan jalan
yang andal
Pertumbuhan pemukiman
jauh lebih cepat dari
kemampuan daerah untuk
menyediakan akses jalan
Ketimpangan
aksesibilitas dan
transportasi wilayah
Pertumbuhan kendaraan
pribadi yang sangat cepat
Ketersedaan transportasi
publik sangat kurang
Kondisi lingkungan
hidup cenderung
Perkembangan transportasi
dan industri yang
-245-
Pokok Masalah Masalah Akar Masalah
memburuk menciptakan pencemaran
Kemampuan pengelolaan
sampah yang masih terbatas
Masih adanya pelanggaran
pemanfaatan ruang
Belum optimalnya
penanganan perumahan
dan permukiman
Adanya pemukiman baru
yang dibuat oleh migran pada
area yang bukan bukan
pemukiman.
Sarana dan prasarana
lingkungan mengalami
percepatan kerusakan akibat
kelebihan beban dan bencana
banjir
Perilaku masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan
mandiri belum merata di
semau kawasan
Pokok permasalahan bidang infrastruktur dan lingkungan hidup
adalah terdapat ketimpangan wilayah yang diukur dengan Indeks
Wiliamson yang disebabkan oleh kondisi jalan dan jembatan yang belum
mantap. Wilayah Kabupaten Tangerang yang cukup luas dengan jaringan
jalan yang cukup panjang perlu ditangani dengan maksimal terutama
dipusat perekonomian yang volume lalu lintasnya cukup padat dan
menimbulkan kemacetan dibeberapa titik baik dijalan Nasional, Provinsi
dan Kabupaten.
Adapun untuk permasalahan lingkungan hidup penanganan
masalah sampah selain menangani system pengolahan sampah di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tapi juga harus mengurangi volume
sampah yang dibuang ke TPA melalui metoda 3R. Penanganan limbah
rumah tangga juga harus mendapat perhatian mengingat jumlah
penduduk Kabupaten Tangerang yang cukup.tinggi. Selain itu dampak
lingkugan hidup terhadap pertumbuhan sektor industri harus terus
dipantau dan dikendalikan.
-246-
Dalam upaya menurunkan jumlah penduduk miskin Kabupaten
Tangerang yang cukup tinggi, penanganan rumah tidak layak huni
tidakhanya semata-mata memperbaiki rumahnya saja akan tetapi juga
menata kawasan permukiman yang sehat dan pemenuhan sarana
sanitasinya.
Sebagian wilayah Kabupaten Tangerang yang berada di pesisir
pantai dan daerah sekitar aliran sungai memiliki potensi bencana banjir,
selain itu daerah padat penduduk dan kawasan industry juga berpotensi
terhadap bencana kebakaran, sehingga perlu tindakan pencegahan dan
penanganan yang serius.
4.1.4 Permasalahan Bidang Tata Kelola Pemerintahan
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan dalam Bab II,
permasalahan pokok pembangunan bidang tata kelola pemerintahan
adalah kinerja pemerintahan daerah belum optimal. Walaupun nilai
capaian indeks reformasi birokrasi Kabupaten Tangerang telah berada
pada point 81,95 tahun 2017, namun beberapa variabel komponennya
masih perlu ditingkatkan diantaranya penguatan pengawasan
(53,38%), hasil kapasitas dan akuntabilitas kinerja organisasi (71,05%)
dan hasil kualitas pelayanan publik (75). Kondisi ini menunjukkan
bahwa kinerja pemerintahan daerah secara keseluruhan belum
optimal. Hal ini disebabkan oleh berbagai permasalahan yang dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4 Analisis Permasalahan Tata Kelola Pemerintahan
Pokok
Masalah
Masalah Akar Masalah
Kinerja
pemerintahan
daerah belum
optimal
Kinerja akuntabilitas
pemerintahan
daeerah belum
optimal
Kinerja Pengawasan belum
maksimal
Manajemen SDM belum
optimal
Kinerja Pengelolaan
Keuangan dan Asset Daerah
belum optimal
Kualitas Pelayanan
Publik belum optimal
E Government belum
terintegrasi
-247-
Pokok
Masalah
Masalah Akar Masalah
Adanya potensi
gangguan keamanan
dan ketertiban
Adanya pelanggaran Perda
Sumber: Hasil Analisis, 2018
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa ada 3 permasalahan
mendasar yang menyebabkan kinerja pemerintah daerah Kabupaten
Tangerang belum optimal yaitu kinerja akuntabilitas pemerintah daerah
yang belum optimal, rendahnya kualitas pelayanan publik dan adanya
potensi gangguan keamanan dan ketertiban di wilayah Kabupaten
Tangerang. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya capaian
kinerja akuntabilitas pemerintah daerah dalam IRB masih perlu
ditingkatkan. Hal ini konsisten dengan nilai LAKIP Kabupaten
Tangerang tahun 2017 yang masih pada posisi B (61,87), jika
dibandingkan dengan tahun 2016 mengalami penurunan untuk
penilaiannya namun peringkatnya masih tetap pada posisi B.
Komponen penilaian ini meliputi perencanaan, pengukuran, kinerja,
evaluasi dan capaian kinerja. Berdasarkan data perolehan nilai LAKIP
pada bab II, terlihat bahwa unsur evaluasi kinerja memiliki capaian
nilai yang terendah dibandingkan dengan 3 komponen lainnya yaitu
sebesar 42,42%
Penilaian terhadap evaluasi kinerja dikategorikan masih kurang
(42,42%) karena Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang belum
secara optimal dalam melaksanakan evaluasi atas pelaksanaan
Rencana Aksi terhadap unit kerja. Perencanaan kinerja dikategorikan
cukup memadai karena dokumen perencanaan kinerja yang belum
selaras, sehingga target kinerja yang diperjanjikan tidak digunakan
untuk mengukur keberhasilan. Begitu pula dalam penyusunan
perencanaan masih terdapat beberapa kelemahan antara lain:
a. Ketepatan berbagai rumusan unsur-unsur kunci dalam
perencanaan seperti tujuan dan sasaran, indikator kinerja utama
yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan pencapaian
target
b. Ketepatan menentukan target-target jangka pendek dan jangka
panjang
-248-
c. Ketepatan dan keselarasan penjabaran tujuan dan sasaran oleh
setiap satuan kerja ke dalam perjanjian kinerja disertai dengan
target-targetnya serta sistem pengukurannya
Pelaporan kinerja dikategorikan baik, namun dalam
implementasinya, hasil pelaporan kinerja ini belum digunakan sebagai
bahan perbaikan perencanaan berikutnya. Sedangkan untuk pencapaian
sasaran/kinerja organisasi sudah dikategorikan sangat baik.
Sementara itu kinerja pengawasan yang belum maksimal juga
menjadi salah satu penyebab rendahnya kinerja akuntabilitas
pemerintah daerah di Kabupaten Tangerang. Nilai maturitas SPIP pada
tahun 2017 masih pada level rintisan dengan nilai 1,3148. Ini berarti
pemerintah daerah Kabupaten Tangerang telah melaksanakan
pengendalian intern, namun pendekatan resiko dan pengendalian masih
bersifat ad hoc, belum terorganisasi dengan baik serta tidak ada
komunikasi dan pemantauan sehingga kelemahan tidak teridentifikasi.
Disisi lain kapabiltas APIP di Kabupaten Tangerang tahun 2017 masih
berada pada level 2, artinya APIP mampu menjamin proses tata kelola
sesuai dengan peraturan dan mampu mendeteksi level korupsi.
Faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja pemerintah daerah
adalah sumber daya manusia. SDM merupakan salah satu motor
penggerak dalam pembangunan bidang tata kelola pemerintah daerah di
Kabupaten Tangerang. Apabila dilihat komposisi kualifikasi pendidikan
ASN di Kabupaten Tangerang yang didominasi oleh aparatur
berpendidikan sarjana sebesar 47%, maka dapat dikatakan sudah cukup
memadai. Secara kualitas dan kuantitas masih dapat memenuhi
tuntutan beban pekerjaan di Kabupaten Tangerang. Namun
permasalahannya adalah penempatan ASN belum sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki, sehingga banyak pekerjaan yang tidak dapat
diselesaikan dengan baik. Hasil analisis jabatan, analisis beban kerja,
standar kompetensi jabatan dan evaluasi jabatan belum digunakan
sebagai dasar dalam penataan SDM di lingkungan Pemerintah Daerah
Kabupaten Tangerang. Begitu pula komposisi Jabatan Fungsional
Tertentu (JFT) di Kabupaten Tangerang masih didominasi oleh tenaga
pendidik 55,4% dan tenaga kesehatan 11,67%, sedangkan JFT lainnya
masih sangat rendah. Disisi lain kebutuhan untuk jenis JFT lainnya
sangat diperlukan. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen SDM di
lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang belum optimal,
-249-
yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja akuntabiitas pemerintah
daerah di Kabupaten Tangerang.
Penyebab lain yang mempengaruhi kinerja akuntabilitas
pemerintahan daerah adalah kinerja pengelolaan keuangan dan aset
daerah yang belum optimal. Walaupun laporan lima tahun terakhir ini
BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap
laporan keuangan pemerintah daerah, namun pada tahun 2017 masih
ada 4 catatan yang diberikan oleh BPK yaitu penatausahaan dan
pelaporan penerimaan Lain-Lain PAD yang Sah yang bersumber dari
pengembalian belanja sesuai SAP, pengendalian atas pengelolaan aset
milik Pemerintah Kabupaten Tangerang, joint opname atas seluruh aset
yang akan diserahterimakan kepada Pemerintah Kota Tangerang, serta
pembinaan dan pengawasan pengelolaan Keuangan Desa. Masih adanya
beberapa catatan dari BPK terkait pengelolaan aset daerah
mengindikasikan bahwa kinerja pengelolaan aset di Kabupaten
Tangerang belum optimal khususnya dalam iventarisasi dan sertifikasi
aset. Banyak kendala dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah
daerah Kabupaten Tangerang dalam mengelola aset di Kabupaten
Tangerang.
Sementara itu, kualitas pelayanan publik yang belum optimal juga
sangat mempengaruhi kinerja pemerintah daerah. Selama empat tahun
terakhir rata-rata Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan
publik di Kabupaten Tangerang berada diangka 74,22. Hal ini
memperlihatkan pelayanan publik masih harus lebih ditingkatkan.
Selaras dengan kondisi tersebut, hasil laporan evaluasi Ombudsman
terhadap kepatuhan penyelenggaraan pelayanan tahun 2017 juga
menunjukkan bahwa Kabupaten Tangerang masih masuk zona kuning
atau sedang dengan nilai kepatuhan 59,83. Artinya masih ada beberapa
komponen standar pelayanan publik sebagaimana diamanahkan dalam
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, yang
belum dipenuhi oleh Kabupaten Tangerang. Komponen standar
pelayanan publik yang belum terpenuhi oleh Kabupaten Tangerang
diantaranya terkait hak kelompok disabilitas mendapatkan akses dan
fasilitas yang mudah dan layak khususnya ketersediaan pelayanan
khusus bagi pengguna kebutuhan khusus (disabilitas). Disamping itu
juga jangka waktu penyelesaian yang cepat dengan biaya yang murah
juga belum dapat terealisasikan dengan baik. Kondisi ini semakin
-250-
diperburuk dengan adanya laporan pengaduan terkait pelayanan publik
di Kabupaten Tangerang kepada Ombudsman perwakilan Banten
sebanyak 21 laporan. Laporan paling banyak terkait pelayanan
administrasi kependudukan, infrastruktur, pendidikan dan pertanahan. 1
Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas pelayanan publik di Kabupaten
Tangerang masih belum optimal.
Salah satu penyebab belum optimalnya kualitas pelayanan publik
di Kabupaten Tangerang adalah belum terintegrasinya pelaksanaan e-
government dalam pelayanan publik. Sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam bab II, aplikasi sistem informasi daerah yang dikelola perangkat
daerah di lingkungan Kabupaten Tangerang sebanyak 35 aplikasi,
namun pelaksanaannya masih secara parsial dan belum terintegrasi. Hal
ini disebabkan keterbatasan sumber daya di bidang layanan teknologi
informasi dan infrastruktur. Sementara proses perizinan online juga
belum sepenuhnya dijalankan secara on line, hingga saat ini baru 17
jenis perijinan yang dapat dilakukan secara on line dari jumlah seluruh
perijinan yang diselenggarakan sebanyak 62 perijinan. Kondisi ini
mengakibatkan pelayanan publik tidak berjalan dengan optimal sehingga
kinerja pemerintah daerah menjadi terhambat.
Disisi lain, kondisi masyarakat yang aman dan tenteram juga
sangat mempengaruhi kinerja pemerintah daerah. Adanya potensi
gangguan keamanaan dan ketertiban dapat menyebabkan terhambatnya
proses pelaksanaan pemerintahan daerah. Berdasarkan data di bab II,
terlihat bahwa tahun 2017 masih terdapat kasus tindak pidana sejumlah
1.082 kasus. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2016 yang berada
pada angka 759. Disamping itu resiko penduduk terjadi tindak pidana
per 100.000 penduduk menurut wilayah kepolisian resort di Provinsi
Banten tahun 2016 mencapai 22,52. Sedangkan jumlah pelanggaran
peraturan daerah tahun 2015 mencapai 135 kasus. Hal ini
mengindikasikan bahwa masih terdapat potensi gangguan keamanan dan
ketertiban di Kabupaten Tangerang. Apabila tidak diantisipasi, akan
mengganggu jalannya pelaksanaan pemerintahan daerah di Kabupaten
Tangerang.
1 https://www.kabar-banten.com/2017-aduan-masyarakat-ke-ombudsman-meningkat/, diakses tanggal 12