IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis dan Administrasi 4.1.1. Kondisi Geografis Pulau Bintan merupakan salah satu bagian gugusan pulau yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Wilayah administrasi gugus Pulau Bintan terdiri dari Kabupaten Bintan dan Kota Tanjung Pinang. Kota Tanjung Pinang yang terletak di Pulau Bintan dan sangat berdekatan dengan Negara Singapura yang merupakan transit dan lintas perdagangan dunia dan juga Malaysia dengan pelabuhan Tanjung Pelepas. Selain itu Pulau Bintan dan sekitarnya mempunyai potensi sumberdaya alam yang kaya, diantaranya pertambangan (bauksit), perikanan dan pariwisata. Pulau Bintan mempunyai luas 13.903,75 km 2 Secara geografis gugus Pulau Bintan terletak pada 104° 00’ BT- 104° 53’ BT dan 0° 40’ LU - 1° 15’ LU. Pulau Bintan merupakan pulau yang langsung berbatasan dengan negara Singapura dan Malaysia. Adapun batas tersebut adalah: sebelah utara berbatasan dengan Selat Singapura/Selat Malaka, sebelah selatan dengan Provinsi Jambi, sebelah barat dengan Provinsi Riau, dan sebelah timur dengan Selat Karimata, laut Cina Selatan. atau sekitar 11,4% dari total luas seluruh pulau di Provinsi Kepulauan Riau. Jika dilihat dari letak geografisnya, Pulau Bintan memiliki nilai strategis dan berada dekat dengan jalur pelayaran dunia yang merupakan salah satu simpul dari pusat distribusi barang dunia. Kedekatan ini merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki Kabupaten Bintan dalam menghadapi pasar bebas. Pulau Bintan dapat dijangkau dengan pesawat udara dari kota-kota besar Indonesia maupun seluruh dunia, melalui bandara udara Hang Nadim Batam dan dilanjutkan dengan kapal ferry menuju ke Pulau Bintan. Dari Singapura dan Johor, Pulau Bintan dapat ditempuh dengan waktu 2 jam menggunakan kapal ferry ke Pelabuhan Bintan Telani Lagoi ataupun Pelabuhan Sri Bintan Pura di Tanjung Pinang. 4.1.2. Wilayah Administrasi Secara administrasi Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Bintan Timur berada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Kijang dan Kecamatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Kondisi Geografis dan Administrasi
4.1.1. Kondisi Geografis
Pulau Bintan merupakan salah satu bagian gugusan pulau yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Wilayah administrasi gugus Pulau Bintan terdiri dari Kabupaten Bintan dan Kota Tanjung Pinang. Kota Tanjung Pinang yang terletak di Pulau Bintan dan sangat berdekatan dengan Negara Singapura yang merupakan transit dan lintas perdagangan dunia dan juga Malaysia dengan pelabuhan Tanjung Pelepas. Selain itu Pulau Bintan dan sekitarnya mempunyai potensi sumberdaya alam yang kaya, diantaranya pertambangan (bauksit), perikanan dan pariwisata. Pulau Bintan mempunyai luas 13.903,75 km2
Secara geografis gugus Pulau Bintan terletak pada 104° 00’ BT- 104° 53’
BT dan 0° 40’ LU - 1° 15’ LU. Pulau Bintan merupakan pulau yang langsung berbatasan dengan negara Singapura dan Malaysia. Adapun batas tersebut adalah: sebelah utara berbatasan dengan Selat Singapura/Selat Malaka, sebelah selatan dengan Provinsi Jambi, sebelah barat dengan Provinsi Riau, dan sebelah timur dengan Selat Karimata, laut Cina Selatan.
atau sekitar 11,4% dari total luas seluruh pulau di Provinsi Kepulauan Riau.
Jika dilihat dari letak geografisnya, Pulau Bintan memiliki nilai strategis dan berada dekat dengan jalur pelayaran dunia yang merupakan salah satu simpul dari pusat distribusi barang dunia. Kedekatan ini merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki Kabupaten Bintan dalam menghadapi pasar bebas.
Pulau Bintan dapat dijangkau dengan pesawat udara dari kota-kota besar Indonesia maupun seluruh dunia, melalui bandara udara Hang Nadim Batam dan dilanjutkan dengan kapal ferry menuju ke Pulau Bintan. Dari Singapura dan Johor, Pulau Bintan dapat ditempuh dengan waktu 2 jam menggunakan kapal ferry ke Pelabuhan Bintan Telani Lagoi ataupun Pelabuhan Sri Bintan Pura di Tanjung Pinang.
4.1.2. Wilayah Administrasi
Secara administrasi Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Bintan
Timur berada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Kijang dan Kecamatan
61
Bintan Pesisir. Luas KKLD tersebut adalah 116.000 ha. Adapun luas dua
kecamatan tersebut disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Luas wilayah administratif kecamatan di KKLD Bintan Timur
No Kecamatan Desa/Kelurahan Luas (km2) Darat Laut Total
Jumlah 8 610,99 6.366,61 6.977,60 Sumber: BPS Kabupaten Bintan Tahun 2009
Dari Tabel 11 di atas terlihat bahwa luas wilayah perairan laut kedua
kecamatan tersebut adalah 6.366,61 km2
4.2. Topografi dan Iklim
(636.661 ha) atau 91% dari total luas
wilayah. Dengan demikian perbandingan antara luas KKLD dengan perairan laut
adalah 1 : 5 atau 20 % dari luas perairan laut di kedua kecamatan tersebut adalah
menjadi wilayah konservasi. Hal ini tentu sangat membantu dalam pelestarian
sumberdaya hayati laut termasuk terumbu karang yang terkandung di dalamnya.
4.2.1. Topografi
Gugus Pulau Bintan pada umumnya merupakan daerah dengan dataran
landai di bagian pantai. Pulau Bintan memiliki topografi yang bervariatif dan
bergelombang dengan kemiringan lereng berkisar dari 0-3 % hingga diatas 40 %
pada wilayah pegunungan. Sedangkan ketinggian wilayah pada Pulau Bintan dan
pulau-pulau lainnya berkisar antara 0 – 50 meter diatas permukaan laut hingga
mencapai ketinggian 400 meter diatas permukaan laut.
Secara keseluruhan kemiringan lereng di Pulau Bintan relatif datar, umumnya
didominasi oleh kemiringan lereng yang berkisar antara 0% - 15% dengan luas
mencapai 55,98 % (untuk wilayah dengan kemiringan 0 – 3% mencapai 37,83%
dan wilayah dengan kemiringan 3 – 15% mencapai 18,15%). Sedangkan luas
wilayah dengan kemiringan 15 – 40% mencapai 36,09% dan wilayah dengan
kemiringan > 40% mencapai 7,92%.
62
4.2.2. Iklim
Cuaca di wilayah Kabupaten Bintan dipengaruhi oleh angin musim yang
berubah arah sesuai dengan posisi matahari terhadap bumi dengan dua musim
yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada umumnya daerah Kabupaten Bintan
beriklim tropis basah dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September
sampai dengan bulan Februari. Sedangkan musim kemarau terjadi antar bulan
Maret sampai dengan bulan Agustus.
Temperatur rata-rata bulanan berkisar antara 24,8°C sampai dengan
26,6°C dengan temperatur udara maksimum antara 29,0°C - 31,3°C, sedangkan
temperatur udara minimum berkisar antara 22,2°C - 23,3°C.
Gugusan Kabupaten Bintan mempunyai curah hujan cukup dengan iklim
basah, berkisar antara 2000 – 2500 mm/tahun. Rata-rata curah hujan per tahun ±
2.214 milimeter, dengan hari hujan sebanyak 110 hari. Curah hujan tertinggi pada
umumnya terjadi pada bulan Desember (347 mm), sedangkan curah hujan
terendah terjadi pada bulan Agustus (101 mm). Temperatur rata-rata terendah
22,5°C dengan kelembaban udara 83%-89%.
Kabupaten Bintan mempunyai 4 macam perubahan arah angin yaitu :
• Bulan Desember-Februari : angin utara
• Bulan Maret-Mei : angin timur
• Bulan Juni-Agustus : angin selatan
• Bulan September-November : angin barat
Kecepatan angin terbesar adalah 9 knot pada bulan Desember-Januari,
sedangkan kecepatan angin terendah pada bulan Maret - Mei. Kondisi angin pada
umumnya dalam satu tahun terjadi empat kali perubahan angin; bulan Desember -
Februari bertiup angin utara, bulan Maret – Mei bertiup angin timur, bulan Juni –
Agustus bertiup angin selatan dan bulan September – Nopember bertiup angin
barat. Angin dari arah utara dan selatan yang sangat berpengaruh terhadap
gelombang laut menjadi besar. Sedangkan angin timur dan barat terhadap
gelombang laut yang timbul relatif kecil.
63
Kondisi tiupan angin di atas perairan Pulau Bintan yang menyebabkan
gelombang dan arus adalah angin utara dan barat laut dimana angin tersebut
umumnya bertiup pada bulan Juni hingga Agustus. Gelombang di perairan Bintan
Timur sebelah utara pada musim angin utara bisa mencapai ketinggian 2 meter.
(Bappeda Kabupaten Bintan, 2007)
4.3. Hidrooseanografi
4.3.1. Sungai dan Laut
Sungai-sungai di Pulau Bintan pada umumnya kecil dan dangkal, hampir
semua tidak digunakan untuk lalu lintas pelayaran. Pada umumnya hanya
digunakan untuk saluran pembuangan air dari daerah rawa-rawa. Sungai yang
agak besar terdapat di Pulau Bintan terdiri dari beberapa Daerah Aliran Sungai
(DAS), dua diantaranya DAS besar yaitu DAS Jago seluas 135,8 km² dan DAS
Kawal seluas 93,0 km² dan hanya digunakan sebagai sumber air minum, (BP DAS
Kepulauan Riau, 2010).
4.3.2. Arus Laut
Arus di perairan Kabupaten Bintan termasuk arus yang cukup kompleks sebagai hasil interaksi berbagai arus yang terdiri dari arus tetap musiman, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi arus seperti topografi perairan, situasi garis pantai dan sebagainya. Arus utama perairan Bintan dipengaruhi dan mengikuti pola arus Laut Natuna secara umum, yang sangat tergantung dari angin musim. Pergerakan pasang surut suatu daerah memegang peranan sangat penting dalam mempertahankan sumberdaya alam seperti terumbu karang, magrove, lamun, daerah estuaria dan sebagainya. Selain arus dan kecepatan arus serta pasang surut juga mempengaruhi pergerakan berbagai polutan kimia, pencemaran, minyak dan lain-lain. Posisi geografis Kabupaten Bintan yang terletak pada pertemuan perambatan pasang surut Samudera Hindia melalui Selat Malaka dan dari Samudera Pasifik melalui Laut Cina Selatan menyebabkan perairan Kepulauan Riau memiliki arus pasang surut dengan pola bolak-balik.
Secara umum tidak terlihat adanya perbedaan mencolok kecepatan arus antara stasiun pengamatan. Hasil pengkuran kecepatan arus permukaan pada saat penelitian berkisar 0,12 – 0,22 m/detik. Nilai rata-rata kecepatan arus terendah ditemukan di perairan Pulau Manjin, Muara Kawal, Pulau Beralas Bakau dan
64
sekitar perairan Pulau Nikoi yaitu 0,12 m/detik, sedangkan kecepatan arus tertinggi ditemukan di sekitar perairan Pulau Gin, yaitu, 0,22 m/detik. Pola arus laut utama di sekitar Pulau Bintan sangat dipengaruhi oleh angin musim. Pada dasarnya sepanjang tahun arus utama lewat perairan Bintan menuju Selat Malaka yang selanjutnya ke luar ke Luat Andaman. Namun pada musim utara arus datang dari arah Laut Cina Selatan, sedangkan pada musim Selatan arus utama datang dari arah Selat Karimata antara Sumatera dan Kalimantan. Kecepatan arus permukaan di perairan Pulau Bintan pada bulan-bulan tertentu lebih kuat terutama pada musim barat (Nopember- Februari). Kecepatan arus permukaan berkisar antara 0,15 -1,5 knot atau sekitar 0,15 – 0,75 m/detik.
4.4. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya
4.4.1. Kependudukan
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bintan, pada tahun
2009 jumlah penduduk Kabupaten Bintan tercatat sebanyak 127.404 jiwa, dengan
rincian 66.466 jiwa laki-laki dan 60.938 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk
Kabupaten Bintan adalah 64 jiwa/km² dengan pertumbuhan sebesar 2,63% per
tahun. Sementara itu jumlah penduduk di Kecamatan Gunung Kijang dan
Kecamatan Bintan Pesisir adalah 18.339 jiwa yang terdiri dari laki-laki 9.797
jiwa dan perempuan 8.533 jiwa. Jumlah rumah tangga sebanyak 4.417 kepala
keluarga (KK) dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4 jiwa.
4.4.2. Mata Pencaharian Penduduk
Ditinjau dari mata pencaharian penduduk Kabupatan Bintan hingga saat
ini masih didominasi oleh sektor pertanian secara umum (pertanian, perkebunan,
kehutanan dan perikanan). Jumlah penduduk yang bergerak di sektor pertanian
ini mencapai 29,10%, kemudian disusul oleh sektor industri 17,51%, sektor jasa
16,90%, perdagangan 12,93%, konstruksi 8,28%, angkutan dan komunikasi
8,18% dan sisanya bergerak di sektor pertambangan dan keuangan (BPS
Kabupaten Bintan, 2009).
Sektor perikanan merupakan mata pencaharian dominan bagi penduduk
yang bermukim di daerah pesisir Kabupaten Bintan. Khusus di Kecamatan
Gunung Kijang dan Kecamatan Bintan Pesisir yang menjadi lokasi penelitian
65
mata pencaharian sebagai nelayan merupakan pekerjaan utama bagi sebagian
besar penduduk. Di Kecamatan Bintan Pesisir lebih dari 20% (Desa Kelong,
Mapur dan Air Glubi) penduduknya berprofesi sebagai nelayan tangkap,
sedangkan di Kecamatan Gunung Kijang terutama di Desa Malang Rapat 40,96%
dan Desa Gunung Kijang sekitar 20,03%.
Pendapatan nelayan di Kecamatan Gunung Kijang dan Bintan Pesisir
sangat dipengaruhi oleh musim angin, yaitu musim angin utara (gelombang kuat:
bulan Desember, Januari dan Februari), musim angin timur (gelombang lemah:
bulan Maret, April dan Mei) dan musim angin selatan dan barat (musim
pancaroba: bulan Juni, Juli, Agustus, September, Oktober dan Nopember).
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui pendapatan rata-rata
responden sebulan sekitar Rp. 1.143.953,- atau sebesar Rp. 285.988,-
/kapita/bulan. Adapun statistik pendapatan responden berdasarkan musim
disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Statistik pendapatan rumah tangga responden dari kegiatan kenelayanan menurut musim di Kecamatan Gunung Kijang dan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan Kepulauan Riau Kelompok Pendapatan
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan nelayan tertinggi
terjadi pada musim ombak tenang dan terendah pada musim ombak kuat. Pada
musim ombak tenang nelayan dapat melaut setiap hari dengan menggunakan
semua jenis alat tangkap yang dimiliki. Sebaliknya pada musim ombak kuat
umumnya nelayan tidak dapat melaut. Kegiatan melaut hanya dilakukan oleh
nelayan yang memiliki perahu motor dengan kapasitas mesin yang cukup besar.
Pendapatan rumah tangga nelayan pada umumnya masih tergolong rendah.
Gambar 6 memperlihatkan distribusi rumah tangga menurut kelompok pendapatan
dan musim.
66
85,9
73
21,1
60
10,313,5
47,8
23,9
2,57,9
17,89,4
1,35,6
13,36,7
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90%
Ru
mah
Tan
gg
a
≤1.000.000 > 1.000.000-2.000.000
> 2.000.000-3.000.000
> 3.000.000
Ombak Kuat Pancaroba Ombak tenang Rata-rata
Gambar 6. Distribusi persentase rumah tangga responden menurut kelompok pendapatan dan musim di Kecamatan Gunung Kijang dan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan
Dari Gambar 6 terlihat bahwa terjadi perbedaan pendapatan yang sangat
menonjol antara tiga musim angin. Pada musim angin kuat, sebagian besar
(85,9%) rumah tangga nelayan berada pada kategori pendapatan terbawah (< Rp.
1.000.000,). Kondisi ini mengindikasikan bahwa musim angin kencang dan laut
berombak besar merupakan masa sulit bagi nelayan. Sebaliknya pada musim
ombak tenang terjadi peningkatan pendapatan sebagian besar rumah tangga
nelayan (47,8%), yaitu dengan pendapatan > Rp.1.000.000 – Rp. 2.000.000,-.
Selanjutnya juga terlihat bahwa ada sekitar 60% rumah tangga nelayan responden
mempunyai pendapatan rata-rata < Rp 1.000.000,-. Adapun angka garis
kemiskinan di Kabupaten Bintan pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 274.271,-
/kapita/bulan. Menurut BPS Kabupaten Bintan (2009) jumlah anggota rumah
tangga rata-rata empat orang, maka pendapatan rumah tangga kategori miskin
adalah sebesar Rp. 1.099.084,-. Dengan demikian sebagian besar nelayan di
Kecamatan Gunung Kijang dan Bintan Pesisir tergolong nelayan miskin.
4.4.3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Bintan secara umum tergolong
rendah. Hal ini dapat dilihat dari persentase jumlah penduduk yang tidak pernah
67
sekolah dan atau yang tidak atau hanya tamat SD sederajat. Adapun persentase
jumlah penduduk Kabupaten Bintan menurut pendidikan tertinggi ditamatkan
disajikan pada Tabel 13.
Tabel. 13. Persentase jumlah penduduk Kabupaten Bintan menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan tahun 2008
No Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin Rata-rata Laki-laki Perempuan
Adapun alat tangkap yang digunakan oleh nelayan antara lain; gillnet, pancing
ulur, bubu, pancing tonda, pukat bilis dan lain-lain (DKP Kabupaten Bintan,
2009).
Alat tangkap jaring yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Bintan pada
umumnya mempunyai ukuran mata jaring (mesh size) yang tidak rapat sesuai
dengan sasaran ikan yang akan ditangkap. Umumnya ukuran mata jaring yang
digunakan berkisar 5 - 12,5 cm, kecuali jaring yang digunakan untuk menangkap
ikan bilis mempunyai ukuran mata jaring yang sangat rapat. Kegiatan perikanan
yang menggunakan alat tangkap jaring mempunyai tujuan untuk menangkap ikan
pelagis seperti ikan tenggiri (Scomberomorus commersonii), ikan kembung
(Rastrelliger spp) dan lain sebagainya. Jaring apollo (trammel net) banyak
digunakan untuk menangkap lobster.
Bubu juga merupakan alat tangkap yang sangat dominan digunakan oleh
nelayan di Kabupaten Bintan. Termasuk di Kecamatan Gunung Kijang dan Bintan
Pesisir. Alat tangkap bubu ini terbuat dari kawat dengan ukuran mata kawat
sekitar 2,5 cm yang banyak dipasang di sekitar terumbu karang. Satu orang
nelayan dapat memiliki 50 unit bubu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Bintan “cukup selektif”.
72
Armada perikanan tangkap di Kabupaten Bintan terdiri dari Kapal Motor
(KM), Motor Tempel (MT) dan Perahu Tanpa Motor (PTM). Kapal Motor (KM)
diidentifikasi berdasarkan tonase-nya, yaitu 1-5 GT, 6-10 GT, dan >10 GT.
Jumlah armada perikanan tangkap tahun 2008 yakni berjumlah 4.051 unit, jika
dibandingkan tahun 2007 mengalami peningkatan sebanyak 95 unit (2,40 %),
dimana tahun 2007 tercatat 3.956 unit. Adapun rincian jumlah masing-masing
armada adalah motor tempel (MT) sebanyak 631 unit dan perahu tanpa motor
(PTM) berjumlah 1.164 unit, sedangkan jumlah kapal motor 1-5 GT (1.849 unit),
6-10 GT (354 unit), dan >10 GT (53 unit).
Nelayan yang menggunakan kapal motor dan motor tempel (16 -28 PK)
dapat mencapai daerah penangkapan yang relatif jauh dari pantai, mulai 7 mil
sampai 18 mil dari pantai. Sebaliknya nelayan yang menggunakan perahu tanpa
motor daerah penangkapan mereka hanya terbatas di sekitar pantai. Kondisi ini
menyebabkan hasil tangkapan yang mereka peroleh lebih sedikit dibandingkan
dengan nelayan yang menggunakan kapal motor dan perahu motor.
Produksi perikanan yang berasal dari usaha penangkapan di Kabupaten
Bintan pada tahun 2008 tercatat sebesar 18.809,10 ton dengan nilai produksi
Rp. 131.663.700.000,- dan pada tahun 2007 tercatat sebesar 18.409,38 ton dengan
nilai produksi Rp. 128.865.560.000, atau mengalami peningkatan sebesar 2,17%.
Pemasaran produk perikanan Kabupaten Bintan terbagai atas tiga
kelompok, yaitu lokal, antar pulau dan ekspor. Adapun rincian volume dan nilai
pemasaran disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Volume dan nilai pemasaran produk perikanan Kabupaten Bintan tahun 2008
No Pemarasan Volume (ton) Nilai (Rp.) Persentase (%)
1 Lokal 17.734,25 88.670.000.000 92,00 2 Antar Pulau 176,64 1.059.800.000 1,00 3 Ekspor 1.365,75 6.696.236.140 7,00
Jumlah 19.276,64 96.426.036.140 100,00 Sumber : DKP Kabupaten Bintan, 2009
Dari Tabel 14 terlihat bahwa pemasaran produk perikanan Kabupaten Bintan sebagian besar (92%) untuk pasar lokal, kemudian diikuti ekspor dan antar
73
pulau. Hal ini disebabkan tingginya permintaan lokal terhadap produksi perikanan, dimana konsumsi ikan dari masyarakat Kabupaten Bintan pada tahun 2008 adalah 115,65 kg/kapita/tahun. Disamping itu juga disebabkan pertumbuhan penduduk Kabupaten Bintan yang cukup tinggi, yaitu 2,63% (DKP Kabupaten Bintan, 2009).
- Perikanan Budidaya
Untuk potensi sumberdaya budidaya laut, Gugus Pulau Bintan mempunyai areal potensial seluas 6.318 ha, yang dapat dikembangkan untuk budidaya ikan, rumput laut dan kerang-kerangan. Pengembangan kegiatan perikanan masih mempunyai peluang yang sangat luas, mengingat tingkat pemanfaatan laut tersebar di Kecamatan Bintan Timur, Teluk Bintan dan Bintan Utara masih rendah. Disamping kegiatan budidaya laut, Kabupaten Bintan juga potensial untuk pengembangan budidaya air payau (tambak) dan budidaya air tawar.
Saat ini kegiatan budidaya laut sudah mulai berkembang di Kabupaten
Bintan, terutama di Kecamatan Gunung Kijang dan Bintan Pesisir. Tercatat 1.306
Laurencia, dan Fauche), kelompok alga hijau (Caulerpha, Halimeda,
Chaetomorpha, Udoea, Chlorodermis, Volonia dan Ulva) dan kelompok alga
coklat (Sargassum, Padina, dan Turbinaria) (Bapedalda Kabupaten Kepulauan
Riau, 2002).
79
- Pantai Berpasir
Selain ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun dan ekosistem rumput laut, wilayah pesisir Pulau Bintan juga memiliki ekosistem pantai berpasir. Ekosistem pantai berpasir banyak tersebar di pesisir timur Pulau Bintan dan pulau kecil sekitarnya. Ekosistem pantai berpasir ini yang terkenal adalah kawasan wisata Pantai Trikora, kawasan wisata Lagoi, Pulau Nikoi, Pulau Beralas Pasir dan pulau-pulau lainnya. Keberadaan ekosistem pantai berpasir ini telah dijadikan tempat wisata pantai yang banyak dikunjungi oleh wisatawan.