57 BAB IV PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP TRADISI MINJAM GADIS PRA NIKAH A. Pandangan Tokoh Agama Terhadap Tradisi Minjam Gadis Pra Nikah Nilai-nilai ajaran Islam tidak terlepas dari prinsip penerapan yang dianutnya, serta tujuan ajaran Islam itu sendiri. Dari prinsip-prinsip yang dianut dapat dilihat bahwa Islam dalam prosesnya sangat memperhatikan adat (‘Urf). Dalam hukum Islam tradisi dikenal dengan kata Urf yaitu secara etimologi berarti sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat, Al-Urf (adat istiadat) yaitu sesuatu yang sudah diyakini mayoritas orang, baik berupa ucapan atau perbuatan yang sudah berulang-ulang sehingga tertanam dalam jiwa dan diterima oleh akal mereka. 1 Oleh karena itu, dalam penerapan ajarannya terlihat dengan jelas bahwa Islam sangat memperhatikan adat istiadat (Urf) dalam masyarakat, karena adat istiadat sangat mempengaruhi kehidupan dan prilaku umat Islam itu sendiri. Akan tetapi, tradisi yang ada di dalam masyarakat harus disesuaikan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama. Jika hal ini tidak dilakukan boleh jadi sesuatu yang salah karena sudah membudaya di dalam masyarakat, maka akan dianggap wajar dan akan diikuti oleh masyarakat, sebaliknya jika sesuatu yang baik 1 Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasryi, Jakarta, Grafindo Persada, 2009, hlm.90
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
57
BAB IV
PANDANGAN TOKOH AGAMA (MUI) TERHADAP TRADISI MINJAM
GADIS PRA NIKAH
A. Pandangan Tokoh Agama Terhadap Tradisi Minjam Gadis Pra Nikah
Nilai-nilai ajaran Islam tidak terlepas dari prinsip penerapan yang dianutnya,
serta tujuan ajaran Islam itu sendiri. Dari prinsip-prinsip yang dianut dapat dilihat
bahwa Islam dalam prosesnya sangat memperhatikan adat (‘Urf).
Dalam hukum Islam tradisi dikenal dengan kata Urf yaitu secara etimologi
berarti sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat, Al-Urf (adat
istiadat) yaitu sesuatu yang sudah diyakini mayoritas orang, baik berupa ucapan atau
perbuatan yang sudah berulang-ulang sehingga tertanam dalam jiwa dan diterima
oleh akal mereka.1 Oleh karena itu, dalam penerapan ajarannya terlihat dengan jelas
bahwa Islam sangat memperhatikan adat istiadat (Urf) dalam masyarakat, karena adat
istiadat sangat mempengaruhi kehidupan dan prilaku umat Islam itu sendiri.
Akan tetapi, tradisi yang ada di dalam masyarakat harus disesuaikan dengan
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama. Jika hal ini tidak dilakukan boleh
jadi sesuatu yang salah karena sudah membudaya di dalam masyarakat, maka akan
dianggap wajar dan akan diikuti oleh masyarakat, sebaliknya jika sesuatu yang baik
1 Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasryi, Jakarta, Grafindo Persada, 2009, hlm.90
58
tetapi tidak membudaya di dalam masyarakat maka dianggap asing dan tidak akan
diikuti oleh masyarakat setempat.
Begitu juga dengan tradisi minjam gadis pra nikah di desa Tanjung Bali jika
di dilihat dalam pandangan Islam, ada beberapa hal yang sangat bertentangan dengan
ajaran Islam, walaupun ada juga yang sesuai dengan ajaran Islam. Dibawah ini
penulis akan memaparkan pandangan tokoh agama terhadap tradisi minjam gadis pra
nikah yang terjadi pada masyarakat desa Tanjung Bali.
Pada tahapan pertama; pra minjam (meminang) yang terjadi dalam
masyarakat desa Tanjung Bali, ada yang sesuai dengan Islam misalnya pada acara
meminang. Dalam Islam dianjurkan untuk meminang (khitbah) sebelum pernikahan,
karena hal itu bertujuan untuk mengenalkan diantara kedua calon mempelai maupun
kepada keluarga pihak laki-laki dan perempuan. Sebagaimana Firman Allah Swt
dalam surah al-Baqarah:235
ضتم به من خطبة الن ساء أو أكننتم في أنفسكم ول جناح عليكم فيما عر
Artinya: “tidak ada dosa bagi kamu untuk meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati” (QS. al-Baqarah:235)
Kemudian dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Al-
Hakim, dari sahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu’anhuma.
ذا فعل فلي نكاحها، إلى يدعوه ما إلى منها ينظر أن استطاع فإن المرأة، أحدكم خطب
Artinya: “Rasulullah Shallallaahu’alaihi wasallam bersabda; “Apabila seseorang di
antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang
59
dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah” (HR. Ahmad dan Abu
Dawud)
Kemudian yang tidak sesuai dengan ajaran Islam ialah dalam acara meminang
ini bukan hanya sekedar mengenalkan kedua calon pengantin sebagaimana dalam
Islam. Namun sebagai ajang untuk gengsi dan menghamburkan uang untuk hal yang
tidak bermanfaat. Menurut Bapak Lepen, bagi orang yang tidak mampu secara
ekonomi maka mereka sampai menjual kebun untuk melaksanakan tradisi tersebut.2
Sedangkan dalam Islam, menghambur-hamburkan uang yang tidak
bermanfaat termasuk perbuatan syetan. Sebagaimana Firman Allah Swt dalam QS.
al-Isra’:26-27.
ر ول السبيل وابن والمسكين حقه القربى ذا وآت رين تبذيراإن تبذ الشياطين إخوان كانوا المبذ
كفورا لرب ه الشيطان وكان
Artinya: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungghnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan. (QS. al-
Isra’:26-27)
Berdasarkan penjelasan ayat tersebut, dapat diketahui bahwa Allah
memerintahkan kepada kita utnuk memanfaatkan rizeki yang telah Allah berikan
kepada kita, salah satunya dengan makan dan minum serta semua yang telah Allah
halalkan untuk manusia tanpa berlebihan, dan maksud ayat tersebut melarang kita
untuk melakukan perbuatan yang melampaui batas.
2 Wawancara Bapak Lepen, tokoh agama, Desa Tanjung Bali, tanggal 18 Januari 2019.
60
Dari keterangan di atas sudah jelas bahwa menghamburkan uang yang bukan
tujuan kemaslahatan dan bukan tujuan untuk ketaatan kepada Allah, apalagi hanya
menunjukkan status sosial dan ajang untuk gengsi dilarang dalam Islam, karena
termasuk perbuatan syatan, apalagi perbuatan tersebut masih dalam proses lamaran
yang belum tentu sampai ke pernikahan.
Pada Tahapan Kedua yaitu Minjam yakni meminjam calon mempelai wanita
oleh calon mempelai laki-laki selama kurang lebih 7-16 hari tanpa ditemani
mahramnya, sedangkan pada waktu tertentu, seperti siang dan sore hari hanya kedua
calon pengantin yang berada di rumah. Perbuatan seperti ini bertentangan dengan
Islam, karena dalam Islam tidak diperkenankan laki-laki dan perempuan yang bukan
muhramnya berkhalwat.
حاجة خرجت امرأتي الله لرسو يا فقال رجل فقام محرم ذي مع إل بامرأة رجل يخلون ل
امرأتك مع فحج ارجع قال وكذا كذا غزوة في واكتتبت
Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah bercerita kepada kami
Sufyan dari ‘Amru dari Abu Ma’bad dari Ibnu ‘Abbas radiallahu ‘anhuma bahwa dia
mendengar Nabi Saw Bersabda: “Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat
(berduaan) dengan seorang wanita dan janganlah sekali-kali seorang wanita
bepergian kecuali bersama mahramnya”. Lalu ada seorang laki-laki yang bangkit
seraya berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah mendaftarkan diriku untuk mengikuti
61
suatu peperangan sedangkan isteriku pargi menunaikan haji”. Maka beliau bersabda:
“Tunaikanlah haji bersama isterimu”. (al-Bukhari, Sahih Bukhari)
Dilarangnya berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan tanpa ditemani
mahramnya, dikarenakan perbuatan tersebut mendekati zina. Sedangkan Allah Swt
sangat melarang setiap perbuatan yang mendekati zina. Sebagaimana dalam al-
Qur’an surah al-Isra:32)
نا إنه كان فاحشة وساء سبيل ول تقربوا الز
Artinya: “dan jangan lah kamu mendekati zina, zina itu sungguh suatu perbuatan
keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Isra:32)
Dalam pengamatan sejumlah ulama al-Qur’an, ayat-ayat yang menggunakan
kata “jangan mendekati” seperti ayat di atas, biasanya merupakan mendekati sesuatu
yang dapat merangsang jiwa/nafsu untuk melakukannya. Dengan demikian larangan
mendekati mengandung makna larangan untuk tidak terjerumus dalam rayuan sesuatu
yang berpotensi mengantar kepada langkah melakukannya.3
Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa dalam tradisi minjam
di desa Tanjung Bali dilarang dalam Islam, karena mengarah kepada perbuatan zina.
Sedangkan zina itu perbuatan keji dan merusak martabat manusia.
Kemudian Tahapan yang ketiga yaitu pengembalian calon mempelai
perempuan yang dipinjam, tahapan ini juga jika dilihat dalam pandangan agama juga
3 M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, hlm.459
62
bertentangan, karena dalam prosesnya menurut Bapak Subroto bagi perempuan yang
tidak jadi menikah padahal ia sudah dipinjam, masyarakat setempat beranggapan
bahwa perempuan tersebut mempunyai kekurangan seperti tidak bisa memasak, dan
lain-lain.4
Dalam tradisi minjam gadis pra nikah ini, siapa pun yang memutuskan
hubungan terlebih dahulu maka disatu pihak lain harus dan diwajibkan membayar
dan mengembalikan barang-barang pemberian dua kali lipat dari sebelumnya, seperti
barang-barang karma matah, karma masak, serta hadiah-hadiah yang diberikan untuk
calon mempelai perempuan, dikembalikan dua kali lipat.5
Mengenai status pemberian harta hadiah dalam proses peminangan ada
perbedaan pendapat dikalangan ulama, menurut kalangan Syafi’iyyah berpendapat
bahwa: “Bagi laki-laki pelamar boleh menarik ulang hadiahnya sebab hadiah tersebut
diberikan agar terjadi akad pernikahan, bila ikatannya gagal baginya berhak
menariknya kembali saat masih ada atau dengan barang pengganti bila telah rusak
sebagaimana dijelaskan oleh Syihab al-Romli, ia berpendapat dalam Bughyatul
Murtasyidin:
“Batalnya pertunangan mengakibatkan barang yang diberikan pada saat
pertunangan wajib dikembalikan dan jika barang tersebut telah rusak maka wajib
untuk mengganti”
4 Wawancara, Ibu Nur, warga masyarakat Desa Tanjung Bali, 19 Januari, 2019
5 Wawancara Ibu Ris, warga masyarakat Desa Tanjung Bali, 19 Januari, 2019
63
Namun ada ulama yang berpendapat bahwa hadiah tersebut tidak boleh
diminta kembali atau tidak harus dikembalikan. Menurut Ba’lawi dalam Bughyatul
Murtasyidin menjelaskan bahwa barang yang diberikan pada saat pertunangan, jika
terjadi pembatalan dalam pertunangan maka barang tersebut dair pihak perempuan
apakah dia akan mengembalikannya atau tidak, jika barang tersebut dikembalikan
maka dari pihak laki-laki menerimanya6
Berdasarkan pernyataan di atas sudah jelas bahwa pemberian dalam khitbah
ini tidak harus dikembalikan jika pihak laki-laki yang membatalkan pertunangan
pihak dari perempuan berhak memilih apakah hadiah tersebut dikembalikan atau
tidak, jika pihak perempuan mengembalikan hadiah tersebut maka pihak laki-laki
menerimanya. Jika pembatalan dari pihak perempuan, maka pihak laki-laki berhak
untuk meminta kembali hadiah tersebut.
Adapun hadiah yang pernah diberikan dianggap hibah, karena itu tidak perlu
diminta kembali sebab sudah menjadi milik perempuan yang dipinang dan ia sudah
boleh memanfaatkannya. Orang yang menuntut kembali pemberiannya berarti
mencabut milik orang lain tanpa kerelaannya, perbuatan ini bathil menurut syara’,
kecuali apabila peminang memberikan sesuatu minta ditukar dengan barang lainnya
kemudian yang diberi belum memberi ganti maka ia berhak meminta kembali
pemberiannya, karena pemberiannya itu dimaksudkan untuk menukar dan apabila
6 Bughyatul Mustarsyidin, hlm. 134
64
perkawinan tidak jadi berlangsugn mak ia berhak meminta kembali pemberiannya.7
Dalam hal ini kembali kepada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Ummar dan
Ibnu Abbas ra:
جل يحل ل ولده يعطي فيما الوالد إل فيها يرجع ثم عطية يعطي أن للر
Artinya: diriwayatkan dari Ibnu Ummar dan Ibnu Abbas ra, dari Nabi Saw
Bersabda: “Tidak halal bagi seseorang muslim memberi sesuatu kepada orang lain
kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada anaknya”. (HR.
Ahmad al-Irba ‘ati wa Shohihu al-Tirmidzi wa Ibnu Hibban wa al-Hakim)
Dalam masalah ini hadiah yang pernah diberikan dianggap hibah karena itu
tidak perlu diminta kembali karena sudah menjadi milik perempuan yang dipinang
dan ia boleh memanfaatkannya.
Sementara dalam tradisi masyarakat desa Tanjung Bali, siapa pun yang
memutuskan hubungan terlebih dahulu maka disatu pihak lain harus dan diwajibkan
membayar dan mengembalikan barang-barang pemberian dua kali lipat dari
sebelumnya seperti barang-barang karma matah, karma masak, serta hadiah-hadiah
yang diberikan untuk calon mempelai perempuan, dikembalikan dua kali lipat. Hal
ini berlaku bagi siapa pun yang memutuskan hubungan terlebih dahulu baik pihak
laki-laki maupun pihak perempuan.
Menurut Bapak Lepen8, sebenarnya tradisi minjam gadis ini memang ada
salah satu proses tahapnnya bertentangan dengan ajaran Islam yakni seorang