Top Banner
34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Tuna loin beku merupakan salah satu hasil penanganan ikan tuna yang diproduksi oleh PT. Awindo Internasional. Jenis bahan baku yang digunakan yaitu yellowfin tuna, albacore tuna, big eye tuna tergantung permintaan konsumen. Sasaran ekspor tuna loin beku yang diproduksi yaitu ke negara Asia, Amerika, dan Uni Eropa. Tuna loin beku merupakan daging ikan tuna yang paling tebal dan mengalami pembekuan mencapai suhu pusat -18 o C. PT. Awindo Internasional mempunyai rata-rata kapasitas produksi tuna loin beku 10 ton perhari dengan deskripsi produk sebagai berikut: Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional 1. Nama Produk Tuna Loin Beku 2. Nama spesies Yellowfin tuna ( Thunnus albacares ) Albacore Tuna ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus abesus ) 3. Produk akhir Tuna Loin Beku 4. Tahapan pengemasan Kemasan dalam: dimasukkan dalam kantong plastik Kemasan luar : Karton 5. Persyaratan penyimpanan Disimpan dalam cold storage dengan suhu maksimum -20 o C 6. Umur simpan Dua tahun disimpan dalam cold storage dengan suhu maksimum -20 o C 7. Label/spesifikasi Nama perusahaan, Negara asal, ukuran, nama produk, berat bersih, kode produksi dan kandungan nutrisi 8. Penggunaan Produk Dimasak terlebih dahulu sebelum dimakan 9. Pelanggaan Masyarakat umum ASIA : Jepang, Malaysia, Cina Amerika Eropa Sumber: PT. Awindo Internasional (2013) 4.1.1 Bahan Baku Tuna Loin Beku Bahan baku yang digunakan adalah ikan tuna yellowfin yang diterima dalam bentuk segar utuh dan telah mengalami penyiangan, pembuangan sirip, dan pembuangan insang. Asal bahan baku ditangkap dengan menggunakan rawai di
26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

Feb 27, 2018

Download

Documents

doduong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Produk

Tuna loin beku merupakan salah satu hasil penanganan ikan tuna yang

diproduksi oleh PT. Awindo Internasional. Jenis bahan baku yang digunakan yaitu

yellowfin tuna, albacore tuna, big eye tuna tergantung permintaan konsumen.

Sasaran ekspor tuna loin beku yang diproduksi yaitu ke negara Asia, Amerika,

dan Uni Eropa. Tuna loin beku merupakan daging ikan tuna yang paling tebal dan

mengalami pembekuan mencapai suhu pusat -18oC. PT. Awindo Internasional

mempunyai rata-rata kapasitas produksi tuna loin beku 10 ton perhari dengan

deskripsi produk sebagai berikut:

Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional

1. Nama Produk Tuna Loin Beku

2. Nama spesies Yellowfin tuna ( Thunnus albacares )

Albacore Tuna ( Thunnus alalunga )

Big Eye Tuna ( Thunnus abesus )

3. Produk akhir Tuna Loin Beku

4. Tahapan pengemasan Kemasan dalam: dimasukkan dalam kantong

plastik

Kemasan luar : Karton

5. Persyaratan

penyimpanan

Disimpan dalam cold storage dengan suhu

maksimum -20oC

6. Umur simpan Dua tahun disimpan dalam cold storage

dengan suhu maksimum -20oC

7. Label/spesifikasi Nama perusahaan, Negara asal, ukuran, nama

produk, berat bersih, kode produksi dan

kandungan nutrisi

8. Penggunaan Produk Dimasak terlebih dahulu sebelum dimakan

9. Pelanggaan Masyarakat umum

ASIA : Jepang, Malaysia, Cina

Amerika

Eropa

Sumber: PT. Awindo Internasional (2013)

4.1.1 Bahan Baku Tuna Loin Beku

Bahan baku yang digunakan adalah ikan tuna yellowfin yang diterima

dalam bentuk segar utuh dan telah mengalami penyiangan, pembuangan sirip, dan

pembuangan insang. Asal bahan baku ditangkap dengan menggunakan rawai di

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

35

Samudera Hindia dan lautan Indonesia. Bahan baku yang diperoleh berasal dari

transit atau pemasok (supplier) di Ujung Penjaringan, komplek pelabuhan Nizam

Zachman. Menurut Fadly (2009), proses penerimaan bahan baku yang dilakukan

di transit Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman adalah sebagai berikut:

1) Pembongkaran Ikan Tuna

Ikan tuna yang didaratkan pada lokasi transit adalah ikan tuna jenis

yellowfin tuna (Thunnus albacares) dan big eye tuna (Thunnus obessus). Ikan tuna

didaratkan dalam bentuk ikan utuh yang sudah disiangi isi perut dan insangnya

dengan menggunakan kapal berkapasitas sampai dengan 120 GT (Gross Ton).

Daerah penangkapan ikan tuna meliputi perairan Samudra Indonesia, pantai utara

Jawa, dan perairan selatan Jawa hingga mencapai wilayah Sulawesi. Kapal

penangkap tuna yang digunakan sudah dilengkapi dengan sistem pendingin

refrigerated sea water (RSW).

Waktu yang digunakan untuk melaut adalah 25 hari sampai dengan 6

bulan. Jumlah ikan yang berhasil didaratkan setiap kali operasi mencapai 100-600

ekor ikan tuna. Kualitas ikan tuna dapat dipertahankan apabila penanganan yang

diterapkan di atas kapal dilakukan dengan hati-hati, bersih, cepat dan dingin. Ikan

tuna yang didaratkan dalam keadaan dingin, dengan maksimal suhu ikan adalah

3oC. Pengukuran suhu ikan tuna menggunakan thermometercouple (Lampiran 5).

2) Pembongkaran

Pembongkaran ikan dari palka kapal dilakukan setelah kapal merapat ke

tempat pembongkaran. Proses pembongkaran fresh tuna dilakukan pada pagi hari

sekitar jam 09.00 WIB sampai dengan 14.00 WIB. Pembongkaran ikan tuna

dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan alat katrol dan tali tambang.

Proses pengangkatan ikan satu persatu dari palka kapal dan dipindahkan ke bagian

geladak, kemudian ikan disemprot dengan air bersih.

3) Pemindahan Ikan Tuna ke Transit

Ikan tuna yang sudah dibongkar dipindahkan ke tempat transit yang telah

tersedia. Lokasi pendaratan ikan tuna di Muara Baru berjumlah 28 transit. Proses

pemindahan ikan diperlukan fasilitas khusus, yaitu atap plastik dan papan

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

36

peluncur. Fasilitas ini untuk melindungi ikan agar tidak terkena sinar matahari

langsung, karena jarak kapal yang bersandar di dermaga dengan tempat transit

cukup jauh, yaitu ±100 meter. Ikan yang sudah dikeluarkan dari palka diangkat ke

geladak, diangkut satu persatu ke papan peluncur. Penarikan dilakukan oleh dua

orang, satu orang bertugas menarik ikan ke papan peluncur dan satu orang lagi

mendorong ikan masuk ke dalam ruangan transit.

4) Sortasi (Seleksi)

Sortasi ikan ditujukan untuk mengklasifikasi ikan tuna segar yang

memenuhi persyaratan kualitas ekspor. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan

perbedaan tersebut adalah adanya perbedaan waktu kematian, cara kematian, cara

penanganan, sanitasi, lama melaut serta penerapan rantai dingin. Proses sortasi

dilakukan secara organoleptik (penampakan, kulit, mata, tekstur dan kekenyalan

daging, serta warna daging). Penilaian organoleptik tekstur, kekenyalan, serta

warna, dilakukan terhadap sampel daging ikan yang diambil dari bagian ekor dan

belakang sirip ventral. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kerusakan fisik

terhadap ikan tuna yang akan di ekspor. Kualitas mutu ikan tuna pada tempat

transit dibedakan menjadi empat kategori, yaitu grade/kualitas A, B, C, dan D.

Kegiatan sortasi dilakukan oleh seorang pemeriksa (checker) dari

perusahaan yang akan membeli ikan tuna dengan menggunakan alat coring tube

(Lampiran 5) yaitu semacam alat yang berbentuk batang, tajam dan terbuat dari

besi. Pengambilan sampel dilakukan pada kedua sisi ikan (bagian belakang sirip

ventral atau ekor pada sisi kanan dan kiri) dengan cara menusukan coring tube ke

tubuh ikan, sehingga didapatkan potongan daging ikan tuna. Sampel daging ikan

tuna selanjutnya dilakukan pengujian organoleptik.

5) Transportasi Ikan ke Perusahaan

Ikan yang telah disortasi kemudian diangkut menuju perusahaan untuk

diproses lebih lanjut (pembentukan loin, saku, dan lain-lain). Hanya ikan-ikan

yang memenuhi kriteria yang dibutuhkan oleh perusahaan yang akan dibeli yaitu

ikan dengan grade B dan C. Ikan kemudian dimasukkan dalam truk berisolasi

dengan suhu -20oC dan langsung dibawa menuju perusahaan dengan jarak ±2 km.

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

37

4.1.2 Bahan Penolong Penanganan Tuna Loin Beku

Bahan penolong penanganan tuna loin beku merupakan bahan yang

digunakan untuk membantu kelancaran proses produksi yang meliputi air, es, dan

klorin (Rachmawati 2009). Air merupakan bahan pembantu yang sangat penting

dalam pencucian, pembersihan tempat produksi serta pembersihan alat kerja yang

dibutuhkan dalam jumlah besar. Menurut Thaheer (2005), air dalam penanganan

pangan terdiri dari air pengolahan, air minum, dan air bersih.

Air yang digunakan di PT. Awindo internasional adalah air PDAM dan air

sumur yang telah diuji terlebih dahulu melalui laboratorium Balai Pengujian Mutu

dan Pengolahan Hasil Perikanan (BPMPHP) Jakarta. Kualitas air di PT. Awindo

Internasional telah sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah yaitu

Permenkes RI No.907/MENKES/SK/VII/2002 mengenai syarat-syarat dan

pengawasan kualitas air minum. Standar baku mutu air dan es yang digunakan

oleh PT. Awindo Internasional tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Standar Mutu Air dan Es dalam Pabrik

No. Parameter Hasil Uji

Persyaratan Air Es

1 ALT (koloni/ml) 10 10 100

2 Escherichia coli (MPN/ml) <2 <2 <2

3 pH 7.56 7.36

4 Bau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau

5 Turbiditas (NTU) 0,4 0,3 5

6 Total Dissolved Solid (mg/L) 96 59 500

7 Klorida (mg/L) 70,01 29,30 250

8 Klorin (mg/L) <0,1 <0,1 5

9 Hg (mg/L) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 0,001

10 Pb (mg/L) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 0,003

11 Cd (mg/L) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 0,010

12 Cu (mg/L) Tidak Terdeteksi Tidak Terdeteksi 2,00

13 Total Hardness (mg/L) 55,68 24,96 500

Sumber: BPMPHP (2013)

Es merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam mempertahankan

mutu produk perikanan. Es yang digunakan dalam proses produksi berupa es curai

yang diproduksi sendiri oleh perusahaan melalui mesin pembuat es dengan

kapasitas 25 ton/hari. Es yang digunakan oleh PT. Awindo Internasional

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

38

menggunakan bahan dasar air PDAM yang telah sesuai standar yang ditetapkan

Permenkes RI No.907/MENKES/SK/VII/2002.

Klorin digunakan sebagai desinfektan yang mempunyai kemampuan untuk

membunuh mikroba (Rachmawati 2009). Desinfektan ini bekerja secara cepat

terhadap sejumlah mikroorganisme dan harganya yang relatif murah (Thaheer

2005). Klorin yang ditambahkan ke dalam air digunakan untuk berbagai macam

keperluan. Konsentrasi klorin yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan

keperluan (Tabel 7).

Tabel 7. Konsentrasi Penggunaan Klorin dalam Pabrik

Pemakaian Konsentrasi (ppm)

Toilet Pria 200

Toilet Wanita 200

Bak cuci kaki proses 200

Bak pencucian ikan 200

Bak cuci tangan stainless 100

Bak penampungan air 200

Sumber: PT. Awindo Internasional (2013)

4.2 Alur Proses Penanganan Tuna Loin Beku

Alur proses penanganan di PT. Awindo Internasional telah menerapkan

GMP (Good Manufacturing Practice) dan SSOP (Sanitation Standard Operating

Procedure) (Lampiran 6 dan 7). Diagram alur proses penanganan tuna loin beku

di PT. Awindo Internasional dapat dilihat pada Lampiran 8. Setiap tahapan proses

penanganan tuna loin beku di PT. Awindo Internasional dilakukan monitoring

menggunakan lembar pencatatan (Lampiran 9 sampai 19).

4.2.1 Penerimaan Bahan Baku dan Penimbangan 1

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan baku adalah mutu

bahan baku atau kesegarannya, mutu bahan baku akan mempengaruhi mutu

produk akhir yang dihasilkan (Hadiwiyoto 1993). Proses pengolahan tidak dapat

meningkatkan mutu tetapi hanya dapat mempertahankan mutu dan menghambat

pertumbuhan bakteri. Tahap penerimaan bahan baku dan penimbangan I

dilakukan beberapa proses:

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

39

a) Pembongkaran

Proses pembongkaran dilakukan di ruang penerimaan. Kendaraan yang

digunakan untuk mengangkut tuna segar utuh ke unit pengolahan adalah truk

berisolasi dengan suhu -20oC yang dapat mempertahankankan suhu dibawah 3oC

dengan kapasitas ikan tuna 500-750 kg. Wadah yang digunakan untuk menyimpan

ikan tuna adalah bak penyimpanan ikan tuna di dalam ruangan penyimpanan

sementara. Pembongkaran ikan tuna dilakukan secara cepat dan hati-hati. Suhu

ikan tuna dipertahankan di bawah 3oC dalam rantai dingin untuk menjaga ikan

tuna tetap segar dan mencegah kemunduran mutu (Purwaningsih 1995).

b) Pengujian mutu bahan baku

Mutu bahan baku sangat menentukan kualitas dari tuna loin beku. Ikan

tuna yang diterima di PT. Awindo International telah disortir berdasarkan grade

daging ikan tuna dari transit. Hasil sortir bahan baku berdasarkan grade yang telah

dilakukan di transit, selanjutnya dilakukan pengujian mutu bahan baku tuna loin

beku. Pengujian mutu bahan baku yang dilakukan yaitu dengan melakukan

monitoring penerimaan bahan baku menggunakan laporan monitoring penerimaan

bahan baku sesuai nomor dokumen QA/AII/HACCP/01A (Lampiran 9).

Monitoring ini dilakukan untuk menguji sifat organoleptik daging ikan tuna, dan

mengukur suhu pusat daging ikan tuna.

Indikator terjadinya pembusukan yang ditetapkan PT. Awindo

International yaitu batas suhu pusat ikan maksimal 3oC serta tidak memiliki bau

busuk. Ikan tuna yang memiliki bau busuk serta suhu pusat di atas 3oC tidak akan

dijadikan bahan baku tuna loin beku dan langsung ditolak karena telah terjadi

penguraian dalam daging ikan tuna (BSN 2006). Pengukuran suhu pusat selain

merupakan indikator terjadinya penguraian, merupakan indikator tingginya kadar

histamin (Price et al 2001). Pengukuran suhu dan pengujian organoleptik

dilakukan oleh QC perusahaan bagian penerimaan bahan baku menggunakan

thermometercouple serta scoresheet organoleptik milik PT. Awindo International

(Lampiran 10). Monitoring penerimaan bahan baku ini selain dilakukan pengujian

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

40

organoleptik dan pengukuran suhu, dilakukan juga pencatatan nama pemasok,

kode pemasok, tanggal penerimaan, berat total dan grade ikan.

Ikan tuna yang diterima di PT. Awindo International selain dilakukan

monitoring penerimaan bahan baku, juga dilakukan pengujian kadar histamin dan

kadar Hg, Pb, dan Cd di laboratorium Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil

Perikanan (BPMPHP) Jakarta Utara. Pengujian ini dilakukan setiap 3 bulan sekali

pada sampel ikan tuna dari masing-masing transit yang mensuplai bahan baku.

4.2.2 Pencucian

Menurut Hadiwiyanto (1994), perlakuan pencucian ditujukan untuk

menghilangkan kotoran, disamping itu pencucian menggunakan air bersih dapat

mengurangi jumlah bakteri yang ada. Teknik pencucian ikan tuna yang dilakukan

di PT. Awindo Internasional adalah dengan cara menyiram ikan tuna dengan air

dingin dengan suhu 10oC yang mengandung klorin 50 ppm dan membersihkan

seluruh bagian tubuh ikan tuna. Air pencucian yang digunakan sudah memenuhi

persyaratan umum sesuai dengan persyaratan air minum. Air pencucian ini selalu

dilakukan monitoring oleh QC perusahaan untuk mengawasi kadar klorin yang

terkandung dalam air agar memenuhi standar. Monitoring residu klorin dilakukan

dengan mengukur persentase jumlah klorin yang digunakan dengan jumlah air.

Laporan monitoring residu klorin dapat dilihat di Lampiran 11.

4.2.3 Pemotongan Kepala, Pembuatan Loin dan Pembuangan Tulang

Pemotongan kepala yang dilakukan di PT. Awindo Internasional

dilakukan secara manual oleh tangan pekerja menggunakan pisau besar yang telah

dicuci menggunakan air klorin dengan konsentrasi 200 ppm. Teknik pemotongan

yang dilakukan yaitu dengan memotong bagian antara perut bawah dan kepala dan

ditarik ke bagian atas kepala mengikuti bentuk lingkar insang. Tahap selanjutnya

memotong tulang belakang ikan yang menghubungkan bagian kepala dan tubuh

ikan. Pemotongan kepala dilakukan secara hati-hati dan cepat agar tidak terjadi

pengurangan rendemen dan menjaga suhu pusat ikan tetap di bawah 3oC.

Tahap selanjutnya dilakukan pembuatan loin dengan cara memotong

bagian tubuh ikan tuna secara melintang menjadi 2 bagian filet, selanjutnya setiap

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

41

filet dibagi menjadi dua bagian lagi sehingga didapat 4 bagian loin tuna.

Pemotongan ikan tuna dilakukan menggunakan pisau filet dengan panjang mata

pisau 30 cm dan telah dicuci menggunakan air dingin dengan konsentrasi klorin

200 ppm.

Pembuangan tulang dilakukan secara manual setelah ikan dilakukan

pemfiletan. Pembuangan tulang bertujuan untuk memisahkan bagian daging ikan

tuna dengan tulang yang masih menempel. Tahap selanjutnya tulang yang telah

dibuang, diambil bagian daging ikan tuna yang masih menempel pada sela sela

tulang ikan tuna untuk dijadikan bahan dasar daging tuna giling. Pemisahan

daging yang menempel dilakukan dengan cara manual menggunakan sendok yang

telah dicuci bersih menggunakan air yang mengandung klorin 100ppm.

Tahap pemotongan kepala dan loin dilakukan monitoring menggunakan

laporan monitoring pembuatan loin dengan nomor dokumen QA/AII/HACCP/03

(Lampiran 12). Monitoring ini pada dasarnya dilakukan dengan pengecekan

pengerjaan pemotongan kepala dan pembuatan loin apakah sesuai standar GMP

atau tidak. Laporan pembuatan loin dilakukan juga pengecekan suhu ikan untuk

memantau suhu ikan agar tidak melebihi 3oC. Proses deheading dan loining

dilakukan dengan cepat dan mempertahankan rantai dingin untuk

mempertahankan suhu pusat ikan. Monitoring ini tidak hanya dilakukan pada

pengerjaan pemotongan kepala dan pembuatan loin, namun meliputi proses

pengerjaan pembuatan loin dari tahap pembuangan kepala hingga suntik CO.

4.2.4 Pembuangan Kulit

Pembuangan kulit pada dasarnya dilakukan tergantung permintaan

konsumen. Filet ikan yang tidak dibuang kulitnya memiliki masa simpan lebih

panjang dibanding filet ikan tanpa kulit, namun pembuangan kulit dilakukan

untuk mempermudah proses pengolahan tuna loin beku selanjutnya. Pembuangan

kulit dilakukan dengan cara memotong kulit ikan tuna yang masih menempel pada

loin dari bagian ekor dan dipotong hingga bagian punggung ikan tuna.

Pembuangan kulit dilakukan secara manual oleh tangan pekerja menggunakan

pisau filet dengan panjang mata pisau 30 cm dan telah dicuci menggunakan air

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

42

dingin yang mengandung klorin 200 ppm. Pembuangan kulit harus dilakukan

dengan cepat agar suhu ikan tidak meningkat.

4.2.5 Perapihan

Tahap perapihan dilakukan untuk membuang bagian daging hitam yang

terdapat pada daging ikan tuna, merapihkan bentuk loin, membuang kulit ikan

tuna yang masih menempel pada daging ikan tuna. Tahap ini merupakan tahap

akhir dari pembuatan loin sehingga tahap ini merupakan tahap yang memperbaiki

apabila terdapat kesalahan pemotongan pada tahap sebelumnya.

Monitoring pada tahap perapihan dilakukan dengan menggunakan laporan

monitoring pembuatan loin dengan nomor dokumen QA/AII/HACCP/03

(Lampiran 12). Monitoring ini dilakukan untuk mengontrol cara kerja perapihan

dan mengontrol suhu loin pada tahap ini.

4.2.6 Penyuntikan CO

PT. Awindo Internasional melakukan CO treatment atau suntik CO

(karbonmonoksida) pada loin ikan tuna untuk mempertahankan warna merah

daging ikan tuna selama penyimpanan dan transportasi. Menurut Livingston dan

Brown (1981), suntik CO pada daging ikan dapat mempertahankan warna asli

ikan dengan cara pengikatan senyawa karbonmonoksida pada mioglobin menjadi

senyawa karboksimioglobin. Senyawa karboksimioglobin dapat mencegah

terjadinya proses oksidasi pada daging ikan yang dapat merubah warna daging

ikan dari merah menjadi coklat. Daging ikan tuna yang mengalami perlakuan

suntik CO pada dasarnya untuk memenuhi permintaan konsumen dari Amerika

serikat karena warna merah daging ikan tuna sangat mempengaruhi daya beli

konsumen (Pivarni et al. 2011). Suntik CO dilakukan menggunakan injektor CO

dengan konsentrasi CO 99,8% dan ukuran jarum suntik 0,3 mm.

Alat yang akan digunakan terlebih dahulu dicuci menggunakan air dingin

yang mengandung klorin 200 ppm untuk mencegah kontaminasi silang. Loin tuna

yang akan disuntik sebelumnya dimasukkan terlebih dahulu ke dalam plastik yang

telah diberi gas CO dan didiamkan selama 5 menit. Tahap selanjutnya loin

dikeluarkan dari plastik, dan dilakukan penyuntikan CO di seluruh permukaan

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

43

loin tuna. Loin tuna hasil penyuntikan dimasukkan kembali ke dalam plastik besar

berisi gas CO yang telah diberi busa untuk menyerap darah yang masih keluar dari

daging lalu di susun dalam rak.

4.2.7 Pendinginan Loin

Loin tuna yang telah mengalami perlakuan suntik CO selanjutnya

didinginkan pada suhu 0o-2oC selama 1-2 hari. Pendinginan selama 2 hari

bertujuan untuk pembentukan senyawa karboksimioglobin dari reaksi CO dan

myoglobin. Pembentukan senyawa karboksimioglobin pada dasarnya tidak

memerlukan proses pendinginan, namun dikarenakan proses pembentukannya

memerlukan waktu 1-2 hari maka perlu suhu dingin untuk mencegah terjadinya

peningkatan suhu loin yang dapat mengakibatkan pertumbuhan mikroba dalam

dalam loin tuna.

Selama proses pendinginan suhu dalam ruang pendingin dipantau setiap

satu jam sekali untuk menghindari peningkatan suhu ruang pendingin.

Pemantauan dilakukan menggunakann alat data logger (Lampiran 5) yang dapat

merekam suhu ruang pendingin setiap satu jam sekali secara otomatis. Hasil

pemantauan data logger ini selanjutnya dimasukkan dalam laporan pemantauan

suhu pendingin (Lampiran 13).

4.2.8 Pemeriksaan Akhir dan Penentuan Ukuran

Loin yang disimpan dalam ruangan chilling selama 1-2 hari dikeluarkan

dari ruang pendingin dan dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa mutu

loin sesuai standar baik secara organoleptik maupun secara fisik. Pemeriksaan

secara fisik dilakukan dengan cara mengukur suhu pusat loin, selain itu dilakukan

pemeriksaan jika masih terdapat tulang, daging hitam, daging perut, kulit, dan

sisik yang masih menempel. Selama tahap ini berlangsung monitoring

pemeriksaan akhir dilakukan untuk mencatat kondisi suhu loin dan karakteristik

organoleptik (Lampiran 14).

Penentuan ukuran dilakukan untuk menseragamkan ukuran dan bobot loin

sesuai dengan permintaan konsumen. Tahap ini dilakukan dengan cara memotong

loin apabila ukuran loin melebihi ukuran yang diminta. Alat yang digunakan yaitu

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

44

pisau filet yang telah dicuci menggunakan air dingin dengan konsentrasi klorin

200 ppm. Tahap pemeriksaan akhir dan penentuan ukuran dilakukan dengan cepat

untuk mempertahankan rantai dingin dan mencegah terjadinya pertumbuhan

mikroba dalam loin.

4.2.9 Vacuuming

Vacuming merupakan salah satu cara pengawetan ikan dengan cara

memasukan loin ke dalam plastik hampa udara, selanjutnya direkat agar tidak

terdapat kontaminasi langsung dari lingkungan. Vacuuming dilakukan

menggunakan mesin vacuum sealer. Proses vakum dilakukan dengan cepat,

cermat, dan saniter untuk mempertahankan rantai dingin agar suhu ikan tidak

melebihi 3oC. Setiap loin yang telah divakum dilakukan pengecekan untuk

memastikan tidak terdapat kerusakan dalam plastik yang menyebabkan

kontaminasi langsung dari lingkungan.

4.2.10 Pembekuan (Freezing)

Tuna loin yang telah di vakum selanjutnya disusun dalam keranjang

plastik dan dimasukkan ke dalam ruang ABF (Air Blast Freezer) untuk dibekukan

dengan suhu ABF mencapai -35oC. Pembekuan dilakukan untuk membuat suhu

pusat loin tuna mencapai maksimal -18oC sehingga tidak terdapat organisme

mikrobiologi yang dapat hidup dalam daging tuna. Proses pembekuan dilakukan

selama 4 jam untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada loin tuna. PT. Awindo

Internasional membuat tuna loin beku dengan dua perbedaan suhu, yaitu -18oC

dan -20oC tergantung permintaan konsumen. Ruang ABF dilakukan monitoring

suhu setiap satu jam sekali untuk mencegah terjadinya peningkatan suhu.

Monitoring suhu menggunakan data logger yang selanjutnya dicatat dalam

dokumen monitoring suhu ruang pembekuan (Lampiran 13).

4.2.11 Penimbangan II

Tahap penimbangan 2 dilakukan dengan cara mengukur bobot tuna loin

beku menggunakan neraca digital dengan satuan lbs (libras). Penimbangan 2

bertujuan untuk mengetahui rendemen tuna loin yang telah dibekukan, selanjutnya

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

45

hasil penimbangan akan dituliskan dalam label. Penimbangan dilakukan dengan

cepat dan hati-hati untuk mempertahankan rantai dingin dan menghindari

terjadinya peningkatan suhu.

4.2.12 Pengemasan dan Pemberian Label

Tuna loin beku selanjutnya dilakukan pengemasan untuk mencegah

terjadinya kontaminasi silang dengan lingkungan. Tahap pengemasan dilakukan

secara cepat, cermat, dan saniter untuk mencegah terjadinya peningkatan suhu dan

kerusakan pada produk. Pengemasan tuna loin beku menggunakan karton yang

telah diberi label yang bertuliskan nama perusahaan, spesifikasi produk, Negara

asal, ukuran, berat bersih, dan kode produksi. Tahap pengemasan dan pemberian

label dilakukan monitoring pengemasan untuk memantau kondisi suhu tuna loin

beku. Monitoring pengemasan dan pemberian label menggunakan laporan

monitoring pengemasan dan pemberian label dengan nomor dokumen

QA/AII/HACCP/06 (Lampiran 15).

4.2.13 Pemeriksaan Logam

Tahap pemeriksaan logam dilakukan untuk mencegah terjadinya

kontaminasi dari serpihan logam. Tuna loin beku yang telah dikemas dan diberi

label selanjutnya dilakukan pemeriksaan logam dengan cara melewatkan karton

tuna loin beku pada mesin pendeteksi logam (metal detector). Sensitifitas mesin

pendeteksi logam diperiksa setiap jam untuk mencegah lolosnya tuna loin beku

yang mengandung logam. Standar sensitifitas logam untuk ferrous (Fe) yaitu 2,5

mm, sedangkan untuk stainless steel sebesar 3,0 mm. Sensitifitas mesin

pendeteksi logam diperiksa dan dicatat dalam laporan monitoring metal detector

dengan nomor dokumen QA/AII/HACCP/11 (Lampiran 16).

4.2.14 Penyimpanan dalam Cold Storage

Tuna loin beku yang telah lolos dari pendeteksian logam selanjutnya

disimpan pada ruang beku dan disusun dengan baik agar sirkulasi udara dingin

merata. Suhu maksimum dari cold storage yaitu -20oC untuk mencegah terjadinya

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

46

dehidrasi pada tuna loin beku. Suhu ruang cold storage dilakukan pemeriksaan

dan pencatatan setiap satu jam sekali menggunakan data logger.

4.2.15 Pengangkutan

Tuna loin beku yang siap ekspor selanjutnya diangkut ke dalam kontainer

dengan sesegera mungkin dan hati-hati untuk mencegah produk dari kerusakan

fisik dan peningkatan suhu. Pengangkutan ini perlu penerapan GMP agar tidak

membahayakan konsumen yang mengkonsumsinya. Suhu kontainer merupakan

faktor penting dalam menjaga suhu pusat ikan selama transportasi, maka dari itu

pada pengangkutan dilakukan monitoring suhu kontainer pada saat awal

pengangkutan hingga kontainer berangkat. Selain itu pada pengangkutan

dilakukan monitoring kondisi kemasan (karton dan perekat) dan sanitasi dari

kontainer. Monitoring ini dilakukan dan dicatat pada laporan pengecekan

kontainer dengan nomor dokumen QA/AII/HACCP/8 (Lampiran 17).

4.3 Analisis Bahaya

Setelah dilakukan pengamatan alur proses penanganan tuna loin beku di

PT. Awindo Internasional maka dapat dianalisis bahaya yang mungkin terjadi

pada tahapan proses penanganan tuna loin beku. Tabel analisis bahaya dapat

dilihat pada Lampiran 20.

4.3.1 Penerimaan Bahan Baku dan Penimbangan I

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap penerimaan bahan baku adalah

penguraian yang telah terjadi oleh mikroorganisme pembusuk dalam tubuh ikan.

Bahaya ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan suhu ikan saat ikan sampai di

transit (Seargant 2007). Kategori bahaya penguraian ini termasuk ke dalam

bahaya keamanan pangan (food safety) dengan tingkat keparahan yang

ditimbulkan sedang, namun bahaya ini dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan

pencegahan yang dilakukan yaitu cek suhu pusat ikan setiap ikan yang dipilih

menggunakan thermometercouple. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000),

kebanyakan bakteri akan mati atau sekurang-kurangnya akan berhenti kegiatannya

apabila suhu diturunkan sampai 0oC atau dinaikkan di atas 100oC.

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

47

Batas suhu pusat ikan yang ditetapkan oleh PT. Awindo Internasional

untuk dijadikan bahan baku tuna loin beku maksimal 3oC. Menurut BSN (2006)

batas suhu pusat bahan baku tuna loin beku yang dapat diolah maksimal 4,4oC,

apabila melebihi batas maksimal kemungkinan bahan baku yang digunakan telah

terjadi penguraian.

Bahaya lainnya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu kadar histamin

yang terkandung dalam ikan tuna. Histamin dapat terbentuk karena proses

enzimatis histidin pada ikan scombrotoxin sejenis tuna. Kandungan histidin pada

jaringan ikan tuna lebih tinggi dibandingkan dengan spesies ikan yang lainnya

sehingga meningkatkan potensi bahaya peningkatan kadar histamin, khususnya

untuk penyimpanan dan penanganan yang salah (Wahyuni 2011).

Menurut hasil penelitian Price et al. (1991), pembentukan histamin akan

terhambat pada suhu 0oC atau lebih rendah. Pada suhu 4,4oC terbentuk histamin

sebanyak 0,5-1,5 mg/100 gram ikan. Konsentrasi tersebut memenuhi aturan SNI

yaitu tidak melampaui 5 mg/100gram, oleh karena itu SNI menetapkan batas kritis

suhu untuk pertumbuhan histamin pada ikan sebesar 4,4oC.

Berdasarkan penelitian tersebut maka tindakan pencegahan yang dapat

dilakukan yaitu dengan pemantauan suhu bahan baku setiap penerimaan bahan

baku dan uji laboratorium internal setiap 3 bulan sekali. Bahaya ini dapat

dikategorikan bahaya yang sering terjadi pada saat penerimaan bahan baku dan

merupakan bahaya yang signifikan apabila tidak ditangani secara baik dengan

menerapkan SSOP dan GMP.

Bahaya lain yang mungkin timbul pada tahap penerimaan bahan baku

yaitu kontaminasi logam berat Cd, Pb, Hg yang diakibatkan oleh kontaminasi dari

lingkungan perairan. Bahaya ini dikategorikan ke dalam bahaya yang sering

terjadi, dan dapat menyebabkan dampak yang serius apabila masuk ke dalam

tubuh konsumen. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu melakukan

pengujian kadar Hg, Cd, dan Pb di laboratorium eksternal setiap 3 bulan sekali

untuk memastikan ikan yang diterima memenuhi standar. Semua bahaya di atas

dapat dikendalikan dan dicegah dengan penerapan GMP dan SSOP, hal ini

menunjukan bahwa bahan baku layak untuk diolah lebih lanjut.

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

48

4.3.2 Pencucian

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini adalah pertumbuhan mikroba

(TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin.

Bahaya ini disebabkan oleh air pencucian yang digunakan tidak sesuai standar

atau suhunya meningkat. Bahaya ini berhubungan dengan keamanan makanan,

namun peluang terjadinya bahaya ini rendah karena bahaya dapat dikontrol

dengan GMP dan SSOP selama pengolahan dengan semestinya. Tindakan

pencegahan yang dilakukan yaitu mempertahankan suhu di bawah 3oC serta

menggunakan peralatan yang bersih dan saniter.

4.3.3 Pemotongan Kepala dan Pembuatan Loin

Bahaya yang dapat terjadi pada tahap ini yaitu pertumbuhan dan

kontaminasi mikroba Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella. Penyebab

timbulnya bahaya ini disebabkan oleh terjadinya kontaminasi silang dari peralatan

yang digunakan dan peningkatan suhu pada ikan tuna. Bahaya ini termasuk ke

dalam kategori bahaya yang tidak sering terjadi dan memiliki dampak yang tidak

serius karena dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Tindakan pencegahan

yang dilakukan yaitu peralatan yang digunakan selalu bersih dan saniter, serta

mempertahankan suhu pusat tuna loin di bawah 3oC. Suhu ikan tuna

dipertahankan dengan cara mempertahankan suhu ruang produksi maksimal 18oC

serta proses pemotongan kepala dan pembuatan loin dilakukan dengan cepat dan

hati-hati.

4.3.4 Pembuangan Tulang

Bahaya yang dapat terjadi pada tahap pembuangan tulang yaitu

pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan

peningkatan histamin yang terjadi dalam tuna loin. Bahaya ini disebabkan oleh

peningkatan suhu tuna loin pada saat dilakukan proses pembuangan tulang.

Bahaya ini termasuk kategori bahaya yang tidak sering terjadi dan tidak memiliki

dampak yang serius, karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan

yang dilakukan yaitu dengan cara mempertahankan suhu pusat tuna loin di bawah

3oC.

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

49

4.3.5 Pembuangan Kulit

Bahaya yang mungkin timbul pada tahap ini yaitu terjadinya peningkatan

suhu pada tuna loin yang menimbulkan pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform,

Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin. Bahaya ini

berhubungan dengan keamanan pangan, namun peluang terjadinya rendah karena

pada tahap ini dilakukan dengan cepat dan selalu menerapkan rantai dingin

dengan mempertahankan suhu ruang produksi maksimal 18oC.

Bahaya lain yang mungkin terjadi pada tahapan ini yaitu kontaminasi

mikroba Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella yang disebabkan oleh

kontaminasi silang dari peralatan. Bahaya ini berhubungan dengan keamanan

makanan namun dapat dikendalikan oleh SSOP dan GMP sehingga tidak

termasuk bahaya potensial yang nyata. Tindakan pencegahan yang dilakukan

yaitu proses pengulitan menggunakan peralatan yang bersih dan saniter.

4.3.6 Perapihan

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu tumbuhnya mikroba

(TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin yang

diakibatkan oleh peningkatan suhu tuna loin. Bahaya ini berhubungan dengan

keamanan makanan, namun peluang terjadinya rendah dan tidak memiliki dampak

serius karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang

dilakukan yaitu dengan mempertahankan suhu ikan, dan diawasi prosesnya

apabila terdapat tuna loin yang suhunya meningkat.

Bahaya lain yang mungkin terjadi yaitu adanya kontaminasi mikroba

Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella, yang diakibatkan oleh kontaminasi

silang dari peralatan. Bahaya ini berhubungan dengan keamanan pangan, peluang

terjadinya rendah dan tidak memiliki dampak serius karena dapat dikendalikan

oleh GMP dan SSOP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan

menggunakan alat yang bersih dan saniter pada tahapan proses perapihan.

4.3.7 Penyuntikan CO

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu pertumbuhan mikroba

(TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

50

akibat peningkatan suhu tuna loin. Bahaya ini termasuk dalam kategori bahaya

keamanan makanan, namun peluang terjadinya rendah dan tidak memiliki dampak

yang serius karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang

dilakukan yaitu dengan mempertahankan suhu ruangan pada 18oC agar suhu tuna

loin tidak meningkat melebihi 3oC.

Bahaya lain yang dapat terjadi pada tahap ini yaitu terjadinya kontaminasi

mikroba Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella akibat kontaminasi dari

peralatan. Bahaya ini termasuk dalam kategori bahaya keamanan makanan, namun

peluang terjadinya rendah dan tidak memiliki dampak yang serius karena dapat

dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Tindakan pengendalian yang dilakukan yaitu

dengan menggunakan peralatan bersih dan saniter, serta semua alat suntik

diperiksa harus dalam kondisi baik dan bersih sebelum dan sesudah digunakan.

4.3.8 Pendinginan Loin

Penyebab bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu peningkatan

suhu ruang pendingin loin. Bahaya ini akan mengakibatkan terjadinya

peningkatan suhu ikan di atas 3oC dan akan berdampak pada pertumbuhan

mikroba (TPC, Coliform, Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan

histamin. Bahaya ini termasuk dalam bahaya keamanan pangan, namun peluang

terjadinya rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Bahaya ini

memiliki dampak yang serius apabila tidak dilakukan sesuai GMP dan SSOP.

Tahapan pencegahan yang dilakukan yaitu mempertahankan suhu ruang

pendingin pada kisaran 0o–(-2)oC dengan pengawasan suhu ruang pendinginan

setiap jam.

4.3.9 Pemeriksaan Akhir dan Penentuan Ukuran

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu pertumbuhan mikroba

(TPC, Coliform, Salmonella, dan Esherichia coli) dan peningkatan histamin yang

diakibatkan peningkatan suhu tuna loin. Bahaya ini termasuk dalam kategori

keamanan makanan dan berdampak serius, namun peluang terjadinya rendah

karena dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Tindakan pengendalian yang

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

51

dilakukan yaitu dengan mempertahankan suhu ruangan pada tingkat 18oC, dan

proses dilakukan dengan cepat.

Bahaya lain yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu kontaminasi

mikroba (TPC, Coliform, Salmonella, dan Esherichia coli) yang diakibatkan oleh

kontaminasi plastik. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan,

namun peluang terjadinya rendah dan tidak berdampak serius karena dapat

dicegah dengan SSOP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu pengawasan

SSOP pengemasan yang harus dijaga kebersihannya.

4.3.10 Vacuuming

Bahaya yang dapat terjadi pada tahap ini yaitu dehidrasi fisik tuna loin

yang diakibatkan oleh kerusakan mesin. Bahaya ini tidak termasuk ke dalam

bahaya keamanan pangan, namun memiliki dampak yang serius apabila tidak

dilakukan tindakan pencegahan. Peluang terjadinya bahaya ini termasuk rendah

karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu

pemeriksaan mesin vakum secara periodik, dan supervisor menginspeksi dan

mengontrol selama proses vakum berlangsung

4.3.11 Pembekuan (Freezing)

Penyebab bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu peningkatan

suhu ruang ABF. Bahaya ini akan mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu

ikan di atas 3oC dan akan berdampak pada pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform,

Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin. Bahaya ini termasuk

dalam kategori keamanan makanan dan berdampak serius, namun peluang

terjadinya rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tahapan pencegahan

yang dilakukan yaitu mempertahankan suhu ruang pendingin pada suhu -35oC

dengan pengawasan suhu ruang pendinginan setiap jam.

Bahaya lain yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu bahaya yang dapat

terjadi pada tahap ini yaitu dehidrasi fisik tuna loin yang diakibatkan oleh waktu

pembekuan yang terlalu lama. Bahaya ini tidak termasuk ke dalam bahaya

keamanan pangan, namun memiliki dampak yang serius apabila tidak dilakukan

tindakan pencegahan. Peluang terjadinya bahaya ini termasuk rendah karena dapat

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

52

dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu pemeriksaan

suhu tuna loin setiap jam.

4.3.12 Penimbangan II

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu pertumbuhan mikroba

(TPC, Coliform, Salmonella, dan Esherichia coli) dan peningkatan histamin yang

diakibatkan peningkatan suhu tuna loin. Bahaya ini termasuk dalam kategori

keamanan makanan dan berdampak serius, namun peluang terjadinya rendah

karena dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Tindakan pengendalian yang

dilakukan yaitu dengan mempertahankan suhu ruang produksi maksimal 18oC dan

proses dilakukan dengan cepat.

4.3.13 Pengemasan dan Pemberian Label

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu kesalahan pemberian

label yang diakibatkan oleh kesalahan pekerja. Bahaya ini tidak termasuk dalam

kategori keamanan makanan dan berdampak serius, namun peluang terjadinya

bahaya rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang

dilakukan yaitu proses pada tahap ini harus dilakukan oleh karyawan yang teliti,

terampil, dan berpengalaman. Serta dilakukan monitoring pengemasan oleh QC

dan supervisor produksi.

4.3.14 Pemeriksaan Logam

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu serpihan logam yang

terdapat dalam tuna loin. Penyebab bahaya ini yaitu peralatan produksi yang

tertinggal dalam daging loin. Bahaya ini termasuk dalam kategori bahaya

keamanan pangan dan memiliki dampak bahaya yang sangat serius, namun

peluang terjadinya bahaya ini termasuk kecil karena dapat dikendalikan oleh

GMP. Bahaya ini termasuk bahaya signifikan sehingga diperlukan pengontrolan

dengan baik. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan cara deteksi

logam pada setiap kemasan yang akan diekspor dan cek sensitivitas mesin setiap

jam.

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

53

4.3.15 Penyimpanan dalam Cold Storage

Bahaya yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu peningkatan suhu ruang

penyimpanan beku. Bahaya ini akan mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu

ikan di atas 3oC dan akan berdampak pada pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform,

Esherichia coli, dan Salmonella) dan peningkatan histamin. Bahaya ini termasuk

dalam bahaya keamanan pangan, namun peluang terjadinya rendah karena dapat

dikendalikan oleh GMP dan SSOP. Bahaya ini memiliki dampak yang serius

apabila tidak dilakukan sesuai GMP dan SSOP. Tahapan pencegahan yang

dilakukan yaitu mempertahankan suhu ruang pendingin pada level -20oC dengan

pengawasan suhu ruang pembekuan setiap jam.

Bahaya lain yang mungkin terjadi pada tahap ini yaitu dehidrasi fisik tuna

loin yang diakibatkan oleh waktu pembekuan yang terlalu lama. Bahaya ini tidak

termasuk ke dalam bahaya keamanan pangan, namun memiliki dampak yang

serius apabila tidak dilakukan tindakan pencegahan. Peluang terjadinya bahaya ini

termasuk rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan

yang dilakukan yaitu pemeriksaan suhu setiap jam.

4.3.16 Pengangkutan

Bahaya yang dapat terjadi pada tahap pengangkutan adalah bahaya

pertumbuhan mikroba (TPC, Coliform, Salmonella, dan Esherichia coli) dan

peningkatan histamin yang diakibatkan peningkatan suhu tuna loin. Bahaya

termasuk dalam kategori bahaya keamanan makanan dan memiliki dampak yang

serius, namun peluang terjadinya bahaya ini termasuk rendah karena dapat

dikendalikan oleh GMP. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu monitoring

suhu kontainer dan ante room selama proses pengangkutan. Selama ekspor suhu

kontainer dipertahankan pada suhu -20oC.

Bahaya lain yang mungkin terjadi yaitu kesalahan pengangkutan yang

diakibatkan oleh kesalahan manusia. Bahaya ini dapat mengakibatkan kemasan

produk rusak dan akan membahayakan tuna loin pada saat ekspor. Bahaya ini

tidak termasuk dalam kategori bahaya keamanan makanan, namun memiliki

dampak yang serius apabila tidak dilakukan dengan benar. Peluang terjadinya

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

54

bahaya ini termasuk rendah karena dapat dikendalikan oleh GMP. Tindakan

pencegahan yang dilakukan yaitu monitoring selama pengangkutan oleh QC

perusahaan.

4.4 Identifikasi Titik Kendali Kritis (CCP)

Identifikasi titik kendali kritis (CCP) pada alur proses dilakukan untuk

memudahkan pengendalian titik kritis terhadap bahaya yang telah teridentifikasi

(Lampiran 21). Penentuan CCP dilakukan menggunakan diagram pengambilan

keputusan (Decision tree). Berdasarkan diagram pengambilan keputusan terdapat

dua titik kendali kritis (CCP) pada alur proses penanganan tuna loin beku yaitu

pada tahap penerimaan bahan baku dan tahap pendeteksian logam. Identifikasi

titik kendali kritis penanganan tuna loin beku dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Identifikasi CCP Tuna Loin Beku

Tahapan Proses Bahaya Signifikan Identifikasi CCP

CCP Q1 Q2 Q3 Q4

Penerimaan

Bahan Baku dan

Penimbangan I

Penguraian pada ikan tuna Y Y CCP

Histamin Y Y CCP

Logam berat Y N N Not

CCP

Deteksi Logam Serpihan logam Y Y CCP

Keterangan:

Q1 : Adakah tindakan pengendalian? Jika tidak bukan CCP, jika ya lanjut ke Q2

Q2 : Apakah tahapan dirancang secara spesifik untuk menghilangkan atau

mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai tingkat yang dapat

diterima? Jika ya CCP, jika tidak lanjutkan ke Q3

Q3 : Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi melebihi

tingkatan yang dapat diterima atau dapatkah ini meningkat sampai tingkatan

yang tidak dapat diterima? Jika tidak bukan CCP, jika ya lanjutkan ke Q4

Q4 : Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi tingkatan

kemungkinan terjadinya sampai tingkatan yang dapat diterima? Jika ya bukan

CCP, jika tidak CCP.

4.5 Pengawasan Terhadap Titik Kendali Kritis (CCP)

Titik kendali kritis yang teridentifikasi selanjutnya dikendalikan dengan

menentukan tindakan pemantauan/pengawasan yang sistematis dan menyeluruh

pada setiap CCP. Tabel pengawasan terhadap setiap titik kendali kritis dapat

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

55

dilihat pada Lampiran 22. Bahaya potensial nyata yang dapat terjadi pada tahap

penerimaan bahan baku dan penimbangan I yaitu penguraian yang telah terjadi

dalam tubuh ikan tuna. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan cara

pengukuran suhu ikan menggunakan termometer serta dilakukan pengecekan

secara organoleptik. Pengukuran suhu dan pengecekan secara organoleptik

dilakukan pada setiap ikan yang diterima dari pemasok oleh QC bagian

penerimaan. Batas kritis yang ditetapkan pada setiap upaya pencegahan yaitu

batas maksimal suhu pusat ikan pada 3oC serta ikan telah mengalami kehilangan

bau alami. Tindakan koreksi yang dilakukan yaitu penolakan ikan apabila terdapat

ikan yang memiliki suhu pusat di atas 3oC serta telah mengalami kehilangan bau

alami. Pengawasan ini dilakukan pencatatan pada laporan penerimaan bahan baku

dengan nomor dokumen QA/AII/HACCP/01A (Lampiran 9) dan diperiksa oleh

QA (Quality Assurance).

Bahaya potensial nyata lainnya yang dapat terjadi pada tahap penerimaan

bahan baku dan penimbangan I yaitu tingginya kadar histamin dalam tubuh ikan

tuna. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu dengan cara pengukuran suhu

ikan menggunakan termometer serta dilakukan uji kadar histamin. Pengukuran

suhu dilakukan pada setiap ikan yang diterima dari pemasok oleh QC bagian

penerimaan. Pengujian kadar histamin dilakukan dengan cara tes laboratorium di

laboratorium perusahaan. Batas kritis yang ditetapkan yaitu batas maksimal suhu

pusat ikan pada 3oC serta kadar histamin tidak melebihi 50 ppm. Tindakan koreksi

yang dilakukan yaitu penolakan ikan apabila terdapat ikan yang memiliki suhu

pusat di atas 3oC serta kadar histamin ikan di atas 50 ppm. Pengawasan ini

dilakukan dengan cara pencatatan pada laporan penerimaan bahan baku

(Lampiran 9) serta laporan analisis laboratorium (Lampiran 25). Pengawasan ini

diperiksa oleh QA (Quality Assurance) yang menyatakan bahwa pengawasan ini

telah dilakukan dengan baik dan benar.

Bahaya potensial nyata pada tahap deteksi logam yaitu bahaya teknis dari

alat metal detektor. Tindakan pencegahan yang dilakukan yaitu uji sensitivitas alat

pendeteksi logam setiap jam oleh staf QC. Batas kritis yang ditetapkan yaitu

tingkat sensitivitas alat pendeteksi logam dalam mendeteksi logam dengan ukuran

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

56

minimal Ferrous (Fe) sebesar 2,5 mm dan stainless steel sebesar 3 mm. Alat

pendeteksi logam yang sensitivitasnya menurun dilakukan tindakan koreksi

dengan cara perbaikan dan pengesetan ulang alat. Pengawasan ini dilakukan

dengan cara pencatatan pada laporan pendeteksi logam (Lampiran 16) dan

diperiksa oleh QA perusahaan.

4.6 Hasil Uji pada Titik Kendali Kritis (CCP)

Uji titik kendali kritis dilakukan untuk memantau tahapan penanganan

ikan tuna yang diidentifikasi sebagai titik kendali kritis agar tidak melebihi atau

melewati batas kritis yang ditetapkan. Titik kendali kritis yang teridentifikasi pada

tahap penanganan tuna loin beku di PT. Awindo Internasional yaitu tahap

penerimaan bahan baku dan deteksi logam. Hasil uji titik kendali kritis terdapat

dalam Tabel 9 dan 10.

Tabel 9. Hasil Uji Titik Kendali Kritis Tahap Penerimaan Bahan Baku (Suhu,

Organoleptik, dan Histamin)

No Lot KG ˚C Batas Kritis

Suhu

Uji Organoleptik

Histamin

Batas

Kritis

Kadar

Histamin

Bau Batas

kritis

bau

Warna texture

K674A 40 0,7

3oC

Segar

Bau

busuk

Pink Daging

Kenyal

0,7 ppm 100ppm H308M 72 1,2 Segar Pink Daging

Kenyal

K310M 36 2,2 Segar Pink Daging

Kenyal

Pengujian titik kendali kritis pada tahap penerimaan bahan baku yang

dilakukan pada lembar laporan penerimaan bahan baku (Lampiran 5) serta lembar

laporan analisis laboratorium (Lampiran 13). Pengujian pada tahap deteksi logam

dilakukan pada lembar laporan pendeteksi logam (Lampiran 11). Parameter yang

diuji pada tahap penerimaan bahan baku yaitu suhu pusat ikan, sifat organoleptik,

serta kadar histamin. Parameter yang diuji pada tahap deteksi logam yaitu alat

pendeteksi logam.

Suhu pusat sampel ikan tuna yang diukur yaitu 0,7oC, 1,2oC, dan 2,2oC,

sehingga setiap ikan tuna yang diterima di PT. Awindo Internasional telah

dilakukan pengawasan suhu secara ketat agar tidak didapatkan ikan tuna dengan

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

57

suhu pusat di atas 3oC. Hasil uji organoleptik pada sampel ikan tuna di PT.

Awindo Internasional tidak melebihi batas kritis yang ditetapkan yaitu ikan tuna

yang diterima memiliki bau yang segar. Satu dari tiga sampel ikan tuna dilakukan

pengujian histamin dengan hasil uji 0,7 ppm yang tidak melebihi batas kritis.

Berdasarkan hasil uji CCP pada tahap penerimaan bahan baku dapat diambil

kesimpulan bahwa setiap ikan tuna yang diterima memiliki suhu pusat, kadar

histamin, serta sifat organoleptik yang tidak melebihi batas kritis serta PT.

Awindo Internasional telah melakukan pengawasan menyeluruh pada tahap

penerimaan bahan baku.

Tabel 10. Hasil Uji Titik Kendali Kritis pada Tahap Deteksi Logam

No. Waktu

inspeksi

Sensitifitas

pendeteksi

logam Menemukan

Serpihan

Logam

Hasil

Sesuai/Tidak

Sesuai

Batas Kritis

Baik Tidak

Baik 1 9.00 √ - √

Sensitivitas alat

pendeteksi logam pada:

Fe: 2,5mm

Stainless: 3,0mm

2 10.00 √ - √

3 11.00 √ - √

4 12.00 √ - √

5 13.00 √ - √

6 14.00 √ - √

7 15.00 √ - √

8 16.00 √ - √

Berdasarkan hasil uji di atas bahwa pada jam 9.00 sampai 16.00 tidak

ditemukan adanya serpihan logam pada kemasan tuna loin beku. Setiap satu jam

sekali dilakukan uji sensitivitas alat pendeteksi logam apakah dapat mendeteksi

logam dengan ukuran 2,5 mm atau tidak. Apabila tidak dilakukan uji sensitivitas

alat pendeteksi logam, kemungkinan besar lolosnya serpihan logam dengan

ukuran 2,5 mm ke atas.

4.7 Hasil Uji Tuna Loin Beku

Pengujian terhadap hasil produk dilakukan di laboratorium BPMPHP

(Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan) setiap 3 bulan sekali.

Pengujian ini harus dilakukan karena sebagai persyaratan ekspor ke negara luar

untuk menjamin bahwa produk tuna loin beku tidak membahayakan kesehatan

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

58

konsumen dan menjaga keamanan pangan. Parameter uji pada pengujian tuna loin

beku meliputi suhu pusat, jumlah bakteri (TPC, Esherichia coli, Salmonella,

Cholera), organoleptik, histamin, serta logam berat (Tabel 11)

Tabel 11. Hasil Uji Tuna Loin Beku di PT. Awindo International

Sumber: BPMPHP (2013)

Berdasarkan Tabel 11 bahwa hasil uji organoleptik pada tuna loin beku

masih memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan oleh SNI yaitu dengan nilai

organoleptik 7. Hal ini dikarenakan pada tahap penerimaan bahan baku telah

dilakukan sortir untuk penentuan grade ikan tuna dan pemilihan karakteristik

bahan baku yang baik agar tidak didapatkan produk tuna loin beku yang memiliki

skor organoleptik di bawah 7. Hasil ini dikarenakan pada tahap penanganan tuna

loin beku dilakukan suntik CO untuk menghambat terjadinya oksidasi pada tuna

loin beku yang akan mempertahankan warna merah dari tuna loin beku, sehingga

kenampakan tuna loin beku tetap baik.

Hasil uji mikrobiologi didapatkan hasil uji produk dengan jumlah ALT,

E.Coli, Vibrio cholera, Salmonella, serta Colliform yang jauh di bawah standar

SNI yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan pada tahap penerimaan pahan baku

yang teridentifikasi sebagai CCP telah dilakukan pengawasan suhu pusat ikan

Jenis uji Persyaratan SNI

01-4104.1-2006

Hasil uji Metode Pengujian

Uji Organoleptik minimal 7 7 SNI 2346:2011

Uji Mikrobiologi:

- ALT (koloni/g) - Escherichia coli (MPN/g)

- Vibrio cholera(per25g)

- Salmonella (per25g)

- Coliform (MPN/g)

500,000

<2

negatif

negatif

<2

50,000

<2

negatif

negatif

<2

SNI 01-2332.3-2006

SNI 01-2332.1-2006

SNI 01-2332.4-2006

SNI 01-2332.2-2006

SNI 01-2332.1-2006

Uji Kimia:

- Histamin (mg/kg)

- Merkuri/Hg(mg/kg)

- Timbal/Pb (mg/kg)

- Kadmium/Cd (mg/kg)

100

1,00

0,4

0,10

1,91

0,025

0,010

0,031

SNI 2354.10-2009

DMA

SNI 2354.5-2011

SNI 2354.5-2011

Uji Fisik:

- Suhu pusat (oC)

- Serpihan logam

-18

0

-18

0

SNI 01-4104.3-2006

Metal Detector

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produkmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110097030_4_6970.pdf · 4.1 Deskripsi Produk ... ( Thunnus alalunga ) Big Eye Tuna ( Thunnus

59

pada setiap bahan baku yang diterima, apabila didapatkan ikan tuna yang

memiliki suhu pusat di atas batas yang ditentukan maka PT. Awindo Internasional

langsung melaksanakan tindakan koreksi dengan cara menolak bahan bahan baku

yang diteruma. Selain itu semua tahapan proses penanganan tuna loin beku

dilakukan dengan menerapkan rantai dingin untuk menghambat laju proses

pertumbuhan mikroba.

Pengujian kimia didapatkan hasil uji histamin, kadmium, timbal, dan

merkuri yang memenuhi standar SNI. Hal ini dikarenakan penanganan tuna loin

beku di PT. Awindo International mempertahankan rantai dingin, serta menolak

ikan tuna yang memiliki suhu pusat di atas 3oC.

Hasil uji produk tuna loin beku tidak ditemukan adanya serpihan logam

karena telah dilakukan tahapan deteksi logam pada seluruh tuna loin beku. Tuna

loin beku yang terkontaminasi oleh serpihan logam tidak dipasarkan untuk

menghindari terjadinya penolakan dari negara importir. Setiap alat pendeteksi

logam dilakukan uji sensitivitas setiap jam untuk memantau apakah alat tersebut

masih dapat mendeteksi logam dengan ukuran 2,5 mm atau tidak. Maka dari itu

didapatkan tuna loin beku yang memenuhi standar SNI 01-4104.1-2006 tentang

spesifikasi tuna loin beku.