BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian Di bawah ini akan dipaparkan hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah, dan guru tentang kemampuan guru mengelola kelas berbasis PAKEM di SDN 3 Sinombayuga Kecamatan Posigadan Kebupaten Bolaang Mongondow Selatan sebagai berikut : 1. Kemampuan Guru Mendesain Kelas a. Metode Pembelajaran Yang Digunakan Suatu proses pembelajaran pastilah dimulai dengan adanya input, kemudian proses pembelajaran, dan yang terakhir adalah output. Siswa merupakan input atau masukan dalam proses pembelajaran . Tugas siswa adalah belajar dan juga dituntut perannya dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang baik apabila siswa mengalami perubahan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pada rencana pembelajaran. Guru memiliki tugas mengajar, serta memiliki peran dalam pembelajaran. Guru dalam mengajar dituntut melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran menggunakan metode-metode yang mendukung pencapaian tujuan. Metode pembelajaran atau strategi mengajar adalah suatu cara menyampaikan pesan yang terkandung dalam kurikulum. Metode harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Metode pembelajaran ini, menjawab pertanyaan “how” yaitu bagaimana menyampaikan materi atau isi kurikulum kepada siswa secara efektif. Oleh karenanya, walaupun metode pembelajaran adalah komponen yang kecil dari perencanaan pengajaran 32
34
Embed
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/2341/10/2013-1-86204-131409133-bab4-31072013071854.pdfDari pemaparan guru kelas lima di atas peneliti merasa perlu memperoleh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Di bawah ini akan dipaparkan hasil wawancara yang dilakukan dengan
kepala sekolah, dan guru tentang kemampuan guru mengelola kelas berbasis
PAKEM di SDN 3 Sinombayuga Kecamatan Posigadan Kebupaten Bolaang
Mongondow Selatan sebagai berikut :
1. Kemampuan Guru Mendesain Kelas
a. Metode Pembelajaran Yang Digunakan
Suatu proses pembelajaran pastilah dimulai dengan adanya input,
kemudian proses pembelajaran, dan yang terakhir adalah output. Siswa
merupakan input atau masukan dalam proses pembelajaran . Tugas siswa adalah
belajar dan juga dituntut perannya dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang
baik apabila siswa mengalami perubahan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
pada rencana pembelajaran. Guru memiliki tugas mengajar, serta memiliki peran
dalam pembelajaran. Guru dalam mengajar dituntut melaksanakan pembelajaran
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran menggunakan metode-metode yang
mendukung pencapaian tujuan. Metode pembelajaran atau strategi mengajar
adalah suatu cara menyampaikan pesan yang terkandung dalam kurikulum.
Metode harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Metode pembelajaran
ini, menjawab pertanyaan “how” yaitu bagaimana menyampaikan materi atau isi
kurikulum kepada siswa secara efektif. Oleh karenanya, walaupun metode
pembelajaran adalah komponen yang kecil dari perencanaan pengajaran
32
(instructional plan), tetapi memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam
proses belajar itu sendiri.
Metode pembelajaran yang digunakan di SDN 3 Sinombayuga masih
terbatas pada metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan demonstrasi. Hal ini
sebagaimana pemaparan bapak kepala sekolah yang berhubungan dengan hal di
atas yakni :
Metode Pembelajaran yang kami terapkan disekolah masih terbatas pada
metode ceramah, dsikusi, Tanya jawab dan demonstrasi. (1.1/W/KS/08-
04-13)
Pemaparan kepala sekolah di telusuri lagi degan mewawancarai guru kelas
lima. dia menuturkan bahwa :
Dalam proses pembelajaran kami sudah mulai mengarah ke PAKEM,
metode yang guru-guru disekolah ini sering terapkan adalah metode
ceramah, diskusi, dan metode demonstrasi, tapi yang sering di pakai
adalah metode ceramah. (1.1/W/GK5/08-04-13)
Dari pemaparan guru kelas lima di atas peneliti merasa perlu memperoleh
jawaban yang lebih mendalam, untuk itu peneliti mewawancarai guru kelas
empat, beliau menuturkan bahwa:
Dalam proses pembelajaran saya sudah mulai menerapkan metode
pembelajaran jigsaw, ceramah dan diskusi. (1.1/W/GK4/21-05-13)
Dari berbagai informasi yang diperoleh, peneliti menyimpulkan bahwa
metode pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran di SDN 3
Sinombayuga masih terbatas pada metode ceramah, diskusi, tanya jawab,
demonstrasi, dan ada beberapa guru yang suda mulai menerapkan metode jigsaw.
33
b. Mendorong Siswa Mengembangkan Tingkah Lakunya Sesuai Dengan
Tujuan Pembelajaran Berbasis PAKEM
Guru merupakan faktor yang sangat menentukan dalam usaha
menciptakan kondisi dinamis dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan
tercapai apabila guru mempunyai rasa optimis selama pembelajaran berlangsung.
Asumsi yang mendasari argumentasi ini ialah guru merupakan penggerak utama
dalam pembelajaran. Keberhasilan dalam pembelajaran terletak pada guru dalam
melaksanakan misinya. Karena guru merupakan salah satu faktor penunjang untuk
memperoleh keberhasilan dalam pembelajaran. Sehubungan dengan itu guru harus
mampu mendorong siswa supaya aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian
besar kemungkinan minat dan aktifitas belajar siswa semakin meningkat. Dalam
pembelajaran guru bertindak sebagai motivator yang selalu berusaha mendorong
siswa supaya tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran aktif secara
fisik maupun psikis dalam pembelajaran, demikian pula siswa dapat memperoleh
materi pelajaran secara mendalam, dengan kata lain siswa akan memperoleh hasil
belajar yang baik. Pengetahuan yang dikuasai secara mendalam yang diharapkan
dari siswa akan terwujud apabila dalam pembelajaran siswa aktif atas usaha
sendiri dalam mencerna pelajaran yang diterimanya dari guru.
Dalam mendorong siswa mengembangkan tingkahlakunya sesuai dengan
pembelajaran PAKEM, guru di SDN 3 Sinombayuga memberikan dorongan
kepada siswa yang kurang mampu untuk terus belajar. Hal tersebut di atas
dibuktikan dengan pemaparan kepala sekolah yaitu:
34
Saya mendorong tingkahlaku siswa dengan memberikan motivasi atau
dorongan kepada siswa. Siswa yang kurang mampu diberikan dorongan
untuk terus belajar dengan cara diberi semangat. (1.2/W/KS/08-04-13)
Pemaparan kepala sekolah di atas di telusuri lagi dengan mewawancarai
guru, beliau menjelaskan bahwa :
Tingkah laku siswa berbeda-beda, kemudian guru tidak mampu
mengontrol tingkah laku mereka. Guru hanya memberikan materi sampai
selesai tanpa memperhatikan tingkah laku siswa, sehingga tujuan
pembelajaran tidak dapat dicapai secara maksimal. (1.2/W/GSBK/17-05-
13)
Merasa kurang yakin dengan jawaban guru di atas, peneliti
mewawawancarai guru agama, belia menjelaskan bahwa :
guru-guru disini kurang mampu mengembangkan tingkah laku siswa agar
sesuai dengan pembelajaran pakem, ini terbukti ketika guru mengjar, guru
hannya cermah sampai materi habis, siswa tidak ada yang berani bersuara.
(1.2/W/GMTA/22-04-13)
Dari data yang dijabarkan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa guru
kurang mampu mendorong siswa mengembangkan tingkah lakunya sesuai dengan
tujuan pembelajaran berbasis PAKEM, beberapa guru hanya menggunakan
metode ceramah dan menghabiskan materi dan tidak memberikan motivasi kepada
siswa agar mengembangkan tingkahlakunya dan berperan aktif dalam
pembelajaran.
c. Mengendalikan Siswa dan Sarana Pembelajaran Dalam Suasana
Yang Menyenangkan Untuk Mencapai Tujuan Pembelajaran.
Pembelajaran dengan menggunakan sarana belajar merupakan
pembelajaran yang mengidentikkan sarana sebagai salah satu sumber belajar.
Terkait dengan hal tersebut, sarana digunakan sebagai sumber inspirasi dan
motivator dalam meningkatkan pemahaman pserta didik. dalam hal ini, sarana
35
merupakan faktor pendorong yang menjadi penentu dalam meningkatkan
pemahaman peserta didik dalam setiap pembelajaran.
Dalam menggunakan sarana sebagai sumber belajar, guru-guru di SDN 3
Sinombayuga memanfaatkannya dengan berbagai cara, hal dibuktikan dengan
penjelasan kepala sekolah bahwa:
Dalam menggunakan sarana sebagai sumber belajar kami mengadakan
gambar-gambar yang ada hubungannya dengan mata pelajaran dan
gambar-gambar tersebut di atur sedemikian rupa di dalam ruang kelas
(1.3/W/KS/08-04-13)
Pemaparan kepala sekolah di atas ditelusuri lagi dengan bertanya pada
guru kelas lima, beliau menjelaskan bahwa:
Sarana dan prasarana di sekolah kami masih sangat minim, sehingga
terkadang kami hannya memanfaatkan gambar-gambar yang ada
hubungannya dengan mata pelajaran yang ada di dalam kelas atau
menggunakan alam sekitar sekolah jika itu ada hubungannya dengan mata
pelajaran (1.3/W/GK5/08-04-13)
Merasa kurang puas dengan pemaparan di atas, peneliti meneruska
penelitian dengan mewawancarai guru matapelajaran agama, beliau menuturkan
bahwa :
Biasanya kami hannya menggunakan gambar-gambar sebagai sarana
belajar, itu pun kalau ada hubungannya dengan mata pelajaran, untuk mata
pelajaran IPA kami menggunakan alat yang seadanya yang disediakan
oleh sekolah (1.3/W/GMTA/22-04-13)
Dari hasil wawancara yang telah dipaparkan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa guru-guru di SDN 3 Sinombayuga masih sulit dalam
mengendalikan sarana dan prasarana sebagai sumber belajar siswa, para guru
hannya menggunakan gambar-gambar yang ditempel di dalam kelas yang ada
36
hubunganya dengan mata pelajaran dan sesekali menggunakan alam sekitar
sekolah sebagai media pembelajaran yang menyenangkan.
2. Kemampuan Guru Mengorganisasikan Kelas
a. Penataan Lingkungan Fisik Kelas Brbasis PAKEM
Manajemen kelas yang baik terarah kepada upaya pencegahan munculnya
perilaku bermasalah, dan penataan lingkungan fisik merupakan unsur penting
dalam pengelolaan kelas. Penataan kelas mempengaruhi keterlibatan dan
partisipasi peserta didik, dan penataan secara fisik harus sejalan dengan tujuan
pembelajaran. Wahana lingkungan fisik akan mempengaruhi peserta didik baik
secara langsung maupun melalui perilaku guru, atau melalui tugas-tugas
terstruktur yang diberikan guru kepada peserta didik.
Penataan lingkungan fisik kelas di SDN 3 Sinombayuga selalu mengacu
pada kebutuhan siswa di kelas, hal ini sesuai dengan pemaparan kepala sekolah
dalam wawancara yang dilakukan diruang kerjanya yaitu :
Dalam penataan lingkungan fisik kelas kami selalu menata kelas sesuai
dengan tingkatan kelas siswa dan kebutuhan mata pelajaran di tingkatan
kelas, misalanya di kelas 1 kami menata kelas dengan menempel gambar-
gambar yang ada hubangannya dengan baca tulis dan berhitung agar siswa
lebih mudah memahami belajar baca tulis dan menghitung (2.1/W/KS/08-
04-13)
Pemaparan kepala sekolah di atas juga di telusuri lagi dengan bertanya
kepada guru wali kelas 1, beliau menjelaskan bahwa :
saya menata lingkungan fisik kelas saya menjadi menarik, sehingga siswa-
siswa saya tidak merasa bosan lama-lama di dalam kelas, disamping itu
juga temapat duduk di kelas diatur tidak terlalu berdekatan untuk mecegah
keributan di dalam kelas (2.1/W/GK4/21-05-13)
37
Pemaparan guru kelas satu di atas dirasa belum cukup oleh peneliti, oleh
karena itu peneliti meneruskan penelitian dengan bertanya kepada guru laiinya,
beliau menambahkan bahwa :
Dalam menata lingkungan fisik kelas saya selalu memperhatikan
Kenyamanan siswa dalam belajar, barang-barang yang tidak diperlukan
saya kelauarkan dari kelas, adapun barang-barang yang diperlukan saya
atur sedemikian rupa sehingga mudah dijangkau oleh siswa dan mudah
dipindah-pindahkan saat digunakan (2.1/W/GSBK/17-05-13)
Dari hasil wawancara yang telah dipaparkan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa dalam penataan lingkungan kelas, guru-guru di SDN 3
Sinombayuga menata kelas dengan memperhatikan kenyamanan siswa dalam
belajar, mudah dijangkau oleh siswa, mudah dipindah-pindahkan, kelas dibuat
menarik agar siswa betah di dalam kelas, pengaturan tempat duduk diatur tidak
terlalu berdekatan, dan meletakkan perlengkapan sesuai dengan kebutuhan materi
belajar di tingkatan kelas siswa.
b. Pengelompokan Peserta Didik Berbasis PAKEM
Pengelompokan atau lazim dikenal dengan grouping didasarkan atas
pandangan bahwa disamping peserta didik tersebut mempunyai kesamaan, juga
mempunyai perbedaan. Kesamaan-kesamaan yang ada pada peserta didik
melahirkan pemikiran penempatan pada kelompok yang sama, sementara
perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik melahirkan pemikiran
pengelompokan mereka pada kelompok yang berbeda. Perbedaan antar peserta
didik dan intra peserta didik ini mengharuskan layanan pendidikan yang berbeda
terhadap mereka. Oleh karena layanan yang berbeda secara individual demikian
dianggap kurang efisien, maka dilakukan pengelompokan berdasarkan persamaan
38
dan perbedaan peserta didik, agar kekurangan pada pengajaran secara klasikal
dapat dikurangi. Dengan perkataan lain, pengelompokan adalah konvergensi dari
pengajaran sistem klasikal dan sistem individual. Alasan pengelompokan peserta
didik juga didasarkan atas realitas bahwa peserta didik secara terus-menerus
bertumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik satu
dengan yang lain berbeda. Agar perkembangan peserta didik yang cepat tidak
mengganggu peserta didik yang lambat dan sebaliknya (peserta didik yang lambat
tidak mengganggu yang cepat), maka perlu dilakukan pengelompokan peserta
didik.
Pengelompokkan siswa di kelas di SDN 3 Sinombayuga, siswa
dikelompokkan berdasarakan tingkat kecerdasan siswa, penjelasan di atas sesuai
degan pernytaan kepala sekolah, beliau menjelaskan bahwa :
Guru melakukan pengelompokan dengan cara siswa dikelompokkan
berdasarkan tingkat kemampuan, yang pintar kelompok sendiri, yang
kurang pintar kelompok sendiri juga sehingga mudah mengontrol dan
menilai kelompok yang kurang. (2.2/W/KS/08-04-13)
Pemaparan kepala sekolah di atas ditelusuri lagi dengan mewawancarai
guru kelas lima, beliau menjelaskan bahwa :
Dalam mengelompokan siswa biasanya saya bagi rata jumlahnya, biasanya
saya kelompokkan yang pintar saya sendirikan yang kurang pintar saya
sendirikian, biasanya juga saya acak agar siswa yang pintar bisa
membimbing yang kurang pintar. (2.2/W/GK5/08-04-13)
Pemaparan di atas dirasa masi kurang oleh peneliti, oleh karena itu peneliti
melanjutkan penelusuran dengan mewawancarai guru agama, beliau menjelaskan
bahwa:
Dalam mengelompokan siswa biasanya saya acak antara siswa yang suka
menganggu teman dengan siswa pendiam, siswa yang suka menganggu
39
teman tidak saya jadikan satu kelompok melainkan saya sebar di semua
kelompok, karena kalau mereka disatukan akan terjadi keributan dan
tujuan pembelajaran tidak akan tercapai (2.2/W/GMTA/22-04-13)
Dari hasil waancara yang berhasil dikumpulkan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa dalam mengelompokan siswa, guru di SDN 3 Sinombayuga
mengelompookan siswa sesuai dengan tingkat kecerdasan siswa, yang pintar
disendirikan, yang kurang pintar disendirikan agar mudah menilai dan mengontrol
siswa yang kurang, kemudian dikelompokan secara acak yakni yang pintar
dicampur dengan yang kurang pintar agar yang pintar dapat membimbing yang
kurang pintar, kemudian siswa dikelompokkan dengan cara menyebar siswa yang
nakal di semua kelompok agar tidak terjadi keributan di ruang kelas.
3. Kemampuan Guru Memberdayakan Peserta Didik
a. Kemampuan Guru Mengidentifikasi Potensi Akademik Siswa Melalui
PAKEM
Identifikasi adalah sebuah proses mengenali anak yangg memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa, sehingga diperlukan layanan berdiferensiasi agar
anak yang telah diidentifikasi dapat berkembang secara penuh sesuai potensi yang
dimilikinya. Identifikasi anak berbakat bertujuan untuk menemukan anak-anak
yang berbakat dan membantu mereka mengoptimalkan potensi unggulnya
sehingga dapat menjadi prestasi unggul. Mengidentifikasi anak berbakat bukanlah
hal yang mudah. Oleh karena banyak anak-anak berbakat di sekolah tidak
menampakkan bakat mereka dan tidak dipupuk. Banyak di antara mereka berasal
dari golongan ekonomi rendah, mengalami masalah emosional yang
40
menyamarkan kemampuan intelektualnya atau subkultur yang menekan
kemampuan bicara.
Di SDN 3 Sinombayuga guru-guru mengidentifikasi potensi akademik
siswa dengan cara memberi tugas pada siswa, hal tersebut sesuai dengan
penjelasan kepala sekolah bahwa:
Guru-guru dapat mengenal bakat siswa disaat proses belajar mengajar di
kelas, terutama pada mata pelajaran matematika. Ada beberapa orang yang
bisa mengerjakan tugas dengan benar, misalnya, memperoleh nilai 75.
artinya tingkat penguasaan siswa terhadap materi sangat bagus, dan itu
akan meningkatkan prestasi mereka dalam belajar sehingga pada semester
berikutnya akan leboh bagus lagi. Kami sebagai guru, tentu dapat
mengenal bakat siswa pada situasi belajar di dalam kelas maupun di luar
kelas atau disaat ujian semester. (3.1/W/KS/08-08-13)
Pemaparan wali kelas 5 di atas di telusiri lagi dengan mewawancarai guru
kelas empat, beliau menjelaskan bahwa :
Dalam mengidentifikasi kompetensi akademik siswa saya lakukan dengan
menilai pada tingkat kemampuan siswa yang bersifat kognitif, afektif, dan
psikomotorik. (3.1/W/GK4/21-05-13)
Merasa masih belum puas dengan wawancara di atas, peneliti meneruskan
penelusuran dengan mewawancarai guru lainnya, beliau menjelaskan bahwa :
Sebagai guru kita harus mampu mengidentifikasi potensi akademik siswa,
dalam mengidentifikasi potensi akaddemik siswa biasanya saya lakukan
dengan memeriksa hasil pkerjaan tugas yang saya berikan, kemudian saya
identifikasi dalam proses diskusi tanya jawab, biasanya yang memiliki
potensi di bidang mata pelajaran tertentu dia akan sering mengajukan
pertannyaan. (3.1/W/GSBK/17-05-13)
Dari informasi yang berhasil dikumpulkan di atas, peneliti berkesimpulan
bahwa dalam mengidentifikasi kompetensi akademik siswa, para guru di SDN 3
Sinombayuga mengidentifikasi dengan cara memberikan tugas kepada siswa,
kemudian menilai hasil kerja siswa. Hasil kerja siswa itulah yang menjadi alat
41
penilaian kompetensi akademik siswa. Cara lainnya adalah dengan menilai siswa
dalam proses diskusi, siswa yang sering bertanya pada pelajaran tertentu
merupakan siswa yang memiliki kompetensi akademik pada matapelajaran
tersebut.
b. Kemampuan Guru Mengenal dan Mengembangkan Bakat dan
Keterampilan Siswa Melalui PAKEM.
Bakat tidak sama dengan kecerdasan. Bakat lebih mengacu pada motorik
maupun keterampilan yang ditampilkan anak. Dengan kata lain, bakat bisa terlihat
oleh orang lain. Cara yang dilakukan adalah terus-menerus mengasah bakat
melalui latihan. Bakat tidak akan berkembang bila tak ada penguat, sehingga
kemudian hilang. Selain bakat, mereka juga mempunyai minat terhadap bidang
yang digeluti. Adanya minat juga akan menguatkan bakat tersebut. Sayangnya tak
semua bisa berjalan beriringan antara bakat dan minat. Ada anak berbakat yang
ternyata tidak berminat dengan bakat yang dimilikinya. Bila ini terjadidiperlukan
dukungan lebih banyak dari guru di sekolah dan orangtua, agar bakat anak bisa
terasah secara optimal. Kalau tidak mendapat dukungan dari guru dan orangtua
atau dibangkitkan minatnya, bakat yang dimiliki anak tidak akan berkembang.
Bisa saja anak tersebut agak lambat untuk mengembangkan kemampuannya,
terutama ketika menyadari bahwa ia mempunyai bakat dalam bidang tertentu.
Untuk mengenal dan mengembangkan bakat siswa, para guru
melakukannya dengan berbagai cara, hal tersebut sesuai dengan pemaparan kepala
sekolah, beliau menjelaskan bahwa :
Untuk mengenali bakat siswa untuk olahraga akan nampak pada mata
pelajaran PENJAS praktek, dari situ kami dapat mengenalai bakat siswa,
42
kemudian untuk mengembangkannya kami beri pelatihan khusus dan
dipersiapkan untuk mengikuti perlombaan yang diselengggatakan oleh
dinas pendidikan (3.2/W/KS/8-04-13)
Pemaparan kepala sekolah diatas di telusuri lagi degan mewawancarai
guru kelas lima, beliau menjelaskan bahwa :
Misalnya seorang siswa memiliki bakat dalam seni musik, bakat tersebut
ditindaklanjuti oleh guru, pada perlombaan guru menunjuk siswa tersebut
untuk mengikuti perlombaan antar sekolah. (3.2/W/GK5/8-04-13)
Pemaparan di atas dirasa belum cukup oleh peneliti, oleh karena itu
peneliti meneruskan penelusuran degan mewawancarai guru agama, beliu
menjelaskan bahwa :
Cara saya menindak lanjuti bakat siswa contohnya ada siswa yang punya
bakat dalam olah raga lalu saya menindaklanjutinya. Contohnya disetiap
sekolah diusulkan oleh dinas pendidikan untuk mengikuti berbagai macam
kegiatan olah raga di tingkat kecamatan, jadi siswa yang punya bakat
tersebut yang diikut sertakan pada kegiatan tersebut sehingga dapat
membawa nama seekolah. (3.2/W/GMTA/22-04-13)
Dari pemaparan data wawancara di atas, peneliti manyimpulkan bahwa
dalam mengenal bakat siswa, guru mengidentifikasi dari pelajaran PENJASKES
dan mata pelajaran kesenian. Untuk mengembangkan bakat siswa para guru
menindaklanjuti bakat tersebut dengan memberikan pelatihan khusus untuk diikut
sertakan pada berbagai kegiatan di tingkat kecamatan dan dapat membawa nama
sekolah.
c. Kemampuan Guru Melibatkan Siswa Dalam Pembelajaran
Partisipasi aktif siswa sangat berpengaruh pada proses perkembangan
berpikir, emosi, dan sosial. Keterlibatan siswa dalam belajar, membuat anak
secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan mengambil keputusan. Namun
pembelajaran saat ini pun masih ada yang menggunakan metode belajar dimana